Anda di halaman 1dari 38

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (PPLH)


TERHADAP
PELAKU DUMPING LIMBAH B3 KE MEDIA LINGKUNGAN HIDUP
TANPA IZIN
(TINJAUAN PUTUSAN NOMOR 462/Pid.Sus/LH/2018/PN.Bil)

SKRIPSI

Diajukan Untukmelengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi


Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Universitas Sumatera Utara

OLEH :

AISYAH MAULIDINA PANE

160200441

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (PPLH)
TERHADAP PELAKU DUMPING LIMBAH B3 KE MEDIA LINGKUNGAN
HIDUP TANPA IZIN
(TINJAUAN PUTUSAN NOMOR 462/Pid.Sus/LH/2018/PN.Bil)

SKRIPSI

Diajukan Untukmelengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi


Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Universitas Sumatera Utara

OLEH :

AISYAH MAULIDINA PANE


NIM 160200441

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh :
Sekretaris Hukum Pidana

Liza Erwina, SH., M.Hum


NIP 196110241989032002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS Dr. Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum
NIP. 196303311987031001 NIP. 197404012002121001

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

2
CURRICULUM VITAE

A. DATA PRIBADI

Nama lengkap Aisyah Maulidina Pane


Jenis kelamin Perempuan
Tempat tanggal Medan, 16 Juli 1998
lahir
Kewarganegaraa Indonesia
n
Status Belum menikah
Identitas NIK KTP : 1271205602980002

Agama Islam
Alamat domisili Jalan Bambu VI No. 11
No. Telp 082161492844
Email aisyah.maulidinapane@yahoo.co.id

B. PENDIDIKAN FORMAL

INSTITUSI
TAHUN JURUSAN IPK
PENDIDIKAN
2004 - 2010 SD Swasta Pertiwi - -
Medan
2010 - 2013 SMP Islam Al-Ulum - -
Terpadu Medan
2013 - 2 016 SMA N 3 Medan IPA -
2016 - 2020 Universitas Ilmu Hukum 3.51
Sumatera Utara

C. DATA ORANG TUA

AYAH IBU

Nama Ikhsanul Arifin Pane Fitriani


Pekerjaan Aparatur Sipil Negara Perawat
Alamat Jl. Bambu VI No. 11 Jl. Bambu VI No. 11

3
ABSTRAK

Alvi Syahrin *
Mahmud Mulyadi **
Aisyah Maulidina Pane ***

Menjaga kelestarian lingkungan hidup adalah tugas dari seluruh umat


manusia di muka bumi ini, karena lingkungan yang baik dan sehat serta
berkualitas merupakan hak setiap warga negara Indonsia. Namun masih saja
ada orang-orang yang melakukan pencemaran dan perusakan terhadap
lingkungan hidup. Sehingga diciptakan Undang-Undang Perlingdungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup agar lebih menjamin kepastian hukum dan
memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
penelitian hukum normatif. Data yang dipergunakan adalah data skunder yang
berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi serta
buku-buku, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Teknik
pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan (Library Research) dan analisis
data yang digunakan adalah data kualitatif.
Pengaturan tentang lingkungan hidup diatur dalam Undang-Undang No.
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam kasus ini PT. Soedali Sejahtera dinyatakan bersalah karena tidak memiliki
izin pengelolaan limbah B3 sehingga dalam tuntutannya terdakwa dituntut sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 104 jo Pasal 60 UUPPLH. Akan tetapi
dalam penjatuhan hukuman yang diberikan oleh Majelis terhadap Koorporasi
yang berbentuk garment dianggap terlalu ringan, sehingga dikhawatirkan tidak
akan memberikan efek jera. Terlepas dari hal tersebut tuntutan yang diberikan
juga dianggap kurang tepat dikarenakan dalam pelanggarannya pihak PT.
Soedali Sejahtera meletakkan limbah B3 di lahan terbuka miliknya yang berupa
tanah sehingga apabila dilihat dalam ketentuan yang terdapat dalam Peraturan
Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 pengelolaan
yang seharusnya dilakukan adalah berupa penimbunan bukan berupa dumping
(pembuangan) yang dilakukan pada media lingkungan hidup tertentu yang
berupa laut. Dimana selama belum memiliki izin seharusnya melakukan
pengelolaan dengan prantara pihak ketiga. Oleh sebab itu maka terdakwa lebih
memenuhi unsur tidak melakukan pengelolaan terhadap limbah B3 sesuai
dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 103 jo Pasal 59 UUPPLH. Dengan
demikian maka penerapan sanksi terhadap terdakwa dianggap kuranglah tepat.

Kata Kunci : Penerapan Undang – Undang No. 32 tahun 2009 tentang UUPPLH,
Dumping, Limbah B3.

* Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


**Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
*** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

i
ABSTRACT

Alvi Syahrin*.
Mahmud Mulyadi**
Aisyah Maulidina Pane***

Conserving environment is the obligation of all people because good,


healthy, qualified environment has to be possessed by the Indonesian people
although there are still many of them pollute and damage it. Therefore, Law on
Environment and its Management in order to guarantee legal certainty and
protection for everyone W enjoy good and healthy environment.
The research used juridical normative method. Secondary data were legal
provisions which were related to the title of the thesis, books. journals, and
articles which were related to the title of the thesis. They were gathered by
conducting library research and analyzed qualitatively.
According to Law No. 32/2009 on Environmental Protection and
Management, PT Soedali Sejahtera is found guilty because it doe not have any
permit in managing B3 waste so that in the indictment the defendant is brought
charges according to Article 104 in conjunction with Article 60 of UUPPLH.
However, sentencing by the Panel of Judges on the corporation in the form of
garment is considered light sentence so that there will be no deterrent effect.
Regardless of the sentencing, the charge is considered not appropriate since PT
Soedali Sejahtera has disposed of B3 waste on its open space which is contrary
to the Government Regulation No. 101/2014 on B3 Waste Management. Its
management should he done by reclaiming and not dumping, especially on the
sea. Before this company gets the permit, it should do the waste management by
using the third party. In this case, the defendant is charged with not doing the
management of B3 waste according the regulation specified in Article 103 in
conjunction with Article 59 of UUPPLH. Therefore, the implementation of the
sanction is not considered inappropriate.

