Paper Ikan Rucah

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PAPER

MATA KULIAH KAPITA SELEKTA AGROINDUSTRI

Dosen Pengampu: Prof. Dr. rer nat. Ir. Anwar Kasim

JUDUL PAPER:

PELUANG PEMANFAATAN IKAN RUCAH SEBAGAI BAHAN BAKU


KONSENTRAT PROTEIN

Oleh:

Silfi Indrian

2011131017

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia dikenal sebagai negara maritim karena hampir 75% wilayahnya
merupakan lautan yang mempunyai sumber daya yang potensial. Menurut KKP
(2010), total tangkapan ikan di Indonesia setiap tahunnya mencapai 5 juta ton. Pada
tahun 2003, Indonesia menduduki peringkat ke-5 dunia dalam hal produksi
perikanan yaitu sebesar 4.350 juta ton (FAO, 2005). Hasil penangkapan ikan ini
meliputi penangkapan ikan utama dan tangkapan ikan samping atau ikan rucah
(bycatch).
Ikan rucah (bycatch) merupakan jenis ikan kecil-kecil dari hasil tangkapan
sampingan yang belum termanfaatkan dengan baik. Jenis ikan ini biasanya dijual
dalam keranjang tanpa seleksi dengan harga yang relatif murah (Purnanila, 2010).
Menurut Badan Pusat Statistik (2016), hasil tangkapan ikan rucah pada saat musim
tangkap dapat mencapai 331 ton per tahunnya. Dan menurut FAO (2005), rata-rata
hasil tangkapan samping atau ikan rucah di 6 negara Asia, yaitu Bangladesh, China,
India, Philippines, Thailand dan Vietnam antara tahun 2001-2003 sebesar 35% dari
total tangkapan utamanya.
Ikan rucah, sama seperti ikan lainnya, mengandung protein yang tinggi.
Protein dan asam amino sangat diperlukan untuk pembentukan struktur sel, regulasi
hormon seta enzim dan untuk memperbaiki jaringan tubuh. Organisme laut memilki
kandungan protein dengan proporsi asam amino esensial yang tinggi. Protein juga
merupakan produk utama dalam industri makanan. Untuk menjaga dan
meningkatkan gizi tergantung dari ketepatan penanganan organisme laut selama
penangkapan, transportasi dan pengolahan.
Pemanfaatan potensi bahan pangan lokal dapat menyokong pelaksanaan
program diversifikasi pangan yang dirancang oleh pemerintah untuk memperbaiki
gizi Masyarakat. Dan salah satu bahan pangan lokal yang memiliki potensi menjadi
sumber protein yaitu ikan rucah. Kandungan nutrien yang terdapat dalam ikan rucah
meliputi protein kasar 58,97%, abu 27,89%, lemak 6,54%, dan serat kasar 1,64%
(Utomo dkk., 2013). Pengolahan ikan rucah yang masih terbatas di masyarakat
yakni sebagian besar ikan rucah hanya dikonsumsi langsung dalam bentuk segar.
Adanya upaya dalam diversifikasi pengolahan produk perikanan dapat menambah
nilai dari pemanfaatan ikan, selain itu juga dapat mengatasi sifat ikan yang mudah
mengalami pembusukan. Salah satu bentuk pemanfaatan ikan segar yaitu
konsentrat protein ikan. Konsentrat protein ikan merupakan salah satu produk
olahan perikanan yang dibuat dengan menghilangkan air serta lemak, kemudian
dihasilkan konsentrat tinggi protein (Ibrahim, 2009). Pembuatan konsentrat protein
ikan adalah inovasi pengembangan bentuk protein yang termasuk sebagai produk
olahan separuh jadi yang dapat dimanfaatkan pada pembuatan produk olahan yang
lain untuk memperkaya nilai gizi produk olahan.
Konsentrat protein merupakan produk pekatan protein yang memiliki
kandungan protein minimal 70%. Secara umum komposisi kimia konsentrat protein
adalah 65-75% protein, 15-25% polisakarida tak larut, 4-6% mineral, dan 0.3-1.2%
minyak. Konsentrat protein dibuat untuk meningkatka kadar protein bahan dengan
cara menghilangkan komponen non-protein seperti lemak, karbohidrat, mineral,
dan air, sehingga kandungan protein produk menjadi lebih tinggi dibandingkan
bahan baku aslinya (Amoo et al. 2006). Prinsip yang digunakan untuk mengisolasi
protein total adalah ekstraksi dan pengendapan seluruh protein pada titik
isoelektriknya yaitu pH dimana seluruh protein menggumpal.
Ikan rucah dapat dimanfaatkan menjadi produk olahan yang dapat
meningkatkan nilai tambahnya. Hal ini didasarkan pada kandungan protein kasar
dari ikan rucah yang masih tinggi, yaitu berkisar 40-50%. Namun hasil pengolahan
daging ikan rucah yang berupa tulang dan kepala akan menjadi limbah jika tidak
dimanfaatkan dengan baik. Dilihat dari kualitas dan kuantitasnya ikan rucah sangat
potensial atau berpeluang untuk dijadikan bahan baku pembuatan protein
konsentrat karena kandungan protein dan lemaknya yang masih tinggi.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan pembahasan dari pemanfaatan ikan rucah menjadi bahan baku
pembuatan protein konsentrat adalah untuk mengetahui beberapa hal sebagai
berikut:
1. Prosedur pemanfaatan ikan rucah menjadi bahan baku pembuatan protein
konsentrat
2. Permintaan pasar untuk produk protein konsentrat dari ikan rucah dan substitusi
produk impor
3. Dampak dari pemanfaatan ikan rucah terhadap lingkungan

