Anda di halaman 1dari 21

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Batubara merupakan sumber daya alam yang banyak terdapat di Kabupaten Tanah
Bumbu Provinsi Kalsel. Sisa pengolahan maupun pengujian batubara kebanyakan dibiarkan
oleh perusahaan sehingga terbuang begitu saja. Batubara sisa ini bisa dimanfaatkan untuk
dibuat briket. Namun seringkali briket batubara susah menyala dan menimbulkan banyak
abu. Maka dari itu perlu penelitian dengan mencampurkannya dengan sekam padi. Sekam
padi banyak didapatkan karena selain wilayah industri, juga banyak wilayah pertanian padi
di Kabupaten Tanah Bumbu.

Biobriket dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk menjadi bauran energi serta
mengurangi dampak emisi karbon dari pembakaran bahan bakar fosil [1]. Pembuatan briket
ini diharapkan bisa menjadi solusi bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bahan
bakar rumah tangga. Penelitian ini sangat penting dilakukan agar limbah sekam padi dan
sisa batubara yang melimpah di Kabupaten Tanah Bumbu dapat dimanfaatkan dengan baik
dan mengasilkan bahan bakar alternatif bagi masyarakat.

Bahan bakar semakin sulit untuk didapatkan dan harganya pun semakin meningkat. Briket
sebagai bahan bakar alternatif harus mempunyai kadar kalor yang mencukupi, ramah
lingkungan, mudah digunakan dan mempunyai nilai ekonomi sehingga bisa dilanjutkan
untuk jangka panjang[2]. Briket yang dihasilkan diharapkan berkualitas dan sesuai standar
sehingga bisa menjadi energi pengganti.

Sekam padi terdiri dari lapisan keras yaitu kariopsis yang memiliki dua belahan yang
disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Sekam terpisah dari butir akibat
penggilingan padi dan kemudian menjadi limbah sisa penggilingan. Hasil penggilingan
mengandung sekam sekitar 20-30%, dadak antara 8-12%, dan beras giling antara 50-63,5%
dari bobot awal gabah [3]. Sekam padi merupakan biomassa yang dapat digunakan untuk
berbagai kebutuhan seperti pakan ternak, bahan baku industri, dan bahan bakar.

uji nyala

Mengolah bahan baku menjadi briket dilakukan agar kualitas bahan meningkat.
Peningkatan kualitas bahan dilihat dari energi yang dihasilkan, kemudahan penyalaan, dan
sedikitnya polusi yang ditimbulkan. Proses pembriketan dilakukan melalui langkah
penghalusan, karbonisasi, pencampuran dengan perekat, pencetakan, lalu pengeringan [4].
Kadar air sangat dipengaruhi oleh karapatan. Semakin tinggi nilai kerapatan suatu briket
maka nilai kadar airnya semakin tinggi. Apabila kerapatannya rendah mengakibatkan kadar
air semakin rendah pula di dalam briket.

Ada dua perekat dalam pembuatan biobriket yaitu perekat yang berasap (tar, pitch, clay,
dan molase) dan perekat yang kurang berasap (pati, dekstrin, dan tepung beras). Diantara
perekat yang terbaik bisa digunakan yaitu tepung kanji/tapioka [5]. Kandungan perekat
tidak boleh terlalu banyak karena dapat meningkatkan nilai abu.

Penelitian yang dilakukan Qistina [6] menunjukkan bahwa sekam padi termasuk biomassa
yang bagus digunakan untuk briket. Sekam padi bisa menghasilkan kalori hingga 4323
kal/g namun mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan tempurung kelapa.
Karbonisasi sekam padi lebih mudah dilakukan dan tidak diperlukan lagi peremukan untuk
mengecilkan ukuran.

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa dapat membuat briket.

2. Mahasiswa dapat menganalisis kualitas briket.


BAB II
DASAR TEORI
2.1 Briket
Briket batubara adalah bahan bakar padat dengan bentuk dan ukuran tertentu, yang
tersusun dari butiran batubara halus yang Telah mengalami proses penempatan dengan
daya tekan tertentu, agar bahan bakar tersebut lebih mudah ditangani dan menghasilkan
nilai tambah dalam pemanfaatan.
Briket adalah teknologi yang menggunakan proses basah atau kering untuk
mengkompresi bahan baku ke dalam beberapa bentuk. Proses briket kering memerlukan
tekanan tinggi dan tidak memerlukan pengikat. Proses tersebut mahal dan
direkomendasikan hanya untuk produksi level tinggi. Sedangkan proses basah hanya
memerlukan tekanan rendah tetapi memerlukan perekat (Assureira, 2002)
Syarat briket yang baik adalah briket memiliki permukaan yang halus dan tidak
meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, briket harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Mudah menyala
b. Tidak mengeluarkan asap
c. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun
d. Kedap air dan hasil pemabakran tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama
e. Menunjukkan upaya laju pemabakaran (waktu, laju pemabakran, dan suhu pemabakaran)
yang baik. (nursyiwan dan Nuryei,2005)

