DISUSUN OLEH :
NAMA : M ADNAN MAULANA IBROHIM
NIM : P1337421023071
KELAS : 1B
BAB 1
PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA
Menurut penjelasan Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang RI nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, yang dimaksud dengan mata kuliah Pendidikan Pancasila adalah
pendidikan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan kepada mahasiswa
mengenai ideologi bangsa Indonesia.
Pendekatan pembelajaran yang direkomendasikan dalam Mata Kuliah Pendidikan
Pancasila adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada mahasiswa (student
centered learning), untuk memahami dan menghayati nilai- nilai Pancasila baik sebagai
etika, filsafat negara, ideologi bangsa secara scientific.
Dengan harapan nilai-nilai Pancasila akan terinternalisasi sehingga menjadi guiding
principles atau kaidah penuntun bagi mahasiswa dalam mengembangkan jiwa
profesionalismenya, sesuai dengan Jurusan/Program Studi masing-masing. Implikasi dari
Pendidikan Pancasila tersebut adalah agar mahasiswa dapat menjadi insan profesional
yang berjiwa Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu,
urgensi Pendidikan Pancasila adalah untuk membentengi dan menjawab tantangan
perubahan-perubahan di masa yang akan datang.
Dalam Undang-Undang RI, Nomor 20 tahun 2003, Pasal 3 menentukan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Harapan tersebut memang tidak mudah untuk mewujudkannya. Akan tetapi, pendidikan
dianggap merupakan alternatif terbaik dalam melakukan rekayasa sosial secara damai.
Pendidikan adalah alternatif yang bersifat preventif untuk membangun generasi baru
bangsa yang lebih baik dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Pendidikan Pancasila
di perguruan tinggi, penenkanannya dengan memberikan kontribusi dalam pendalaman
penghayatan dan penerapan nilai-nilai Pancasila kepada generasi baru bangsa.
Setiap warga negara sesuai dengan kemampuan dan tingkat pendidikannya harus
memiliki pengetahuan, pemahaman, penghayatan, penghargaan, komitmen, dan pola
pengamalan Pancasila. Lebih-lebih para mahasiswa yang notabene merupakan calon-
calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa, tingkat penghayatan terhadap
nilai-nilai Pancasila akan menentukan eksistensi bangsa ke depan. Urgensi Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi ini berlaku untuk semua jurusan/program studi, sebab
nasib bangsa ini tidak hanya ditentukan oleh segelintir profesi yang dihasilkan oleh
sekelompok jurusan/program studi saja melainkan merupakan tanggung jawab semua
bidang. Contoh urgensi Pendidikan Pancasila bagi suatu program studi misalnya yang
berkaitan dengan tugas menyusun/membentuk peraturan perundang-undangan. Orang
yang bertugas untuk melaksanakan hal tersebut, harus mempunyai pengetahuan,
pengertian, pemahaman, penghargaan, komitmen, penghayatan dan pola pengamalan
yang lebih baik daripada warga negara yang lain.
Dengan demikian, pemahaman nilai-nilai Pancasila dikalangan mahasiswa amat penting
tanpa membedakan pilihan profesinya di masa yang akan datang, baik yang akan
berprofesi sebagai pengusaha/entrepreneur, pegawai swasta, pegawai pemerintah, dan
sebagainya. Semua lapisan masyarakat memiliki peran amat menentukan terhadap
eksistensi dan kejayaan bangsa di masa depan.
MATERI KE 2
MENGAPA PANCASILA MERUPAKAN SISTEM
FILSAFAT
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat
1. Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Soekarno pernah menulis di Suluh Indonesia yang menyebutkan bahwa nasionalisme
adalah nasionalisme yang membuat manusia menjadi perkakasnya Tuhan dan membuat manusia
hidup dalam roh(Yudi Latif, 2011: 68). Pembahasan sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat
dapat ditelusuri dalam sejarah masyarakat Indonesia sebagai berikut :
a) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia,
masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal, yaitu sekitar 14
abad pengaruh Hindu dan Buddha, 7 abad pengaruh Islam, dan 4 abad pengaruh Kristen. Tuhan
telah menyejarah dalam ruang publik Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih
berlangsungnya sistem penyembahan dari berbagai kepercayaan dalam agama-agama yang hidup
di Indonesia. Pada semua sistem religi-politik tradisional di muka bumi, termasuk di Indonesia,
agama memiliki peranan sentral dalam pendefinisian institusi-institusi sosial (Yudi-Latif, 2011:
57--59).
b) Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Berdasarkan rekam jejak perjalanan bangsa Indonesia, tampak
jelas bahwa sila kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki akar yang kuat dalam historisitas
kebangsaan Indonesia. Kemerdekan Indonesia menghadirkan suatu bangsa yang memiliki
wawasan global dengan kearifan lokal, memiliki komitmen pada penertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial serta pada pemuliaan hak-hak asasi manusia
dalam suasana kekeluargaan kebangsan Indonesia (Yudi-Latif, 2011: 201).
c) Sila Persatuan Indonesia.
Kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu kesatuan dalam keragaman serta kebaruan
dan kesilaman. Indonesia adalah bangsa majemuk paripurna yang menakjubkan karena
kemajemukan sosial, kultural, dan teritorial dapat
menyatu dalam suatu komunitas politik kebangsaan Indonesia. Indonesia adalah sebuah bangsa
besar yang mewadahi warisan peradaban Nusantara dan kerajaan-kerajaan bahari terbesar di
muka bumi. Jika di tanah dan air yang kurang lebih sama, nenek moyang bangsa Indonesia
pernah menorehkan tinta keemasannya, maka tidak ada alasan bagi manusia baru Indonesia
untuk tidak dapat mengukir kegemilangan (Yudi-Latif, 2011:377).
d) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat memang merupakan fenomena baru di Indonesia, yang muncul sebagai ikutan formasi
negara republik Indonesia merdeka. Sejarah menunjukkan bahwa kerajaan-kerajaan pra-
Indonesia adalah kerajaan feodal yang dikuasai oleh raja-raja autokrat. Meskipun demikian,
nilai-nilai demokrasi dalam taraf tertentu telah berkembang dalam budaya Nusantara, dan
dipraktikkan setidaknya dalam unit politik kecil, seperti desa di Jawa, nagari di Sumatera Barat,
banjar di Bali, dan lain sebagainya. an Malaka mengatakan bahwa paham kedaulatan rakyat
sebenarnya telah tumbuh di alam kebudayaan Minangkabau, kekuasaan raja dibatasi oleh
ketundukannya pada keadilan dan kepatutan. Kemudian, Hatta menambahkan ada dua anasir
tradisi demokrasi di Nusantara, yaitu; hak untuk mengadakan protes terhadap peraturan raja yang
tidak adil dan hak untuk menyingkir dari kekuasaan raja yang tidak disenangi (Yudi-Latif, 2011:
387--388).
e) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagian yang telah berkobar
ratusan tahun lamanya dalam dada keyakinan bangsa Indonesia. Impian kebahagian itu terpahat
dalam ungkapan “Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja”. Demi impian masyarakat
yang adil dan makmur itu, para pejuang bangsa telah mengorbankan dirinya untuk mewujudkan
cita-cita tersebut. Sejarah mencatat bahwa bangsa Indonesia dahulunya adalah bangsa yang
hidup dalam keadilan dan kemakmuran, keadaan ini kemudian
dirampas oleh kolonialisme (Yudi-Latif, 2011: 493--494).
Bentuk negara, sistem pemerintahan, dan tujuan negara seperti apa yang ingin diwujudkan, serta
bagaimana jalan/cara mewujudkan tujuan negara tersebut, akan ditentukan oleh dasar negara
yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, dasar negara akan menentukan
bentuk negara, bentuk dan sistem pemerintahan, dan tujuan negara yang ingin dicapai, serta jalan
apa yang ditempuh untuk mewujudkan tujuan suatu negara.