1.3. Lingkup Pembahasan


Dalam makalah ini, pembahasan dibatasi pada ketersediaan bahan baku,
permintaan pasar dan substitusi produk impor, prosedur singkat dari pemanfaatan
ikan rucah sebagai bahan baku protein konsentrat, standar mutu produk dan efek
pemanfaatan ikan rucah terhadap lingkungan. Oleh karena itu, makalah ini diberi
judul “Peluang Pemanfaatan Ikan Rucah sebagai Bahan Baku Protein Konsentrat”.
II. PEMBAHASAN

2.1. Ketersediaan Ikan Rucah di Indonesia


Ikan rucah merupakan salah satu hasil samping dari penangkapan ikan yang
belum termanfaatkan dengan baik. Karakteristik dari ikan rucah yaitu memiliki
ukuran kecil, memiliki harga jual rendah dan memiliki kandungan protein dan
lemak yang tinggi. Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki luas perairan
yang besar dengan hasil tangkap melimpah. Potensi hasil perikanan tangkap di
Indonesia dari hasil laut dapat mencapai 6,5 juta ton/tahun (Murtidjo, 2005).
Produksi ikan rucah pada musim tangkap ketersediaannya sangat melimpah. Hasil
tangkapan ikan rucah pada saat musim tangkap sebesar 331 ton/tahun (Badan Pusat
Statistik, 2016).
Beberapa jenis ikan rucah yang umum di Indonesia termasuk ikan bandeng,
ikan teri, ikan asin, ikan terubuk, dan sebagainya. Di daerah-daerah tertentu, jenis-
jenis ikan rucah tertentu mungkin lebih umum ditemukan. Adapun hasil analisis
terhadap hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PPP Carocok didapatkan rata-
rata ketersediaan ikan rucah di Kawasan Mandeh dalam setiap bulan adalah 43.958
kg, sehingga estimasi total tangkapan selama 18 bulan (1 siklus budidaya) adalah
791.236 kg.

2.2. Prosedur Pembuatan dan Standar Mutu Konsentrat Protein


Pembuatan konsentrat protein dengan bahan baku ikan rucah dilakukan
dengan cara maserasi menurut metode Nurjanah (2008) dalam karnila dkk. (2011).
Pembuatan konsentrat protein dilakukan dengan cara merendam daging ikan rucah
yang akan diekstrak pada lemari pendingin (suhu ± 4ºC) menggunakan bahan
pelarut selama 24 jam. Pada tahap awal ikan rucah dibersihkan, dicuci dan
dipisahkan dari bagian yang tidak diinginkan. Selanjutnya dilakukan pemisahan
daging ikan dengan bagian tubuh lainnya (kulit, jeroan dan gonad, serta air dan
kotoran). Kemudian dilakukan pemotongan terhadap daging ikan untuk pengecilan
ukuran dan dilakukan freeze drying, dan dilakukan penggilingan (penepungan)
mencapai ukuran 60 mesh. Sebanyak 100 g tepung ikan rucah ditimbang dan
dimasukkan ke dalam labu Erlemeyer, kemudian direndam dalam pelarut aseton
dengan rasio 1:4 b/v, selanjutnya dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama 24
jam. Setelah ekstraksi selesai, dilanjutkan dengan pemisahan supernatan/fasa cair
dari presipitan/residu menggunakan sentrifugasi (13000 g, selama 15 menit pada
suhu 4ºC). Presipitat yang diperoleh selanjutnya dikeringkan dengan proses freeze
drying. Pengamatan terhadap konsentrat protein ikan rucah yang dihasilkan
meliputi: proksimat (air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat), jenis dan kadar asam
amino total dan bebas, rendemen dan uji daya hambat terhadap aktivitas enzim α-
glukosidase. Konsentrat yang telah diperoleh dikemas dalam botol sampel dan
aluminium foil serta disimpan dalam cool room pada suhu 4ºC sampai siap
digunakan. Adapun penelitian Dewita dkk. (2011), pembuatan konsentrat protein
ikan mengacu pada Dewita dkk. (2010) seperti pada gambar berikut.
Mulai
Daging, kulit,
Ikan segar Pembersihan bahan (disiangi) jeroan, gonad