2.2 Teknologi pembuatan batubara


Berdasarkan komposisinya briket batu bara dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Briket batubara biasa (Non Karbonisasi), campuran berupa batubara mentah dan zat
perekat (biasanya lempung . sangat sederhana dan biasanya berkualitas rendah.
Briket pada jenis ini tidak mengalami dikarbonisasi sebelum diproses menjadi briket
dan memiliki harga yang relative lebih murah. Karena memiliki kandungan zat
terbang sehingga untuk mendaptkan hasil pemabakaran sempurna lebih
direkomendasikan menggunakan tungku (bukan kompor). Briket jenis ini
umumnya lebih banyak digunakan oleh industri kecil. Pada briket jenis ini
komposisi campurannya adalah batubara 80%  95%, bahan pengikat 5%  20%,
dan bahan imbuh 0%  5%.
b. Briket batubara terkabonisasi, sebelum digunakan batubara harus dikarbonisasi
(carbonized) dengan cara pembakaran pada suhu tertentu hingga zat pengotor,
terutama zat terbang (volatile matter) hilang. Perekat dapat berperan penting
terhadap kualitas briket yang dihasilkan. Proses karbonisasi dapat menurunkan zat 
zat yang ada pada batubara sehingga dapat menghasilkan briket yang tidak berbau
dan berasap, namun proses ini dapat meningkatkan biaya produksi karena
menghasilkan rendemen sebesar 50%. briket batubara jenis ini sangat cocok
digunakan untuk keperluan rumah tangga karna lebih aman dalam penggunaanya.
Komposisi Pada briket jenis ini adalah batubara 80%  90%, 5%  15% sisanya
merupakan campuran bahan pengikat dan bahan imbuh. Bahan imbuh yang biasa
digunakan adalah kapur dengan maksimum 5% yang berfungsi sebagai adsorben
untuk menangkap SO2.
c. Briket bio-batubara, atau dikenal dengan bio-briket, selain kapur dan zat perekat,
kedalam campuran ditambahkan bio-massa sebagai subtansi untuk mengurangi
emisi dan mempercepat pembakaran. Bio-massa yang biasanya digunakan berasal
dari ampas industry agro (ampas kelapa sawit, sekam padi, dan lain-lain) atau
serbuk gergaji.
Bahan baku briket bio-batubara terdiri dari : batubara, biomassa, bahan pengikat
dan kapur. Komposisi campuran ialah 50%  80% batubara, 10%  40% biomassa,
5%  10% bahan pengikat, dan 0%  5% bahan imbuh (kapur).

2.3 Pembuatan Briket Batubara


Secara umum proses pembuatan briket melalui tahap pemilihan bahan baku,
pencampuran, pencetakan, pengeringan, dan pengepakan.

2.3.1 Bahan Baku


a. Batubara
Batubara merupakan batuan sedimen organik yang dapat terbakar. unsusr
pembentuk batubara adalah sisa-sisa tumbuhan yang terendapkan selama berjuta
tahun, unsur tersebut merupakan kaya akan karbon. Batubara sangat berperan
penting dalam meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sebagai
sumberdaya energi, batubara memiliki nilai strategis dan potensial untuk
memenuhi sebagian besar kebutuhan energy dalam negeri. Dari proses
terbentuknya, batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan
memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah
pengaruh proses fisika dan kimia.
Permasalahan ini dapat membantu dalam penentuan klasifikasi menurut
tingkatan yaitu lignit, sub bituminous, bituminous, dan antrasit. Yang di lihat
dari perbedaan karakteristik fisik dan kualitas uji proksimat batubara yang
mencolok dari setiap lapisannya.

Gambar 1. batubara bituminous Gambar 2. Batubara Lignit

b. Sekam padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri
daridua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada
proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi
bahan sisaatau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa
yang dapatdigunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri,
pakan ternakdan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi
biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedakantara 8- 12% dan beras giling
antara 50-63,5% data bobot awal gabah.

