Anda di halaman 1dari 13

JURNAL NOMOSLECA

Volume 6 Nomor 1, April 2020

PENERAPAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN


DALAM PENGELOLAAN DESA WISATA BERBASIS KEARIFAN
LOKAL DI YOGYAKARTA

Pupung Arifin
Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jalan Babarsari No.6, Yogyakarta
pupung.arifin@uajy.ac.id

Nicolaus Nino Ardhiansyah


Prodi Arsitektur, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jalan Babarsari No.44, Yogyakarta

Abstract
The number of tourist visiting Special Province of Yogyakarta increases in positive trend.
Bantul Regency is one of the leading tourism regions in the Province of DIY due to its natural
tourism, from beaches to mountain tourism. The focus of the research is on the concept of
sustainable development communication because of the issue of collectivity in rural
communities that is still thick. This qualitative research uses the method of exploring the
meaning of a phenomenon. Researchers found that the main principle in sustainable
development is humans. The training and discussion by Pinus Pengger tour operators aims as
an ecological option in management. One way is to replace the raw material for photo spots
with bamboo. Promotions that rely on social media also continue to be done to reduce the use
of plastic and paper as promotional media. The local culture of collectivism and mutual
cooperation have long been in the village, becoming one of the pillars of social capital for the
success of the principle of sustainable development in the tourist village.
Keywords: Tourism, Development Communication, Sustainable, Local Wisdom

Abstrak

Perkembangan jumlah wisatawan ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menunjukkan tren


yang positif. Kabupaten Bantul termasuk salah satu daerah unggulan pariwisata di Provinsi
DIY karena kelengkapan wisata alamnya, mulai dari pantai hingga wisata pegunungan. Fokus
penelitian pada konsep komunikasi pembangunan berkelanjutan karena isu kolektivitas
masyarakat rural yang masih kental. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode eksplorasi
makna dari sebuah fenomena. Peneliti menemukan bahwa prinsip utama dalam pembangunan
berkelanjutan adalah manusia. Pelatihan dan diskusi oleh pengelola wisata Pinus Pengger
bertujuan sebagai opsi ekologis dalam pengelolaan. Salah satunya adalah dengan mengganti
bahan baku spot foto dengan bambu. Promosi yang mengandalkan media sosial juga terus
dilakukan untuk mengurangi penggunaan plastik dan kertas sebagai media promosi. Budaya
lokal kolektivisme dan gotong royong sudah sudah lama berada di desa tersebut, menjadi salah
satu pilar modal sosial untuk suksesnya prinsip pembangunan berkelanjutan di desa wisata.

Kata kunci: Pariwisata, Komunikasi Pembangunan, Berkelanjutan, Kearifan Lokal

26
Pupung Arifin, Nicolaus Nino Ardhiansyah

PENDAHULUAN yang hanya mencapai 9 juta orang


wisatawan asing.
Pemerintah, Indonesia sudah
Pemerintah Indonesia juga sudah
menetapkan fokus program pembangunan menetapkan 10 Bali baru yang digunakan
pada lima sektor, yaitu infrastruktur, sebagai motor dalam mencapai target
maritim, energi, pangan dan pariwisata kunjungan tersebut (cnnindonesia.com,
(pikiranrakyat.com, 2017). Dari kelima 2018). 10 destinasi baru tersebut adalah
sektor tersebut, pariwisata dipilih sebagai Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung
leading sector pertumbuhan ekonomi Lesung, Pulau Seribu, Candi Borobudur,
Indonesia. Pemerintah menargetkan ada 20 Mandalika, Gunung Bromo, Wakatobi,
juta kunjungan wisatawan mancanegara Labuan Bajo, dan Morotai. Selain 10
pada tahun 2019. Pemilihan sektor destinasi wisata unggulan tersebut,
pariwisata sebagai ujung tombak karena Indonesia juga memiliki beberapa wilayah
dianggap mampu menjadi mensinergikan yang secara tradisional sudah menjadi
perkembangan setiap sektor dan adanya pilihan wisatawan untuk berlibur. Berikut
jaminan pertumbuhan yang positif di ini. data terkait provinsi tujuan wisata pada
tahun 2017.
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas juga sudah
menetapkan target tersebut dalam
publikasinya. Secara rinci dapat dilihat
pada tabel berikut ini.

Tabel 1.1. Sasaran Pembangunan Pariwisata


2015 – 2019
Sasaran
1. Kontribusi terhadap PDB Nasional
2. Wisatawan Mancenegara (orang) Grafik 1.1. Provinsi Tujuan
Perjalanan Wisatawan Nusantara
3. Wisatawan Nusantara (kunjungan)
4. Devisi (triliun rupiah) Sumber: (Barudin, 2017)
Sumber: (Bappenas, 2014)
Berdasarkan tabel tersebut, Pulau
Bersadasarkan tabel 1.1. dapat Jawa masih menjadi destinasi favorit
diketahui bahwa adanya lompatan target wisatawan Nusantara dengan persentase
yang cukup eksoponensial terkait sasaran lebih dari 50% total kunjungan wisatawan
pembangunan pariwisata pada tahun 2014 domestik nasional. Daerah Istimewa
dan 2019. Pemerintah menargetkan 8% Yogyakarta (DIY) mampu menarik
PDB nasional pada tahun 2019 perhatian 5,08 % turis mancanegara dari
dikontribusikan oleh sektor pariwisata. total kunjungan di seluruh Indonesia pada
Target tersebut terbilang cukup optimis tahun 2017. Perkembangan jumlah
bila dibandingkan tahun 2014 yang hanya wisatawan ke Daerah Istimewa Yogyakarta
4,2 % saja. Jumlah masif juga terlihat pada (DIY) menunjukkan tren yang positif.
target kunjungan wisatawan mancanegara Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
yang mencapai 20 juta orang. Target ini (BPS), jumlah kunjungan wisatawan asing
terbilang cukup optimis juga bila ke Yogyakarta pada tahun 2016 meningkat
dibandingkan dengan fakta tahun 2014 41,89% dan termasuk peningkatan

