Anda di halaman 1dari 79

AKTIVITAS ENZIM PROTEASE KAPANG ENDOFIT YANG

DIISOLASI DARI DAUN TANAMAN PEPAYA


(Carica papaya L.)

IRMA HERAWATI

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
AKTIVITAS ENZIM PROTEASE KAPANG ENDOFIT YANG DIISOLASI
DARI DAUN TANAMAN PEPAYA (Carica papaya L.)

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

IRMA HERAWATI
11160950000071

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H

i
AKTIVITAS ENZIM PROTEASE KAPANG ENDOFIT YANG DIISOLASI
DARI DAUN TANAMAN PEPAYA (Carica papaya L.)

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

IRMA HERAWATI
11160950000071

Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si Aerma Hastuty, M.Si


NIP. 19720322 200212 2 002 NIP. 19780320 200604 2 033

Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Priyanti, M.Si.


NIP. 19750526 200012 2 001

ii
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Aktivitas Enzim Protease Kapang Endofit yang diisolasi


dari Daun Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)” yang ditulis oleh Irma
Herawati, NIM. 11160950000071 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam
sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Agustus 2020. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu
(S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui:
Penguji I, Penguji II,

Dr. Dasumiati, M.Si Etyn Yunita, M.Si

NIP. 19730923 199903 2 002 NIP. 19700628 201411 2 002

Pembimbing II,
Pembimbing I,

Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si Aerma Hastuty, M.Si

NIP. 19720322 200212 2 002 NIP. 19780320 200604 2 033

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi

Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud.


Dr. Priyanti, M.Si
NIP. 19690404 200501 2 005
NIP. 19750526 200012 2 001

iii
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH


BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Agustus 2020

Irma Herawati
11160950000071

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta‟ala karena atas rahmat dan
karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada semua makhluknya. Shalawat
serta salam dicurahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam
yang telah memimpin manusia menuju jalan yang diridhoi Allah subhanahu wa
ta‟ala. Berkat rahmat Allah subhanahu wa ta‟ala, penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Aktivitas Enzim Protease Kapang Endofit yang diisolasi
dari Daun Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)” dalam rangka Tugas Akhir
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi
di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih karena adanya dukungan dari
banyak pihak yang terkait, untuk itu penulis berterima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, Env.Stud. selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku
Dosen penguji seminar proposal dan seminar hasil penelitian.
3. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M. Si. selaku Dosen pembimbing I.
4. Aerma Hastuty, M.Si. selaku Dosen pembimbing II.
5. Arina Findo Sari, M.Si. selaku Dosen penguji seminar proposal dan seminar
hasil penelitian.
6. Dr. Novik Nurhidayat selaku Kepala Laboratorium Mikrobiologi Kesehatan.
7. Kepala Pusat Penelitian Biologi dan Kepala InaCC-LIPI.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Jakarta, Agustus 2020

Penulis

v
ABSTRAK

Irma Herawati. Aktivitas Enzim Protease Kapang Endofit yang diisolasi dari
Daun Tanaman Pepaya (Carica papaya L.). Skripsi. Program Studi Biologi.
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2020. Dibimbing oleh Megga Ratnasari Pikoli dan Aerma Hastuty.

Tanaman pepaya merupakan salah satu tanaman yang mengandung enzim


protease. Kapang endofit menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat menjadi
sumber produk alami terbarukan, salah satunya enzim protease. Isolat kapang
endofit daun pepaya yang digunakan adalah JE-DP4, JE-BP1, dan JE-BP3.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi kapang endofit daun pepaya
sebagai penghasil enzim protease. Pengukuran aktivitas enzim protease
menggunakan metode Chow dan Peticolas. Kadar protein diukur menggunakan
metode Bradford. Aktivitas enzim protease diukur pada λ280 nm dan kadar
protein pada λ595 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Aktivitas enzim
protease diukur pada ketiga suhu diantaranya 30°C, 37°C, dan 44°C; waktu
inkubasi selama 7 hari, substrat media produksi enzim berupa kasein dan susu
skim, serta diukur pH pertumbuhannya. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas
enzim protease tertinggi menggunakan substrat kasein sebesar 46,72 U/mL
sedangkan menggunakan substrat susu skim sebesar 11,30 U/mL. Kadar protein
tertinggi menggunakan substrat kasein sebesar 0,107 mg/mL sedangkan
menggunakan substrat susu skim sebesar 0,068 mg/mL. Isolat kapang endofit JE-
DP4 memiliki kemampuan terbaik menghasilkan enzim protease dibandingkan
JE-BP1 dan JE-BP3. Rata-rata aktivitas enzim protease tertinggi isolat JE-DP4
pada suhu 37°C sebesar 22,64 U/mL, waktu inkubasi hari ke-7, dan pH
pertumbuhan sebesar 6 menggunakan substrat kasein.

Kata kunci: Endofit; Kapang; Protease; Protein; Tanaman pepaya

vi
ABSTRACT

Irma Herawati. Protease Enzyme Activity of Endophytic Fungi Isolated from


the Leaves of Papaya Plant (Carica papaya L.). Undergraduate Thesis.
Department of Biology. Faculty of Science and Technology. State Islamic
University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020. Advised by Megga Ratnasari
Pikoli and Aerma Hastuty.

Papaya plant is a plant that contains protease enzymes. Endophytic fungi produce
bioactive compounds that can be a source renewable natural product, one of which
is protease enzymes. The papaya leaf endophytic fungi isolates used were JE-
DP4, JE-BP1, and JE-BP3. This research aimed to analyze the potential of papaya
leaf endophytic fungi as a protease enzyme producer. The protease enzyme
activity was measured using the Chow and Peticolas method. Protein content was
measured using the Bradford method. Protease enzyme activity was measured at
λ280 nm and protein content at λ595 nm using a UV-Vis Spectrophotometer. The
protease enzyme activity was measured at three temperatures including 30°C,
37°C, 44°C; incubation times for 7 days, enzyme production media substrates in
the form of casein and skim milk and the pH of the growth was measured. The
results showed the highest protease enzyme activity using casein substrate was
46,72 U/mL while using skim milk substrate was 11,30 U/mL. The highest
protein content using a casein substrat of 0,107 mg/mL while using a skim milk
substrate of 0,068 mg/mL. JE-DP4 endophytic fungi isolate had the best ability to
produce protease enzymes compared to JE-BP1 and JE-BP3. The highest average
protease enzyme activity of JE-DP4 isolate at 37°C was 22,64 U/mL minutes,
incubation time was 7th days, and growth pH was 6 using casein substrate.

Keywords: Endophytic; Fungi; Papaya plant; Protease; Protein

vii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
1.5. Kerangka Berpikir Penelitian ........................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Tanaman Pepaya ............................................................................... 5
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Pepaya .................................................. 5
2.1.2. Kandungan Kimiawi Tanaman Pepaya .................................. 6
2.2. Mikroorganisme Endofit .................................................................. 7
2.2.1. Kapang Endofit ....................................................................... 9
2.3. Enzim Protease ................................................................................. 11
2.3.1. Mekanisme Kerja Enzim ........................................................ 12
2.3.2. Manfaat Enzim Protease ......................................................... 14
2.4. Protein............................................................................................... 14
2.4.1. Asam Amino Penyusun Protein .............................................. 15
2.4.2. Tingkatan Struktur Protein ..................................................... 16

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1. Waktu dan Tempat............................................................................ 17
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................. 17
3.3. Rancangan Penelitian........................................................................ 17
3.4. Cara Kerja ......................................................................................... 18
3.4.1. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) ................... 18
3.4.2. Pembuatan Media Skim Milk Agar (SMA) ............................. 18
3.4.3. Pembuatan Media Czapek Dox Broth (CZA) ......................... 18
3.4.4. Peremajaan Kapang Endofit ................................................... 19
3.4.5. Skrining Aktivitas Enzim Protease ......................................... 19
3.4.6. Pembuatan Kurva Standar Bovine Serum Albumin (BSA) ..... 19
3.4.7. Pembuatan Kurva Standar Tirosin .......................................... 20
3.4.8. Produksi Enzim Protease ........................................................ 20
3.4.9. Pengukuran Aktivitas Enzim Protease ................................... 21
3.4.10. Pengukuran Kadar Protein .................................................... 21
3.5. Analisis Data ..................................................................................... 22

viii
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Skrining Aktivitas Enzim Protease Kapang Endofit ........................ 23
4.2. pH Pertumbuhan Kultur pada Media Produksi Enzim Protease....... 25
4.3. Pengaruh Suhu dan Waktu Inkubasi terhadap Aktivitas Protease .... 28
4.4. Pengaruh Substrat Media Produksi terhadap Aktivitas Protease ...... 36
4.5. Kadar Protein .................................................................................... 38

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 41
5.2. Saran ................................................................................................. 41

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 42

LAMPIRAN ...................................................................................................... 51

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Kandungan kimiawi bagian tanaman pepaya..................................... 6
Tabel 2. Hasil skrining aktivitas enzim protease kapang endofit..................... 23

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian ........................................................... 4
Gambar 2. Morfologi tanaman pepaya.............................................................. 5
Gambar 3. Isolat kapang endofit daun tanaman pepaya ................................... 11
Gambar 4. Fase reaksi enzimatik ...................................................................... 14
Gambar 5. Pembentukan ikatan peptida............................................................ 15
Gambar 6. Asam amino penyusun protein ........................................................ 16
Gambar 7. Nilai pH pertumbuhan kapang endofit JE-DP4............................... 26
Gambar 8. Nilai aktivitas enzim protease kapang endofit JE-DP4 ................... 29
Gambar 9. Nilai aktivitas enzim protease kapang endofit JE-DP4 ................... 33
Gambar 10. Nilai kadar protein enzim protease kapang endofit JE-DP4 ......... 39

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Komposisi reagen ......................................................................... 51
Lampiran 2. Hasil pengukuran larutan dan kurva standar tirosin ..................... 52
Lampiran 3. Hasil pengukuran larutan dan kurva standar BSA........................ 53
Lampiran 4. Nilai pH pertumbuhan kapang endofit JE-DP4 ............................ 54
Lampiran 5. Konsentrasi tirosin yang dilepaskan hasil hidrolisis protein ........ 55
Lampiran 6. Peremajaan kapang endofit daun pepaya...................................... 56
Lampiran 7. Skrining aktivitas enzim protease kapang endofit ........................ 57
Lampiran 8. Hasil uji statistik normalitas data substrat kasein ......................... 61
Lampiran 9. Hasil uji statistik homogenitas data substrat kasein ..................... 61
Lampiran 10. Hasil uji statistik Kruskal-Wallis data substrat kasein ............... 62
Lampiran 11. Hasil uji statistik normalitas data substrat susu skim ................. 64
Lampiran 12. Hasil uji statistik homogenitas data substrat susu skim.............. 64
Lampiran 13. Hasil uji statistik anova satu jalur data substrat susu skim ......... 65
Lampiran 14. Dokumentasi penelitian .............................................................. 66

xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu bioteknologi menjadikan enzim sebagai salah satu
alternatif untuk memenuhi keperluan industri dan pengobatan. Salah satu enzim
yang banyak digunakan adalah enzim protease (Noviyanti, Ardiningsih, &
Rahmalia, 2013). Enzim protease merupakan kelompok besar enzim yang
mengkatalisis hidrolisis ikatan peptida pada protein. Pembelahan ikatan peptida
menyebabkan degradasi substrat protein menjadi asam amino penyusunnya (de
Souza et al., 2015). Enzim protease mewakili salah satu dari 3 kelompok enzim
industri terbesar yang menyumbang sekitar 59% dari total penjualan enzim global
(Mahajan & Badgujar, 2010).
Enzim protease tersebar luas hampir di seluruh tanaman, hewan, dan
mikroorganisme. Sumber enzim protease terbesar berasal dari tanaman yang
menempati peringkat teratas sebesar 43,85%; diikuti oleh bakteri 18,09%; kapang
15,08%; hewan 11,15%; alga 7,42%; dan virus 4,41% (Mahajan & Badgujar,
2010). Tanaman sebagai sumber enzim protease dibatasi oleh tersedianya lahan
dan kondisi pertumbuhan yang cocok. Produksi enzim protease dari tanaman dan
hewan juga tidak mudah serta sangat memakan waktu (Susanti, 2003). Sumber
enzim protease dari mikroorganisme lebih disukai karena pertumbuhannya yang
cepat, mudah dimanipulasi secara genetik sehingga lebih banyak dikembangkan,
dan memiliki karakteristik yang diinginkan dalam aplikasi bioteknologi (Pratush,
Gupta, & Bhalla, 2013).
Tanaman menjadi inang bagi komunitas mikroorganisme endofit yang dapat
menghasilkan sejumlah besar senyawa biologis. Endofit adalah mikroorganisme
bakteri atau kapang yang berkoloni di jaringan tanaman sehat secara interseluler
atau intraseluler tanpa menimbulkan gejala penyakit yang jelas (Nair &
Padmavathy, 2014). Senyawa bioaktif yang dihasilkan dapat menjadi sumber
produk alami yang terbarukan (Eze et al., 2018). Tanaman pepaya merupakan
salah satu tanaman yang mengandung enzim protease (Amazu et al., 2010).
Kapang endofit banyak terdapat di daun karena daun memiliki stomata dan

1
2

pembuluh vaskular yang menjadi jalur masuk mikroorganisme endofit (Eze et al.,
2019; Khan, Shahzad, Choudhary, Khan, & Ahmad, 2010).
Hasil penelitian sebelumnya mengenai isolasi dan skrining kapang endofit
daun tanaman pepaya telah dilaporkan oleh Puspitarini (2019), sebanyak 13 isolat
kapang endofit berhasil diisolasi dari daun pepaya. Tujuh isolat dari 13 isolat
kapang endofit berpotensi menghasilkan enzim protease. Ketiga isolat kapang
endofit dari 7 isolat yang digunakan belum diukur aktivitas enzim proteasenya,
yaitu JE-DP4, JE-BP1, dan JE-BP3. Ketiga isolat kapang endofit tersebut belum
diketahui identitasnya. Identifikasi dilakukan untuk membandingkan aktivitas
enzim protease termasuk tinggi atau rendah dan mengetahui kapang endofit tidak
bersifat patogen. Penelitian lain terkait enzim protease tanaman pepaya telah
dilaporkan oleh Konno et al. (2004), papain termasuk ke dalam protease sistein
yang terdapat pada getah daun pepaya bersifat toksik terhadap serangga herbivora
ulat sutra. Aktivitas enzim protease pada getah pepaya sebesar 257,621 U/mg.
Keragaman enzim protease telah menarik perhatian dunia untuk
mengeksploitasi aplikasi fisiologis dan bioteknologinya (Rani, Rana, & Datt,
2012). Pemanfaatan kapang endofit sebagai salah satu sumber penghasil enzim
protease perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan industri pangan dan
kesehatan karena kapang memiliki enzim yang lebih luas daripada bakteri.
Kapang mampu menghasilkan enzim protease asam, netral, atau basa sedangkan
bakteri hanya mampu menghasilkan enzim protease netral atau basa (Pratush et
al., 2013). Enzim protease kapang yang banyak digunakan dalam aplikasi industri
adalah protease aspartat untuk pembuatan keju, sebagai produk memperlancar
pencernaan, penjernihan bir, pengubah protein makanan, dan hidrolisat protein
(Vishwanatha, Rao, & Singh, 2010). Berdasarkan latar belakang tersebut,
penelitian ilmiah mengenai enzim protease yang dihasilkan oleh kapang endofit
daun tanaman pepaya untuk menganalisis potensi kapang endofit dalam
menghasilkan enzim protease.
Aktivitas enzim protease dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu,
pH pertumbuhan, waktu inkubasi, dan substrat protein (Saranraj, Jayaprakash, &
Bhavani, 2017). Suhu berpengaruh terhadap aktivitas enzim untuk mengetahui
kondisi yang sesuai dalam mendegradasi substrat (Baehaki & Rinto, 2012). Waktu
3

inkubasi pertumbuhan kapang memengaruhi jumlah biomassa kapang dan


produksi enzim protease (Indarmawan, Mustopa, Budiarto, & Tarman, 2016). pH
kultur memengaruhi proses enzimatik dan transportasi berbagai komponen
melintasi membran sel untuk mendukung pertumbuhan sel dan produksi enzim
(K. M. Sharma, Kumar, Panwar, & Kumar, 2017). Produksi enzim protease
membutuhkan substrat protein yang bertindak sebagai induser bagi enzim
protease (Yuniati, Nugroho, & Puspita, 2015). Substrat protein yang digunakan
dalam media produksi enzim protease berupa kasein dan susu skim. Kasein dan
susu skim termasuk substrat spesifik alami yang sering digunakan untuk
pengukuran enzim protease (Dhillon, Sharma, Rajulapati, & Goyal, 2016).
Pengukuran pH media pertumbuhan untuk menentukan aktivitas enzim tertinggi
pada pH yang sesuai. Pengujian aktivitas enzim protease kapang endofit daun
pepaya pada beberapa suhu, waktu inkubasi, dan penggunaan 2 jenis substrat
untuk meningkatkan aktivitas enzim sehingga menjadi efektif dan layak secara
ekonomi.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini antara lain:
1. Isolat kapang endofit mana yang memiliki kemampuan terbaik
menghasilkan enzim protease?
2. Substrat protein mana yang menghasilkan enzim protease lebih tinggi?
3. Berapakah suhu, waktu inkubasi, dan pH pertumbuhan yang paling sesuai
untuk menghasilkan aktivitas enzim protease tertinggi?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis potensi kapang endofit yang
diisolasi dari daun tanaman pepaya sebagai penghasil enzim protease.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini diharapkan enzim protease yang dihasilkan oleh
kapang endofit daun tanaman pepaya dapat digunakan untuk memenuhi keperluan
berbagai bidang industri kesehatan misalnya antimikroba dan industri pangan
misalnya pangan fungsional dan suplemen.
4

1.5. Kerangka Berpikir Penelitian


Kerangka berpikir yang menjadi landasan dilakukannya penelitian ini
adalah sebagai berikut (Gambar 1).