Keywords: Implementation of Law No. 32/2009 on UUPPLH, Dumping, B3 Waste

Supervisor 1, the Faculty of Law, University ofSuinatera Utara


Supervisor 11, the Faculty of Law, University of Sumatera Utara
Student of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah lingkungan hidup merupakan isu tradisional sekaligus

kontemporer. Hal ini karena isu lingkungan sejak dahulu sampai dewasa ini telah

timbul dan menjadi persoalan aktual, bahkan untuk masa yang akan datang tetap

menjadi isu global. Banyak pandangan pesimis yang berpendapat bahwa

persoalan lingkungan hidup tidak akan selesai sampai akhir zaman. Pemikiran

bernuansa skeptis tersebut disamping karena sifat persoalan lingkungan hidup

tersebut sangat kompleks, juga karena upaya-upaya untuk mempertahankan dan

meningkatkan kualitas lingkungan hidup senantiasa berhadapan dengan upaya

pemenuhan kebutuhan ekonomi yang sering diliputi nafsu serakah manusia.1

Pengelolaan lingkungan hidup itu sendiri dapat diartikan sebagai upaya

terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan

penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,

pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup, sebagaimana tercantum

dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.2 Lingkungan hidup adalah

kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,

kelangsungan perkehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lain.3

1
Alvi Syahrin, Martono Anggusti, Abdul Aziz Alsa, Hukum Lingkungan Di
Indonesia: Suatu Pengantar, Jakarta: Prenadamedia Group, 2018.
2
Lihat Pasal 1 angka 2 Undang – Undang No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPPLH)
3
Pasal 1 angka 1 UUPPLH

1
Pada pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa :4

“Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang


memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan”

Asas pembangunan berkelanjutan menegaskan bahwa pembangunan

ekonomi jangan sampai mengorbankan hak generasi yang akan datang untuk

menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pembangunan berkelanjutan

merupakan standard tidak hanya ditujukan bagi perlindungan lingkungan

melainkan juga pada kebijakan pembangunan. Artinya, dalam penyediaan,

penggunaan, peningkatan kemampuan sumber daya alam dan peningkatan taraf

ekonomi, perlu menyadari pentingnya pelestarian kemampuan lingkungan hidup,

kesamaan derajat antar generasi, kesadaran terhadap hak dan kewajiban

masyarakat, pencegahan terhadap pembangunan yang destruktif (merusak) dan

tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan, serta berkewajiban untuk turut

serta dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan pada setiap lapisan

masyarakat.5

Kurangnya rasa perduli yang dimiliki oleh pelaku industri akan hal

tersebut menyebabkan seringnya ditemukan pengusaha - pengusaha industri

yang terus mengembangkan usahanya tanpa memperdulikan kelestarian

lingkungan hidup di sekitarnya. Padahal selain untuk menjaga mutu hidup

generasi kini dan generasi mendatang, menjaga kelestarian lingkungan hidup

agar terwujudnya kualitas yang baik dan sehat merupakan hak konstitusional

4
Pasal 1 angka 3 UUPPLH
5
Alvi Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, Jakarta:
PT.Sofiamedia, 2009, hlm. 62.

2
warga negara yang telah diatur dalam Pasal 28 H Undang – Undang Dasar

1945.6

Pencemaran terjadi akibat limbah beracun dan berbahaya masuk ke

dalam lingkungan sehingga terjadi perubahan terhadap kualitas lingkungan.

Lingkungan sebagai wadah penerima akan menyerap bahan limbah tersebut

sesuai dengan kemampuan asimilasinya, dimana wadah penerima berupa air,

udara dan tanah masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda,

misalnya air pada suatu saat dan tempat tertentu akan berbeda karakteristiknya

dengan air pada tempat yang sama tetapi pada saat yang berbeda.7

Keberadaan Undang – Undang yang mengatur tentang tata cara

menangani pengelolaan limbah ini sudah sepantasnya di sadari serta di pahami

oleh para pelaku kegiatan industri yang menghasilkan limbah Bahan Berbahaya

dan Beracun. Namun pada kenyataannya masih banyak dari mereka yang

mengabaikan keberadaan Undang – Undang ini sekalipun sudah terdapat sanksi

yang jelas bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan

yang di muat didalam Undang – Undang tersebut. Karena dalam penanganannya

kerap kali mengalami pembuktian yang rumit dan mayoritas pelaku tindak pidana

lingkungan hidup yang di bawa ke pengadilan justru bebas atau hanya di hukum

percobaan. . Hal ini membuat mereka meremehkan ketentuan hukum yang ada

dan tidak melakukan tata cara pengelolaan limbah secara benar. Sehingga

masih saja ada di temui para pelaku kegiatan industri yang melakukan dumping

limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) secara ilegal dan menyebabkan

terjadinya kerusakan pada mutu lingkungan hidup yang ada disekitar area

kegiatan industri tersebut.


6
Lihat Ketentuan Pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945
7
Arif Zulkifli, ”Pengelolaan Limbah Berkelanjutan”, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014,
hlm. 2.

3
Wujud nyata dari perbuatan tersebut ditemui pada sebuah PT yang

terdapat di Provinsi Jawa Timur. Dalam pengelolaan limbah yang dihasilkannya

PT Soedali Sejahtera tersebut tidak memiliki izin sejak berdiri pada tahun 2012

hingga akhirnya dilakukan sidak pada tahun 2018. Hal tersebut tentu akan

merusak lingkungan disekitar area produksi karena hanya meletakan limbah B3

(Bahan Berbahaya dan Beracun) yang mereka hasilkan disebuah lahan terbuka

milik PT Soedali Sejahtera. Kendati demikian Direktur Utama PT Soedali

Sejahtera atau orang yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut hanya

dihukum 1 (satu) tahun penjara dengan masa percobaan 2 (dua) tahun serta

denda sebanyak Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) yang terhitung

cukup rendah untuk sebuah perusahaan seperti PT. Soedali Sejahtera. Sehingga

dalam penerapannya, hukum pidana lingkungan diduga kurang efektif, karena

dianggap tidak benar-benar memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana

lingkungan hidup tersebut. Hal tersebut terbukti saat terdapat pemberitaan yang

menyatakan bahwa air di Sungai Jogonalan, Kecamatan Pandaan berwarna

merah yang diduga berasal dari pabrik kain milik PT. Soedali. Pernyataan

tersebut diperkuat karena di Jogonalan terdapat saluran yang terhubung dari

Kluncing, Kelurahan Petungasri. Kecamatan Pandaan tempat PT. Soedali

Sejahtera berada. Melalui saluran yang berada di belakang pabrik dan melintas

di antara pemukiman warga tersebutlah diduga PT. Soedali Sejahtera membuah

limbah cairnya. Diketahui kejadian tersebut terjadi 1 (satu) tahun setelah

penjatuhan hukuman pembuangan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

tanpa izin terhadap perusahaan tersebut.8

8
Warta Bromo, Íni Fakta Pelanggaran Lingkungan ynag Pernah Dilakukan PT.
Soedali Sejahtera”, https://www.wartabromo.com/2019/12/11/ini-fakta-pelanggaran-
lingkungan-yang-pernah-dilakukan-pt-soedali-sejahtera/, pada tanggal 28 Mei 2020,
pukul 09.46.

