Anda di halaman 1dari 41

Uji Daya Hambat Sediaan Sabun Cair Pembersih Kewanitaan Ekstrak

Biji Pinang (Areca catechu L.) Terhadap Candida albicans

OLEH

KELOMPOK :2
ANGGOTA : 1. ANDI MUH. YUSRIL ( 21.010.AF )
2. DIAN FITRIA H. ( 21.009.AF )
3. DIAN KUSUMA WARDANI ( 21.010.AF )
4. HUSAIN ( 21.011.AF )
5. JUSRIANI ( 21.012.AF )

AKADEMI FARMASI

YAYASAN MA’BULO SIBATANG MAKASSAR

2023

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir
(LTA) ini dengan baik. Sebagai salah satu syarat untuk mata kuliah
Metodelogi Penelitan di Akademi Farmasi Yamasi Makassar.
Laporan ini disesuaikan dengan berdasarkan materi-materi yang ada.
Laporan ini bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan kreativitas dalam
belajar. Serta dapat memahami nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam berpikir
dan bertindak. Penulis banyak mendapat bantuan berupa arahan atau bimbingan.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak terutama pada,
dosen pengampuh yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya
para pembaca.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan
perlindungan-Nya.

Makassar, Oktober 2023

Kelompok 2

ii
ABSTRAK

ANDI MUH YUSRIL; DIAN FITRIA H; DIAN KUSUMA WARDANI;


HUSAIN; JUSRIANI “Uji Daya Hambat Sabun Cair Pembersih
Kewanitaan Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L.) Terhadap Candida
albicans”

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hambat sabun
cair pembersih kewanitaan ekstrak kental biji pinang (Areca catechu L.)
terhadap Candida albicans. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah eksperimen laboratorium untuk menguji daya hambat sediaan
sabun cair pembersih kewanitaan pada jamur Candida albicans. Dari hasil
penelitian daya hambat sabun cair pembersih kewanitaan ekstrak kental
biji pinang dengan konsentrasi 1% menghasilkan rata rata zona hambatan
sebesar 9,04 mm, konsentrasi 2 % didapatkan zona hambatan 9,25 mm,
konsentrasi 3 % didapatkan zona hambatan 9,32 mm, kontrol positif 12,07
mm dan kontrol negatif 0 mm.

Kata kunci : Biji pinang, Sabun cair pembersih kewanitaan Candida


albicans.

iii
ABSTRACT

ANDI MUH YUSRIL; DIAN FITRIA H; DIAN KUSUMA WARDANI;


HUSAIN; JUSRIANI “Test of the Inhibitory Power of Feminine Cleansing
Liquid Soap Extract of Betel nut Seeds (Areca catechu L.) Against
Candida albicans"

The purpose of this study was to determine the inhibitory power of


feminine cleansing liquid soap of thick betel nut seed extract (Areca
catechu L.) against Candida albicans. The method used in this study is a
laboratory experiment to test the inhibitory power of feminine cleansing
liquid soap preparations in Candida albican fungi. From the results of
research on the inhibitory power of feminine cleansing liquid soap, betel
nut seed extract with a concentration of 1% resulted in an average
inhibitory zone of 9.04 mm, a concentration of 2% obtained an obstacle
zone of 9.25 mm, a concentration of 3% obtained a resistance zone of
9.32 mm, positive control of 12,07 mm and negative control 0 mm.

Keywords: Betel nut seeds, Candida albicans feminine cleansing liquid


soap

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................2
ABSTRAK.................................................................................................3
ABSTRACT...............................................................................................4
DAFTAR ISI..............................................................................................5
DAFTAR TABEL.......................................................................................7
DAFTAR GAMBAR...................................................................................8
BAB I.......................................................................................9
A. Latar Belakang....................................................9
B. Masalah Penelitian...........................................10
C. Tujuan Penelitian..............................................10
D. Manfaat Penelitian............................................10
BAB II......................................................................................................12
A. Uraian Tanaman...............................................12
1. Klasifikasi Tanaman Pinang............................12
2. Nama Daerah....................................................13
3. Morfologi Tanaman..........................................13
B. Uraian Ekstrak..................................................15
4. Sabun Cair Kewanitaan....................................20
5. Antimikroba.......................................................21
6. Metode pengujian untuk aktivitas antimikroba
21
BAB III.....................................................................................................25
A. Jenis penelitian................................................25
B. Waktu dan tempat penelitian...........................25
C. Alat dan bahan..................................................25
D. Tempat Pengambilan sampel..........................25
E. Prosedur Penelitian..........................................26

1
BAB IV...................................................................................31
A. Hasil Pengamatan............................................31
B. Pembahasan.....................................................31
BAB V..................................................................................................... 34
A. Kesimpulan.......................................................34
B. Saran.................................................................34
DAFTAR PUSTAKA................................................................................36

1
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Formulasi Sabun Cair Kewanitaan Ekstrak Biji Pinang...............26


Tabel 2 Hasil pengamatan Zona Penghalang Sabun Cair Pembersih
Wanita Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L.) Melawan Candida albicans
..................................................................................................................31

1
DAFTAR GAMBAR

(Gambar 1 Tanaman pinang Pinang catechu L........................................12


(Gambar 2 Jamur Candida albicans. Sumber : Wikipedia.com)...............18
Gambar 3 Skema Kerja Uji Daya Hambat Sabun Cair Pembersih
Kewanitaan Ekstrak Biji Pinang ( Areca catechu L.) Terhadap Candida
albicans.....................................................................................................35

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman obat atau yang dikenal dengan biofarmaka adalah


jenis tanaman yang memiliki fungsi dan berkhasiat sebagai obat
dan digunakan untuk penyembuhan atau pencegahan berbagai
penyakit. Obat berkhasiat sendiri berarti mengandung zat aktif yang
dapat mengobati penyakit tertentu atau jika tidak mengandung zat
aktif tertentu namun mengandung resultan efek/sinergi berbagai zat
yang memiliki efek mengobati (Sarno, 2019)

