Modul-10 Pancasila UMB Ganjil 2021-2022
Modul-10 Pancasila UMB Ganjil 2021-2022
MODUL PERKULIAHAN
U002100007
Pendidikan
Pancasila
Perbandingan Ideologi Pancasila
dengan Ideologi Lain
Abstrak Sub-CPMK
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Pancasila dan Liberalisme
Meski PKI menduduki empat besar dalam Pemilu 1955, tetapi secara ideologis
belum merapat pada pemerintah. Mengenai Pancasila itu dalam posisi yang tidak ada
perubahan, artinya Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia meski dengan
konstitusi 1950 (Feith dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 40). Indonesia tidak menerima
liberalisme dikarenakan individualisme Barat yang mengutamakan kebebasan
makhluknya, sedangkan paham integralistik yang kita anut memandang manusia sebagai
individu dan sekaligus juga makhluk sosial (Alfian dalam Oesman dan Alfian, 1990: 201).
Negara demokrasi model Barat lazimnya bersifat sekuler, dan hal ini tidak
dikehendaki oleh segenap elemen bangsa Indonesia (Kaelan, 2012: 254). Hal tersebut
diperkuat dengan pendapat Kaelan yang menyebutkan bahwa negara liberal memberi
kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai
dengan agamanya masing-masing. Namun dalam negara liberal diberikan kebebasan
untuk tidak percaya terhadap Tuhan atau atheis, bahkan negara liberal memberi
kebebasan warganya untuk menilai dan mengkritik agama.
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
kekuatan liberalism terletak dalam menampilkan individu yang memiliki martabat
transenden dan bermodalkan kebendaan pribadi. Sedangkan kelemahannya terletak
dalam pengingkaran terhadap dimensi sosialnya sehingga tersingkir tanggung jawab
pribadi terhadap kepentingan umum (Soeprapto dalam Nurdin, 2002: 40-41). Karena
alasan-alasan seperti itulah antara lain kenapa Indonesia tidak cocok menggunakan
ideologi liberalisme.
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Pancasila dan Komunisme
Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk
kembali ke UUD 1945, berarti kembali ke Pancasila. Pada suatu kesempatan, Dr.
Johanes Leimena pernah mengatakan, “Salah satu factor lain yang selalu dipandang
sebagai sumber krisis yang paling berbahaya adalah komunisme. Dalam situasi di mana
kemiskinan memegang peranan dan dalam hal satu golongan saja menikmati kekayaan
alam, komunisme dapat diterima dan mendapat tempat yang subur di tengahtengah
masyarakat”.
Oleh karena itu, menurut Dr. Johanes Leimena, harus ada usaha-usaha yang
lebih keras untuk meningkatkan kemakmuran di daerah pedesaan. Cara lain untuk
memberantas komunisme ialah mempelajari dengan seksama ajaran-ajaran komunisme
itu. Mempelajari ajaran itu agar tidak mudah dijebak oleh rayuan-rayuan komunisme. Bagi
orang Kristen, ajaran komunisme bias menyesatkan karena bertentangan dengan ajaran
Kristus dan falsafah Pancasila (Pieris, 2004: 212).
Komunisme tidak pernah diterima dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini
disebabkan Negara komunisme lazimnya bersifat atheis yang menolak agama dalam
suatu Negara. Sedangkan Indonesia sebagai Negara yang berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa, merupakan pilihan kreatif dan merupakan proses elektis inkorporatif.
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Artinya pilihan negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa adalah khas dan
nampaknya sesuai dengan kondisi objektif bangsa Indonesia (Kelan, 2012: 254-255).
Selain itu, ideologi komunis juga tidak menghormati manusia sebagai makhluk
individu. Prestasi dan hak milik individu tidak diakui. Ideologi komunis bersifat totaliter,
karena tidak membuka pintu sedikit pun terhadap alam pikiran lain. Ideologi semacam ini
bersifat otoriter dengan menuntut penganutnya bersikap dogmatis, suatu ideology yang
bersifat tertutup. Berbeda dengan Pancasila yang bersifat terbuka,
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Pancasila dan Agama
Menurut Notonegoro , asal mula Pancasila secara langsung salah satunya asal
mula bahan (Kausa Materialis) yang menyatakan bahwa “bangsa Indonesia adalah
sebagai asal dari nilai-nilai Panasila, …yang digali dari bangsa Indonesia yang berupa
nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari bangsa Indonesia”. Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang
(kemerdekaan) negara Indonesia, masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun
pengaruh agama-agama lokal, (sekitar) 14 abad pengaruh Hinduisme dan Budhisme,
(sekitar) 7 abad pengaruh Islam, dan (sekitar) 4 abad pengaruh Kristen (Latif, 2011: 57).
Dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular dijumpai kalimat yang kemudian
dikenal Bhinneka Tunggal Ika. Sebenarnya kalimat tersebut secara lengkap berbunyi
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrua, artinya walaupun berbeda, satu jua
adanya, sebab tidak ada agama yang mempunyai tujuan yang berbeda (Hartono, 1992:
5).