27
JURNAL NOMOSLECA
Volume 6 Nomor 1, April 2020

tertinggi di Indonesia (Mujib, 2019). Hal Pengger, Kecamatan Dlingo, Bantul yang
ini tidak terlepas dari perpaduan daya tarik resmi dibuka pada bulan April 2016. Daya
potensi alam dan budaya yang dimiliki oleh tarik utama hutan pinus ini adalah spot-spot
DI Yogyakarta. Selain obyek wisata yang foto dengan instalasi seni kreasi pengelola
sudah terkenal seperti Kraton Yogyakarta, dan berlatar belakang pemandangan kota
Candi Prambanan dan Malioboro, Yogyakarta dari atas. Wisata hutan Pinus
Yogyakarta juga didukung oleh obyek Pengger ini dikelola oleh kelompok
wisata baru seperti Gua Pindul, Pantai masyarakat setempat yang bergabung
Nglambor dan Hutan Pinus Mangunan. dalam Kelompok Tani Pinus Asri, Blok
Terong. Berdasarkan observasi awal
Kabupaten Bantul, sebagai satu dari
peneliti, ditemukan bahwa pengelola
lima Kabupaten/Kota di Provinsi DIY
menghadapi berbagai kendala, antara lain:
merupakan salah satu daerah dengan
belum ada pengelolaan sampah yang
kunjungan wisatawan tertinggi pada tahun
terpadu, rendahnya kesadaran customer
2017. Dinas Pariwisata DIY menyebutkan
oriented dari pengelola, tingginya
bahwa pada tahun 2017 terdapat 9 juta
penggunaan plastik, terbatasnya variasi
wisatawan datang ke Bantul, lalu di
aktivitas wisata, terbatasnya jumlah bahan
peringkat kedua ada Kabupaten Sleman
baku ranting pohon untuk membuat spot
dengan 6,8 juta wisatawan (Dinas
foto dan belum adanya zonasi yang jelas
Pariwisata DIY, 2019). Kabupaten Bantul
dalam penataan kawasan hutan pinus
masih menjadikan wisata alam untuk
Pengger.
menjadi tulang punggung destinasi wisata.
Pantai Parangtritis, Pantai Samas, Pantai
Pandansimo, Pantai Kuwaru, Goa Cemara,
dan Goa Selarong adalah tujuh destinasi
dengan kunjungan tertinggi pada tahun
2017 (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Bantul, 2019).
Kabupaten Bantul memang termasuk
salah satu daerah unggulan pariwisata di
Provinsi DIY karena kelengkapan wisata
alamnya, mulai dari pantai hingga wisata Gambar 1
pegunungan. Salah satu spot wisata yang Spot Foto di Hutan Wisata Pinus Pengger
menjadi primadona wisatawan adalah Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2019
obyek wisata hutan pinus, antara lain:
Pinus Pengger, Becici, Dahromo, Pinus Penelitian ini berfokus pada konsep
Asri, Seribu Batu dan lain-lain. Kawasan komunikasi pembangunan berkelanjutan
hutan pinus di Bantul ini termasuk yang karena isu kolektivitas masyarakat rural
berkembang pesat karena mengalami yang masih kental. Kolektivitas dan gotong
kenaikan jumlah wisatawan hingga 400% royong yang menjadi ciri khas masyarakat
pada tahun 2017 (Dinas Pariwisata DIY, desa menjadi tantangan sekaligus peluang
2019). Peningkatan tersebut adalah dalam pengelolaan konsep pariwisata yang
prosentase tertinggi dari seluruh obyek berkelanjutan. Keberhasilan pembangunan
wisata di Kabupaten Bantul. berkelanjutan akan ditentukan oleh
penerimaan setiap stakeholder atas
Salah satu lokasi yang menjadi daya perubahan yang ditawarkan, dan sejauh
tarik baru di Bantul adalah wisata Pinus mana keterlibatan mereka dalam penentuan
28
Pupung Arifin, Nicolaus Nino Ardhiansyah