Menurut WHO (World Health Organization) Hampir semua


wanita dan remaja pernah mengalami keputihan, 60% pada remaja
(15-22 tahun) dan 40% pada wanita (23-45 tahun). Dan sebanyak,
75% wanita Indonesia pasti mengalami keputihan minimal 1 kali
dalam hidupnya Keputihan adalah keluarnya darah selain darah
dari saluran vagina yang tidak biasa, baik bau maupun tidak
berbau, dan disertai dengan rasa gatal lokal. Keputihan yang tidak
normal dapat disebabkan oleh infeksi/peradangan yang terjadi
akibat mencuci vagina dengan air kotor, pemeriksaan internal yang
tidak tepat, penggunaan bilas vagina yang berlebihan, pemeriksaan
yang tidak higienis, adanya benda asing di vagina, dan celana yang
tidak menyerap

Pembersih kewanitaan umumnya mengandung banyak


senyawa kimia seperti Petroleum, Syntetic Cheminal, dan
Petrocheminal (bahan kimia hamful) yang dapat merusak kulit dan
lingkungan. Jika penggunaan sabun secara terus menerus
mengikis bakteri doderlyne (bakteri baik) dan bakteri lainnya lebih
mudah masuk ke saluran vagina. Jika hal ini terus terjadi maka
menyebabkan peradangan pinggul, infeksi genetalia dan bahkan

1
salah satu pemicu kanker serviks. (Shanty &; Desy, 2018).

Pinang adalah tanaman yang ditanam untuk buah, batang,


dan keindahannya. Buah pinang memiliki banyak nilai manfaat baik
kecantikan, ekonomi, budaya, maupun kesehatan. Selama ini
tanaman pinang telah banyak dimanfaatkan dalam bidang
kesehatan, terutama dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Bagian
pinang yang sering digunakan sebagai obat adalah daun, sabut
kelapa dan yang paling bermanfaat adalah bijinya. Biji pinang dapat
digunakan untuk mengobati malaria, diare, keputihan, luka kulit dan
cacing dan dapat digunakan untuk memperkuat gigi dan gusi.
(Lante &; Hardiyanti, 2022)

Penelitian yang dilakukan oleh (Lilyawati et al., 2019) dengan


meneliti ekstrak biji pinang terhadap Candida albicans
menggunakan etanol 96% dengan konsentrasi ekstrak 2,5%, 5%,
7,5%, 10%, dan 15%, diperoleh hasil zona hambat dengan lebar
berturut-turut 7.482 mm, 10.923 mm, 14.695 mm, 15.742 mm,
17.325 mm.

Oleh karena itu, kami tertarik untuk melakukan penelitian


berjudul Uji Daya Hambat Sediaan Sabun Cair Pembersih
Kewanitaan Ekstrak Kental Biji Pinang (Areca catechu L) terhadap
Candida albicans .
B. Masalah Penelitian
Apakah ekstrak sabun cair pembersih kewanitaan memiliki
daya hambat terhadap jamur Candida albicans
C. Tujuan Penelitian
Untuk menentukan daya hambat sabun cair pembersih
kewanitaan, ekstrak biji pinang terhadap jamur Candida albicans
D. Manfaat Penelitian
1. Mengetahui daya hambat ekstra sabun cair pembersih
kewanitaan buah pinang

1
2. Meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis biji pinang
berupa sabun pembersih kewanitaan.

3. Memberikan informasi dan referensi untuk penelitian lebih


lanjut terkait daya hambat antijamur ekstrak biji pinang

1
1
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman
1. Klasifikasi Tanaman Pinang

(Gambar 1 Tanaman pinang Pinang catechu L.

Sumber : urbanforest.com)

Klasifikasi tanaman pinang (Areca catechu L) menurut


(ITIS, 2023) adalah sebagai berikut:
Regnum : Plantae

Filum : Viridiplantae

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Embriophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Arecales

Keluarga : Arecaceae

Genus : Areca L

Jenis : Areca catechu L


1
3

2. Nama Daerah
Nama daerah atau nama lain dari tanaman biji pinang
pineng (Atjeh), Pinang (Gayo), batang majang pinang (Batak
Karo), pining (Batak Toba.), batang pinang (Minangkabau),
Ugal (Lampung), Batang bangkok (Maleis), jambe (Sunda),
Penang (Madura), jambe (Midden-Java), Buwahoea (Sumba),
Pua (Timor), uhu (Ende), boea (Sasak), au (Bima), keu
(Flores), Wuha (Solor), luguto (Gorontalo), poko (Makassar),
isue (Tanibar), bia (Aru), aiisu (Kai), bua (Goram), hua yain
(Seram), hua (Ambon), Hual (Uleas), Soin (Buru), elu (Sula),
mela (Halmahera), hena (Ternate), ena (Tidore). (Adi, 2007)
3. Morfologi Tanaman

Akar tanaman pinang termasuk akar tunggang. Batang


tanaman arecanoot tidak bercabang, ramping, tumbuh tegak,
memiliki diameter 15-20 cm dan tinggi 10-30 m, jumbai daun
lepas. Daun tanaman arecanoot menyirip dan tumbuh
terkumpul di ujung batang membentuk batang roset, panjang
daun daun 1-1,8 m. Tulang rusuk tengah daun berbentuk
tabung 80 cm roset dan tangkai daun pendek. Bunga-bunga
tanaman pinang terdiri dari tongkol dengan selubung panjang
yang mudah rontok, berasal dari bawah roset daun, panjangnya
sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang ganda. Ada 1
bunga betina di pangkalan, di mana banyak bunga jantan
disusun dalam 2 baris yang ditempelkan ke alur. Bunga jantan
memiliki panjang 4 mm, berwarna kuning-putih dan memiliki
benang sari. Bunga betina dengan panjang sekitar 1,5 cm,
hijau, akan berbuah. Pinang berbentuk buni, lonjong sungsang
bulat telur, panjang -7 cm, dinding buah filiform, warna oranye-
merah saat matang. Biji pinang berbentuk kerucut pendek
dengan ujung bulat, pangkal agak rata dengan lekukan
dangkal, panjang 15-30 mm, permukaan luar kecoklatan hingga
1
4