Gambar 3. Sekam Padi

2.3.2 Perekat
Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua
benda melalui ikatan permukaan. Berdasarkan jenisnya perekat dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Perekat Organik, perekat yang bersifat sangat efektif dalam mengikat,
memiliki harga yang relative lebih murah dan ketika dibakar cenderung
menghasilkan abu yang lebih sedikit. Contoh: tepung kanji, tepung sagu, tar,
amilum, molase, dan paraffin.
b. Perekat Anorganik, perekat yang memiliki daya rekat yang lebih kuat
dibandingkan perekat organik, Namun untuk harga perekat anorganik lebih
mahal disbanding perekat organik, dan menghasilkan abu yang lebih banyak
pula. Contoh: semen, lempung, dan natrium silica.

2.3.3 percetakan briket


Pencetakan briket bertujuan untuk memperoleh bentuk briket yang seragam dan
memudahkan dalam proses pengemasan serta penggunaan. Proses ini guna berpengaruh
terhadap kualitas briket yang di hasilkan.
Dalam pembuatan briket alat pengepresan yang digunakannialah pengepresan Secara
manual menggunakan tenaga manusia.
2.3.4 pengeringan briket
Pengeringan berfungsi untuk mindahkan atau menghilangkan sebagian kadar air
yang terdapat dalam briket guna menghasilkan kualitas briket yang sesuai dengan SNI.
Kadar air dalam briket juga dapat mempengaruhi kadar kalor briket atau nilai panas. hal ini
disebabkan karena panas yang tersimpan didalam briket digunakan terlebih dahulu untuk
mengeluarkan air yang ada di dalam briket. Ketika air di dalam briket Telah habis, baru
kemudian panas dapat digunakan sebgaai panas pemabakaran.
Pengeringan sendiri dapat dilakukan Secara konvesional atau penjemuran
(menggunakan sinar matahari) dan Secara modern (menggunakan oven).

2.4 SNI briket batubara


Agar dapat menghasilkan briket batubara yang berkualitas maka ditetapkanlah,
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Kualitas briket batubara sebagai berikut:
Tabel 1. Standar Kualitas Briket Batubara
N Jenis Air Zat Nilai Tota Beban
o Briket Lemb Terba Kalor l Pecah
Batubara ab ng (Kkal/ Sulf (Kg/C
(%) (%) Kg) ur m2)
(%)
1 Briket Maks Maks Min Mak Min 60
Batubara 20 15 4000 s1
Terkaboni
sasi Jenis
Batubara
Muda
2 Jenis
Briket (1)
Tapi Maks Maks Min Mak
Min 60
Bukan 7,5 15 5500 s1
Batubara
Muda
3 Briket Sesua
Bio- i
Batubara Deng
Maks Min Mak
an Min 65
15 4400 s1
Baha
n
Baku
Sumber: Permen ESDM Pedoman Pembuatan Dan Pemanfaatan Briket Batubara Dan
Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara, 2006.

Tabel 2. Standar Kualitas Briket Berperekat


Standar Mutu
Sifat Komersi Imp Jepan Inggr US
SNI
al or g is A
Kadar 6 s/d 6 s/d 3 s/d
7.75 6 8
Air (%) 8 8 4
Kadar
3 s/d 3 s/d 8 s/d
Abu 5.51 18 8
6 30 10
(%)
Kadar 13.14 15 15 16 19 15
Karbon s/d s/d
(%) 30 30
Kerapat 60 60
an 78.35 s/d s/d 75 58
(gr/cm3) 80 80
Kuat
Tekan 0.4407
(gr/cm3)
Nilai
6000 6000
Kalor 650 500
6814.11 s/d s/d 7300
(kkal/gr 0 0
7000 7000
)
(Ringkuangan,1993)
2.5 parameter kualitas briket
Perlu dikukannya pengujian Untuk Mengetahui kuliatas briket batubara yang
dihasilkan apakh sudah standar SNI atau belum, pengujian briket batubara meliputi,
1. Pengujian kuat tekan briket
Kuat tekan merupakan tingkat kekuatan briket dimana briket akan ditekan hingga
beban maksimum telah tercapai dengan memberikan penekanan sampai briket pecah.
Prosedur pengujian kuat tekan menggunakan Unit Testing Machine tipe (E64605 Rated
Force capacity 600 KN ).
2. Laju pembakaran briket
Pembakaran briket dilakukan pada tungku. Pembakaran ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik pembakaran briket secara aktual.
3. Pengujian kadar air
Pengujian kadar air dilakukan untuk Mengetahui kandungan air pada briket dengan
masing masing komposisi perekat. Kandunghan air yang tinggi dapat mempengaruhi
nilai kalor dan laju pembakaran.
4. Pengujian nilai kalor
Nilai kalor merupakan salah satu parameter utama dalam menentukan kualitas
briket apakah layak atau tidak. Nilai kalor merupakan jumlah energi panas yang dapat
dilepaskan setiap satuan massa bahan bakar dalam pembakaran sempurna.

