Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Sepanjang sejarah kemerdekaan selama lebih dari tujuh puluh tahun Indonesia merdeka ,

Indonesia telah mengalami beragam kemajuan di bidang pembangunan ekonomi. Bermula dari

sebuah negara yang perekonomiannya berbasis kegiatan pertanian tradisional, saat ini Indonesia

telah menjelma menjadi negara dengan proporsi industri manufaktur dan jasa yang lebih besar.

Kemajuan ekonomi juga telah membawa peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang tercermin

tidak saja dalam peningkatan pendapatan per kapita, namun juga dalam perbaikan berbagai

indikator sosial dan ekonomi lainnya termasuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dampak

tersebut secara umum memiliki peranan signifikan terhadap kesejahteraan umat manusia dengan

keterlibatan pada aktivitas di sektor tersebut (MP3EI Bali,2012)

Sektor pariwisata memiliki peranan penting sebagai salah satu sumber bagi penerimaan

devisa, serta dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya dalam mengurangi

jumlah pengangguran dan meningkatkan produktivitas suatu negara. Sektor pariwisata

merupakan salah satu sektor strategis yang harus dimanfaatkan untuk pembangunan

kepariwisataan sebagai bagian dari pembangunan Nasional. Pembangunan kepariwisataan

mempunyai tujuan akhir untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan pariwisata

juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan

permintaan, baik konsumsi maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan

produksi barang dan jasa. Penelitian ini mengkaji pengaruh pariwisata terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia berdasarkan data time series selama tahun 1975 - 2017. (Anggita Permata

Yakup, http://repository.unair.ac.id/id/eprint/86231,Tahun 2019)

Pembangunan kepariwisataan mempunyai peranan penting dalam mendorong kegiatan

ekonomi, meningkatkan citra Indonesia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan

memberikan perluasan kesempatan kerja. Peran tersebut, antara lain, ditunjukkan oleh kontribusi

kepariwisataan dalam penerimaan devisa negara yang dihasilkan oleh kunjungan wisatawan

mancanegara (wisman), nilai tambah PDB, dan penyerapan tenaga kerja. Di samping itu,

pariwisata juga berperan dalam upaya meningkatkan jati diri bangsa dan mendorong kesadaran

dan kebanggaan masyarakat terhadap kekayaaan budaya bangsa dengan memperkenalkan

produk-produk wisata seperti kekayaan dan keunikan alam dan laut, museum, seni dan tradisi

kerakyatan dan alat yang efektif bagi pelestarian lingkungan alam dan seni budaya tradisional.

(Reni Asworowati, 2017)

Pariwisata Bali merupakan salah satu tujuan wisata yang sudah tidak diragukan lagi oleh

wisatawan asing maupun wisatawan domestik. Pariwisata Bali sudah menjadi tujuan wisata

dunia yang terkenal di seluruh manca negara. Hal Ini terbukti bahwa kunjungan wisatawan asing

maupun wisatawan domestik ke Bali dari tahun ke tahun semakin meningkat. Namun tidak

hanya kunjungan wisatawan untuk berlibur saja yang menyebabkan faktor perkembangan

kunjungan wisatawan ke Bali meningkat, akan tetapi dengan sering diadakannya acara atau event

international di Bali juga salah satu faktor perkembangan peningkatan kunjungan tersebut.

Pariwisata Bali Sebagai Penyumbang Devisa Negara

Perkembangan Pariwisata Bali semakin berkembang dengan dukungan dari segala aspek

potensial yang dioptimalkan. Budaya dan keunikan adat istiadat Bali serta alamnya yang asri

dengan berbagai keindahan pada masing-masing potensi yang dikelola dengan berbagai kemasan
membuat Pariwisata Bali semakin berkembang. Dengan masuknya investor yang berinvestasi di

pulau yang juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata ini, semakin banyak pula peluang usaha

dan mampu menambah lapangan pekerjaan sebagai pengembangan tenaga kerja untuk penduduk

Bali dan masyarakat di sekitar Pulau Bali serta lapangan pekerjaan untuk seluruh penduduk

indonesia bagi yang ingin berkarir dan mengembangkan diri dalam bidang pariwisata.