Enzim protease mewakili kelompok


enzim industri terbesar yang
menyumbang sekitar 59% dari total
penjualan enzim di dunia

Kapang memiliki protease yang lebih


luas dari bakteri, yaitu dapat
menghasilkan protease asam, netral,
dan basa.

Tanaman menjadi inang bagi kapang


endofit yang dapat menghasilkan Tanaman pepaya
senyawa bioaktif

Salah satu senyawa bioaktif yang


dihasilkan adalah enzim protease

Protease bermanfaat dalam industri


kesehatan dan pangan

Antimikroba Hidrolisat Pangan


protein fungsional

Pengujian aktivitas enzim protease


kapang endofit yang diisolasi dari daun
tanaman pepaya

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian aktivitas enzim protease kapang endofit


yang diisolasi dari daun tanaman pepaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Pepaya


3.1.1. Klasifikasi Tanaman Pepaya
Taksonomi tanaman pepaya termasuk ke dalam divisi Magnoliophyta,
kelas Magnoliopsida, ordo Brassicaless, famili Caricaceae, genus Carica, spesies
C. papaya L. (Adachukwu, Ann, & Faith, 2013). Tanaman pepaya merupakan
tanaman herba yang tumbuh dengan batang setinggi 5 hingga 10 m. Pohon pepaya
biasanya tidak bercabang. Daunnya tersusun secara spiral berbatas pada bagian
atas batang. Daun yang berukuran besar memiliki diameter 50-70 cm. Buahnya
matang ketika kulitnya sudah berwarna kuning hingga oranye dan tekstur buahnya
lunak. Bunga-bunga muncul di aksil daun (Gambar 2.) (Aravind, Debjit, Duraivel,
& Harish, 2013).

a c
Gambar 2. Morfologi tanaman pepaya; a. Perawakan tanaman pepaya; b. Daun
berukuran besar yang tersusun secara spiral berbatas; c. Bunga-bunga
muncul diaksil daun.
Tanaman pepaya termasuk ke dalam tumbuhan dikotil yang berasal dari
famili Caricaceae. Tanaman ini tersebar di sebagian besar daerah tropis di dunia,
berasal dari Amerika Tengah dan meksiko (Abonyi et al., 2019; Saeed et al.,
2014). Tanaman pepaya terdiri dari 31 spesies dalam 4 genera. Tiga genera
berasal dari Amerika, yaitu Carica, Jacaratia, dan Jarilla serta 1 genera berasal
dari Afrika, yaitu Cylicomorpha (Pinnamaneni, 2017). Tanaman digunakan secara

5
6

tradisional untuk pengobatan berbagai penyakit termasuk luka, borok, luka bakar,
diare, pendarahan, wasir, batuk, disentri, dan penyakit kulit. Daun pepaya
mengandung senyawa bioaktif untuk menyembuhkan kanker dan demam berdarah
(Sushma, Jayashankar, Vinu, & Saeed, 2018; Abonyi et al., 2019).

2.1.2. Kandungan Kimiawi Tanaman Pepaya


Tanaman pepaya menjadi sumber nutrisi yang tersedia sepanjang tahun.
Tanaman pepaya digunakan sebagai sumber pangan dan obat tradisional (Aravind
et al., 2013). Pepaya memiliki nilai gizi yang tinggi karena kaya akan vitamin
alami, mineral, dan rendah kalori. Kandungan kalori pada buah matang sebesar 32
Kkal/100 g. Setiap bagian organ tanaman pepaya, seperti daun, buah, biji, akar,
dan getah memiliki senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai obat (Tabel
1.) (Pinnamaneni, 2017).

Tabel 1. Kandungan kimiawi berbagai bagian tanaman pepaya


Bagian
No. Konstituen
tanaman
1. Buah Protein, lemak, serat, karbohidrat, mineral, kalsium,
fosfor, zat besi, vitamin C, tiamin, riboflavin, niasin,
dan karoksen; asam amino, asam sitrat, dan asam malat
(buah hijau); senyawa volatil: linalol, benzil
isotiosianat, cis dan trans 2,6-dimetil-3,6 expoxy-7
octen-2-ol; alkaloid, α karpain, benzil-β-d glukosida, 2-
feniletil-β-D-glukosida, 4-hidroksil-fenil-2 etil-B-D
glukosida, dan 4 isomer benzil-β-D-glukosida.
2. Biji Asam lemak, protein kasar, serat kasar, minyak pepaya,
karpain, benzil isotiosianat, benzil glukosinolat,
glukotropaeolin, benzoiltiourea, hentriakontan, β-
sistosterol, karisin, dan enzim nirosin.
3. Akar Karposid dan enzim nirosin.
4. Daun Alkaloid karpain, pseudokarpain, dehidrokarpain I dan
II, kolin, karposid, vitamin C, dan E.
5. Getah Enzim protease: papain; glutamin siklotransferase;
chymopapain A, B, dan C; peptidase A dan B; lisozim.

Tanaman pepaya mengandung enzim protease misalnya papain dan


chymopapain. Enzim papain mirip dengan enzim pencernaan di dalam tubuh kita,
yaitu pepsin (Aravind et al., 2013). Konsentrasi enzim yang tinggi ditemukan
pada bagian tanaman yang lebih muda dibandingkan yang lebih tua (Amazu et al.,
2010). Tanaman pepaya kaya akan antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin A,
7

dan vitamin E; magnesium, potassium, vitamin B (asam pantotenat), folat, dan


serat. Semua nutrisi tersebut dapat meningkatkan sistem kardiovaskular,
melindungi dari serangan jantung, stroke, dan mencegah kanker usus besar. Buah
pepaya merupakan sumber beta-karoten yang mencegah kerusakan akibat radikal
bebas penyebab kanker. Pepaya juga menurunkan kadar kolesterol karena
mengandung sumber serat yang tinggi (Aravind et al., 2013). Tanaman pepaya
telah dilaporkan memiliki aktivitas antiinflamasi, antihelmintik, antikanker,
penyembuhan luka, anti kesuburan, abortifasein, diuretik, imunomodulator, anti
hipertensi, dan antimalaria (Amazu et al., 2010; Abonyi et al., 2019).

2.2. Mikroorganisme Endofit


Istilah endofit pertama kali diciptakan oleh de Barry pada tahun 1886.
Endofit berasal dari bahasa Yunani, yaitu “endon” berarti di dalam dan “phyton”
berarti tanaman (Sudha, Govindaraj, Baskar, Al-Dhabi, & Duraipandiyan, 2016).
Mikroorganisme endofit merupakan mikroorganisme yang menempati jaringan
dalam tanaman untuk seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya. Mikroorganisme
endofit termasuk ke dalam bakteri dan fungi. Mikroorganisme endofit memiliki
kemampuan untuk mengolonisasi di dalam jaringan tanaman sehat seperti daun,
tangkai, ranting, batang, kulit, kayu, akar, buah, bunga, dan biji-bijian tanpa
menyebabkan kerusakan atau infeksi patogen pada tanaman inangnya (Fouda,
Hassan, Eid, & Ewais, 2015; Yadav, 2018). Mikroorganisme endofit dapat
berasosiasi secara obligat atau fakultatif dan tidak membahayakan tanaman inang.
Mikroorganisme endofit berinteraksi dengan inang yang melibatkan mutualisme
dan antagonisme (Nair & Padmavathy, 2014). Mikroorganisme menghasilkan
beberapa senyawa yang mendorong pertumbuhan tanaman dan membantu
tanaman inang beradaptasi lebih baik dengan lingkungan (A. Das & A. Varma,
2009).
Semua tanaman vaskular memiliki mikroorganisme endofit (Khan et al.,
2010). Mekanisme invasi mikroorganisme endofit ke dalam jaringan tumbuhan
dapat dilakukan dengan beberapa cara. Mikroorganisme dapat masuk melalui
stomata, lentisel, luka alami, titik tumbuh akar lateral, radikula yang sedang
tumbuh, dan jaringan akar meristematik yang tidak terdiferensiasi. Serangan
enzimatik pada dinding sel rambut akar juga dapat menjadi jalan masuknya
8

mikroba ke dalam tanaman (Putri, Fifendy, & Putri, 2018). Mikroorganisme


endofit dapat masuk ke dalam jaringan tanaman pada bagian tanaman yang
terpapar udara langsung seperti bunga, batang, daun (melalui stomata) dan
kotiledon. Mikroorganisme masuk ke dalam jaringan tanaman kemudian
berkoloni di titik tempatnya masuk atau menyebar ke seluruh bagian tumbuhan
melalui pembuluh vaskular (Purwanto, Pasaribu, & Bintang, 2014).
Mikroorganisme endofit berkoloni dan menyebar ke seluruh bagian tanaman
yang mempunyai pembuluh vaskular seperti xilem pada batang. Mikrooorganisme
umumnya dapat masuk melalui akar kemudian disebarkan oleh pembuluh
vaskular ke bagian tanaman. Kekayaan spesies dan frekuensi kolonisasi
mikroorganisme endofit lebih tinggi pada daun (25,57%) dibandingkan dengan
batang (5,26%) karena di daun terdapat stomata dan pembuluh angkut yang
menjadi jalur masuk mikroorganisme (Khan et al., 2010). Mikroorganisme endofit
yang terdapat pada daun muda lebih banyak dibandingkan daun tua karena
metabolit sekunder lebih tinggi dihasilkan pada daun muda (Putri et al., 2018).
Hal ini sesuai dengan penelitian Achakzai, Achakzai, Masood, Kayani, & Tareen
(2009), metabolit sekunder berupa alkaloid dan saponin yang dihasilkan lebih
tinggi pada daun muda dan senyawa-senyawa tersebut cenderung berkurang
seiring bertambahnya usia daun.
Tanaman yang memiliki plasma nutfah tinggi juga memiliki
keanekaragaman mikroorganisme endofit yang tinggi (Tenguria, Khan, &
Quereshi, 2011). Mikroorganisme endofit berpotensi sebagai sumber produk
alami baru dan metabolit bioaktif. Senyawa bioaktif ini memiliki aplikasi dalam
bidang kedokteran, pertanian, dan industri. Mikroorganisme endofit dalam bidang
pertanian banyak digunakan sebagai penghasil fitohormon untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman, biofertilizer, biokontrol untuk melindungi tanaman
terhadap fitopatogen, pelarut fosfat, dan pengikat nitrogen (Joseph & Priya, 2011;
Shen, Yen, Liao, Chen, & Chao, 2019; Fadiji & Babalola, 2020). Mikroba endofit
dalam bidang kedokteran digunakan sebagai penghasil antibiotik yang
berspektrum luas, antivirus, antikanker, antidiabetes, zat antimalaria, produksi
antioksidan alami, dan senyawa imunosupresif untuk transplantasi organ (Radji,
2005; Yadav, 2018).
9

Mikroorganisme sebagai sumber protease lebih disukai karena dapat


dibudidayakan dalam jumlah besar dengan waktu yang relatif singkat melalui
metode fermentasi dan menghasilkan produk yang berlimpah. Protease mikroba
bersifat ekstraseluler. Mikroorganisme secara langsung mensekresikan protease
dalam media fermentasi, sehingga proses hilir enzim mikroba lebih sederhana
dibandingkan dengan protease yang diperoleh dari tanaman dan hewan (Sharma,
Kumar, Panwar, & Kumar, 2017). Mikroorganisme endofit banyak ditemukan di
dalam tanaman karena mempunyai kapasitas untuk menghasilkan banyak
metabolit bioaktif dan enzim yang relevan secara bioteknologi (Rajamanikyam,
Vadlapudi, Amanchy, & Upadhyayula, 2017).

2.2.1. Kapang Endofit


Jaringan tanaman hampir semuanya dikolonisasi oleh kapang endofit.
Kapang endofit membantu tanaman inangnya untuk beradaptasi dengan
lingkungan, melindungi dari tekanan biotik atau abiotik, meningkatkan ketahanan
terhadap penyakit, mendukung pertumbuhan tanaman, dan penyerapan unsur hara
dari tanah (Maciá-Vicente, Jansson, & Lopez-Llorca, 2009; Akinyemi, 2017).
Kapang endofit sebagian besar termasuk ke dalam kelas Ascomycetes,
Deuteromycetes, dan Basidiomycetes. Kapang endofit yang sama dari berbagai
bagian tanaman memiliki kemampuan yang berbeda (Sandhu & Gupta, 2015).
Kemampuan kapang endofit dalam memproduksi metabolit sekunder dari
tanaman inangnya diduga karena kapang mengalami rekombinasi genetik atau
menyimpan beberapa info genetik dari inangnya melalui suatu proses evolusi di
dalam jaringan tanaman inang (Irawati et al., 2017).
Kapang endofit menempati kedudukan ekologis yang sama dengan sebagian
besar patogen. Oleh karena itu, kapang endofit menggunakan cara yang sama
seperti patogen untuk masuk ke dalam jaringan inang tanaman. Proses awal
kolonisasi kapang endofit harus mencapai sebagian dari degradasi dinding sel.
Enzim ekstraseluler, yaitu protein yang mengkatalisasi berbagai reaksi kimia
berperan dalam proses degradasi dinding sel tersebut. Protein-protein tersebut
terbagi menjadi 6 kelompok utama diantaranya, yaitu oksidoreduktase, lyase,
hidrolase, transferase, ligase, dan isomerase. Kapang endofit mengeluarkan enzim
tambahan seperti esterase, lakase, peroksidase, dan protease sebagai perlindungan
10

tanaman intraseluler (Agrawal, Rajput, & Chanyal, 2016). Produksi protease


ekstraseluler oleh jenis kapang yang berbeda sangat dipengaruhi oleh kondisi
kultur, metabolisme dari kultur, dan pertumbuhan miselium. Berbagai faktor fisik
dan kimia memengaruhi produksi protease seperti suhu, pH, sumber karbon yang
masing-masing berperan dalam menginduksi enzim dan sumber nitrogen (Jenitta,
Priya, & Gnanadoss, 2015; Ramya & Bharathi, 2015).
Kemampuan kapang endofit dalam menghasilkan enzim ekstraseluler,
seperti enzim protease sudah ada dalam Al-Qur’an surah Al-An’am: [6:95].

Artinya:
“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-
buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang
mati dari yang hidup (yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka
mengapa kamu masih berpaling?”. (QS. Al-An’am: [6:95]).
Kata “dan mengeluarkan dari yang mati dari yang hidup” yang dimaksud
dalam ayat tersebut adalah senyawa bioaktif atau enzim ekstraseluler yang
dihasilkan dari kapang endofit. Kapang memiliki kapasitas yang luas untuk
menghasilkan senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas antimikroba dan
berpotensi sebagai obat (Suryanarayanan et al., 2009). Kebutuhan untuk
mengisolasi, menyintesis antibiotik, agen terapeutik, dan agrokimia dari kapang
endofit sangat efektif, rendah toksik, dan memiliki dampak lingkungan yang kecil
(Tenguria, Khan, & Quereshi, 2011).
Kapang menghasilkan sejumlah besar protease baik intraseluler atau
ekstraseluler (Vishwanatha et al., 2010). Kapang endofit memiliki kemampuan
untuk menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler seperti pektinase, selulase,
lipase, amilase, lakase, dan protease. Enzim ekstraseluler ini berperan dalam
proses biodegradasi, hidrolisis terhadap infeksi patogen, dan memenuhi kebutuhan
nutrisi kapang dari tanaman inang (Sunitha, Devi, & Srinivas, 2013). Sebagian
besar kapang mempunyai kisaran suhu optimal 28-30°C untuk produksi protease
(K. M. Sharma et al., 2017).
11

Kapang endofit mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen


pada manusia. Kapang juga dapat melindungi tanaman inangnya dari patogen dan
hama dengan cara memproduksi alkaloid beracun bagi serangga, misalnya
Acremonium coenophialum menunjukkan aktivitas insektisida terhadap kutu daun
Rhopalosiphum padi. Kapang endofit dapat secara aktif atau pasif meningkatkan
pertumbuhan tanaman melalui berbagai mekanisme (Sudha et al., 2016). Salah
satunya dengan memproduksi hormon pertumbuhan Indole Acetic Acid (IAA).
IAA berperan dalam mempercepat pertumbuhan tanaman dan pemanjangan sel
(Hanafi, Purwantisari, & Raharjo, 2017). Metabolit bioaktif endofit dapat
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap tekanan biotik dan abiotik serta
meningkatkan pertumbuhan (Sudha et al., 2016).
Penelitian sebelumnya mengenai isolasi dan skrining kapang endofit pada
daun tanaman pepaya telah dilaporkan oleh Puspitarini (2019), tiga isolat kapang
endofit dipilih untuk pengukuran aktivitas enzim protease. Ketiga isolat kapang
endofit tersebut memiliki pola sebaran miselium konsentris. Isolat kapang endofit
JE-BP1 koloninya berwarna putih, memiliki tekstur kapas, dan terlihat eksudat
hasil metabolismenya di atas hifa. Isolat kapang endofit JE-BP3 koloninya
berwarna putih dengan margin abu-abu kehitaman, memiliki hifa yang tebal, serta
memiliki tekstur kapas. Isolat kapang endofit JE-DP4 koloninya berwarna putih
dengan margin krem kecoklatan dan memiliki tekstur kapas (Gambar 3).