5. Pengujian kadar abu


Pengujian kadar abu adalah cara untuk mengetahui berapa besar abu yang
terkandung pada briket, abu merupakan mineral yang tidak bisa terbakar atau sisa yang
tertinggal pada saat proses pembakaran selesai. Kadar abu yang tinggi dapat
menurunkan kualitas briket, karena semakin banyak kadar abu pada briket dapat
menurunkan nilai kalor briket.
BAB III

METODELOGI

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

- Pipa paralon - Ayakan ukuran 18 mesh

- Kompor gas - Crusher

- Panci

- Baskom

- Pengaduk

- Oven

- Tray Oven

- Furnance

- Aluminium Foil

2.1.2 Bahan

- Batubara (75%b)

- Tepung Kanji (20%b)

- Sekam Padi (25% b)

- Air

2.2 Prosedur Kerja


2.2.1 Prosedur Kerja Proses Produksi briket

2.2.1.1 Tahap Preparasi Bahan Batubara

1. Menyiapkan Batubara.
2. Penghancuran batubara menggunakan mesin crusher.
3. Mengayak batubara menggunakan ayakan -18 mesh +20 mesh.

2.2.1.2 Tahap Preparasi Bahan Sekam Padi

1. Menyiapkan Sekam Padi.


2. Menjemur sekam padi selama 3 hari di bawah terik matahari.
3. Karbonisasi menggunakan oven dengan suhu 200 ℃ selama 3 jam.
4. menghaluskan sekam padi

2.2.1.3 Tahap pembuatan briket

1. Panaskan air.
2. Memasukkan tepung kanji sebanyak 400g.
3. Mematikan kompor.
4. Memasukkan batubara sebanyak 1.5 kg.
5. Memasukkan sekam padi sebanyak 500 kg.
6. Mencampur adonan briket.
7. Mencetak adonan menggunakan pipa paralon.
8. Menjemur briket selama ± 3hari.
9. Mengeringkan briket dalam oven dengan suhu 115℃ selama 5 jam.
2.2.2 Prosedur Analisis Produk

2.2.2.1 Prosedur Analisa Proksimat

A. Analisis Kandungan Air


1. Menimbang cawan crucible terlebih dahulu dan mencatat beratnya sebagai
(M1).
2. Memasukkan sempel briket sebanyak ± 1gram dan mencatat beratnya sebagai
(M2).
3. Memasukkan ke dalam oven dengan suhu 105℃ selama 2 jam.
4. Mengeluarkan sampel dari oven.
5. Mendinginkan sampel di dalam desikator selama 15 menit.
6. Menimbang Kembali sampel yang sudah didinginkan dan mencatat beratnya
sebagai (M3).
7. Melakukan perhitungan Persentase moisture.
B. Analisis Kadar Abu
1. Menimbang cawan crucible terlebih dahulu dan mencatat beratnya sebagai
(M1).
2. Memasukkan sempel briket sebanyak ± 1gram dan mencatat beratnya sebagai
(M2).
3. Memasukkan sampel kedalam furnance dengan suhu 500℃ dan diamkan
selama 60 menit.
4. Setelah 1 jam, suhu furnance di naikkan menjadi 750℃ dan diamkan selama
120 menit.
5. Mengeluakan sampel dan diamkan selama 15 menit.
6. Menimbang Kembali sampel yang sudah didinginkan dan mencatat beratnya
sebagai (M3).
7. Melakukan perhitungan persentase ash content.
C. Analisis kandungan Zat Terbang
1. Menimbang cawan crucible terlebih dahulu dan mencatat beratnya sebagai
(M1).
2. Memasukkan sempel briket sebanyak ± 1gram dan mencatat beratnya sebagai
(M2).
3. Memasukkan sampel kedalam furnance dengan suhu 900℃ selama 7 menit.
4. Mengeluarkan sampel dan diamkan selama 15 menit.
5. Menimbang Kembali sampel yang sudah didinginkan dan mencatat beratnya
sebagai (M3).
6. Melakukan perhitungan volatoile matter.
D. Analisis Kandungan Karbon
Analisis fixed carbon merupakan bagian dari analisis proksimat dimana nilai fixed
carbon didapatkan dari kandungan air, kandungan abu, dan zat terbang.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan

Tabel 3.1 Hasil Analisa Proksimat

Parameter SNI Jurnal Praktikum


Kadar air (%) Maks 8 17,08% 7,3344%
Kadar abu (%) Maks 10 7,11% 7,5267%
Nilai kalor 5000 5194 kkal/kg -
(kkal/kg)
Kadar abu 15 42,76% 48,8844%
terbang (%)
Fixed Carbon 77% 33,05% 36,2543%
(%)
Uji temperature - 232,5 oC

Tabel 3.2 Hasil Uji Bakar Briket

1. Suhu Terpanas 232,5 ºC


2. Waktu untuk Terbakar 18 Menit 48 detik
3. Lama Api Menyala 35 detik

3.2 Pembahasan

Tahapan paling pertama yang dilakukan adalah menyiapkan dan menghancurkan


batu bara menggunakan mesin crusher, setelah itu baru bara diayak menggunakan ayakan -
18 mesh + 20 mesh. Selanjutnya adalah menyiapkan sekam padi. Sekam padi merupakan
hasil samping dari penggilingan padi. Sekam padi dijemur selama 3 hari agar sekam padi
menjadi kering dan memudahkan proses pembuatan briket. Setelah itu dilakukan proses
karbonisasi. Proses karbonisasi adalah proses mengkonversi bahan organik atau biomassa
menjadi arang. Biomassa yang digunakan adalah sekam padi sangat melimpah dan mudah
dicari. Setelah di karbonisasi, sekam padi di haluskan.
Pada proses pembuatan briket batu bara menggunakan perekat. Perekat yang
digunakan adalah tepung kanji. Pemilihan tepung kanji sebagai bahan perekat pembuatan
briket karena tepung kanji mudah ditemukan dan kanji juga sebagai bahan perekat briket
alternatif. Sifat tepung kanji apabila dicampur air panas akan menjadi liat seperti lem. Lem
dari kanji memiliki viskositas rekat yang tinggi. Penggunaan kanji dalam membuat briket
sangat mengguntungkan karena dapat mencetak briket dengan bentuk yang diinginkan.
Kanji memiliki kelenturan sehingga dapat membuat briket tercampur dan merekat secara
merata, kepadatan briket juga dipengaruhi oleh kanji. Pori-pori briket dan kepadatan briket
dapat menjadi lebih sempurna.
Variasi yang diberikan adalah 75% batu bara dan 25% sekam padi serta perekat
20%. Hal ini sesuai dengan penelitian Fachruzzaki dkk (2022). Komposisi batu bara
sebanyak 1,5 kg , sekam padi 500 gr, dan tepung kanji 400 gr. Kanji dicampurkan dengan
dengan perbandingan kanji : air = 1 :10 .Kemudian kompor dihidupkan dan memanaskan
tepung kanji denga air di dalam panci hingga bentuknya menjadi bening dan lengket.
Selanjutnya lem kanji yang masih panas tadi dicampurkan dengan bubuk batu bara dan
sekam padi. Kemudian adonan tersebut diaduk hingga tercampur rata dan homogen.
Setelah itu dimasukkan ke dalam cetakan dengan cara ditekan dan dipadatkan. Cetakan
yang digunakan adalah pipa yang berdiameter 4 cm. Lalu dikeluarkan dari cetakan.
Semakin padat briket yang dihasilkan maka semakin bagus hasilnya. Briket sekam padi
dijemur selama 3 hari agar menghilangkan air yang ada dalam briket. Setelah itu briket di
oven dengan suhu 115°C selama 5 jam untuk memastikan tidak ada kandungan air di dalam
briket. Setelah itu dilakukan berbagai uji briket.
Kadar abu
Kadar abu merupakan abu sisa dari proses pembakaran. Kadar abu briket banyak
dipengaruhi oleh komposisi kimia briket tersebut. Kandungan abu terbesar Biasanya silika
(Haryanti 2018) Tingginya kandungan silika pada abu dasar dipengaruhi nilai abu yang
terdapat dalam briket karena jenis biomassa dan perekat yang digunakan. Nilai Kadar abu
yang dihasilkan pada praktikum ini yaitu 7,5267%. Hal ini sesuai dengan standar SNI untuk
briket yaitu diperbolehkan 8%.
Kadar air
Kadar air yang didapat dari praktikum yaitu 7,3344% .Menurut SNI (Standar
Nasional Indonesia, ditetapkan kadar air pada briket yaitu maksimal 8%. Sehingga briket
bisa dikatakan bagus karena mengandung yang kurang dari range baku mutunya.