4
Kurangnya kesadaran yang dimiliki oleh para pelaku kegiatan industri

maupun kegiatan non-industri tersebut sekalipun sudah terdapat peraturan yang

memuat sanksi didalamnya terhadap para pelaku dumping limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun (B3) secara ilegal yang dapat merusak mutu lingkungan

hidup membuat saya merasa tertarik untuk membahas ”Penerapan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (PPLH) Terhadap Pelaku Dumping Limbah B3 Ke Media

Lingkungan Hidup Tanpa Izin (Tinjauan Putusan Nomor

462/Pid.Sus/LH/2018/PN.Bil)”

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana Ketentuan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Dumping Limbah

B3 tanpa izin Dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup?

2. Bagaimana Analisis Putusan Nomor 462/Pid.Sus/LH/2018/PN.Bil

Tentang Tindak Pidana Dumping Limbah Ilegal?.

C. Metode Penelitian

Metode merupakan cara bertindak menurut sistem aturan tertentu.

Maksud metode ini ialah supaya kegiatan praktis dapat terlaksana secara

rasional dan terarah agar mencapai hasil optimal.9

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif yang hanya

menggunakan data sekunder. Penelitian hukum normatif adalah penelitian

hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori,

sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi,

9
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2004, hlm. 15

5
konsistensi, penjelasan umum pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan

mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi

tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya, maka penelitian hukum

normatif sering juga disebut “penelitian hukum dogmatik” atau penelitian hukum

teoritis”.10

Fokus kajian hukum normatif adalah inventarisasi hukum positif, asas -

asas doktrin hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik

hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum, sejarah hukum.11

2. Data dan Sumber Data

Data Sekunder adalah data yang berasal dari sumber yang sudah

tersedia, yaitu mencakup peraturan perundang - undangan, kontrak, hasil - hasil

penelitian yang berwujud laporan, buku - buku mengenai hukum perdata, buku -

buku mengenai hukum jaminan, buku - buku mengenai hukum agraria, publikasi

elektronik maupun bentuk - bentuk lain yang berkaitan dengan penelitian empiris.

Data Sekunder dapat berupa bahan hukum Primer, Sekunder maupun Tersier.12

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autortitatif,

artinya mempunyai otoritas, mempunyai kekuatan mengikat. Bahan - bahan

hukum primer terdiri dari perundang - undangan dan putusan hakim. 13 Dalam

penelitian ini bahan hukum primer yang terdiri atas peraturan perundang -

undangan serta putusan pengadilan yang berkaitan dengan dumping limbah

B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), diantaranya adalah :

10
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT Citra
Aditya Bakti, 2004, hlm. 102.
11
Ibid., hlm. 53.
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 2008,
hlm. 12.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitia Hukum, Jakarta: Kencana, 2008, hlm. 141.

6
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

b. Undang – Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPPLH)

c. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

e. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 02

Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di

Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

f. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

g. Putusan Nomor 462/Pid.Sus/LH/2018/PN.Bil

b) Bahan Hukum Skunder

Bahan - bahan hukum skunder umumnya berupa publikasi tentang

hukum yang bukan merupakan dokumen - dokumen resmi.14 Sebagai bahan

hukum yang terutama yaitu buku - buku hukum termasuk skripsi, tesis dan

disertai hukum dan jurnal - jurnal hukum, 15 yang berkaitan dengan bahan

hukum primer dalam penulisan skripsi ini, diantaranya adalah :

a. Buku - buku tentang limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

b. Buku - buku tentang ketentuan hukum pidana

c. Buku - buku tentang hukum lingkungan hidup

d. Jurnal Hukum

e. dan lain lain lain

c) Bahan Hukum Tersier

14
Ibid.
15
Ibid., hlm. 155.

7
D. Tijauan Pustaka

1. Lingkungan hidup

Pengertian lingkungan hidup manusia secara tegas telah menunjukkan

kepada suatu jenis tertentu dalam pengertian umum tentang lingkungan atau

lingkungan hidup. Yang dalam kenyataannya selain lingkungan hidup manusia

(human enviroment) terdapat juga lingkungan hidup hewan (fauna) dan

lingkungan hidup tumbuh-tumbuhan (flora), dan mewujudkan perikehidupan atau

Biosphere. Menurut kenyataannya perikehidupan selalu terselenggara dalam

wadah atau tempat yang juga dinamakan lingkungan hidup.16

Lingkungan hidup merupakan segala benda, kondisi keadaan dan

pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal

yang hidup termasuk kehidupan manusia.17 Pernyataan tersebut memberikan

gambaran bahwa dalam kehidupannya manusia memiliki hubungan timbal balik

dengan lingkungannya, sebab baik secara pribadi maupun dalam kelompok

masyarakat manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya.

Danusaputro18 menyatakan bahwa lingkungan adalah semua benda dan

kondisi termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat

dalam ruang manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta

kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.

Soewarto berpendapat bahwa lingkungan merupakan jumlah semua

benda kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi

hidup kita. Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat dirangkumkan

16
Syamsul Arifin, Aspek Hukum Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Medan: Medan Area University Press, 2014, hlm. 22.
17
Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta: Mutiara, 1980, hlm.
14-15.
18
Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku I : Umum, Bandung:
Binacipta, 1980, hlm. 65.

8
dalam suatu rangkaian unsur - unsur bahwa pengertian lingkungan hidup adalah

sebagai berikut:19

a. Semua benda berupa: manusia, tumbuan, orgasme, tanah, air, udara,

rumah, sampah, mobil, angin, dan lain-lain. Keseluruhan yang disebut ini

digolongkan sebagai materi, sedangkan satuan-satuannya disebut

sebagai komponen;

b. Daya, disebut juga dengan energi;

c. Keadaan, disebut juga kondisi atau situasi;

d. Perilaku atau tabiat;

e. Ruang, yaitu wadah berbagai komponen berada;

f. Proses interaksi, disebut juga saling mempengaruhi, atau bisa pula

disebut dengan jaringan kehidupan.

Dalam pembagiannya para ahli mengadakan pengelompokan lingkungan

ini dikelompokan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:20

a. Lingkungan Fisik (physical environment)

Lingkungan hidup fisik (jasmani) mencangkup dan meliputi semua dan

seluruh unsur serta faktor jasmani yang terdapat dalam alam, seperti

alam bendawi atau alam material, dan juga termasuk istilah dunia

dimana terdapat kehidupan manusia hewan dan tumbuh-tumbuhan.

b. Lingkungan Biologis (biological environment)

Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang berada di sekitar

manusia yang berupa organisme hidup lainnya selain dari manusia

sendiri, hewan, tumbuh-tumbuhan, jasad renik (plankton) dan lain-lain.

19
N.H.T. Siahaan, Ekologi pembangunan dan hukum tata lingkungan, Jakarta:
Airlangga, 1987, hlm. 3.
20
Syamsul Arifin, Op.Cit., hlm. 24-25.

9
c. Lingkungan buatan (social environment)

Lingkungan buatan disebut juga lingkungan hidup sosial yang diartikan

sebagai pantulan sifat sosial tiap-tiap makhluk hidup, khususnya

manusia, dimana dalam kehidupannya menghasilkan budaya.

