Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

DISTOSIA BAHU

Disusun oleh:
Afrizal Agri Hayat 122810002
Ghinannisa Juddatu Dalily 122810055
Muhammad Syifa Abdurrahman 122810191

Pembimbing :
dr. Bogie Prabowo Rahmajanto, Sp.OG
(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT
KANDUNGAN
RSUD WALED KABUPATEN CIREBON
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas
Referat ini dengan judul “Distosia Bahu” Tugas referat ini diajukan untuk
memenuhi tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah Waled Kabupaten Cirebon.

Dalam penulisan referat ini penulis banyak menemukan kesulitan. Namun


berkat dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya referat ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Bogie
Prabowo Rahmajanto, Sp.OG (K), selaku pembimbing. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam Referat ini,

Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang
bersifat membangun dalam tema dan judul yang diangkat dalam laporan kasus ini.
Akhir kata semoga referat ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak-
pihak yang membutuhkan umumnya.

Cirebon, Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...............................................................................


KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
A. BAB I Pendahuluan............................................................................1
B. BAB II Tinjauan Pustaka....................................................................3
Definisi Distosia Bahu.......................................................................3
Etiologi Distosia Bahu.......................................................................4
Patologi Distosia Bahu.......................................................................8
Manifestasi Klinis Distosia Bahu.......................................................9
Diagnosis Distosia Bahu.....................................................................11
Komplikasi Distosia Bahu..................................................................13
Penatalaksanaan Distosia Bahu..........................................................15
Pencegahan Distosia Bahu..................................................................17
Prognosis Distosia Bahu.....................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 20

2
BAB I

PENDAHULUAN

Distosia bahu adalah komplikasi persalinan pervaginam di mana bahu bayi tersangkut
di atas tulang kemaluan ibu. Hal ini ditandai dengan kegagalan melahirkan bahu janin hanya
dengan traksi ke bawah yang lembut, perlunya manuver persalinan tambahan agar bayi dapat
dilahirkan dengan sukses, dan/atau interval kepala-ke-tubuh yang tercatat lebih dari 1 menit.
Selama studi prospektif selama 2 tahun yang dilakukan oleh Lagerkvist et al., pleksopati
obstetri terjadi pada 2,9 per 1000 kelahiran secara total dan 3,6 per 1000 kelahiran
pervaginam. Dari 114 bayi yang dimasukkan, 70 adalah laki-laki, dan 44 adalah perempuan
(p ~0,015).1

Beberapa faktor risiko distosia bahu telah diidentifikasi. Makrosomia janin


merupakan faktor risiko paling signifikan untuk distosia bahu. Faktor risiko lain yang
diketahui termasuk diabetes pregestasional dan gestasional, riwayat distosia bahu
sebelumnya, dan persalinan pervaginam operatif, terutama dengan penggunaan alat
vakum. Faktor risiko lain seperti obesitas pada ibu, pertambahan berat badan ibu yang
berlebihan, dan disfungsi persalinan masih kontroversial karena penelitian memberikan hasil
yang bertentangan. Upaya untuk memprediksi distosia bahu berdasarkan faktor risiko ini
menunjukkan keandalan yang buruk dan nilai prediksi yang buruk.1,2

Setelah diagnosis distosia bahu ditegakkan, penting untuk mengenali situasinya dan
memberi tahu anggota tim lain tentang distosia tersebut. Hal ini memungkinkan anggota tim
lainnya untuk membantu manuver serta meminta bantuan. Penyedia layanan kemudian dapat
mencoba melakukan manuver untuk membantu meringankan distosia bahu. Manuver
biasanya dibagi menjadi manuver lini pertama dan manuver lini kedua.3

3
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Distosia Bahu

Distosia bahu termasuk dalam kedaruratan obsetri, sehingga dibutuhkan tindakan segera,
serta keterampilan dan kemampuan teknik persalinan yang tepat untuk menghidari morbiditas
dan mortalitas perinatal. Hal ini terjadi ketika bahu depan terjepit oleh simpisis pubis atau
bahu belakang terjepit oleh sacral promontorium sehingga terjadi kegagalan dalam
pengeluaran bahu. Persalinan kepala umumnya diikuti oleh persalinan bahu dalam waktu 24
detik, sedangkan jika persalinan bahu lebih dari 60 detik dianggap sebagai distosia bahu.3

1.2. Etiologi dan Faktor Risiko Distosia Bahu

Tabel 1. Etiologi dan Faktor Risiko Distosia Bahu.2

Gambar 1. Faktor Risiko Distotia Bahu

4
Tabel 2. Faktor risiko distosia bahu

1.3. Patofisiologi

Gambar 3. Patofisiologi Distosia Bahu

5
Patofisiologi distosia bahu atau perjalanan penyakit distosia bahu pada
persalinan normal disebabkan oleh ketidaksesuaian ukuran antara bahu bayi dan
pelvis inlet ibu. Pada persalinan normal, setelah terjadi ekspulsi kepala janin maka
akan terjadi rotasi eksternal yang diikuti dengan turunnya bahu janin.