a b c
Gambar 3. Isolat kapang endofit daun tanaman pepaya; a. JE-BP1; b. JE-BP3; c.
A

JE-DP4

2.3. Enzim Protease


Enzim protease merupakan enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis
ikatan peptida protein. Enzim ini juga disebut enzim proteinase atau proteolitik
(de Souza et al., 2015). Enzim protease diklasifikasikan menurut kisaran pH, yaitu
12

asam (pH 2,0-6,0); netral (pH 6,0-8,0); alkali (pH 8,0-13) (de Souza et al., 2015).
Menurut klasifikasi enzyme commission (EC), enzim protease termasuk ke dalam
kelas 3, yaitu hidrolase dan sub-kelompok 4 yang menghidrolisis ikatan peptida
(K. M. Sharma et al., 2017). Enzim protease diklasifikasikan berdasarkan posisi
pemutusan ikatan peptida dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yaitu
eksopeptidase dan endopeptidase (de Souza et al., 2015).
Eksopeptidase menghidrolisis ikatan peptida protein pada ujung rantai
polipeptida baik dari ujung amino (terminal N) atau karboksil (terminal C) pada
substrat. Berdasarkan sisi aktif, eksopeptidase diklasifikasikan menjadi
aminopeptidase dan karboksipeptidase. Aminopeptidase dapat membebaskan
residu asam amino tunggal, dipeptida (dipeptidyl peptidase), atau tripeptida
(tripeptydil peptidase) dari ujung terminal N pada substratnya (Mótyán, Tóth, &
Tőzsér, 2013). Karboksipeptidase bekerja dari ujung terminal C dari rantai
polipeptida dan membebaskan asam amino tunggal atau dipeptida (de Souza et al.,
2015).
Endopeptidase memutus ikatan peptida yang berada di bagian dalam rantai
polipeptida (Sabotič & Kos, 2012). Endopeptidase terbagi menjadi 4 kelompok
utama, yaitu protease serin, protease aspartat, protease sistein, dan
metalloprotease. Protease serin ditandai dengan adanya residu serin di sisi aktif
enzim (Laskar & Chatterjee, 2009). Protease serin umumnya aktif pada pH netral
dan alkali. Protease aspartat umumnya mempunyai aktivitas katalitik optimal pada
pH asam. Protease sistein terbagi menjadi protease tanaman seperti papain,
bromelain, dan aktinidin. Protease sistein memiliki pH optimal netral meskipun
ada beberapa yang aktif pada pH optimal asam. Metalloprotease mengandung ion
logam esensial, salah satunya Zn yang mempunyai aktivitas optimal pada pH
netral (Mahajan & Badgujar, 2010). Protease alkali memiliki pusat serin atau
metallo-type dan merupakan kelompok enzim yang penggunaannya luas dalam
industri detergen, makanan, farmasi, dan kulit (K. M. Sharma et al., 2017).

2.3.1. Mekanisme Kerja Enzim


Enzim berfungsi sebagai katalis suatu reaksi yang dapat meningkatkan laju
reaksi melalui penurunan energi aktivasi. Penurunan energi aktivasi dilakukan
dengan cara membentuk kompleks enzim dengan substrat. Kompleks enzim-
13

substrat akan terurai menjadi produk. Enzim dilepaskan untuk membentuk


kompleks baru dengan substrat lain setelah produk dihasilkan. Enzim memiliki
bagian sisi aktif yang berfungsi sebagai tempat terikatnya substrat untuk
membentuk kompleks enzim-substrat, dan selanjutnya membentuk produk akhir
(Lehninger, 2004).
Enzim memiliki dua komponen penyusun yang terdiri atas protein dan non-
protein. Komponen penyusun enzim berupa protein yang sifatnya tidak tahan
panas disebut apoenzim. Komponen penyusun enzim non-protein disebut gugus
prostetik yang terdiri atas ion-ion anorganik atau ion-ion organik. Ion anorganik
disebut kofaktor yang mampu meningkatkan kerja enzim. Ion organik disebut
koenzim yang berfungsi untuk memindahkan zat kimia dari satu enzim ke enzim
lain (Lehninger, 2004). Enzim akan aktif jika ada kofaktor sedangkan inhibitor
akan menghambat enzim dengan cara menempel pada bagian enzim atau dengan
cara berikatan langsung pada sisi aktif enzim sehingga menyebabkan sisi aktif
enzim berubah (Sajuthi, Suparto, Yanti, & Praira, 2010).
Faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas enzim adalah suhu, pH,
konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, inhibitor, dan aktivator. Enzim adalah
suatu protein sehingga kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi enzim dan
bagian aktif enzim akan terganggu sehingga konsentasi dan kecepatan enzim
berkurang. Kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
Konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi (Risnawati &
Cahyaningrum, 2013).
Reaksi enzimatik dapat dibagi dalam 3 fase (Gambar 4). Selama fase I,
kompleks enzim-substrat (ES) terakumulasi tanpa pembentukan produk dan
konsumsi substrat (S) yang signifikan. Fase II dimulai ketika konsentrasi enzim-
substrat mencapai nilai tertinggi yang tetap, tidak berubah untuk satu periode.
Durasi kondisi stabil konsentrasi enzim-substrat tergantung pada konsentrasi
relatif antara enzim (E) dan substrat (S). Selama fase II, substrat digunakan dan
produk (P) terakumulasi dalam media reaksi. Selama fase III, ketika konsentrasi
enzim-substrat tidak lagi konstan, penggunaan substrat dan pembentukan produk
terjadi secara perlahan (Vitolo, 2015).
14

Gambar 4. Fase reaksi enzimatik (Vitolo, 2015)

2.3.2. Manfaat Enzim Protease


Enzim protease dapat digunakan dalam pengobatan karena bermanfaat
dalam onkologi, inflamasi, kontrol reologi darah, dan regulasi sistem imun. Enzim
protease diproduksi secara komersial dalam kondisi aseptik untuk suplemen
makanan dan terapi enzim sistemik (Rakte & Nanjwade, 2014). Enzim protease
banyak digunakan dalam aplikasi klinis terutama dalam perawatan penyakit
diabetes (Abdennabi, Triki, Salah, & Gharsallah, 2017). Enzim protease memiliki
sifat anti-inflamasi dan anti-edema (penumpukan cairan dalam ruang di antara sel
tubuh). Enzim protease membantu memecah metabolit toksik, produk inflamasi,
dan berkontribusi dalam detoksifikasi tubuh manusia. Enzim protease
memengaruhi sistem kekebalan tubuh sebagai pengubah respon biologis. Enzim
protease mengaktifkan atau merangsang makrofag dan sel-sel pembunuh alami
yang berperan dalam pertahanan imunobiologis tubuh. Enzim protease dapat
menjadi agen kemoterapi yang dapat menghancurkan sel-sel tumor ganas (Rakte
& Nanjwade, 2014).

2.4. Protein
Kata protein berasal dari kata Yunani, “proteios” yang berarti primer.
Protein sangat penting untuk sistem biologis. Protein mengandung karbon,
hidrogen, oksigen, dan nitrogen sebagai komponen utama, serta sulfur dan fosfor
sebagai komponen unsur minor. Semua protein adalah polimer asam amino.
Protein disintesis oleh polimerisasi asam amino melalui ikatan peptida. Kelompok
15

alfa karboksil dari satu asam amino bereaksi dengan gugus alfa amino dari asam
amino lain untuk membentuk ikatan peptida atau jembatan CO-NH (Gambar 5)
(Vasudevan, Vaidyanathan, & Sreekumari, 2017).

Gambar 5. Pembentukan ikatan peptida (Vasudevan et al., 2017)


Protein adalah makromolekul yang terdiri dari satu atau lebih rantai residu
asam amino yang panjang. Protein melakukan beragam fungsi dalam organisme
hidup, termasuk mengkatalisasi reaksi metabolik, mereplikasi DNA, merespon
rangsangan, dan mengangkut molekul dari satu lokasi ke lokasi lain. Protein
berbeda satu sama lain terutama dalam urutan asam aminonya yang ditentukan
oleh urutan nukleotida. Rantai linier residu asam amino disebut polipeptida.
Protein mengandung setidaknya satu polipeptida panjang. Polipeptida pendek
umumnya dikenal sebagai peptida atau oligopeptida. Residu amino terikat
bersama oleh ikatan peptida dengan residu asam amino yang berdekatan (Van
Goudoever, Vlaardingerbroek, Van Den Akker, De Groof, & Van Der Schoor,
2014; Omotayo, El-ishaq, Tijjani, & Segun, 2016).

2.4.1. Asam Amino Penyusun Protein


Asam amino adalah unit dasar protein yang digunakan dalam pembentukan
protein. Sintesis protein tidak terjadi jika asam amino kurang (Akram et al., 2011).
Rantai asam amino terbentuk dari beberapa asam amino (di-, tri-, atau
oligopeptida) hingga ribuan unit asam amino (polipeptida). Dua asam amino
bergabung membentuk dipeptida, 3 asam amino bergabung membentuk tripeptida,
4 asam amino bergabung membentuk tetrapeptida, beberapa asam amino
bergabung akan membentuk oligopeptida, dan kombinasi 1050 asam amino
membentuk polipeptida. Rantai polipeptida panjang yang mengandung lebih dari
50 asam amino disebut protein (Vasudevan et al., 2017). Asam amino memiliki
16

gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), dan rantai samping yang terikat
pada satu atom karbon pusat (Gambar 6). Perbedaan fungsional antara asam
amino terletak pada struktur rantai sampingnya atau gugus R (Van Goudoever et
al., 2014).

Gambar 6. Asam amino penyusun protein (Van Goudoever et al., 2014)

2.4.2. Tingkatan Struktur Protein


Struktur fisik protein memiliki ciri kompleksitas. Rantai polipeptida tidak
berbentuk rantai panjang tetapi terlipat dalam struktur 3 dimensi. Struktur primer
protein menggambarkan urutan linear residu asam amino dalam rantai polipeptida
dan lokasi ikatan disulfida, jika ada. Struktur sekunder protein menggambarkan
hubungan konfigurasi antara residu asam amino yang dekat satu sama lain
cenderung membentuk heliks. Struktur tersier protein menggambarkan pengaturan
keseluruhan dan antar hubungan dari berbagai daerah atau domain rantai
polipeptida tunggal. Struktur kuartener protein dihasilkan ketika protein terdiri
dari dua atau lebih rantai polipeptida yang disatukan oleh kekuatan non kovalen.
Bentuk protein tergantung pada fungsi dan interaksinya dengan molekul lain (Van
Goudoever et al., 2014; Vasudevan et al., 2017).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan pada Januari-Maret 2020 di Laboratorium
Mikrobiologi Kesehatan, Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cawan petri, tabung
reaksi 14 mL, inkubator suzu seisakusho Co., Ltd., mikropipet, mikrotip (biru,
kuning, putih), centrifuge 5415 R, vortex, spektrofotometer UV-Vis biospec-
1601, kuvet, bunsen, labu erlenmeyer 250 mL, inkubator shaker, magnetic stirrer,
hot plate sibata MGH-320, pH meter HM-25G, microwave, autoklaf hirayama,
laminar air flow (LAF), timbangan analitik sonic electronic balance model SS-A
200, gelas ukur, labu ukur, pipet volumetrik, sedotan, tusuk gigi, penggaris,
spatula, corong, gelas beker, dan cool box.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tiga isolat kapang
endofit yang telah diisolasi dari daun tanaman pepaya daerah Kedunghalang,
Bogor, yaitu isolat JE-DP4, JE-BP1, dan JE-BP3, Potato Dextrose Agar (PDA)
Merck, Skim Milk Agar (SMA) Merck, Czapek Dox Broth (CZA) Merck, substrat
kasein dan susu skim, akuades, akuabides, alkohol 70%, kasein hidrolisat 1%,
bufer Tris-HCl 0,2 M pH 7,5 Merck, ekstrak kasar enzim, asam trikloroasetat
(TCA) 5% Merck, Bovine Serum Albumin (BSA) HiMedia, HCl pekat Merck, L-
tyrosine HiMedia, HCl 0,1 M, Coomassie Brilliant Blue-G250 Merck, metanol
Merck, asam fosfat (H3PO4) 85%, kain kasa, dan kertas saring.

3.3. Rancangan Penelitian


Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian eksperimen yang menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL). Pengujian aktivitas enzim protease dilakukan
menggunakan 3 suhu yang berbeda, yaitu 30°C, 37°C, dan 44°C pada masing-
masing substrat kasein dan susu skim dengan waktu inkubasi 7 hari. Produksi
enzim protease dan pengukuran aktivitas enzim protease dilakukan dengan 2 kali

17
18

pengulangan dan 1 kontrol pada masing-masing substrat kasein dan susu skim.
Kontrol terdiri atas media produksi enzim protease beserta masing-masing
substrat berupa kasein dan susu skim tanpa penambahan isolat kapang endofit.

3.4. Cara Kerja


3.4.1. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Kentang sebanyak 250 g ditimbang lalu dibersihkan dan dipotong dadu.
Kentang direbus hingga mendidih dengan akuades sebanyak 1 L, akuades
ditambahkan jika airnya berkurang. Air rebusan kentang yang diperoleh kemudian
disaring menggunakan kain kasa dan ditera hingga 1 L menggunakan akuades. Air
rebusan kentang dituang ke dalam gelas beker berisi sukrosa 20 g dan
kloramfenikol 100 mg lalu dihomogenkan. Air rebusan kentang sebanyak 200 mL
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL berisi agar 4 g. Media
dihomogenkan dan disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan
15 Psi selama 15-20 menit. Media yang sudah steril dituang ke dalam cawan petri
di dalam LAF dan ditunggu hingga memadat (Arifah, 2019).

3.4.2. Pembuatan Media Skim Milk Agar (SMA)


Yeast extract sebanyak 0,5 g; D-glucose 0,2 g; kasein 1 g; skim milk powder
5,6 g; dan agar 3 g ditimbang. Media dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300
mL dan dilarutkan dalam akuades sebanyak 200 mL. Media dihomogenkan
menggunakan magnetic stirrer dan diukur pH nya menggunakan pH meter. Media
disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 15 Psi selama 15-20
menit. Media yang sudah steril dituang ke dalam cawan petri di dalam LAF dan
ditunggu hingga memadat (A. K. Sharma et al., 2015).

3.4.3. Pembuatan Media Czapek Dox Broth (CZA)


Media czapek dox broth (CZA) dibuat dengan sukrosa (C12H22O11)
sebanyak 3 g; sodium nitrat (NaNO3) sebanyak 0,3 g; dipotassium fosfat
(K2HPO4) sebanyak 0,1 g; magnesium sulfat-heptahidrat (MgSO4.7H2O) sebanyak
0,05 g; potassium klorida (KCl) sebanyak 0,05 g; ferrous sulfat-heptahidrat
(FeSO4.7 H2O) sebanyak 0,001 g. Media dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
250 mL kemudian dilarutkan dalam 100 mL akuades. Media CZA masing-masing
19

ditambahkan substrat kasein dan susu skim sebanyak 1 g/100 mL. Media
dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dan diukur pH nya. Media
disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 15 Psi selama 15-20
menit (Yusriah & Kuswytasari, 2013).

3.4.4. Peremajaan Kapang Endofit


Isolat kapang endofit yang telah diisolasi dari daun tanaman pepaya, yaitu
JE-BP1, JE-BP3, dan JE-DP4 diremajakan. Peremajaan kapang endofit ditanam
masing-masing dibuat duplo. Kapang endofit diinokulasikan ke dalam media PDA
dengan cara memotong ujung miselium kapang menggunakan sedotan steril.
Miselium dipindahkan menggunakan tusuk gigi steril ke dalam media PDA.
Kultur diinkubasi pada suhu 30°C di dalam inkubator selama 7 hari (Benmrad et
al., 2019).

3.4.5. Skrining Aktivitas Enzim Protease


Skrining enzim protease dilakukan menggunakan media skim milk agar
(SMA) pH 7,4. Potongan miselium diinokulasikan ke dalam media SMA, lalu
diinkubasi pada suhu 30°C selama 7 hari. Aktivitas enzim protease pada media
SMA ditunjukkan dengan terlihatnya zona bening yang muncul di sekitar koloni
(Benmrad et al., 2019). Indeks hidrolisis protein (IHP) dihitung dengan cara
mengukur perbandingan diameter zona bening dengan diameter koloni mikroba
(Hastuti, Nugraheni, & Asna, 2017).

3.4.6. Pembuatan Kurva Standar Bovine Serum Albumin (BSA)


Kurva standar BSA dibuat menggunakan larutan stok 50 µg/mL (w/v). BSA
sebanyak 0,25 mg dilarutkan dalam 5 mL akuabides. Larutan tersebut menjadi
larutan stok standar yang selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat dengan
penambahan akuabides sehingga diperoleh variasi konsentrasi dari larutan stok
BSA. Variasi konsentrasi yang dibuat adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20
µg/mL. Larutan BSA masing- masing konsentrasi diambil 100 µL, ditambahkan 5
mL reagen Bradford, lalu divortex hingga homogen. Larutan diinkubasi pada suhu
30°C selama 30 menit. Kompleks yang terbentuk diukur absorbansinya pada λ595
20

nm. Akuabides sebanyak 100 µL ditambahkan 5 mL reagen Bradford digunakan


sebagai blanko (Jain, Aggarwal, Sharma, & Pundir, 2012).

