Anda di halaman 1dari 120

Berikut tips yang ditawarkan, mudah-mudahan dapat membantu menyelesaikan masalah hitungan (statistik)

anda.

1 Apakah percobaan dilaksanakan untuk mendapatkan koefisien efek faktor


perlakuan? Jika ya ke (a), jika tidak ke 4
(a) percobaan dapat dirancang secara regresi & korelasi, lanjut ke 2

2 Apakah koefisien efek tersebut akan digunakan hanya untuk memperlihatkan hasil
perlakuan yang diinginkan? Jika ya ke (b), jika tidak ke 3
(b) perlakuan dirancang secara linier

3 Apakah percobaan juga dimaksudkan untuk menentukan titik optimum efek faktor
perlakuan? Jika ya ke (c), jika tidak ke 2
(c) perlakuan dirancang secara kuadratik

4 Apakah tujuan percobaan adalah untuk mendapatkan signifikansi efek perlakuan


dan perlakuan optimum? Jika ya ke 5, jika tidak ke 1

5 Apakah faktor yang diteliti tunggal? Jika ya ke 6, jika lebih dari 1 ke 12

6 Apakah percobaan dilakukan di lingkungan homogen, seperti di laboratorium atau


rumah kaca? Jika ya ke 7, jika tidak ke 8

7 Apakah jumlah ulangan tiap perlakuan sama? Jika ya ke (d), jika tidak ke (e)
(d) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Acak Lengkap seimbang
(balance-Completely Randomized Design)
(e) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Acak Lengkap tak
seimbang (unbalance-CRD)

8 Apakah percobaan dilakukan di lapangan? Jika ya ke 9, jika tidak ke 6

9 Apakah media/areal percobaan mempunyai 1 sumber keragaman diluar


perlakuan? Jika ya ke 10, jika tidak ke 11

10 Apakah jumlah kelompok lengkap? Jika ya ke (f), jika tidak ke (g)


(f) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Acak Kelompok seimbang
(balance-Randomized Block Design)
(g) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Acak Kelompok tak
seimbang (unbalance-RBD)

11 Apakah jumlah perlakuan = jumlah baris/kolom? Jika ya ke (h), jika tidak ke 9


(h) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Acak Kuadrat Latin (Latin-
Square Design)

12 Apakah faktor percobaan ganda (2 faktor)? Jika ya ke 13, jika tidak ke 19

13 Apakah percobaan dilakukan di lingkungan homogen? Jika ya ke 14, jika tidak ke


15

14 Apakah jumlah ulangan sama? jika ya ke (i), jika tidak ke (j)


(i) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial
seimbang (balance-Completely Factorial Randomized Design)
(j) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial tak
seimbang (unbalance-CFRD)

15 Apakah ada faktor penelitian yang lebih penting? Jika ya ke 17, jika tidak ke 16

16 Apakah jumlah kelompok sama? jika ya ke (k), jika tidak ke (l)


(k) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial
seimbang (balance-Randomized Factorial Block Design)
(l) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial
tak seimbang (unbalance-RFBD)

17 Apakah interaksi lebih penting dari kedua faktor utama? Jika ya ke (m), jika tidak
ke 18
(m) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Petak Teralur (Strip Plot
Design)

18 Apakah penelitian mempunyai sumber keragaman diluar perlakuan? Jika satu ke


(n), jika lebih dari satu ke (o)
(n) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot
Design)
(o) pola percobaan yang cocok adalah Rancangan Kelompok Terbagi (Split
Plot Design)

19 Untuk penelitian yang memiliki faktor 3 atau lebih, dapat mengkombinasikan faktor-
faktor tersebut diatas.
PRINSIP DASAR
PERANCANGAN PERCOBAAN

Pada tahap awal dalam perancangan percobaan akan kita ulas tentang perencanaan
suatu percobaan dalam hubungannya dengan sasaran, analisis dan efesiensinva.

Jikalau kita menerima kenyataan bahwa pengetahuan baru paling sering diperoleh
melalui analisis dan interpretasi data dengan cara seksama, maka diperlukan suatu
usaha yang cukup dan pikiran yang mernadai. Konsentrasi pemikiran diperlukan pada
tahap perencanaan pengumpulan data agar informasi yang diperoleh maksimum
dengan biaya dan surnber daya yang digunakan seminimum mungkin. Dengan
demikian, usaha dalam merancang percobaan yang efisien merupakan fungsi yang
paling utama untuk memperoleh nilai dugaan tak bias bagi nilai tengah perlakuan,
beda antara nilai tengah, dan galat percobaan.

Apakah Perancangan Percobaan itu ?


Perancangan percobaan adalah suatu uji atau sederetan uji, baik itu menggunakan
statistika deskripsi maupun statistika inferensia, yang bertujuan untuk mengubah
peubah input menjadi suatu output yang merupakan respon dari percobaan tersebut.
Adapun ilustrasinya dapat dibuat sebagai berikut:

Input PROSES Output

- Metode
- Mesin
- Material
Tujuan Suatu Percobaan
Dalam merancang suatu percobaan, tuliskan tujuan secara jelas, dapat juga dalam bentuk
pertanyaan yang harus diperoleh jawabnya, hipotesis yang hendak diuji, dan pengaruh
yang hendak diuji.

Adapun tujuan secara umum dari suatu perancangan percobaan ini adalah:
1.Memilih peubah terkendali (X) yang paling berpengaruh terhadap respon (Y)
2.Memilih gugus peubah X yang paling mendekati nilai harapan Y
3.Memilih gugus peubah X yang menyebabkan keragaman respon (σ2) paling kecil
4.Memilih gugus peubah X yang mengakibatkan pengaruh peubah tak terkendali paling
kecil.

Prinsip Dasar Percobaan


Dalam suatu perancangan percobaan, data yang dianalisis statistika dikatakan sah atau
valid apabila data tersebut diperoleh dari suatu percobaan yang memenuhi tiga prinsip
dasar yaitu:

1. Harus ada ulangan, yaitu pengalokasian suatu perlakuan tertentu terhadap


beberapa unit percobaan pada kondisi yang seragam.

Contoh: Suatu percobaan pemberian pupuk KCl dengan tiga dosis berbeda
150 kg/ha, 300 kg/ha dan 450 kg/ha. Masing-masing dosis KCI tersebut
diterapkan pada r unit percobaan. Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
Pengulangan bertujuan untuk:
a. Menduga ragam, dari galat percobaan
b. Menduga galat bake (standard error) dari rataan perlakuan
c. Meningkatkan ketepatan percobaan
d. Memperluas presisi kesimpulan percobaan yaitu melalui pemilihan dan
penggunaan satuan-satuan percobaan yang lebih bervariasi.

2. Pengacakan, yaitu setiap unit percobaan harus memiliki peluang yang sama
untuk diberi suatu perlakuan tertentu. Pengacakan perlakuan pada unit-unit
percobaan dapat menggunakan tabel bilangan acak, sistem lotere secara manual
atau dapat juga menggunakan komputer.

3 . P e n g e n d a l i a n l i n g k u n g a n ( l o c a l c o n t r o l ) , ya i t u u s a h a u n t u k
mengendalikan keragaman yang muncul akibat keheterogenan kondisi lingkungan.
Usaha-usaha pengendalian lingkungan yang dapat dilakukan yaitu dengan
melakukan pengelompokan (blocking) satu arah, dua arah, maupun multi arah.
Pengelompokan dikatakan baik jika keragaman di dalam kelompok lebih
kecil dibandingkan dengan keragaman antar kelompok. Untuk mencapai
kondisi tersebut maka kelompok yang dibentuk harus tegak lurus dengan arah
keragaman unit percobaan.

Pembuatan kelompok biasanya lebih didasarkan pada kondisi atau karakteristik obyek
percobaan yang digunakan dengan syarat kelompok tidak berinteraksi dengan
perlakuan. Tujuan dari pengelompokan adalah untuk mereduksi pengaruh dari peubah-
peubah yang tak terkendali.

Beberapa Istilah dalam Suatu Percobaan


Ada beberapa istilah dalam perancangan percobaan yang harus dikenal antara lain:
1. Perlakuan (Treatment)
Perlakuan merupakan suatu prosedur atau metode yang diterapkan pada unit
percobaan. Prosedur atau metode yang diterapkan dapat berupa pemberian
jenis pupuk yang berbeda, dosis pemupukan yang berbeda, jenis varietas yang
digunakan berbeda, pemberian jenis pakan yang berbeda, kombinasi dari semua
taraf-taraf beberapa faktor dan lain-lain.

Contoh:
Seorang peneliti agronomi melakukan percobaan pada tanaman jagung
varietas Arjuna. Jarak tanam diatur berbeda-beda yaitu 20 x 30 cm2, 30 x 30 cm2,
dan 30 x 40 cm2. Jenis pupuk yang diberikan selama penelitian adalah pupuk
campuran NPK dengan dosis 100 kg/ha, 200 kg/ha, 300 kg/ha, dan 400
kg/ha. Untuk semua unit percobaan dilakukan penyiangan sebanyak 2 kali
yaitu pada umur 3 minggu setelali tanam (mst) dan 5 mst.

Dari contoh di atas maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang


diterapkan oleh peneliti tersebut adal ah jarak tana m dan dosis
pemupukan NPK. Sedangkan penyiangan dan varietas bukan perlakuan.

Perlakuan berdasarkan nilai-nilai yang dicobakan dapat dibedakan menjadi


dua yaitu perlakuan kuantitatif dan kualitati`. Perlakuan kuantitati f
yaitu perl akuan ya ng nilai -nilain ya merupakan h asil pengukuran
(interval dan rasio), misal dosis NPK 100, 200, 300 dan 400 kg/ha.
Sedangkan perlakuan kualitatif yaitu perlakuan yang nilai -nilainva
merupakan kelas-kelas atau kategori (nominal dan ordinal), seperti jenis
varietas padi IR36, IR64 dan lain-lain.

Berdasarkan cara pemilihan perlakuan, perlakuan dapat dibedakan menjadi


dua yaitu perlakuan acak (random) dan perlakuan tetap (Exec). Perlakuan
dikatakan acak jika perlakuan-perlakuan yang dicobakan dipilih secara
acak dari populasi perlakuan. Sedangkan perlakuan tetap adalah perlakuan-
perlakuan di dalam percobaan ditentukan secara subvektif oleh si peneliti
dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Misal suatu percobaan
menggunakan varietas sebagai perlakuan. jumlah varietas yang akan
dicobakan sebanyak 5 varietas. Dar i informasi diketahui bahwa jumlah
varietas yang ada ialah sebanyak 100 varietas. Untuk memilih 5 varietas
dari 100 varietas yang ada, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu memilih
secara acak atau memilih berdasarkan pertimbangan tertentu. Jika varietas
dipilih secara acak, maka perlakuan ini disebut perlakuan acak, tetapi jika
ditentukan secara subyektif maka perlakuannya disebut tetap.

Pengertian acak atau tetap secara proses dapat dipahami sebagai berikut: jika
perlakuan acak berarti pengulangan perco baan akan terbuka
kemungkinan mendapatkan perlakuan yang berbeda dan sudah barang tentu
kesimpulan yang akan diperoleh juga berbeda. Berbeda halnya d e n ga n
p e r l a k u a n t e t a p d i m a n a p e n gu l a n ga n p e r c o b a a n a k a n menghasilkan
perlakuan-perlakuan yang sama dengan p ercobuar sebelumnya sehingga
kesimpulan yang diperoleh juga diharapkan sama.

2. Unit percobaan
Unit percobaan adalah unit terkecil dalam suatu percobaan yang diberi suatu
perlakuan. Unit terkecil ini bisa berupa petak lahan, individu, sekandang
ternak dan lain-lain tergantung dari bidang penelitian yang sedang dipelajari.
Dari contoh sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa unit percobaannya
adalah kumpulan tanaman dalam petak lahan dengan ukuran tertentu. Hal ini bisa
disimpulkan berdasarkan perlakuan yang diberikan, yaitu jarak tanam dan
pemupukan. Kita bisa mengatur jarak tanam yang diinginkan jika kit a
punya beberapa tanaman. Kumpulan dari beberapa tanaman ini tentunya
membutuhkan petak lahan yang memadai untuk penanaman tanaman-tamunan
tersebut. Dengan demikian, perlakuan jarak tanam diberikan terhadap sekumpulan
tanaman yang ditanam pada petak lahan.
3 Satuan Amatan
Satuan amatan adalah anak gugus dari unit percobaan tempat dimana respon
perlakuan diukur. Jika pada kasus sebelumnya respon yang akan diamati adalah
produksi maka satuan amatannya adalah unit percobaan itu sendiri, tetapi jika
respon yang diukur adalah tinggi tanaman maka satuan amatannya adalah satu
tanaman jagung di dalam unit percobaan.

4 Faktor
Faktor adalah peubah bebas yang dicobakan dalam percobaan sebagai penyusun
struktur perlakuan. Peubah bebas yang dicobakan dapat berupa peubah
kualitatif maupun peubah kuantitatif. Misal faktor kualitatif yaitu jenis pupuk,
metode belajar, jenis varietas, dan lain-lain, sedangkan contoh faktor kuantitatif yaitu
dosis pupuk, radiasi, intensitas sinar (naungan) dan lain-lain.

Perlakuan dapat disusun oleh beberapa faktor atau variabel bebas. Misal perlakuan
disusun oleh jenis varietas dan dosis pemupukan (dua faktor).

5. Taraf (Level)
Taraf adalah nilai-nilai dari peubah bebas (faktor) yang dicobakan dalam percobaan.
Misal, faktor jenis varietas dibedakan menjadi 3 taraf yaitu var A, var B dan var
C atau faktor dosis pupuk dibedakan menjadi 4 taraf yaitu 0 kg/ha, 100 kg/ha,
200 kg/ha, dan 300 kg/ha

Klasifikasi Rancangan Percobaan (Classification of Experimental Design)


Suatu rancangan percobaan merupakan satu kesatuan antara rancangan
perlakuan, rancangan lingkungan, dan rancangan pengukuran. Rancangan perlakuan
merupakan rancangan yang berkaitan dengan bagaimana perlakuan-perlakuan
tersebut dibentuk. Komposisi dari suatu perlakuan dapat dibentuk dari satu
faktor, dua faktor, atau lebih. Penyusunan perlakuan sangat bergantung pada
fokus dari penelitian yang akan dilakukan.

Rancangan lingkungan merupakan rancangan yang berkaitan dengan bagaimana


perlakuan-perlakuan tersebut ditempatkan pada unit -unit percobaan. Penempatan
perlakuan pada unit percobaan dapat diacak secara langsung terhadap seluruh unit
percobaan atau bisa juga diacak pada setiap blok-blok percobaan. Pemilihan metode
pengacakan ini didasarkan pada kondisi dari unit-unit percobaan yang digunakan
dalam penelitian.

Rancangan pengukuran merupakan rancangan yang membicarakan 'tentang bagaimana


respon percobaan diambil dari unit-unit percobaan yang diteliti. Sebagai misal
pengukuran luas permukaan daun dari suatu tanaman, untuk memperolch ukuran luas
permukaan daun diperlukan suatu teknik pengukuran yang bisa dipertahankan secara
umum. Salah satu cara yang mungkin dilakukan yaitu dengan menggunakan kertas
milimeter dimana sketsa daun dipetakan pada kertas milimeter kemudian dihitung
jumlah kotak yang tersarang dalam sketsa tersebut. Banyak kotak yang diperoleh
merupakan luas dari daun tersebut dalam satuan mm 2 . Disamping kasus tersebut
banyak lagi kasus-kasus lain yang memerlukan suatu rancangan dalam pengukuran
respon dari suatu percobaan.

Secara garis besar rancangan. percobaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Rancangan perlakuan
a. Satu. Faktor
b. Dua Faktor
 Faktorial
- Bersilang
- Tersarang
 Split plot
 Split blok
c. Tiga Faktor atau lebih
 Faktorial
- Bersilang
- Tersarang
- Campuran (bersilang sebagian dan tersarang sebagian)
 Split-split plot
 Split-split blok

2. Rancangan lingkungan
 Rancangan acak lengkap (RAL)
 Rancangan acak kelompok lengkap (RAKL)
 Rancangan bujur sangkar Latin (RBSL)
 Rancangan Lattice
 Lattice seimbang
 Triple Lattices
 Quadruple Lattices

Penamaan suatu rancangan merupakan kombinasi dari rancangan perlakuan dan


rancangan lingkungan yang digunakan. Sebagai contoh jika perlakuan dibentuk dari
semua kombinasi taraf-taraf dua faktor sedangkan pengalokasian perlakuan diacak pada
setiap blok-blok unit percobaan maka rancangan tersebut disebut Faktorial RAK.

Contoh lain jika perlakuan dibentuk dari semua kombi nasi taraf-taraf dua
faktor sedangkan pengalokasian perlakuan dilakukan sebagai berikut: pada tahap,
awal taraf-taraf faktor pertama diacak pada setiap blok-blok unit-unit percobaan,
selanjutnya taraf-taraf faktor kedua diacak pads setiap taraf faktor pertama, maka
rancangan ini disebut rancangan Split-plot RAK.
RANCANGAN ACAK LENGKAP(RAL)

Syaratnya adalah hanya ada satu peubah bebas (independent variable) yang disebut
perlakuan, jadi tidak ada peubah lain selain perlakuan yang mempengaruhi respons hasil
penelitian (dependent variable).