(BPS, Tahun 2019 ) dinyatakan Kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) ke Provinsi Bali

Juli 2019 tercatat mencapai 604.493 kunjungan, dengan wisman yang datang melalui bandara

sebanyak 604.480 kunjungan, dan yang melalui pelabuhan laut sebanyak 13 kunjungan.

Jumlah wisman ke Provinsi Bali pada bulan Juli 2019 naik setinggi 9,96 persen dibandingkan

dengan catatan bulan Juni 2019 (m to m). Bila dibandingkan dengan bulan Juli 2018 (y on y),

jumlah wisman ke Bali tercatat mengalami penurunan sedalam -3,18 persen.

Menurut kebangsaan, wisman yang tercatat paling banyak datang ke Bali pada bulan Juli 2019

yaitu wisman dengan kebangsaan Australia (20,40 persen), Tiongkok (18,53 persen), India (4,92

persen), Inggris (4,72 persen), dan Perancis (4,44 persen).

Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang bulan Juli 2019 tercatat mencapai 61,71

persen, naik 1,34 poin dibandingkan TPK bulan sebelumnya (m to m) yang mencapai 60,37

persen. Jika dibandingkan bulan Juli 2018 (y on y) yang mencapai 74,40 persen, tingkat

penghunian kamar di bulan Juli 2019, tercatat menurun sedalam -12,69 poin.

Rata-rata lama menginap tamu asing dan Indonesia pada hotel berbintang di Bali bulan

Juli 2019 tercatat mencapai 2,66 hari, turun -0,03 poin dibandingkan dengan rata-rata lama
menginap tamu pada bulan Juni 2019 (m to m) yang mencapai 2,69 hari. Jika dibandingkan

dengan bulan Juli 2018 (y on y) yang mencapai 3,00 hari, rata-rata lama menginap Juli 2019

turun sedalam -0,34 poin

Midori Kawabe, dkk (2010) menyampaikan dari hasil risetnya yang disampaikan pada

simposium pengelolaan pesisir bahwa tata kelola bersama telah menjadi lebih dikenal sebagai

strategi pengelolaan perikanan alternatif terhadap pendekatan manajemen pemerintah yang

terpusat. Namun, bukan tugas yang mudah bagi banyak nelayan pesisir untuk ikut serta dalam

pengelolaan bersama sumber daya pesisir. Untuk melakukan ini, diperlukan partisipasi yang

kuat didalam diri mereka. Saat ini ada kecendrungan melibatkan nelayan skala kecil dikawasan

Asia Tenggara, Kawake, 2010, Seperti yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelam Nelayan Penang/

Penang Inshore Fishermen's Wealfare Association (PIFWA), Dimana masyarakat dikelola dan

dilindungi mengindikasikan niatnya untuk berpartisipasi dalam keputusan mengenai

perlindungan dan pengelolaan sumber daya pesisir. Dalam presentasi ini, evolusi kegiatan

PIFWA sebagai alternatif cara pemberdayaan masyarakat nelayan skala kecil diperlihatkan.

Pariwisata di kawasan perlindungan laut dari Teluk Nha Trang, Vietnam menunjukkan

bahwa pembangunan pariwisata belum membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi

masyarakat, seperti yang diharapkan. Faktor utama yang menghalangi penduduk lokal untuk

berpartisipasi dalam industri pariwisata adalah tingkat pendidikan yang rendah, jarak antara

rumah dan tujuan wisata yang jauh, dan persepsi tentang pengaruh pariwisata. Oleh karena itu,

meningkatkan pendidikan dan mendukung masyarakat untuk memenuhi berbagai tujuan sosial

dan ekologi harus menjadi kebijakan prioritas (Tyllianakis, 2019)

