Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HADITS-HADITS TENTANG AL- IHTIKAR

Dosen Pengampu : Ahmad Masi’ari, SH.I.,MA.HK

Disusun Oleh :

Al Yusnita (12120224452)

Septi Aulia (12120220576)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS HUKUM DAN SYARIAH

UNIVERSITAS SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023

i
KATA PENGANTAR

Bersyukur kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan rahmad dan karunia-
Nya Sehingga dapat menulis makalah dengan judul “hadits-hadits tentang al-ihtikar”.
Selanjutnya shalawat dan salam dicurahkan kepada nabiyyuna Muhammad SAW,
Dengan mengucapkan AllahhummaShalliala Muhammad wa ala ali Muhammad.

Serta ucapan terimakasih atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada
dosen Pengampu, dengan rendah hati menyampaikan maaf apabila selama ini terdapat
kesalahan Yang disengaja maupun tidak disengaja. Dan makalah ini telah disusun dengan
referensi yang Didapatkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Terlepas dari itu semua, bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat Maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka menerima kritik dan
saran yang Bersifat membangun agar dapat membantu untuk kedepannya dan bisa
membuat makalah Menjadi lebih baik serta minim dari kesalahan. Demikian semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Pekanbaru, 10 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I ............................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1

C. Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II ........................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ........................................................................................... 3

1. Pengertian Ihtikar ............................................................................... 3


2. Dasar Hukum Ihtikar ......................................................................... 3
3. Jenis-jenis Ihtikar ............................................................................... 5
4. Syarat-Syarat Al-Ihtikar ..................................................................... 6
5. Definisi Monopoli .............................................................................. 7
6. Hukum Monopoli ............................................................................... 8
7. Peran Pemerintah Terhadap Praktek Ihtikar.......................................10

BAB III ........................................................................................................ 11

PENUTUP ................................................................................................... 11

A. Kesimpulan .................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ihtikar (menyimpan/menimbun suatu barang) merupakan suatu praktikyang


dilarang dalam Islam, hal ini biasanya dilakukan agar seseorang pedagangmendapatkan
keuntungan dari hasil dagangannya dengan cara menjual barangtersebut setelah harganya
melonjak.ihtikar sendiri dalam Islam merupakan praktik yang sangat dilarang bahkan
telah ada sejak zaman Rasulullah Saw. bahkan banyak hadis yang melarang praktik
ihtikar tersebut. Ulama fiqih jugatelah membahas secara dalam dan menghukumi para
pelaku ihtikar sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan agama Islam dan
terlarang.

Adapun jual beli sendiri dalam agama Islam merupakan suatu perbuatanyang
dibolehkan (mubah) namun jual beli tersebut terlarang apabila terjadinya penyimpangan
sehingga jual beli akan berubah hukumnya menjadi sesuatu yangdilarang (haram) seperti
praktik penimbunan (ihtiar). Adapun hal tersebut berdampak pada ketersediaan barang
sehingga permintaan barang menjadi naikdan harga juga akan ikut naik. Namun saat ini,
sebagian umat Islam banyak yangtidak mengetahuinya, sehingga perlulah pembahasan
khusus mengenai ihtikar.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Ihtikar ?


2. Apa Dasar Hukum Ihtikar?
3. Apa Saja Jenis-jenis Ihtikar?
4. Apa Syarat-Syarat Al-Ihtikar?
5. Apa Definisi Monopoli?
6. Apa Hukum Monopoli?
7. Bagaimana Peran Pemerintah Terhadap Praktek Ihtikar

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Ihtikar


2. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Ihtikar

1
3. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Ihtikar
4. Untuk Mengetahi Syarat-Syarat Ihtiar
5. Untuk Mengetahui Definisi Monopoli
6. Untuk Mengetahui Hukum Monopoli
7. Untuk Mengetahui Peran Pemerintah Terhadap Pratik Ihtikar