Bahu janin bagian depan harus muncul di bawah ramus pubis. Distosia bahu
merupakan salah satu distosia yang sering dilaporkan, yang biasanya terjadi ketika
bahu anterior janin ini terhalang oleh simfisis pubis ibu. Selain itu, bisa juga
diakibatkan oleh impaksi bahu posterior pada promontorium sakrum ibu. Akibat bahu
yang terhalang tersebut, terjadi retraksi kepala bayi terhadap perineum ibu yang
disebut turtle sign. Tanda ini adalah kepala bayi seperti kura-kura yang menarik
kepala kembali ke cangkangnya.

1.4. Manifestasi Klinis

Tanda klinis terjadinya distosia bahu meliputi:3


1. Meski sudah berusaha sekuat tenaga dan gerakan yang tepat, traksi pada kepala bayi
tidak mampu melahirkan bahu yang masih berada di kranial simfisis pubis.
2. Bayi tidak dapat dilahirkan karena bahu tertahan, tetapi kepala bayi telah lahir.
3. Kepala bayi telah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
4. Dagu tertarik dan menekan perineum.
5. Turtle sign adalah kepala bayi tiba-tiba masuk ke dalam perineum ibu setelah keluar
dari vagina. Pipi bayi yang menonjol menyerupai kepala kura-kura yang kembali ke
cangkangnya. Penarikan kepala bayi dilakukan karena bahu depan bayi terperangkap
di tulang pubis ibu, sehingga mencegah kelahiran tubuh bayi.

Gambar 3. Turtle sign

6
1.5. Penegakan Diagnosis

Diagnosis distosia bahu terutama adalah keluhan terhentinya proses persalinan


setelah kepala bayi lahir, baik setelah ibu mengejan dengan baik ataupun dengan
bantuan traksi yang cukup kuat.1

Anamnesis
Diagnosis distosia bahu berdasarkan prosedur kebidanan ditegakkan bila waktu untuk
melahirkan kepala ke tubuh bayi > 60 detik setelah ibu mengejan dengan baik atau
dengan bantuan traksi yang cukup kuat pada kala II persalinan.1

Anamnesis Antenatal

Selama antenatal care, sebaiknya telah direncana apakah persalinan nanti akan
pervaginal dengan/tanpa analgesik epidural. Anamnesis untuk mencari faktor risiko
distosia bahu di antaranya:
a. Riwayat melahirkan bayi besar (makrosomia) pada persalinan sebelumnya
b. Riwayat penyakit diabetes melitus, termasuk diabetes gestasional sebelumnya
c. Riwayat sectio caesarea sebelumnya

Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis yang khas dari distosia bahu adalah turtle sign, di mana kepala bayi secara
tiba-tiba masuk kembali ke dalam perineum ibu setelah keluar dari vagina, yang disertai
pipi bayi menonjol (seperti kepala kura-kura yang kembali ke dalam cangkangnya). Hal
ini terjadi karena bahu depan bayi terperangkap oleh tulang pubis ibu.1

Pemeriksaan Fisik Antenatal

Distosia bahu umumnya dialami oleh ibu hamil dengan obesitas dan/atau hiperglikemia.
Oleh karena itu, beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan selama antenatal adalah:
a. Indeks massa tubuh (IMT)

b. Kadar gula darah ibu selama hamil

c. Pelvimetri untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan jenis panggul

Diagnosis

7
Distosia bahu juga dapat dikenali bila didapatkan keadaan :4,5
a. Kepala bayi telah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
b. Kepala bayi telah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang
c. Dagu tertarik dan menekan perineum
d. Traksi pada kepala bayi tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap berada di cranial
simfisis pubis.

1.6. Penatalaksanaan

Pencegahan distosia bahu dilakukan dengan:1,3

a. Menawarkan pilihan dilakukan seksio sesaria pada rencana persalinan pervaginam


dengan janin luar biasa besar(>5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan ibu
diabetes, janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan
sebelumnya.
b. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
c. Selalu bersiap-siap bila sewaktu-waktu terjadi
d. Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis
atau fundus dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera pada janin.

Dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut :2

a. Partus Percobaan
Partus dikatakan maju apabila partus berjalan fisiologis, terjadi perubahan pada
pembukaan serviks, tingkat turunnya kepala, danposisi kepala (rotasi). Jika tidak
terjadi perubahan tersebut makadisebut partus tidak maju. Apabila terjadi
kegagalan, partusdihentikan dengan indikasi dan harus dilakukan seksio sesarea.
b. Seksio sesarea
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin denganmembuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perutatau vagina, atau seksio sesarea adalah
suatu histerotomiamelahirkan janin dari dalam rahim.
c. Simfisiotomi
Menurut Hartfield, simfisiotomi adalah sebuah operasi untuk memperbesar
kapasitas pelvis dengan memotong jaringan ikat tulang pubis dibagian depan
pelvis.

8
Algoritma Penatalaksanaan Distosia Bahu

Gambar 4. Algoritma Tatalaksana Distosia Bahu

Terdapat beberapa algoritma dalam penatalaksanaan distosia bahu yakni :

The HELPERR

Algoritma The HELPERR melihat beberapa aspek yaitu : Help, Evaluate (untuk episiotomy),
Legs (Posisi McRoberts’), Pressure (suprapubic), Enter (rotational maneuvers), Remove
(bahu posterior), dan Roll (tangan dan kaki).

The Hernandez & Wendel

Algoritma The Hernandez & Wendel yaitu :

a. Panggil bantuan,

9
b. Lebarkan perineotomy,
c. Suprapubic pressure
d. McRoberts’ maneuver
e. Lahirkan dari bahu posterior, dan
f. Wood’s screw maneuver atau Rubin maneuver.

The British and French College

Obstetri dan Ginekologi Inggris dan Collège National des Gynécologues et Obstétriciens
Français mengusulkan algoritma sebagai berikut:

a. Panggil bantuan,
b. Tidak mendorong,
c. Manuver McRoberts,
d. Tekanan suprapubik dan traksi kepala yang lembut,
e. Perineotomi lebar,
f. Manuver Jacquemier dan manuver Rubin atau Wood, dan bila terjadi kegagalan,
g. Posisi lutut-siku, dan ulangi algoritma.
h. Jika ini juga gagal maka manuver lini ketiga: direkomendasikan fraktur klavikula,
manuver Zavanelli, dan simfisiotomi.

Karena distosia bahu tidak dapat diramalkan, tenaga medis obstetrik harus mengetahui
betul prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit yang terkadang dapat sangat melumpuhkan ini.
Pengurangan interval waktu antara pelahiran kepala sampai pelahiran badan amat penting
untuk bertahan hidup. Usaha untuk melakukan traksi ringan pada awal pelahiran, yang
dibantu dengan gaya dorong ibu, amat dianjurkan. Traksi yang terlalu keras pada kepala atau
leher, atau rotasi tubuh berlebihan, dapat menyebabkan cedera serius pada bayi.4
Beberapa ahli menyarankan untuk melakukan episiotomi luas dan idealnya diberikan
analgesi yang adekuat. Tahap selanjutnya adalah membersihkan mulut dan hidung bayi.
Setelah menyelesaikan tahap-tahap ini, dapat diterapkan berbagai teknik untuk membebaskan
bahu depan dari posisinya yang terjepit di bawah simfisis pubis:1,4,5

1. Manuver McRoberts

10
Manuver McRoberts yang ditemukan oleh Gonik dan rekannya (1983) dan
dinamai sesuai nama William A. McRoberts.
Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi McRobert,
yaitu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin
ke dada, dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Lakukan episiotomy yang
cukup lebar. Gabungan episiotomy dan posisi McRobert akan mempermudah bahu
posterior melewati promontorium dan masuk ke dalam panggul. Mintalah asisten
menekan suprasimfisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk
menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah simfisis. Sementara itu lakukan
tarikan pada kepala janin kearah posterokaudal dengan mantap.
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan
karena akan mencederai pleksus brakialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah
selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Manuver ini cukup
sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan
sampai sedang.
Gherman dan rekannya (2000) menganalisa manuver McRoberts dengan
pelvimetri radiologik. Mereka mendapati bahwa manuver ini dapat membuat
pelurusan relatif sakrum terhadap vertebra lumbal, bersama dengan rotasi simfisis
pubis ke arah kepala ibu yang menyertainya serta pengurangan sudut kemiringan
panggul. Meski manuver ini tidak memperbesar ukuran panggul, rotasi panggul ke
arah kepala cenderung membebaskan bahu depan yang terjepit. Gonik dan rekannya
(1989) menguji posisi McRoberts secara obyektif pada model di laboratorium dan
menemukan bahwa manuver ini mampu mengurangi tekanan ekstraksi pada bahu
janin (lih. Gambar 3).