Pada sisi lain terjadinya interaksi antara aktivitas perikanan dan rekreasi pariwisata

berbasis alam di Chili Selatan menunjukan menunjukkan bahwa sebagian besar (67%)
wisatawan berpersepsi negatif terhadap lingkungan pada kegiatan perikanan, sementara hampir

separuh (47%) wisatawan menyadari pentingnya lingkungan budidaya perairan bagi

perekonomian masyarakat pesisir. Berkaitan dengan interaksi antara budaya dengan lingkungan

diperlukan kebijakan publik dan khususnya perencanaan tata ruang wilayah untuk

mempertimbangkan interaksi negatif yang kuat dalam rangka pemerataan peluang kedua belah

pihak (Luis Outeiro, 2018)

Salah satu kebijakan untuk mencapai pariwisata yang sadar budaya dan ramah

lingkungan menunjukkan bahwa calon wisatawan di Negara Inggris bersedia mendonasikan

sekitar £ 73 untuk opsi pengelolaan lingkungan bersakala menengah yang memberlakukan

pembatasan bagi wisatawan untuk memasuki wilayah pesisir dan laut, Model ini diadopsi

berdasarkan pengalaman wisatawan yang berkunjung ke daerah tropis lainnya yang

memberlakukan donasi untuk pengelolaan dan perlindungan lingkungan. Preferensi wisatawan

Inggris berhubungan dengan waktu dan pengalaman sebelumnya didaerah tropis lebih

mengutamakan perlindungan ekosistem pesisir dan laut. Hasil penelitian ini memberikan

dukungan terhadap praktek keberlanjutan pariwisata yang memiliki manfaat kesejahteraan

masyarakat dan melaakukan perlindungan terahadap tradisi dan adat istiadat (Tyllianakis, 2019)

Kontribusi dari hasil penelitian ini juga berkaitan dengan manajemen pariwisata dari yang

tradisional ke praktik yang lebih berkelanjutan dapat mendukung pembangunan berkelanjutan

dari komunitas pesisir lokal di Fiji (Tyllianakis,2019).

Selain Fijji salah satu Negara yang memiliki sumber daya laut dan pesisir di ASEAN

Indonesia sebagai salah satu negara bahari di kawasan ASEAN adalah Indonesia. Pengembangan
daerah pesisir telah dituangkan dalam strategi pembangunan jangka panjang dengan pemanfaatan

laut sebagai salah satu sumber pendapaatan nasional di Indonesia saat ini. (MP3EI 2011-2025).

Menurut l a p o r a n PES (Passenger Exit Survey) 2014, menjelaskan bahwa Daya tarik

wisata (DTW) seperti : Marine Tourism berkontribusi 35%, Eco tourism 45%, dan

Adventure tourism 20%, sementara untuk DTW bahari budaya (Culture) 60%, dan

buatan (Manmade) 5% (PES, 2014). Melalui Kementerian Pariwisata Indonesia telah

menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2019 sebanyak 20 juta sedangkan

pencapaian di tahun 2014 sebanyak 9 juta. Untuk perjalanan wisatawan dalam negeri

ditargetkan meningkat dari 250 juta perjalanan pada tahun 2014 menjadi 275 juta di tahun

2019. Untuk mencapai target yang diinginkan tersebut perlu dukungan dari berbagai pihak

baik pemerintah maupun swasta.

Potensi sumber daya manusia wisata bahari

Ontologi : yg melatar belakangi (fenomena dan riset gap)

Epistomologi : Kajian terkait

Aksiologi :pendekatan suppy demand

Lebih lanjut pertumbuhan ekonomi bali dalam lima tahun 2012 - 2016 dapat

diilustrasikan sebagaimana dalam gambar berikut :

Gambar 1.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali
Tahun 2013 – 2017
Sumber : Bali Dalam Angka Tahun 2018, Badan Pusat Statistik Provinsi Bali
Pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir terjadi fluktuasi dimana dari tahun 2013

hingga 2014 mengalami peningkatan sebesar 0,04 % dan tahun 2014 ke tahun 2015 mengalami

penurunan sebesar 0,7 % sedangkan tahun 2015 ke tahun 2016 kembali terjadi peningkatan

pertumbuhan sebesar 0,29 % dan kembali di tahun 2017 mengalami penurunan dari tahun 2016

sebesar 0,73 %. Selanjutnya sebaran relatif Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali

Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2017 dapat disajikan pada gambar

sebagai berikut :

Gambar 1.2
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Menurut
Lapangan Usaha Provinsi Bali Tahun 2017
Sumber : Bali Dalam Angka Tahun 2018, Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

Dari laju pertumbuhan ekonomi bali banyak disumbangkan dari sektor penyediaan

akomodasi dan makan minum yaitu sebesar 23,33 persen. Hal ini menurutnya berkaitan dengan

keberadaan bali sebagai penyedia jasa akomodasi bagi wisatawan sekaligus sebagai salah satu

menjadi destinasi tujuan wisata dunia. Sektor lain juga berkontribusi cukup besar bagi laju

pertumbuhan ekonomi bali adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 14,35

persen, disusul bidang transportasi dan pergudangan sebesar 9,45 persen. Sementara jasa

konstruksi 8,83 persen,perdagangan sebesar 8,61 persen dan industri pengolahan 6,05 persen,

informasi dan komunikasi 5,15 persen,administrasi pemerintahan 4,92 persen dan sektor lainnya

19,17 persen.

Hasil studi pada Peta Jalan MP3EI Bali, 2012 menunjukkan ketimpangan terjadi oleh

karena struktur pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali terbagi dalam tiga pola

yaitu : Perekonomian daerah yang maju dan tumbuh cepat, terdiri dari Kabupaten Badung ;

daerah berkembang cepat tetapi tidak maju, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar dan
Kabupaten Buleleng ; daerah maju tapi tertekan yaitu Kabupaten Klungkung; dan daerah

tertinggal yaitu Kabupaten Tabanan, Jembrana, Bangli dan Karangasem. Indeks Williamson di

Provinsi Bali berkisar pada nilai 0,68 yang menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan

pembangunan di Provinsi Bali masih tinggi (Dewi,Ida Ayu Indah Utami,et.al,2014)

Hipotesis Kuznets tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan /

Inequality berbentuk kurva U terbalik (inverted-U curve) tidak berlaku di Provinsi Bali. Oleh

karena pertumbuhan pendapatan per kapita selalu diharapkan dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dan perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor

industri dan jasa sulit dihindari, maka untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang disertai

dengan pemerataan, Maka dianjurkan kepada pemerintah memberikan subsidi lebih banyak

kepada masyarakat secara langsung berupa pembayaran transfer, dan secara tidak langsung

melalui subsidi pendidikan, penciptaan lapangan kerja, subsidi kesehatan, dan sebagainya.

Koridor Ekonomi Bali mempunyai tema menjadi Pintu Gerbang Pariwisata dan

Pendukung Pangan Nasional. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh koridor ini, antara

lain populasi penduduk yang tidak merata, tingkat investasi yang rendah serta ketersediaan

infrastruktur dasar yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan percepatan dan

perluasan pembangunan ekonomi yang akan difokuskan pada 3 (tiga) kegiatan ekonomi utama,

yaitu: Pariwisata, Perikanan dan Peternakan (Peta Jalan MP3EI Bali, 2012)

Kabupaten Buleleng merupakan kabupaten terluas di Provinsi Bali yaitu seluas 136,588

hektar atau 24 % dari luas keseluruhan Provinsi Bali, dan juga memiliki garis pantai terpanjang

yaitu 157,05 km atau sekitar 27,2% dari 430 km total panjang pantai Bali, ( Bali Dalam Angka

Tahun 2018, Badan Pusat Statistik Provinsi Bali )


Salah satu dari hasil studi dinyatakan bahwa berbagai konsep kearifan lokal masyarakat

Bali khususnya umat Hindu sangat berpotensi digunakan sebagai landasan pengembangan

pendidikan di tanah air, khususnya dalam mencari model-model pengembangan pendidikan,

pembelajaran, pemberdayaan/peningkatan kapasitas berbasis budaya. Hal tersebut dapat dilihat

dari relevansi nilai-nilai kebijaksanaan tradisional yang ada dengan perkembangan kegiatan

ekonomi dalam berbagai bidang usaha atau kegiatan. Sehubungan dengan hal tersebut,

disarankan agar dilakukan eksplorasi terhadap potensi-potensi kearifan lokal lainnya dalam

berbagai bidang ilmu untuk memperkuat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di

masa yang akan datang. (Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 , Juli