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Ihtikar

Ihtikar secara etimologi adalah perbuatan menimbun, pengumpulan(barang-


barang) atau tempat untuk menimbun. Secara terminologi ihtikar adalahmenahan
(menimbun) barang-barang pokok manusia untuk meraih keuntungandengan menaikkan
harganya menunggu lonjakan harga di pasar. Adapun ihtikar secara bahasa adalah
mengumpulkan, menahan barang dengan harapan untukmendapatkan harga yang mahal.
Beberapa definisi ihtikar menurut pendapat paraulama fiqih yaitu:

1. Ulama mazhab Maliki


Ihtikar adalah penyimpanan barang oleh produsen baik makanan, pakaian dan
segala barang yang merusak pasar.
2. Ulama mazhab Hanafi
Ihtikar adalah menimbun bahan makanan pokok sambil menungguharganya
menjadi naik.
3. Ulama Syafiiyah
Ihtikar adalah menahan sesuatu yang dibeli pada waktu mahal
supaya bisa dijual dengan harga yang lebih dari waktu membeli karena orang
sangatmembutuhkan
2. Dasar Hukum Ihtikar

Dasar hukum yang digunakan para ulama fiqh yang tidak membolehkanadanya
ihtikar adalah kandungan nilai-nilai universal al-Qur’an yang menyatakan bahwa setiap
perbuatan aniaya termasuk di dalamnya ihtikar diharamkan olehagama Islam. Adapun
sumber hukum larangan ihtikar adalah sebagai berikut:

1) Al-Qur’an

‫ّللاُ َع هلى َرس ُْولِ ٖه ِم ْن اَ ْه ِل ْالقُ هرى فَلِ هلٰ ِه َولِل َّرس ُْو ِل َولِ ِذى ْالقُرْ هبى َو ْاليَ هتمه ى‬ ٰ ‫َمآ اَفَ ۤا َء ه‬
‫َو ْال َم هس ِكي ِْن َواب ِْن ال َّسبِي ِۙ ِْل َك ْي ََل يَ ُك ْو َن ُد ْولَةً ۢ بَي َْن ْاَلَ ْغنِيَ ۤا ِء ِم ْن ُك ْۗ ْم َو َمآ ها هتى ُك ُم‬
‫ب‬ِ ‫ّللاَ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬ ٰ ‫ّللاَ ْۗاِ َّن ه‬
ٰ ‫ال َّرس ُْو ُل فَ ُخ ُذ ْوهُ َو َما نَ ههى ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَه ُْو ۚا َواتَّقُوا ه‬

3
Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang
berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta
itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-
Nya.

2) Hadis
a. Hadis yang diriwayatkan Sa‟id bin Musayyab

“Dari Sa’id ibnul Musayyib, dari Ma’mar bin Abdillah dari Rasulullah
Saw. bersabda: “Tidaklah seorang menimbun kecuali dia berdosa” dan ”Barangsiapa
menimbun suatu timbunan supaya menjualnya denganharga yang tinggi kepada kaum
muslimin, maka dia telah berbuat dosa” ( (HR. Muslim: 756 dan HR. Ahmad: 8617)

3) Pendapat Beberapa Ulama Tentang Ihtikar


a. Menurut Ulama Maliki ihtikar hukumnya haram secara mutlak (tidakdikhususkan
bahan makanan saja), hal ini didasari oleh sabda Nabi Saw.“ Barangsiapa
menimbun maka dia telah berbuat dosa.” (HR. Muslim)
b. Mazhab Hanafi secara umum berpendapat, ihtikar hukumnya makruhtahrim.
Makruh tahrim adalah istilah hukum haram dari kalangan usul fiqhMazhab Hanafi
yang didasarkan pada dalil zhanni (bersifat relatif). UlamaMazhab Hanafi tidak
secara tegas menyatakan haram dalam menetapkanhukum ihtikar karena dalam
masalah ini terdapat dua dalil yang bertentangan, yaitu berdasarkan hak milik
yang dimiliki pedagang, mereka bebas melakukan jual beli sesuai kehendak
mereka dan adanya larangan berbuat mudharat kepada orang lain dalam bentuk
apa pun.