Daging ikan Pencucian

Garam 0,5% dari bahan Penggilingan Daging halus

Pengukusan selama 30 menit

NaHCO3 0,5 N Pengepresan

Isopropyl alcohol 70% Ekstraksi selama 10 jam Ekstrak daging

Pengeringan suhu 40ºC Daging kering

Penggilingan Daging kering halus

Pengayakan (60 mesh)

Konsentrat protein
Standar mutu konsentrat protein bervariasi tergantung pada jenis protein yang
dimiliki dan tujuan penggunaan produk tersebut. Adapun beberapa acuan dalam
menentukan standar mutu konsentrat protein seperti persentase kandungan protein
dalam produk tersebut, kadar air dalam konsentrat protein yang harus rendah,
produk harus memiliki karakteristik organoleptik yang sesuai, kemampuan produk
untuk larut dalam air atau zat cair lainnya sesuai pengaplikasiannya nanti, dan
persentase asam amino tertentu dalam produk konsentrat protein.
Menurut FAO 1976, konsentrat protein ikan dibagi menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu:
Tipe A, kadar protein minimal 67,7 %, kadar lemak maksimal 0,75%, tidak berbau
ikan dan tidak berwarna (putih bersih). Tipe B, kandungan lemak kurang dari 3%,
masih berbau ikan jika ditambahkan ke dalam bahan pangan. Tipe C, sama seperti
tepung ikan tetapi cara pengolahannya dilakukan secara higienis, memiliki
kandungan lemak >10% dan masih berbau ikan. Kualitas KPI ditentukan oleh jenis
pelarut organik yang digunakan. Pelarut organik yang umumnya digunakan dalam
mengekstaksi konsentrat protein ikan adalah etanol. Koesoemawardani dan
Nurainy (2008), menggunakan pelarut etanol dalam mengekstraksi konsentrat
protein ikan dan menghasilkan kandungan protein berkisar antara 70-80%. Standar
mutu tepung konsentrat protein ikan dapat dilihat pada gambar berikut.

Komposisi Nilai a) Nilai b)


Tipe A Tipe B Tipe C
Protein Min 67,5% Min 67,5% Min 67,5% 60-75%
Air Maks 10% Maks 10% Maks 10% 6-10%
Lemak Maks 0,75% Maks 3% Maks 10% 5-12%
Abu - - - 10-12%
Organoleptik Lemah Tidak ada Tidak ada
(bau dan rasa) spesifikasi spesifikasi

2.3. Permintaan Pasar dan Substitusi Impor Konsentrat Protein Ikan


Konsentrat protein ikan (FPC) merupakan sediaan ikan stabil yang ditujukan
untuk konsumsi manusia dan mengandung protein dalam konsentrasi tinggi
dibandingkan ikan aslinya. FPC rasanya hambar, berwarna putih hingga
kecokelatan dan mengandung 75-95% protein berkualitas tinggi. Permintaan FPC
telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena peningkatan produksi ikan
global dan peningkatan konsumsi. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO)
pada tahun 2015, ikan menyumbang sekitar 17% dari total protein hewani yang
dikonsumsi secara global. Selain itu, ikan menyediakan 20% dari rata-rata asupan
protein hewani per kapita bagi sekitar 3,2 miliar orang. Oleh karan itu, ketersediaan
protein ikan yang melimpah dan popularitasnya yang semakin meningkat secara
kumulatif telah mendorong pertumbuhan pasar global (Fortune Business Insights,
2023).
Konsentrat protein ikan banyak dikonsumsi di seluruh dunia sebagai sumber
energi, bersamaan dengan kontribusi makanannya sebagai protein hewani
berkualitas tinggi dan mudah dicerna. Hal ini mendorong produsen untuk
memasukkan FPC ke dalam berbagai makanan olahan seperti roti, kue kering, dan
biskuit untuk meningkatkan kandungan nutrisinya dan untuk memenuhi lonjakan
permintaan konsumen. Selain itu, di negara berkembang, ini merupakan bahan
protein hewani yang terjangkau dan digunakan oleh pengolahan makanan dalam
banyak resep lokal dan tradisional seperti sup, semur, macaroni, saus spageti, dan
lain-lain. Atribut FPC seperti itu telah membantu meningkatkan pertumbuhan pasar.
Substitusi impor konsentrat protein ikan rucah dapat menjadi strategi yang
baik bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor dan
mempromosikan produksi lokal. Melalui produksi ikan rucah menjadi konsentrat
protein, Indonesia dapat mengembangkan industri perikanan lokal untuk
meingkatkan produksi ikan. Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal, bea
masuk, atau bantuan lainnya kepada produsen lokal agar lebih kompetitif.
Kebijakan seperti ini dapat mencakup penghapusan atau pengurangan tarif impor
untuk bahan baku atau peralatan yang digunakan dalam produksi konsentrat protein
ikan. Kolaborasi antara pemerintah, produsen, dan asosiasi industri dapat
membantu dalam mengembangkan strategi substitusi impor yang efektif dan
berkelanjutan. Substitusi impor konsentrat protein ikan adalah proses yang
mungkin memerlukan waktu, investasi, dan dukungan dari berbagai pemangku
kepentingan. Namun, dengan langkah-langkah yang tepat, negara dapat mencapai
kemandirian dalam produksi protein ikan dan mengurangi ketergantungan pada
produk impor.