3.4.7. Pembuatan Kurva Standar Tirosin


Pembuatan kurva dilakukan dengan menggunakan metode dari Yusriah &
Kuswytasari (2013) yang telah dimodifikasi. Kurva standar tirosin dibuat
menggunakan larutan stok 3 mg/mL yang diencerkan menjadi 1 mg/mL, sehingga
larutan stok yang digunakan adalah 1 mg/mL. L-tyrosine sebanyak 120 mg
dilarutkan dalam 20 mL akuades. L-tyrosine dilarutkan perlahan dalam kondisi
hangat pada suhu 37°C hingga homogen menggunakan hotplate. L-tyrosine dibuat
dengan variasi konsentrasi 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05; 0,06; 0,07; 0,08; 0,09; 0,1
mg/mL. Larutan masing-masing konsentrasi diencerkan dengan HCl 0,1 M hingga
1 mL kemudian dihomogenkan. Nilai absorbansinya diukur pada λ280 nm
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

3.4.8. Produksi Enzim Protease


Produksi enzim dilakukan menggunakan metode Yusriah & Kuswytasari
(2013) yang telah dimodifikasi. Koloni kapang berumur 7 hari diinokulasikan ke
dalam media produksi enzim protease. Media produksi enzim protease yang
digunakan adalah czapek dox broth (CZA) masing-masing ditambahkan substrat
kasein dan susu skim. Produksi enzim protease dibuat 2 kali ulangan dan 1 kontrol
pada masing-masing penambahan substrat protein. Miselium kapang sebanyak 10
bulatan diinokulasikan ke dalam 100 mL media produksi enzim protease. Kultur
diinkubasi pada suhu 30°C, kecepatan agitasi 120 rpm selama 7 hari di inkubator
shaker. Kecepatan agitasi membantu dalam pencampuran nutrisi yang tepat dan
penambahan oksigen untuk pertumbuhan kapang (Kamath, Subrahmanyam, Rao,
& Raj, 2010). Aktivitas enzim diukur secara berkala setiap harinya. Selanjutnya
enzim yang telah diproduksi dipisahkan antara filtrat dan supernatannya dengan
disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang
terbentuk merupakan ekstrak kasar enzim yang digunakan dalam pengukuran
aktivitas enzim protease.
21

3.4.9. Pengukuran Aktivitas Enzim Protease


Pengukuran dilakukan menggunakan metode dari Chow & Peticolas (1948)
yang telah dimodifikasi. Substrat kasein 1% (w/v) sebanyak 2 mL ditambahkan
bufer Tris-HCl 0,2 M pH 7,5 sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Selanjutnya campuran di pre-inkubasi masing-masing pada suhu 30°C,
37°C, dan 44°C selama 10 menit. Ekstrak enzim ditambahkan sebanyak 0,5 mL
kemudian diinkubasi masing-masing pada suhu 30°C, 37°C, dan 44°C selama 30
menit. Setelah itu, reaksi dihentikan dengan penambahan 2,5 mL asam
trikloroasetat (TCA) 5% dan diinkubasi selama 20 menit dalam ice bath agar
enzim tidak terdenaturasi. Sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 8000
rpm. Setelah itu, diukur aktivitas enzimnya dengan dibaca serapannya pada λ280
nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Aktivitas protease dihitung dalam satuan U (unit) per mL ekstrak enzim.
Satu unit aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang
menghidrolisis kasein untuk menghasilkan 1 µg tirosin tiap menit (Guangrong,
Tiejing, Po, & Jiaxing, 2006). Aktivitas enzim protease (unit/mL) dihitung dengan
cara konsentrasi tirosin (C) (µg/mL) dikali volume total sampel tiap tabung (Ves)
(mL) dibagi volume enzim (Ve) (mL) dikali waktu reaksi (t) (menit) (Rahayu &
Susanti, 2017).

3.4.10. Pengukuran Kadar Protein


Pengukuran kadar protein menggunakan metode Bradford (1976),
modifikasi Masri (2013). Metode Bradford digunakan untuk mengukur kadar
protein total secara kalorimetri dalam suatu larutan. Larutan enzim sebanyak 100
µL ditambahkan 5 mL reagen Bradford kemudian larutan dihomogenkan
menggunakan vortex. Larutan diinkubasi pada suhu 30°C selama 30 menit.
Setelah diinkubasi, larutan divortex kembali. Nilai absorbansinya diukur pada
λ595 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Nilai absorbansi dibuat dalam
bentuk kurva standar dengan persamaan y = ax+b, dimana y adalah nilai
absorbansi dan x adalah nilai kadar protein. Kadar protein enzim dapat ditentukan
berdasarkan persamaan kurva standar BSA yang telah dibuat (Karima, Nurhatika,
& Prasetyo, 2016).
22

3.5. Analisis Data


Isolat kapang endofit yang mampu menghasilkan enzim protease dilakukan
pengukuran aktivitas enzim, jika tidak mampu menghasilkan enzim protease maka
tidak dilanjutkan pengukuran aktivitas enzim. Data aktivitas enzim protease diuji
normalitas dan homogenitas untuk menentukan uji rata-rata aktivitas enzim
menggunakan analisis statistik parametrik atau nonparametrik. Data aktivitas
enzim protease isolat kapang endofit yang dipengaruhi ketiga suhu terhadap
waktu inkubasi selama 7 hari pada media produksi enzim substrat susu skim
dianalisis menggunakan statistik parametrik analisis variansi satu jalur. Data
aktivitas enzim protease menggunakan substrat susu skim kemudian diuji lanjut
post-hoc Duncan untuk melihat perbedaan nyata antara variabel independen.
Data aktivitas enzim protease isolat kapang endofit yang dipengaruhi ketiga
suhu terhadap waktu inkubasi selama 7 hari pada media produksi enzim substrat
kasein dianalisis menggunakan statistik nonparametrik Kruskal-Wallis. Data
aktivitas enzim protease menggunakan substrat kasein kemudian diuji lanjut
stepwise step-down untuk melihat perbedaan nyata antara variabel independen.
Analisis statistik ini menggunakan software IBM SPSS statistik 20.0 dengan
tingkat kepercayaan 95%. Data pengukuran kadar protein dianalisis secara
deskriptif menggunakan Microsoft Excel 2016 disajikan dalam bentuk grafik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Skrining Aktivitas Enzim Protease Kapang Endofit


Skrining aktivitas enzim protease dilakukan untuk mengetahui sifat
proteolitik pada kapang endofit daun pepaya. Hasil skrining aktivitas enzim
protease kapang endofit daun pepaya menunjukkan bahwa dari ketiga isolat yang
memiliki kemampuan terbaik dalam menghasilkan enzim protease adalah isolat
kapang endofit JE-DP4 karena menghasilkan zona bening sebesar 38,5 mm
dengan diameter koloni sebesar 26,5 mm (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa
isolat JE-DP4 merupakan kapang endofit proteolitik karena mampu menghasilkan
enzim protease ekstraseluler yang mendegradasi protein susu dalam media skim
milk agar sehingga membentuk zona bening. Enzim protease yang dihasilkan oleh
isolat kapang endofit JE-DP4 digunakan untuk mempertahankan hidupnya di
dalam jaringan tanaman inang (Safitri, Muchlissin, Mukaromah, Darmawati, &
Ethica, 2018; Pavithra, Sathish, & Ananda, 2012).

Tabel 2. Hasil skrining aktivitas enzim protease kapang endofit daun tanaman
pepaya
Indeks
Kode Aktivitas Diameter Zona Diameter
No. Hidrolisis
Isolat Protease Bening (mm) Koloni (mm)
Protein (IHP)
1 JE-DP4 + 38,5 26,5 1,45
2 JE-BP1 - - 90 -
3 JE-BP3 - - 64 -

Susu skim sebagai substrat enzim media skim milk agar memperlihatkan
adanya aktivitas hidrolitik enzim protease yang dilepaskan oleh miselium kapang.
Abdennabi, Triki, Salah, & Gharsallah (2017), melaporkan dalam penelitiannya
aktivitas enzim protease kapang endofit Fusarium sp. ditunjukkan dengan zona
bening yang terbentuk disekitar koloni sebesar 36 mm. Hal ini menunjukkan
bahwa aktivitas enzim protease kapang dapat terlihat dari zona bening yang
terbentuk.
Kapang endofit JE-DP4 bersifat proteolitik karena mampu memproduksi
enzim protease ekstraseluler. Enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah
protein yang diproduksi di dalam sel untuk dilepaskan keluar dari sel. Enzim

23
24

protease ekstraseluler penting untuk hidrolisis protein di lingkungan bebas sel dan
memungkinkan sel untuk menyerap serta memanfaatkan produk hidrolitik tersebut
(Hamza, 2017). Identifikasi isolat kapang endofit JE-DP4 perlu dilakukan untuk
membandingkan aktivitas enzim protease yang dihasilkan oleh jenis kapang yang
sama termasuk tinggi atau rendah. Identifikasi kapang juga dapat mengetahui
kapang endofit bersifat patogen atau tidak patogen, sehingga kapang endofit aman
digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri pangan atau kesehatan. Kapang
endofit umumnya bersifat menguntungkan bagi tanaman inangnya, beberapa
kapang endofit ada yang bersifat patogen (Rodriguez et al., 2009).
Isolat kapang endofit JE-DP4, JE-BP1, dan JE-BP3 sebelumnya disimpan
dalam media malt extract agar. Isolat kapang endofit JE-DP4 masih mampu
menghasilkan zona bening sedangkan JE-BP1 dan JE-BP3 tidak menghasilkan
zona bening. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah induktor masing-
masing jenis dan strain kapang (Choliq, 2008). Isolat kapang endofit JE-BP1 dan
JE-BP3 tidak menghasilkan zona bening juga dapat disebabkan karena kehilangan
kemampuan aktivitas enzimnya akibat terlalu lama disimpan di media malt extract
agar. Media malt extract agar memiliki kandungan protein yang sedikit. Hal ini
menyebabkan tidak adanya yang menginduksi kemampuan kapang endofit
tersebut untuk menghasilkan enzim protease sehingga tidak dapat menyintesis
enzim protease ekstraseluler. Enzim protease ekstraseluler merupakan enzim
induktif yang sintesisnya dipengaruhi oleh induktor (Peterson, Grinyer, &
Nevalainen, 2011).
Indeks hidrolisis protein menunjukkan aktivitas enzim protease. Aktivitas
relatif protease isolat kapang endofit JE-DP4 mempunyai nilai indeks hidrolisis
protein >1, yaitu sebesar 1,45 pada hari ke-7 inkubasi (Tabel 2). Hasil pengukuran
indeks hidrolisis protein tersebut termasuk ke dalam kategori rendah karena nilai
aktivitas relatif proteasenya <2. Soeka & Sulistiani (2014), melaporkan dalam
penelitiannya nilai indeks hidrolisis protein sebesar 1,50 termasuk kategori
rendah. Nilai indeks hidrolisis protein >2 menunjukkan aktivitas enzim yang
tinggi. Nilai indeks hidrolisis protein yang dihasilkan oleh kapang endofit
semakin tinggi maka zona bening yang terbentuk akan semakin besar (Hastuti et
al., 2017). Maitig, Alhoot, & Tiwari (2018), melaporkan dalam penelitiannya
25

bahwa Aspergillus sp. memiliki nilai indeks hidrolisis protein sebesar 2,09 setelah
96 jam inkubasi. Nilai indeks hidrolisis protein kapang endofit tersebut sebesar
2,09 lebih besar dibandingkan nilai indeks hidrolisis protein yang dihasilkan isolat
kapang endofit JE-DP4 sebesar 1,45.
Isolat kapang endofit yang mampu menghasilkan enzim protease adalah JE-
DP4, sehingga yang akan diukur aktivitas enzim protease isolat tersebut. Isolat
kapang endofit JE-DP4, JE-BP1, dan JE-BP3 sebelumnya telah di skrining
aktivitas enzim protease setelah berhasil diisolasi dari daun pepaya. Pengujian
ulang aktivitas enzim protease perlu dilakukan ketika ingin mengukur aktivitas
enzim untuk memastikan aktivitas enzim protease masih aktif. Enzim dari kapang
endofit memiliki peran penting dalam pertanian, industri, dan kesehatan karena
stabilitasnya pada suhu tinggi dan pH yang ekstrim dibandingkan sumber enzim
dari tanaman dan hewan (Jalgaonwala & Mahajan, 2011; Sathish et al., 2012).
Kapang endofit memiliki fleksibilitas metabolisme yang baik dalam kelangsungan
hidupnya sehingga menjadikannya mikroorganisme terpilih untuk produksi enzim
tertentu (Zaferanloo, Virkar, Mahon, & Palombo, 2013).

4.2. pH Pertumbuhan Kultur pada Media Produksi Enzim Protease


pH pertumbuhan isolat kapang endofit JE-DP4 pada media produksi enzim
protease menggunakan substrat kasein pada hari ke-1 inkubasi sebesar 6,9
kemudian mengalami penurunan hingga hari ke-3 menjadi sebesar 5,8. Setelah
mengalami penurunan, pH mengalami kenaikan pada waktu inkubasi berikutnya
hingga hari ke-7 sebesar 6,5 (Gambar 7a). pH pertumbuhan isolat kapang endofit
JE-DP4 pada media produksi enzim protease menggunakan substrat susu skim
pada hari ke-1 inkubasi sebesar 7,0 kemudian mengalami penurunan hingga hari
ke-3 menjadi 6,3. Setelah mengalami penurunan, pH mengalami kenaikan pada
waktu inkubasi berikutnya hingga hari ke-7 sebesar 6,8 (Gambar 7b). pH
pertumbuhan pada awal produksi enzim cenderung mengalami penurunan karena
terjadi proses pemecahan karbohidrat menjadi asam-asam organik. pH
pertumbuhan mengalami kenaikan karena media tertutup oleh amonia dari
pemecahan senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen (Sumarlin, 2008).
Enzim mempunyai konformasi sisi aktif yang sesuai dengan substrat untuk
membentuk kompleks enzim-substrat yang tinggi. Hal ini karena gugus pemberi
26

dan penerima proton di sisi katalitik enzim berada pada tingkat ionisasi yang
diinginkan, sehingga dapat menghasilkan produk yang tinggi (Fathimah &
Wardani, 2014).

b
Gambar 7. Nilai pH pertumbuhan kapang endofit JE-DP4; a. menggunakan
substrat kasein, b. menggunakan substrat susu skim
Aktivitas enzim protease tertinggi isolat kapang endofit JE-DP4
menggunakan substrat kasein sebesar 46,72 U/mL (Gambar 8) terjadi pada pH
pertumbuhan sebesar 6,9. Aktivitas enzim protease tertinggi isolat kapang endofit
JE-DP4 menggunakan substrat susu skim sebesar 11,30 U/mL (Gambar 9) terjadi
pada pH pertumbuhan sebesar 6,4. Aktivitas enzim protease tertinggi berada pada
tingkat ionisasi yang sesuai untuk berikatan dengan substrat dan konformasi
enzim yang sangat stabil sehingga efektifitas pengikatan enzim-substrat menjadi
tinggi (Malle, Telussa, & Lasamahu, 2015). Perubahan keaktifan enzim
diakibatkan oleh ioniasi gugus ionik enzim pada sisi aktif atau sisi lain yang tidak
langsung memengaruhi sisi aktif. Gugus ionik berperan menjaga konformasi sisi
aktif dalam mengikat dan mengubah substrat menjadi produk (Baehaki, Rinto, &
Budiman, 2011). Perubahan muatan ion oleh asam amino penyusun enzim atau
substrat karena pH dapat menyebabkan aktivitas enzim menurun (Yusriah &
Kuswytasari, 2013).
Aktivitas enzim protease tertinggi yang dihasilkan oleh isolat kapang
endofit JE-DP4 aktif pada kisaran pH 6. Hal ini menunjukkan bahwa enzim
27

protease yang dihasilkan dapat dikelompokkan ke dalam protease asam. Menurut


de Souza et al. (2015), enzim protease yang dihasilkan pada kisaran pH 2,0-6,0
dapat dikelompokkan ke dalam protease asam. pH enzim protease kapang dapat
diklasifikasikan sebagai protease asam, alkalin, dan netral (Yusriah &
Kuswytasari, 2013). Muthulakshmi et al. (2011), melaporkan bahwa enzim
protease yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus menunjukkan aktivitas
tertingginya pada pH 4. Ramadhani, Rukmi, & Pujiyanto (2015), melaporkan
bahwa aktivitas enzim protease tertinggi oleh Aspergillus niger PAM18A aktif
pada pH 9. Kapang endofit yang berbeda strain menunjukkan aktivitas enzim
protease tertinggi pada pH yang berbeda (Siala et al., 2009).
pH pertumbuhan kultur pada media produksi enzim protease menggunakan
substrat kasein dan susu skim mengalami kenaikan dan penurunan pH yang stabil
dari hari ke-1 hingga hari ke-7 inkubasi berkisar antara 5,8-7,1. Hal ini
menunjukkan bahwa enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4 mampu bekerja
aktif pada kisaran pH asam hingga netral. Zaferanloo et al. (2014), melaporkan
dalam penelitiannya bahwa enzim protease kapang endofit aktif dalam kisaran pH
yang luas, yaitu 3,0-9,0. Agrawal et al. (2016), juga melaporkan dalam
penelitiannya kapang endofit Alternaria alternata mampu menghasilkan enzim
protease dalam kisaran pH 3,0-12. Mikroorganisme memiliki kondisi yang sesuai
untuk pertumbuhan, reproduksi, dan aktivitas fisiologis lainnya. Produktivitas
enzim oleh kultur kapang sangat tergantung pH media fermentasi. pH media
pertumbuhan memengaruhi permebilitas kapang dalam mensekresikan enzim
protease. Suhu dan kondisi pH dalam produksi enzim protease cenderung
mencerminkan kondisi iklim yang ditemukan di lingkungan tempat tanaman
tumbuh (Zaferanloo et al., 2013).
28