perubahan yang akan dilakukan. Prinsip mendasari pentingnya aspek komunikasi


komunikasi dalam pembangunan dalam pembangunan berkelanjutan.
berkelanjutan harus menjamin terjadinya
Earth Summit di Rio de Janeiro
partisipasi dan pemberdayaan komunitas
Brasil pada tahun 1992 (Keating, 1992),
setempat agar budaya lokal tetap dapat
sudah menegaskan bahwa pembangunan
terjaga untuk mencapai pariwisata yang
berkelanjutan harus menjamin adanya
ramah lingkungan. Penelitian ini mencoba
pertemuan yang setara antara
untuk mengeksplorasi penerapan
pembangunan dan lingkungan yang
komunikasi pembangunan berkelanjutan
dibutuhkan oleh generasi sekarang hingga
dalam pengelolaan pariwisata oleh
generasi di masa depan. Dalam
masyarakat lokal.
perkembangannya, tidak pernah ada
Komunikasi pembangunan yang pedoman yang tunggal tentang
menjadi dasar banyak proyek di dunia, pembangunan berkelanjutan sehingga
kerap menggunakan prinsip komunikasi setiap organisasi memiliki definisinya
partisipatif dalam pelaksanaannya masing-masing. Pada intinya disepakati
(Thomas, 2008). Prinsip ini menekankan bahwa aspek lingkungan hidup dan
pada upaya secara sadar untuk melibatkan pembangunan daerah pedesaan/pinggiran.
manusia/komunitas untuk pembangunan Ada peralihan paradigma bahwa komunitas
mereka sendiri. Model ini telah berhasil lokal mulai memiliki tanggung jawab
dilakukan di banyak negara di dunia. terhadap lingkungan dan sumber daya
Sayangnya, keberhasilan komunikasi alam, yang sebelumnya dianggap hanya
partisipatif ini kemudian mendorong menjadi tanggung jawab pemerintah
beberapa lembaga non pemerintah (LSM) (Prasad, 2007).
maupun pemerintah untuk membawa
Sutamihardja (2004) menegaskan
prinsip partisipatif ini lepas dari tujuan
beberapa tujuan dari pembangunan
utamanya. Partisipatif pada intinya terkait
berkelanjutan, antara lain:
dengan kata kunci akar rumput, berpusat
pada komunitas, inklusif, dan adanya a. Pemerataan manfaat hasil-hasil
perubahan yang lebih baik bagi komunitas pembangunan antar generasi. Perlu ada
tersebut. Masalah utama yang muncul batas kewajaran dalam pemanfaatan
adalah definisi kebutuhan yang cenderung sumberdaya alam berdasarkan daya
sudah didesain sejak awal oleh LSM dukung ekosistem yang replaceable
maupun pemerintah. Thomas (2008) dan mengurangi eksploitasi
mengingatkan kembali bahwa dengan sumberdaya yang unreplaceable.
terlibatnya Teknologi Informasi (TI) dalam b. Safegurading, atau pengamanan
sistem penyampaian, maka isu-isu terhadap sumber daya alam untuk
kontekstual semacam politik, ekonomi, mencegah ketidakseimbangan
relasi kuasa, dan perubahan sosial kerap ekosistem untuk menjamin tingginya
dilupakan. Pentingnya aspek komunikasi kualitas hidup di masa mendatang.
partisipatif dalam pembangunan ketika c. Mempertahankan kesejahteraan rakyat
secara demokratis anggota komunitas pada masa kini dan masa depan.
melakukan pendampingan atas d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat
perkembangan dari sebuah proses demi yang berkelanjutan.
kepetingan komunitas mereka sendiri e. Mempertahankan manfaat
(Gumucio-Dagron, 2008). Prinsip pembangunan yang dapat dirasakan
partisipatif inilah yang kemudian juga secara jangka panjang.

29
JURNAL NOMOSLECA
Volume 6 Nomor 1, April 2020

f. Menjaga mutu kualitas kehidupan dan norma-norma keadilan dijunjung


anggota komunitas antar generasi (Cahyandito, 2006). Komunikasi dalam
sesuai dengan habitatnya. pembangunan berkelanjutan dapat dilihat
dari tiga dimensi tujuan, yaitu komunikasi
Keterlibatan berbagai stakeholder untuk perubahan perilaku, komunikasi
untuk menjamin terlaksananya komunikasi untuk perubahan sosial (komunikasi
pembangunan berkelanjutan adalah sebuah partisipatif), dan komunikasi untuk
keniscayaan. Bagan berikut nampaknya advokasi (Mefalopulos, 2005).
bisa digunakan untuk melihat sinergi
Secara khusus, komunikasi dalam
tersebut:
pembangunan berkelanjutan harus bisa
Gambar 1.2
memfasilitasi pemahaman bersama dan
saling percaya agar tujuan utama dapat
tercapai. Komunikasi pembangunan
berkelanjutan tidak bisa menempatkan
masyarakat lokal sebagai obyek, namun
pelaku utama. Praktek yang banyak terjadi
lebih bersifat satu arah dari pemerintah
atau organisasi tertentu kepada masyarakat
pedesaan (Servaes, 2009). Komunikasi
untuk pembangunan berkelanjutan harus
bisa lepas dari prinsip “komunikasi” dan
“pesan” untuk “membangun sebuah
realitas” dan “makna intersubjetivitas”.
Framework Pembangunan Berkelanjutan Komunikasi untuk pembangunan
Sumber: Rasul (2015, hlm. 13) berkelanjutan adalah tentang memahami,
saling membandingkan, dan saling berbagi
Gambar 1.2 tersebut menunjukkan realitas oleh bermacam stakeholder, jauh
bahwa kedamaian, stabilitas, tata kelola sebelum memikirkan definisi atau konsep
pemerintahan yang baik, kebijakan dan pesan yang akan disampaikan
support institusi menjadi konteks dalam (Mefalopulos, 2005). Komunikasi
keberhasilan program pembangunan pembangunan tradisional masih
berkelanjutan. Perkembangan mengutamakan prinsip transmisi
pembangunan berkelanjutan memegang nilai/pesan, namun komunikasi
prinsip inklusif yang melibatkan pembangunan berkelanjutan menegaskan
keterlibatan berbagai sektor (Rasul, 2015). bahwa proses sosial adalah hal pokok
dalam membangun tujuan dan rencana
Berkaca pada berbagai persoalan pembangunan (Parahita, 2018).
dalam pembangunan yang masih bersifat
top down, maka komunikasi pembangunan Indonesia masih menghadapi
berkelanjutan dapat dipilih sebagai tantangan dalam mempraktekkan
alternatif solusi. Pada skala nasional, komunikasi pembangunan berkelanjutan.
komunikasi pembangunan berkelanjutan Hal ini karena sudah menjadi kebiasaan
adaah suatu proses saling mengerti dan bahwa pihak yang lebih berkuasa, akan
memahami antara pemerintah dan warga memberikan informasi satu arah kepada
negaranya menuju suatu masyarakat yang obyek komunikannya. Kuasa ini bisa
terjamin masa depannya, dimana nilai-nilai berupa struktural, usia, pengalaman, kelas

