Anda di halaman 1dari 26

MODUL 2.

B
PEMERIKSAANKESEHATAN INDRA PENGLIHATAN DAN
PENDENGARAN

I. DESKRIPSI SINGKAT

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari


pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup
sehat sehingga terwujud derajat kesehatan yang optimal.
Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Indera
penglihatan sangat menentukan kualitas sumber daya manusia,
karena 83% informasi sehari-hari masuknya melalui jalur
penglihatan sedangkan melalui pendengaran 11%, penciuman
3,5%, peraba 1,5% dan pengecap 1,0%.

Dari hasil survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran


tahun 1993-1996 yang dilakukan di 8 (delapan) Provinsi
menunjukkan bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia 1,5 %.
Menurut WHO prevalensi kebutaan yang melebihi 1 % bukan
hanya masalah medis saja tetapi sudah merupakan masalah
sosial yang perlu ditangani secara lintas program dan lintas
sektor. Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%),
glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14 %) dan penyakit-
penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).

Sebagai tindak lanjut atas pencanangan Vision 2020 ini


Departemen Kesehatan telah menyusun kebijakan-kebijakan di
bidang Kesehatan Indera Penglihatan yaitu: Rencana Strategi
Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan
(Renstranas PGPK) untuk mencapai Vision 2020 dan Pedoman
Manajemen Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran.
Kegiatan penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan
di Provinsi dan Kabupaten/Kota akan difokuskan pada 4 (empat)
penyebab utama kebutaan yaitu katarak, kelainan refraksi,
xeroptalmia dan glaukoma.
WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 terdapat 250 juta
(4,2%) penduduk dunia menderita gangguan pendengaran, di
mana sepertiganya terdapat di Asia Tenggara, termasuk
Indonesia. Hasil survey Nasional Kesehatan Indera tahun 1994 –
1996 di 7 Provinsi didapatkan prevalensi ketulian 0,4%,
gangguan pendengaran 16,8% (masukan P/L; umur). Penyebab
terbanyak dari morbiditas telinga adalah serumen prop (3,6%),
dan OMSK (3,1%) di samping gangguan pendengaran lainnya
yaitu presbikusis (2,6%), ototoksisitas (0,3%), tuli mendadak
(0,2%) dan tuna rungu (0,1%).

Dalam rangka menurunkan prevalensi ketulian, Departemen


Kesehatan telah menyusun kebijakan-kebijakan di bidang
Kesehatan Indera Pendengaran yaitu: Rencana Strategi Nasional
Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian
(Renstranas PGP Ketulian) dan Pedoman Manajemen
Kesehatan Indera tingakat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Kegiatan Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian
di Provinsi dan Kabupaten/Kota akan difokuskan pada 4 (empat)
penyakit penyebab gangguan pendengaran dan ketulian yaitu
OMSK, Presbikusis, gangguan pendengaran akibat bising/Noise
Induce Hearing Loss (NIHL) dan tuli kongenital (Rekomendasi
WHO). Namun demikian adanya fokus penanggulangan tersebut
tidak menutup kemungkinan untuk mengangkat penyakit lain
penyebab ketulian yang spesifik di wilayah tersebut misalnya
saja dalam penanganan serumen prop.

Pembinaan dan pengembangan usaha kesehatan sekolah telah


ditetapkan secara bersama empat menteri melalui Keputusan
Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan,
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri pada tahun 2003,
dinyatakan bahwa pembinaan dan pengembangan usaha
kesehatan sekolah (UKS) di sekolah/satuan pendidikan luar
sekolah dilaksanakan melalui tiga program pokok yang meliputi
pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan
lingkungan kehidupan sekolah sehat.

Kebijakan Pemerintah terkait penjaringan anak sekolah telah


dtuangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 741
tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan Di kabupaten/Kota, dinyatakan bahwa penjaringan
anak sekolah merupakan salah satu bagian dari pelayanan
kesehatan dasar yang harus dicapai dengan indikator cakupan
penjaringan kesehatan siswa sekolah dasar dan setingkatnya
mencapai 100 % pada tahun 2010.

Modul ini akan menjelaskan anatomi dari indera penglihatan


dan pendengaranserta bagaimana langkah-langkah dan cara
melakukan pemeriksaan mata dan telinga dengan baik dan
benar.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan
pemeriksaan kesehatan indera penglihatan dan indera
pendengaran dalam upaya penjaringan anak sekolah tingkat
lanjutan.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Melakukan pemeriksaan kesehatan indera penglihatan.
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan indera pendengaran.