4.3. Pengaruh Suhu dan Waktu Inkubasi terhadap Aktivitas Protease


Hasil analisis kurva standar tirosin diperoleh persamaan regresi linier y =
9,738x + 0,056 dengan koefisien regresi linier (R2) = 0,9934 (Lampiran 2). Kurva
standar tirosin digunakan untuk mengukur konsentrasi tirosin. Pembuatan kurva
standar menggunakan larutan standar tirosin karena tirosin merupakan salah satu
asam amino hasil produk hidrolisis protein. Menurut Yusriah & Kuswytasari
(2013), larutan standar tirosin digunakan untuk mengukur aktivitas enzim protease
dalam memecah protein menjadi asam amino penyusunnya.
Konsentrasi tirosin yang dilepaskan pada hidrolisis protein menggunakan
substrat media produksi berupa kasein dan susu skim terus meningkat seiring
bertambahnya waktu inkubasi (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas
enzim protease terus meningkat hingga tercapai aktivitas tertinggi pada waktu
inkubasi yang paling sesuai. Menurut Ratnayani, Nazib, Sibarani, & Laksmiwati
(2018), konsentrasi tirosin yang semakin besar menunjukkan semakin tinggi
aktivitas enzim protease yang dihasilkan dan semakin banyak molekul protein
yang dipecah menjadi monomer penyusunnya.
Aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4 diuji pada ketiga
suhu, yaitu suhu 30°C, 37°C, dan 44°C pada pH konstan 7,5. Suhu 30°C
merupakan suhu optimal untuk pertumbuhan kapang (K. M. Sharma et al., 2017).
Suhu 37°C menjadi suhu yang optimal untuk menghasilkan enzim protease
(Ramya & Bharathi, 2015). Suhu 44°C digunakan untuk mengukur aktivitas
enzim yang dihasilkan pada suhu tinggi. pH 7,5 diperoleh dari bufer Tris-HCl.
Kisaran pH 7,0-7,5 menjadi kondisi yang baik untuk menjaga kestabilan enzim
(Pasaribu, Nurhayati, & Nurilmala, 2018). Menurut K. M. Sharma et al. (2017),
pH yang sesuai untuk menghasilkan enzim protease kapang adalah 7,0-7,5. pH
memengaruhi kecepatan aktivitas enzim dalam mengkatalisis suatu reaksi
(Yusriah & Kuswytasari, 2013). Pengujian aktivitas enzim protease pada ketiga
suhu, waktu inkubasi, dan substrat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
enzim. Pengaruh ketiga suhu terhadap aktivitas enzim protease isolat kapang
endofit JE-DP4 menggunakan substrat kasein dan susu skim selama 7 hari
inkubasi dapat dilihat (Gambar 8) dan (Gambar 9).
29

Gambar 8. Nilai aktivitas enzim protease kapang endofit JE-DP4 pada ketiga suhu
menggunakan substrat kasein selama 7 hari inkubasi; a. 30°C, b.
37°C, c. 44°C
30

Berdasarkan analisis statistik Kruskal-Wallis diperoleh nilai Asymp. Sig


sebesar 0,037 atau probabilitas di bawah 0,05 (0,037 < 0,05) menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan signifikan rata-rata aktivitas enzim protease menggunakan
substrat kasein dari ketiga suhu terhadap waktu inkubasi selama 7 hari. Aktivitas
enzim protease menggunakan substrat kasein terdapat perbedaan nyata, sehingga
dilakukan uji lanjut stepwise step-down. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa pada
hari ke-7 dan hari ke-2 terdapat perbedaan nilai aktivitas enzim protease yang
signifikan. Pada hari ke-7 menunjukkan nilai tertinggi pada kolom subset 2
sebesar 18,333 sedangkan pada hari ke-2 menunjukkan nilai terendah pada kolom
subset 1 sebesar 3,000. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim protease
tertinggi menggunakan substrat kasein dihasilkan pada hari ke-7 inkubasi dengan
rata-rata aktivitas enzim dari ketiga suhu sebesar 28,97 U/mL. Pada hari ke-2
inkubasi menunjukkan rata-rata nilai aktivitas enzim protease terendah dari ketiga
suhu sebesar 8,01 U/mL (Lampiran 10).
Aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4 menggunakan
substrat kasein pada suhu 30°C hari ke-1 belum dihasilkan enzim protease karena
kapang masih dalam fase adaptasi. Aktivitas enzim protease tertinggi
menggunakan substrat kasein pada suhu 30°C terjadi pada hari ke-7 sebesar 25,37
U/mL sedangkan aktivitas enzim protease terendah terjadi pada hari ke-2 sebesar
7,20 U/mL (Gambar 8a). Aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4
terus meningkat dari hari ke-1 hingga hari ke-7 inkubasi, yaitu sebesar 7,20 U/mL
hingga 25,37 U/mL. Produksi enzim protease tertinggi isolat kapang endofit JE-
DP4 menggunakan substrat kasein dihasilkan pada hari ke-7 inkubasi sebesar
25,37 U/mL. Waktu inkubasi menjadi parameter aktivitas metabolisme dan
pertumbuhan kapang. Waktu inkubasi di atas waktu optimal akan menyebabkan
penurunan tingkat pertumbuhan dan produktivitas enzim karena berkurangnya
nutrisi dalam media fermentasi. Kekurangan nutrisi menyebabkan kondisi stres
dan tidak menguntungkan bagi mikroorganisme sehingga terjadi penurunan
aktivitas enzim (Khusro, 2016).
Muthulakshmi et al. (2011), melaporkan dalam penelitiannya produksi
enzim protease tertinggi oleh Aspergillus flavus sebesar 49,30 U/mL
membutuhkan waktu inkubasi hingga hari ke-7. Pada hari ke-8 terjadi penurunan
31

aktivitas enzim menjadi sebesar 40 U/mL. Oleh karena itu, waktu inkubasi untuk
mengukur aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4 dilakukan
hingga hari ke-7. Al-Askar, Abdulkhair, & Rashad (2014), melaporkan bahwa
aktivitas enzim protease oleh Fusarium solani dari hari pertama inkubasi secara
bertahap meningkat dan mencapai aktivitas enzim tertinggi pada hari ke-7. Enzim
protease diproduksi dalam jumlah tinggi pada fase pertumbuhan eksponensial
hingga fase stasioner (Ilmiah, Mubarik, & Wahyuntari, 2018).
Aktivitas enzim protease tertinggi isolat kapang endofit JE-DP4
menggunakan substrat kasein pada suhu 37°C sebesar 46,72 U/mL sedangkan
aktivitas enzim protease terendah sebesar 8,92 U/mL (Gambar 8b). Aktivitas
enzim protease pada suhu 37°C hari ke-1 inkubasi nilainya tinggi sebesar 46,72
U/mL. Waktu inkubasi berikutnya nilai aktivitas enzim protease meningkat secara
bertahap hingga hari ke-7, yaitu sebesar 8,92 U/mL hingga 28,64 U/mL. Menurut
Yuniati et al. (2015), aktivitas enzim protease yang tinggi pada waktu awal
produksi karena masih tersedianya banyak nutrisi yang diperlukan oleh kapang
untuk melakukan metabolisme sel dan suhu 37°C merupakan suhu optimal
dihasilkannya enzim protease. Suhu mempunyai 2 mekanisme berlawanan dalam
memengaruhi aktivitas enzim, yaitu aktivasi dan denaturasi. Aktivasi akan
meningkatkan laju reaksi seiring dengan kenaikan suhu. Denaturasi
mengakibatkan pembukaan struktur kuartener dan tersier enzim karena suhu
tinggi (Vitolo, 2015).
Rata-rata aktivitas enzim protease tertinggi isolat kapang endofit JE-DP4
menggunakan substrat kasein dihasilkan pada suhu 37°C sebesar 22,64 U/mL
karena pada suhu 30°C rata-rata aktivitas enzim protease yang dihasilkan sebesar
14,74 U/mL dan suhu 44°C sebesar 20,96 U/mL. Menurut Ramya & Bharathi
(2015), suhu yang optimal untuk menghasilkan aktivitas enzim protease tertinggi
adalah suhu 37°C. Aktivitas enzim meningkat seiring bertambahnya suhu hingga
tercapai suhu optimal. Setiap enzim memiliki suhu optimal untuk menghasilkan
aktivitas enzim tertinggi (Sayem, Alam, & Hoq, 2006). Kenaikan suhu
menyebabkan aktivitas enzim meningkat karena terjadi peningkatan energi kinetik
yang mempercepat gerak vibrasi, translasi, dan rotasi enzim maupun substrat. Hal
ini dapat menambah intensitas tumbukan antara enzim dan substrat. Intensitas
32

tumbukan yang bertambah akan memudahkan dalam membentuk kompleks enzim


dengan substrat sehingga produk yang terbentuk akan semakin banyak (Noviyanti
et al., 2013).
Peningkatan suhu di atas suhu optimal akan menurunkan laju reaksi enzim
sehingga aktivitas enzim akan menurun. Aktivitas enzim menurun terjadi karena
perubahan konformasi enzim yang menyebabkan ikatan-ikatan kovalen dalam
mempertahankan struktur enzim terputus, sehingga gugus aktif enzim mengalami
kerusakan (Kusumadjaja & Dewi, 2005; Fathimah & Wardani, 2014).
Peningkatan energi termal molekul yang membentuk struktur protein enzim
menyebabkan rusaknya interaksi-interaksi non kovalen yang menjaga struktur 3
dimensi enzim secara bersama-sama sehingga enzim mengalami denaturasi.
Interaksi-interaksi non kovalen terdiri atas ikatan hidrogen, ikatan van der walls,
ikatan hidrofobik, dan interaksi elektrostatik. Struktur lipatan enzim membuka
pada bagian permukaannya akibat denaturasi sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan aktivitas enzim (Baehaki et al., 2011).
Aktivitas enzim protease tertinggi isolat kapang endofit JE-DP4
menggunakan substrat kasein pada suhu 44°C terjadi pada hari ke-7 sebesar 32,90
U/mL sedangkan aktivitas enzim protease terendah terjadi pada hari ke-2 sebesar
7,92 U/mL (Gambar 8c). Aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4
menggunakan substrat kasein pada suhu 44°C terus meningkat hingga hari ke-7
inkubasi dari sebesar 7,92 U/mL hingga 32,90 U/mL. Siala et al. (2009),
melaporkan dalam penelitiannya aktivitas enzim protease yang dihasilkan oleh
Aspergillus niger menggunakan substrat kasein sebesar 94,240 U/mL. Nilai
aktivitas enzim protease kapang endofit tersebut sebesar 94,240 U/mL lebih tinggi
dibandingkan aktivitas enzim protease yang dihasilkan oleh isolat kapang endofit
JE-DP4 sebesar 46,72 U/mL. Menurut Choliq (2008), kemampuan kapang dalam
menghasilkan enzim protease yang tinggi dipengaruhi oleh perbedaan variasi gen
penyandi protease setiap jenis dan strain kapang.
33

Gambar 9. Nilai aktivitas enzim protease kapang endofit JE-DP4 pada ketiga suhu
menggunakan substrat susu skim selama 7 hari inkubasi; a. 30°C, b.
37°C, c. 44°C
34

Berdasarkan hasil analisis variansi satu jalur diperoleh nilai probabilitas


pada kolom signifikansi sebesar 0,000 atau probabilitas di bawah 0,05 (0,000 <
0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata rata-rata aktivitas enzim
protease menggunakan substrat susu skim selama 7 hari yang dipengaruhi oleh
ketiga suhu. Aktivitas enzim protease menggunakan substrat susu skim terdapat
perbedaan nyata, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan
rata-rata aktivitas enzim yang signifikan setiap harinya. Hasil uji lanjut diperoleh
nilai tertinggi pada hari ke-4 dan ke-5 masing-masing sebesar 8,386 dan 9,250.
Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata aktivitas enzim protease tertinggi
menggunakan substrat susu skim dari ketiga suhu terjadi pada waktu inkubasi hari
ke-4 dan ke-5 masing-masing sebesar 8,38 U/mL dan 9,25 U/mL. Pada hari ke-1
dan ke-7 diperoleh nilai terendah masing-masing sebesar 0,000 dan 0,890. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata aktivitas enzim protease terendah menggunakan
substrat susu skim dari ketiga suhu dihasilkan pada waktu inkubasi hari ke-1 dan
hari ke-7 masing-masing sebesar 0,87 U/mL dan 0 U/mL (Lampiran 13).
Aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4 menggunakan
substrat susu skim pada suhu 30°C hari ke-1 belum dihasilkan enzim protease
karena kapang masih dalam fase adaptasi. Aktivitas enzim protease tertinggi
menggunakan substrat susu skim pada suhu 30°C terjadi pada hari ke-4 inkubasi
sebesar 7,82 U/mL sedangkan aktivitas enzim protease terendah terjadi pada hari
ke-2 sebesar 2,26 U/mL. Pada waktu inkubasi berikutnya hingga hari ke-6,
aktivitas enzim protease menurun menjadi sebesar 5,70 U/mL. Pada hari ke-7
inkubasi aktivitas enzim protease sudah tidak dihasilkan karena kapang endofit
mengalami fase kematian dan substrat protein susu skim telah habis didegradasi
oleh kapang (Gambar 9a). Produksi enzim secara bertahap meningkat seiring
bertambahnya waktu. Sintesis enzim dimulai pada 24 jam pertama ketika
konsumsi nutrisi tinggi. Produksi enzim menurun secara bertahap seiring dengan
pertambahan waktu inkubasi karena ketersediaan nutrisi menjadi berkurang yang
menyebabkan kondisi tidak menguntungkan bagi kapang dan adanya produksi
metabolit toksik (Al-Askar et al., 2014; Khusro, 2016).
Aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4 menggunakan
substrat susu skim pada suhu 37°C hari ke-1 belum dihasilkan enzim protease
35

karena kapang masih dalam fase adaptasi sehingga belum terjadi peningkatan
jumlah biomassa sel kapang. Aktivitas enzim protease tertinggi menggunakan
substrat susu skim pada suhu 37°C terjadi pada hari ke-5 sebesar 9,11 U/mL
sedangkan aktivitas enzim protease terendah terjadi pada hari ke-2 sebesar 4,95
U/mL (Gambar 9b). Aktivitas enzim protease dihasilkan pada fase eksponensial
hingga fase stasioner akhir karena terjadi peningkatan jumlah biomassa miselium
dan aktivitas enzim. Substrat protein terdegradasi selama fase eksponensial yang
digunakan untuk pertumbuhan kapang (Ilmiah et al., 2018). Sel-sel kapang mulai
kekurangan nutrisi pada hari ke-6 inkubasi sehingga menyebabkan aktivitas enzim
menurun menjadi sebesar 5,06 U/mL. Penurunan aktivitas enzim disebabkan oleh
inaktivasi enzim karena kapang mulai mengalami fase kematian dan substrat
protein semakin berkurang. Sel-sel kapang mulai mengalami lisis yang
menyebabkan fase kematian pada hari ke-7 inkubasi. Fase kematian terjadi hingga
akhir proses fermentasi (Ilmiah et al., 2018).
Pada akhir waktu produksi enzim terjadi penurunan aktivitas enzim
disebabkan karena berkurangnya jumlah substrat, yang dapat menghambat
pembentukan kompleks enzim-substrat dan perubahan struktur enzim yang
menyebabkan penurunan laju reaksi (Ramadhani et al., 2015). Perubahan struktur
enzim mengakibatkan sisi aktif enzim mengalami perubahan bentuk sehingga
tidak efektif dalam mengikat substrat (Yuniati et al., 2015). Enzim berperan
sebagai metabolit primer yang diproduksi pada fase logaritmik dari pertumbuhan
kapang untuk memanfaatkan nutrisi (protein) yang ada dalam media (Sumantha et
al., 2006).
Aktivitas enzim protease tertinggi isolat kapang endofit JE-DP4
menggunakan substrat susu skim pada suhu 44°C terjadi pada hari ke-5 sebesar
11,30 U/mL sedangkan aktivitas enzim protease terendah terjadi pada hari ke-1
sebesar 2,62 U/mL. Pada hari ke-6 inkubasi aktivitas enzim mengalami penurunan
menjadi sebesar 8,43 U/mL (Gambar 9c). Pada hari ke-7 inkubasi aktivitas enzim
protease sudah tidak dihasilkan karena kapang sudah mengalami fase kematian.
Agrawal et al. (2016), melaporkan dalam penelitiannya aktivitas enzim protease
yang dihasilkan oleh kapang endofit Alternaria alternata menggunakan substrat
susu skim sebesar 53 U/mL. Nilai aktivitas enzim protease kapang endofit
36

Alternaria alternata menggunakan substrat susu skim sebesar 53 U/mL lebih


tinggi dibandingkan aktivitas enzim protease yang dihasilkan oleh isolat kapang
endofit JE-DP4 sebesar 11,30 U/mL. Aktivitas enzim yang rendah disebabkan
karena rendahnya energi aktivasi yang tersedia. Energi aktivasi dibutuhkan untuk
menciptakan kondisi tingkat kompleks aktif, baik molekul enzim dan molekul
substrat. Peningkatan energi molekul substrat akan meningkatkan laju reaksi
enzim (Noviyanti et al., 2013).
Rata-rata aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4
menggunakan substrat susu skim pada suhu 30°C sebesar 4,085 U/mL, suhu 37°C
sebesar 4,792 U/mL, dan suhu 44°C sebesar 6,197 U/mL. Rata-rata aktivitas
enzim protease tertinggi isolat kapang endofit JE-DP4 menggunakan substrat susu
skim diperoleh pada suhu 44°C sebesar 6,197 U/mL. Produksi enzim protease
tertinggi menggunakan substrat susu skim terjadi pada suhu 44°C. Hal ini
menunjukkan bahwa enzim protease yang dihasilkan oleh isolat kapang endofit
JE-DP4 dapat mentolerir suhu yang tinggi sehingga dapat diaplikasikan untuk
proses produksi industri enzim yang menggunakan suhu tinggi. Pada umumnya
mikroorganisme memiliki aktivitas enzim tertinggi pada suhu tertentu. Aktivitas
enzim semakin meningkat dengan bertambahnya suhu hingga tercapai suhu
optimal (Zaferanloo et al., 2014). Kenaikan suhu di atas suhu optimal akan
menyebabkan aktivitas enzim menurun (Baehaki, Suhartono, Palupi, & Nurhayati,
2008).