2.4. Efek Ikan Rucah Terhadap Lingkungan


Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pembangunan budi daya perikanan berpeluang
besar untuk dilakukan apabila dilihat dari lingkungan strategis dan potensi sumber
daya yang tersedia. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk dunia yang
menyebabkan kebutuhan ikan semakin meningkat, pergeseran pola konsumsi
masyarakat ke produk perikanan, serta tuntutan penyediaan makanan bermutu
tinggi dan memenuhi syarat kesehatan menjadi alasan pentingnya Pembangunan
budi daya perikanan. Sayangnya, kemajuan teknologi di era globalisasi saat ini
justru tidak berpihak pada penyediaan sumber daya manusia yang mumpuni di
bidang perikanan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Kementerian
Kelautan dan Perikanan bahwa milenial tidak tertarik pada bidang perikanan
(Victoria, 2019).
Permasalahan yang di hadapi di sektor perikanan yaitu limbah. Berdasarkan
keputusan Menperindag RI No. 231/MPP/Kep/7/1997 Pasal 1 tentang prosedur
impor limbah, menyatakan bahwa limbah adalah bahan/barang sisa atau bekas dan
suatu kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah berubah dari aslinya,
kecuali yang dapat dimakan oleh manusia dan hewan. Limbah sering kali tidak
diinginkan masyarakat karena dengan konsentrasi dan kualitas tertentu dapat
berdampak negatif terhadap manusia maupun lingkungan tempat tinggalnya.
Sehingga dengan keberadaan limbah perikanan ini sangat mencemari
lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, di perlukan suatu pengolahan yang nantinya
dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat sekitar yaitu salah satunya dari
limbah perikanan. Limbah perikanan yang banyak dan belum maksimal
pengolahannya yaitu ikan rucah.
Ikan rucah merupakan ikan yang berukuran kecil, jumlahnya cukup melimpah
dan merupakan hasil tangkapan sampingan oleh nelayan, antara lain ikan cucut,
tembang, kuniran, rebon, selar, krisi dan sejenisnya yang memiliki nilai ekonomis
sangat rendah. Di tempat pelelangan ikan, ikan-ikan kecil produksinya tidak bisa
diserap karena kurang bagus kualitasnya, biasanya disingkirkan karena nilai
ekonomisnya kurang, bahkan dibuang begitu saja. Kondisi ini menimbulkan
beberapa dampak negatif terhadap lingkungan jika dibuang sembarangan atau tidak
dikelola dengan baik, seperti pencemaran air. Limbah perikanan yang dibuang ke
perairan dapat membusuk dan menghasilkan bahan kimia seperti amonia dan
nitrogen yang dapat merusak kualitas air. Hal ini dapat menyebabkan masalah
seperti "eutrofikasi," di mana pertumbuhan alga yang berlebihan dapat meng-
akibatkan kematian organisme lain dan penurunan oksigen dalam air.
Eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh nutrisi berlebihan ke
dalam ekosistem air mengakibatkan tidak terkontrolnya pertumbuhan tumbuhan air
(Simbolon, 2016). Eutrofikasi juga merupakan proses pengkayaan perairan,
terutama oleh fosfor, nitrogen, potassium, silikon, mangan, dan kalsium sehingga
pertumbuhan tumbuhan air tidak terkontrol. Pada konsentrasi optimum, kandungan
unsur hara N dan P menguntungkan bagi fitoplankton (makanan ikan). Namun,
pada konsentrasi tinggi terjadi pertumbuhan fitoplankton yang berlebihan. Dengan
banyaknya fitoplankton dan tumbuhan air yang tumbuh, menandakan adanya
peningkatan bahan organik. Bahan organik ini didekomposisi oleh bakteri sehingga
mengakibatkan penurunan kadar oksigen dan mengganggu ekosistem perairan.
Pembuangan limbah perikanan yang berlebihan dapat mengubah dinamika
ekosistem perairan. Beberapa organisme pemakan bangkai mungkin mendapatkan
manfaat dari sisa-sisa ikan ini, tetapi jika terlalu banyak limbah ikan dilepaskan, ini
dapat mengganggu rantai makanan dan merusak ekosistem. Selain itu, limbah
perikanan yang tidak dikelola dengan baik dapat menjadi tempat berkembang biak
bagi bakteri dan patogen, yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit pada ikan
dan organisme lain di perairan.
Untuk mengurangi dampak negatif limbah ikan rucah pada kesehatan
lingkungan, penting untuk menerapkan praktik pengelolaan yang baik, seperti
pengolahan limbah ikan yang tepat, pengomposan, atau penggunaan sebagai bahan
pakan ternak atau pupuk, serta menjadi bahan baku dalam pembuatan konsentrat
protein. Selain itu, regulasi lingkungan dan pendidikan masyarakat juga dapat
membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah ikan yang
bertanggung jawab.
III. KESIMPULAN