III. POKOK BAHASAN dan SUB POKOK BAHASAN

Pokok bahasan yang akan dibahas dalam modul ini yaitu:

Pokok bahasan 1. Pemeriksaan kesehatan indera penglihatan.


Sub pokok bahasan:
a. Bagian-bagian mata.
b. Radang mata.
c. Kelainan refraksi.
d. Pemeriksaan tajam penglihatan.
Pokok bahasan 2. Pemeriksaan kesehatan indera pendengaran.
a. Bagian-bagian telinga.
b. Pemeriksaan telinga.
c. Sumbatan serumen.
d. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK).
e. Pemeriksaan tajam pendengaran.

IV. BAHAN BELAJAR

Bahan belajar lain yang dapat digunakan selama proses


pembelajaran modul ini adalah:
1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran.
2. Undang-Undang Kesehatan RI nomor 36 Tahun 2009.
3. Undang-Undang RI nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 374 tahun 2009
tentang Sistem Kesehatan Nasional, Bentuk dan Cara
Pembangunan Kesehatan.
5. Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas.
6. Kepmenkes Nomor 1437/MENKES/SK/X/2005 Tentang
Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan Untuk Mencapai Vision 2020.
7. Departemen Kesehatan RI, Buku Pedoman Pelayanan
Kesehatan Indera Penglihatan Di Puskesmas.
8. Departemen Kesehatan RI, Buku Pedoman Pelayanan
Kesehatan Indera Pendengaran Di Puskesmas.
9. Departemen Kesehatan RI, Buku Pedoman Standar
Pelayanan Kesehatan Indera.
10. Hasil Kongres Nasional Perdami X Tahun 2004 Tentang
Standar Profesi dan Standar Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Mata.

V. LANGKAH – LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Berikut langkah-langkah kegiatan pembelajaran.


1. Fasilitator memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajaran, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan
serta keterkaitan dengan materi lainnya.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah
punya pengalaman dalam melaksanakan penjaringan
kesehatan indera untuk menyampaikan pengalamannya.
3. Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.
4. Fasilitator memberikan dan menjelaskan pokok materi.
5. Fasilitator memberikan penjelasan tentang praktek
pemeriksaan penglihatan dan pendengaran.
6. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk
bertanya atau memberi tanggapan atas penjelasan fasilitator.
7. Fasilitator meminta peserta untuk menanggapi pertanyaan
peserta.
8. Dari hasil pendapat peserta, fasilitator memberikan
komentar dan memberikan kesimpulan.

VI. URAIAN MATERI

Pokok bahasan 1.
PEMERIKSAAN KESEHATAN INDRA PENGLIHATAN

A. Bagian-Bagian Mata (Anatomi Mata)

Struktur mata terletak dalam suatu rongga orbita yang


berbentuk piramid dengan puncaknya menuju ke belakang.

1. Alis mata (super cilia)


Sederetan bulu-bulu yang terletak paling atas dari organ
mata. Berfungsi untuk menahan kotoran/keringat yang
berasal dari atas juga berfungsi untuk kecantikan
(kosmetik).

2. Kelopak mata (palpebra)


Terdiri dari kelopak mata atas (palpebra superior) dan
kelopak mata bawah (palpebra inferior). Bagian luar dari
kelopak adalah kulit yang halus dan tipis yang mudah
digerakkan dari dasarnya.

Fungsi kelopak mata adalah:


 Oto levator palpebra, tarsus dan septum bersama-
sama berfungsi dalam membuka dan menutup kelopak
yang digerakannya dilakukan secara refleks.
 Otot orbikularis okuli bila berkontraksi menimbulkan
efek kedip yang arah gerakkannya merupakan gerakan
memompa yang memungkinkan kelenjar air mata
(kelenjar lakrimal) mengeluarkan sekretnya dan air
mata yang terbentuk akan diratakan ke seluruh
permukaan bola mata dan drainage kea rah punctum
lakrimal superior dan inferior (punctum berada di 1/3
medial margo palpebra).
 Membantu orang yang menderita kelainan refraksi
tinggi dan astigmat melihat lebih jelas dengan cara
menyipit matanya.

3. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang tipis dan
transparan yang terdiri dari 3 bagian yaitu: konjungtiva
forknis dan konjungtiva bulbi. Konjungtiva tarsal melapisi
dan melekat dengan erat pada permukaan dalam kelopak
mata Konjungtiva ini akan membelok dan membentuk
lipatan-lipatan dan disebut konjungtiva forniks. Lipatan ini
berguna untuk memudahkan mata bergerak. Selanjutnya
konjungtiva akan beralih menjadi konjungtiva bulbi yang
melekat longgar di permukaan depan skelera dan
berakhir di perbatasan skelera dan kornea (daerah
limbus). Konjungtiva bulbi mengandung kelenjar goblet
yang menghasilkan secret untuk membentuk lapisan air
mata. Didaerah kantus medial konjungtiva bulbi akan
membuat lipatan tebal setengah lingkaran (lipatan
semilunar) lunak dan mudah digerakkan. Pada akhirnya
bentuk mukosa ini akan beralih menjadi bentuk kulit
daerah ini disebut karunkula.
4. Bola mata (bulbus okuli)
Bola mata hampir mengambil seluruh rongga mata dan
bentuknya hampir bulat seperti mangkuk yang
mempunyai garis tengah depan belakang sebesar kira-kira
24 mm. Batas luar bola mata ini 1/5 bagian (depan)
adalah kornea dan selebihnya adalah skelera. Bagian-
bagian dari bola mata ini yang dapat diamati dari luar
dengan senter adalah kornea, skelera ( hanya bagian
depan), bilik mata depan, iris, pupil dan lensa. Dengan alat
tambahan oftalmoskop kita dapat melihat badan kaca,
retina, pupil saraf N optikus.

5. Kornea
Merupakan bagian depan dari bola mata yang bentuknya
menyerupai mangkok dan transparan karena tak
mengandung pembuluh darah. Kornea ini mendapat
nutrisi makanan dari daerah limbus yang mengandung
pembuluh darah.

6. Sklera
Sklera adalah lapisan terluar yang membungkus 4/5
bagian bola mata. Terdiri dari jaringan ikat dan berfungsi
sebagai pelindung mata. Sklera kea rah belakang akan
bersatu dengan pembungkus saraf N. Optik.

7. Uvea
Berada di bagian tengah bola mata dan terdiri dari bagian
yaitu: iris, badan siliar dan koroid. Hanya iris yang dapat
diamati dari luar. Iris merupakan jaringan uvea depan
yang permukaannya rata dan mempunyai kripti-kripti. Iris
memberi warna (biru, coklat, abu-abu) mata seseorang
karena terdapat sel-sel pigmen. Iris orang albino tidak
berwarna karena tidak mengandung pigmen. Bagian
tengah iris yang merupakan celah disebut pupil. Pupil
berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk
kedalam mata. Pupil akan membesar bila seseorang
sedang marah, ketakutan dan bila berada di tempat yang
gelap. Pupil akan mengecil bila berada di tempat terang
untuk mengurangi cahaya yang masuk agar tidak silau dan
dapat melihat dengan jelas. Kearah belakang iris akan
menjadi badan siliar yang berbentuk segitiga. Badan siliar
berfungsi memproduksi cairan bola mata (akuos humor)
dan menjadi tempat melekatnya tali penggantung lensa
(zonula zinii). Di dalam badan siliar terdapat 3 macam
otot yang mengatur relaksasi dan kontraksi tali
penggantung lensa, dapat menyesuaikan diri untuk
melihat jauh dan dekat (fungsi akomodasi lensa) kearah
badan siliar akan menjadi koroid yang terletak diantara
skelera dan retina. Koroid banyak mengandung pembuluh
darah yang berguna untuk memberi nutrisi kepada
sebagian lapisan retina.

8. Lensa
Terletak dibelakang iris dan pupil berbentuk cembung
(bikonveks), tidak mengandung darah (avaskuler), tidak
berwarna dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm. Lensa
tetap berada pada tempatnya karena digantung oleh tali
penggantung lensa (Zonula zinii) yang merupakan serabut-
serabut berasal dari badan siliar dan berinsersi dilensa
didaerah equator. Lensa mendapat nutrisi dari cairan bola
mata sekitarnya sebagian besar terdiri dari air dan sisanya
terdiri dari protein. Makin tua seseorang, lensa semakin
tebal dan kekenyalan berkurang. Lensa merupakan bagian
mata yang mempunyai fungsi sebagai media refraksi.
Untuk dapat menjadi media refraksi yang baik lensa harus
jernih. Pada usia muda lensa mempunyai kekeknyalan
tertentu yaitu dapat mencembung (power refraksi
meningkat) atau memipih (power refraksi menurun)
sehingga membuat bayangan benda yang dilihat tepat
jatuh di rentina sehingga mata dapat melihat obobjek
yang jauh maupun yang dekat dengan jelas. Kemampuan
ini yang kenal dengan daya akomodasi. Lensa mempunyai
kekutaran kira-kita 10 D. Makin tua usia seseorang
kekenyalan lensa menjadi berkurang, yang menyebabkan
daya akomodasi menurun sehingga mulai usia 40 tahun
biasanya orang mulai sulit melihat benda berada pada
jarak baca. Keadaan ini yang disebut sebagai presbyopia.
Bila lensa menjadi keruh/putih disebut lensa katarak yang
dapat terjadi akibat proses tua, akibat trauma atau
keadaan lain. Bila didapatkan katarak sejak lahir disebut
katarak congenital. Pada orang ini penglihatan akan
mundur perlahan-lahan karena terhalang oleh kekeruhan.