4.4. Pengaruh Substrat Media Produksi terhadap Aktivitas Protease


Substrat yang digunakan dalam produksi enzim protease isolat kapang
endofit JE-DP4 adalah kasein dan susu skim yang ditambahkan ke dalam media
czapek dox broth. Produksi enzim protease membutuhkan substrat protein untuk
didegradasi yang berperan sebagai induktor enzim. Produksi enzim protease
ekstraseluler dapat dipengaruhi oleh substrat protein dan komposisi media.
Aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4 menggunakan
substrat kasein tertinggi sebesar 46,72 U/mL sedangkan aktivitas enzim protease
isolat kapang endofit JE-DP4 menggunakan substrat susu skim tertinggi sebesar
11,30 U/mL. Hasil pengukuran aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-
DP4 lebih tinggi menggunakan media produksi dengan substrat kasein (Gambar
37

8) dibandingkan susu skim (Gambar 9). Hal ini karena substrat kasein
mengandung protein yang lebih besar dibandingkan substrat susu skim sehingga
semakin banyak substrat protein yang dapat menginduksi sintesis enzim protease.
Substrat kasein mengandung sebesar 90% protein sedangkan substrat susu skim
mengandung protein sebesar 38,71% (Kailasapathy, 2016; Suthar, Jana, &
Balakrishnan, 2017).
Hidrolisis substrat kasein dan susu skim menjadi asam amino yang lebih
sederhana menunjukkan adanya aktivitas enzim protease. Rantai peptida dari
substrat mengikat ke alur permukaan enzim. Enzim akan menggabungkan substrat
spesifik dengan sisi aktifnya untuk membentuk kompleks enzim-substrat. Residu
asam amino dari enzim akan mengikat substrat dan mengubahnya menjadi produk
(Mukhtar & Ikram-Ul-Haq, 2012).
Variasi nilai aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4
menggunakan substrat kasein dan susu skim dapat disebabkan oleh perbedaan
substrat yang digunakan untuk produksi enzim. Kasein mengandung protein susu
sebesar 90% yang terdiri dari fosfoprotein (Suthar et al., 2017). Susu skim
mengandung kasein sebesar 31,18%, whey protein 7,53%, laktosa 52,15%, asam
lemak 1,08%, dan kadar abu 8,06% (Kailasapathy, 2016). Menurut Mukhtar &
Ikram-Ul-Haq (2012), aktivitas enzim protease yang luas pada sejumlah substrat
yang berbeda menunjukkan bahwa enzim protease dapat diaplikasikan dalam
berbagai industri.
Media produksi enzim protease menggunakan media czapek dox broth yang
mengandung sukrosa (C12H22O11), sodium nitrat (NaNO3), dipotassium fosfat
(K2HPO4), magnesium sulfat-heptahidrat (MgSO4.7H2O), potassium klorida
(KCl), dan ferrous sulfat-heptahidrat (FeSO4.7H2O). Bahan-bahan tersebut
menjadi mineral yang dibutuhkan untuk produksi enzim protease. Logam-logam
yang terdapat dalam senyawa tersebut menjadi kofaktor yang mendukung
efisiensi katalitik enzim (Marnolia, Haryani, & Puspita, 2016). Logam membantu
reaksi katalitik dengan cara mengikat enzim-substrat pada sisi aktif. Logam juga
mengikat enzim secara langsung untuk menstabilkan konformasi sisi aktifnya atau
menginduksi formasi sisi aktif enzim (Baehaki, Rinto, & Budiman, 2011). Ion
38

logam berperan sebagai aktivator yang memengaruhi kerja enzim pada sisi aktif
katalitiknya (Sajuthi et al., 2010).
Sumber karbon yang digunakan dalam produksi enzim protease isolat
kapang endofit JE-DP4 adalah sukrosa (C12H22O11). Kapang endofit dapat
menggunakan sumber karbon seperti glukosa, laktosa, galaktosa, maltosa, dan
sukrosa untuk pertumbuhannya. Sifat dan jumlah sumber karbon dalam media
kultur sangat berperan penting dalam produksi enzim protease ekstraseluler.
Sumber karbon media pertumbuhan menjadi parameter kimia yang berperan
dalam menginduksi sekresi enzim (Jain et al., 2012; Agrawal et al., 2016).
Pertumbuhan kapang endofit menjadi lebih optimal apabila media
dilengkapi dengan sumber karbon spesifik yang dapat meningkatkan hasil
produksi enzim (Zaferanloo et al., 2014). Menurut Kamath, Subrahmanyam, Rao,
& Raj (2010), hampir semua penggunaan sumber karbon dalam media produksi
enzim protease meningkatkan hasil produksi enzim protease. Agrawal et al.
(2016), melaporkan bahwa media produksi enzim protease menggunakan sumber
karbon glukosa, maltosa, atau sukrosa dapat meningkatkan aktivitas enzim.
Penelitian lain terkait penggunaan sumber karbon juga dilaporkan oleh Negi &
Banerjee (2010), sumber karbon laktosa dalam media produksi enzim protease
oleh kapang Aspergillus awamori dapat meningkatkan aktivitas enzim protease.

4.5. Kadar Protein


Kadar protein yang terlarut dalam ekstrak kasar enzim protease ditentukan
dengan analisis secara kuantitatif menggunakan metode Bradford. Persamaan
regresi linier kurva standar Bovine Serum Albumin yang diperoleh adalah y =
0,009x + 0,0042 dengan koefisien regresi linier (R2) = 0,995 (Lampiran 3). Nilai
absorbansi dari pengukuran kadar protein pada λ595 nm dimasukkan ke dalam
persamaan tersebut untuk mendapatkan nilai kadar protein.
Analisis kadar protein dengan metode Bradford melibatkan pewarna
Coomassie Brilliant Blue (CBB) G-250 yang membentuk warna kebiruan pada
larutan sampel. Hal ini karena CBB G-250 berikatan dengan protein yang terdapat
pada larutan enzim dalam suasana asam dan membentuk warna larutan kebiruan
(Masri, 2013). Kadar protein diukur pada λ595 karena absorbansi yang dihasilkan
sebanding dengan pewarna yang terikat pada protein (Malle et al., 2015).
39

Gambar 10. Nilai kadar protein enzim protease isolat JE-DP4 menggunakan
substrat; (a) kasein, (b) susu skim
Kadar protein yang diukur dari ekstrak kasar enzim protease menunjukkan
jumlah substrat yang telah didegradasi oleh mikroorganisme proteolitik. Kadar
protein mengggunakan substrat kasein tertinggi sebesar 0,107 mg/mL pada hari
ke-1 inkubasi karena jumlah substrat protein masih tinggi. Pada waktu inkubasi
berikutnya jumlah substrat kasein terus mengalami penurunan hingga akhir waktu
inkubasi hari ke-7 (Gambar 10a). Kadar protein menggunakan substrat susu skim
tertinggi sebesar 0,068 mg/mL pada hari ke-1 inkubasi karena jumlah substrat
protein masih tinggi. Pada waktu inkubasi berikutnya substrat protein susu skim
terus mengalami penurunan hingga akhir waktu inkubasi (Gambar 10b). Kadar
protein mengalami penurunan seiring dengan pertambahan umur isolat kapang.
Hal ini karena enzim protease yang dihasilkan oleh kapang endofit proteolitik
40

mampu mendegradasi substrat protein kasein dan susu skim. Kespesifikan suatu
enzim terhadap substrat dapat diketahui dari kemampuan enzim dalam
mendegradasi substrat tersebut untuk menyintesis enzim (Sajuthi et al., 2010).
Jain et al. (2012), melaporkan dalam penelitiannya kadar protein yang diuji
dari enzim protease yang dihasilkan oleh kapang endofit Acremonium sp. sebesar
0,02 mg/mL. Ramadhani et al. (2015), juga melaporkan dalam penelitiannya
kadar protein enzim protease tertinggi yang dihasilkan dalam pengujian aktivitas
enzim protease oleh Aspergillus niger PAM18A sebesar 0,460 mg/mL. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan substrat protein untuk menyintesis enzim
protease setiap jenis kapang endofit berbeda dipengaruhi oleh variasi gen
penyandi protease dan kemampuan kapang dalam mendegradasi substrat protein.
Rata-rata kadar protein total enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4
menggunakan substrat kasein sebesar 0,063 mg/mL sedangkan menggunakan
substrat susu skim sebesar 0,047 mg/mL. Kadar protein yang diukur pada substrat
kasein sebesar 0,063 mg/mL lebih tinggi dari 0,047 mg/mL pada substrat susu
skim. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim protease yang dihasilkan
menggunakan substrat kasein lebih tinggi dibandingkan susu skim. Kandungan
protein dalam enzim berpengaruh terhadap daya katalitik enzim (Ramadhani et
al., 2015). Kadar protein yang tinggi tidak berarti menunjukkan kandungan enzim
protease yang tinggi. Hal ini karena protein yang mengendap bukan hanya dari
enzim protease tetapi dari protein non enzim yang terukur ketika analisis kadar
protein (Pasaribu et al., 2018).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan:
1. Isolat kapang endofit JE-DP4 memiliki kemampuan terbaik menghasilkan
enzim protease dengan indeks hidrolisis protein sebesar 1,45 dibandingkan
kedua isolat lain yang tidak menghasilkan zona bening.
2. Substrat media produksi berupa kasein menghasilkan aktivitas enzim
protease lebih tinggi dibandingkan susu skim dengan aktivitas enzim
tertinggi sebesar 46,72 U/mL.
3. Rata-rata aktivitas enzim protease tertinggi isolat kapang endofit JE-DP4
sebesar 22,64 U/mL pada suhu 37°C, waktu inkubasi pada hari ke-7, dan
pH pertumbuhan sebesar 6 menggunakan substrat kasein.

5.2. Saran
Saran dari penelitian ini adalah:
1. Perlu adanya analisis molekuler isolat kapang endofit JE-DP4 yang
diisolasi dari daun tanaman pepaya untuk diidentifikasi.
2. Perlu dilakukan pengujian variasi pH aktivitas enzim protease isolat
kapang endofit JE-DP4 untuk mengetahui faktor lain yang memengaruhi
aktivitas enzim.
3. Kapang endofit daun pepaya yang kemampuan aktivitas enzimnya
menurun dapat diinduksi dengan penambahan ekstrak daun pepaya pada
media pertumbuhan kapang agar kondisinya sesuai lingkungan tempat
tumbuh kapang endofit.

41
DAFTAR PUSTAKA

A. Das dan A. Varma. (2009). Symbiosis: the art of living in symbiotic fungi
principles and practice. Germany, Berlin: Springer, 1–28.
Abdennabi, R., Triki, M. A., Salah, R. Ben, & Gharsallah, N. (2017). Antifungal
activity of endophytic fungi isolated from date palm sap (Phoenix dactylifera
L.). EC Microbiology, 13(4), 123–131.
Abonyi, D. O., Eze, P. M., Abba, C. C., Chukwunwejim, C. R., Ejikeugwu, C. P.,
Okoye, F. B. C., & Esimone, C. O. (2019). Metabolites of endophytic
Colletotrichum gloeosporioides isolated from leaves of Carica papaya.
American Journal of Essential Oils and Natural Products, 7(1), 39–46.
Achakzai, A. K. K., Achakzai, P., Masood, A., Kayani, S. A., & Tareen, R. B.
(2009). Response of plant parts and age on the distribution of secondary
metabolites on plants found in Quetta. Pakistan Journal of Botany, 41(5),
2129–2135.
Adachukwu, I., Ann, O., & Faith, E. (2013). Phytochemical analysis of Paw-Paw
(Carica papaya) leaves. International Journal of Life Science Biotechnology
and Pharma Research, 2(3), 347–351.
Agrawal, P. K., Rajput, K., & Chanyal, S. (2016). Optimization of protease
production by endophytic fungus, Alternaria alternata isolated from
gymnosperm tree-Cupressus torulosa D. Don. World Journal of Pharmacy
and Pharmaceutical Sciences, 5(7), 1034–1054.
Akinyemi, A. (2017). Antimicrobial activities of secondary metabolites from
fungal endophytes. IOSR Journal of Pharmacy and Biological Sciences,
12(6), 13–17. https://doi.org/10.9790/3008-1206061317
Akram, M., Asif, H. M., Uzair, M., Akhtar, N., Madni, A., Ali Shah, S. M.,
Hasan, Z. U., Ullah, A. (2011). Amino acids: a review article. Journal of
Medicinal Plants Research, 5(17), 3997–4000.
Al-Askar, A. A., Abdulkhair, W. M., & Rashad, Y. M. (2014). Production,
purification and optimization of protease by Fusarium solani under Solid
state fermentation and isolation of protease inhibitor protein from Rumex
vesicarius L. Journal of Pure and Applied Microbiology, 8(1), 239–250.
Amazu, L. U., Azikiwe, C. C. A., Njoku, C. J., Osuala, F. N., Nwosu, P. J. C.,
Ajugwo, A. O., & Enye, J. C. (2010). Antiinflammatory activity of the
methanolic extract of the seeds of Carica papaya in experimental animals.
Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, 3(11), 884–886.
Aravind, G., Debjit, B., Duraivel, S., & Harish, G. (2013). Traditional and
medicinal uses of Carica papaya. Journal of Medicinal Plants Studies, 1(1),
7–15.
Arifah, S. P. (2019). Gula pasir sebagai pengganti dektrosa pada komposisi PDA
untuk efisiensi biaya praktikum dan penelitian di laboratorium fitopatologi.
Jurnal Teknologi Dan Manajemen Pengelolaan Laboratorium (Temapela),

42
43

2(1), 28–32.
Baehaki, A., & Rinto. (2012). Karakterisasi protease dari isolat bakteri asal
tumbuhan rawa dari Indralaya. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia, 15(1), 59–65. https://doi.org/10.17844/jphpi.v15i1.5335
Baehaki, A., Rinto, & Budiman, A. (2011). Isolasi dan karakterisasi protease dari
bakteri tanah rawa Indralaya, Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi Dan
Industri Pangan, 22(1), 37–42.
Baehaki, A., Suhartono, M. T., Palupi, S. N., & Nurhayati, T. (2008). Purifikasi
dan karakterisasi protease dari bakteri patogen Pseudomonas aeruginosa.
Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 19(1), 80–87.
Benmrad, M. O., Mechri, S., Jaouadi, N. Z., Elhoul, M. Ben, Rekik, H., Sayadi,
S., Bejar, S., Kechaou, N., Jaouadi, B. (2019). Purification and biochemical
characterization of a novel thermostable protease from the oyster mushroom
Pleurotus sajor-caju strain CTM10057 with industrial interest. BMC
Biotechnology, 19(1), 1–18. https://doi.org/10.1186/s12896-019-0536-4
Choliq, A. (2008). Aktivitas enzim protease dari Mucor javanicus yang
ditumbuhkan pada media tepung singkong (Mannihot utilissima). Jurnal
Berila Biologi, 9(3), 299–303.
Chow, B. F., & Peticolas, M. (1948). A rapid method for the determination of
proteolytic activities of enzyme preparations. The Journal of General
Physiology, 32(1), 17–24.
de Souza, P. M., de Assis Bittencourt, M. L., Caprara, C. C., de Freitas, M., de
Almeida, R. P. C., Silveira, D., Fonseca, Y. M., Filho, E. X. F., Junior, A. P.,
Magalhães, P. O. (2015). A biotechnology perspective of fungal proteases.
Brazilian Journal of Microbiology, 46(2), 337–346.
https://doi.org/10.1590/S1517-838246220140359
Dhillon, A., Sharma, K., Rajulapati, V., & Goyal, A. (2016). Current
developments in biotechnology and bioengineering production, isolation,
and purification of industrial product. Edition 1. Amsterdam, Netherlands:
Elsevier Radarweg, 149-173.
Eze, P. M., Abonyi, D. O., Abba, C. C., Proksch, P., Okoye, F. B. C., & Esimone,
C. O. (2019). Toxic, but beneficial compounds from endophytic fungi of
Carica papaya. The EuroBiotech Journal, 3(2), 105–111.
https://doi.org/10.2478/ebtj-2019-0012
Eze, P. M., Ojimba, N. K., Abonyi, D. O., Esimone, C. O., Chukwunwejim, C. R.,
Abba, C. C., & Okoye, F. B. C. (2018). Antimicrobial activity of metabolites
of an endophytic fungus isolated from the leaves of Citrus jambhiri
(Rutaceae). Tropical Journal of Natural Product Research, 2(3), 145–149.
https://doi.org/10.26538/tjnpr/v2i3.9
Fadiji, A. E., & Babalola, O. O. (2020). Elucidating mechanisms of endophytes
used in plant protection and other bioactivities with multifunctional
prospects. Frontiers in Bioengineering and Biotechnology, 8(467), 1–20.
44