2006) Nama orang et all

1.2.Perumusan Masalah

Kompleksitas permasalahan banyak terjadi dibeberapa lokasi wisata tidak terkecuali

pada obyek wisata bahari masih kurangnya koordinasi dalam pengelolaan oleh para pemangku

kepentingan yaitu pemerintah, lembaga masyarakat, investor, dan masyarakat lokal di lokasi

wisata itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut dapat mempengaruhi semua faktor yang ada, yaitu

faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor sosial & budaya, faktor kelembagaan, dan faktor

teknologi. Jika disetiap faktor terdapat kesenjangan maka akan mempengaruhi keberhasilan

pengelolaan wisata didaerah tersebut.

Menurut Pezzey (1992) melihat aspek keberlanjutan dari sisi yang berbeda.

Sustainabilitas memiliki pengertian statis dan dinamis. Keberlanjutan dari sisi statis diartikan

sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang relatif konstan,

sementara keberlanjutan dari sisi dinamis diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang

tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang selalu berubah.


Kabupaten Buleleng lebih banyak potensi berkembang wisata bahari karena

umumnya dari kunjungan wisata banyak diminati oleh wisatawan asing dibandingkan

wisatawan domestik, Akan tetapi wisata lainnya tidak dapat dikesampingkan karena

pengembangan pariwisata di Buleleng tidak hanya wisata bahari namun juga pengembangan

wisata lainnya cukup potensial untuk dikembangan seperti Wisata Alam atau Wisata Desa,

Wisata Budaya, Wisata Sejarah maupun Wisata Spiritual. Oleh karena wisata bahari memiliki

potensi relatif besar maka pengelolaan wisata bahari memerlukan perhatian lebih dibanding

pengembangan wisata lainnya. Dalam pengembangan subsektor ini salah satu kunci

keberhasilan dalam penyediaan jasa layanan hal ini sesuai dengan realitas penjualan paket wisata

di Buleleng tidak hanya khusus wisata bahari namun juga dirangkai dengan wisata non bahari

lainnya. Dengan demikian diperlukan model pengelolaan peningkatan kapasitas sumber daya

pariwisata bahari di Kabupaten Buleleng. Untuk mendapatkan manfaat maksimal kelestarian

sumberdaya Alam dan Budaya tetap terjaga. Dengan kata lain pengelolaan wisata bahari

diberdayakan secara maskimal namun kelestarian Alam dan Budayanya agar tetap terjaga.

Hal yang serupa di kawasan Pandeglang sejak 23 Februari 2015 beroperasi sebagai

Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung sebagaimana ditetapkan melalui PP No. 26 tahun

2012. Sebagaimana dengan hal tersebut akan dibangun infrastruktur wilayah yang menunjang

Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung, yaitu jalan tol Serang-Panimbang, bandara

internasional Banten Selatan, dan reaktivasi jalur kereta api Rangkas Bitung-Labuan.

Pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara terus menerus sebagai usaha untuk

meningkatkan petumbuhan ekonomi (valuasi ekonomi), meningkatkan kesejahteraan rakyat tentu

harus memperhatikan lingkungan, karena pengelolaan alam yang hanya berorientasi ekonomi
hanya akan membawa efek positif secara ekonomi tetapi menimbulkan efek negatif bagi

kelangsungan kehidupan umat manusia.

Hasil penelitian diharapkan menghasilkan model pengelolaan yang dapat membuat lokasi wisata

menjadi lebih terorganisir dan membantu mengatasi masalah

1.3.  Pokok Masalah

Dalam penelitian ini yang menjadi pokok masalah penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah profil dan karateristik potensi sumber daya pariwisata bahari .