30
Pupung Arifin, Nicolaus Nino Ardhiansyah

ekonomi, kelas sosial, maupun pendidikan. sebuah kebudayaan populer dan


Hal ini menjadi sesuatu yang wajar karena percampuran kebudayan membuat
komunikator tidak mencoba untuk keunikan budaya asli akan menjadi tidak
menempatkan komunikan sebagai mitra relevan (Iwabuchi, 2000). Model
namun target. Komunikan juga dalam hal komunikasi pariwisata yang berbasiskan
ini jarang merasa bahwa mereka bisa kearifan lokal pada prakteknya mampu
terlibat lebih dalam komunikasi memberikan tawaran kebaruan, sebagai
pembangunan karena faktor kultrural dan oposisi dari model modern yang
budaya sebagian besar wilayah Indonesia berbasiskan perkembangan teknologi
yang cenderung lebih mencoba untuk informasi dan pengetahuan. Model
menjaga harmoni komunitas. kearifan lokal ini, akan memberikan
pengetahuan yang berharga bagi
Komunikasi pembangunan
pengunjung sebagai alternatif pemilihan
berkelanjutan juga perlu menjamin bahwa
tujuan wisata (Nugraha, Perbawasari, &
nilai-nilai lokal menjadi pertimbangan
Zubair, 2017).
utama dalam proses dinamika pada
komunitas lokal. Rakib (2017) Liburd & Edwards (2010)
menegaskan bahwa pengembangan menegaskan bahwa pariwisata di beberapa
ekonomi kreatif bagi masyarakat lokal wilayah hanya menjadi bentuk baru dari
bukan hanya diukur dari unsur ekonomi, adanya dependensi dan akulturasi
namun juga dari aspek budaya. masyarakat lokal terhadap industri
Pengelolaan wisata berkelanjutan di Pinus pariwisata. Hal ini kemudian berdampak
Pengger mengutamakan spot foto pada praktek-praktek eksploitasi,
wisatawan yang menggunakan sumber- ketimpangan relasi dan jurang antara yang
sumber alam, seperti bekas akar/ranting kaya dan miskin semakin lebar.
pohon. Pembuatan spot foto ini adalah Berdasarkan hal ini maka pariwisata
buah dari hasil kreasi dan kreativitas berkelanjutan menjadi salah satu
masyarakat sekitar sebagai pengelola pendekatan wajib yang digunakan
Hutan Wisata Pinus Pengger. pengelola untuk mengembangkan Pinus
Pengger saat ini dan masa mendatang.
Indentitas kultural atau kearifan lokal
ditegaskan oleh Eriksen (1993) merupakan Pariwisata Berkelanjutan menjadi hal
identitas yang dikonstruksikan secara lokal penting yang harus diperhatikan di
dan komunitas yang menjalankan masih Indonesia karena sektor pariwisata negara
hidup pada tempat tersebut. Perlu juga ini bergantung pada aspek budaya dan
diperhatikan bahwa budaya dan identitas lingkungan sebagai daya tarik. Pariwisata
adalah sebuah proses yang terus bergerak, berkelanjutan dapat terwujud apabila
yang menempatkan setiap individu sebagai komunitas yang tinggal di sekitar obyek
partisipan aktif dalam mengkonsumsi wisata mampu memahami pentingnya
informasi (Servaes, 2009). Tantangan yang menjamin keseimbangan lingkungan. Para
dihadapi kemudian adalah munculnya pelaku wisata di Indonesia harus paham
upaya untuk mengenalkan kearifan lokal bahwa pertumbuhan pariwisata daya
tersebut ke tingkat yang lebih global. dukung lingkungan untuk saat ini dan di
Ketika ini dilakukan, maka akan ada masa depan. Negara wajib menjamin
penyesuian yang mengakibatkan kearifan keseimbangan kebahagiaan dalam
lokal tersebut akan berubah demi berwisata. Kebahagiaan ini bukan semata-
kebutuhan komunitas global. Produksi mata milik dari wisatawan, namun juga