2. Dumping

Berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan banyak pengertian mengenai

lingkungan hidup serta hal - hal yang dinyatakan merusak lingkungan hidup,

salah satunya adalah mengenai pengertian dumping (pembuangan). Dumping

(pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau

memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan

lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.21

Diluar dari itu Protokol 1996 Konvensi London tentang Pembuangan

Limbah dan Materi Lainnya juga memberikan pengertian mengenai dumping

(pembuangan) yaitu setiap penyimpanan limbah di dasar laut dan lapisan dasar

laut atas kapal - kapal, pesawat udara, anjungan - anjungan, dan setiap kegiatan

menelantarkan atau menghancurkan tepat diatas anjungan - anjungan hanya

untuk memusnahkan dengan sengaja.22

3. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menyatakan bahwa Bahan Berbahaya

dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau

komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara

21
Lihat Pasal 1 angka 24 UUPPLH.
22
Harsanto Nursadi, Januari 2005. “Protokol 1996 Konvensi London tentang
Pembuangan Limbah dan Materi Lainnya”. Jurnal Hukum Internasional. Vol. 2, No. 2,
http://ijil.ui.ac.id/index.php/home/article/download/222/pdf_414 . 18 Februari 2020

10
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak

lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta

kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Kemudian Limbah bahan

berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3 diartikan sebagai

sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.23

Limbah B3 dapat dikategorikan berdasarkan beberapa parameter yaitu

total solid residue (TSR), kandungan ixed residue (FR), kandungan volatile solids

(VR), kadar air (sludge moisture content), volume padatan, serta karakter atau

sifat B3 (toksisitas, sifat kororsif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak,

beracun, serta sifat kimia dan kandungan senyawa kimia).24

Berdasarkan karakteristik limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

menurut Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2014 dibagi menjadi :

b. Limbah Mudah Meledak atau Explosive Waste

Yang dimaksud limbah mudah meledak adalah limbah yang karena

reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan cepat, suhu yang tinggi

dan tekanan yang juga tinggi sehingga merusak lingkungan sekitarnya

c. Limbah Mudah Menyala / Terbakar atau Flammable Waste

Yang dimaksud dengan limbah mudah menyala / terbakar adalah limbah

yang apabila didekatkan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber

nyala lain akan mudah menyala / terbakar dan apabila telah menyala

akan terjadi kebakaran besar dalam jangka waktu yang lama.

d. Limbah Pengoksidasi atau Oxidizing Waste

23
Ibid., hlm. 3.
24
Arif Zulkifli, Pengelolaan Limbah Edisi Kedua, Yogyakarta: Teknosain, 2017,
hlm. 42

11
Limbah ini dinyatakan berbahaya karena dapat menghasilkan oksigen

sehingga dapat menyebabkan kebakaran. Kategori limbah pengoksidasi

adalah limbah yang menyebabkan / menimbulkan kebakaran karena

melepaskan oksigen dan limbah peroksida atau organik yang tidak stabil

dalam keadaan suhu tinggi.

e. Limbah yang Menimbulkan Korosi / Karat atau Corrosive Waste

Limbah ini dinyatakan berbahaya karena dapat melukai, membakar kulit

dan mata serta dapat membahayakan pekerja di lokasi pengelolaan

atau lingkungan melalui drum berkarat yang berisi limbah jenis ini.

dalam pengertiannya limbah ini diartikan sebagai limbah yang dalam

kondisi asam atau basa dapat menyebabkan terbakar pada kulit atau

dapat menimbulkan karat pada baja.

f. Limbah Beracun atau Toxic Waste

Limbah jenis ini berbahaya karena mengandung zat pencemar kimia

yang beracun bagi manusia dan lingkungan. limbah ini dikatakan

beracun apabila limbah tersebut dapat langsung meracuni manusia atau

makhluk hidup lain.

g. Limbah yang Dapat Menimbulkan Penyakit atau Infectious Waste

Limbah ini dinyatakan dapat menimbulkan penyakit berbahaya karena

mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang

ditularkan pada masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah. Oleh

sebab itu maka harus dilakukan pengelolaan yang benar agar tidak

terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan

oleh limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

12
BAB II

KETENTUAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR

32 TAHUN 2009 TERHADAP PELAKU DUMPING LIMBAH B3 TANPA

IZIN

A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Dumping Limbah B3

Ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(UUPPLH) dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup dengan memberikan

ancaman berupa sanksi pidana. Untuk membahas tindak pidana lingkungan

tersebut perlu diperhatikan konsep dasar tindak pidana lingkungan hidup yang

ditetapkan sebagai tindak pidana umum dan mendasari pengkajiannya pada

tindak pidana khusus25

Tindak pidana biasanya disinonimkan dengan delik, yang berasal dari

bahasa latin yaitu delictum. Dimana diartikan dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia sebagai perbuatan yang dapat dikenakan hukum karena merupakan

pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana. Menurut P.A.F Flamintang

istilah tindak pidana berasal dari bahasa Belanda yaitu strafbaar feit. Perkataan

feit itu sendiri dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan”,

sedangkan strafbaar berarti “dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan

strafbaar feit itu dapat diterjemahkan atau diartikan ke dalam bahasa Indonesia

yang berarti sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum.26

Moeljatno menyatakan bahwa bentuk-bentuk tindak pidana dibedakan

atas dasar - dasar tertentu, yaitu:27

25
Alvi Syahrin, Martono Anggusti, Abdul Aziz Alsa, Op.Cit, hlm. 83.
26
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Bandung: Sinar
Baru, 1984, hlm. 182.
27
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1993, hlm. 47.
a. Menurut Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dibedakan antara lain

kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat

dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan

“pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP

kita menjadi Buku ke II dan Buku III melainkan juga merupakan dasar

bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam perundang-undangan secara

keseluruhan.

b. Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (Formeel

Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana

formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang

dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Tindak pidana

materil inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang,

karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang

dipertanggung jawabkan dan dipidana.

c. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak

pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose

delicten).

d. Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif),

perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk

mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang

berbuat.

Berdasarkan pengertiannya, tindak pidana lingkungan diatur dalam Pasal

98 UUPPLH sampai dengan Pasal 115 UUPLH. Dimana melalui metode

konstruksi hukum dapat diartikan bahwa inti dari tindak pidana lingkungan

(perbuatan yang dilarang) ialah “mencemarkan atau merusak lingkungan”.