4
c. Menurut Ulama Syafi‟i ihtikar hukumnya haram, berdasarkan hadis Nabidan ayat
al-Qur’an yang melarangnya melakukan ihtikar
d. Ulama Mazhab Hanbali juga mengatakan ihtikar diharamkan syariatkarena
membawa mudharat yang besar terhadap masyarakat dan negara,karena Nabi
Saw. telah melarang melakukan ihtikar terhadap kebutuhanmanusia

Adapun menimbun barang diharamkan menurut para ulama fiqh bilamemenuhi


tiga kriteria sebagai berikut:

a. Barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya dan kebutuhan keluargauntuk


masa satu tahun penuh. seseorang boleh menyimpan barang untukkeperluan
kurang dari satu tahun sebagaimana pernah dilakukanRasulullah Saw
b. Menimbun untuk dijual, kemudian pada waktu harganya membumbungtinggi dan
kebutuhan rakyat sudah mendesak baru dijual sehingga terpaksarakyat
membelinya dengan harga mahal
c. Yang ditimbun ialah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang danlain-
lain. Apabila bahan-bahan lainnya ada di tangan banyak pedagang,tetapi tidak
termasuk bahan pokok kebutuhan rakyat dan tidak merugikanrakyat maka itu
tidak termasuk menimbun
3. Jenis-Jenis Ihtikar

Dalam masalah ini para fuqaha berbeda pendapat mengenai dua hal, yaitu jenis
barang yang diharamkan menimbun dan waktu yang diharamkan orangmenimbun. Para
ulama berbeda pendapat mengenai objek yang ditimbun yaitu:

1. Kelompok yang pertama mendefinisikan ihtikar sebagai penimbunan yanghanya


terbatas pada bahan makanan pokok (primer) saja

Imam al-Gazali (ahli fikih mazhab asy-Syafi’i), sebagian MazhabHambali dimana


beliau berpendapat bahwa yang dimaksud al-Ihtikar hanyalahterbatas pada bahan
makanan pokok saja sedangkan selain bahan makanan pokok (sekunder) seperti, obat-
obatan, jamu-jamuan, dan sebagainya tidaktermasuk objek yang di larangan dalam
penimbunan barang walaupun sama-sama barang yang bisa dimakan karena yang
dilarang dalam nash hanyalahdalam bentuk makanan saja. Menurut beliau masalah ihtikar
adalahmenyangkut kebebasan pemilik barang untuk menjual barangnya. Makalarangan
itu harus terbatas pada apa yang ditunjuk oleh nash.

5
2. Kelompok yang kedua mendefinisikan Ihtikar yaitu menimbun segala barang-
barang keperluan manusia baik primer maupun sekunder

Imam Abu Yusuf (ahli fikih mazhab Hanafi), mazhab Maliki berpendapat bahwa
larangan ihtikar tidak hanya terbatas pada makanan, pakaian dan hewan, tetapi meliputi
seluruh produk yang dibutuhkan olehmasyarakat. Menurutnya, yang menjadi ilat
(motivasi hukum) dalam larangan melakukan ihtikar tersebut adalah kemudaratan yang
menimpa orang banyak.Oleh karena itu kemudaratan yang menimpa orang banyak tidak
hanyaterbatas pada makanan, pakaian dan hewan, tetapi mencakup seluruh produkyang
dibutuhkan orang banyak.

4. Syarat-Syarat Al-Ihtikar

Secara garis besar sikap ahli fikih mengenai ihtikār adalah sebagai berikut.
Syarat-syarat ihtikār makruh:

1. Menimbun tanpa tujuan menunggu harga tinggi.


2. Menimbun pada waktu barang itu banyak.
3. Menimbun untuk keperluannya dan keluarganya.

Para ulama berbeda pendapat antara makruh dan haram bagi seseorang yang
menimbun makanan dan pakaian, masing masing mempunyai dalil, jika terpenuhi syarat-
syarat haram maka hukumnya haram, dan jika tidak maka hukumnya makruh. Menimbun
yang diperbolehkan atau mubah yaitu:

1. Menimbun sesuatu tanpa tujuan untuk menjualnya.


2. Boleh menimbun manisan, minyak, dan makanan hewan. Keadaan
diperbolehkannya menimbun:
a. Menimbun pada waktu yang lapang.
b. Seseorang menyimpan untuk kebutuhannya dan keluarganya.
c. Menimbun di negara yang penduduknya musyrik