9. Badan kaca
Terletak di belakang lensa jernih, avaskuler, berbentuk
agar-agar. Makin tua seseorang badan kaca makin encer.
Badan kaca mengisi 2/3 bagian dari bola mata, merupakan
bagian terbesar dari berat bola mata, bila isi badan kaca
keluar mata akan kolaps. Badan kaca juga berfungsi
sebagai media refraksi.

10. Retina
Retina melapisi 2/3 bagian dalam posterior bola mata.
Retina terdiri dari lapisan jaringan saraf (sensoris retina)
dan jaringan pigmen retina.

11.Akuoshumor
Salah satu hal yang mempertahankan bentuk bola mata
ialah adanya tekanan bola mata yang lebih besar dari
tekanan atmosfir yang diperankan oleh adanya cairan
bola mata (akuos humor) didalam mata. Nilai normalnya
berkisar antara 10-21 mm hg dan nilai ini dipertahankan
karena danya keseimbangan antara produksi akuos.
Cairan bola mata ini diproduksi oleh badan siliar. Bila
produksi akuos terhambat maka tekanan bola mata akan
meningkat dan akan timbul penyakit yang disebut
glaucoma.

12. Lapisan air mata


Air mata yang membasahi permukaan mata sebetulnya
terdiri dari 3 lapisan yaitu (dari luar ke dalam lapisan)
lemak yang dihasilkan oleh kelenjar Meibom; air
dihasilkan oleh kelenjar lakrimal dan musin yang
dihasilkan oleh kelenjar goblet.
Pada keadaan normal air membentuk lapisan tipis air
mata setebal 7-10 um yang melapisi permukaan
konjungtiva dan kornea dan berfdungsi:
 Membuat lapisan kornea menjadi licin dan
memungkinkan untuk berfungsi sebagai media refraksi.
 Melindungi kerusakan epitel konjungtiva dan kornea
dengan membasahi/melembabkan permukaannya.
 Mencegah pertumbuhan kuman pada konjungtiva
dan kornea dengan adanya mekanisme menyapu dan
efek anti mikroba.
Drainage air mata dimungkinkan dengan adanya gerakan
kedipan kelopak mata yang mendorong air mata ke arah
punctum untuk selanjutnya dialirkan ke kanal okuli
interior/superior ke arah sakus lakrimalis-duktus
nasolakrimalis dan akhirnya bermuara ke hidung.
Kekurangan salah satu komponen yang membentuk
lapisan air mata dapat menyebabkan keadaan dry eyes
(mata kering) kerusakan dari system drainage ini
menyebabkan epifora.

13. Otot penggerak mata


Penggerakan bola mata diatur oleh otot luar bola mata.
Ada 6 otot luar bola mata dan dipersarafi oleh 3 syaraf
otak.
 Rektus media – N III – gerak utama ke medial.
 Rektus lateral – N VI – gerak utama ke temporal.
 Rektus superior – N III – gerak utama ke atas.
 Rektus inferior – N III – gerak utama ke bawah.
 Obligus superior – N IV
 Obligus inferior – N III
Kedua otot obligus terutama berfungsi memutar bola
mata.Keadaan otot penggerak bola mata tidak bekerja
sendiri-sendiri tetapi bekerja secara terkoodinir misalnya
sewaktu melirik ke kanan maka yang bekerja ialah rektus
lateral kanan dan rektus media kiri. Mata orang normal
posisinya di tengah-tengah yang berarti kerja otot-otot
tersebut serasi. Bila kerja otot serasi akan terjadi
penyimpangan yang disebut juling (strabismus)
Kelopak Mata Saluran Keluar
Atas Air Mata