31
JURNAL NOMOSLECA
Volume 6 Nomor 1, April 2020

masyarakat setempat yang menjadi ujung sosial digambarkan sebagai lingkaran yang
tombak terjaganya budaya setempat. saling menutupi sebagian dengan
keberlanjutan (sustainability) sebagai
Gambar 1.3
keadaan di tengah-tengahnya. Masyarakat
bisa mencapai kesejahteraan, sehingga
terdapat alur ekonomi yang berjalan terus
menerus, tanpa mengurangi tingkat
kesejahteraan dari generasi ke generasi.
Pariwisata Hutan Pinus Pengger dalam hal
ini telah memberikan dampak ekonomi
yang besar bagi warga sekitar, diantaranya
pemasukan dari tiket masuk lokasi, spot
photo, dan kuliner.
Aspek sosial dipengaruhi oleh
Diagram Konsep Pariwisata Berkelanjutan
manusia sebagai pendukung komunitas
S
dalam hal interaksi, interrelasi dan
Pembangunan berkelanjutan
interdependesi. Hal-hal yang merupakan
berkaitan erat dengan pertumbuhan
perhatian utama dalam aspek sosial adalah
ekonomi dan bagaimana mencari jalan
stabilitas penduduk, pemenuhan kebutuhan
untuk memajukan ekonomi dalam jangka
dasar manusia, pertahanan
panjang dan dapat meningkatkan
keanekaragaman budaya dan partisipasi
kesejahteraan generasi sekarang tanpa
masyarakat lokal dalam pengambilan
mengurangi kemampuan alam, masyarakat
keputusan. Dampak pertumbuhan ekonomi
dan ekonomi untuk menaikan
pada nilai social dan budaya masih kurang.
kesejahteraan generasi masa depan. Jadi,
Perlu adanya pendekatan budaya pada
jika generasi saat ini bisa maju maka
konsep pengelolaan Pariwisata Hutan
maksud dari diagram konsep pariwisata
Pinus Pengger. Konsep Wana Wisata
yang berkelanjutan adalah keberlanjutan
Budaya Mataram merupakan salah satu
ekonomi, lingkungan dan sosial
pendekatan budaya yang diusulkan.
digambarkan sebagai lingkaran yang saling
menutupi sebagian dengan keberlanjutan Aspek ekologi merupakan factor
(sustainability) sebagai keadaan di tengah- lingkungan yang banyak disorot ketika
tengahnya. Masyarakat bisa mencapai membahas tentang sustainable design. Hal
kesejahteraan, sehingga terdapat alur ini disebabkan karena aspek ini terkait
ekonomi yang berjalan terus menerus, langsung dengan faktor faktor alami yang
tanpa mengurangi tingkat kesejahteraan ada. Sehingga hal-hal yang menunjukkan
dari generasi ke generasi. Pariwisata Hutan degradasi lingkungan jelas terlihat dan
Pinus Pengger dalam hal ini telah terasa. Aspek lingkungan mencakup
memberikan dampak ekonomi yang besar meminimalkan sampah dan kerusakan
bagi warga sekitar, diantaranya pemasukan lingkungan serta meningkatkan tanggung
dari tiket masuk lokasi, spot photo, dan jawab dan kepedulian terhadap sumber
kuliner. daya alam dan lingkungan.
Jadi, jika generasi saat ini bisa maju Wisata Hutan Pinus Pengger
maka maksud dari diagram konsep menggunakan spot foto sebagai daya tarik
pariwisata yang berkelanjutan adalah utama untuk menarik kunjungan wisata ke
keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan destinasi tersebut. Spot foto ini pada

32
Pupung Arifin, Nicolaus Nino Ardhiansyah

awalnya ada bantuan desain dari pihak lain HASIL DAN PEMBAHASAN
di luar pengelola, namun saat ini, pengelola
Wisata Alam Pinus Pengger resmi
sudah mulai melakukan kreasi atas ide dan
dibuka pada bulan April 2016 dengan total
kreasi sendiri. Kreasi spot foto menjadi
lahan sekitar 5 hektar dan yang
sarana interaksi masyarakat setempat
dimanfaatkan untuk wisata sekitar 2,5
sebagai pengelola dengan wisatawan
hektar atau setengahnya. Hutan yang
pengunjung. Maka harapannya ada konsep
berada di pinggir jalan antara Jalan Patuk –
reciprocity yang memiliki pengertian
Dlingo ini di bawah kepengurusan
bahwa semua aspek dalam rancangan
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
desain spot foto kan terkait dan dapat
Daerah Istimewa Yogyakarta. Hutan Pinus
diterapkan ke dalam perancangan yang
Pengger yang masih masuk dalam kawasan
adaptif, harmonis dengan lingkungan,
Resort Pengelolaan Hutan (RPH)
proses berkelanjutan, memiliki kekhasan
Mangunan ini terletak di Dusun
solusi yang kontekstual dan membangun
Sendangsari, Desa Terong, Kecamatan
ruang interaksi (Bislissin & Rachmawati,
Dlingo, Kabupaten Bantul. Pinus Pengger
2013)
berjarak kurang lebih 18 km dari pusat kota
METODE PENELITIAN Yogyakarta.
Penelitian ini berjenis kualitatif yang Wisata alam Pinus Pengger memiliki
menekankan pada pengamatan atas kepengurusan yang disebut Kelompok
fenomena tertentu lalu dilakukan Tani “Pinus Asri” Blok Terong yang
eksplorasi yang mendalam untuk diresmikan tanggal 25 Januari 2016 yang
menemukan substansi makna. Kedalaman sebagian besar anggotanya (kurang lebih
analisis dipengaruhi oleh ketersediaan data 50 orang) adalah masyarakat Dusun
yang dihimpun selama proses lapangan. Sendangsari, Terong, Dlingo, Bantul.
Independensi peneliti menjadi penting Pengunjung yang datang ke wisata alam
untuk menentukan kecukupan data yang Pinus Pengger ini tidak hanya disuguhkan
dimiliki. Basri (2014) menegaskan bahwa pemandangan dan suasana hutan pinus saja
fokus penelitian kualitatif ada pada proses tetapi juga dimanjakan dengan
dan interpretasi atas hasil. Jenis penelitian pemandangan kota Yogyakarta dan Pantai
ini digunakan untuk memahami cara suatu Parangtritis yang dapat dinikmati dari atas
komunitas atau individu dalam menerima bukit Pinus Pengger. Pengunjung
sebuah isu tertentu (Mccusker & selanjutnya juga dapat menikmati matahari
Gunaydin, 2014). Penelitian ini terbenam (sunset) atau Gunung Merapi
menggunakan metode eksploratif yang yang juga terlihat jelas dan indah di lokasi
bertujuan untuk menggali secara luas tersebut.
tentang sebab atau hal-hal yang
Berdasarkan wawancara yang
mempengaruhi terjadinya sesuatu
dilakukan pada pra penelitian, diperoleh
(Arikunto, 2005). Peneliti mencoba untuk
informasi awal bahwa sebagian besar
menginventarisir berbagai gejaka yang
kegiatan yang dilakukan pengelola hutan
berkaitan dengan praktek kearifan lokal
wisata Pinus Pengger atas dasar otodidak.
yang dilakukan pengelola Pinus Pengger
Pengelola tidak atau belum pernah
dalam kesehariannya. Pola interaksi
mendapatkan pendampingan secara khusus
berbagai stakeholder dan saluran
dalam manajemen pengelolaan wisata.
komunikasi yang digunakan oleh pengelola
Secara lebih lanjut, tantangan yang
dan stakeholder di sekitarnya.
dihadapi pengelola antara lain:

33
JURNAL NOMOSLECA
Volume 6 Nomor 1, April 2020

1. Kurangnya promosi. Sebagai wisata cepat rusak oleh cuaca sehingga harus
yang baru Pinus Pengger kurang rutin diganti dan diperbaiki.
mempromosikan wisata mulai dari 6. Belum adanya kesadaran pengelola
media cetak internet atau elektronik tentang kualitas pelayanan kepada
sehingga masih belum terlalu diketahui pengujung. Sehingga tidak ada
wisatawan. Promosi selama ini hanya kesamaan standar pelayanan konsumen
dilakukan dengan metode word of antar anggota pengelola. Kualitas
mouth (WoM). Promosi belum pelayanan ini terkait dengan etika
dilakukan secara menyeluruh dan berpakaian, etika dalam berkomunikasi
terpadu memanfaatkan teknologi seperti dengan tamu, etika bersikap dan
video dan fotografi. Pengelola terdiri berperilaku di area sekitar hutan pinus
dari anak muda yang berpotensi besar dan rendahnya kemampuan berbahasa
untuk membuat brosur atau video Inggris pengelola.
promosi. Popularitas Pinus Pengger 7. Tidak ada pengaturan zonasi wilayah
masih kalah dengan Puncak Becici dan sehingga berdampak pada
Pinus Mangunan yang sudah lebih ketidakjelasan konsep pengembangan
dahulu ada. wisata hutan Pinus Pengger yang ramah
2. Aktivitas wisata yang dilakukan lingkungan.
pengunjung masih berpusat pada spot
foto saja, belum banyak aktivitas wisata Pengelola hutan Pinus Pengger yang
lain yang ditawarkan oleh pengelola berjumlah sebanyak sekitar 50 orang
sebagai variasi. Padahal daerah sekitar merupakan pengurus inti dan anggota.
dan warga memiliki beberapa potensi Pengelola ini kemudian memiliki
antara lain: seni alam, gambar, lukisan, wewenang untuk mengatur dan
pentas budaya dan lain-lain. Belum ada mengkoordinasikan berbagai kelompok
acara tahunan yang menjadi ciri khas yang bekerja di lokasi tersebut, mulai dari
Pinus Pengger yang menjadi agenda petugas fotografer di spot foto, pemilik
rutin pengelola untuk merebut perhatian warung, petugas parkir, kebersihan,
umum dan media massa.
perawatan, penjaga loket dan lain
3. Sampah yang dihasilkan selama ini
sebagainya. Pengelola memiliki agenda
hanya menumpuk di tempat terbuka,
dan terkadang tidak secara rutin pertemuan rutin setiap bulan yang menjadi
diambil/dibersihkan. Hal ini cukup forum bertemunya pengelola inti dengan
mengganggu keindahan dan sanitasi warga lainnya yang bekerja di Pinus
lokasi wisata. Pengger ini.
4. Limbah yang dihasilkan dari toilet dan
warung makan belum dikelola dengan Secara sekilas, partisipasi
baik sehingga berpotensi menggangu masyarakat dalam menjalankan unsur
sanitasi, kualitas tanah hutan pinus dan bisnis di hutan wisata ini cukup baik karena
berpotensi mencemari sumber air tidak ada intervensi pihak luar yang
terdekat. mengatur pola manajemen di kelompok ini.
5. Pengelola kesulitan menyediakan bahan Partisipasi bottom-up selalu digunakan
baku instalasi spot foto karena sebagian sebagai prinsip utama dalam setiap alih
besar ranting pohon yang digunakan diskusi dan penentuan keputusan diantara
masih berasal dari luar wilayah Dlingo. para anggota pengelola. Permasalahan
Hal ini karena untuk perawatan spot terkait pengelolaan Pinus Pengger tidak
foto, harus menggunakan ranting dari hanya dibahas pada satu forum saja, namun
pohon khusus yang sifatnya lentur
juga dalam berbagai forum formal lain
sehingga mudah untuk dibentuk.
Ranting yang selama ini digunakan pada komunitas masyarakat setempat.