Menimbun yang mandub yaitu jika menimbun untuk kemaslahatan umum, seperti
dijelaskan oleh Subkhi, Qadi Husain, Royani dan Khamili bahwasanya jika harga barang
itu sedang murah dan barang itu tidak sedang dibutuhkan masyarakat, maka tidak dilarang
untuk menimbun sampai barang itu dibutuhkan, dan hal ini baik karena bermanfaat bagi
masyarakat. (Ahmad Mustafa, 2003: 120-167)

Ihtikār terjadi bila syaratsyarat di bawah ini terpenuhi:

6
a. Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun stock atau
mengenakan entry-barries.
b. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga sebelum munculnya
kelangkaan.
c. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum
komponen 1 dan 2 dilakukan. (Adiwarman Karim, 2004: 30)
5. Definisi Monopoli

Monopoli dalam bahasa Arab disebut ihtikār. Dalam kamus-kamus bahasa Arab
ihtikār mempunyai arti yang banyak, diantaranya sebagai berikut: menurut az-
Zamakhsyari adalah ‫ الطعام احتكر‬:‫ )للغالء احتبسه‬ihtakāra attha‘ām artinya: menimbun makanan
sehingga harganya naik).

Ulama fikih berbeda pendapat mengenai definisi tentang hakikat ihtikār yang
jumlahnya lebih dari duapuluh pendapat. Perbedaan pendapat ini tidak terbatas atas
mazhab-mazhab yang ada, tetapi di dalam satu mazhab mereka juga berselisih tentang
definisinya. Perbedaan ini dikarenakan mereka mempunyai sistem dan metode yang
berbeda dalam memahami hukum.

Pertama, menurut Hanafiyah ihtikār diartikan dengan penimbunan bahan


makanan sehingga harganya melonjak tinggi. Kedua, menurut Syafi‘iyah ihtikār adalah
membeli bahan makanan waktu harganya tinggi dan menyimpannya, kemudian
menjualnya dengan harga diatas normal, sehingga menyulitkan orang banyak. Ketiga,
menurut Malikiyah ihtikār ialah penimbunan barang yang dijual, karena dengan
menyimpannya akan memperoleh keuntungan disebabkan harga di pasaran tidak stabil.
Keempat, menurut Ibnu Hazm az-Zahiri ihtikār yaitu penimbunan yang membahayakan
manusia adalah haram baik itu dalam pembelian dan menahan barang yang dijual.
Kelima, ihtikār menurut Imamiyah adalah mengumpulkan dan menimbun bahan makanan
dengan menunggu harganya membumbung. Keenam, menurut Yusuf Qaradawi ihtikār
ialah menahan barang dari perputaran di pasar sehingga harganya naik. (Yusuf Qardawi,
1997: 190)

Monopoli dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999


tanggal 5 Maret 1999 Bab I Pasal 1 didefinisikan sebagai penguasaan atas produksi dan
atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu
kelompok pelaku usaha. (Gunawan Widjaja, 2000: 94) Pengertian monopoli dalam

7
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud adalah situasi yang pengadaan barang
dagangannya tertentu (di pasar lokal atau nasional) sekurangkurangnya sepertiganya
dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga harganya dapat dikendalikan.
(Depdikbud, 1996: 664)

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ihtikār (monopoli)


adalah menyimpan barang-barang yang dibutuhkan orang banyak baik dilakukan oleh
satu orang atau satu kelompok dengan tujuan menjualnya kembali di atas harga normal
serta dapat mengendalikan harganya sehingga memperoleh keuntungan yang banyak.