14
rumusan ini dikatakan sebagai rumusan umum (genius) dan selanjutnya

dijadikan dasar untuk menjelaskan perbuatan pidana lainnya yang bersifat

khusus (species), baik dalam ketentuan UUPPLH maupun dalam ketentuan

undang-undang lain (ketentuan sektoral di luar UUPPLH) yang mengatur

perlindungan hukum pidana bagi lingkungan hidup. Kata “mencemarkan” dengan

“pencemaran” dan “merusak” dengan “perusakan” memiliki makna substansi

yang sama, yaitu tercemarnya atau rusaknya lingkungan. tetapi keduanya

berbeda dalam memberikan penekanan mengenai suatu hal yakni dengan

kalimat aktif dan dengan kalimat pasif (kata benda) dalam proses menimbulkan

akibat.28

B. Unsur-Unsur Tindak Pidana Dumping Limbah B3

Unsur - unsur tindak pidana dapat juga dikatakan sebagai elemen yang

terdapat didalam suatu tindak pidana atau bisa juga dikatakan sebagai hal-hal

yang bisa menyebabkan sesuatu perbuatan dinyatakan sebagai tindak pidana.

Jadi seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukannya

memenuhi syarat - syarat tindak pidana (strafbaarfeit). Dalam pembagiannya,

Moeljatno membagi unsur tindak pidana menjadi dua bagian yaitu;

a. Unsur - unsur formil, dimana dalam unsur ini meliputi ;

(1) perbuatan manusia;

(2) perbuatan itu dilarang oleh suatu aturan hukum;

(3) larangan itu disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu;

(4) larangan itu dilanggar oleh manusia

28
Perhatikan juga, Mudzakir, Aspek Hukum Pidana Dalam Pelanggaran
Lingkungan, dalam Erman Rajaguguk Kahindary (ed), Hukum Lingkungan Hidup di
Indonesia, 75 Tahun Prof. Dr Koesnadi Hardjasoemantri, S.H., M.I., 2001, hlm. 527.

15
b. Unsur - unsur materil yaitu dimana perbuatan tersebut harus bersifat

melawan hukum, harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai

perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan. Jadi meskipun

perbuatan itu memenuhi perumusan Undang - Undang, tetapi tidak

bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum, maka

perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana29

Dari penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang

atau seperorangan melakukan kegiatan dumping yang tidak sesuai dengan

ketentuan didalam peraturan perundang-undangan yang ada dan telah

memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 60 jo Pasal 104 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup maka

orang tersebut dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana dumping limbah

B3.

C. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Dumping Limbah B3 Tanpa

Izin

Dalam rangka menanggulangi pencemaran serta perusakan terhadap

lingkungan hidup maka harus dilakukan upaya preventif dan upaya represif.

Upaya preventif merupakan upaya tindakan pengendalian yang dilakukan untuk

mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak

diinginkan di masa mendatang/tindak pidana. Tindakan tersebut umumnya

dilakukan dengan cara melakukan bimbingan, pengarahan ataupun ajakan yang

dilakukan oleh pihak berwajib sebelum terjadinya penyimpangan sosial.

Sedangkan upaya represif dilakukan pada saat pencemaran dan perusakan

lingkungan hiidup sudah terjadi, baik melalui instrumen hukum administrasi,

29
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana,Jakarta: Bina Aksara, 2005, h. 54.

16
instrumen hukum perdata maupun hukum pidana. Penerapan ketiga instrumen

hukum tersebut perlu dilakukan secara efektif, konsekuen dan konsisten

terhadap pelaku pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.30

Sanksi administratif adalah perangkat sarana hukum administrasi yang

bersifat pembebanan kewajiban/perintah dan/atau penarikan kembali keputusan

tata usaha negara yang dikenakan kepada penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan atas dasar ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan di

bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan/atau ketentuan

dalam izin lingkungan.31 Dalam penerapannya sanksi administratif merupakan

instrument yuridis yang bersifat preventif dan represif non-yustisial untuk

mengakhiri atau menghentikan pelanggaran ketentuan-ketentuan yang

tercantum dalam persyaratan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Selain bersifat represif, sanksi administrasi juga mempunyai sifat reparatoir,

artinya memulihkan keadaan semula, oleh karena itu pendayagunaan sanksi

administrasi dalam penegakan hukum lingkungan penting bagi upaya pemulihan

media lingkungan yang rusak atau tercemar, berbeda dengan sanksi perdata

maupun sanksi pidana, penerapan sanksi administrasi oleh pejabat administrasi

dilakukan tanpa harus melalui proses pengadilan (non-yustisial), sehingga

penerapan sanksi administrasi relatif lebih cepat dibandingkan dengan sanksi

lainnya dalam upaya untuk menegakkan hukum lingkungan, yang tak kalah

pentingnya dari penerapan sanksi administrasi ini adalah terbuka ruang dan

kesempatan untuk partisipasi masyarakat.32

30
Ibid., hlm. 173.
31
Lihat Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
32
Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Ibid,.hlm. 1.

17
Di lain sisi, dalam hukum lingkungan hidup juga terdapat penerapan

sanksi perdata. Penerapan hukum perdata dalam permasalahan yang berkaitan

dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pada esensialnya

tampak dalam 3 (tiga) fungsi, yaitu :33

a. Melalui kaidah-kaidah hukum perdata dapat dipaksakan ketaatan pada

norma-norma hukum lingkungan, baik yang bersifat kewajiban menurut

hukum privat maupun hukum publik, misalnya wewenang hakim perdata

untuk menjatuhkan putusan yang telah bertindak secara bertentangan

dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam surat izin, yang berkaitan

dengan masalah lingkungan, seperti: IMB, izin usaha, izin lokasi, dan

sebagainya.

b. Hukum perdata dapat memberikan norma-norma secara umum dalam

masalah lingkungan hidup, misalnya: melalui putusan-putusan hukum

perdata dapat dirumuskan norma-norma atau ukuran tentang tindakan

yang bersifat cermat, yang seharusnya diharapkan dari seseorang dalam

masyarakat dan agar melindungi lingkungan.

c. Hukum perdata memberikan kemungkinan untuk mengajukan gugatan

ganti rugi atas kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, dan gugatan

tersebut ditujukan kepada pihak yang menyebabkan timbulnya kerusakan

dan/atau pencemaran lingkungan, yang ditempuh melalui upaya hukum

berupa gugatan perbuatan melawan hukum atau bilamana timbul dalam

kaitannya dengan suatu perjanjian atas perikatan, maka atas dasar

wanprestasi.

33
Alvi Syahrin, Martono Anggusti, Abdul Aziz Alsa, Op.Cit., hlm. 180.

18
BAB III

ANALISIS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009

TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

HIDUP (PPLH) TERHADAP PELAKU DUMPING LIMBAH B3 KE

MEDIA LINGKUNGAN HIDUP TANPA IZIN (Tinjauan Putusan Nomor

462/Pid.Sus/LH/2018/PN.Bil)

A. Kasus Posisi

1. Kronologi

Terdakwa dalam kasus ini adalah Didik Hartono (60) yang diajukan ke

persidangan oleh penuntut umum didakwa berdasarkan surat dakwaan yaitu

terdakwa bertangung jawab atas tindak pidana dumping limbah B3 (Bahan

Berbahaya dan Beracun) tanpa izin yang dilakukan oleh PT. Soedali Sejahtera.