Kantus Karunkula
Lateral

Kantus
Konjungtiva Medial
Kornea Limbus
Iris
Pupil

Kelopak Mata
Bawah
Gambar 1 . Bagian-bagian mata

Serat
Zonula Lensa
Otot
Siliar Otot Bola Mata

Makula

Kornea

Iris
Vitreus Saraf
Pupil (badan kaca) Optik

Lensa

Limbus
{

Bilik Mata Bilik Mata Lapisan


Depan Belakang Retina

Gambar 2. Bagian- bagian mata

B. Radang Mata

1. Penyebab:
 bakteri virus
 kuman spesifik: gonorhoe
2. Tanda - tanda:
 Selaput lendir merah
 Gatal/ nyeri
 Ada kotoran mata
3. Pencegahan penularan:
 Hindari kontak langsung,
 Jangan menggunakan barang (handuk, saputangan)
milik penderita
Gambar 3. Radang Mata

C. Kelainan Refraksi

Kelainan refraksi merupakan kelainan mata terbanyak yang


terjadi di masyarakat. Untuk dapat melihat sesuatu benda
dengan jelas, bayangan benda tersebut harus dapat
ditangkap oleh retina mata, dengan kata lain sinar sejajar
yang masuk ke mata harus dibiaskan tepat pada retina.
Pada emetropia (keadaan refraksi mata normal), semua sinar
sejajar yang masuk ke dalam bola mata tanpa akomodasi
(dalam keadaan istirahat) akan dibias tepat pada retina.

Ada 4 macam kelainan refraksi:


1. Hipermetropia
2. Miopia
3. Astigmatisme
4. Presbiopia

Miopia (Rabun Jauh)


Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar
yang masuk ke dalam bola mata tanpa akomodasi akan
dibiaskan di depan retina, sehingga tajam penglihatan
menurun.
Macam-macam miopia:
a. Miopia aksial: dimana sumbu bola mata lebih panjang dari
normal.
b. Miopia refraktif: yang disebabkan kelainan pada
komponen refraksi mata, seperti kornea atau lensa yang
terlalu cembung.

Gejala klinis:
Keluhan penderita biasanya:
 Melihat jauh kabur, sedangkan melihat dekat
tetap terang (rabun jauh)
 Mata lekas lelah
 Mata berair
 Pusing
 Cepat mengantuk
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan kaca
mata/lensa sferis minus (-)

D. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

1. Persyaratan pemeriksaan pata


 Intensitas cahaya adekuat
 Tersedia alat dan obat diagnostik.
 Dilakukan secara sistematik.
 Mengenal anatomi, fisiologi dan patologi mata.
 Membuat catatan medis yang rapih dan mudah dibaca

Perhatikan:
• Bentuk, posisi dan pergerakan bola mata
• Alis, bulu mata dan kelopak mata atas dan bawah
• Konjungtiva, Kornea
• Bilik Mata Depan, Iris, Pupil
• Area lakrimalis, konjungtiva bulbi dan lensa
• Harus mampu melipat kelopak mata untuk melihat
konyungtiva tarsalis
Gambar. Teknik melakukan eversi bola mata

2. Pemeriksaan mata dengan kartu Snellen dan pinhole


 Letakkan kartu Snellen pada jarak 6 meter
 Baris tengah setinggi garis mata siswa yang akan
diperiksa
 Posisi duduk atau berdiri
 Pemeriksaan dimulai dari mata kanan, mata kiri
ditutup dengan penutup mata (okluder) atau dengan
telapak tangan tanpa penekanan.
 Penderita diminta membaca setiap huruf pada kartu
snellen mulai dari baris atas ke bawah
 Kemudian dilakukan pemeriksaan mata kiri dengan cara
yang sama
 Penulisan hasil pemeriksaan tajam penglihatan mata
kanan atau mata kiri sesuai dengan angka yang tertulis
di sebelah kiri dari baris terbawah huruf Snellen yang
dapat dibaca siswa dengan benar, misalnya pasien
dapat membaca huruf sampai baris ke 5, di sebelah kiri
baris ke lima terdapat angka 6/18, berarti visus yang
diperiksa adalah 6/18
 Bila tajam penglihatan kurang dari 6/6 dilanjutkan
dengan pemeriksaan pinhole (cakram berlubang) yang
diletakkan didepan mata sehingga siswa dapat
mengintip dari lubang tersebut. Pinhole dapat dipegang
oleh siswa yang diperiksa, jika yang diperiksa mata
kanan, pinhole dipegang oleh tangan kiri dan
sebaliknya
 Bila tajam penglihatan lebih jelas dengan pinhole,
berarti ada kelainan refraksi (gangguan tajam
penglihatan) dapat ditulis LB (Lebih baik). Bila tajam
penglihatan tetap atau makin memburuk berarti ada
kelainan organik, hasil pemeriksaannya dapat dituliskan
T (Tetap)
 Bila siswa mempunyai tajam penglihatan yang tidak
normal / kurang dari 6/6 atau ada kelainan organik,
rujuk ke Puskesmas untuk pemeriksaan dan
penanganan lebih lanjut.