Fathimah, A. N., & Wardani, A. K. (2014). Ekstraksi dan karakterisasi enzim


protease dari daun kelor (Moringa oliefera Lamk.). Jurnal Teknologi
Pertanian, 15(3), 191–200. https://doi.org/10.1038/423136a
Fouda, A. H., Hassan, S. E. D., Eid, A. M., & Ewais, E. E. D. (2015).
Biotechnological applications of fungal endophytes associated with
medicinal plant Asclepias sinaica (Bioss.). Annals of Agricultural Sciences,
60(1), 95–104. https://doi.org/10.1016/j.aoas.2015.04.001
Guangrong, H., Tiejing, Y., Po, H., & Jiaxing, J. (2006). Purification and
characterization of a protease from Thermophilic bacillus strain HS08.
African Journal of Biotechnology, 5(24), 2433–2438.
Hamza, T. A. (2017). Bacterial protease enzyme: safe and good alternative for
industrial and commercial use. International Journal of Chemical and
Biomolecular Science, 3(1), 1–10.
Hanafi, A., Purwantisari, S., & Raharjo, B. (2017). Uji potensi bakteri endofit
kitinolitik tanaman padi (Oryza sativa L.) sebagai penghasil hormon IAA
(Indole Acetic Acid). Bioma, 19(1), 76–82.
Hastuti, U. S., Nugraheni, F. S. A., & Asna, P. M. (2017). Identifikasi dan
penentuan indeks hidrolisis protein pada bakteri proteolitik dari tanah
mangrove di Margomulyo, Balikpapan. Proceeding Biology Education
Conference, 14(1), 265–270.
Ilmiah, S. N., Mubarik, N. R., & Wahyuntari, B. (2018). Characterization of
protease from Bacillus licheniformis F11.1 as a bio-detergent agent. Makara
Journal of Science, 22(3), 105–112. https://doi.org/10.7454/mss.v22i3.8809
Indarmawan, T., Mustopa, A. Z., Budiarto, B. R., & Tarman, K. (2016).
Antibacterial activity of extracellular protease isolated from an algicolous
fungus Xylaria psidii KT30 against gram-positive bacteria. HAYATI Journal
of Biosciences, 23(2), 73–78. https://doi.org/10.1016/j.hjb.2016.06.005
Irawati, A. F. C., Mutaqin, K. H., Suhartono, M. T., Sastro, Y., Sulastri, &
Widodo. (2017). Eksplorasi dan pengaruh cendawan endofit yang berasal
dari akar tanaman cabai terhadap pertumbuhan benih cabai merah. Jurnal
Hortikultura, 27(1), 105–112.
Jain, P., Aggarwal, V., Sharma, A., & Pundir, R. K. (2012). Isolation production
and partial purification of protease from an endophytic Acremonium sp.
Journal of Agricultural Technology, 8(6), 1979–1989.
Jalgaonwala, R. E., & Mahajan, R. T. (2011). Evaluation of hydrolytic enzyme
activities of endophytes from some indigenous medicinal plants. Journal of
Agricultural Technology, 7(6), 1733–1741.
Jenitta, X. J., Priya, S. E., & Gnanadoss, J. J. (2015). Optimization of culture
conditions and inducers for improved protease production by Penicillium
griseofulvum LCJ231 under submerged fermentation. International Journal
of Advanced Biotechnology and Research, 6(2), 152–160. Retrieved from
http://www.bipublication.com
45

Joseph, B., & Priya, M. R. (2011). Bioactive compounds from endophytes and
their potential in pharmaceutical effect: a review. American Journal of
Biochemistry and Molecular Biology, 1(3), 291–309.
https://doi.org/10.3923/ajbmb.2011.291.309
Kailasapathy, K. (2016). Chemical composition, physical, and functional
properties of milk and milk ingredients. 2nd Edition. Australia: John Wiley
& Sons, Ltd. 77-105.
Kamath, P., Subrahmanyam, V. M., Rao, J. V, & Raj, P. V. (2010). Optimization
of cultural conditions for protease production by a fungal species. Indian
Journal of Pharmaceutical Sciences, 72(2), 161–166.
Karima, A., Nurhatika, S., & Prasetyo, E. N. (2016). Modifikasi enzimatik bahan
berbasis selulosa sebagai susbtrat potensial bioetanol. Jurnal Sains Dan Seni
ITS, 4(1), 1–7.
Khan, R., Shahzad, S., Choudhary, M. I., Khan, S. A., & Ahmad, A. (2010).
Communities of endophytic fungi in medicinal plant Withania somnifera.
Pakistan Journal of Botany, 42(2), 1281–1287.
Khusro, A. (2016). One Factor at a time based optimization of protease from
poultry associated Bacillus licheniformis. Journal of Applied Pharmaceutical
Science, 6(3), 88–95. https://doi.org/10.7324/JAPS.2016.60315
Konno, K., Hirayama, C., Nakamura, M., Tateishi, K., Tamura, Y., Hattori, M., &
Kohno, K. (2004). Papain protects papaya trees from herbivorous insects:
role of cysteine proteases in latex. The Plant Journal, 37(3), 370–378.
https://doi.org/10.1046/j.1365-313X.2003.01968.x
Kusumadjaja, A. P., & Dewi, R. P. (2005). Penentuan kondisi optimum enzim
papain dari pepaya burung varietas Jawa (Carica papaya). Indonesian
Journal of Chemistry, 5(2), 147–151. https://doi.org/10.22146/ijc.21822
Laskar, A., & Chatterjee, A. (2009). Protease-revisiting the types and potential.
Journal of Biotechnology, 1(1), 55–61.
Lehninger, A. (2004). Dasar-dasar biokimia. Jakarta: Erlangga.
Maciá-Vicente, J. G., Jansson, H. B., & Lopez-Llorca, L. V. (2009). Assessing
fungal root colonization for plant improvement. Plant Signaling and
Behavior, 4(5), 445–447. https://doi.org/10.4161/psb.4.5.8393
Mahajan, R. T., & Badgujar, S. B. (2010). Biological aspects of proteolytic
enzymes: a review. Journal of Pharmacy Research, 3(9), 2048–2068.
Maitig, A. M. A., Alhoot, M. A. M., & Tiwari, K. (2018). Isolation and screening
of extracellular protease enzyme from fungal isolates of soil. Journal of Pure
and Applied Microbiology, 12(4), 2059–2067.
https://doi.org/10.22207/JPAM.12.4.42
Malle, D., Telussa, I., & Lasamahu, A. A. (2015). Isolasi dan karakterisasi papain
dari buah pepaya (Carica papaya L.) jenis daun kipas. Indonesian Journal of
Chemical Research, 2, 182–189.
46

Marnolia, A., Haryani, Y., & Puspita, F. (2016). Uji aktivitas enzim protease dari
isolat Bacillus sp. endofit tanaman kelapa sawit (Elaeis quinensis). Jurnal
Photon, 6(2), 1–5.
Masri, M. (2013). Isolasi dan pengukuran aktivitas enzim bromelin dari ekstrak
kasar bonggol nanas (Ananas comosus) pada variasi suhu dan pH. Jurnal
Biology Science & Education, 2(1), 70–79.
Mótyán, J. A., Tóth, F., & Tőzsér, J. (2013). Research applications of proteolytic
enzymes in molecular biology. Biomolecules, 3(4), 923–942.
https://doi.org/10.3390/biom3040923
Mukhtar, H., & Ikram-Ul-Haq. (2012). Purification and characterization of
alkaline protease produced by a mutant strain of Bacillus subtilis. Pakistan
Journal of Botany, 44(5), 1697–1704.
Muthulakshmi, C., Gomathi, D., Kumar, D. G., Ravikumar, G., Kalaiselvi, M., &
Uma, C. (2011). Production, purification and characterization of protease by
Aspergillus flavus under solid state fermentation. Jordan Journal of
Biological Science, 4(3), 137–148.
Nair, D. N., & Padmavathy, S. (2014). Impact of endophytic microorganisms on
plants, environment and humans. The Scientific World Journal, 250693, 1–
11. https://doi.org/10.1155/2014/250693
Negi, S., & Banerjee, R. (2010). Optimization of culture parameters to enhance
production of amylase and protease from Aspergillus awamori in a single
fermentation. African Journal of Biochemistry Research, 4(3), 73–80.
Retrieved from http://www.academicjournals.org/AJBR
Noviyanti, T., Ardiningsih, P., & Rahmalia, W. (2013). Pengaruh temperatur
terhadap aktivitas enzim protease dari daun sansakng (Pycnarrhena
cauliflora Diels). Jurnal Kimia Khatulistiwa, 1(1), 31–34. Retrieved from
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/990
Omotayo, A. R., El-ishaq, A., Tijjani, L. M., & Segun, D. I. (2016). Comparative
analysis of protein content in selected meat samples (cow, rabbit, and
chicken) obtained within Damaturu Metropolis. American Journal of Food
Science and Health, 2(6), 151–155.
Pasaribu, E., Nurhayati, T., & Nurilmala, M. (2018). Ekstraksi dan karakterisasi
enzim pepsin dari lambung ikan tuna (Thunnus albacares). Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 21(3), 486–496.
Pavithra, N., Sathish, L., & Ananda, K. (2012). Antimicrobial and enzyme activity
of endophytic fungi isolated from Tulsi. Journal of Pharmaceutical and
Biomedical Science, 16(12), 1–6.
Peterson, R., Grinyer, J., & Nevalainen, H. (2011). Extracellular hydrolase
profiles of fungi isolated from koala faeces invite biotechnological interest.
Mycological Progress, 10(2), 207–218. https://doi.org/10.1007/s11557-010-
0690-5
47

Pinnamaneni, R. (2017). Nutritional and medicinal value of papaya (Carica


papaya Linn.). World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences,
6(8), 2559–2578. https://doi.org/10.20959/wjpps20178-9947
Pratush, A., Gupta, A., & Bhalla, T. C. (2013). Microbial proteases: prospects
and challenges. Dehradum: Bhalla Publishers, 30-48.
Purwanto, U. M. S., Pasaribu, F. H., & Bintang, M. (2014). Isolasi bakteri endofit
dari tanaman sirih hijau (Piper betle L.) dan potensinya sebagai penghasil
senyawa antibakteri. Current Biochemistry, 1(1), 45–50.
https://doi.org/10.29244/51-57
Puspitarini, S. (2019). Isolasi dan skrining kapang endofit pada daun tanaman
pepaya (Carica papaya L.). Praktikum Kerja Lapangan. Yogyakarta:
Universitas Ahmad Dahlan.
Putri, M. F., Fifendy, M., & Putri, D. H. (2018). Diversitas bakteri endofit pada
daun muda dan daun tua tumbuhan Andaleh (Morus macroura miq.).
Eksakta, 19(1), 125–130.
Radji, M. (2005). Peranan bioteknologi dan mikroba endofit dalam
pengembangan obat herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian, 2(3), 113–126.
Rahayu, M., & Susanti, E. (2017). Optimasi jenis dan kadar sumber nitrogen serta
pH medium untuk produksi protease dari isolat HTcUM6.2.2 dari tauco
Surabaya. Jurnal Kimia Riset, 2(2), 98–107.
https://doi.org/10.20473/jkr.v2i2.6307
Rajamanikyam, M., Vadlapudi, V., Amanchy, R., & Upadhyayula, S. M. (2017).
Endophytic fungi as novel resources of natural therapeutics. Brazilian
Archives of Biology and Technology, 60(e17160542), 1–26.
https://doi.org/10.1590/1678-4324-2017160542
Rakte, A., & Nanjwade, B. (2014). Proteolytic enzymes delivery systems: a
review. International Journal for Pharmaceutical, 3(2), 188–197.
Ramadhani, P., Rukmi, M. I., & Pujiyanto, S. (2015). Produksi enzim protease
dari A. niger PAM18A dengan variasi pH dan waktu inkubasi. Jurnal
Biologi, 4(2), 25–34.
Ramya, G., & Bharathi, V. (2015). Production of extracellular protease using
Bacillus species from the red soil and optimization of protease activity.
Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 7(8), 446–453.
Rani, K., Rana, R., & Datt, S. (2012). Review on latest overview of proteases.
International Journal of Current Life Sciences, 2(1), 12–18.
Ratnayani, K., Nazib, M., Sibarani, J., & Laksmiwati, A. A. I. A. M. (2018).
Aktivitas protease pada getah bagian batang dari tiga jenis spesies tanaman
kamboja (Plumeria L.). Jurnal Kimia, 12(2), 147–151.
Risnawati, M., & Cahyaningrum, S. E. (2013). Pengaruh penambahan ion logam
Ca2+ terhadap aktivitas enzim papain. UNESA Journal of Chemistry, 2(1),
76–83.
48

Rodriguez, R. J., Jr, J. F. W., Arnold, A. E., & Redman, R. S. (2009). Fungal
endophytes: diversity and functional roles. New Phytologist, 182(2), 314–
330.
Sabotič, J., & Kos, J. (2012). Microbial and fungal protease inhibitors-current and
potential applications. Applied Microbiology and Biotechnology, 93(4),
1351–1375. https://doi.org/10.1007/s00253-011-3834-x
Saeed, F., Arshad, M. U., Pasha, I., Naz, R., Batool, R., Khan, A. A., Nasir, M.
A., Shafique, B. (2014). Nutritional and phyto-therapeutic potential of
papaya (Carica papaya Linn.): an overview. International Journal of Food
Properties, 17(7), 1637–1653.
Safitri, R., Muchlissin, S. I., Mukaromah, A. H., Darmawati, S., & Ethica, S. N.
(2018). Isolasi bakteri penghasil enzim protease Bacillus thuringiensis pada
oncom merah pasca fermentasi 24 jam dan identifikasi molekuler bakteri
berbasis gen 16S rRNA. Seminar Nasional Edusaintek, 62–69.
Sajuthi, D., Suparto, I., Yanti, & Praira, W. (2010). Purifikasi dan pencirian enzim
protease fibrinolitik dari ekstrak jamur merang. Jurnal Makara Sains, 14(2),
145–150.
Sandhu, S. S., & Gupta, D. (2015). Role of endophytic fungi in preservation of
plant biodiversity. International Journal of Advances in Pharmacy, Biology
and Chemistry, 4(3), 635–647.
Saranraj, P., Jayaprakash, A., & Bhavani, L. (2017). Commercial production and
application of bacterial alkaline protease: a review. Indo-Asian Journal of
Multidisciplinary Research (IAJMR), 3(5), 1228–1250.
Sathish, L., Pavithra, N., & Ananda, K. (2012). Antimicrobial activity and
biodegrading enzymes of endophytic fungi from eucalyptus. International
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, 3(8), 2574–2583.
Sayem, S. M. A., Alam, M. J., & Hoq, M. M. (2006). Effect of temperature, pH,
and metal ions on the activity and stability of alkaline protease from novel
Bacillus licheniformis MZK03. Proceedings of the Pakistan Academy of
Science, 43(4), 257–262.
Sharma, A. K., Sharma, V., Saxena, J., Yadav, B., Alam, A., & Prakash, A.
(2015). Isolation and screening of extracellular protease enzyme from
bacterial and fungal isolates of soil. International Journal of Scientific
Research in Environmental Sciences, 3(9), 334–340.
https://doi.org/10.12983/ijsres-2015-p0334-0340
Sharma, K. M., Kumar, R., Panwar, S., & Kumar, A. (2017). Microbial alkaline
proteases: optimization of production parameters and their properties.
Journal of Genetic Engineering and Biotechnology, 15(1), 115–126.
https://doi.org/10.1016/j.jgeb.2017.02.001
Shen, F. T., Yen, J. H., Liao, C. Sen, Chen, W. C., & Chao, Y. T. (2019).
Screening of rice endophytic biofertilizers with fungicide tolerance and plant
growth-promoting characteristics. Sustainability (Switzerland), 11(4), 1–13.
49