Pada hakikatnya limbah sangat merugikan banyak aspek di dalam kehidupan


makhluk hidup terutama limbah peternakan dan perikanan yang makin lama makin
banyak sehingga dibutuhkan suatu usaha untuk menekan atau mengurangi limbah
tersebut Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknologi atau ilmu pengetahuan yang
dapat digunakan dalam penanganan limbah sehingga mengurangi pencemaran
lingkungan dan limbah tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Limbah ikan rucah
memiliki potensi besar dan kurangnya perhatian terhadap limbah ikan rucah. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu pengolahan limbah ikan rucah menjadi suatu yang
bermanfaat bagi orang banyak.
Limbah ikan rucah ini dapat diolah menjadi konsentrat protein sehingga dapat
memberikan nilai tambah pada hasil tangkapan ikan. Didukung dengan permintaan
pasar yang tinggi dan ketersediaan bahan yang sangat melimpah menjadikan
produk konsentrat protein dari ikan curah sangat potensial untuk dikembangkan di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Amoo, I. A., O.O. Adebayo, and A.O. Oyeleye. 2006. Chemical evaluation of
winged beans (Psophocarous tetragonolabus), Pitanga cherries (Eugenia
uniflora) and Orchid fruit (Orchid fruit myristica) African. J. Food
Agricultural Nutrition Development; 2:1-12.

Badan Pusat Statistik. 2016. Hasil Tangkapan Ikan Rucah. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.

Ibrahim, M. 2009. Evalution of Production and Quality of Salt-Biscuits


Supplemented with Fish Protein Concentrate. World Journal Diary Food
Science; 4(1): 28-31.

Koesoemawardani, D. & Nurainy, F. 2008. Karakterisasi Konsentrat Protein Ikan


Rucah. Prosiding. Seminar Nasional Sains dan Teknologi- II. November 17-
18. Universitas Lampung.

Murtidjo, B. A. 2001. Beberapa Metode Pengolahan Tepung Ikan. Kanisius,


Yogyakarta.

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia. 1997. Keputusan


Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 tentang
Prosedur Limbah Impor Pasal 1.

Nurjanah S. 2008. Identifikasi Steroid Teripang Pasir (Holothuria scabra) dan


Bioassay Produk Teripang sebagai Sumber Aprodisiaka Alami dalam Upaya
Peningkatan Nilai Tambah Teripang [disertasi]. Bogor. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.

Utomo, N. B. P., Susan dan M. Setiawati. 2013. Peran tepung ikan dari berbagai
bahan baku terhadap pertumbuhan lele sangkuriang Clarias sp. Jurnal
Akuakultur Indonesia; 12 (2): 158 - 168.

Victoria, A. O. 2019. Kementerian KKP Keluhkan Generasi Milenial Tak Tertarik


Bidang Perikanan. Diakses dari
https://katadata.co.id/berita/2019/10/12/kementerian-kkp-keluhkanmilenial-
tak-tertarik-bidang perikanan/

Anda mungkin juga menyukai