Anda di halaman 1dari 3

RUPTUR PERINEUM

TINGKAT 1-2
/SOP/I/2023/PKM-
S No. Dokumen :
TAPBAR
O No. Revisi :
P Tanggal Terbit : 2023
Halaman : 1/2

PUSKESMAS
MUSTADIARTO, S.Kep.,Ns
TAPALANG
NIP. 19801010 201407 1 002
BARAT

1. Pengertian Ruptur perineum adalah suatu kondisi robeknya perineum yang terjadi
pada persalinan pervaginam.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam
Penerapan penatalaksanaan Ruptur perineum tingkat 1-2 di Puskesmas
Tapalang barat.
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor: 022.a/SK/I/2023/PKM-
TAPBAR Tentang Pelayanan Klinis
4. Referensi PERMENKES no 5 tahun 2014 Tentang panduan praktik klinis bagi dokter
di fasilitas pelayanan Primer.
5. Alat dan bahan - Tensimeter,
- Stetoskop,
- Termometer,
- Reflek hammer,
- Alat Tulis,
- Hecting set
6. Hal-hal yang 1. Tempat dan suasana
2. Penampilan Dokter, Bidan, Perawat
diperhatikan
3. Periksa kartu dan data pasien
4. Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya
5. Gunakan Bahasa/ istilah yang dapat dimengerti
6. Buat catatan
7. Perhatikan pasien
7. Langkah -
1. Anamnesis
Langkah dan
Prosedur  Keluhan
Perdarahan pervaginam Etiologi dan Faktor Risiko Ruptur perineum
umumnya terjadi pada persalinan, dimana:
a. Kepala janin terlalu cepat lahir
b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
d. Pada persalinan dengan distosia bahu
e. Partus pervaginam dengan tindakan

2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana

 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya:
a. Robekan pada perineum,
b. Perdarahan yang bersifat arterial atau yang bersifat merembes,
c. Pemeriksaan colok dubur, untuk menilai derajat robekan
perineum.

 Pemeriksaan Penunjang: -

3. Diagnosis

 Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Klasifikasi Ruptur Perineum dibagi menjadi 4 derajat:
a. Derajat I
Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum .

b. Derajat II
Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea
transversalis, tetapi tidak melibatkan kerusakan otot sfingter ani.

c. Derajat III

Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dengan


pembagian sebagai berikut:
III. a. Robekan < 50% sfingter ani eksterna
III. b. Robekan > 50% sfingter ani ekterna
III. c. Robekan juga meliputi sfingter ani interna

d. Derajat IV
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan
mukosa rectum

4. Penatalaksanaan

a. Menghindari atau mengurangi dengan menjaga jangan sampai


dasar panggul didahului oleh kepala janin dengan cepat.
b. Kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat
dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan
dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia
pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.
c. Penatalaksanaan farmakologis:
Dosis tunggal sefalosporin golongan II atau III dapat
diberikan intravena sebelum perbaikan dilakukan (untuk
ruptur perineum yang berat).

d. Manajemen Ruptur Perineum:


Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk meminimalisir risiko
perdarahan, edema, dan infeksi. Manajemen ruptur perineum untuk
masing-masing derajatnya, antara lain sebagai berikut :

 Derajat I
 Bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan penjahitan. Tidak
usah menjahit ruptur derajat I yang tidak mengalami
perdarahan dan mendekat dengan baik.
 Penjahitan robekan perineum derajat I dapat dilakukan hanya
dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur
(continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of
eight).

 Derajat II
 Ratakan terlebih dahulu pinggiran robekan yang bergerigi,
dengan cara mengklem masing-masing sisi kanan dan kirinya
lalu dilakukan pengguntingan untuk meratakannya.
 Setelah pinggiran robekan rata, baru dilakukan penjahitan
luka robekan.

 Derajat III dan IV


Dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki dokter
spesialis obstetric dan ginekologi.

5. Konseling dan Edukasi


Memberikan informasi kepada pasien, dan suami, mengenai, cara
menjaga kebersihan daerah vagina dan sekitarnya setelah dilakukannya
penjahitan di daerah perineum, yaitu antara lain:
a. Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.
b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya.
c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3
sampai 4 kali perhari.
d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan
lukanya. Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam
atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah
lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.

6. Kriteria rujukan: –

8. Diagram Alir

8. Unit terkait 1. Ruang tindakan ( UGD )

9. Dokumen terkait 1. Rekam Medis Lembaran


2. informed consent

Anda mungkin juga menyukai