coklat kemerahan, sedikit berkelok- kelok menyerupai jala


berwarna lebih terang. (Tefu &; Sabat, 2021)
4. Senyawa Kimia
Senyawa polifenol dalam biji pinang memiliki beberapa
fungsi fisiologis, antara lain sebagai antioksidan, antimutagenik,
dan antitumor. Beberapa jenis polifenol yang terdeteksi dalam
biji termasuk epicatechin, siringat, jacareubin flavonon,
krisoeriol, luteolin dan isorhamnetin. Xing dkk. menemukan
kandungan antioksidan jacareubin dan katekin yang cukup
tinggi pada biji pinang. Katekin dan analognya adalah
antioksidan, anti-alergi, anti-kanker, anti-mutasi, anti- inflamasi,
meningkatkan fungsi hati, dan menghilangkan radikal bebas.
(Sari, 2019)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ( Putriningrum
&; Khoiriyah, 2014) biji pinang mengandung senyawa a-vonid,
alkaloid, seperti arekolin (C8H13NO2), arekolidin, arekain,
guvacholine, guvasin dan isoguvasin, tanin kental, tanin
terhidrolisis, β avan, senyawa fenolik, asam galat, jus, lignin,
minyak dan garam yang diuapkan dan tidak menguap.
5. Manfaat Biji Pinang

Biji pinang aromatik memiliki efek antioksidan dan


antimutagenik, astringen dan memabukkan, sehingga telah
lama digunakan sebagai taeniafuge untuk mengobati cacingan,
selain itu, pinang juga digunakan untuk mengobati
pembengkakan akibat retensi cairan (edema), kepenuhan di
dada, luka, batuk lendir, diare, terlambat haid (menstruasi),
keputihan, beri-beri, malaria dan pupil mata menyusut
(Ihsanurrozi, 2014)

Masyarakat lokal di berbagai belahan dunia, termasuk


Indonesia, memanfaatkan biji pinang sebagai bahan utama
1
5

atau aditif penyiangan. Konsumsi Areca catechu secara positif


mempengaruhi pertumbuhan mikroba, anti-shizophrenia, anti-
inflamasi dan meningkatkan daya ingat. (Silalahi, 2020)
B. Uraian Ekstrak
1. Definisi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan


mengekstraksi zat aktif dari simplisia tumbuhan atau simplisia
hewan menggunakan pelarut yang sesuai (Nuraida et al., 2022)
Proses memperoleh ekstrak disebut ekstraksi, yaitu
ekstraksi zat efektif atau zat aktif dari bagian tanaman obat,
hewan dan berbagai jenis ikan, termasuk biota laut (Kesehatan
&; Republik Indonesia, 1986)

Tujuan ekstraksi adalah untuk mengekstrak komponen


kimia dari tanaman. Ekstrak adalah senyawa aktif dari jaringan
tumbuhan atau hewan, menggunakan pelarut selektif. Proses
ekstraksi ini didasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk
menembus dinding sel dan masuk ke rongga sel dengan zat
aktif (Kesehatan & Republik Indonesia, 1986)

Proses ekstraksi dapat dilakukan baik panas maupun


dingin. Ekstraksi panas dengan metode refluks dan distilasi uap
air, sedangkan ekstraksi dingin terjadi dengan maserasi,
perkolasi, dan sokshletasi (Cahyono &; Suzery, 2018)
2. Metode Ekstraksi

Ekstraksi menggunakan pelarut dibagi menjadi dua


metode, yaitu cara dingin dan cara panas. Berikut ini adalah
metode ekstraksi pelarut, yaitu:
a. Cara dingin

1) Maserasi

Maserasi, proses ekstraksi simplisia


1
6

menggunakan pelarut yang ditempatkan dalam


wadah kemudian dimasukkan simplisia, kemudian
dibiarkan selama 18 - 36 jam dengan beberapa
pengadukan pada suhu ruang dan tidak boleh
terkena sinar matahari. Metode Maser: paling
sering digunakan untuk simplisia yang mengandung
komponen zat aktif yang mudah larut. Pelarut yang
digunakan tergantung pada sifat zat aktif, dapat
menggunakan pelarut polar atau pelarut non-polar.
Prinsip maserasi adalah bahwa pelarut memasuki
sel melalui dinding sel dan isi sel. Isi sel akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan di dalam sel dan di luar sel. Larutan dengan
konsentrasi tinggi didorong keluar dan digantikan
oleh pelarut yang memiliki konsentrasi rendah terus
menerus sehingga ada keseimbangan antara
konsentrasi di luar sel dan di dalam sel.

Keuntungan dari metode maserasi adalah


peralatan yang digunakan sederhana, tetapi ada
kekurangannya yaitu, waktu yang digunakan untuk
ekstraksi lama dan membutuhkan banyak pelarut,
karena jumlah pelarut biasanya 3 hingga 5 kali
jumlah simplisia dan hanya simplisia yang zat
aktifnya dapat larut, sehingga tidak bisa untuk
senyawa dengan tekstur keras seperti benzoid,
mencuci dan lain-lain.

2) Perkolasi

Perkolasi adalah proses ekstraksi


menggunakan pelarut atau wadah baru di mana
1
7

lebih dari satu pelarut atau wadah kontinu


dilakukan pada suhu ruang dan tidak terkena sinar
matahari. Pelarut yang terletak di lebih dari satu
tempat digunakan untuk mengatasi metode
maserasi Jika larutan jenuh, larutan tidak dapat
larut lagi, sehingga diperlukan pelarut baru. Tujuan
perkolasi adalah agar semua zat aktif dapat keluar
utuh. Umumnya digunakan untuk simplisia tahan
panas dan tidak tahan panas. Prinsip operasi
metode perkolasi adalah simplisia dimasukkan
ke dalam pembuluh silinder dengan pemisahan
pori di bagian bawah. Pelarut dialirkan dari atas ke
bawah dengan simplision. Pelarut melarutkan zat
aktif dalam simplisia sampai keadaan pelarut jenuh.
Perkolasi ditentukan oleh gravitasi, kelarutan, difusi
osmosis, tegangan permukaan, adhesi dan daya
permukaan.