11
Gambar 5. Manuver McRoberts.

2. Manuver Massanti
Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan
traksi curam bawah pada kepala janin, ini disebut sebagai disimpaksi bahu anterior
atau manuver Massanti (lihat. Gambar ) .

Gambar 6. Penekanan suprapubik pada manuver Massanti.

3. Manuver Rubin,
Manuver rubi yang terdiri dari dua tahapan yaitu :
Pertama, kedua bahu janin diayun dari satu sisi ke sisi lain dengan
memberikan tekanan pada abdomen.
Bila hal ini tidak berhasil, tangan yang berada di panggul meraih bahu yang
paling mudah diakses, yang kemudian didorong ke permukaan anterior bahu. Hal ini
biasanya akan menyebabkan abduksi kedua bahu, yang kemudian akan menghasilkan
diameter antar-bahu mengecil dan pergeseran bahu depan dari belakang simfisis pubis

12
Gambar 7. Manuver Rubin

4. Manuver Wood’s corkscrew,


Manuver yang dilakukan dengan memutar bahu belakang secara progresif
sebesar 180 derajat dengan gerakan seperti membuka tutup botol, sehingga
diharapkan dapat membebaskan bahu anterior yang terjepit.
Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari tangan yang
berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan,
punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan dibagian depan bahu posterior.
Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu
anterior dan posisinya berada dibawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior
memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi
seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan (lih. Gambar 4).

13
Gambar 8. Manuver Wood’s corkscrew.
5. Manuver Schwartz
Manuver ini dilakukan dengan operator memasukkan tangan kedalam vagina
menysuri humerus posterior janin kemudian fleksi lengan posterior atas didepan
dengan mempertahankan posisi fleksi siku, tangan janin dicekap dan lengan
diluruskan melalui wajah janin, lengan posterior dilahirkan

Gambar 9. manuver schwartz

6. Manuver Gaskin
Gaskin Manuver dengan melakukan perubahan posisi yaitu saat ibu dalam posisi
berbaring, si ibu langsung diminta untuk berputar dan mengubah menjadi posisi
merangkak

14
Gambar 10. manuver gaskins

7. Pematahan os clavicula, yang dilakukan secara sengaja dengan cara menekan


klavikula anterior terhadap ramus pubis dapat dilakukan untuk membebaskan bahu
yang terjepit. Namun, pada praktiknya, sulit mematahkan klavikula secara sengaja
pada bayi besar. Fraktur klavikula biasanya akan sembuh dengan cepat, dan tidak
seserius cedera nervus brakhialis, asfiksia atau kematian.

8. Kleidotomi, yaitu memotong klavikula dengan gunting atau benda tajam lain, dan
biasanya dilakukan pada janin mati (lih. Gambar 9).

Gambar 11. Kleidotomi

9. Simfisiotomi, ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang
panggul kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas.

15
10. Manuver Zavanelli,
Manuver ini bertujuan untuk mengembalikan kepala ke dalam rongga panggul dan
kemudian melahirkan secara sesar. Bagian pertama dari manuver ini adalah
mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau oksiput posterior bila kepala
janin telah berputar dari posisi tersebut. Langkah kedua adalah memfleksikan kepala
dan secara perlahan mendorongnya masuk kembali ke vagina, yang diikuti dengan
pelahiran secara sesar (lih. Gambar 8). Terbutaline (250 mg, subkutan) dapat
diberikan untuk menghasilkan relaksasi uterus.

Gambar 9. Manuver Zavanelli

Beberapa literatur mengungkapkan beberapa cara dalam mengatasi distosia bahu yaitu
Manajemen ALARMER dan 4 P.
Manajemen ALARMER :1,3

Ask for help (Minta bantuan)

 Diperlukan penolong tambahan untuk melakukan manuver McRoberts dan penekanan


suprapubik.
 Menyiapkan penolong untuk resusitasi neonatus.