Gambar 6. Kartu Snellen

3. Tes Buta Warna


 Menggunakan Buku Ishihara.
 Pemeriksa harus tidak buta warna..
 Siswa diminta menyebutkan angka yang ada pada
gambar yang tertera di buku Ishihara
 Tindak lanjut: rujuk siswa ke guru Bimbingan Konseling
(BK) untuk kosultasi lebih lanjut

Gambar 7 . Buku Ishihara

Pokok bahasan 2.
PEMERIKSAAN KESEHATAN INDRA PENDENGARAN.

A. Bagian-Bagian Telinga (Anatomi Telinga)


Gambar 8 . Bagian-bagian Telinga

1. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari
a. Daun telinga / aurikula / pinna
• Tulang rawan/ kartilago
• Ditutup kulit, mengandung kelenjar rambut &
kelenjar sebasea
• Bentuk berupa tonjolan & lekukan
• Fungsi: mengumpulkan suara
b. Liang telinga
• Mulai dari konka sampai membran timpani, panjang
+ 2,5 cm, diameter 0,75 cm
• 1/3 luar terdiri atas tulang rawan (kartilago)
~ ditutupi oleh kulit yang mengandung kelenjar
sebasea, kelenjar. serumen, & rambut
• 2/3 dalam terdiri atas tulang
c. Membran timpani / gendang telinga
 Bentuk agak lonjong
 Diameter atas-bawah : 9 mm
 Diameter depan-belakang: 8 mm
 Tebal :0,1 mm
 Terdiri atas 2 bagian, yaitu:
- Pars flaksida
- Pars tensa
2. Telinga tengah
 Rongga telinga tengah/ kavum timpani
 Tuba Eustachius
 Rongga mastoid

3. Telinga dalam
Terdiri atas 2 bagian:
• Bagian depan: bagian pendengaran disebut koklea
/rumah siput
• Bagian belakang: vestibulum dan kanalis semisirkularis,
merupakan organ keseimbangan

4. Fungsi telinga:
a. Untuk Pendengaran
• Fungsi proteksi: melindungi diri dari sesuatu yang
membahayakan diri
• Fungsi komunikasi: mendengar  berbicara
• Fungsi emosional: kenikmatan
b. Keseimbangan

B. Pemeriksaan Telinga

1. Struktur telinga
Perhatikan struktur anatomi, kelainan serta tanda-tanda
peradangan atau pembengkakan pada telinga.

2. Liang telinga
Lakukan penilaian keadaan liang telinga (lapang, sempit).
Dinding liang telinga edema, hipermis. Adakah serumen,
benda asing, bisul (furunkel), polip, jaringan granulasi. Bila
ada sekret atau perdarahan tentukan asalnya.

3. Membran timpani /gendang telinga


Dalam keadaan normal membran timpani terlihat
transparan, warnanya putih bening, mengkilap. Refleks
cahaya berbentuk kerucut, ke arah pukul 5 pada telinga
kanan, dan pukul 7 untuk telinga kiri. Bayangan kaki
maleus dibalik membran timpani dapat terlihat, akan lebih
jelas bila ada retraksi. Perforasi umumnya berbentuk
bulat. Lokasi perforasi dapat di daerah atik ( pars flaksida),
sentral ( bila disekitar perforasi masih terdapat sisa
membran) atau marginal (bila sebagian perforasi
berbatasan langsung dengan annulus timpanikus. Dengan
bantuan otoskop yang dilengkapi balon Siegle dapat dinilai
pergerakan membran timpani. Pada sumbatan tuba
Eustachius tidak terjadi gerakan membran timpani.

4. Daerah retroaurikuler
Terletak dibelakang daun telinga, Pada daerah ini
diperhatikan adanya abses, fistel atau jaringan parut
(sikatrik) baik yang disebabkan oleh abses maupun pasca
pembedahan.