Keuntungan dari metode perkolasi adalah


dapat menarik zat aktif dalam jumlah maksimum,
karena larutan tidak terjadi saturasi, dan
keberadaan larutan yang mengalir memungkinkan
zat aktif dengan mudah didorong keluar dari sel.
b. Cara panas

1) Refluks

Refluks, adalah metode ekstraksi di mana


pelarut digunakan pada suhu titik didihnya, untuk
waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif stabil
dengan adanya prinsip pendinginan terbalik.
Metode ini hanya digunakan pada bahan yang
tahan terhadap panas.
1
8

Keuntungan dari metode refluks adalah dapat


melarutkan zat aktif dalam bahan dengan tekstur
kasar, tetapi kerugiannya adalah membutuhkan
volume pelarut yang besar.
2) Sokhlet

Soxhlet, merupakan ekstraksi dengan pelarut


yang selalu baru, sehingga ekstraksi berlangsung
terus menerus dengan jumlah pelarut yang konstan
dengan prinsip terdapat pendingin yang baik.

Kelebihan metode Soxhlet dapat digunakan


untuk bahan yang memiliki tekstur lembut dan tidak
tahan panas, menggunakan sedikit pelarut,
dan pemanasan selalu terkontrol, namun
kekurangannya adalah kerusakan pada ekstrak.

C. Uraian Jamur Candida albicans

1. Klasifikasi Candida albicans (ITIS, 2023)

(Gambar 2 Jamur Candida albicans.


Sumber : Wikipedia.com)
Kingdom : Fungi Subkingdom : Dikarya
Subdivisi : Saccharomycotina
Divisi : Ascomycota
1
9

Kelas : Saccharomycetes
Ordo : saccharomycetales
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans (Robin) Berkhout

2. Morfologi Candida albicans


Candida albicans adalah anggota flora normal, terutama
saluran pencernaan, serta selaput lendir saluran pernapasan,
vagina, uretra, kulit dan di bawah kuku kaki tangan dan kaki.
Candida bereproduksi dengan tunas.(Simatupang, 2009) Sel
jamur candida berbentuk bulat, oval atau oval bulat. Koloni
pada medium padat naik sedikit dari permukaan medium,
dengan permukaan halus, halus atau terlipat, berwarna putih
kekuningan dan berbau ragi. Ukuran koloni tergantung pada
usia. Di tepi koloni, pseudofae dapat dilihat sebagai benang
halus memasuki medium. Dalam media cair, jamur biasanya
tumbuh di dasar tabung. (Ariningsih, 2009) sel ragi
memanjang, terdapat hifa tunas semua panjang atau pendek,
sel epitel vagina dengan inti tersendiri (Tjahaya et al., 2006).
Jamur Candida albicans dapat menghasilkan glukosa dan
maltosa yang akan meragikan dan menghasilkan asam dan
gas. (Simatupang, 2009)
3. Patofisiologi

Jamur Candida albicans adalah mikroorganisme endogen


di rongga mulut, saluran pencernaan, organ genital wanita dan
kadang-kadang pada kulit. Secara mikroskopis, karakteristik
Candida albicans adalah ragi dimorfik yang dapat tumbuh
sebagai sel ragi, sel hifa atau pseudohifa Candida albicans
dapat ditemukan 40-80% pada orang normal, yang dapat
sebagai mikroorganisme komensal atau patogen.
2
0

Selain host immunocompromised, Candida albicans juga


mengandung faktor virulensi yang dapat berkontribusi pada
kemampuannya untuk menyebabkan infeksi. Faktor virulensi
penting termasuk permukaan molekul yang memungkinkan
kepatuhan organisme pada permukaan sel inang, asam
protease dan fosfolipase yang terlibat dalam penetrasi dan
kerusakan dinding sel, serta kemampuan untuk mengubah
bentuk antara sel ragi dan sel hifa.

Infeksi yang disebabkan oleh candida albicans umumnya


infeksi oppurtunistik. Dua faktor penting dalam infeksi
oportunistik adalah paparan agen penyebab dan kemungkinan
infeksi. Faktor predisposisi termasuk berkurangnya imunitas
yang dimediasi sel, perubahan selaput lendir dan kulit, dan
adanya benda asing. (Lestari, 2010)

4. Sabun Cair Kewanitaan

Sabun untuk kebersihan kewanitaan (feminine hygiene)


adalah sediaan pembersih cair untuk area kewanitaan, terbuat
dari bahan dasar dan digunakan untuk membersihkan area
kewanitaan tanpa menyebabkan iritasi pada kulit. Sabun cair ini
banyak diproduksi karena penggunaannya yang lebih praktis,
bentuknya menarik, aman dengan pemakaian berulang
(Ningsih, Agustin, &; Sefrianti., 2019)

Penggunaan sabun pembersih kewanitaaan merupakan


tindakan untuk menjaga kebersihan organ reproduksi wanita.
Sabun pembersih kewanitaan bekerja pada organ luar
kewanitaan vagina, yaitu vulva yang meliputi Labia Minora dan
Labia Mayora untuk menjaga kesehatan dan mencegah infeksi
melalui keputihan (Rahayu et al., 2015). Mekanisme
penghambatan adalah dengan menetralkan enzim yang terlibat
2
1

dalam invasi dan kolonisasi jamur, menghambat sistem enzim


jamur sehingga mengganggu pembentukan hifa dan
mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein (Lolok et al.,
2020)

5. Antimikroba

Senyawa antijamur adalah senyawa yang dapat


menghambat pertumbuhan mikroorganisme, dan senyawa ini
ditemukan di berbagai tanaman seperti daun, bunga, biji,
buah, rimpang, batang, umbi, minyak esensial fenolik dan
terpene.