Model Matematis
Yij = µ + Pi + єij
i = 1, 2, 3,…………,p dan j = 1, 2, 3,…………,u
Disini :
Yij : Pengamatan perlakuan ke-i dan ulagan ke-j
µ : Rataan Umum
Pi : Pengaruh perlakukan ke-i
Єij : Galat perlakuan ke-I dan ulangan ke-j

p u _ 2 p u 2
(y..)
Jumlah Kuadrat Total   (yij - y.. )   yij2  __
i 1 j 1 i 1 j 1 pu

p u _ _ 2 p 2
2 (y..)
Jumlah Kuadrat Perlakuan   (yi. - y.. )  1/u yi.  __
i 1 j 1 i 1 pu

p u _ 2 p u _ _ _ 2
Jumlah KuadratGalat   (yij - yi. )  [(yij - y.. )  (yi. - y.. )]
i 1 j 1 i 1 j 1

JK Galat = JK Total – JK Perlakuan

Tabel Data (Umpama : p = 4 dan u = 5)


Ulangan Perlakuan (i) Total
(j) 1 2 3 4 (y,j)
1 y11 y21 y31 y41 y.1
2 y12 y22 Y32 Y42 y.1
3 y13 y23 y33 y43 y.1
4 y14 y24 y34 y44 y.1
5 y15 y25 y35 y45 y.1
Total (yi.) y1. y2. y3. y4. y.1
Rataan(ỹi.) ỹ1. ỹ2. ỹ3. ỹ4. ỹ.,
Tabel Daftar Sidik Ragam.
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hi- F Tabel
Keragaman 0.05 0.01 P
Bebas Kuadat Tengah tung
Perlakuan (p-1) JK P JKP/(p-1)=P P/G
Galat p(u-1) JK G JKG/p(u-1)=G
Total (pu – 1) JK T

 Jika F Hitung (P/G) < F Tabel ( 0,05; DB Perlakuan, DB Galat)) maka H0


diterima (P>0.05), hal ini berarti Perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05).
 Jika F Hitung (P/G) ≥ F Tabel ( 0,05; DB Perlakuan, DB Galat)) maka H0 ditolak
(P<0.05), hal ini berarti Perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05).
 Jika F Hitung (P/G) ≥ F Tabel ( 0,01; DB Perlakuan, DB Galat)) maka H0 ditolak
(P<0.01), hal ini berarti Perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01).

Teladan 1.
Seorang peneliti ingin mengetahui pengaruh lama desinfeksi H2O2 terhadap log
jumlah bakteri E coli pada limbah RPH dengan dosis 30% . Untuk tujuan tersebut
dilakukan penelitian dengan lama desinfeksi 0, 2, 4 dan 8 jam dengan ulangan masing-
masing sebanyak 5 kali.

Tabel Data Jumlah E. coli (Log E. coli)


Ulangan Lama Desinfeksi (i) dalam jam Total
(j) 0 2 4 6 (y,j)
1 6.88 5.78 5.62 4.73 23.01
2 6.87 5.71 5.51 4.80 22.89
3 6.75 6.07 5.58 4.86 23.26
4 6.82 6.02 5.60 4.85 23.29
5 6.78 5.95 5.52 4.88 23.13
Total (yi.) 34.10 29.53 27.83 24.12 115.58
Rata-rata 6.82 5.91 5.57 4.82 5.78
SD 0.0561 0.1550 0.0488 0.0602 0.0911
Perhitungan :

4 5 2
(y..)
JK Total    yij2  __
i 1 j 1 pu
JK Total = 6.882 + 6.872 + 6.752 +…………………+ 4.882 - (115.58)2/(4x5)
= 678.3556 – 667.9368 = 10.4188

4 2
2 (y..)
JK Perlakuan  1/u yi.  __
i 1 pu
JK Perlakuan = 1/5(34.102 + 29.532 + 27.832 + 24.122 ) – (115.58)2/(4x5)
= 578.2228 – 667.9368 = 10.2660

JK Galat = JK Total – JK Perlakuan


= 10.4188 – 10.2660 = 0.1327

Daftar Sidik Ragam

Sumber Jumlah Kuadrat F Tabel


DB F. Hi-tung 0.05 0.01 P
Keragaman Kuadrat Tengah
Lama D 3 10.2860 3.42867 413.22** 3.24 5.29 <0.01
Galat 16 0.1327 0.00830
Total 19 10.4188
Keterangan : ** Lama Desinfeksi Berpengaruh Sangat Nytata (P<0,01).

Kesimpulan :
FH = 413.22> F Tabel 0,01= 5.29, maka H0 ditolak pada taraf 1%. Jadi
Lama desinfeksi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap log jumlah E
coli air limbah RPH.
RANCANGAN ACAK LENGKAP (RAL)
DENGAN ULANGAN TIDAK SAMA

Seperti pada penggunaan RAL pada artikel sebelumnya, sebenarnya rancangan ini tidak
berbeda dalam hal penggunaannya dengan RAL biasa dimana rancangan ini akan tepat
apabila bahan percobaan dan kondisi percobaan anda bersifat HOMOGEN. Juga apabila
jumlah perlakuan anda terbatas.

Prosedur pengacakan dan tata letak rancangan tidak berbeda dengan RAL ulangan sama,
yang membedakan hanyalah jumlah ulangan yang tidak sama untuk setiap perlakuan.
Untuk itu saya tidak membahas lebih lanjut bagaimana tata cata pengacakan dan tata
letaknya disini dan anda dapat mempelajarinya disini.

Untuk lebih jelasnya akan saya ilustrasikan satu contoh hasil data pengamatan dari suatu
percobaan berikut ini :

Analisis Ragam dalam RAL dengan ulangan yang tidak sama adalah sebagai berikut :
Rumus-rumus perhitungannya :
a) Menghitung Jumlah Kuadrat :
b) Menghitung Kuadrat Tengah :
Sebelumnya anda tentukan terlebih dahulu derajad bebas galat (db) dari masing-
masing sumber keragaman sebagai berikut :
 db perlakuan = (t – 1) = 5-1=4
 db galat = ∑(ni-1)= (3-1)+(3-1)+(4-1)+(2-1)+(4-1) = 11
 db total = ∑(ni)-1=16-1=15

Kemudian hitung kuadrat tengah untuk perlakuan (KTP) dan kuadrat tengah galat
(KTG) sebagai berikut :
c) Menghitung F hitung :

Dan tabel analisis ragamnya (Anova) untuk RAL dengan ulangan yang tidak sama adalah
sebagai berikut :

Dari hasil analisis ragam di atas ternyata perlakuan berpengaruh sangat nyata. Dan
konsekuensinya adalah kita harus melanjutkan untuk menguji perbedaan pengaruh antar
perlakuan.
RANCANGAN ACAK KELOMPOK (RAK)

Tujuan utama dari pengelompokkan pada RAK adalah membuat keragaman di dalam
setiap kelompok minimum dan keragaman antar kelompok dibuat maksimum.
Hal yang perlu anda diperhatikan dalam pengelompokkan tersebut adalah :
1. Faktor yang dikelompokkan bukanlah faktor yang diteliti.
2. Areal percobaan mempunyai pola keragaman yang dapat diduga sehingga dapat
dipilih bentuk petak yang akan diterapkan, antara lain kemiringan lahan, seperti
pada gambar berikut :

Pada lahan yang miring diasumsikan semakin ke bawah kesuburan tanah akan
semakin subur.

Contoh lain adanya saluran irigasi seperti pada gambar berikut :

Asumsinya semakin mendekati saluran irigasi maka semakin subur.

Kondisi lain yang dapat dianggap sebagai kelompok antara lain :


a) Waktu pengamatan (pagi, siang, sore).
b) Alat yang digunakan (buatan A, buatan B, buatan C).
c) Bahan yang digunakan (pupuk pabrik A, pupuk pabrik B, pupuk pabrik C).
d) Pengamat yang mengukur (Si A, Si B, Si C).

Pengacakan dan Tata Letak


Nah, sekarang bagamana cara melakukan pengacakan pada RAK ini?
Untuk memudahkan anda memahaminya saya misalkan suatu penelitian terdiri dari 6
perlakuan yaitu perlakuan A, B, C, D, E, dan F yang diulang masing-masing 4 kali
sehingga terdapat 24 satuan percobaan.

Model Matematis :
Yij = µ + Ki + Pj + єij
i = 1, 2, 3,…………,k dan j = 1, 2, 3,…………,p
Disini :
Yij : Pengamatan Kelompok ke-i dan Perlakuan ke-j
µ : Rataan Umum
Ki : Pengaruh Kelompok ke-i
Pj : Pengaruh Perlakuan ke-j dan
Єij : Galat Kelompok ke-i dan Perlakuan ke-j
Tabel Data (Umpama : p = 6 dan k = 4)

Analisis Ragam dalam RAK:


Rumus-rumus perhitungannya :
a) Menghitung Jumlah Kuadrat :

b) Menghitung Kuadrat Tengah :


Sebelumnya anda tentukan terlebih dahulu derajad bebas galat (db) dari masing-
masing sumber keragaman sebagai berikut :
 db kelompok = (k – 1)
 db perlakuan = (p – 1)
 db galat = ( k - 1) (p – 1)
 db total = (kp – 1)

c) Menghitung F hitung :
Tabel Daftar Sidik Ragam.
F Tabel
SK DB JK KT FH P
0.05 0.01
Kelompok (k-1) JK K JK K/(k-1)=K K/G
Perlakuan (p-1) JK P JKP/(p-1)=P P/G
Galat (k-1)(p-1) JK G JKG/(p-1)(u-1)=G
Total (kp – 1) JK T

 Jika F Hitung (P/G) < F Tabel ( 0,05; DB Perlakuan, DB Galat)) maka H0


diterima (P>0.05), hal ini berarti Perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05).
 Jika F Hitung (P/G) ≥ F Tabel ( 0,05; DB Perlakuan, DB Galat)) maka H0 ditolak
(P<0.05), hal ini berarti Perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05).
 Jika F Hitung (P/G) ≥ F Tabel ( 0,01; DB Perlakuan, DB Galat)) maka H0 ditolak
(P<0.01), hal ini berarti Perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01).

Untuk kelompok hipotesisnya tidak perlu dibuat . Pengujian selanjutnya bila perlakuan
berpengaruh nyata ataui sangat nyata sama dengan RAL.

Teladan 2.
Seorang peneliti ingin mengetahui pengaruh Jenis antibiotika (A, B, C, dan D)
terhadap diameter Zone Bakteri Coliform. Peneltitian ini dilakukan sebanyak 5 kali
setiap minggu sekali

Data yang diperoleh sebagai berikut :


Kelompok Jenis Antibiotika (j) Total
(i) A B C D (yi.)
1 14.50 14.33 13.00 10.00 51.83
2 15.50 15.0 11.00 11.50 53.00
3 16.50 14.00 13.00 10.00 54.00
4 17.00 14.33 12.00 9.50 52.93
5 16.20 12.00 13.00 9.20 50.40
Total 79.70 69.66 62.50 50.20 262.06
Rataan 15.84 13.93 12.50 10.04 13.103
DS(S) 0.9711 1.1396 1.0000 0.8849
2 (y..)2
5 4
J K Total   yij  __
i 1 j 1 5x4
= 14.50 + 14.332 + ....................+ 9.202 – (1/20)(262.062)
2

=3542.278 – 3433.772 = 108.506

2
6
2 (y..)
J K Kelompok  1/4  yi.  __
i 1 5x4
= (1/4)(51.832 +53.002 +54.002 +52.932 +50.402 ) – (1/20)(262.062)
= 3435.629 – 3433.722 = 1.857

4 2
2 (y..)
JK Perlakuan  1/5  y.j  __
j 1 5x 4
= (1/5)(79.70.2 +69.662 +62.502 +50.202 ) – (1/20)(262.062)
= 3526.179 – 3433.722 = 92.407

.JK Galat = JK Total – JK Kelompok - JK Perlakuan


= 108.506 – 1.857 – 92.407 = 14.242

Tabel Daftar Sidik Ragam.


F Tabel
SK DB JK KT FH P
0.05 0.01
TN
Kelompok (5-1)=4 1.857 0.4643 0.39 3.26 3.49 >0.05
Perlakuan (4-1)=3 92.407 30.802 25.95** 5.41 5.95 <0.01
Galat (5-1)(4-1)=12 14.242 1.1867
Total (20–1)=19 108.506

Keterangan :
TN : Tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
** : Berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
Jadi Jenis Antibiotika berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap Zona bakteri
Coliform.
PERCOBAAN FAKTORIAL

Pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan tentang percobaan faktorial.
Beberapa kelebihan Percobaan Faktorial adalah :
1. Dibandingkan dengan percobaan tunggal percobaan factorial lebih efisien dalam
hal pendayagunaan waktu, alat, bahan, tenaga kerja, dan modal yang tersedia
dalam mencapai semua sasaran percobaan-percobaan faktor tunggal sekaligus.
2. Oleh karena setiap tingkat faktor A diterapkan terhadap setiap tingkat faktor B
dan sebaliknya, maka setiap tingkat faktor A atau B akan terulang pada semua
tingkat faktor lainnya (A atau B) yang disebut dengan ulangan tersembunyi,
sehingga dalam percobaan faktorial ini, semua tingkat faktor A atau B akan
diulang sebanyak r ulangan riel dan n ulangan tersembunyi. Hal ini akan
meningkatkan darajat ketelitian pengamatan terhadap pengaruh faktor perlakuan
dalam percobaan.
3. Dapat mengetahui pengaruh bersama (interaksi) terhadap data hasil percobaan.

Rekomendasi Percobaan Faktorial


Target utama dari percobaan faktorial adalah untuk mengetahui pengaruh interaksi,
karena hasil pengamatan dan pengujian terhadap hasil pengaruh interaksi ini manjadi
dasar dalam membuat rekomendasi tentang “apakah faktor-faktor utama harus diterapkan
bersama agar produktivitas lebih baik atau tidak?”. Ada 4 (empat) rekomendasi yang
dapat dibuat, yaitu :
1) Jika Faktor A dan B berpengaruh tidak nyata, tetapi interaksi nyata, maka
rekomendasi hasil percobaan adalah menyarankan agar kedua faktor A dan B harus
diterapkan bersama-sama atau jangan sampai terpisah atau salah satu saja kerena
dapat berakibat buruk terhadap produktivitas. Hasil ini juga menunjukkan bahwa
pengaruh positif ke dua faktor tersebut saling tergantung atau saling mempengaruhi
pengaruh masing-masing terhadap hasil percobaan.
2) Jika faktor utama A dan B kedua-duanya berpengaruh nyata, sedangkan pengaruh
interaksinya berpengaruh tidak nyata, maka rekomendasi hasil percobaan
menyarankan agar faktor A dan B diterapkan secara terpisah atau salah satu saja.
Hasil ini menunjukkan bahwa fungsi faktor A dan faktor B sama saja atau bersifat
antagonis (saling menekan pengaruh masing-masing) sehingga akan merugikan jika
diterapkan bersama-sama.
3) Jika faktor utama A nyata sedangkan pengaruh faktor B tidak nyata atau sebaliknya,
dan interaksi tidak nyata, maka rekomendasi hasil percobaan adalah menyarankan
agar penerapan faktor A saja jika A yang nyata atau B saja jika B yang nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor yang tidak nyata tidak perlu diterapkan, karena tidak
akan meningkatkan produktivitas.
4) Jika salah satu faktor (misalnya A) dan interaksinya (AB) berpengaruh nyata,
sedangkan faktor lain (B) tidak nyata, maka rekomendasinya adalah menyarankan
agar penerapan faktor A saja atau kombinasi A dan B. Hasil ini menunjukkan bahwa
faktor B pengaruhnya ditingkatkan oleh faktor A. Pada kondisi ini interaksi adalah
pengaruh peningkatan faktor A terhadap pengaruh B.

Pengaruh Sederhana, Utama, dan Interaksi


Pemahaman tentang pengaruh sederhana, pengaruh utama, dan pengaruh interaksi dalam
percobaan faktorial wajib anda ketahui sebelum anda menggunakan percobaan faktorial
ini.

Misalkan kita ingin mempelajari pengaruh faktor pemupukan N (Faktor A) yang terdiri
dari dua level, yaitu: 0 kg.ha-1 (a1) dan 60 kg.ha-1 (a2). Dan Faktor varietas (Faktor B),
yang terdiri dari varietas X (b1) dan varietas Y (b2). Dengan demikian kita berhadapan
dengan percobaan faktorial 2x2, yang berarti ada 4 kombinasi perlakuan yang dicobakan,
yaitu: a1b1, a1b2, a2b1, dan a2b2. Data hasil tanaman (kwintal.ha-1) adalah sebagai
berikut:

Berdasarkan data pada tabel di atas, kita dapat menghitung besarnya pengaruh sederhana
(simple effects), pengaruh utama (main effects), dan pengaruh interaksi (interactions
effects) sebagai berikut:

Pengaruh sederhana (simple effects), yaitu pengaruh suatu faktor tertentu pada taraf
tertentu dari faktor lain. Jadi dalam hal ini :
a) Pengaruh sederhana faktor A pada taraf b1 = a2b1 – a1b1 = 40 – 10 = 30. Berarti
pengaruh faktor pemupukan pada varietas X sebesar 30 ku.ha-1.
b) Pengaruh sederhana faktor A pada taraf b2 = a2b2 – a1b2 = 55 – 15 = 40. Berarti
pengaruh faktor pemupukan pada varietas Y sebesar 40 ku.ha-1.
c) Pengaruh sederhana faktor B pada taraf a1 = a1b2 – a1b1 = 15 – 10 = 5. Hal ini
berarti pengaruh faktor varietas tanpa pemupukan sebesar 5 ku.ha-1.
d) Pengaruh sederhana faktor B pada taraf a2 = a2b2 – a2b1 = 55 – 40 = 15. Hal ini
berarti pengaruh faktor varietas pada pemupukan 60 kg.ha-1 sebesar 15 ku.ha-1.