6. Hukum Monopoli

Ulama fikih berbeda pendapat mengenai hukum ihtikār antara haram dan makruh.
Mereka tidak bersepakat tentang definisi hakikat ihtikār yang jumlahnya lebih dari
duapuluh pendapat. Perbedaan pendapat ini tidak terbatas atas mazhab-mazhab yang ada,
tetapi di dalam satu mazhab mereka juga berselisih tentang definisinya. Perbedaan ini
dikarenakan mereka mempunyai sistem pemahaman hukum yang berlainan. (Ahmad
Mustafa, 2003: 102)

Pendapat pertama, dikemukakan oleh ulama mazhab Hanafi, Maliki, Jumhur


ulama Syafi‘i, Hanbali, az-Zahiri, Zaidiyah, Abadiyah dan kebanyakan Imamiyah.
Menurut mereka melakukan ihtikār hukumnya haram. (Ahmad Mustafa, 2003: 102)Dasar
hukum pelarangan ihtikār yang mereka kemukakan adalah hasil induksi dari nilai-nilai
universal yang dikandung Al-Qur`an yang menyatakan, bahwa setiap perbuatan aniaya,
termasuk di dalamnya ihtikār, diharamkan. (Abdul Aziz, 1996: 655) Mereka
mengemukakan alasan tentang haramnya ihtikār berdasarkan ayat AlQur`an dan hadis
berikut ini.

Pertama, dasar pengharaman ihtikār menurut Al-Qur`an terdapat dalam surat al-
Haj ayat 25. Artinya: “Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan
secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih” (QS.
Al-Haj: 25). Ayat ini menjelaskan bahwa ihtikār adalah haram. Karena ihtikār adalah
perbuatan zalim dan aniaya. Dan berbuat zalim adalah dilarang. Perbuatan zalim jika
dilakukan akan menyebabkan seseorang mendapat siksa yang pedih. Orang yang
mendapat siksa yang pedih adalah karena melakukan hal yang dilarang. Maka dari itu
ihtikār adalah haram. Ulama mengatakan pada dasarnya bahwa ayat di atas di sebagian
maknanya berfungsi untuk mengharamkan ihtikār.

8
Kedua, dalil-dalil yang berdasarkan dari hadis.

a. Hadis-hadis yang bersifat mutlak “Dari Sa’id bin Musayyab dari Ma’mar bin
Abdullah dari Rasulullah SAW bersabda: Tidak akan melakukan penimbunan
selain orang yang salah” (HR. Muslim). Istinbāt hukum dari hadis ini adalah tidak
bolehnya melakukan ihtikār, karena dijelaskan bahwa muhtakir (orang yang
menimbun) adalah orang yang salah, disebut juga dengan ‘āshin (orang yang
bermaksiat) dan orang yang bersalah adalah mudznib (orang yang berdosa). Pada
zahirnya hadis ini menerangkan bahwa ihtikār adalah haram tanpa dibedakan
antara makanan manusia, makanan hewan dan lainnya. Kebanyakan ulama
berpendapat bahwa yang diharamkan adalah bahan makanan saja. Alasannya, di
sebagian hadis hanya disebutkan kata “tha‘ām”.
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang
melakukan penimbunan dengan maksud agar harganya melonjak, maka dia orang
yang salah” (HR. Hakim). Hadis ini menerangkan bahwa orang yang menimbun
dengan maksud supaya harganya melonjak tinggi maka ia adalah orang yang salah
dan Allah telah melepaskan naungan darinya”.
b. Hadis-hadis yang bersifat muqayyad.
Dari Ibnu Umar dari Nabi SAW: “Barang siapa menimbun makanan selama
empat puluh malam maka terlepas dari naungan Allah dan Allah melepaskan
naungan darinya” (HR. Ahmad) “Abu Umamah al-Bahili meriwayatkan bahwa
Nabi SAW telah melarang penimbunan makanan” (HR. Hakim).
Lafal umum kedua hadis ini menunjukkan atas haramnya ihtikār, dan
sesungguhnya azab di neraka, ancaman dan laknat, tidaklah ada kecuali bagi
orang yang melakukan hal-hal yang haram. (Ahmad Mustafa, 2003: 103-106)

Syarat-syarat ihtikār yang diharamkan di antaranya:

a. Menimbun dengan menunggu waktu harganya tinggi.


b. Menimbun pada waktu yang dibutuhkan.
c. Sesuatu yang ditimbun melebihi kebutuhannya.
d. Sesuatu yang ditimbun adalah barang yang dibeli.
e. Sesuatu yang ditimbun adalah bahan makanan.
f. Menimbun pada waktu tertentu. (Ahmad Mustafa, 2003: 120)