Infeksi adalah penyakit yang mudah ditemukan di daerah


tropis seperti Indonesia. Penyebab penyakit menular yang
mudah ditemukan adalah infeksi karena jamur. Jamur yang
menyebabkan banyak infeksi adalah jamur Candida. (Ningsih
et al., 2017)
6. Metode pengujian untuk aktivitas antimikroba

Metode uji aktivitas yang berbeda Metode uji antimikroba


terdiri dari metode difusi dan metode pengenceran yang
tercantum di bawah ini (Idroes et al., 2019)
a. Metode difusi cakram

Metode uji difusi cakram adalah metode yang paling


umum digunakan di laboratorium mikrobiologi klinis untuk
pengujian kerentanan antimikroba. Metode ini digunakan
untuk mengetahui aktivitas antimikroba dengan
menempatkan cakram kertas berdiameter sekitar 6 mm
dengan antimikroba dalam konsentrasi tertentu pada
permukaan media agar yang ditanami mikroorganisme
kemudian diinkubasi. Agen antimikroba akan menyebar di
2
2

agar agar untuk menghambat pertumbuhan


mikroorganisme uji yang ditandai dengan pembentukan
zona bening pada permukaan media di sekitar cakram.
2
3

b. Metode gradien antimikroba (metode uji-E)

Metode E-test ini menggabungkan prinsip metode


difusi dengan metode dilusi untuk menentukan konsentrasi
minimum antimikroba yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme atau disebut dengan
konsentrasi hambat minimum (KHM). Metode ini dilakukan
dengan menggunakan strip plastik dengan agen
antimikroba pada permukaan media agar yang ditanami
mikroorganisme.
c. Metode difusi sumuran

Metode difusi sumur juga digunakan untuk


mengevaluasi aktivitas agen antimikroba. Seperti halnya
metode difusi cakram, permukaan media Agar
dicangkokkan dengan teknik dispersi. Sumur dari 6 hingga
8 mm dibuat secara aseptik pada media agar yang
diinokulasi dengan mikroorganisme dengan pembuat
lubang sumur yang disebut penggerek gabus
d. Metode difusi steker

Metode ini sering digunakan untuk menentukan sifat


antagonisme antara mikroorganisme dengan prosedur yang
mirip dengan metode difusi disk. Dalam metode
ini, mikroba dicangkokkan ke permukaan media agar dalam
cawan petri. Mikroba akan mengeluarkan molekul yang
berdifusi ke media Agar selama pertumbuhannya. Setelah
inkubasi, media Agar dipotong secara aseptik menjadi
bentuk silinder dengan penggerek gabus dan kemudian
ditempatkan di lubang media agar yang sebelumnya
diinokulasi oleh mikroba uji-Il, sehingga molekul yang
disekresikan oleh mikroba berdifusi menjadi mikroba Uji II
2
4

setelah inkubasi ulang. Aktivitas antimikroba dari molekul


yang disekresikan oleh mikroba 1 terdeteksi oleh
pembentukan zona penghambatan di sekitar potongan
silinder Agar.
e. Metode lintas garis (cross-streak method)

Metode ini adalah metode cepat untuk menguji sifat


antagonis antara dua mikroba. Metode cross streak ini
dilakukan dengan mencangkok strain mikroba ke
permukaan media Agar dengan satu stroke dan kemudian
menginkubasinya. Mikroba II dicangkokkan ke pusat kultur
mikroba dengan stroke tunggal tegak lurus terhadap garis
tengah dan kemudian diinkubasi. Kemudian zona
pengereman yang terbentuk diukur.
f. Metode dilusi agar

Metode pengenceran adalah metode yang paling


tepat untuk menentukan nilai KHM dari agen antimikroba,
karena memungkinkan memperkirakan konsentrasi
antimikroba yang diuji dalam Agar (pengenceran Agar-
agar) atau media kaldu. Pengukuran aktivitas antimikroba
dengan metode ini dilakukan secara kuantitatif terhadap
bakteri dan jamur. Nilai KHM yang diperoleh menunjukkan
bahwa konsentrasi agen antimikroba terendah yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba, biasanya dinyatakan
dalam mg/ml atau mg/l.
g. Metode dilusi agar

Metode ini hampir sama dengan metode pengenceran


kaldu, di mana beberapa konsentrasi antimikroba dalam
media agar disiapkan menggunakan pengenceran ganda.
Media diinokulasi dengan mikroba uji dan mengamati
pertumbuhan serta KHM. Penggunaan metode
2
5

pengenceran Agar lebih baik daripada pengenceran kaldu


untuk menentukan KHM jika beberapa isolat mikroba diuji
terhadap senyawa tunggal, selain itu, jika senyawa yang
diuji dapat menutupi deteksi pertumbuhan mikroba dalam
media cair dengan pewarnaannya.
26

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah percobaan laboratorium untuk menguji
daya hambat preparat sabun cair pembersih wanita pada jamur
Candida albican
B. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Oktober 2023 di Laboratorium
Fitokimia dan Mikrobiologi Akademi Yamasi Farmasi Makassar.
C. Alat dan bahan
a. Alat

Alat yang digunakan adalah, autoclave, pengaduk, blender,


cawan petri, gelas ukur, gelas erlenmayer, jarum ose, kertas
saring, kompor/bak mandi, lampu bunsen, cakram kertas,
mikropipet, sendok tanduk, timbangan, tabung reaksi.
b. Bahan

Bahan yang digunakan adalah alkohol, aquadest, kultur


murni jamur Candida albicans, media PDA (Agar Dekstrosa
Kentang), sampel sabun etanol ekstrak biji pinang (Areca
catechu L)

D. Tempat Pengambilan sampel

Sampel diperoleh dari Desa Paddinging, Kecamatan Sanrobone,


Kabupaten Takalar. Bagian yang digunakan adalah biji pinang
(Areca catechu L)
27

E. Prosedur Penelitian
1. Formulasi sediaan sabun cair pembersih wanita ekstrak biji
pinang.

Tabel 1 Formulasi Sabun Cair Kewanitaan Ekstrak Biji Pinang


Jumlah %
No Nama Bahan Kegunaan
F1 F2 F3 F4
1. Ekstrak Biji Pinang - 1 2 3 Zat Aktif
2. Asam Stearat 3 3 3 3 Pengemulsi
3. Adeps Lanae 1 1 1 1 Pembentuk