Pengaruh Utama (main effects), merupakan rata-rata dari pengaruh sederhana.


a) Pengaruh Utama Faktor A :

Berarti pengaruh faktor pemupukan N sebesar 35 ku.ha-1.

b) Pengaruh Utama Faktor B :

Berarti pengaruh faktor varietas sebesar 10 ku.ha-1.


Pengaruh interaksi (interactions effects), merupakan rata-rata selisih respons di antara
pengaruh sederhana suatu faktor. Dengan demikian pengaruh interaksi antara pemupukan
dan varietas (AB) sebagai berikut :

Jenis Interaksi Percobaan Faktorial


Ada beberapa jenis interaksi yang mungkin terjadi pada percobaan faktorial, yaitu :
a) Tidak ada interaksi.
Hal ini berarti pengaruh sederhana faktor A tetap pada setiap taraf faktor B atau
sebaliknya. Akibatnya pengaruh sederhana sama dengan pengaruh utamanya
Contoh :

•Pengaruh sederhana dari faktor A dalam taraf N0 = 4,0 – 3,0 = 1,0


•Pengaruh sederhana dari faktor A dalam taraf N1 = 4,5 – 3,5 = 1,0
•Pengaruh sederhana dari faktor B dalam taraf X = 3,5 – 3,0 = 0,5
•Pengaruh sederhana dari faktor B dalam taraf Y = 4,5 – 4,0 = 0,5

•Pengaruh Utama faktor A = ½ (1,0 + 1,0) = 1,0


•Pengaruh Utama faktor B = ½ ( 0,5 + 0,5) = 0,5
AB = ½ (1,0 - 1,0) = 0 dalam bentuk pengaruh sederhana dari A
AB = ½ (0,5 - 0,5) = 0 dalam bentuk pengaruh sederhana dari B

Grafiknya adalah sebagai berikut :

Anda perhatikan grafik di atas. Kenaikan hasil varietas Y seiring dengan


bertambahnya dosis N dan kenaikan hasil varietas X juga seiring dengan
bertambahnya dosis N, tetapi kenaikan hasil salah satu dari varietas tersebut tidak
mempengaruhi kenaikan hasil dari varietas yang lain. Artinya pengaruh masing-
masing varietas berjalan secara sendiri-sendiri.

b) Interaksi Positif
Berarti pengaruh sederhana faktor A berubah pada setiap taraf faktor B atau
sebaliknya, dan atau keduanya.

•Pengaruh sederhana dari faktor A dalam taraf N0 = 4,0 – 3,0 = 1,0


•Pengaruh sederhana dari faktor A dalam taraf N1 = 6,0 – 3,5 = 2,5
•Pengaruh sederhana dari faktor B dalam taraf X = 3,5 – 3,0 = 0,5
•Pengaruh sederhana dari faktor B dalam taraf Y = 6,0 – 4,0 = 2,0

•Pengaruh Utama faktor A = ½ (1,0 + 2,5) = 1,75


•Pengaruh Utama faktor B = ½ ( 0,5 + 2,0) = 1,25

AB = ½ (2,5 - 1,0) = 0,75 dalam bentuk pengaruh sederhana dari A


AB = ½ (2,0 - 0,5) = 0,75 dalam bentuk pengaruh sederhana dari B

Grafiknya adalah sebagai berikut :

Anda perhatikan grafik di atas. Kenaikan hasil varietas Y seiring dengan


bertambahnya dosis N dan kenaikan hasil varietas X juga seiring dengan
bertambahnya dosis N, tetapi kenaikan hasil varietas Y tidak sama dengan kenaikan
varietas X pada taraf yang sama pada dosis N. Artinya pengaruh masing-masing
varietas dipengaruhi oleh adanya perbedaan taraf pada dosis N.

c) Interaksi Negatif
Berarti pengaruh sederhana faktor A menurun dengan meningkatnya taraf faktor B
atau sebaliknya, dan atau keduanya.
•Pengaruh sederhana dari faktor A dalam taraf N0 = 5,5 – 3,0 = 2,5
•Pengaruh sederhana dari faktor A dalam taraf N1 = 4,0 – 3,5 = 0,5
•Pengaruh sederhana dari faktor B dalam taraf X = 3,5 – 3,0 = 0,5
•Pengaruh sederhana dari faktor B dalam taraf Y = 4,0 – 5,5 = -1,5

•Pengaruh Utama faktor A = ½ (2,5 + 0,5) = 1,5


•Pengaruh Utama faktor B = ½ ( 0,5 + (-1,5)) = -0,5

AB = ½ (2,5 - 1,0) = 0,75 dalam bentuk pengaruh sederhana dari A


AB = ½ (2,0 - 0,5) = 0,75 dalam bentuk pengaruh sederhana dari B

Grafiknya adalah sebagai berikut :

Anda perhatikan grafik di atas. Kenaikan hasil varietas Y seiring dengan


bertambahnya dosis N, tetapi hasil varietas X menurun dengan bertambahnya dosis
N. Artinya pengaruh salah satu varietas meningkat seiring dengan meningkatnya
dosis N, tetapi salah satu varietas lainya hasilnya menurun seiring dengan
meningkatnya dosis N.

Percobaan Faktorial dengan Rancangan Dasar RAL


Pada dasarnya percobaan faktorial dengan dasar rancangan RAL tidak lain adalah
percobaan menggunakan RAL sebagai rancangan lingkungannya, sedangkan faktor yang
dicobakan lebih dari satu.

Pengacakan dan Denah Rancangan


Misalkan suatu percobaan agronomis bertujuan ingin mempelajari pengaruh pemupukan
N dan varitas terhadap hasil produksi (diukur dalam kuintal.ha-1). Faktor pemupukan
terdiri dari dua taraf, yaitu: 0 kg N.ha-1 (N0) dan 60 kg N.ha-1 (N1). Faktor varietas
terdiri dari varietas X (v1) dan varietas Y (v2). Sehingga terdapat empat kombinasi
perlakuan. Jadi kombinasi perlakuan yang dicoba adalah:

V1N0 : kombinasi perlakuan varietas X yang tidak dipupuk


V2N0 : kombinasi perlakuan varietas Y yang tidak dipupuk
V1N1 : kombinasi perlakuan varietas X yang dipupuk dengan dosis 60 kg N.ha-1
V2N1 : kombinasi perlakuan varietas Y yang dipupuk dengan dosis 60 kg N.ha-1

Percobaan dilakukan dengan rancangan lingkungan RAL yang masing-masing diulang


sebanyak 5 kali. Sehingga terdapat 20 satuan percobaan.
Model Linear Aditif Percobaan Faktorial dua faktor dengan RAL

Hipotesis
Hipotesis yang diuji untuk model tetap percobaan faktorial adalah :

Analisis Ragam faktorial dalam RAL:


Untuk lebih memudahkan dalam memahaminya, saya gunakan contoh data percobaan
faktorial tentang pengaruh varietas jagung (Faktor A) dan pemupukan Nitrogen (Faktor
B) terhadap produksi tanaman jagung yang menggunakan RAL dengan ulangan sebanyak
lima kali. Faktor varitas terdiri dari 2 taraf, yaitu varitas V1 dan varietas V2. Sedangkan
pemupukan Nitrogen terdiri dari dua taraf, yaitu dosis pemupukan 0 kg N/ha (dinotasikan
dengan N1) dan dosis pemupukan 60 kg N/ha (dinotasikan dengan N2). Data hasil
percobaan seperti pada tabel berikut :
Untuk memudahkan perhitungan, buat tabel perlakuan 2x2 seperti berikut ini :

Pertama anda hitung nilai Faktor koreksi (FK) dan Jumlah Kuadrat (JK) untuk masing-
masing sumber keragaman sebagai berikut :
Selanjutnya anda hitung derajad bebas (db) dari masing-masing sumber keragaman
dimana a = level varietas = 2, b = level Nitrogen = 2, r = ulangan = 5, seperti berikut ini :

db perlakuan = ab – 1 = (2 x 2) – 1 = 3
db Varietas = a – 1 = 2 – 1 = 1
db Nitrogen = b – 1 = 2 – 1 = 1
db Interaksi V x N = (a – 1)(b – 1) = 1 x 1 = 1
db galat = ab(r-1) = (2 x 2)(5-1) = 16
db total = abr – 1 = (2)(2)(5) – 1 = 19

Selanjutnya anda hitung Kuadrat Tengah (KT) untuk masing-masing sumber keragaman
berikut ini :
Lalu anda hitung F hitungnya :
a) Varietas :
b) Nitrogen :

c) Interaksi Varietas x Nitrogen :

Kemudian anda masukan semua hasil perhitungan di atas ke dalam tabel analisis ragam
berikut ini :

Dari hasil Pengujian terlihat bahwa perlakuan interaksi antara Varietas dan Nitrogen
tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung. Sedangkan kedua faktor tunggal yaitu
Varietas dan Nitrogen berpengaruh sangat nyata terhadap produksi jagung.

Anda hitung nilai KK-nya berikut ini :


PERCOBAAN FAKTORIAL
DENGAN RANCANGAN DASAR RAK

Pada dasarnya percobaan faktorial dengan dasar rancangan RAK tidak lain adalah
percobaan menggunakan RAK sebagai rancangan lingkungannya, sedangkan faktor yang
dicobakan lebih dari satu. Yang membedakan rancangan faktorial RAK dengan
rancangan faktorial RAL adalah pada analisis ragamnya dimana dihitung JK
kelompoknya dan perbedaan lain pada cara pengacakan satuan percobaan dilapangan.

Pengacakan dan Denah Rancangan


Nah, sekarang bagamana cara melakukan pengacakan percobaan faktorial pada RAK ini?
Misalkan suatu percobaan faktorial bertujuan ingin mempelajari pengaruh pemupukan N
dan varitas terhadap hasil produksi (diukur dalam kuintal.ha-1). Faktor pemupukan terdiri
dari dua taraf, yaitu: 0 kg N.ha-1 (N0) dan 60 kg N.ha-1 (N1). Faktor varietas terdiri dari
varietas X (v1) dan varietas Y (v2). Sehingga terdapat empat kombinasi perlakuan. Jadi
kombinasi perlakuan yang dicoba adalah:

V1N0 : kombinasi perlakuan varietas X yang tidak dipupuk


V2N0 : kombinasi perlakuan varietas Y yang tidak dipupuk
V1N1 : kombinasi perlakuan varietas X yang dipupuk dengan dosis 60 kg N.ha-1
V2N1 : kombinasi perlakuan varietas Y yang dipupuk dengan dosis 60 kg N.ha-1

Percobaan dilakukan dengan rancangan lingkungan RAK yang masing-masing diulang


sebanyak 5 kali. Sehingga terdapat 20 satuan percobaan.

Langkah pertama, bagi areal percobaan menjadi 5 kelompok yang sama dan masing-
masing kelompok dibagi menjadi 6 petak dan dan letakan perlakuan sesuai dengan
perlakuan yang diberikan seperti pada gambar berikut. Kemudian lakukan pengacakan
terhadap masing-masing kelompok dengan menggunakan tabel bilangan acak. Tabel
bilangan acak ini mungkin berbeda-beda pada beberapa referensi buku. Tapi yang
penting adalah anda menggunakan tabel bilangan acak yang jelas referensinya.
Model Linear Aditif Percobaan Faktorial dua faktor dengan RAK

Hipotesis
Hipotesis yang diuji untuk model tetap percobaan faktorial adalah :
Analisis Ragam faktorial dalam RAK:
Untuk lebih memudahkan dalam memahaminya, saya gunakan contoh data percobaan
faktorial dalam RAK tentang pengaruh varietas jagung (Faktor A) dan pemupukan
Nitrogen (Faktor B) terhadap produksi tanaman jagung yang menggunakan RAL dengan
ulangan sebanyak lima kali. Faktor varitas terdiri dari 2 taraf, yaitu varitas V1 dan
varietas V2. Sedangkan pemupukan Nitrogen terdiri dari dua taraf, yaitu dosis
pemupukan 0 kg N/ha (dinotasikan dengan N1) dan dosis pemupukan 60 kg N/ha
(dinotasikan dengan N2). Data hasil percobaan seperti pada tabel berikut :

Untuk memudahkan perhitungan, buat tabel total perlakuan seperti berikut ini :

Pertama anda hitung nilai Faktor koreksi (FK) dan Jumlah Kuadrat (JK) untuk masing-
masing sumber keragaman sebagai berikut :
Selanjutnya anda hitung derajad bebas (db) dari masing-masing sumber keragaman
dimana a = level varietas = 2, b = level Nitrogen = 2, r = ulangan = 5, seperti berikut ini :
 db Kelompok =r–1=5–1=4
 db perlakuan = ab – 1 = (2 x 2) – 1 = 3
 db Varietas =a–1=2–1=1
 db Nitrogen =b–1=2–1=1
 db Interaksi V x N = (a – 1)(b – 1) = 1 x 1 = 1
 db galat = (r-1)(ab – 1) = (5 - 1)((2 x 2) - 1) = 12
 db total = abr – 1 = (2)(2)(5) – 1 = 19

Selanjutnya anda hitung Kuadrat Tengah (KT) untuk masing-masing sumber keragaman
berikut ini :
Lalu anda hitung F hitungnya :
a) Varietas :

b) Nitrogen :

c) Interaksi Varietas x Nitrogen


Kemudian anda masukan semua hasil perhitungan di atas ke dalam tabel analisis ragam
berikut ini :

Dari hasil Pengujian terlihat bahwa perlakuan interaksi antara Varietas dan Nitrogen
tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung. Sedangkan kedua faktor tunggal yaitu
Varietas dan Nitrogen berpengaruh sangat nyata terhadap produksi jagung.

Pengujian beda pengaruh perlakuan


Sebelum anda melakukan pengujian beda pengaruh perlakuan, anda perhatikan hasil
analisis ragam di atas. Dari hasil analisis ragam terlihat bahwa perlakuan interaksi tidak
berpengaruh nyata sedangkan perlakuan tunggal Varietas dan perlakuan tunggal Nitrogen
berpengaruh sangat nyata, maka konsekuensi logis yang harus anda lakukan adalah
menguji perbedaan pengaruh pada masing-masing perlakuan tunggal tersebut. Dan
karena pengaruh perlakuan interaksinya tidak berpengaruh nyata, maka anda tidak perlu
melakukan pengujian lebih lanjut terhadap perlakuan interaksi tersebut.
Dalam melakukan pengujian terhadap beda pengaruh perlakuan pada percobaan fatorial 2
faktor, anda harus pahami tentang simpangan baku yang digunakan. Apabila anda
menggunakan uji BNT atau uji Dunnet, maka gunakan simpangan baku rata-rata deviasi
yang dirumuskan sebagai berikut :

a) Untuk Faktor A :

b) Untuk Faktor B :

c) Untuk Interaksi A x B :

Apabila anda menggunakan uji BNJ, uji DMRT atau uji Jarak Nyata Student-Newman-
Keuls, maka gunakan simpangan baku rata-rata Umum yang dirumuskan sebagai berikut
:
a) Untuk Faktor A :
b) Untuk Faktor B :

c) Untuk Interaksi A x B :

Oke, kita mulai saja dengan menguji beda pengaruh perlakuan varietas. Dalam hal ini
kita bisa menggunakan uji BNT, BNJ, atau DMRT, untuk ini saya gunakan saja uji BNT
pada 5%. Dan untuk memudahkan pengujian saya buat tabel dua arah dari rata-rata
perlakuan berikut ini :

Baik, yang pertama kita menguji beda pengaruh perlakuan pada perlakuan Varietas.
Prosedur pengujiannya sebagai berikut :

Langkah pertama anda hitung nilai baku BNT5% dimana KT galat = 23,75; db galat =
16; level Perlakuan N (b) = 2, r = 5, Nilai t (16; 0,05) = 2,120 dan α = 0,05. Untuk ini
gunakan simpangan baku rata-rata deviasi untuk faktor A berikut ini :
Pertama anda susun rata-rata perlakuan dari terkecil hingga terbesar dan buat tabel seperti
berikut ini:

Lalu anda lakukan prosedur pengujian BNT dengan memberikan tanda huruf pada nilai
rata-ratanya. Untuk ini saya tidak menjelaskan bagaimana prosedur pengujian Uji BNT
dan cara pemberian hurufnya. Dan anda dapat mempelajari uji BNT terlebih dahulu di
sini.

Dan hasil pengujian adalah seperti pada tabel berikut ini :

Dari hasil pengujian BNT 5% ternyata pada perlakuan V1 dan V2 berbeda nyata (diikuti
oleh huruf yang berbeda), hal ini berarti perlakuan V1 dan V2 memberikan respons yang
berbeda terhadap produksi jagung. Dengan demikian apabila anda ingin mendapatkan
respons hasil yang tinggi, maka sebaiknya anda menggunakan Varietas V2.