34
Pupung Arifin, Nicolaus Nino Ardhiansyah

Forum komunikasi tersebut antara lain menjadi karakter masyarakat Jawa juga
pertemuan dusun, pertemuan RT, nampak. Maka laki-laki memiliki
dasawisma, kelompok tani, dan karang kekuasaan yang lebih tinggi di dalam
taruna. Selain pertemuan formal, saluran perannya sebagai pemimpin.
komunikasi lainnya yang rutin digunakan
adalah getok tular (words of mouth) dan Terkait hal tersebut, secara lebih
aplikasi ponsel seperti whatsapp dan sms. lanjut dapat dilihat bahwa masih ada gap
komunikasi dan cara pandang dari
Secara lebih lanjut, komunitas ini pengelola dengan pekerja lain yang
masih terkesan memiliki mensupport jalannya wisata. Pengelola
kekurangterbukaan pada partisipasi. beranggapan bahwa masih ada sebagian
Beberapa anggota kelompok yang besar anggota yang tidak mau mengikuti
dianggap lebih senior atau lebih pintar berbagai peraturan dan kesepakatan.
belum menemukan cara agar anggota Contohnya terkait dengan penggunaan
lainnya yang merasa inferior dapat seragam yang tidak dilakukan oleh seluruh
memiliki ruang dialog yang egaliter tanpa anggota. Hal lain ialah penilaian pengurus
sungkan atau ragu untuk mengungkapkan kepada beberapa anggota yang tidak
pendapat. Selain itu, keterlibatan menggunakan prinsip pelayanan prima
perempuan dalam pengelolaan wisata kepada seluruh pengunjung wisata.
Pinus Pengger masih cukup minim dan
terbatas. Jumlah perempuan yang tidak Beberapa gejala tersebut dapat diurai
banyak tersebut lebih mendapatkan peran apabila pengelola mulai mencoba prinsip
untuk berjualan makanan dan menjaga komunikasi pembangunan berkelanjutan.
warung di dalam maupun di sekitar Prinsip dasar yang harus digunakan sebagai
kawasan wisata. latar belakang adalah adanya suatu proses
saling mengerti dan memahami antar para
Partisipasi komunitas dalam pihak yang berkepentingan yang tetap
pengelolaan sebenarnya memiliki modal menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-
yang kuat karena kuatnya prinsip norma keadilan (Cahyandito, 2006).
kolektivisme diantara mereka. Mereka
memiliki rasa memiliki yang tinggi ankan Komunikasi dalam pembangunan
kelompok tersebut. Mereka berpegang berkelanjutan harus bisa memfasilitasi
pada prinsip untuk menjaga kesatuan dan pemahaman bersama dan saling percaya
harmoni diantara mereka. Pada diskusi- agar tujuan utama dapat tercapai.
diskusi yang dilakukan, jarang ditemui Komunikasi untuk pembangunan
adanya penolakan atau sanggahan atas ide- berkelanjutan harus bisa lepas dari kotak
ide yang disampaikan oleh pengurus inti. definisi tradisional “komunikasi” dan
Anggota komunitas menganggap pengurus “pesan”. Prinsip komunikasi tradisional ini
inti pengelola Pinus Pengger adalah pihak yang secara jelas masih nampak terjadi
yang paling mampu. Relasi kuasa yang diantara para pengelola Pinus Pengger
nampak dalam hal ini adalah Kepala Resort karena proses sosial adalah hal pokok
Pengelolaan Hutan (RPH) Mangunan, dalam membangun tujuan dan rencana
Lurah Desa Terong, Kepala Dusun pembangunan (Parahita, 2018). Prinsip
Sedangsari, tokoh masyarakat setempat, berkelanjutan dapat dikatakan berhasil
dan pengurus inti kelompok Pinus Asri apabila seluruh elemen yang
memiliki posisi sosial dan komunikasi berkepentingan memiliki posisi yang setara
yang lebih tinggi. Prinsip patriarki yang dan adil dalam proses pembangunan.

35
JURNAL NOMOSLECA
Volume 6 Nomor 1, April 2020

Relasi kuasa yang masih nampak dalam pembangunan (yang dalam hal ini
komunikasi diantara pengelola masih pariwisata) berkelanjutan. Misalnya
menjadi salah satu hambatan terwujudnya pelatihan customer relation, fotografi,
komunikasi pembangunan berkelanjutan. pemanfaatan limbah/sampah plastik harus
dilaksanakan dalam kerangka untuk
Diskusi komunitas yang diamati
mengangkat potensi lokal dengan dialog
dalam penelitian ini masih mengarah pada
yang berkeadilan, dan bukan semata untuk
tujuan pembangunan proses sosial.
mengejar aspek ekonomi semata.
Pariwisata berkelanjutan sendiri dapat
terwujud apabila komunitas yang tinggal di PENUTUP
sekitar obyek wisata mampu memahami
Simpulan dan Saran
pentingnya menjamin keseimbangan
lingkungan. Berdasarkan diskusi, Pariwisata yang dikembangkan
pengelola dan anggota mulai menyadari dengan prinsip komunikasi pembangunan
bahwa bahan baku ranting yang digunakan berkelanjutan memiliki peluang besar
sudah mulai susah ditemukan dan periode untuk diterapkan di Indonesia khususnya
waktu penggantian cukup dekat. Sebagai Yogyakarta. Ciri khas pariwisata budaya
alternatif, bahan baku bambu tersedia dan alam di Yogyakarta, yang salah
cukup banyak di sekitar hutan pinus satunya adalah Pinus Pengger, lebih
tersebut, maka saat ini menjadi alternatif banyak dikelola oleh kelompok masyarakat
pilihan baru yang kemudian dieksekusi setempat. Keterbukaan diskusi diantara
untuk membangun satu spot foto baru para pihak memiliki kendaraan budaya
dengan bahan baku bambu. Berikut yang kaya karena tingginya kolektivitas di
beberapa dokumentasi pembuatan spot foto masyarakat Jawa. Tantangan juga nampak
baru dengan bahan baku bambu. karena budaya patriaki dan relasi kuasa
yang cukup kental bagi pimpinan
pemerintahan, tokoh masyarakat dan warga
senior.
Peluang diangkatnya kearifan lokal
oleh pengelola Pinus Pengger sudah mulai
dilakukan ketika membuat spot foto baru
dengan bahan dasar bambu. Tentu ada
peluang lain yang berupa budaya lokal
seperti kebiasaan, ritual, kuliner dan
karakter khas masyarakat setempat sebagai
salah satu nilai lebih di wisata Pinus
Gambar 1.4 Pengger.
Pembuatan Spot Foto Berbahan Dasar
DAFTAR PUSTAKA
Bambu di Pinus Pengger
Sumber: dokumentasi peneliti, 2019 Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul.
(2019). Kabupaten Bantul dalam
Peningkatan kapasitas anggota Angka. Bantul: BPS Bantul.
komunitas terkait pelayanan pelanggan dan
tawaran aktivitas wisata lain selain spot Bappenas, D. B. (2014). Pembangunan
foto dapat menjadi peluang sekaligus Pariwisata 2015 - 2019. Jakarta:
tantangan dalam komunikasi Bappenas.
36
Pupung Arifin, Nicolaus Nino Ardhiansyah