Diketehui bahwa kegiatan dumping limbah B3 (Bahan Berbahaya dan

Beracun) tersebut telah berlangsung sejak tahun 2012 hingga akhirnya pada hari

Kamis tanggal 12 April 2018 sekitar pukul 09.50 petugas kepolisian dari

DITRESKRIMSUS Polda Jatim melakukan sidak dan menemukan limbah B3

(Bahan Berbahaya dan Beracun) padat berupa sisa pembakaran batu bara serta

limbah Sludge IPAL yang hanya ditempatkan pada lahan terbuka milik PT.

SOEDALI SEJAHTERA yang lokasinya disebelah utara area produksi PT.

SOEDALI SEJAHTERA dekat dengan pengelolaan IPAL (Instalasi Pengolahan

Air Limbah) dan saat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa PT.

SOEDALI SEJAHTERA yang beralamat di Jalan Raya Kluncing No. 39 RT 01 Rw

03 Desa Petungasri Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan tidak memiliki

izin pembuangan limbah cair (IPLC) dan izin tempat penyimpanan sementara

limbah bahan berbahaya dan beracun (TPS LB3) dari instansi terkait yang oleh
karenanya kemudian dilakukan proses hukum lebih lanjut terhadap terdakwa

DIDIK HARTONO selaku Direrktur dari PT. SOEDALI SEJAHTERA.

2. Dakwaan

Dakwaan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan

dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari

surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk

melakukan pemeriksaan.34

Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena

berdasarkan hal yang dimuat dalam dakwaan itu, hakim akan memeriksa perkara

itu. Pemeriksaan didasarkan kepada surat dakwaan dan menurut pemeriksaan

tidak batal jika batas-batas dilampaui, namun putusan hakim hanya boleh

mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu.35

Dalam kasus ini, atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Jaksa

Penuntut Umum mendakwa dengan dakwaan alternatif yaitu ;

a. Pasal 103 jo. Pasal 59 UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang UUPPLH

b. Pasal 104 jo. Pasal 60 UU RI No. 32 tahun 2009 tentang UUPPLH

3. Fakta – Fakta Hukum

Berdasarkan alat bukti yang diajukan diperoleh fakta-fakta hukum sebagai

berikut :

a) Bahwa terdakwa adalah Direktur Utama PT. Soedali Sejahtera yang

bergerak dalam bidang usaha tekstil sejak tahun 2012 sampai dengan

34
Tolib Effendi, Praktik Peradilan Pidana Kemahiran Beracara Pidana Pada
Pengadilan Tingkat Pertama, Malang: Setara Press, 2016, hlm. 115
35
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2005,
hlm.163

20
sekarang. Pada hari Kamis tanggal 12 April 2018 sekitar pukul 09.50

WIB atau setidak-tidaknya pada bulan April tahun 2018, atau setidak-

tidaknya pada waktu lain di tahun 2018, bertempat di PT. SOEDALI

SEJAHTERA di Jalan Raya Kluncing No. 39 RT 01 RW 03 Desa

Petungasri Kec. Pandan Kabupaten Pasuruan atau setidak-tidaknya

pada tempat lain yang masih termasuk wilayah Hukum Pengadilan

Negeri Bangil, menghasilkan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan

Beracun) dan tidak melakukan pengolahan.

b) Bahwa limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang dihasilkan PT.

Soedali Sejahtera tersebut berupa limbah padat Sludge IPAL yang

dihasilkan dari proses pengelolaan air limbah pada unit IPAL,

selanjutnya limbah yang dihasilkan berupa limbah padat Fly Ash dan

Bottom Ash yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada

mesin Boiler.

c) Bahwa limbah Bottom Ash tersebut diletakkan di tempat terbuka

dilingkungan pabrik dengan diberi atap dan dinding setinggi kurang

lebih 1 (satu) meter, sedangkan limbah padat Fly Ash diletakkan pada

sak-sak (karung) berwarna putih yang kemidian ditumpuk – tumpuk

begitu saja. Pada saat Tim gabungan Polda Jatim dan BLH Jatim

datang melakukan sidak di PT. Soedali Sejahtera, ditemukan limbah

Bottom Ash yang meluber dari tempat penampungan

d) Bahwa PT. Soedali Sejahtera dalam melakukan pengolahan limbah

atau pembuangan limbah belum memiliki izin sejak awal kegiatan

tersebut berjalan pada tahun 2012 hingga saat dilakukan sidak pada

April 2018 dan izin baru akan keluar di bulan Agustus 2018.

21
e) Bahwa berdasarkan hasil pengujian limbah PT Soedali Sejahtera,

limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang dihasilkan oleh PT

Soedali Sejahtera telah melebihi baku mutu untuk kandungan logam

berat yang terdapat pada limbah Sludge IPAL yaitu senilai 0,675 mg/l

sementara baku mutu yang diperkenankan adalah sebesar 0,5 mg/l.

Sedangkan untuk kandungan yang terdapat pada limbah Bottom Ash

adalah senilai 1,53 mg/l sementara baku mutu yang diperkenankan

adalah sebesar 0,5 mg/l.

4. Tuntutan

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya adalah berbunyi sebagai

berikut :

a) Menyatakan terhadap Didik Hartono terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan dumping

limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 104 jo. Pasal 60 UU RI No. 32 tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

b) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Didik Hartono dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun dengan masa percobaan selama 2 (dua)

tahun.

c) Menetapkan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,-

(lima ribu rupiah)

5. Putusan Pengadilan

Dalam memberikan putusannya Hakim Pengadilan Negeri Bangil memiliki

beberapa pertimbangan terhadap terdakwa, yaitu sebagai berikut :

22
a) Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap terdakwa adalah Direktur

Utama sekaligus pemilik PT. Soedali Sejahtera yang bergerak di bidang

tekstil sejak tahun 2012 sampai dengan sekarang.

b) Bahwa usaha yang dijalankan terdakwa tersebut menghasilkan limbah

B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

c) Bahwa limbah-limbah tersebut hanya diletakan dan/atau ditumpuk-

tumpuk begitu saja di lahan terbuka milik PT Soedali Sejahtera

tersebut.

d) Bahwa PT. Soedali Sejahtera dalam melakukan pengelolaan limbah

atau pembuangan limbah sejak tahun 2012 belum memiliki izin dan izin

baru akan keluar sejak bulan Agustus 2018, namun kegiatan sudah

berjalan sebelum bulan Agustus 2018

e) Bahwa sesuai dengan ketentuan UUPPLH apabila suatu kegiatan

dilakukan atas nama badan usaha maka sanksi pidana dijatuhkan

kepada badan usaha dan/atau pemimpin kegiatan tersebut.

f) Bahwa tindak pidana badan usaha adalah tindak pidana fungsional

sehingga pidana dikenakan kepada mereka yang memiliki kewenangan

terhadap pelaku fisik yang menerima tindakan pelaku fisik tersebut.

g) Bahwa permasalahan mengenai pertanggungjawaban bukan hanya

apakah terdakwa memberikan perintah atau tidak tetapi juga termasuk

melakukan pembiaran terhadap pelanggaran tersebut.

h) Bahwa dalam pembelaannya terdakwa menyatakan telah melakukan

sistem pembuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan telah

memiliki izin sejak 15 Agustus 2018.