Berikutnya kita menguji beda pengaruh perlakuan pada perlakuan pemupukan N.


Prosedur pengujiannya sebagai berikut :
Langkah pertama anda hitung nilai baku BNT5% dimana KT galat = 23,75; db galat =
16; level Perlakuan Varietas (a) = 2, r = 5, Nilai t (16; 0,05) = 2,120 dan α = 0,05. Untuk
ini gunakan simpangan baku rata-rata deviasi untuk faktor B berikut ini :

Pertama anda susun rata-rata perlakuan dari terkecil hingga terbesar dan buat tabel seperti
berikut ini:

Dengan cara yang sama pada pengujian varietas anda lakukan prosedur pengujian BNT
dengan memberikan tanda huruf pada nilai rata-ratanya berikut ini :

Dan hasil pengujian adalah seperti pada tabel berikut ini :

Dari hasil pengujian BNT 5% ternyata pada perlakuan N1 dan N2 berbeda nyata (diikuti
oleh huruf yang berbeda), hal ini berarti perlakuan N1 dan N2 memberikan respons yang
berbeda terhadap produksi jagung. Dengan demikian apabila anda ingin mendapatkan
respons hasil yang tinggi, maka sebaiknya anda menggunakan N2 karena hasilnya lebih
tinggi dibandingkan N1.
KOEFISEN KERAGAMAN

Kali ini saya akan menjelaskan tentang Koefisien Keragaman (KK) dan selanjutnya saya
hanya menyebutnya dengan “KK”. KK bisa diartikan sebagai gambaran tentang seberapa
jauh keragaman yg terdapat di dalam suatu populasi pada suatu percobaan. Nilai KK yg
dianggap baik sampai sekarang belum dapat di bakukan karena banyak faktor yg
mempengaruhinya. Tetapi sebagai gambaran awal adalah jika KK semakin kecil berarti
derajat ketelitian juga semakin tinggi dan semakin tinggi pula validitas atau keabsahan
dari kesimpulan yang diperoleh.

Jika KK terlalu kecil akan menyebabkan terlalu banyak perlakuan-perlakuan yg


menonjol, sebaliknya jika terlalu besar akan menyebabkan tidak adanya perlakuan yg
menonjol. Jadi nilai KK yg baik sebenarnya tidak bergantung pada nilainya berapa, tapi
yang penting KK tersebut dapat menonjolkan suatu pengaruh perlakuan yang menonjol
secara logis. Jadi anda tidak perlu khawatir apabila KK percobaan anda besar katakanlah
di atas 50% bukan berarti percobaan anda gagal, tapi dengan catatan anda bisa
mengungkapan suatu gambaran logis mengapa KK anda demikian.

Namun demikian anda juga harus hati-hati dengan KK percobaan anda. Kalau ternyata
KK percobaan anda terlalu besar nanti dikira orang anda tidak teliti dan cermat atau
sembarangan dalam melakukan percobaan. Tapi di sisi lain kalau ternyata KK percobaan
anda terlalu kecil nanti dikira orang anda melakukan “modifikasi” pada data percobaan
anda. Tapi itu semua dikembalikan kepada anda sendiri sejauh anda bisa menerangkan
secara logis mengapa KK percobaan anda demikian.

Sebagai bahan acuan untuk menilai apakah KK percobaan anda termasuk besar, sedang,
atau kecil, berikut saya cantumkan beberapa kriteria KK menurut Kemas Ali Hanafiah,
yaitu :
a. KK Besar; Jika nilai KK minimal 10% pada kondisi homogen atau 20% pada
kondisi heterogen.
b. KK Sedang; Jika nilai KK minimal 5 - 10% pada kondisi homogen atau 10 - 20%
pada kondisi heterogen.
c. KK Kecil; Jika nilai KK maksimal 5% pada kondisi homogen atau 10% pada
kondisi heterogen.

Ada beberapa faktor yg mempengaruhi Nilai Koefisien Keragaman (KK), yaitu :


a) Heterogenitas bahan, alat, media, lingkungan percobaan. Artinya semakin
heterogen, maka nilai KK semakin besar, begitu sebaliknya.
b) Selang perlakuan; semakin lebar selang perlakuan anda, maka nilai KK percobaan
anda semakin besar, begitu sebaliknya.

Rumus Koefisien Keragaman (KK)

Sebagai contoh, misalkan KT galat percobaan anda 17,85 dan rata-rata umumnya dari
data pengamatan anda 50,73. Maka nilai KK-nya adalah :

Selesai, semoga bermanfaat.


ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM
ANALISIS SIDIK RAGAM

Baik, kali ini saya akan menjelaskan tentang asumsi-asumsi dasar pada analisis ragam
(Anova). Asumsi-asumsi ini kalau boleh saya katakan wajib bagi anda untuk
mengetahuinya sebelum anda menganalisis ragam data pengamatan percobaan anda.
Mengapa demikian?

Biasanya analisis ragam terhadap data pengamatan langsung dilakukan tanpa


memperhatikan apakah data tersebut ”layak” untuk dianalisis atau tidak. Maksud ”layak”
di sini adalah bahwa data pengamatan tersebut telah memenuhi asumsi-asumsi analisis
ragam. Data pengamatan tersebut harus melalui proses pengujian atau pengujian pra-
analisis ragam.

Sekarang anda mungkin bertanya apa konsekuensinya apabila data pengamatan langsung
dianalisis ragam tanpa menguji kelayakan data tersebut?
Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi sebagai konsekuensi apabila data
pengamatan langsung anda analisis ragam tanpa menguji kelayakan data tersebut, yaitu :
a) Keragaman menjadi lebih heterogen.
b) Berpengaruh pada kepekaan hasil pengujian analisis ragam di mana :
 Hasil analisis ragam yang anda lakukan terhadap data sebelum diuji
kelayakannya menunjukkan pengaruh yang sangat nyata, tetapi setelah
asumsi dipenuhi hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh yang nyata saja.
Sebaliknya semula menunjukkan berpengaruh nyata, tetapi setelah asumsi
dipenuhi hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh yang sangat nyata.
 Hasil analisis ragam yang anda lakukan terhadap data sebelum diuji
kelayakannya menunjukkan berpengaruh nyata, tetapi setelah asumsi
dipenuhi hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh tidak nyata. Sebaliknya
semula menunjukkan tidak berpengaruh nyata tetapi setelah asumsi dipenuhi
hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata atau sangat nyata.
Kalau anda tetap melakukan analisis ragam tanpa memeriksa terlebih dahulu apakah data
tersebut memenuhi asumsi-asumsi anasis ragam atau tidak, maka anda akan memperoleh
kesimpulan yang salah karena tidak menggambarkan keadaaan yang sebenarnya terjadi.
Akibatnya kesimpulan anda akan menyesatkan anda sendiri dan bagi peneliti lainnya.
Kalau sudah begini seramkan jadinya?

Nah, sekarang apa saja asumsi-asumsi analisis ragam yang harus anda penuhi tersebut?
Ada 4 asumsi yang harus dipenuhi sebelum anda melakukan analisis ragam, yaitu :
a) Pengaruh Aditif,
b) Kenormalan.
c) Kehomogenan Ragam, dan
d) Kebebasan Galat.

Pengaruh Aditif
Pengaruh perlakuan dan kelompok dikatakan aditif apabila pengaruh perlakuan selalu
tetap pada setiap ulangan atau kelompok dan pengaruh ulangan atau kelompok selalu
tetap untuk semua perlakuan.

Maksud pengaruh aditif di sini adalah bahwa respons yang diterima dari perlakuan yang
anda coba adalah semata-mata akibat pengaruh penambahan perlakuan dan kelompok
pada percobaan anda. Artinya tidak ada penambahan pengaruh yang lain selain perlakuan
dan pengelompokan percobaan anda. Apabila ada penambahan pengaruh yang lain selain
perlakuan dan pengelompokan pada percobaan anda, maka pengaruh perlakuan anda
sudak tidak bersifat aditif lagi tetapi menjadi pengaruh multiplikatif (penggandaan). Jika
anda masing bingung, berikut ini saya ilustrasikan bagamana pengaruh aditif dan
pengaruh multiplikatif tersebut. Biasanya apabila data bersifat aditif, maka data tersebut
mempunyai ragam yang homogen. Sebaliknya apabila data bersifat tidak aditif, maka
data tersebut mempunyai ragam yang heterogen. Artinya data yang tidak memenuhi
pengaruh aditif akan memiliki keragaman galat yang besar. Untuk melihat ragam galat
dari percobaan, anda bisa perhatikan kuadrat tengah (KT) galat pada tabel analisis ragam
anda. Semakin besar KT galat anda, maka akan mengindikasikan semakin besar
keragaman pada percobaan anda.

Misalkan anda melakukan percobaan tentang respons tanaman jagung terhadap


pemberian pupuk N pada percobaan lapang. Beberapa kelompok atau ulangan dari
percobaan anda mungkin kurang respons terhadap pemupukan N dibandingkan perlakuan
tanpa pemberian pupuk sebagai akibat adanya unsur N yang sudah ada di dalam tanah.
Apakah unsur N yang sudah ada di dalam tanah tersebut sudah ada secara alami atau
karena sisa-sisa pemupukan N dari penelitian orang lain sebelum anda.

Pada percobaan jagung tersebut anda tentunya mengharapkan bahwa setiap pemberian
pupuk N ke dalam tanah respons yang diperoleh merupakan hasil dari penambahan pupuk
N dariPada percobaan jagung tersebut anda tentunya mengharapkan bahwa setiap
pemberian pupuk N ke dalam tanah respons yang diperoleh merupakan hasil dari
penambahan pupuk N dari perlakuan anda saja. Namun, jika pemberian pupuk N ke
dalam tanah dari perlakuan anda, sedangkan unsur N yang tersedia di dalam tanah sudah
mencukupi, maka pupuk N yang anda berikan tadi tidaklah merupakan penambahan,
tetapi penggandaan yaitu pupuk N yang berasal dari perlakuan anda dan unsur N yang
sudah ada terlebih dahulu sebelum perlakuan anda. Akibat dari pengaruh penggandaan ini
adalah anda akan kehilangan keterangan yang sebenarnya terjadi pada percobaan anda.

Berikut, saya berikan ilustrasi data pengamatan yang memenuhi asumsi pengaruh aditif :

Pada tabel di atas anda perhatikan terlihat bahwa pengaruh perlakuan tetap pada setiap
ulangan yaitu 60 dan pengaruh ulangan (atau pengaruh kelompok bila anda menggunakan
kelompok) selalu tetap pada semua perlakuan yaitu 20. Bila ini yang terjadi, maka data
tersebut adalah bersifat aditif.
Dan berikut, saya berikan ilustrasi data pengamatan yang tidak memenuhi asumsi
pengaruh aditif :

Pada tabel di atas anda perhatikan terlihat bahwa pengaruh perlakuan tidak tetap pada
setiap ulangan yaitu 60 pada ulangan I dan 50 pada ulangan II. Dan pengaruh ulangan
tidak tetap pada semua perlakuan yaitu 20 pada perlakuan A dan 30 pada perlakuan B.
Bila ini yang terjadi, maka data tersebut adalah bersifat tidak aditif.

Hasil analisis ragam dari data di atas adalah berikut ini :

Bagaimana cara mengatasi agar data yang tidak memenuhi asumsi pengaruh aditif ini
menjadi data aditif. Caranya anda harus melakukan tranformasi data terhadap data
tersebut. Artinya anda harus merubah data asli menjadi data baru sebagai hasil
transformasi. Jenis transformasi apa yang harus anda lakukan? Untuk data yang tidak
memenuhi asumsi pengaruh aditif ini biasanya menggunakan jenis transformasi Log X.
Dari data pada tabel di atas Log 120 = 2,079, Log 100 = 2,000, Log 180 = 2,255, dan Log
150 = 2,176. Berikut hasil transformasi Log X dari data yang tidak memenuhi asumsi
pengaruh aditif tersebut :
Pada tabel di atas anda perhatikan terlihat bahwa pengaruh perlakuan tetap pada setiap
ulangan yaitu 0,176 dan pengaruh ulangan (atau pengaruh kelompok bila anda
menggunakan kelompok) selalu tetap pada semua perlakuan yaitu 0,79. Dengan demikian
data tersebut adalah bersifat aditif.

Berikut hasil analisis ragam dari kedua data di atas :

Dari kedua analisis ragam di atas anda dapat bandingkan. Ternyata hasil analisis ragam
dari data yang sudah memenuhi asumsi pengaruh aditif (data transformasi), kepekaan F
hitungnya (5449,262**) jauh meningkat daripada F hitung pada analisis ragam data yang
tidak aditif (227,46**). Begitu juga dengan keragaman galat percobaannya. Pada data
yang sudah memenuhi asumsi pengaruh aditif, keragaman galat (KT galat = 0,003) jauh
lebih kecil daripada yang tidak memenuhi asumsi (325,00).

Jadi terbuktikan! apabila data berpengaruh aditif akan memiliki keragaman galat yang
kecil. Dan ini mengindikasikan bahwa pengaruh perlakuannya semata-mata karena
tambahan pengaruh perlakuan saja. Ada hubungan antara keaditifan dan kehomogenan
ragam. Data yang berpengaruh aditif biasanya mempunyai ragam yang homogen.

Tetapi anda tidak perlu menggunakan ilustrasi di atas untuk mendeteksi apakah data
percobaan anda berpengaruh aditif atau tidak. Untuk itu, anda hanya memerlukan suatu
uji yang dinamakan Uji Ketakaditifan. Apabila dari hasil Uji Ketakaditifan menunjukkan
aditif, maka anda diperbolehkan langsung melakukan analisis ragam terhadap data anda.
Namun apabila hasil Uji Ketakaditifan menunjukkan bahwa data anda tidak aditif, maka
anda harus melakukan transformasi data dengan transformasi Log X. Uji Ketakaditifan
ini dapat anda pelajari di sini.
Kenormalan
Maksud kenormalan di sini adalah data percobaan harus menyebar secara normal.
Artinya data yang tidak menyebar secara normal tidak layak untuk dianalisis ragam.
Untuk menjadi layak dianalisis ragam, data tersebut harus ditransformasi dulu sehingga
data akan menyebar secara normal. Apa penyebab mengapa data tidak menyebar secara
normal?

Hal yang paling merusak asumsi kenormalan ini adalah apabila anda melakukan
pengacakan (randomization) yang tidak sesuai dengan prinsip pengacakan suatu
rancangan percobaan. Hal ini memungkinkan data akan menyebar secara tidak normal.
Hal lain yang bisa menyebabkan data tidak menyebar secara normal adalah apabila anda
melibatkan tanaman pinggir pada suatu petakan untuk diambil data pengamatannya.
Tanaman yang ada paling pinggir pada petakan akan memberikan respons yang berbeda
terhadap perlakuan yang anda berikan dibandingkan tanaman yang ada di tengah petakan.
Nah, untuk menghindari terjadinya data yang tidak menyebar secara normal, lakukanlah
pengacakan (randomization) yang sesuai dengan prinsip pengacakan suatu rancangan
percobaan dan jangan melibatkan tanaman pinggir dalam pengamatan.

Konsekuensi akibat data yang tidak menyebar normal adalah akan menyebabkan
keputusan yang di bawah duga (under estimate) atau kelebihan duga (over estimate)
terhadap taraf nyata percobaan.

Sebenarnya ada hubungan simultan antara data yang menyebar secara normal dan data
yang mempunyai ragam homogen. Data yang ragamnya homogen akan menyebar secara
normal, tetapi data yang menyebar secara normal tidak selalu mempunyai ragam yang
homogen.

Untuk menguji apakah data percobaan anda menyebar normal atau tidak dapat dilakukan
uji kenormalan dengan uji Khi-Kuadrat. Uji Khi-Kuadrat ini akan saya bahas secara
khusus kemudian.
Kehomogenan Ragam
Ragam yang heterogen merupakan penyimpangan asumsi dasar pada analisis ragam. Data
yang seperti ini tidak layak untuk dianalisis ragam. Artinya untuk bisa dianalisis ragam,
data harus mempunyai ragam yang homogen.

Konsekuensi tidak terpenuhinya asumsi kehomogenan ragam adalah berpengaruh pada


kepekaan hasil pengujian analisis ragam di mana :
- Hasil analisis ragam yang anda lakukan terhadap data sebelum diuji kelayakannya
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata, tetapi setelah asumsi dipenuhi hasil analisis
ragam menunjukkan pengaruh yang nyata saja. Sebaliknya semula menunjukkan
berpengaruh nyata, tetapi setelah asumsi dipenuhi hasil analisis ragam menunjukkan
pengaruh yang sangat nyata.
- Hasil analisis ragam yang anda lakukan terhadap data sebelum diuji kelayakannya
menunjukkan berpengaruh nyata, tetapi setelah asumsi dipenuhi hasil analisis ragam
menunjukkan pengaruh tidak nyata. Sebaliknya semula menunjukkan tidak
berpengaruh nyata tetapi setelah asumsi dipenuhi hasil analisis ragam menunjukkan
pengaruh nyata atau sangat nyata.