9
Pendapat kedua, dianut oleh sebagian pengikut Syafi‘i, Isma‘iliyah dan sebagaian
Imamiyah. Menurut mereka ihtikār adalah makruh. Alasannya, seseorang mempunyai
kekuasaan atas hartanya dan mereka bebas melakukan jual beli yang sesuai dengan
kehendak mereka. (Ahmad Mustafa, 2003: 108)

7. Peranan Pemerintah Terhadap Praktik Ihtikar

Apabila telah terjadi penimbunan barang, maka pemerintah berhakmemaksa para


pedagang untuk menjual barang tersebut dengan harga standaryang berlaku di pasar.
Bahkan menurut para ulama barang yang ditimbun oleh para pedagang dijual dengan
harga modalnya dan pedagang tersebut tidakdibenarkan mengambil keuntungan sebagai
hukuman terhadap mereka. Sekiranya para pedagang itu enggan menjual barangnya
dengan harga pasar, maka pihak penegak hukum (hakim) dapat menyita barang itu dan
kemudian membagikannyakepada masyarakat yang memerlukannya.

Pihak pemerintah seharusnya setiap saat memantau dan mengantisipasi agar tidak
terjadi ihtikar dalam setiap komoditas, manfaat dan jasa yang sangat diperlukan
masyarakat. Harga standar yang tidak memberatkan dan merugikan pedagang harus
dipadukan dan tidak menguntungkan sepihak antara masyarakatdan pedagang.
Pemerintah tidak dibenarkan mengekspor bahan kebutuhan warganya sampai tidak ada
lagi yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga membawa kemudaratan.
Pengeksporan barang-barang yang diperlukan masyarakat pada dasarnya sama dengan
ihtikar dari segi akibat yang dirasakanoleh masyarakat. Lebih parah lagi, apabila barang-
barang itu dikirim ke luarnegeri seperti halnya minyak tanah, padahal masyarakat betul-
betul membutuhkannya.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara terminologi ihtikar adalah menahan (menimbun) barang-barang pokok


manusia untuk meraih keuntungan dengan menaikkan harganya menunggulonjakan harga
di pasar. Menimbun barang diharamkan menurut para ulama fiqh bila memenuhi tiga
kriteria sebagai berikut; barang yang ditimbun melebihikebutuhannya dan kebutuhan
keluarga untuk masa satu tahun penuh, menimbununtuk dijual, kemudian pada waktu
harganya membumbung tinggi dan kebutuhan baru dijual sehingga harganya mahal, dan
barang yang ditimbun ialah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang dan lain-
lain. Adapun peran pemerintahdalam mengatasi penimbunan barang, maka pemerintah
berhak memaksa para pedagang untuk menjual barang tersebut dengan harga standar
yang berlaku di pasar.

Dasar hukum yang digunakan para ulama fiqh yang tidak membolehkanadanya
ihtikar adalah kandungan nilai-nilai universal al-Qur’an yang menyatakan bahwa setiap
perbuatan aniaya termasuk di dalamnya ihtikar diharamkan olehagama Islam

Monopoli dalam bahasa Arab disebut ihtikār. Dalam kamus-kamus bahasa Arab
ihtikār mempunyai arti yang banyak, diantaranya sebagai berikut: menurut az-
Zamakhsyari adalah ‫ الطعام احتكر‬:‫( للغالء احتبسه‬ihtakāra attha‘ām artinya: menimbun makanan
sehingga harganya naik).

11
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, 1996.

Djazuli,

Kaidah-Kaidah Fiqh: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan


Masalah- Masalah Yang Praktis. Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2006.

Harahap, Isnaini, Fiqh Muamalah Kontemporer . Medan: FEBI UIN-SU


Press,2018

Hasan, Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam. Jakarta: Raja


GrafindoPersada, 2003.

Kamil, Muhammad Qasim, Halal Haram Dalam Islam. Depok: Mutiara


AllamahUtama, 2014

Abdul Manan, Muhammad, (1992), Ekonomi Islam: Praktek dan Teori. Terj.
Potan Arif Harahap, Jakarta: Intermasa

Dahlan, Abdul Aziz (ed.), (1996), Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve

12

Anda mungkin juga menyukai