Sabun
4. Gliserol 5 5 5 5 Emolien
5. Triethnoalamin 2 2 2 2 Pengemulsi
6. Oleum Rosae 1 tts 1 tts 1 tts 1 tts Pewangi
7. Aquadest ad 100ml 100ml 100ml 100ml Pelarut
28

Source : ( Asfi &; Yulianti, 2021 )

2. Prosedur pengolahan sampel


Tanaman pinang segar dikumpulkan dan disortir basah
dengan memisahkan kulit dari biji. Setelah itu, pengeringan
dilakukan. Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari
ditutupi dengan kain hitam hingga kering, setelah itu dilakukan
penyortiran kering untuk menghilangkan bahan yang rusak atau
kotor. Pengeringan tidak langsung dimaksudkan untuk
mencegah kerusakan pada bahan aktif. Biji pinang kering
kemudian dibubuhi bubuk dengan cara dicampurkan lalu
diayak.
29

3. Proses pembuatan ekstrak


Ekstrak biji Pinang (Areca catechu L.) diperoleh dengan
cara maserasi, simplisia serbuk pinang dimasukkan sebanyak
500 gram ke dalam toples kaca besar kemudian ditambahkan
pelarut etanol 96% sampai dengan 2500 ml sampai sampel
terendam. Guci tertutup yang sebelumnya ditutup dengan
aluminium foil. Kemudian direndam selama 2 hari dengan
pengadukan 2 X 24 jam, kemudian 1 hari diuleni dengan etanol.
Disaring dan dipisahkan 96% ekstrak etanol, kemudian
diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 60°C. sampai
diperoleh ekstrak kental.

bobot ekstrak
% rendamen= ×100
berat simplisia

4. Uji Daya Hambat


a) terilisasi alat

Setelah alat-alat dalam penelitian ini dibersihkan


dengan sabun, alat-alat kaca dibungkus kertas. untuk alat
bowling dan gelas seperti labu Erlenmeyer, cangkir, cangkir
yang diautoklaf pada suhu 121 ° C selama 15 menit dan
gelas, untuk alat non-skala seperti cawan Petri, pengaduk,
pinset, botol coklat dan tabung reaksi disterilkan selama 2
jam dalam oven pada suhu 160 ° C hingga 180 ° C. Jarum
Ese bersinar bersinar dari nyala api pembakar Bunsen.
b) Pembuatan media PDA (Agar Dekstrosa Kentang)

Timbang PDA sebanyak 3,9 g lalu masukkan


erlenmayer 100 ml, volume secukupnya dengan aquadest
hingga 100 ml, diaduk hingga homogen. Ditutupi dengan
kapas dan aluminium foil. Tempatkan dalam autoklaf untuk
30

disterilkan pada suhu 121 °C selama 15 menit. Setelah itu,


dihapus dan kemudian didinginkan. Media siap digunakan.
c) Peremajaan jamur Candida albicans

Media agar miring disiapkan sebelum peremajaan


bakteri dengan menuangkan 5-7 ml media PDA ke dalam
tabung reaksi, lalu miring ke dalam LAF, biarkan mengeras,
ambil 1 koloni Candida albicans menggunakan jarum ose,
bakar mulut tabung reaksi, lalu lakukan goresan zigzag
pada permukaan PDA miring dan inkubasi pada suhu 37°C
selama 2×24 jam.
d) Uji produksi suspensi bakteri
Bakteri uji pada media agar miring diambil dengan
kawat osed steril, ditangguhkan dalam tabung reaksi yang
berisi 5 ml larutan NaCL 0,9%.
e) Pengujian daya hambat ekstrak biji pinang sabun
pembersih wanita
Uji mikrobiologi untuk mengetahui daya hambat ekstrak
kental biji pinang sabun pembersih kewanitaan dibuat
dengan cara difusi agar paperdisk dengan mengukur
penghambatan perkembangan mikroorganisme terhadap
jamur Candida albicans, disiapkan media steril (PDA)
Candida albicans, disiapkan suspensi jamur Candida
albicans, masukkan PDA ke dalam botol berwarna coklat,
tambahkan 1 mikropipet kocok hingga tercampur dalam
cawan petri dan biarkan mengeras. Masukkan piringan
kertas ke dalam cawan petri kosong yang telah disterilkan.
Kemudian, dengan menggunakan mikropipet, teteskan
sampel, yaitu sediaan sabun cair kewanitaan dari ekstrak
biji pinang ke cakram kertas. Kemudian pindahkan cakram
kertas dengan pinset ke dalam cawan petri dengan media
yang sudah dipadatkan, tutup cawan petri dan beri label
31

pada cawan petri. Inkubasi selama 2x24 jam.


f) Pengumpulan data
Pengamatan dan pengukuran diameter penghambatan
dilakukan dengan menggunakan jangka sorong setelah 24 jam
inkubasi dan mencatat tabel pengamatan.
g) Analisis data
Data analisis menguji daya hambat ekstrak sabun cair
pembersih wanita pinang pada diameter zona hambat pertumbuhan
Candida albicans.
32

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 2 Hasil pengamatan Zona Penghalang Sabun Cair
Pembersih Wanita Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L.)
Melawan Candida albicans
Diameter Kekuatan
Konsentrasi
Ulangan Ulangan Ulangan Rerata Daya
(g/ml)
1 2 3 Hambat

Cukup
20 9,50 9,00 8,50 9,50±0,50
Sensitif
Cukup
40 8,00 10,00 9,20 9,06±1,00
Sensitif
Cukup
60 9,70 8,50 9,20 9,13±0,60
Sensitif
11,33±2,3 Cukup
80 14,00 10,00 10,00
0 Sensitif
37,00±0,0 Sangat
Control 37,00 37,00 37,00
0 Sensitif