Berikut, saya berikan ilustrasi data pengamatan yang tidak memenuhi asumsi
kehomogenan ragam :

Misalkan menganalisis ragam dari data di bawah ini tanpa terlebih dahulu menguji
apakah data tersebut memenuhi asumsi kehomogenan ragam atau tidak. Datanya adalah
berikut ini :
Kemudian anda analisis ragam data tersebut dan hasilnya adalah berikut ini :

Dan anda lanjutkan dengan menguji beda pengaruh perlakuan dengan BNT5% yang
hasilnya adalah berikut ini :

Dari hasil uji BNT 5% menunjukkan bahwa perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah anda percaya begitu saja dengan hasil pengujian
di atas? Padahal data tersebut tidak memenuhi asumsi kehomogenan ragam.
Untuk memenuhi asumsi agar ragam menjadi homogen perlu dilakukan transformasi
data. Bentuk transformasi untuk data yang seperti ini adalah transformasi akar √(X + 0,5).
Berikut ini adalah data hasil transformasi akar √(X + 0,5) :
Dan berikut adalah hasil analisis ragamnya :

Hasil uji beda pengaruh perlakuan dengan BNT5% nya adalah berikut ini :

Untuk memudahkan anda melihat perbedaan kedua analisis ragam tersebut, berikut saya
buat tabel gabungan dari kedua tabel analisis ragam tersebut :

Anda perhatikan hasil analisis ragam di atas. Ternyata begitu data asli ditransformasi dan
kemudian dianalisis ragam, terjadi peningkatan nilai F hitung dari 8,80 menjadi 9,71. Apa
arti peningkatan ini? Artinya dengan dipenuhinya asumsi kehomogenan ragam, berakibat
meningkatnya kepekaan uji nyata (analisis ragam). Perhatikan juga nilai koefisien
keragaman (KK) di mana setelah data ditransformasi terjadi pengurangan KK dari 44%
menjadi 21%. Apa artinya penurunan ini? Penurunan ini menindikasikan bahwa ragam
yang tadinya heterogen berubah menjadi ragam yang homogen.
Begitu juga dengan hasil pengujian beda pengaruh perlakuan seperti pada tabel berikut
ini :

Dari kedua hasil uji beda pengaruh di atas, ternyata setelah asumsi kehomogenan ragam
terpenuhi, perlakuan D yang tadinya berbeda nyata pengaruhnya dengan perlakuan C
menjadi berbeda tidak nyata dengan perlakuan C.

Nah, inilah yang saya maksud dengan kesimpulan yang salah dan akan menyesatkan anda
sendiri maupun peneliti lainnya apabila anda melakukan pengujian tanpa terlebih dahulu
memeriksa apakah data anda memenuhi asumsi kehomogenan ragam atau tidak.

Untuk menguji apakah data percobaan anda memenuhi asumsi kehomogenen ragam atau
tidak dapat dilakukan uji Kehomogenen Ragam dengan uji Kehomogenan Ragam
Bartlett. Uji Bartlett ini akan saya bahas secara khusus kemudian.

Kebebasan Galat
Asumsi kebebasan galat ini biasanya bisa terpenuhi apabila anda sudah melakukan
pengacakan dengan prinsip-prinsip perancangan percobaan terhadap satuan percobaan
anda. Jadi apabila susunan satuan percobaan anda tersusun secara sistematis, maka
kemungkinan asumsi kebebasan galat akan dilanggar.

Oke, berbicara tentang galat, apa galat itu? Galat adalah ”kesalahan” di dalam suatu
percobaan. Setiap percobaan pasti ada galat atau kesalahan. Tapi tunggu dulu,
”kesalahan” yang seperti apa yang dimaksud?
Kesalahan di sini maksudnya adalah kesalahan yang diakibatkan pengaruh acak dari
percobaan .

Kalau kesalahan itu terjadi sebagai akibat pengaruh acak dari percobaan, dengan catatan
pengacakan perlakuan yang anda lakukan sesuai dengan prosedur statistik yang benar,
maka kesalahan tersebut akan dibenarkan atau diterima secara statistik dan kesalahan itu
akan bergerak saling bebas, artinya kesalahan dari suatu pengamatan tidak berkaitan atau
bergantung kepada yang lain. Tetapi apabila anda menempatkan satuan percobaan anda
secara sistematis artinya tidak ditempatkan secara acak, maka akan menyebabkan tidak
terpenuhinya asumsi kebebasan galat. Kalau ini terjadi, maka data percobaan menjadi
tidak layak untuk dianalisis ragam.

Karena dengan pengacakan yang tepat biasanya akan menjamin kebebasa galat
percobaan, maka cara yang paling mudah untuk mendeteksi ketidakbebasan galat adalah
dengan mengamati penataan percobaan anda. Apabila terdapat pola yang sistematis
dalam susunan perlakuan dari satu ulangan ke ulangan lainnya, asumsi kebebasan galat
mungkin akan dilanggar.

Sebagai ilustrasi, berikut ini saya lampirkan contoh pola yang sistematis dalam susunan
perlakuan dari satu ulangan ke ulangan lainnya :

Dari gambar tersebut terlihat penataan suatu rancangan sistematis di mana beberapa
pasangan perlakuan tertentu seperti A dan B selalu bedekatan satu dengan lainnya dalam
semua ulangan dan pasangan B dan E selalu dipisahkan dengan dua petakan. Karena
galat percobaan petak yang berdekatan cenderung serupa daripada yang lebih jauh, maka
galat pada petak A dan B memungkinkan lebih berhubungan dari pada antara petak
perlakuan B dan E.

Untuk menguji asumsi kebebasan galat dari suatu percobaan dapat dilakukan dengan
pendekatan Koefisien Korelasi Pearson. Uji ini akan saya bahas tersendiri kemudian.

Dari keempat asumsi di atas, asumsi yang paling umum dilanggar adalah asumsi
kehomogenan ragam. Apabila asumsi kehomogenan ragam terpenuhi, biasanya asumsi
kenormalan juga terpenuhi. Tetapi apabila data percobaan telah memenuhi asumsi
kenormalan tidak selalu menunjukkan bahwa data tersebut mempunyai ragam yang
homogen.

Jadi kesimpulannya, apabila data pengamatan anda melanggar salah satu dari empat
asumsi di atas, maka anda harus melakukan transformasi data untuk memenuhi asumsi
tersebut.
TRANSFORMASI DATA

Pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan tentang transfomasi data.
Tujuan utama dari taransformasi data ini adalah untuk mengubah skala pengukuran data
asli menjadi bentuk lain sehingga data dapat memenuhi asumsi-asumsi yang mendasari
analisis ragam. Yang perlu anda perhatikan adalah data yang ditampilkan pada laporan
anda tetap data aslinya sedangkan data transformasi hanya untuk membantu anda untuk
membuat data asli memenuhi asumsi-asumsi analisis ragam dan biasanya diletakan di
bagian lampiran.

Disini saya akan menjelaskan tiga jenis transformasi data yang sering digunakan yaitu :a)
Transformasi akar, b) Tansformasi Logaritma, dan c) Transformasi Arcsin.

Transformasi akar
Beberapa buku ada yang menyebutnya dengan transformasi akar kuadrat. Transformasi
akar digunakan apabila data anda tidak memenuhi asumsi kehomogenen ragam. Dengan
kata lain transformasi akar berfungsi untuk membuat ragam menjadi homogen.
Kalau X adalah data asli anda, maka X’ (X aksen) adalah data hasil transformasi anda.
Jadi X = X’.

Apabila data asli anda menunjukkan sebaran nilai antara 0 – 10, maka anda gunakan
transfromasi akar X + 0,5. Dan apabila nilai ragam data anda lebih kecil gunakan
transformasi akar X + 1.

Transformasi akar ini dapat juga anda gunakan untuk data persentase apabila nilainya
antara 0 – 30%. Jika kebanyakan nilainya adalah kecil, khususnya jika ada nilai 0, maka
gunakan transformasi akar X + 0,5 daripada akar X.

Jenis transformasi ini sering digunakan pada data-data hasil pengamatan mengenai
banyaknya tanaman yang abnormal, banyaknya serangga yang tertangkap oleh
perangkap. Data-data yang seperti ini umumnya menyebar mengikuti pola sebaran
poisson. Apa itu sebaran poisson? Disini saya tidak membahas tentang sebaran poisson
karena akan saya bahas secara tersendiri kemudian. Tetapi sebagai gambaran awal
sebaran poisson ini adalah sebaran dari data percobaan yang menghasilkan peubah acak
X yang bernilai numerik misalnya banyak tikus sawah per hektar, banyaknya bakteri
dalam suatu kultur biakan, banyaknya tanaman yang abnormal, dll, yang biasanya
melibatkan jumlah n yang besar. Sebaran poisson dapat juga diartikan sebagai sebaran
peluang yang kemungkinan terjadinya suatu kejadian kecil sekali terjadi atau faktor
kebetulannya sangat besar.

Oke, sebagai contoh penggunaan transformasi akar ini, saya gunakan data hasil
pengamatan dari percobaan pengendalian Helicoverta armigera dengan parasit
Trichogrammatoide armigera pada tanaman kapas. Hasil percobaan berupa populasi H.
armigera pada tanaman umur 90 hari seperti pada tabel berikut ini :

Dan hasil analisis ragam data asli adalah berikut ini :

Hasil pengujian BNT5% terhadap data asli sebagai berikut :


Kemudian lakukan transformasi akar dengan rumus akar X + 0,5. Hal ini karena sebaran
data tersebut kurang dari 10. Misalnya untuk data perlakuan A kelompok I, X = 3, maka
hasil transformasinya adalah akar 3 + 0,5 = 3,5 = 1,87. Dan selanjutnya hingga data pada
perlakuan D kelompok IV.

Berikut ini adalah data hasil transformasi akar dari data asli :

Dan hasil analisis ragam dari data transformasi adalah berikut ini :

Hasil pengujian BNT5% terhadap data transformasi sebagai berikut :


Apabila kedua analisis ragam tersebut digabungkan, maka akan tampak perbedaan hasil
analisis dari kedua data tersebut seperti berikut ini :

Anda bisa perhatikan ternyata setelah data memenuhi asumsi analisis ragam, terdapat
peningkatan nilai F hitung dari 22,07 menjadi 27,52. Dan apabila kedua hasil uji BNT5%
digabungkan, maka akan tampak perbedaan hasil analisis pengujian dari kedua data
tersebut seperti berikut ini :

Dari tabel di atas terlihat adanya perbedaan hasil pengujian antara data asli dengan data
transformasi dimana perlakuan A dan B yang tadinya tidak berbeda nyata tetapi setelah
data memenuhi asumsi analisis ragam terlihat semua perlakuan berbeda nyata satu sama
lainnya. Dalam hal ini tentu saja anda harus menggunakan hasil BNT pada data
transformasi karena hasil itulah yang memberikan keadaan sesungguhnya dari percobaan
anda.

Transformasi Logaritma
Beberapa buku ada yang menyebutnya dengan transformasi Log X. Transformasi
Logaritma digunakan apabila data anda tidak memenuhi asumsi pengaruh aditif. Kalau X
adalah data asli anda, maka X’ (X aksen) adalah data hasil transformasi anda dimana X’
= Log X. Jadi X = X’. Ada beberapa hal yang perlu anda perhatikan dalam penggunaan
transformasi logaritma ini yaitu :
a) Apabila data asli anda menunjukkan sebaran nilai kurang dari 10 atau nilai
mendekati nol, maka anda gunakan transfromasi log X + 1.
b) Apabila data anda banyak mengandung nilai nol, maka sebaiknya gunakan
transformasi yang lain, misalnya transformasi akar.
c) Apabila data anda banyak mendekati nol (misalnya bilangan desimal), maka
semua data dikalikan 10 sebelum dijadikan ke logaritma. Jadi X’ = log (10X).
Misalnya X = 0,12 setelah di taransformasikan X’ akan menjadi X’ = log (10 x
0,12) = 0,079.

Sebagai contoh penggunaan transformasi logaritma ini, saya gunakan data hasil
pengamatan dari percobaan pengendalian Helicoverta armigera dengan penyemprotan
isolat virus dan bakteri pada tanaman kapas. Hasil percobaan berupa populasi H.
armigera per petak seperti pada tabel berikut ini :

Dan hasil analisis ragam data asli adalah berikut ini :


Hasil pengujian BNT5% terhadap data asli sebagai berikut :

Kemudian lakukan transformasi logaritma dengan rumus Log X. Misalnya untuk data
perlakuan Ha NPV-Asb kelompok I, X = 20, maka hasil transformasinya adalah akar Log
20 = 1,30. Dan selanjutnya hingga data pada perlakuan Kontrol kelompok IV.
Berikut ini adalah data hasil transformasi log X dari data asli :

Dan hasil analisis ragam dari data transformasi adalah berikut ini :

Hasil pengujian BNT5% terhadap data transformasi sebagai berikut :


Apabila kedua analisis ragam tersebut digabungkan, maka akan tampak perbedaan hasil
analisis dari kedua data tersebut seperti berikut ini :

Anda bisa perhatikan ternyata setelah data memenuhi asumsi analisis ragam, terdapat
peningkatan nilai F hitung dari 27,84 menjadi 40,11. Dan apabila kedua hasil uji BNT5%
digabungkan, maka akan tampak perbedaan hasil analisis pengujian dari kedua data
tersebut seperti berikut ini :

Dari tabel di atas terlihat adanya perbedaan hasil pengujian antara data asli dengan data
transformasi dimana perlakuan Ha NPV-Asb dan Ha NPV-Tub yang tadinya tidak
berbeda nyata tetapi setelah data memenuhi asumsi analisis ragam kedua perlakuan
tersebut berbeda nyata. Dalam hal ini tentu saja anda harus menggunakan hasil BNT pada
data transformasi karena hasil itulah yang memberikan keadaan sesungguhnya dari
percobaan anda.

Transformasi Arcsin
Beberapa buku ada yang menyebutnya dengan transformasi Angular. Transformasi
Arcsin digunakan apabila data anda dinyatakan dalam bentuk persentase atau proporsi.
Umumnya data yang demikian mempunyai sebaran binomial. Bentuk transformasi arcsin
ini biasa disebut juga transformasi kebalikan sinus atau transformasi arcus sinus. Kalau X
adalah data asli anda, maka X’ (X aksen) adalah data hasil transformasi anda dimana X’
= Arcsin X. Jadi X = X’. Namun, data dalam bentuk persentase tidak mesti harus
menggunakan transformasi arcsin.

Ada beberapa hal yang perlu anda perhatikan dalam penggunaan transformasi arcsin ini
yaitu :
a) Apabila data asli anda menunjukkan sebaran nilai antara 30% - 70%, tidak
memerlukan transformasi.
b) Apabila data asli anda menunjukkan sebaran nilai antara 0% - 30% dan 70% -
100%, maka lakukan transformasi arcsin.
c) Apabila data anda banyak yang bernilai nol, maka gunakan transformasi arcsin
akar (% + 0,5).

Sebagai contoh penggunaan transformasi arcsin ini, saya gunakan data hasil pengamatan
dari percobaan lima macam fungisida A, B, C, D, dan E untuk pengendalian cendawan
Rhizoctinia pada tanaman kenaf. Persentase serangan yang diamati seperti pada tabel
berikut ini :
Dan hasil analisis ragam data asli adalah berikut ini :

Hasil pengujian BNT5% terhadap data asli sebagai berikut :

Karena data menyebar antara 4% - 29%, maka data ditransformasi ke arcsin √ %.


Misalnya untuk data perlakuan A kelompok I, X = 4 atau 0,04, maka hasil
transformasinya adalah arcsin √0,04 = 11,53. Dan selanjutnya hingga data pada perlakuan
El kelompok IV.

Berikut ini adalah data hasil transformasi akar dari data asli :

Dan hasil analisis ragam dari data transformasi adalah berikut ini :
Hasil pengujian BNT5% terhadap data transformasi sebagai berikut :

Apabila kedua analisis ragam tersebut digabungkan, maka akan tampak perbedaan hasil
analisis dari kedua data tersebut seperti berikut ini :

Anda bisa perhatikan ternyata setelah data memenuhi asumsi analisis ragam, terdapat
peningkatan nilai F hitung dari 35,98 menjadi 55,94. Dan apabila kedua hasil uji BNT5%
digabungkan, maka akan tampak perbedaan hasil analisis pengujian dari kedua data
tersebut seperti berikut ini :
Dari tabel di atas terlihat adanya perbedaan hasil pengujian antara data asli dengan data
transformasi dimana perlakuan A dan B yang tadinya tidak berbeda nyata tetapi setelah
data memenuhi asumsi analisis ragam kedua perlakuan tersebut berbeda nyata. Begitu
juga dengan perlakuan D da E. Dalam hal ini tentu saja anda harus menggunakan hasil
BNT pada data transformasi karena hasil itulah yang memberikan keadaan sesungguhnya
dari percobaan anda.
DATA HILANG DALAM RAK

Kali ini saya akan menjelaskan tentang data hilang di dalam rancangan acak kelompok
(RAK). Ada beberapa hal yang menyebabkan hilangnya data dari suatu percobaan, yaitu :

1) Perlakuan yang tidak tepat. Perlakuan yang tidak tepat bisa disebabkan karena
pemberian yang salah kadarnya, pengukuran tidak sah, waktu pemberian yang
tidak tepat, datanya dapat diperlakukan sebagai data hilang hilang. Tetapi ada
pengecualian yaitu apabila perlakuan tidak tepat terjadi disemua ulangan pada
suatu perlakuan. Dalam hal ini apabila si peneliti mempertahankan perlakuan
yang berubah tersebut, semua pengukuran dapat dinyatakan sah apabila perlakuan
dan tujuan perobaan disesuaikan.