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
mengatasi komunitas cultural dari ragam etnis dan agama, ide kebangsaan tidak terlepas
dari Ketuhanan (Latif, 2011: 67).
Jelaslah bahwa ada hubungan antara sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
Pancasila dengan ajaran tauhid dalam teologi Islam. Jelaslah pula bahwa sila pertama
Pancasila yang merupakan prima causa atau sebab pertama itu (meskipun istilah prima
causa tidak selalu tepat, sebab Tuhan terus-menerus mengurus makhluknya), sejalan
dengan beberapa ajaran tauhid Islam, dalam hal ini ajaran tentang tauhidus-shifat dan
tauhidul-af’al, dalam pengertian bahwa Tuhan itu Esa dalam sifat-Nya dan perbuatan-
Nya. Ajaran ini juga diterima oleh agama-agama lain di Indonesia (Thalib dan Awwas,
1999: 63).
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
dalam pidatonya itu, dan dengan sendirinya perhatian tertuju kepada (pidato) yang
terpenting. Komentar Roem, “Pidato penutup yang bersifat menghimpun pidato-pidato
yang telah diucapkan sebelumnya” (Thalib dan Awwas, 1999: 63).
Prinsip dasar pengabdian adalah tidak boleh punya dua tuan, hanya satu tuannya,
yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi itulah yang menjadi misi utama tugas para pengemban
risalah untuk mengajak manusia mengabdi kepada satu Tuan, yaitu Tuhan Yang Maha
Esa (Kitab Ulangan 6:4-5, Matius 6:24, Lukas 16: 13, Quran surat: Al Mu’minun [23]: 23
dan 32) (Mulyantoro, 2012).
Namun, dengan hanya mengakui lima agama (sekarang menjadi 6 agama: Islam,
Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu) secara resmi, negara
Indonesia membatasi pilihan identitas keagamaan yang bisa dimiliki oleh warga negara.
Pandangan yang dominan terhadap Pancasila sebagai dasar negara Indonesia secara
jelas menyebutkan tempat bagi orang yang menganut agama tersebut, tetapi tidak bagi
mereka yang tidak menganutnya.
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Gagasan asas tunggal menimbulkan pro dan kontra selama tiga tahun
diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan yang mengharuskan mendaftar ulang bagi semua ORMAS dan
sekaligus mengharuskan semua ORMAS menerima asas tunggal yang diberi batas akhir
sampai tanggal 17 Juli 1987. Golongan yang kontra bukan menolak Pancasila dan UUD
1945, melainkan ada kekhawatiran bahwa dengan menghapuskan asas “Islam”,
Pancasila akan menjadi“agama baru” (Moesa, 2007: 123-124).
Dalam hubungan antara agama Islam dan Pancasila, keduanya dapat berjalan
saling menunjang dan saling mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan tidak boleh
dipertentangkan. Juga tidak harus dipilih salah satu dengan sekaligus membuang dan
menanggalkan yang lain. Selanjutnya Kiai Achamd Siddiq menyatakan bahwa salah satu
hambatan utama bagi proporsionalisasi ini berwujud hambatan psikologis, yaitu
kecurigaan dan kekhawatiran yang datang dari dua arah (Zada dan Sjadzili (ed), 2010:
79).
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Pancasila dan agama dapat diaplikasikan seiring sejalan dan saling mendukung.
Agama dapat mendorong aplikasi nilai-nilai Pancasila, begitu pula Pancasila memberikan
ruang gerak yang seluas-luasnya terhadap usaha-usaha peningkatan pemahaman,
penghayatan dan pengamalan agama (Eksan, 2000).
Abdurrahman Wahid (Gusdur) pun menjelaskan bahwa sudah tidak relevan lagi
untuk melihat apakah nilai-nilai dasar itu ditarik oleh Pancasila dari agama-agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena ajaran agama-agama juga tetap
menjadi referensi umum bagi Pancasila, dan agamaagama harus memperhitungkan
eksistensi Pancasila sebagai “polisi lalu lintas” yang akan menjamin semua pihak dapat
menggunakan jalan raya kehidupan bangsa tanpa terkecuali (Oesman dan Alfian, 1990:
167-168).
Moral Pancasila bersifat rasional, objektif dan universal dalam arti berlaku bagi
seluruh bangsa Indonesia. Moral Pancasila juga dapat disebut otonom karena
nilainilainya tidak mendapat pengaruh dari luar hakikat manusia Indonesia, dan dapat
dipertanggungjawabkan secara filosofis. Tidak dapat pula diletakkan adanya bantuan dari
nilai-nilai agama, adat, dan budaya, karena secara de facto nilai-nilai Pancasila berasal
dari agama-agama serta budaya manusia Indonesia. Hanya saja nilai-nilai yang hidup
tersebut tidak menentukan dasar-dasar Pancasila, tetapi memberikan bantuan dan
memperkuat (Anshoriy, 2008: 177). Sejalan dengan pendapat tersebut, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan dalam Sambutan pada Peringatan Hari
Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2005.