2. Bagaimanakah Peta Permintaan potensial dari industri pariwisata bahari

3. Bagaimanakah peta ketersediaan potensi operator wisata bahari

4. Bagaimanakah keseimbangan pasar antara permintaan potensial dengan penawaran

atau ketersediaan operator wisata bahari

5. Bagaimanakah rumusan model peningkatan kapasitas nelayan operator wisata

bahari

6. Bagaimanakah Pengelolaan yang ideal untuk peningkatan kompetensi operator

wisata bahari yang berbasis kearifan lokal di kabupaten Buleleng.

1.4. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan atau objective dari penelitian ini sebagaimana diuraikan sebagai
berikut :

1. Mengidentifikasi profil dan karateristik potensi sumber daya pariwisata bahari;

2. Memetakan permintaan potensial dari industri pariwisata bahari;

3. Memetakan peta ketersediaan potensi nelayan operator wisata bahari ;


4. Menetapkan keseimbangan pasar antara permintaan potensial dengan penawaran atau

ketersediaan operator wisata bahari ;

5. Merumuskan model pemberdayaan nelayan operator wisata bahari;

6. Merekomendasi pengelolaan yang ideal untuk peningkatan kompetensi operator

wisata bahari yang berbasis kearifan lokal di Buleleng.

1.5.  Manfaat Penelitian

Kemanfaatan atau utilitas dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat dari perspektif
praktis dan perspektif akademis untuk itu dapat diuraikan ringkas sebagai berikut :

1.5.1        Manfaat Praktis : Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemangku

kepentingan (Pemerintah, Pengusaha, Lembaga Adat, dan Masyarakat Nelayan/Operator wisata

bahari) dalam  upaya mencari pendekatan dan strategi menuju peningkatkan layanan sekaligus

merekomendasi dalam rangka mewujudkan meningkatkan kompetensi SDM wisata bahari.

1.5.2     Manfaat Teoritis : Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

keilmuan tentang mengembangan model teoritis dengan memasukan variabel varibel yang belum

teridentifikasi yang bersifat unik lokalistik seperti kearifan lokal/Local Geneus kedalam faktor-

faktor produksi sebagai faktor penentu terhadap jumlah produksi atau layanan dalam kontek

produksi layanan jasa wisata bahari.

1.6.  Kebaharuan Penelitian

Dari topik penelitian yang dilakukan di Kabupaten Buleleng merupakan penelitian

reflikasi sehingga sesungguhnya tidak memiliki kebaharuan yang berarti karena penelitian

sejenis cukup banyak dilakukan didaerah lainnya di Indonesia bahkan di luar negeri, namun

pemilihan topik penelitian ini memasukan variabel penentu yaitu kearifan lokal yang secara
spesifik dan unik berlaku pada daerah penelitian tersebut. Novelty dari penelitian ini adalah

memasukan aspek kearifan lokal berupa persepsi dan perilaku yang didasarkan atas prinsip

Sagilik Salunglung Sabayantaka Paras Paros Sarpanaya, Megaleng Ombak Mesaput Bias,

Padewasan/Wariga , dan Awig-Awig serta Pacingkrem yang secara eksplisit dikenal dalam

konsep Tri Hita Karana dipergunakan sebagai nilai tuntunan beraktivitas sesuai profesi sebagai

nelayan kecil. Sehingga melalui penelitian nantinya akan digali lebih dalam lagi efektifitas nilai-

nilai keraifan lokal dalam perspektif ekonomi atau mengukur peranan nilai-nilai tersebut

terhadap peningkatan produksi atau pelayanan wisata bahari secara ekonomis.

1.7. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan studi penelitian ini hanya dilakukan satu periode waktu tertentu,

sehingga sangatlah terbatas bahwa dinamika perubahan perilaku masyarakat terus terjadi yang

berimplikasi adanya perubahan pada sisi prinsip-prinsip kehidupan bermasyarakat pada

porfesinya sebagai nelayan kecil yang beralih ke profesi layanan wisata bahari.

1.8. Rancangan/Roadmap Penelitian ( Terlampir )

Anda mungkin juga menyukai