2) Kerusakan tanaman percobaan yang diakibatkan oleh selain perlakuan.


Kerusakan tanaman percobaan yang diakibatkan oleh selain perlakuan misalnya
dicuri atau dimakan ternak, maka data percobaan dianggap hilang. Tetapi ada
pengecualian yaitu pada tanaman yang tidak diberi perlakuan (kontrol) pada
percobaan insektisida rusak secara keseluruhan oleh serangga yang dalam
pengawasan yang merupakan akibat logis dari perlakuan sehingga data petakan
tersebut hasilnya nol, maka data seperti ini tidak diperlakukan sebagai data hilang.

3) Data Panenan yang hilang. Misalnya data kandungan protein diambil di setiap
petak dan diolah di laboratorium sebelum data yang diperlukan dicatat. Apabila
ada beberapa bagian contoh yang hilang di antara waktu panen dan saat
pencatatan data sebenarnya karena tidak ada kemungkinan pengukuran data pada
bagian contoh yang sama, sebaiknya dinyatakan sebagai data yang hilang.

4) Data tidak logis. Apabila nilainya terlalu ekstrim (berlebihan) untuk dinyatakan
di dalam batas wajar materi percobaan oleh karena disebabkan salah dalam
menyalin data misalnya, maka data tersebut dapat dinyatakan hilang.
Oke, sebagai contoh dalam memahami bagaimana membangkitkan data yang hilang pada
RAK ini, saya gunakan data pengamatan berikut ini :

Prosedur perhitungannya adalah sebagai berikut :

1) Menduga nilai pengamatan yang hilang :

2) Menghitung faktor koreksi untuk bias (B) :


3) Masukkan nilai Y = 62 ke dalam tabel pengamatan dan lakukan analisis ragam dengan
masing-masing db Total dan db Galat dikurangi 1, dan kurangi JK Perlakuan dan JK
Total dengan nilai bias = 182,53

Dan hasil analisis ragamnya adalah sebagai berikut :

Selesai, semoga bermanfaat.


UJI BEDA NYATA JUJUR (BNJ)

Kali ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menggunakan uji Beda Nyata Jujur atau
sering disebut uji BNJ. Uji BNJ sebenarnya sangat simpel. Untuk menggunakan uji ini,
atribut yang kita perlukan adalah
1) data rata-rata perlakuan,
2) taraf nyata,
3) jumlah perlakuan,
4) derajad bebas (db) galat, dan
5) tabel Tukey untuk menentukan nilai kritis uji perbandingan.

Perlu anda ketahui bahwa uji BNJ ini dilakukan hanya apabila hasil analisis ragam
minimal berpengaruh nyata. Tapi bagaimana kalau hasil analisis ragam tidak berpengaruh
nyata apakah bisa dilanjutkan dengan uji BNJ? Jawabnya bisa. Tapi yang menjadi
pertanyaan selanjutnya adalah apakah perlu menguji perbedaan pengaruh perlakuan jika
ternyata perlakuan yang dicobakan sudah tidak memberikan pengaruh yang nyata?
Bukankah apabila perlakuan tidak berpengaruh berarti perlakuan t1 = t2 = t3 = tn, yang
berarti pengaruh perlakuannya sama. Jadi sebenarnya pengujian rata-rata perlakuan pada
perlakuan-perlakuan yang tidak berpengaruh nyata tidak banyak memberikan manfaat
apa-apa.

Oke, sebagai contoh saya ambil data berikut ini yang merupakan data hasil pengamatan
pengaruh pemupukan P terhadap bobot polong isi (gram) kedelai varitas Slamet.
Percobaan dilakukan dengan rancangan acak kelompok dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh pemupukan P terhadap bobot polong isi kedelai. Data hasil pengamatan adalah
sebagai berikut :
Hasil analisis ragam (anova) dari data di atas adalah berikut ini :

Nah, selanjutnya kita akan menghitung nilai kritis atau nilai baku dari BNJ dengan rumus
berikut:

Untuk mencari nilai q(p, v, α) anda dapat melihatnya pada tabel nilai kritis uji
perbandingan berganda Tukey pada taraf nyata 1% dan 5%. Untuk menentukan nilai q(p,
v, α), harus berdasarkan nilai taraf nyata yang dipilih (misalnya anda menentukan taraf
nyata = 5%), jumlah perlakuan, p (dalam contoh ini jumlah perlakuan, p = 7), dan nilai
derajad bebas (db) galat (dalam contoh ini db galat = 12, lihat angka 12 yang berwarna
kuning pada tabel analisis ragam). Setelah semua nilai sudah anda tentukan, maka
langkah selanjutnya adalah anda menuju tabel nilai kritis uji perbandingan berganda
Tukey. Berikut saya lampirkan sebagian dari tabel tersebut :
Pada tabel tukey di atas, panah yang vertikal berasal dari angka 7 yang menunjukkan
jumlah perlakuan = 7. Sedangkan panah horizontal berasal dari angka 12 yang
menunjukkan nilai derajad bebas (db) galat = 12 pada taraf nyata 5% atau 0,05. Dari
pertemuan kedua panah tersebut didapatkanlah nilai q (7; 12; 0,05) = 4,95.

Langkah berikutnya menghitung nilai kritis BNJ dengan menggunakan rumus di atas
berikut ini :

Anda perhatikan KT galat = 14,97 dan r (kelompok) = 3 (lihat pada tabel analisis ragam)
Langkah selanjutnya adalah menentukan perbedaan pengaruh antar perlakuan. Untuk ini
saya menggunakan kodifikasi dengan huruf. Caranya adalah sebagai berikut :

Susun nilai rata-rata perlakuan dari yang terkecil hingga yang terbesar seperti berikut :

Oke, langkah selanjutnya adalah menentukan huruf pada nilai rata-rata tersebut. Perlu
anda ketahui cara menentukan huruf ini agak sedikit rumit, tapi anda jangan khawatir
asalkan anda mengikuti petunjuk saya pelan-pelan tahap demi tahap. Dan saya yakin
apabila anda menguasai cara ini, saya jamin anda hanya butuh waktu paling lama 5 menit
untuk menyelesaikan pengkodifikasian huruf pada nilai rata-rata perlakuan.

Baik kita mulai saja. Pertama-tama anda jumlahkan nilai kritis BNJ5% = 11,06 dengan
nilai rata-rata perlakuan terkecil pertama, yaitu 17,33 + 11,06 = 28,39 dan beri huruf “a”
dari nilai rata-rata perlakuan terkecil pertama (17,33) hingga nilai rata-rata perlakuan
berikutnya yang kurang dari atau sama dengan nilai 28,39. Dalam contoh ini huruf “a”
diberi dari nilai rata-rata perlakuan 17,33 hingga 26,00. Lebih jelasnya lihat pada tabel
berikut :
Selanjutnya jumlahkan lagi nilai kritis BNJ5% = 11,06 dengan nilai rata-rata perlakuan
terkecil kedua, yaitu 21,00 + 11,06 = 32,06 dan beri huruf “b” dari nilai rata-rata
perlakuan terkecil kedua (21,00) hingga nilai rata-rata perlakuan berikutnya yang kurang
dari atau sama dengan nilai 32,06. Dalam contoh ini huruf “b” diberi dari nilai rata-rata
perlakuan 21,00 hingga 30,67. Lebih jelasnya lihat pada tabel berikut :

Selanjutnya jumlahkan lagi nilai kritis BNJ5% = 11,06 dengan nilai rata-rata perlakuan
terkecil ketiga, yaitu 22,67 + 11,06 = 33,73 dan beri huruf “c” dari nilai rata-rata
perlakuan terkecil ketiga (22,67) hingga nilai rata-rata perlakuan berikutnya yang kurang
dari atau sama dengan nilai 33,73. Dalam contoh ini huruf “c” diberi dari nilai rata-rata
perlakuan 22,67 hingga 30,67. Lebih jelasnya lihat pada tabel berikut :
Sampai disini anda perhatikan huruf c pada tabel di atas. Huruf c tersebut harus anda
abaikan (batalkan) karena sebenarnya huruf c sudah terwakili oleh huruf b (karena
pemberian huruf c tidak melewati huruf b). Berbeda dengan pemberian huruf b
sebelumnya. Pemberian huruf b melewati huruf a sehingga huruf b tidak
diabaikan/dibatalkan.

Langkah selanjutnya jumlahkan lagi nilai kritis BNJ5% = 11,06 dengan nilai rata-rata
perlakuan terkecil keempat, yaitu 26,00 + 11,06 = 37,06 dan beri huruf “c” (karena
pemberian huruf c sebelumnya dibatalkan, maka pemberian dengan huruf c kembali
digunakan) dari nilai rata-rata perlakuan terkecil keempat (26,00) hingga nilai rata-rata
perlakuan berikutnya yang kurang dari atau sama dengan nilai 37,06. Dalam contoh ini
huruf “c” diberi dari nilai rata-rata perlakuan 26,00 hingga 36,00. Lebih jelasnya lihat
pada tabel berikut :
Anda perhatikan huruf c di atas. Karena pemberian huruf c melewati huruf b sebelumnya,
maka pemberian huruf c ini tidak dibaikan/dibatalkan.

Langkah selanjutnya jumlahkan lagi nilai kritis BNJ5% = 11,06 dengan nilai rata-rata
perlakuan terkecil kelima, yaitu 30,67 + 11,06 = 41,73 dan beri huruf “d” dari nilai rata-
rata perlakuan terkecil kelima (30,67) hingga nilai rata-rata perlakuan berikutnya yang
kurang dari atau sama dengan nilai 41,73. Dalam contoh ini huruf “d” diberi dari nilai
rata-rata perlakuan 30,67 hingga 41,00. Lebih jelasnya lihat pada tabel berikut :

Anda perhatikan huruf d di atas. Karena pemberian huruf d melewati huruf c sebelumnya,
maka pemberian huruf d ini tidak dibaikan/dibatalkan. Dan karena pemberian huruf telah
sampai pada nilai rata-rata perlakuan paling besar, maka perhitungan selanjutnya
dihentikan.

Terakhir anda susun kembali nilai rata-rata perlakuan tersebut sesuai dengan
perlakuannya, seperti tabel berikut:
Nah, sekarang bagaimana cara menjelaskan arti huruf-huruf pada tabel diatas?
Prinsip yang harus anda pegang adalah bahwa “perlakuan yang diikuti oleh huruf yang
sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ5%”. Dari hasil pengujian di
atas, perlakuan P2, P3, dan P4 sama-sama diikuti huruf “d” artinya perlakuan P2, P3, dan
P4 tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5%. Dan ketiga perlakuan tersebut
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya

Menentukan Perlakuan Terbaik


Untuk menentukan perlakuan mana yang terbaik, langkah-langkahnya adalah berikut ini:
Langkah pertama anda harus melihat perlakuan mana yang nilai rata-ratanya tertinggi.
Dalam contoh ini perlakuan yang nilai rata-ratanya tertinggi adalah P2.

Langkah kedua anda lihat pada rata-rata perlakuan P2 itu diikuti oleh huruf apa. Dalam
contoh ini perlakuan P2 diikuti oleh huruf “d”.

Langkah ketiga anda lihat rata-rata perlakuan mana saja yang diikuti oleh huruf “d”.
Dalam contoh ini rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf “d” adalah P2 itu sendiri, P3
dan P4.

Langkah keempat anda perhatikan kembali perlakuan P2, P3, dan P4. Dalam contoh ini
perlakuan P2=45,00 kg/ha, P3=67,50 kg/ha, dan P4=90,00 kg/ha.
Sampai di sini anda harus bisa mempertimbangkan secara logis perlakuan mana yang
terbaik. Logikanya seperti ini, apabila perlakuan dengan dosis lebih rendah tetapi
mempunyai mempunyai pengaruh yang sama dengan perlakuan dengan dosis yang lebih
tinggi dalam meningkatkan hasil, maka perlakuan dosis yang lebih rendah tersebut lebih
baik daripada perlakuan dosis yang lebih tinggi di atasnya. Dalam contoh ini perlakuan
P2 lebih baik daripada perlakuan P3 dan P4. Jadi dapat disimpulkan perlakuan P2-lah
yang terbaik.
UJI BEDA NYATA TERKECIL (BNT)

Kali ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menggunakan uji Beda Nyata Terkecil
atau sering disebut uji BNT. Seperti pada uji BNJ, Uji BNT sebenarnya juga sangat
simpel. Untuk menggunakan uji ini, atribut yang kita perlukan adalah 1) data rata-rata
perlakuan, 2) taraf nyata, 3) derajad bebas (db) galat, dan 4) tabel t-student untuk
menentukan nilai kritis uji perbandingan.

Perlu anda ketahui bahwa uji BNT ini dilakukan hanya apabila hasil analisis ragam
minimal berpengaruh nyata. Tapi bagaimana kalau hasil analisis ragam tidak berpengaruh
nyata apakah bisa dilanjutkan dengan uji BNT? Jawabnya bisa. Tapi yang menjadi
pertanyaan selanjutnya adalah apakah perlu menguji perbedaan pengaruh perlakuan jika
ternyata perlakuan yang dicobakan sudah tidak memberikan pengaruh yang nyata?
Bukankah apabila perlakuan tidak berpengaruh berarti perlakuan t1 = t2 = t3 = tn, yang
berarti pengaruh perlakuannya sama. Jadi sebenarnya pengujian rata-rata perlakuan pada
perlakuan-perlakuan yang tidak berpengaruh nyata tidak banyak memberikan manfaat
apa-apa.

Baiklah, sebagai contoh saya ambil data berikut ini yang merupakan data hasil
pengamatan pengaruh pemupukan P terhadap bobot polong isi (gram) kedelai varitas
Slamet. Percobaan dilakukan dengan rancangan acak kelompok dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh pemupukan P terhadap bobot polong isi kedelai. Data hasil
pengamatan adalah sebagai berikut :
Hasil analisis ragam (anova) dari data di atas adalah berikut ini :

Nah, selanjutnya kita akan menghitung nilai kritis atau nilai baku dari BNJ dengan rumus
berikut :

untuk mencari nilai t(α, v) anda dapat melihatnya pada tabel Sebaran t-student pada taraf
nyata α dengan derajad bebas v. Untuk menentukan nilai t(α, v), harus berdasarkan nilai
taraf nyata α yang dipilih (misalnya anda menentukan α = 5%), dan nilai derajad bebas
(db) galat (dalam contoh ini db galat = 12, lihat angka 12 yang berwarna kuning pada
tabel analisis ragam).

Setelah semua nilai sudah anda tentukan, maka langkah selanjutnya adalah anda menuju
tabel Sebaran t-student. Berikut saya lampirkan sebagian dari tabel tersebut :
Pada tabel Sebaran t-student di atas, panah yang vertikal berasal dari angka 0,050 yang
menunjukkan α = 5%. Sedangkan panah horizontal berasal dari angka 12 yang
menunjukkan nilai derajad bebas (db) galat = 12. Dari pertemuan kedua panah tersebut
didapatkanlah nilai t (0,05; 12) = 2,179.

Langkah selanjutnya anda menghitung nilai kritis BNT dengan menggunakan rumus di
atas berikut ini :

Anda perhatikan KT galat = 14,97 dan r (kelompok) = 3 (lihat pada tabel analisis ragam)
Langkah selanjutnya adalah anda menentukan perbedaan pengaruh antar perlakuan.
Untuk ini saya menggunakan kodifikasi dengan huruf. Caranya adalah sebagai berikut :

Susun nilai rata-rata perlakuan dari yang terkecil hingga yang terbesar seperti berikut :

Langkah selanjutnya adalah anda menentukan perbedaan pengaruh antar perlakuan.


Untuk ini saya menggunakan kodifikasi dengan huruf. Caranya adalah sebagai berikut :

Susun nilai rata-rata perlakuan dari yang terkecil hingga yang terbesar seperti berikut :

Oke, langkah selanjutnya adalah menentukan huruf pada nilai rata-rata tersebut. Perlu
anda ketahui cara menentukan huruf ini agak sedikit rumit, tapi anda jangan khawatir
asalkan anda mengikuti petunjuk saya pelan-pelan tahap demi tahap. Dan saya yakin
apabila anda menguasai cara ini, saya jamin anda hanya butuh waktu paling lama 5 menit
untuk menyelesaikan pengkodifikasian huruf pada nilai rata-rata perlakuan.