Indonesia menganut bentuk negara republik bukan despot (tuan rumah) atau absolutisme
(pemerintahan yang sewenang-wenang). Konsep negara republik sejalan dengan sila kedua dan
keempat Pancasila, yaitu negara hukum yang demokratis. Demikian pula dalam Pasal 1 ayat (2)
UUD Negara Republik Indonesia 1945, “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar”. Hal tersebut menegaskan bahwa negara Republik Indonesia
menganut demokrasi konstitusional bukan demokrasi rakyat seperti yang terdapat pada konsep
negara-negara komunis. Di sisi lain, pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia
1945, ditegaskan bahwa, “negara Indonesia adalah negara hukum”. Prinsip tersebut
mencerminkan bahwa negara Indonesia sejalan dengan sila kedua Pancasila. Hal tersebut
ditegaskan oleh Atmordjo (2009: 25) bahwa : “konsep negara hukum Indonesia merupakan
perpaduan 3 (tiga) unsur, yaitu Pancasila, hukum nasional, dan tujuan negara”.
Pancasila merupakan pandangan hidup dan kepribadian bangsa yang nilai-nilainya bersifat
nasional yang mendasari kebudayaan bangsa, maka nilai-nilai tersebut merupakan perwujudan
dari aspirasi (cita-cita hidup bangsa) (Muzayin, 1992: 16). Dengan Pancasila, perpecahan bangsa
Indonesia akan mudah dihindari karena pandangan Pancasila bertumpu pada pola hidup yang
berdasarkan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian sehingga perbedaan apapun yang ada
dapat dibina menjadi suatu pola kehidupan yang dinamis, penuh dengan keanekaragaman yang
berada dalam satu keseragaman yang kokoh (Muzayin, 1992: 16).
Dengan peraturan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, maka perasaan adil dan tidak
adil dapat diminimalkan. Hal tersebut dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara menaungi dan
memberikan gambaran yang jelas tentang peraturan tersebut berlaku untuk semua tanpa ada
perlakuan diskriminatif bagi siapapun. Oleh karena itulah, Pancasila memberikan arah tentang
hukum harus menciptakan keadaan negara yang lebih baik dengan berlandaskan pada nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Dengan demikian, diharapkan
warga negara dapat memahami dan melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
dimulai dari kegiatan-kegiatan sederhana yang menggambarkan hadirnya nilai-nilai Pancasila
tersebut dalam masyarakat.
B. Menggali Sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan Politis tentang Pancasila sebagai
Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara berarti setiap sendi-sendi ketatanegaraan pada negara Republik
Indonesia harus berlandaskan dan/atau harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal tersebut
bermakna, antara lain bahwa, Pancasila harus senantiasa menjadi ruh atau spirit yang menjiwai
kegiatan membentuk negara seperti kegiatan mengamandemen UUD dan menjiwai segala urusan
penyelenggaraan negara.
Urgensi Pancasila sebagai dasar negara, yaitu: 1) agar para pejabat publik dalam
menyelenggarakan negara tidak kehilangan arah, dan 2) agar partisipasi aktif seluruh warga
negara dalam proses pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dijiwai oleh nilai-
nilai Pancasila. Dengan demikian, pada gilirannya nanti cita-cita dan tujuan negara dapat
diwujudkan sehingga secara bertahap dapat diwujudkan masyarakat yang makmur dalam
keadilan dan masyarakat yang adil dalam kemakmuran
Agar pemahaman Anda bertambah mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Anda
diminta membuat suatu projek lapangan yang dimaksudkan agar Anda memiliki kemampuan
mengkritisi peraturan perundang-undangan dan kebijakan negara, baik yang bersifat idealis
maupun praktis-pragmatis dalam perspektif sebagai dasar negara.
Anda diharapkan untuk mengikuti langkah-langkah berikut ini:
1. Bentuklah kelompok dari kelas Anda, setiap kelompok berjumlah sekitar 8 orang.
Dalam kelompok tersebut, dibagi lagi menjadi 4 kelompok kecil. Setiap kelompok mempunyai
tugas-tugas sebagai berikut!
a. Kelompok pertama menyusun latar belakang,
b. Kelompok kedua mengidentifikasi berbagai alternatif peraturan atau kebijakan publik,
c. Kelompok ketiga memilih alternatif peraturan atau kebijakan publik yang paling cocok
untuk menyelesaikan masalah di suatu daerah,
d. Kelompok keempat menyusun rencana aksi dari alternatif yang sudah dipilih bersama.