Siala, R., Sellami-kamoun, A., Hajji, M., Abid, I., Gharsallah, N., & Nasri, M.
(2009). Extracellular acid protease from Aspergillus niger I1: purification
and characterization. African Journal of Biotechnology, 8(18), 4582–4589.
Soeka, Y. S., & Sulistiani. (2014). Karakterisasi protease Bacillus subtilis A1
InaCC B398 yang diisolasi dari terasi Samarinda. Berita Biologi, 13(2), 203–
212.
Sudha, V., Govindaraj, R., Baskar, K., Al-Dhabi, N. A., & Duraipandiyan, V.
(2016). Biological properties of endophytic fungi. International Journal
Brazilian Archives of Biology and Technology, 59(e16150436), 1–7.
https://doi.org/10.1590/1678-4324-2016150436
Sumantha, A., Deepa, P., Sandhya, C., Szakacs, G., Soccol, C. R., & Pandey, A.
(2006). Rice bran as a substrate for proteolytic enzyme production. Brazilian
Archives of Biology and Technology, 49(5), 843–851.
https://doi.org/10.1590/S1516-89132006000600019
Sumarlin, L. O. (2008). Aktivitas protease dari Bacillus circulans pada media
pertumbuhan dengan pH tidak terkontrol. Jurnal Kimia Valensi, 1(2), 58–62.
https://doi.org/10.15408/jkv.v1i2.215
Sunitha, V. H., Devi, D. N., & Srinivas, C. (2013). Extracellular enzymatic
activity of endophytic fungal strains isolated from medicinal plants. World
Journal of Agricultural Sciences, 9(1), 01–09.
https://doi.org/10.5829/idosi.wjas.2013.9.1.72148
Suryanarayanan, T. S., Thirunavukkarasu, N., Govindarajulu, M. B., Sasse, F.,
Jansen, R., & Murali, T. S. (2009). Fungal endophytes and bioprospecting.
Fungal Biology Reviews, 23(1), 9–19.
Susanti, E. (2003). Isolasi dan karakterisasi protease dari Bacillus subtilis
1012M15. Biodiversitas, Journal of Biological Diversity, 4(1), 12–17.
https://doi.org/10.13057/biodiv/d040103
Sushma, K. S., Jayashankar, M., Vinu, A. K., & Saeed, M. A. (2018).
Identification of endophytic fungi from the medicinal plants of
Biligirirangana hill, Karnataka. Journal of Applied and Natural Science,
10(4), 1156–1161. https://doi.org/10.31018/jans.v10i4.1890
Suthar, J., Jana, A., & Balakrishnan, S. (2017). High protein milk ingredients - a
tool for value-addition to dairy and food products. Journal of Dairy,
Veterinary & Animal Research, 6(1), 259–265.
https://doi.org/10.15406/jdvar.2017.06.00171
Tenguria, R. K., Khan, F. N. & Quereshi, S. (2011). Endphytes-mines of
pharmacological therapeutics. World Journal of Science and Technology,
1(5), 127–149.
Van Goudoever, J. B., Vlaardingerbroek, H., Van Den Akker, C. H., De Groof, F.,
& Van Der Schoor, S. R. D. (2014). Amino acids and proteins. World Review
of Nutrition and Dietetics, 110, 49–63. https://doi.org/10.1159/000358458
50

Vasudevan, D., Vaidyanathan, K., & Sreekumari, S. (2017). Textbook of


biochemistry for medical students. Edition 6th. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Pubslishers, 36-51. https://doi.org/10.5005/jp/books/13014
Vishwanatha, K. S., Rao, A. G. A., & Singh, S. A. (2010). Production and
characterization of a milk-clotting enzyme from Aspergillus oryzae MTCC
5341. Applied Microbiology and Biotechnology, 85(6), 1849–1859.
https://doi.org/10.1007/s00253-009-2197-z
Vitolo, M. (2015). Brief review on enzyme activity. World Journal of
Pharmaceutical Research, 9(2), 60–76. https://doi.org/10.20959/wjpr20202-
16660
Yadav, A. N. (2018). Biodiversity and biotechnological applications of host-
specific endophytic fungi for sustainable agriculture and allied sectors. Acta
Scientific Microbiology, 1(5), 1–5.
Yuniati, R., Nugroho, T. T., & Puspita, F. (2015). Uji aktivitas enzim protease
dari isolat Bacillus sp. galur lokal Riau. Jurnal Online Mahasiswa FMIPA,
1(2), 116–122.
Yusriah, & Kuswytasari, N. D. (2013). Pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas
protease Penicillium sp. Jurnal Sains Dan Seni Pomits, 2(1), 48–50.
Zaferanloo, B., Quang, T. D., Daumoo, S., Ghorbani, M. M., Mahon, P. J., &
Palombo, E. A. (2014). Optimization of protease production by endophytic
fungus, Alternaria alternata, isolated from an Australian native plant. World
Journal of Microbiology and Biotechnology, 30(6), 1755–1762.
https://doi.org/10.1007/s11274-014-1598-z
Zaferanloo, B., Virkar, A., Mahon, P. J., & Palombo, E. A. (2013). Endophytes
from an Australian native plant are a promising source of industrially useful
enzymes. World Journal Microbiol Biotechnol, 29(2), 335–345.
https://doi.org/10.1007/s11274-012-1187-y
LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi reagen


1. Kasein 1%
a. Kasein 0,5 g
b. Akuades 50 mL
2. Asam trikloroasetat 5%
a. Asam trikloroasetat 2,5 g
b. Akuades 50 mL
3. Bufer Tris-HCl 0,2 M pH 7,5
a. Tris Base (hydroxymethyl)-aminomethan 1,211 g
b. Akuades 50 mL
c. HCl pekat
4. Reagen Bradford
a. Coomassie Brilliant Blue G-250 25 mg
b. Metanol 50 mL
c. Asam fosfat (H3PO4) 85% 50 mL
d. Akuades 250 mL
e. Disaring, ditambahkan akuades 175 mL
5. Larutan standar tirosin stok 3 mg/mL
a. L-tyrosine 120 mg
b. Akuades 20 mL
6. Larutan standar Bovine Serum Albumin (BSA) stok 50 µg/mL
a. BSA 0,25 mg
b. Akuabides 5 mL

51
52

Lampiran 2. Hasil pengukuran larutan dan kurva standar tirosin


a. Pengukuran larutan standar tirosin
L-tyrosine Stok HCl 0,1 M Nilai Absorbansi
No.
(mg/mL) (mL) (mL) (λ280 nm)
1. 0,01 0,01 0,99 0,119
2. 0,02 0,02 0,98 0,250
3. 0,03 0,03 0,97 0,364
4. 0,04 0,04 0,96 0,457
5. 0,05 0,05 0,95 0,548
6. 0,06 0,06 0,94 0,637
7. 0,07 0,07 0,93 0,774
8. 0,08 0,08 0,92 0,848
9. 0,09 0,09 0,91 0,939
10. 0,10 0,10 0,90 0,984

b. Kurva standar tirosin


53

Lampiran 3. Hasil pengukuran larutan dan kurva standar bovine serum


albumin (BSA)
a. Pengukuran larutan standar BSA
Nilai
BSA Stok ddH2O
No. Absrobansi
(µg/mL) (mL) (mL)
(λ595 nm)
1. 2 0,08 1,92 0,0217
2. 4 0,16 1,84 0,0387
3. 6 0,24 1,76 0,0531
4. 8 0,32 1,68 0,0786
5. 10 0,40 1,60 0,1000
6. 12 0,48 1,52 0,1177
7. 14 0,56 1,44 0,1321
8. 16 0,64 1,36 0,1428
9. 18 0,72 1,28 0,1680
10. 20 0,80 1,20 0,1825

b. Kurva standar BSA


54

Lampiran 4. Nilai pH pertumbuhan kapang endofit JE-DP4 menggunakan


substrat kasein dan susu skim

Substrat kasein Substrat susu skim


No. Hari Ulangan
pH ƩpH pH ƩpH
Kontrol 7,00 7,00 7,06 7,06
1. 1 1 6,95 7,01
6,93 7,05
2 6,92 7,10
Kontrol 5,82 5,82 7,05 7,05
2. 2 1 6,83 6,95
6,81 7,11
2 6,80 7,27
Kontrol 5,56 5,56 6,96 6,96
3. 3 1 5,03 5,42
5,85 6,35
2 6,68 7,28
Kontrol 6,08 6,08 7,36 7,36
4. 4 1 5,45 5,77
6,19 6,55
2 6,93 7,34
Kontrol 6,19 6,19 6,98 6,98
5. 5 1 6,11 5,85
6,6 6,41
2 7,09 6,97
Kontrol 6,23 6,23 5,51 5,51
6. 6 1 5,96 5,91
6,55 6,71
2 7,15 7,51
Kontrol 6,20 6,20 5,58 5,58
7. 7 1 6,17 5,97
6,56 6,82
2 6,95 7,67
55

Lampiran 5. Konsentrasi tirosin yang dilepaskan hasil hidrolisis protein

Konsentrasi tirosin yang dilepaskan (µg/mL)


No. Hari Suhu (°C)
Substrat kasein Substrat susu skim
1. 1 30 0 0
2 30 19,66 6,16
3 30 42,05 14,94
4 30 44,46 21,35
5 30 49,08 20,02
6 30 57,09 15,55
7 30 69,21 0
2. 1 37 127,43 0
2 37 24,33 13,50
3 37 43,23 17,25
4 37 42,41 22,08
5 37 54,27 24,85
6 37 66,44 13,81
7 37 78,10 0
3. 1 44 52,73 7,14
2 44 21,61 14,17
3 44 48,11 17,87
4 44 50,52 25,21
5 44 57,24 30,81
6 44 80,35 23
7 44 89,75 0
56

Lampiran 6. Peremajaan kapang endofit daun pepaya

Gambar 1. Isolat kapang endofit JE- Gambar 2. Isolat kapang endofit JE-
BP1 (tampak depan) BP1 (tampak belakang)

Gambar 3. Isolat kapang endofit JE- Gambar 4. Isolat kapang endofit JE-
BP3 (tampak depan) BP3 (tampak belakang)

Gambar 5. Isolat kapang endofit JE- Gambar 6. Isolat kapang endofit JE-
DP4 (tampak depan) DP4 (tampak belakang)
57

Lampiran 7. Skrining aktivitas enzim protease kapang endofit daun tanaman


pepaya
a. Hari ke-4

Gambar 1. Isolat kapang endofit JE- Gambar 2. Isolat kapang endofit JE-
DP4 (tampak depan) DP4 (tampak belakang)

Gambar 3. Isolat kapang endofit JE-BP1 Gambar 4. Isolat kapang endofit JE-
(tampak depan) BP1 (tampak belakang)

Gambar 5. Isolat kapang endofit JE-BP3 Gambar 6. Isolat kapang endofit JE-
(tampak depan) BP3 (tampak belakang)
58

b. Hari ke-5

Gambar 1. Isolat kapang endofit JE- Gambar 2. Isolat kapang endofit JE-
DP4 (tampak depan) DP4 (tampak belakang)

Gambar 3. Isolat kapang endofit JE-BP1 Gambar 4. Isolat kapang endofit JE-
(tampak depan) BP1 (tampak belakang)

Gambar 5. Isolat kapang endofit JE-BP3 Gambar 6. Isolat kapang endofit JE-
(tampak depan) BP3 (tampak belakang)
59

c. Hari ke-6

Gambar 1. Isolat kapang endofit JE- Gambar 2. Isolat kapang endofit JE-
DP4 (tampak depan) DP4 (tampak belakang)

Gambar 3. Isolat kapang endofit JE-BP1 Gambar 4. Isolat kapang endofit JE-
(tampak depan) BP1 (tampak belakang)

Gambar 5. Isolat kapang endofit JE-BP3 Gambar 6. Isolat kapang endofit JE-
(tampak depan) BP3 (tampak belakang)
60

d. Hari ke-7

Gambar 1. Isolat kapang endofit JE- Gambar 2. Isolat kapang endofit JE-
DP4 (tampak depan) DP4 (tampak belakang)

Gambar 3. Isolat kapang endofit JE-BP1 Gambar 4. Isolat kapang endofit JE-
(tampak depan) BP1 (tampak belakang)

Gambar 5. Isolat kapang endofit JE-BP3 Gambar 6. Isolat kapang endofit JE-
(tampak depan) BP3 (tampak belakang)
61

Lampiran 8. Hasil uji statistik normalitas data aktivitas enzim protease isolat
kapang endofit JE-DP4 pada ketiga suhu terhadap waktu
inkubasi menggunakan substrat kasein

Hipotesis:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data berdistribusi tidak normal
Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig adalah 0,810; 0,821;
0,277; 0,714; 0,699; 0,785; 0,855 atau probabilitas >0,05. Dengan demikian H0
diterima atau distribusi data aktivitas enzim protease menggunakan substrat
kasein pada ketiga suhu selama 7 hari inkubasi berdistribusi normal.

Lampiran 9. Hasil uji statistik homogenitas data aktivitas enzim protease


isolat kapang endofit JE-DP4 pada ketiga suhu terhadap waktu
inkubasi menggunakan substrat kasein

Hipotesis:
H0 : varians ketiga populasi homogen
H1 : varians ketiga populasi heterogen
Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig adalah 0,011 di bawah
0,05 (0,011 < 0,05). Dengan demikian H0 ditolak atau varians ketiga populasi
heterogen, sehingga analisis variansi satu jalur tidak bisa dilakukan. Analisis
statistik data aktivitas enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4 pada ketiga
suhu terhadap waktu inkubasi menggunakan substrat kasein dilakukan
menggunakan statistik non parametrik uji Kruskal-Wallis.
62

Lampiran 10. Hasil uji statistik Kruskal-Wallis data aktivitas enzim protease
isolat kapang endofit JE-DP4 pada ketiga suhu terhadap waktu
inkubasi menggunakan substrat kasein

Hipotesis:
H0 : tidak terdapat perbedaan rata-rata aktivitas enzim protease menggunakan
substrat kasein dari ketiga suhu terhadap waktu inkubasi selama 7 hari
H1 : terdapat perbedaan rata-rata aktivitas enzim protease menggunakan substrat
kasein dari ketiga suhu terhadap waktu inkubasi selama 7 hari

Terlihat bahwa pada kolom Asymp. Sig adalah 0,037 atau probabilitas di
bawah 0,05 (0,037 < 0,05). Dengan demikian H0 ditolak atau terdapat perbedaan
rata-rata aktivitas enzim protease menggunakan substrat kasein dari ketiga suhu
terhadap waktu inkubasi selama 7 hari. Hasil uji Kruskal-Wallis untuk melihat
perbedaan signifikannya dilakukan uji stepwise step-down.
63

Uji stepwise step-down menunjukkan perbedaan signifikan rata-rata


aktivitas enzim pada hari ke-2 dan ke-7 karena terletak pada kolom subset yang
berbeda. Pada hari ke-1, hari ke-3, hari ke-4, hari ke-5, dan hari ke-6 tidak
menunjukkan perbedaan signifikan karena terletak pada kolom subset yang sama.
Rata-rata aktivitas enzim protease tertinggi dari ketiga suhu pada hari ke-7 sebesar
28,97 U/mL sedangkan rata-rata aktivitas enzim protease terendah dari ketiga
suhu pada hari ke-2 sebesar 8,01 U/mL.
64

Lampiran 11. Hasil uji statistik normalitas data aktivitas enzim protease
isolat kapang endofit JE-DP4 pada ketiga suhu terhadap
waktu inkubasi menggunakan substrat susu skim

Hipotesis:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data berdistribusi tidak normal
Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig adalah 0,141; 0,374;
0,358; 0,883; 0,343 atau probabilitas >0,05. Dengan demikian H0 diterima atau
distribusi data aktivitas enzim protease menggunakan substrat susu skim pada
ketiga suhu selama 7 hari inkubasi berdistribusi normal.

Lampiran 12. Hasil uji statistik homogenitas data aktivitas enzim protease
isolat kapang endofit JE-DP4 pada ketiga suhu terhadap
waktu inkubasi menggunakan substrat susu skim

Hipotesis:
H0 : variansi ketiga populasi homogen
H1 : variansi ketiga populasi heterogen
Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig adalah 0,058 di atas 0,05
(0,011 > 0,05). Dengan demikian H0 diterima, yang menunjukkan bahwa variansi
ketiga populasi tersebut homogen.
65

Lampiran 13. Hasil uji statistik analisis variansi satu jalur data aktivitas
enzim protease isolat kapang endofit JE-DP4 pada ketiga
suhu terhadap waktu inkubasi menggunakan substrat susu
skim

Hipotesis:
H0 : tidak terdapat perbedaan nyata rata-rata aktivitas enzim protease selama 7
hari yang dipengaruhi oleh ketiga suhu
H1 : terdapat perbedaan nyata rata-rata aktivitas enzim protease selama 7 hari
yang dipengaruhi oleh ketiga suhu
Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom Sig adalah 0,000 atau
probabilitas di bawah 0,05 (0,000 < 0,05). Dengan demikian H0 ditolak, terdapat
perbedaan nyata rata-rata aktivitas enzim protease menggunakan substrat susu
skim selama 7 hari yang dipengaruhi oleh ketiga suhu.

Uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan perbedaan


signifikan pada hari ke-4 dan ke-5 dengan hari lainnya. Pada hari ke-4 dan ke-5
diperoleh nilai tertinggi yang menentukan variabel independen paling baik dengan
rata-rata aktivitas enzim protease menggunakan substrat susu skim tertinggi. Pada
hari ke-2, hari ke-3, dan hari ke-6 nilainya berbeda signifikan dengan hari ke-1
dan ke-7 karena terletak pada kolom subset yang berbeda.
66

Lampiran 14. Dokumentasi penelitian

Gambar 1. Isolat kapang endofit Gambar 2. Produksi enzim protease


proteolitik JE-DP4

Gambar 3. Pemisahan ekstrak kasar Gambar 4. Pengukuran aktivitas enzim


enzim protease

Gambar 5. Nilai absorbansi hasil Gambar 6. Pengukuran kadar protein


pengukuran enzim

Anda mungkin juga menyukai