Bangsa kita adalah bangsa yang relijius; juga, bangsa yang menjunjung tinggi,
menghormati dan mengamalkan ajaran agama masing-masing. Karena itu, setiap umat
beragama hendaknya memahami falsafah Pancasila itu sejalan dengan nilai-nilai ajaran
agamanya masing-masing. Dengan demikian, kita akan menempatkan falsafah negara di
posisinya yang wajar. Saya berkeyakinan dengan sedalam-dalamnya bahwa lima sila di
dalam Pancasila itu selaras dengan ajaran agama-agama yang hidup dan berkembang di
tanah air. Dengan demikian, kita dapat menghindari adanya perasaan kesenjangan
antara meyakini dan mengamalkan ajaran-ajaran agama, serta untuk menerima Pancasila
sebagai falsafah negara (Yudhoyono dalam Wildan (ed.),2010: 172).
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
kita sebagai bangsa. Sebagai buah dari pergumulan panjang itu, sekarang secara teoretik
dari kelima nilai Pancasila tidak satu pun lagi yang dianggap berlawanan dengan agama.
Sila pertama berupa “Ketuhanan Yang Maha Esa” dikunci oleh sila kelima “Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” dari sudut pemahaman saya sebagai seorang
Muslim, sejalan dan senyawa dengan doktrin tauhid yang menuntut tegaknya keadilan di
muka bumi (Maarif, 2012).
Kedua, respon umat Islam terhadap Pancasila tatkala pada tahun 1978
pemerintah Orde Baru mengajukan P-4 untuk disahkan. Dalam hubungan ini pada
awalnya banyak tokoh-tokoh Islam merasa keberatan, namun kemudianmenerimanya.
Ketiga, ketika tahun 1985 pemerintah mengajukan Pancasila sebagai asas tunggal bagi
semua organsiasi politik dan kemasyarakatan di Indonesia. Kebijakan ini banyak
mendapatkan tantangan dari umat Islam bahkan terdapat beberapa ormas yang
dibekukan karena asas tersebut. Namun untuk menengahi permasalahan tersebut,
Abdurrahman Wahid (Oesman dan Alfian (ed), 1990: 167-168) secara gamblang
menyatakan bahwa “agama tetap menjadi referensi umum bagi Pancasila, dan agama-
agama harus memperhitungkan eksistensi Pancasila sebagai “polisi lalu lintas” yang
menjamin semua pihak dapat menggunakan jalan raya kehidupan bangsa tanpa
terkecuali”
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang ber- Ketuhanan yang
Maha Esa. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk
memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masingmasing.
c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakikatnya
manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
d. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan
inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan
hasil peksaan bagi siapapun juga.
f. Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama
dalam negara.
g. Segala aspek dalam melaksanakan dan menyelenggatakan negara harus
sesuai dengan nilainilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma
Hukum positif maupun norma moral baik moral agama maupun moral para
penyelenggara negara.
h. Negara pda hakikatnya adalah merupakan “…berkatrahmat Allah yang
Maha Esa”.
Berdasarkan kesimpulan Kongres Pancasila (Wahyudi (ed.), 2009: 58), dijelaskan
bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Religiusitas bangsa Indonesia ini,
secara filosofis merupakan nilai fundamental yang meneguhkan eksistensi negara
Indonesia sebagai Negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha
Esa merupakan dasar kerohanian bangsa dan menjadi penopang utama bagi persatuan
dan kesatuan bangsa dalam rangka menjamin keutuhan NKRI. Karena itu, agar terjalin
hubungan selaras dan harmonis antara agama dan negara, maka negara sesuai dengan
Dasar Negara Pancasila wajib memberikan perlindungan kepada agama-agama di
Indonesia.
Rodee dkk (1995: 54) menyatakan bahwa homogenitas kebudayaan adalah suatu
kekuatan luar biasa yang bekerja atas nama identitas nasional. Pada paparan
selanjutnya, secara implisit Rodee menyatakan bahwa identitas nasional akan
berpengaruh terhadap kestabilan negara. Realitas negara dan bangsa Indonesia teramat
heterogen secara budaya, bahkan paling heterogen di dunia, lebih dari itu merupakan
negara kepulauan terbesar di dunia. Kondisi tersebut mensyaratkan hadirnya ideology
negara yang dihayati dan diamalkan oleh seluruh komponen bangsa.
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Implikasinya, fungsi ideologi negara bagi bangsa Indonesia amat penting dibandingkan
dengan pentingnyaideologi bagi negara-negara lain terutama yang bangsanya homogen.
Bagi bangsa Indonesia, ideologi sebagai identitas nasional merupakan prasyarat
kestabilan negara, karena bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen.
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
Daftar Pustaka
2021 Pancasila
10 Inggar Saputra S.Pd., M.SI
Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/