Barudin, I. A. (2017). Kajian Data Pasar Process and Experiences. Dalam J.


Wisatawan Nusantara 2017. Servaes, Communication for
Jakarta: Kementerian Pariwisata. Development and Social Change
(hal. 68 - 81). New Delhi: Sage.
Basri, H. (2014). Using Qualitative
Research in Accounting and Iwabuchi, K. (2000). To Globalise,
Management Studies: Not a New Regionalise or Localise Us, That is
Agenda. Journal of US-China the Question: Japan’s Response to
Public Administration, 11(10), Media Globalization. Dalam J. S.
831-838. doi:10.17265/1548- G. Wang, The New
6591/2014.10.003 Communications Landscape
Demystifying Media Globalization.
Bislissin, N., & Rachmawati, M. (2013). London and New York: Routledge.
Trilogi Simbiosis: Seni Rupa,
Arsitektur dan Ruang Publik. Keating, M. (1992). The Earth's Summit
Jurnal Sains dan Seni POMITS, Agenda for Change. Geneva:
2(2), 82-86. Centre for Our Common Future.

Cahyandito, M. F. (2006). Pembangunan Liburd, J., & Edwards, D. (2010).


Berkelanjutan, Ekonomi dan Understanding the Sustainable
Ekologi, Sustainability Development of Tourism. Oxford:
Communication dan Sutainability Goodfellow.
Reporting.
Mccusker, K., & Gunaydin, S. (2014).
cnnindonesia.com. (2018, Oktober 14). Research using qualitative,
Indonesia Pamer '10 Bali Baru' di quantitative or mixed methods and
Pertemuan IMF-Bank Dunia. choice based on the research.
Diambil kembali dari CNN Perfusion, 30(7).
Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/ga Mefalopulos, P. (2005). Communication
ya-hidup/20181014151703-269- for sustainable development:
338377/indonesia-pamer-10-bali- applications and challenges. Dalam
baru-di-pertemuan-imf-bank-dunia Media and Glocal Change:
Rethinking Communication for
Dinas Pariwisata DIY. (2019). Statistik Development (hal. 247 - 259).
Kepariwisataan 2018. Yogyakarta: Buenos Aires: CLASCO.
Dinas Pariwisata DIY.
Mujib, N. (2019). Tingkat Penghunian
Eriksen, T. (1993). Ethnicity and Kamar Hotel DIY 2018.
Nationalism, Antropological Yogyakarta: Badan Pusat Statistik
Perspectives. London: Pluto Pers. DIY.

Gumucio-Dagron, A. (2008). Vertical Nugraha, A., Perbawasari, S., & Zubair, F.


Minds versus Horizontal Cultures: (2017). Model Komunikasi
An Overview of Participatory Pariwisata yang Berbasis Kearifan

37
JURNAL NOMOSLECA
Volume 6 Nomor 1, April 2020

Lokal. Jurnal The Messanger, 9(2), Tarik Wisata. Jurnal


231 - 240. Kepariwisataan Vol 1 No.2, 54 - 69.

Parahita, G. D. (2018). Shifts and Rasul, G. (2015). A Strategic Framework


Challenges of Communication for for Sustainable Development in the
Sustainable Development in Chittagong Hill Tracts of
Indonesia. Dalam K. Prasad, Bangladesh. Kathmandu:
Communication, Culture and International Centre for Integrated
Ecology: Rethinking Sustainable Mountain Development.
Development in Asia (hal. 155 -
171). Singapore: Springer. Servaes, J. (2009). Communication
policies, good governance and
pikiranrakyat.com. (2017, Desember 13). development journalism.
Optimis Jadikan Pariwisata Communicatio Vol 35, 50 - 80.
sebagai Leading Sector
Pertumbuhan Ekonomi. Diambil Sutamihardja. (2004). Perubahan
kembali dari https://www.pikiran- Lingkungan Global. Bogor:
rakyat.com/advertorial/pr- Program Studi Pengelolaan Sumber
01290726/optimis-jadikan- Daya Alam dan Lingkungan
pariwisata-sebagai-leading-sector- Sekolah Pascasarjana IPB.
pertumbuhan-ekonomi-415783
Thomas, P. (2008). Communication and
Prasad, K. (2007). From Eco-religion to the Persistence of Poverty: The
Political Ecology in India: Feminist Need for Return to Basics. Dalam J.
Interventions in Development. Servaes, Communication for
Women in Action Vol 2, hal. 32 - 43. Development and Social Change
(hal. 31 - 44). New Delhi: Sage.
Rakib, M. (2017). Strategi Pengembangan
Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan
Lokal sebagai Penunjang Daya

38

Anda mungkin juga menyukai