C. Sumbatan Serumen

Serumen adalah produk kelenjar sebasea dan apokrin yang


terdapat pada kulit liang telinga. Jumlah dan konsistensinya
(lunak, keras) bervariasi pada setiap orang. Pengumpulan
serumen – baik keras maupun lunak - menyebabkan
gangguan hantaran suara pada liang telinga; namun hal ini
bukan merupakan penyakit. Serumen berfungsi sebagai
pelumas liang telinga sehingga berperan untuk mendorong
keluar epidermis kulit liang telinga maupun debris epitel liang
telinga yang telah mengelupas. Peran serumen lain nya
adalah sebagai proteksi untuk mencegah masuknya serangga
kecil dari luar; namun demikian serumen tidak memiliki sifat
anti bakteri dan anti jamur. Keadaan penumpukan serumen
yang keras dan menyumbat liang telinga dikenal sebagai
serumen prop.Adakalanya gangguan pendengaran akibat
serumen prop tidak disadari bila hanya terjadi pada
gangguan pendengaran satu sisi telinga; hal ini sering terjadi
pada anak anak. Pada usia lanjut serumen cenderung
mengeras karena kelenjar apokrin mengalami atropi, selain
itu kulit liang telinga juga relatif lebih kering sehingga mudah
terjadi pengumpulan serumen (serumen prop)

Penyebab sumbatan serumen


 Produksi serumen banyak dan keras
 Liang telinga sempit, dasar liang telinga lebih datar
 Radang kronis liang telinga.

Gejala dan tanda klinis


Pengumpulan serumen pada liang telinga dapat
menyebabkan keluhan;
 Pendengaran berkurang; kadang kadang mendengar lebih
jelas bila daun telinga ditarik
 Telinga berdengung
 Rasa nyeri bila serumen prop menekan liang telinga.

Penatalaksanaan
Teknik atau cara mengeluarkan serumen tergantung pada
konsistensinya;
1. Serumen cair/lunak, bila jumlahnya sedikit dapat
dibersihkan dengan pelilit kapas (aplikator kapas) atau
cotton bud. (gambar 1)
2. Serumen cair/lunak dengan jumlah banyak, dapat dihisap
dengan pompa suction (gambar 2) atau dikeluarkan
dengan cara irigasi liang telinga.
3. Serumen yang liat/ keras namun tidak melekat pada kulit
liang telinga dikeluarkan dengan pengait serumen(
cerumen hook) atau pinset (gambar 3 dan 4) . Bila tidak
berhasil dapat dicoba melakukan irigasi liang telinga.
4. Serumen yang keras(serumen prop) dan melekat liang
telinga harus diberi tetes telinga karbogliserin 10% atau
fenol gliserin dengan dosis 3 x 3 tetes selama 3 hari;
selanjutnya dilakukan penghisapan dengan pompa suction
atau irigasi liang telinga

Irigasi liang telinga


Sebelum melakukan irigasi liang telinga pastikan bahwa
membran timpani tidak perforasi, karena membran tidak
dapat dilihat sebaiknya ditanyakan pada pasien atau
keluarganya apakah pernah keluar cairan dari telinga
sebelumnya. Bila tidak dapat dipastikan upayakan agar
tindakan secara steril
Persiapan
Sediakan perlengkapan sebagai berikut:
1. Air hangat ( sekitar 37 derajat Celcius atau sesuai suhu
tubuh), air dingin dapat menyebabkan pasien mengalami
gangguan keseimbangan.
2. Nierbekken
3. Handuk kecil
4. Syringe: dapat digunakan disposable spuit 20 – 50 cc yang
ujungnya diberi plastik selubung jarum Abocath atau
selang wing needle
5. Otoskop
6. Pompa penghisap (suction)

Prosedur
1. Atur posisi pasien sedemikian rupa sehingga pandangan
langsung pelaku tindakan ini langsung ke arah liang
telinga
2. Atur cahaya lampu kepala terfokus pada mulut liang
telinga
3. Pasang handuk kecil pada bahu pasien.
4. Nierbekken dipasang tepat dibawah telinga utk
menampung air yang keluar
5. Tarik daun telinga ke arah atas – belakang ( dewasa) atau
ke belakang ( anak)
6. Masukkan ujung syringe ke dalam liang , arahkan menuju
atap atau dinding bagian belakang (posterior) liang
telinga. Jangan diarahkan tegak lurus atau ke arah bawah
( vagal refleks).
7. Semprotkan cairan secara kontinu dengan sedikit
tekanan
8. Perhatikan cairan yang keluar dari liang telinga
9. Ulangi prosedur tsb beberapa kali sehingga liang telinga
bersih
10. Periksa kembali liang telinga, setelah diyakini bersih dan
tidak ada laserasi, liang telinga dikeringkan dengan kapas