Zat terbang (Volatile matter)


adalah zat yang dapat menguap hasil dekomposisi zat-zat organik di dalam briket.
kadar zat terbang semakin tinggi jika persentase arang sekam padi dinaikkan. Tingginya zat
terbang mengakibatkan briket lebih mudah untuk terbakar namun lama pembakaran
berkurang. Kadar zat terbang tergantung pada lama proses pengarangan dan temperatur
yang diberikan dan bahan baku yang digunakan. Kadar volatile akan turun presentasenya
jika waktu proses pengarangan lebih lama maka proses penguraian senyawa karbon lebih
maksimal (Anetiesia 2014) tingginya kadar volatile akan berpengaruh terhadap nilai kalor
briket yang dihasilkan. Semakin tinggi volatile matter akan menyebabkan nilai kalori
menurun. Briket yang dihasilkan dalam penelitian ini masih jauh di atas SNI yaitu
48,8844% hingga proses karbonisasi harus lebih dioptimalkan dan penggunaan perekat
harus dikurangi agar nilai volatile matter bisa di bawah 15%.
Fixed Karbon
Fixed Carbon atau karbon tertambat merupakan salah satu bagian dari analisis
proximat. Dengan tingginya nilai fixed carbon mengakibatkan nilai kalor yang semakin
tinggi pula. Kandungan karbon terhambat inilah yang akan menjadi energy panas ketika
briket dibakar. Hasil praktikum menunjukkan bahwa nilai fixed carbon masih belum bisa
memenuhi SNI tahun 2000 yaitu 36,2543%. Hal ini dikarenakan batubara yang digunakan
adalah batubara peringkat rendah. Di samping itu briket juga mempunyai nilai volatile
matter yang sangat tinggi.
Karakteristik dan Laju Pembakaran Briket
Karakteristik briket yang dihasilkan sangat padat dan keras. Pengujian laju
Pembakaran Briket dilakukan dengan cara membakar briket diatas kompor. Perhitungan
waktu menggunakan stopwatch yang dimulai pada awal briket diletakkan diatas api kompor
sampai terbakar, briket membutuhkan waktu pembakaran yang lama yaitu 18 menit 48
detik. Berdasarkan dengan teori, bahwa semakin tinggi konsentrasi kanji menyebabkan laju
pembakaran semakin rendah. Laju pembakaran disebabkan oleh kandungan yang ada pada
perekat. Semakin banyak kandungannya maka akan menyebabkan briket menjadi padat dan
menyulitkan proses pembakaran. Semakin sedikit kadar air yang dikandung dalam briket,
maka akan semakin cepat waktu pembakarannya, maka akan semakin besar laju
pembakarannya. Temperature yang diperlukan untuk nyala briket adalah 232,5°C.
BAB V
KESIMPULAN
LAMPI
RAN
PERHITUNGAN

 Kadar Air %

W 0 = Berat Sampel + Cawan Sebelum dikeringkan

W = Berat Sampel + Cawan Sesudah dikeringkan

W S 0= Berat sampel Awal

W 0−W
% Kadar Air = × 100%
W S0

77,4804−77,4071
= × 100%
0,9994

= 7,34 %

 Kadar Abu %

m1 = Berat Crusibel + tutup

m2 = Berat Crusibel + tutup + Sampel

m3 = Berat Crusibel + tutup + ash

m4 = Berat Crusibel + tutup setelah ash dibuang

% Kadar Abu=¿ ¿ ¿ × 100%

( 37,2167−37,2919 ) gram
= × 100%
( 38,291−37,2919 ) gram
= 7,52 %

 Volatile Meter

m1 = Berat Crusibel Kosong+ tutup

m2 = Berat Crusibel Kosong + tutup + Sampel Sebelum dipanaskan

m3 = Berat Crusibel Kosong + tutup + Sampel Setelah dipanaskan

% VM =¿ × 100% ) – Mad

( 37,1665−37,6774 )
=( × 100% ) – 10.9%
( 38,1660−37,1665 )

= 48,88 % – 7,34 %

= 41,54 %

 Fixed Carbon

% FC =100 % – ( Kadar Air + Kadar Abu+VM )

= 100 % – (7,34 % + 7,52 % + 41,54 % )

= 43,6 %

Anda mungkin juga menyukai