Baik kita mulai saja. Pertama-tama anda jumlahkan nilai kritis BNT5% = 6,88 dengan
nilai rata-rata perlakuan terkecil pertama, yaitu 17,33 + 6,88 = 24,21 dan beri huruf “a”
dari nilai rata-rata perlakuan terkecil pertama (17,33) hingga nilai rata-rata perlakuan
berikutnya yang kurang dari atau sama dengan nilai 24,21. Dalam contoh ini huruf “a”
diberi dari nilai rata-rata perlakuan 17,33 hingga 22,67. Lebih jelasnya lihat pada tabel
berikut :
Selanjutnya jumlahkan lagi nilai kritis BNT5% = 6,88 dengan nilai rata-rata perlakuan
terkecil kedua, yaitu 21,00 + 6,88 = 27,88 dan beri huruf “b” dari nilai rata-rata perlakuan
terkecil kedua (21,00) hingga nilai rata-rata perlakuan berikutnya yang kurang dari atau
sama dengan nilai 27,88. Dalam contoh ini huruf “b” diberi dari nilai rata-rata perlakuan
21,00 hingga 26,00. Lebih jelasnya lihat pada tabel berikut :

Selanjutnya jumlahkan lagi nilai kritis BNT5% = 6,88 dengan nilai rata-rata perlakuan
terkecil ketiga, yaitu 22,67 + 6,88 = 29,55 dan beri huruf “c” dari nilai rata-rata perlakuan
terkecil ketiga (22,67) hingga nilai rata-rata perlakuan berikutnya yang kurang dari atau
sama dengan nilai 29,55. Dalam contoh ini huruf “c” diberi dari nilai rata-rata perlakuan
22,67 hingga 26,00. Lebih jelasnya lihat pada tabel berikut :
Sampai disini anda perhatikan huruf "c" pada tabel di atas. Huruf "c" tersebut harus anda
abaikan (batalkan) karena sebenarnya huruf c sudah terwakili oleh huruf b (karena
pemberian huruf "c" tidak melewati huruf "b"). Berbeda dengan pemberian huruf "b"
sebelumnya. Pemberian huruf "b" melewati huruf "a" sehingga huruf "b" tidak
diabaikan/dibatalkan.

Langkah selanjutnya jumlahkan lagi nilai kritis BNT5% = 6,88 dengan nilai rata-rata
perlakuan terkecil keempat, yaitu 26,00 + 6,88 = 32,88 dan beri huruf “c” (karena
pemberian huruf "c" sebelumnya dibatalkan, maka pemberian dengan huruf "c" kembali
digunakan) dari nilai rata-rata perlakuan terkecil keempat (26,00) hingga nilai rata-rata
perlakuan berikutnya yang kurang dari atau sama dengan nilai 32,88. Dalam contoh ini
huruf “c” diberi dari nilai rata-rata perlakuan 26,00 hingga 30,67. Lebih jelasnya lihat
pada tabel berikut :
Anda perhatikan huruf “c” di atas. Karena pemberian huruf “c” melewati huruf “b”
sebelumnya, maka pemberian huruf “c” ini tidak dibaikan/dibatalkan.

Langkah selanjutnya jumlahkan lagi nilai kritis BNT5% = 6,88 dengan nilai rata-rata
perlakuan terkecil kelima, yaitu 30,67 + 6,88 = 37,55 dan beri huruf “d” dari nilai rata-
rata perlakuan terkecil kelima (30,67) hingga nilai rata-rata perlakuan berikutnya yang
kurang dari atau sama dengan nilai 37,55. Dalam contoh ini huruf “d” diberi dari nilai
rata-rata perlakuan 30,67 hingga 36,00. Lebih jelasnya lihat pada tabel berikut :

Anda perhatikan huruf “d” di atas. Karena pemberian huruf “d” juga melewati huruf “c”
sebelumnya, maka pemberian huruf d ini tidak dibaikan/dibatalkan.

Langkah selanjutnya jumlahkan lagi nilai kritis BNT5% = 6,88 dengan nilai rata-rata
perlakuan terkecil keenam, yaitu 36,00 + 6,88 = 42,88 dan beri huruf “e” dari nilai rata-
rata perlakuan terkecil keenam (36,00) hingga nilai rata-rata perlakuan berikutnya yang
kurang dari atau sama dengan nilai 42,88. Dalam contoh ini huruf “e” diberi dari nilai
rata-rata perlakuan 36,00 hingga 41,00. Lebih jelasnya lihat pada tabel berikut :
Perlu anda ketahui, apabila pemberian huruf ini telah sampai pada nilai rata-rata
perlakuan yang terbesar, walaupun perhitungan penjumlahan belum selesai, maka
perhitungan penambahan nilai BNT selanjutnya dihentikan/tidak dilanjutkan. Dan
pemberian huruf dianggap selesai.

Terakhir anda susun kembali nilai rata-rata perlakuan tersebut sesuai dengan
perlakuannya, seperti tabel berikut:

Nah, sekarang bagaimana cara menjelaskan arti huruf-huruf pada tabel diatas?
Prinsip yang harus anda pegang adalah bahwa “perlakuan yang diikuti oleh huruf yang
sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNT5%”. Dari hasil pengujian di
atas, perlakuan P2, P3, dan P4 sama-sama diikuti huruf “d” artinya perlakuan P2, P3, dan
P4 tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNT 5%. Dan ketiga perlakuan tersebut
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya

Menentukan Perlakuan Terbaik


Untuk menentukan perlakuan mana yang terbaik, langkah-langkahnya adalah berikut ini:
Langkah pertama anda harus melihat perlakuan mana yang nilai rata-ratanya tertinggi.
Dalam contoh ini perlakuan yang nilai rata-ratanya tertinggi adalah P2.

Langkah kedua anda lihat pada rata-rata perlakuan P2 itu diikuti oleh huruf apa. Dalam
contoh ini perlakuan P2 diikuti oleh huruf “d”.

Langkah ketiga anda lihat rata-rata perlakuan mana saja yang diikuti oleh huruf “d”.
Dalam contoh ini rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf “d” adalah P2 itu sendiri, P3
dan P4.

Langkah keempat anda perhatikan kembali perlakuan P2, P3, dan P4. Dalam contoh ini
perlakuan P2=45,00 kg/ha, P3=67,50 kg/ha, dan P4=90,00 kg/ha.

Sampai di sini anda harus bisa mempertimbangkan secara logis perlakuan mana yang
terbaik. Logikanya seperti ini, apabila perlakuan dengan dosis lebih rendah tetapi
mempunyai mempunyai pengaruh yang sama dengan perlakuan dengan dosis yang lebih
tinggi dalam meningkatkan hasil, maka perlakuan dosis yang lebih rendah tersebut lebih
baik daripada perlakuan dosis yang lebih tinggi di atasnya. Dalam contoh ini perlakuan
P2lebih baik daripada perlakuan P3 dan P4. Jadi dapat disimpulkan perlakuan P2-lah
yang terbaik.
UJI DUNCAN’S MULTIPLE RANGE TEST (DMRT)

Kali ini saya akan menjelaskan bagaimana cara menggunakan uji Duncan's Multiple
Range Test atau sering disebut uji DMRT. Di beberapa referensi ada yang menamakan
dengan ”Uji Jarak Berganda Duncan”. Dan untuk selanjutnya saya hanya menyebutnya
dengan Uji DMRT. Uji DMRT berbeda dengan Uji BNT atau BNJ. Kalau pada Uji BNT
atau BNJ, perbandingan terhadap nilai-nilai rata-rata perlakuan hanya menggunakan satu
nilai pembanding, sedangkan Uji DMRT nilai pembandingnya sebanyak P – 1 atau
tergantung banyaknya perlakuan. Artinya apabila perlakuan anda berjumlah 10, maka
nilai pembandingnya sebanyak 9.

Kalau anda telah menguasai uji DMRT ini, maka saya sangat menyarankan anda lebih
baik menggunakan uji ini daripada misalnya dengan uji BNT atau BNJ. Mengapa
demikian? Karena Uji DMRT lebih teliti dan bisa digunakan untuk membandingkan
pengaruh perlakuan dengan jumlah perlakuan yang besar.

Uji DMRT ini dalam penggunaannya agak rumit sedikit tapi tidak susah asalkan anda
bisa memahaminya tahap demi tahap. Untuk menggunakan uji ini, atribut yang anda
perlukan adalah
1) data rata-rata perlakuan,
2) taraf nyata,
3) jumlah perlakuan,
4) derajad bebas (db) galat, dan
5) tabel Duncan untuk menentukan nilai kritis uji perbandingan.

Perlu anda ketahui bahwa uji DMRT ini dilakukan hanya apabila hasil analisis ragam
minimal berpengaruh nyata. Tapi bagaimana kalau hasil analisis ragam tidak berpengaruh
nyata apakah bisa dilanjutkan dengan uji DMRT? Jawabnya bisa. Tapi yang menjadi
pertanyaan selanjutnya adalah apakah perlu menguji perbedaan pengaruh perlakuan jika
ternyata perlakuan yang dicobakan sudah tidak memberikan pengaruh yang nyata?
Bukankah apabila perlakuan tidak berpengaruh berarti perlakuan t1 = t2 = t3 = tn, yang
berarti pengaruh perlakuannya sama. Jadi sebenarnya pengujian rata-rata perlakuan pada
perlakuan-perlakuan yang tidak berpengaruh nyata tidak banyak memberikan manfaat
apa-apa.

Oke, sebagai contoh saya ambil data berikut ini yang merupakan data hasil pengamatan
pengaruh pemupukan P terhadap bobot polong isi (gram) kedelai varitas Slamet.
Percobaan dilakukan dengan rancangan acak kelompok dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh pemupukan P terhadap bobot polong isi kedelai. Data hasil pengamatan adalah
sebagai berikut :

Hasil analisis ragam (anova) dari data di atas adalah berikut ini :

Oke, sekarang kita mulai saja bagaimana cara menggunakan uji DMRT ini.
Langkah pertama yang harus anda lakukan adalah menentukan nilai jarak (R) sebanyak p
- 1 (dalam contoh ini p = 7, maka p – 1 = 7 – 1 = 6) berdasarkan data jumlah perlakuan
(dalam contoh ini perlakuan, p = 7), derajat bebas (db) galat (dalam contoh ini db galat =
12, lihat angka 12 yang berwarna kuning pada tabel analisis ragam), dan taraf nyata
(dalam contoh ini misalkan taraf nyata = 5% atau 0,05 (disimbolkan dengan alfa).
Sehingga nilai jarak (R) ini ditulis dengan R(p, v, α).

Setelah semua nilai sudah anda tentukan, barulah anda bisa menentukan nilai jarak (R)
dengan cara melihat pada tabel nilai kritis uji perbandingan berganda Duncan. Berikut
saya lampirkan sebagian dari tabel tersebut :

Anda perhatikan angka-angka yang saya blok dengan kotak merah pada tabel di atas.
Jumlah angka –angka pada blok tersebut ada 6 yang saya ambil berdasarkan P – 1 atau 7
– 1 = 6 dan db galat = 12 seperti yang sudah kita tentukan sebelumnya. Untuk lebih
jelasnya angka-angka tersebut saya pindahkah pada tabel berikut :

Nah, selanjutnya kita akan menghitung nilai kritis atau nilai baku dari DMRT untuk
masing-masing nilai P dengan rumus berikut :
Berikut ini saya coba menghitung untuk P = 2 dimana KT galat = 14,97 dan r (kelompok)
= 3 (lihat pada tabel analisis ragam):

Dengan cara yang sama anda dapat menghitung nilai kritis DMRT untuk P = 3, P = 4, P =
5, P = 6, dan P = 7. Dan hasilnya dapat anda lihat pada tabel berikut:

Langkah selanjutnya adalah menentukan perbedaan pengaruh antar perlakuan. Untuk ini
saya menggunakan kodifikasi dengan huruf. Caranya adalah sebagai berikut :

Langkah pertama anda susun nilai rata-rata perlakuan dari yang terkecil hingga yang
terbesar seperti berikut :
Oke, langkah kedua adalah menentukan huruf pada nilai rata-rata tersebut. Perlu anda
ketahui cara menentukan huruf ini agak rumit dan berbeda dengan Uji BNJ atau BNT,
tapi anda jangan khawatir asalkan anda mengikuti petunjuk saya pelan-pelan tahap demi
tahap. Dan saya yakin apabila anda menguasai cara ini, saya jamin anda hanya butuh
waktu paling lama 5 menit untuk menyelesaikan pengkodifikasian huruf pada nilai rata-
rata perlakuan.

Baik kita mulai saja. Pertama-tama anda jumlahkan nilai DMRT pada P = 2 yaitu 6,88
dengan nilai rata-rata perlakuan terkecil pertama, yaitu 17,33 + 6,88 = 24,21 dan beri
huruf “a” dari nilai rata-rata perlakuan terkecil pertama (17,33) hingga nilai rata-rata
perlakuan berikutnya yang kurang dari atau sama dengan nilai 24,21. Dalam contoh ini
huruf “a” diberi dari nilai rata-rata perlakuan 17,33 hingga 22,67. Lebih jelasnya lihat
pada tabel berikut :
Selanjutnya anda jumlahkan nilai DMRT pada P = 3 yaitu 7,22 dengan nilai rata-rata
perlakuan terkecil kedua, yaitu 21,00 + 7,22 = 28,22 dan beri huruf “b” dari nilai rata-rata
perlakuan terkecil kedua (21,00) hingga nilai rata-rata perlakuan berikutnya yang kurang
dari atau sama dengan nilai 28,22. Dalam contoh ini huruf “b” diberi dari nilai rata-rata
perlakuan 21,00 hingga 26,00. Lebih jelasnya lihat pada tabel berikut :

Selanjutnya jumlahkan lagi nilai DMRT pada P = 4 yaitu 7,44 dengan nilai rata-rata
perlakuan terkecil ketiga, yaitu 22,67 + 7,44 = 30,11 dan beri huruf “c” dari nilai rata-rata
perlakuan terkecil ketiga (22,67) hingga nilai rata-rata perlakuan berikutnya yang kurang
dari atau sama dengan nilai 30,11. Dalam contoh ini huruf “c” diberi dari nilai rata-rata
perlakuan 22,67 hingga 26,00. Lebih jelasnya lihat pada tabel berikut :

Sampai disini anda perhatikan huruf “c” pada tabel di atas. Huruf “c” tersebut harus anda
abaikan (batalkan) karena sebenarnya huruf “c” sudah terwakili oleh huruf b (karena
pemberian huruf c tidak melewati huruf “b”). Berbeda dengan pemberian huruf “b”
sebelumnya. Pemberian huruf b melewati huruf a sehingga huruf b tidak
diabaikan/dibatalkan.

Langkah selanjutnya jumlahkan lagi nilai DMRT pada P = 5 yaitu 7,51 dengan nilai rata-
rata perlakuan terkecil keempat, yaitu 26,00 + 7,51 = 33,51 dan beri huruf “c” (karena
pemberian huruf “c” sebelumnya dibatalkan, maka pemberian dengan huruf “c” kembali
digunakan) dari nilai rata-rata perlakuan terkecil keempat (26,00) hingga nilai rata-rata
perlakuan berikutnya yang kurang dari atau sama dengan nilai 33,51. Dalam contoh ini
huruf “c” diberi dari nilai rata-rata perlakuan 26,00 hingga 30,67. Lebih jelasnya lihat
pada tabel berikut :

Anda perhatikan huruf c di atas. Karena pemberian huruf c melewati huruf b sebelumnya,
maka pemberian huruf c ini tidak dibaikan/dibatalkan.

Langkah selanjutnya jumlahkan lagi nilai DMRT pada P = 6 yaitu 7,60 dengan nilai rata-
rata perlakuan terkecil kelima, yaitu 30,67 + 7,60 = 38,27 dan beri huruf “d” dari nilai
rata-rata perlakuan terkecil kelima (30,67) hingga nilai rata-rata perlakuan berikutnya
yang kurang dari atau sama dengan nilai 38,27. Dalam contoh ini huruf “d” diberi dari
nilai rata-rata perlakuan 30,67 hingga 36,00. Lebih jelasnya lihat pada tabel berikut :
Langkah selanjutnya jumlahkan lagi nilai DMRT pada P = 7 yaitu 7,64 dengan nilai rata-
rata perlakuan terkecil keenam, yaitu 36,00 + 7,60 = 43,20 dan beri huruf “d” dari nilai
rata-rata perlakuan terkecil kelima (36,00) hingga nilai rata-rata perlakuan berikutnya
yang kurang dari atau sama dengan nilai 43,20. Dalam contoh ini huruf “e” diberi dari
nilai rata-rata perlakuan 36,00 hingga 41,00. Lebih jelasnya lihat pada tabel berikut :

Terakhir anda susun kembali nilai rata-rata perlakuan tersebut sesuai dengan
perlakuannya, seperti tabel berikut:
Oke, sekarang akan saya jelaskan arti huruf-huruf pada tabel diatas?
Prinsip yang harus anda pegang adalah bahwa “perlakuan yang diikuti oleh huruf yang
sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut DMRT5%”. Pada perlakuan P2
dan P3 sama-sama diikuti huruf “e” artinya perlakuan P2dan P3 tidak berbeda nyata
pengaruhnya.

Menentukan Perlakuan Terbaik


Untuk menentukan perlakuan mana yang terbaik, langkah-langkahnya adalah berikut ini:

Langkah pertama anda harus melihat perlakuan mana yang nilai rata-ratanya tertinggi.
Dalam contoh ini perlakuan yang nilai rata-ratanya tertinggi adalah P2.

Langkah kedua anda lihat pada rata-rata perlakuan P2 itu diikuti oleh huruf apa. Dalam
contoh ini perlakuan P2 diikuti oleh huruf “e”.

Langkah ketiga anda lihat rata-rata perlakuan mana saja yang diikuti oleh huruf “e”.
Dalam contoh ini rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf “e” adalah P2 itu sendiri dan
P3.