Gambar: Irigasi Liang telinga

D. OMSK( Otitis Media Supuratif Kronis) = Congek


1. Definisi/pengertian
 Peradangan mukosa telinga tengah disertai keluar
cairan dari telinga tengah melalui perforasi membran
timpani (gendang telinga berlubang)
 Cairan mungkin encer atau kental, bening atau berupa
nanah
 Cairan keluar dapat terus menerus atau hilang timbul

OMSK terdiri atas 2 jenis, yaitu:


 OMSK tipe aman/ tipe mukosa
 OMSK tipe bahaya/ tipe tulang

Gambar. OMSK

E. Pemeriksaan Tajam Pendengaran

Pemeriksaan pendengaran berikut ini membutuhkan


kerjasama antara pemeriksa dan terperiksa. Oleh sebah itu
hanya dapat dilakukan pada orang dewasa atau anak-anak
yang kooperatif. Pemeriksaan dengan penala ini bersifat
kualitatif

1. Tes Rinne:
Membandingkan hantaran melalui udara ( air conduction
= AC) dan hantaran melalui tulang ( bone conduction=BC)
pada telinga yang sama.

Cara pemeriksaan:
Penala 512 Hz digetarkan, kemudian dasar penala
diletakkan pada prosesus mastoid (tulang di belakang
telinga) yang sedang diperiksa. Jika orang yang diperiksa
tidak mendengar bunyi lagi, penala dipindahkan ke depan
liang telinga, kira-kira 2,5 cm jaraknya dari liang telinga.
Penilaian:
Bila bunyi masih didengar pada penala di depan liang
telinga dari pada penala ditempelkan di tulang (intensitas
hantaran udara lebih baik dari hantaran tulang), maka
disebut Rinne positif, artinya telinga yang diperiksa
normal atau menderita tuli sensorik. Bila intensitas
hantaran udara lebih buruk dari intensitas hantaran tulang
(AC<BC), maka disebut Rinne negatif, artinya pada telinga
yang diperiksa terdapat tuli konduktif.

2. Tes Weber
Membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.

Cara pemeriksaan:
Penala digetarkan, kemudian dasar penala diletakkan
pada garis tengah kepala( ubun-ubun, glabela, dagu, atau
pertengahan gigi seri). Paling sensitif bila diletakkan di
pertengahan gigi seri.

Penilaian:
Bila tidak ada lateralisasi, berarti kedua telinga normal.
Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang sakit, berarti
telinga tersebut menderita tuli konduktif, sedangkan bila
lateralisasi ke telinga yang sehat, berarti telinga yang sakit
menderita tuli saraf

3. Tes Schwabach
Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.

Cara pemeriksaan:
Penala digetarkan kemudian dasarnya diletakkan pada
prosesus mastoid yang diperiksa. Bila sudah tidak
terdengar lagi penala dipindahkan pada prosesus mastoid
pemeriksa. Bila masih terdengar, maka kesannya
pendengaran orang yang diperiksa memendek. Apabila
pemeriksa juga tidak mendengar pada waktu penala
dipindahkan, maka tes diulangi lagi. Penala digetarkan
kembali dan diletakkan pada prosesus mastoid pemeriksa
lebih dulu. Bila sudah tidak terdengar lagi dipindahkan
pada yang diperiksa.

Penilaian:
Telinga yang diperiksa normal, apabila hantaran melalui
tulang (BC) pasien sama dengan pemeriksa. Bila hantaran
tulang (BC) pasien lebih panjang dari pemeriksa, disebut
Schwabach memanjang, berarti pada telinga pasien yang
diperiksa terdapat tuli konduktif. Bila hantaran melalui
tulang(BC) pasien lebih pendek dari dari pemeriksa,
terdapat tuli perseptif ( tuli saraf).

Tes Tes Weber Tes Schwabach Penilaian


Rinne
+ Tak ada lateralisasi Sama dengan Normal
pemeriksa

- Lateralisasi ke telinga memanjang Tuli konduktif


yang sakit

+ Lateralisasi ke telinga memendek Tuli saraf


yang sehat
Gambar. Garpu tala

Anda mungkin juga menyukai