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak


buah pinang sabun pembersih wanita (Areca catechu L.) terhadap
jamur Candida albicans menggunakan cakram kertas dengan
mereplikasi 3 kali untuk mendapatkan perbandingan yang lebih
signifikan.
Pengujian daya hambat sabun pembersih wanita ekstrak kental biji
pinang, digunakan 4 variasi konsentrasi, yaitu 20 g/ml, 40 g/ml, 60 g/ml,
80 g/ml. Dalam 4 variasi ini, diperoleh zona bening dengan hasil
pengukuran menggunakan jangka sorong.
Berdasarkan hasil penelitian ekstrak buah pinang sabun
pembersih wanita (Areca catechu L.) dapat menghambat proliferasi
33

jamur C. albicans, hal ini terlihat dari adanya zona bening yang
terbentuk. Zona bening yang terbentuk menunjukkan kemampuan
senyawa bioaktif metabolit sekunder biji pinang terhadap
jamur Candida albicans. Secara deskriptif konsentrasi 80 g/ml
memiliki daya hambat paling tinggi (Tabel 2) disebabkan
kandungan kuantitas senyawa bioaktif.
Penetrasi senyawa bioaktif terhadap mikroba salah satunya
ditentukan jumlah senyawa aktif, umumnya semakin besar
senyawa bioaktif yang digunakan maka semakin besar pula
kemampuan daya hambatnya. Kemampuan ekstrak etanol biji
pinang dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida
albicans dipengaruhi oleh senyawa metabolit sekunder yang
terkandung dalam biji pinang. Kurang lebih terdapat 50 senyawa
telah teridentifikasi, yang diantaranya diduga memiliki kemampuan
antimikroba termasuk anti jamur. Diantara senyawa-senyawa
tersebut adalah flavonoid, tanin, terpenoid, alkaloid dan beberapa
asam lemak (Amudhan et al., 2012).
Senyawa ekstrak pinang memiliki banyak bioaktivitas,
termasuk sebagai antijamur. Penelitian Joseph & Singh (2008)
menyatakan ekstrak pinang menggunakan pelarut air terhadap C.
albicans dengan konsentrasi 50 μl memiliki rerata daya hambat 18
mm, dalam studi yang sama ekstrak kloroform melalui metode
sokhlet dengan taraf konsentrasi yang sama memiliki rerata daya
hambat sebesar 23 mm. Selanjutnya Penyelidikan lain terhadap
ekstrak buah pinang menunjukkan, ekstrak biji pinang memiliki
aktivitas penghambatan terhadap Candida albicans (Anthikat et
al., 2014; Pahadia et al., 2013).
Senyawa flanovoid dalam biji pinang diantaranya adalah
quercetin (Yang et al., 2012). Quercetin memiliki aktivitas anti
jamur yang bermanfaat dalam pengelolaan klinis vaginitis Candida
yang disebabkan oleh biofilm C. albicans dan merupakan agen
34

sinergis yang menjanjikan bersama dengan flukonazol (Gao et al.,


2016).
Salah satu senyawa penting dari kelompok tanin dalam biji
pinang adalah senyawa katekin dan epikatekin (Amudhan et al.,
2012; Ansari et al., 2021). Senyawa ini banyak ditemukan pada
tanaman teh dan telah dilakukan kajian efek farmakologis
antimikrobanya, termasuk kajian sebagai kandidat anti jamur.
Riset Sitheeque et al (2009) tentang katekin bersama theaflavin
pada konsentrasi 6,25 ml memiliki daya hambat terhadap jamur C.
albicans.
Selain itu asam lemak yang terkandung dalam biji pinang,
seperti gallid acid, lauric acid, decanoid acid, myristic
acid dan tetradeconoid acid (Amudhan et al., 2012; Ansari et al.,
2021) sangat berpotensi menjadi senyawa yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur C. albicans. Gallic acid salah
satu senyawa yang banyak ditemukan pada berbagai tumbuhan.
Efikasi asam lemak gallic acid tanaman Punica granatum secara
in vitro dapat menghambat pertumbuhan C. albicans. Penelitian
lain menunjukkan gallic acid yang diisolasi dari Buchenavia
tomentosa menunjukan penghambatan pada plantonik jamur
patogen C. albicans (Teodoro et al., 2015B). Selanjutnya gallic
acid sangat potensial untuk dikembangkan sebagai senyawa anti
jamur untuk kepentingan klinis (Li et al., 2017).
Selain itu lauric acid dan decanoid acid memiliki aktivitas
antijamur terhadap C. albicans (Bergsson et al., 2001; Kabara et
al., 1972; Murzyn et al., 2010). Myristic acid dan tetradeconoid
acid juga dapat menghambat jamur C. albicans (Kabara et al.,
1972). Mekanisme kerja daya hambat asam lemak terhadap jamur
diantaranya merusak membran sel, menghambat β-oksidasi,
sintesis triacylglycerol dan sphingolipid dan kemungkinan
menghambat aktivitas enzim topoimerase (Pohl et al., 2011).
35
36

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa ekstrak buah pinang sabun pembersih wanita
(Areca catechu L) memiliki kemampuan menghambat
pertumbuhan jamur C.albicans. Ragam senyawa metabolit
sekunder yang terkandung didalamnya seperti flavonoid, terpenoid,
tanin, dan beberapa asam lemak diduga memiliki aktivitas
antijamur. Biji pinang dapat dijadikan sebagai alternatif atau
kandidat pengembangan obat antijamur
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan agar
setelah diselidiki lebih lanjut lebih diperhatikan ketepatan proses
pembuatan dan pencampuran medium bakteri secara berurutan dan sebagai
acuan untuk penelitian selanjutnya.
37

Biakan murni
Candida albicans L

Dimasukkan paperdisk
kedalam sampel kontrol
Peremajaan posistif dan kontrol
Candida albicans Digoreskan pada
negatif . Lalu masukkan
L agar miring kedalam cawan petri
diinkubasikan
pada 37°C selama
1x24jam

Suspensi Candida
albicans L Dimasukkan paperdisk
kedalam sampel 1%,
2%, 3% Lalu
masukkan kedalam
cawan petri
+ 1%
Disuspensikan
Digoreskan
dengan NaCL 0,9%
2%

-
3%

diinkubasikan
pada 37°C
Media PDA 20 ml
selama 1x24
jam

Pengukuran zona
hambat

Hasil pengamatan

pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3 Skema Kerja Uji Daya Hambat Sabun Cair Pembersih Kewanitaan
Ekstrak Biji Pinang ( Areca catechu L.) Terhadap Candida
albicans.
DAFTAR PUSTAKA

Adi, lukas tersono. (2007). Kruidentherapie op basis van bloedgroep.