Langkah keempat anda perhatikan kembali perlakuan P2 dan P3. Dalam contoh ini
perlakuan P2=45,00 kg/ha dan P3=67,50 kg/ha.
Sampai di sini anda harus bisa mempertimbangkan secara logis perlakuan mana yang
terbaik. Logikanya seperti ini, apabila perlakuan dengan dosis lebih rendah tetapi
mempunyai mempunyai pengaruh yang sama dengan perlakuan dengan dosis yang lebih
tinggi dalam meningkatkan hasil, maka perlakuan dosis yang lebih rendah tersebut lebih
baik daripada perlakuan dosis yang lebih tinggi di atasnya. Dalam contoh ini perlakuan
P2 lebih baik daripada perlakuan P3 dan P4. Jadi dapat disimpulkan perlakuan P2-lah
yang terbaik.
ANALISIS REGRESI DAN KORELASI

Dalam suatu percobaan terntunya ada beberapa metode yang digunakan untuk
memenuhi beberapa tujuan dan hipotesis tertentu yang diajukan dalam percobaan
tersebut. Tujuan utama dari suatu percobaan biasanya untuk mengetahui pengaruh dari
perlakuan yang dicobakan terhadap peubah atau variabel tertentu. Misalnya pengaruh
percobaan pemupukan N terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Untuk
memenuhi tujuan ini biasanya kita menggunakan analisis ragam (Anova).

Tujuan kedua setelah melihat pengaruh perlakuan adalah mengetahui perbedaan


pengaruh antara dosis pemupukan N terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung.
Untuk memenuhi tujuan ini digunakanlah suatu uji yang dinamakan uji beda pengaruh
perlakuan misalnya uji BNT, uji BNJ, atau uji DMRT.

Tetapi ada kalanya si peneliti ingin mengetahui lebih lanjut sejauh mana pengaruh
pemupukan N tersebut terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung atau ingin
mengetahui dosis pemupukan yang optimum terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
jagung. Nah, untuk menjawab ini anda tidak bisa menggunakan analisis ragam atau uji
beda pengaruh perlakuan tetapi menggunakan suatu metode yang lain yang disebut
dengan analisis regresi dan korelasi.

Konsekuensi apabila anda menggunakan analisis regresi dan korelasi tentunya analisis
data akan menjadi lebih rumit dan diperlukan pengetahuan matematik dan statistuk yang
mendalam. Tetapi anda tidak perlu khawatir, saya akan mencoba menjelaskannya dengan
bahasa yang sesederhana mungkin sehingga mudah anda pahami.

Sebagai pengetahuan awal, di sini saya jelaskan dulu apa itu regresi dan apa itu korelasi.
Pemahaman anda terhadap kedua istilah ini menjadi sangat penting ketika anda ingin
melakukan analisis regresi dan korelasi pada data percobaan anda.

Secara sederhana, regresi itu adalah pengaruh dan korelasi itu adalah hubungan. Di dalam
korelasi, bisa saja berlaku bolak-balik, misalnya A berhubungan dengan B demikian juga
B berhubungan dengan A, atau dengan contoh pemupukan di atas, pemupukan N ada
hubungannya dengan hasil tanaman jagung dan hasil tanaman jagung ada hubungannya
dengan pemupukan N. Tetapi untuk regresi tidak bisa berlaku bolak-balik, artinya
pemupukan N berpengaruh terhadap hasil jagung, tetapi hasil jagung tidak
mempengaruhi pemupukan N. Tetapi dalam kenyataannya kedua istilah ini sering
digunakan secara rancu, tetapi dalam ilmu statistik sangat berbeda. Pemupukan N
berhubungan dengan hasil jagung tetapi belum tentu pemupukan N berpengaruh terhadap
hasil jagung. Tetapi apabila pemupukan N berpengaruh terhadap hasil jagung, maka pasti
pemupukan N berhubungan dengan hasil jagung.

Dalam menggunakan analisis regresi pada perancangan percobaan, ada beberapa metode
yang dapat digunakan untuk menentukan bentuk fungsi regresi yang sesuai antara peubah
bebas dan peubah tidak bebas, yaitu :
a) Teknik diagram tebar, digunakan terutama untuk kasus satu peubah tidak bebas
yaitu regresi sederhana.
b) Teknik analisis ragam, digunakan terutama untuk menentukan bentuk interaksi
dalam regresi berganda.
c) Teknik uji beda nyata, digunakan terutama untuk mengurangi bentuk regresi yang
tidak perlu dalam regresi bergada yang dilakukan.
d) Teknik regresi bertatar, dugunakan terutaman untuk mengenali urutan
kepentingan di mana setiap bentuk regresi seharusnya dimasukkan dalam
persamaan regresi berdasarkan tunjangan nisnbinya.

Sehubungan analisis regresi dalam perancangan percobaan ini saya menggunakan teknik
yang kedua yaitu teknik analisis ragam atau dengan menggunakan metode ortogonal
polinomial.

Metode ortogonal polinomial digunakan untuk melihat hubungan fungsional bagi


kecenderungan antara perlakuan-perlakuan dan pengaruh yang diakibatkannya. Pada
percobaan faktorial metode ini digunakan untuk mendeteksi pengaruh utama dan sifat-
sifat interaksinya yang terjadi dalam percobaan tersebut. Penggunakan metode ortogonal
polinomial pada percobaan faktorial akan saya bahas secara tersendiri.

Ada syarat mutlak yang harus anda penuhi ketika anda menggunakan metode ortogonal
polinomial ini yaitu perlakuan yang anda cobakan harus perlakuan yang bersifat
kuantitatif seperti dosis pupuk, volume penyemprotan, dsb. Dan level atau tingkatan
perlakuan harus berjarak sama misalnya 0, 20, 40, 60, 80. Jadi apabila perlakuan anda
adalah jenis pupuk misalnya pupuk kandang kotoran sapi, pupuk kandang kotoran ayam,
kompos atau jenis varietas, maka anda tidak bisa menggunakan metode ortogonal
polinomial ini.

Seperti yang sudah saya jelaskan di atas, prinsip dasar dari metode ortogonal polinomial
adalah untuk melihat bentuk respons dari pengaruh perlakuan. Untuk tercapainya tujuan
tersebut kita harus menguraikan perlakuan ke dalam tingkat-tingkat respons yaitu linear,
kuadratik, kubik, kuartik, kuintik, dst. Komponen-komponen perbandingan dinamakan
sesuai dengan tungkat responsnya yaitu komponen linear, komponen kuadratik,
komponen kubik, komponen kuartik, dst. Dan komponen-komponen tersebut harus
ortogonal sesamanya. Oleh karena itu untuk setiap komponen di samping mencerminkan
responsnya yang sesuai juga koefisien-koefisiennya haruslah kontras dan ortogonal
dengan komponen-komponen lainnya.

Koefisien-koefisien tersebut dinamakan koefisien ortogonal polinomial di mana jumlah


komponen-komponennya untuk p buah tingkat level perlakuan terdapat p – 1 buah
respons yang saling ortogonal.

Ada keuntungan lain apabila anda mengunakan metode ortogonal polinomial ini yaitu
selain anda dapat menduga bentuk respons dari perlakuan, anda juga dapat sekaligus
mengetahui pengaruh perlakuan percobaan anda. Jadi anda tidak perlu lagi melakukan
analisis ragam secara terpisah.

Untuk lebih dapat memahami metode ortogonal polinomial ini saya berikan teladan
berikut ini yaitu suatu percobaan tentang pengaruh pemupukan N terhadap produksi padi
(ton/ha) yang dirancang dengan rancangan lingkungan RAK 4 ulangan. Data pengaruh
pemupukan N terhadap produksi padi (ton/ha) adalah sebagai berikut :

Prosedur pengujian ortogonal polinomial adalah sebagai berikut :


Pertama anda daftarkan komponen respons dan koefisien ortogonal polinomial (Ci)
sejumlah p – 1 (dalam hal ini p = 7) yaitu 7 – 1 = 6; untuk 6 level, seperti pada tabel
berikut :

Koefisien ortogonal polinomial pada tabel di atas saya ambil dari buku Gomez & Gomez,
anda bisa lihat pada bagian lampiran G pada buku tersebut.

Langkah selanjutnya anda hitung Jumlah Kuadrat (JK) untuk masing-masing komponen
respons dengan rumus :
Dengan demikian Jumlah Kuadrat (JK) untuk masing-masing komponen respons dapat
dihitung sebagai berikut :

a) JK Linear :

b) JK Kuadratik :

c) JK Kubik :

d) JK Kuartik :
e) JK Kuintik :

Langkah selanjutnya anda hitung Jumlah Kuadrat (JK) untuk Kelompok, Perlakuan,
Total, dan Galat seperti biasa anda lakukan pada analisis ragam.

Dan semua hasil perhitungan tadi anda masukkan ke dalam daftar analisis ragam seperti
pada tabel analisis ragam berikut ini :

Anda perhatikan nilai derajad bebas (db) pada tabel di atas. Untuk menentukan nilai db
kelompok, perlakuan, galat, dan total, caranya sama dengan cara menentukan nilai db
pada analisis ragam RAK biasa. Tetapi nilai db untuk masing-masing komponen harus
sama dengan 1.

Dan berikut adalah hasil pengujian BNJ terhadap beda pengaruh perlakuan pemupukkan
N terhadap produksi padi (ton/ha) :
Dari hasil pengujian di atas terlihat bahwa perlakuan T4 (90 ton/ha) memberikan
pengaruh yang terbaik terhadap produksi padi.

Pengujian selanjutnya adalah menduga bentuk respons yang sesuai antara perlakuan dan
pengaruh yang diakibatkannya apakah linear, kuadratik, kubik, dst. Dalam melakukan
pendugaan bentuk respons yang sesuai sebenarnya bukanlah hal yang mudah. Anda harus
memahami secara mendalam atau setidaknya anda konsultasikan dengan orang yang ahli
di bidang ini.

Untuk menduga suatu bentuk respons yang sesuai haruslah ada satu alasan atau teori
yang kuat sebelumnya tentang hubungan antara perlakuan dan pengaruh yang
diakibatkannya. Dalam kasus ini adalah tentang pemupukkan N terhadap produksi padi.
Anda harus tahu bahwa di dalam teori pemupukkan setidaknya ada dua kemungkinan
yang terjadi. Pertama hubungan antara perlakuan dan pengaruhnya akan linear, artinya
semakin ditingkatkan dosis pupuk yang diberikan, maka semakin meningkatkan hasil.
Kedua, hubungan antara perlakuan dan pengaruhnya akan kuadratik, artinya pemberian
pupuk akan mencapai suatu titik optimum di mana pada titik tersebut akan dicapai hasil
yang maksimum dan peningkatan dosis pupuk selanjutnya tidak memberikan pengaruh
yang berarti lagi.

Anda perhatikan pada kasus kita ini terlihat pada analisis ragam pemupukkan N
berpengaruh sangat nyata terhadap produksi padi. Dan komponen linear dan kuadratiknya
juga berpengaruh sangat nyata. Kemungkinan-kemungkinan yang lain sebenarnya bisa
saja terjadi. Seandainya perlakuan pemupukkan N tidak berpengaruh nyata terhadap
produksi padi, tetapi komponen polinomialnya berpengaruh nyata. Hal ini berarti ada
hubungan antara pemupukkan N dan produksi padi dan begitu sebaliknya. Tetapi bukan
berarti pemupukkan pemupukkan N harus berpengaruh nyata terhadap produksi padi.
Dalam kasus terakhir ini, pengujian lanjutan terhadap bentuk respons menjadi tidak
bermanfaat lagi karena perlakuan pemupukkan N sudah tidak berpengaruh nyata lagi
terhadap produksi padi. Akan menjadi suatu usaha yang sia-sia saja.

Dalam kasus kita ini hubungan kuadratik lebih logis untuk digambarkan dari pada
hubungan linearnya. Komponen linear berpengaruh sangat nyata sama seperti pada
komponen kuadratiknya menandakan bahwa nilai dosis optimum dan dosis maksimum
pemupukkan N hampir sama. Tetapi seandainya hanya komponen linearnya saja yang
berpengaruh nyata maka pengujian diarahkan kepada bentuk linearnya. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian pupuk masih belum mencapai dosis yang optimum
terhadap produksi padi.

Untuk mencari persamaan kuadratik pada kasus ini, saya menggunakan teknik yang
dinamakan ”Pembentukan Peubah Baru” yang saya kutip dari buku Gomez & Gomez.
Teknik ini banyak digunakan pada penelitian pertanian di mana bentuk responsnya
kebanyakannya adalah berderajad polinomial kedua (kuadratik). Prosedurnya adalah
sebagai berikut :

Pertama anda hitung data percobaan anda dimana Perlakuan Pemupukkan N sebagai
peubah bebas X dirubah menjadi Z1 dan hasil kuadratnya menjadi Z2. Produksi padi
menjadi Peubah tidak bebas Y, dan n = 6 seperti pada tabel berikut :
Selanjutnya anda hitung nilai-nilai berikut ini :

Caranya adalah berikut ini :


Selanjutnya anda hitung nilai-nilai b1 b2 dan a seperti berikut ini :
Dan dari hasil perhitungan di atas, maka dapat diduga persamaan kuadratiknya adalah
sebagai berikut :

Sehingga apabila digambarkan maka grafiknya akan tampak seperti berikut :

Selanjutnya anda hitung F hitung untuk menguji apakah persamaan kuadratik tersebut
benar-benar mencerminkan keadaan pengaruh perlakuan yang sesungguhnya dengan cara
sebagai berikut di mana n = 6; k = 2):
Karena F hitung lebih besar dari nilai F tabel dengan derajad bebas f1 = f2 = 2 pada taraf
nyata 1% sebesar 99,00 (anda dapat melihatnya pada tabel F), maka penduga persamaan
kuadratik berbeda nyata pada taraf nyata 1%. Hal ini berarti pengaruh pemupukan N
terhadap produksi padi cukup dapat diterangkan oleh persamaan kuadratik tersebut.

Dan anda juga dapat menggunakan analisis ragam regresi untuk melihat apakah
persamaan regresinya berpengaruh nyata atau tidak. Anda hitung Jumlah kuadrat (JK)
regresi, jumlah kuadrat regresi linear, dan regresi kuadratiknya di samping anda hitung
juga JK total regresi dan JK galatnya. Caranya adalah sebagai berikut :
Dan hasil perhitungan selengkapnya seperti tampak pada tabel analisis ragam regresi
berikut ini :

Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa regresi baik yang linear maupun yang
kuadratik kedua-duanya sama-sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa dosis pemupukka N optimum hampir sama besarnya dengan dosis N
maksimum.

Dan anda hitung koefisien determinasinya berikut ini :

Dengan nilai koefisien determinasi = 0,99 menunjukkan bahwa 99% dari jumlah
keragaman dalam rataan hasil diterangkan oleh penduga persamaan regresi kuadrat. Akar
dari koefisien determinasi akan didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar r = 0,99 yang
berarti ada hubungan yang sangat erat antara perlakuan pemupukan N dan hasil produksi
padi.

Langkah selanjutnya adalah menentukan N maksimum dan N optimum dari dosis


pemupukkan N terhadap produksi padi. Yang perlu anda pahami adalah perbedaan antara
N maksimum dan N optimum. N maksimum adalah nilai yang akan memberikan hasil
tertinggi terhadap produksi padi. Nilai N maksimum tidak memperhatikan apakah dengan
pemberian pupuk tersebut bernilai ekonomis atau tidak terhadap produksi padi.
Sedangkan N optimum adalah berhubungan dengan nilai ekonomis karena berkaitan
dengan harga satuan pupuk dan harga satuan produksi padi.

Nilai N maksimum dapat dicari dengan cara mendeferensialkan persamaan kuadrat di


atas sehingga menjadi :
Jadi N maksimum di sini artinya hasil tertinggi produksi padi akan dicapai pada
pemberian pupuk N dengan dosis 100 kg N/ha.

Sedangkan untuk menentukan nilai N optimum kita harus mengasumsikan harga per satu-
satuan untuk masing-masing peubah X dan Y. Dalam hal ini kita asumsikan saja harga
per 1 kg pupuk N adalah Rp. 2.500,- dan harga per 1 kg gabah padi adalah Rp. 3.000,-
(sama dengan Rp. 3.000.000,- per ton), maka nilai N optimumnya adalah :

Dari kedua nilai tersebut yaitu N maksimum dan N optimum nilainya hampir sama. Hal
ini sesuai dengan hasil analisis ragam regresi di atas di mana baik linear maupun
kuadratik sama-sama berpengaruh sangat nyata yang berarti menunjukkan bahwa nilai N
maksimum hampir sama besarnya dengan nilai N optimumnya.

Nah, sekarang coba anda bandingkan hasil pengujian dengan uji BNJ di atas. Dari hasil
uji BNJ, perlakuan 90 kg N/ha memberikan pengaruh yang terbaik terhadap produksi
padi. Perlakuan 90 kg N/ha ini tidak bisa kita simpulkan sebagai perlakuan yang
maksimal atau perlakuan yang optimal pengaruhnya terhadap produksi padi. Hasil dari
pengujian BNJ ini kalau boleh saya katakan adalah merupakan harga mati. Artinya
informasi yang kita dapat hanyalah bahwa perlakuan 90 kg N/ha adalah yang terbaik.

Berbeda dengan pengujian regresi. Kita dapat mengetahui perlakuan maksimum dan
optimumnya. Dan kalau boleh saya katakan pengujian dengan regresi lebih jitu atau tepat
sasaran dalam menentukan perlakuan yang terbaik. Tetapi biasanya perlakuan yang
terbaik pada uji beda rata-rata perlakuan tidak jauh beda nilainya dengan perlakuan yang
didapatkan dengan pengujian regresi.

Anda mungkin juga menyukai