23
i) Bahwa atas pembelaan terdakwa tersebut Majelis berpendapat bahwa

yang menjadi pokok perkara adalah terdakwa tidak memiliki izin

melakukan dumping limbah.

j) Bahwa tidak ditemukan bukti yang menunjukan terdakwa tidak dapat

mempertanggungjawabkan atas perbuatan tersebut dan tidak

ditemukan alasan pengecualian penuntutan, alasan pemaaf atau

hapusnya kesalahan.

B. Analisis Kasus

Pemidanaan bagi orang yang telah terbukti melakukan kejahatan

mempunyai fungsi untuk mendidik kembali dan memperbaiki kembali sikap dan

perilaku pelaku kejahatan sehingga ia dapat meninggalkan perilaku buruk yang

selama ini telah ia lakukan. Asas bagi kepentingan pelaku kejahatan yang

diusahakan dengan memberikan bimbingan, pendidikan dalam rangka

rehabilitasi dan resosialisasi menjadi landasan penjatuhan hukuman. Akan tetapi

dalam kasus inituntutan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada

Hakim dianggap kurang sesuai namun tetap disetujui oleh Hakim.

Tujuan hakim menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa adalah agar

terdakwa bisa menjadi lebih baik dan agar terdakwa tidak melakukan perbuatan

pidana lagi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh R. Wirdjono Prodjodikoro

mengenai tujuan pemidanaan yaitu tujuan dari hukum pidana ialah untuk

memenuhi rasa keadilan, untuk mendidik, memperbaiki orang-orang yang sudah

melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga

bermanfaat bagi masyarakat36

36
R. Wirdjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia.
Bandung : Refika Aditama, 2002, hlm.81

24
Dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku Hakim mempunyai

kebebasan untuk menentukan berat hukuman yang akan dijatuhkan. Kebebasan

tersebut bukanlah kebebasan mutlak tanpa batas, namun harus tetap

memperhatikan nilai – nilai yang ada. Penjatuhan pidana yang dilakukan Hakim

terhadap pelaku dumping limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) tanpa izin

tersebut merupakan sesuatu yang penting, sebab hal tersebut dapat menjadi

pembelajaran bagi pelaku sehingga perbuatan tersebut akan menjadi sebuah

penyesalan dan memicu pelaku untuk tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

Hal tersebut juga dapat dijadikan sebagai gambaran bagi orang – orang agar

dikemudian hari tidak terjadi hal serupa. Mengingat sudah terlalu banyak

pencemaran yang terjadi di Indonesia sekarang ini.

Pidana bersyarat bukanlah merupakan pidana pokok sebagaimana

pidana pokok yang lain, akan tetapi merupakan cara penerapan pidana,

sebagaimana pidana yang tidak bersyarat. Maksud dari penjatuhan pidana

bersyarat adalah untuk memberikan kesempatan kepada terpidana supaya

dalam masa percobaan itu memperbaiki diri dengan tidak melakukan tindak

pidana atau tidak melanggar perjanjian yang diberikan kepadanya, dengan

harapan jika berhasil maka pidana yang telah dijatuhkan kepadanya itu tidak

akan dijalankan. Dalam Pasal 14 a KUHP menentukan, bahwa pidana bersyarat

hanya dapat dijatuhkan bilamana memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :37

a. Dalam putusan yang menjatuhkan pidana penjara, asal lamannya tidak lebih

dari satu tahun, jadi dalam hal ini pidana bersyarat dapat dijatuhkan dalam

hubungan dengan pidana penjara, dengan syarat hakim tidak ingin

menjatuhkan pidana lebih dari satu tahun. Yang menentukan bukanlah

37
Alvi Syahrin, Martono Anggusti, Abdul Aziz Alsa, Op.Cit, hlm. 395-396.

25
pidana yang diancamkan atas tindak pidana yang dilakukan, tetapi pidana

yang akan dijatuhkan pada si terdakwa ;

b. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan sehubungan dengan pidana kurungan,

dengan ketentuan tidak termasuk pidana kurungan pengganti denda.

Mengenai tidak diadakan pembatasan, sebab maksimum pidana kurungan

adalah satu tahun ;

c. Dalam hal menyangkut pidana denda, maka pidana bersyarat dapat

dijatuhkan, dengan batasan bahwa hakim harus yakin bahwa pembayaran

denda betul-betul akan dirasakan berat oleh terdakwa.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka menurut penulis hukuman yang

dijatuhkan Majelis Hakim terhadap terdakwa yaitu Didik Hartono dengan pidana

penjara 1 (satu) tahun dengan masa percobaan 2 (dua) tahun dan denda

sebanyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) kuranglah tepat, karena

dianggap tidak akan memberikan efek jera. Sebab, dalam penerapannya sebuah

peraturan perundang-undangan haruslah memberikan efek jera bagi setiap

orang yang melanggarnya dan hukuman tersebut dapat menjadi gambaran bagi

setiap orang agar mencegah dirinya melakukan hal-hal serupa yang nantinya

akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Dengan demikian maka upaya

pemidanaan untuk menyadarkan para pelaku tindak pidana agar menyesali

perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik,

taat pada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan,

sehingga tercapai masyarakat yang aman, tertib dan damai dapat terpenuhi.

26
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaturan tentang tindak pidana dumping limbah B3 (bahan Berbahaya

dan Beracun) tanpa izin yang diatur dalam Pasal 104 jo. Pasal 60

Umdamh-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan tersebut mengatur perbuatan

setiap oarang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan kemedia

lingkungan hidup tanpa izin. Kemudian yang dimaksud setiap orang

dalam ketentuan tersebut ialah meliputi orang perseorangan dan/atau

korporasi. Dimana dalam hal tersebut dilakukan atas nama badan usaha

maka sanksi pidana dalam ketentuan tersebut dijatuhkan kepada badan

usaha dan/atau orang yang memberikan perintah untuk melakukan tindak

pidana tersebut. Sedangkan izin yang dimaksudkan dalam ketentuan

tersebut adalah izin yang diberikan oleh Menteri, Gubernur, atau

Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Ketentuan hukum

tentang tindak pidana dumping limbah tanpa izin dimaksudkan agar

terciptanya lingkungan hidup yang baik,sehat serta berkualitas karena hal

tersebut merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia. Maka

dengan terwujudnya hal tersebut diharapkan akan memberikan

kehidupan yanng aman, damai dan tentram dalam masyarakat.