Ariningsih, R. I. (2009). Isolatie van streptomyces uit de rizosfeerfamilie
Poaceae die het potentieel heeft om antischimmelmiddelen tegen Candida
albicans te produceren. Faculteit Farmacie, Universiteit van
Muhammadiyah Surakarta.
Cahyono, B., &; Suzery, M. (2018). Methoden voor het scheiden van
natuurlijke materialen. https://doc-
pak.undip.ac.id/id/eprint/1864/1/buku_978-602-343-341-4.pdf
Idroes, R., Kahiran, Nurisma, novi wulan, Wawaddah, N., Pradysta, R. R.
gheisyara, & Rofina. (2019). screening van plantactiviteiten die het
potentieel hebben als antimicrobiële materialen in het IE BROK
(Upflow Geothermal Zone) Atjeh Besar-gebied.
Ihsanurrozi, M. (2014). Vergelijking van het aantal nakomelingen van
vrouwelijke muizen gepaard met mannelijke muizen behandeld met jong
areca-notenzaadsap en Nederlands teakhadsap. Biologie
Studieprogramma, Faculteit Wiskunde en Natuurwetenschappen
Onderwijs, Universitas Pendidikan Indonesië.
ITIS. (2023a). ITIS biji pinang.
ITIS. https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&s earch_value=506702#null
ITIS. (2023b). ITIS Candida albicans.
ITIS. https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&s earch_value=194598#null
Gezondheid, D., &; Republiek Indonesië. (1986). Galenische preparaten.
Directeur-generaal van POM.
Lante, N., &; Hardiyanti, richa novyana. (2022). Consumptie van betelnoten met
de incidentie van witheid bij vrouwen in de vruchtbare leeftijd in het
werkgebied van het Rum Health Center, Tidore City, eilanden,. The
Indonesian Journal of Health Promotion MPPKI Media Publication of
Indonesian Health Promotion, 5(12).
https://doi.org/10.31934/mppki.v2i3
Lestari, P. E. (2010). De rol van virulentiefactoren op de pathogenese van
candida albicans-infectie.
Lilyawati, S. A., Fitriani, N., &; Prasetya, F. (2019). Antimicrobiële activiteit

25
26

van jong betelnootzaadethanolextract (Areca catechu). Proceedings of


Mulawarman Pharmaceuticals Conferences, 10, 135–138.
https://doi.org/10.25026/mpc.v10i1.378
Lolok, N., Awaliyah, N., &; Astuti, W. (2020). Formulerings- en activiteitstest
van vrouwelijke reinigingsvloeistofzeeppreparaten Waru-bladextract
(Hibiscus tiliaceus) tegen Candida albicans-schimmel. Tijdschrift van
Mandala Pharmacon Indonesia, 6(01), 59–80.
https://doi.org/10.35311/jmpi.v6i01.53
Ningsih, D. R., Mantari, D., &; zusfahair. (2017). Mangoblad extract (Mangifera
indica L.) Sebagai Antijamur Terhadap Jamur Candida albicans Dan
Identifikasi Golongan Senyawanya. Jurnal Kimia Riset, 2(1), 61–68.
Ningtyas, R. (2010). Uji Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Air daun
Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) Sebagai Pengawet Alami
Terhadap Eschercia Coli dan Staphylococcus aureus. Skripsi, 24–25.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21596/1/RI NA
NINGTYAS-FST.pdf
Nuraida, Hutagaol, D., & Hariani, F. (2022). Monograf Konsentrasi Ekstrak
Serai Wangi.
Putriningrum, R., & Khoiriyah, A. (2014). Kajian Efek Sinergistik Anti Jamur
Ekstrak Biji Pinang (Areca cathechu, L.) Dan Daun Sirih Merah (Piper
betle L.) Untuk Pencegahan Kandidiasis Vulvoginal.
Rahayu, R. P., Damayanti, F. N., & Purwanti, I. A. (2015). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Keputihan pada Wanita Usia Subur (WUS) di RT 04
RW 03 Kelurahan Rowosari Semarang. Jurnal Kebidanan, 4(1), 12–16.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jur_bid/article/view/1384
Sari, liza meutia. (2019). Aktivitas Antioksidan Dan Sitotoksisitas Biji
Pinang pada karsinoma Skuamosa Mulut.
https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=scDRDwAAQBAJ&oi=
fnd&pg=PP1&dq=Aktivitas+Antioksidan+Dan+Sitotoksisitas+Biji+Pina
ng+pada+karsinoma+Skuamosa+Mulut&ots=XCFvV403gs&sig=07Zx
4rDrzauw7utVADWtpozk2d4&redir_esc=y#v=onepage&q=Aktivitas
Antioksidan Dan
Shanty, elvika fit ari, & Desy. (2018). Penegetahuan Remaja Putri Tentang
Pemakaian Sabun Pembersih Kewanitaan (Vol. 6, Issue 1).
Silalahi, M. (2020). Manfaat Dan Toksisitas Pinang (ARECA CATECHU) Dalam
Kesehatan Manusia. Bina Generasi;Jurnal Kesehatan, Edisi, 11(2), p.
27

Simatupang, maria magdalena. (2009). Candida albicans.


Tefu, M. O. F. ., & Sabat, D. R. (2021). Tanaman
Obat Tradisiona Dokumentasi Pemanfaatan
Tanaman Obat Masyarakat Suku Dawan
( Amanuban ) Kabupaten Timor Tengah
Selatan.
Tjahaya, Darwanto, & Prayanto, J. (2006). atlas parasitologi
kedokteran.
28

Anda mungkin juga menyukai