27
2. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku dumping limbah B3 (Bahan

berbahaya dan Beracun) tanpa izin berdasarkan Putusan Nomor

462/Pid.Sus/LH/2018/PN.Bil dianggap kurang tepat karena dinilai tidak

dapat memberikan efek jera terhadap pelaku. Sebab selain penjatuhan

hukuman yang hanya berupa pidana bersyarat, denda yang diberikan

terhadap pelaku yang merupakan seorang Direktur Utama suatu

Perusahaan/Korporasi yang berbentuk garment juga terbilang rendah.

Terlepas dari hal tersebut jika dilihat dari perbuatan terdakwa yang hanya

meletakan hasil limbah B3 di lahan terbuka milik PT. Soedali Sejahtera

tanpa melakukan pengelolaan yang benar maka seharusnya terdakwa

dijatuhi hukuman tindak pidana karen tidak melakukan pengelolaan yang

terdapat dalam ketentuan Pasal 103 jo Pasal 59 UUPPLH. Karena

sepanjang terdakwa tidak memiliki izin terdakwa tidak menyerahkan

pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) milik

perusahaannya kepada pihak ketiga. limbah B3 dari Perusahaannya

dengan melakukan kerjasama kepada Perusahaan lainnya yang memiliki

izin pengelolaan limbah B3.

B. Saran

1. Diharapkan bagi perusahaan dan/atau badan usaha, serta perseorangan

agar dapat lebih peduli dengan peraturan perundang-undangan yang

telah dibuat oleh pemerintah, sehingga dapat mengikuti prosedur yang

tercantum dalam peraturan perundang-undangan tersebut serta peraturan

pelaksana undang-undang tersebut dalam melakukan kegiatan dumping

limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Sehingga dapat mentaati

ketentuan yang tercantum didalam Undang-Undang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup agar dapat terciptanya lingkungan hidup

yang baik, sehat, serta berkualitas. Sehingga dapat menciptakan

kehidupan bermasyarakat yang aman, tentram dan tertib.

2. Dalam penerapan sanksi pidana suatu perundang-undangan haruslah

dilakukan dengan pertimbangan yang tepat dimana hal tersebut akan

benar-benar memberikan efek jera nantinya terhadap pelaku tindak

pidana lingkungan hidup serta menjadi contoh bagi para pelaku industri

agar lebih tertib dalam melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkannya

baik limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) maupun laimbah non-

B3. Sehingga dapat mengurangi pelaku pengrusakan lingkungan

dikemudian hari dan dapat tetap menjaga pelestarian lingkungan hidup

untuk generasi yang akan datang.

29
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Zainuddin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika.

Andrisman, Tri, 2007, Hukum Pidana, Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Arifin, Syamsul, 2014, Aspek Hukum Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan

Hidup, Medan: Medan Area University Press.

Danusaputro, Munadjat, 1980 Hukum Lingkungan, Buku I : Umum, Bandung:

Binacipta.

Effendi, Tolib, 2016, Praktik Peradilan Pidana Kemahiran Beracara Pidana Pada

Pengadilan Tingkat Pertama, Malang: Setara Press.

Hamzah, Andi, 2005, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

Lamintang, P.A.F., 1984, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Bandung: Sinar

Baru.

Machmud, Syahrul, 2012, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Marzuki, Peter Mahmud, 2008, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.

Moeljatno, 1993, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

--------------, 2005, Asas-Asas Hukum Pidana,Jakarta: Bina Aksara.

Moleong, Lexy J, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT

Citra Aditya Bakti.

Salim, Emil, 1980, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta: Mutiara.

30
Siahaan, N.H.T., 1987, Ekologi pembangunan dan hukum tata lingkungan,

Jakarta: Airlangga.

----------------------, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Jakarta:

Erlangga.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta; UI press.

--------------------------, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta; UI press.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2013, Penelitian Hukum Normatif : Suatu

Tinjauan Singkat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soemarwoto, Otto, 1989, Pengelolahan Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Sudarsono, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Rineka Cipta.

Syahrin, Alvi, 2009, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, Jakarta:

PT.Sofiamedia.

------------------, 2011, Ketentuan Pidana alam UU No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta: PT Sofmedia.

Syahrin, Alvi, Martono Anggusti dan Abdul Aziz Alsa, 2018, Hukum Lingkungan

Di Indonesia: Suatu Pengantar, Jakarta: Prenadamedia Group.

--------------------------------------------------------------------, 2019, Ketentuan Pidana

Korporasi Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta:

Prenadamedia Group.

Trihadiningrum, Yulianah, 2016, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya &

Beracun (B3), Yogyakarta: Teknosain.

Zulkifli, Arif, 2014, Pengelolaan Limbah Berkelanjutan, Yogyakarta: Graha Ilmu.

-----------------, 2017, Pengelolaan Limbah Edisi Kedua, Yogyakarta: Teknosain.

31
B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang – Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPPLH)

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2013

tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun.

C. Jurnal

Harsanto Nursadi, Januari 2005. “Protokol 1996 Konvensi London tentang

Pembuangan Limbah dan Materi Lainnya”. Jurnal Hukum Internasional. Vol. 2,

No. 2, http://ijil.ui.ac.id/index.php/home/article/download/222/pdf_414 . 18

Februari 2020

Mukadimah, November 2011, “Konvensi Basel Tahun 1989 tentang Pengawasan

Perpindahan Lalu Lintas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya”,

https://id.scribd.com/doc/72748630/2-KONVENSI-BASEL-1989

Sri Sufiyati, Munsyarif Abdul Chalim, September 2017. “Kebijakan Hukum Pidana

Dalam Upaya Menanggulangi Tindak Pidana Lingkungan Hidup”. Jurnal Hukum.

Vol. 12, No. 3, http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/jhku/article/view/1877.20

Februari 2020

32
Tonny Samuel, Maret 2016, “Penerapan Tindak Pidana Lingkungan Bagi

Korporasi Dalam Penegakan Hukum Lingkungan”, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial , Vol. 8

No. 1. https://lldikti11.ristekdikti.go.id/jurnal/pdf/d32479a8-3092-11e8-9030-

54271eb90d3b/

D. Website

http://alviprofdr.blogspot.com/2014/09/penegakan-hukum-lingkungan.html

Warta Bromo, 2019, “Ini Fakta Pelanggaran Lingkungan ynag Pernah Dilakukan

PT. Soedali Sejahtera”, https://www.wartabromo.com/2019/12/11/ini-fakta-

pelanggaran-lingkungan-yang-pernah-dilakukan-pt-soedali-sejahtera/,

33

Anda mungkin juga menyukai