Lift / hyperflexion Legs


Hiperfleksi kedua kaki (Manuver McRobert), distosia bahu pada umumnya akan
teratasi dengan manuver ini pada 70% kasus.
Anterior shoulder disimpaction (disimpaksi bahu depan)

16
Penekanan suprapubik (Manuver Massanti) dan pendekatan pervaginam dengan
adduksi bahu depan dengan tekanan untuk mempermudah aspek bahu belakang (yaitu
dengan mendorong ke arah dada) sehingga akan menghasilkan diameter terkecil
(Manuver Rubin)
Rotation of the posterior shoulder (Pemutaran bahu belakang)
Manuver ini dilakukan dengan memutar 180 derajat bahu psterior sehingga menjadi
bahu anterior (Manuver Woodscrew)
Manual removal posterior arm (Manuver Jacquemier)
Ditentukan siku lengan posterior bayi, difleksikan dengan tekanan pada fossa
antecubital sehingga tangan bayi dapat dipegang. Tangan tersebut kemudian ditarik
hingga melewati dada bayi sehingga keseluruhan lengan dapat dilahirkan.

Episiotomi

Prosedur ini secara tidak langsung membantu penanganan distosia bahu, dengan
memungkinkan penolong untuk meletakkan tangan penolong ke dalam vagina untuk
melakukan manuver tertentu.

Roll over onto ‘all fours’ (knee-chest position/ Manuver Gaskin)


Langkah ini memungkinkan posisi bayi bisa bergeser dan terjadi disimpaksi bahu
anterior. Hal ini juga memungkinkan akses yang lebih mudah untuk memutar bahu
posterior atau bahkan melahirkannya langsung (lih. Gambar 10)

Gambar 10. Gaskin Manuver

Hindari 4 P :
a. Panic (Panik)
b. Pulling (Menarik)

17
c. Pushing (Mendorong)
d. Pivot

Jika cara tersebut sudah dilakukan dan distosia bahu tetap belum teratasi maka dapat
dilakukan:
1. Manuver Zavanelli

2. Kleidotomi

3. Simfisiotomi

Bila distosia bahu telah berhasil ditangani, maka dilakukan :2

 Penilaian bayi untuk mengetahui adanya trauma.


 Analisa gas darah tali pusat.
 Penilaian ibu untuk tears pada saluran genital.
 Manajemen aktif kala III untuk mencegah perdarahan postpartum.
 Mencatat manuver yang telah dilakukan.
 Menjelaskan semua langkah yang telah dilakukan kepada ibu dan keluarga yang
mungkin ada pada saat dilakukan penanganan.

Komplikasi1,3,4

Kegagalan melahirkan bahu secara spontan dapat mengakibatkan cacat


permanen baik pada ibu maupun pada janin dengan resiko tinggi. Komplikasi
tersering yang terjadi adalah perdarahan dan laserasi derajat IV perineum. Komplikasi
lain yang dapat terjadi adalah laserasi vagina dan serviks beserta atonia uteri. Harus
diperhatikan bahwa manuver heroik seperti Zavanelli manuver dan simpisiotomi
sering mengakibatkan kecacatan pada ibu.
Cedera pleksus brachialis (Erb-Duschenne’s : cedera pada saraf tepi C5-C6;
klumpke pulsy : cedera pada saraf tepi C8-T1) adalah satu dari sekian banyak
komplikasi distosia bahu yang terpenting dan berbahaya. Banyak kasus distosia bahu
dapat diselesaikan tanpa terjadinya cedera pleksus brachialis dan kurang lebih 10%
kasus distosia bahu menyebabkan kecacatan permanen pleksus brachialis.

18
Walaupun distosia bahu dan penggunaan manuver dalam penatalaksanaan
distosia bahu sering duhubungkan dengan kelemahan otot di atas, cedera plexus
brachialis juga dapat terjadi pada persalinan pervaginam. Mekanisme yang mungkin
terjadi pada cedera akibat persalinan intrauterin adalah akibat tekanan endogeneous
propulsive dari uterus ketika bayi berada pada OUE, kegagalan bahu untuk berputar,
kelainan tekanan intrauterin akibat kelainan pada uterus (fibroid, septum intrauterin,
uterus bikornuate). Semua kondisi ini dapat menyebabkan cedera plexus brachialis.
Selain itu, tekanan berlebihan saat traksi juga dapat menyebabkan cedera ini. Cedera
tidak hanya disebabkan oleh karena traksi namun juga bisa diakibatkan oleh karena
tenaga pendorong ibu.
Komplikasi lain akibat distosia bahu seperti fraktur klavikula dan humerus
dapat saja sembuh tanpa cacat.
Sedangkan beberapa komplikasi lain yang fatal dari distosia bahu dapat
menyebabkan hipoksia-iskemik enselofati dan bahkan kematian.
Tabel 2. Komplikasi Distosia Bahu

Prognosis

Apabila persalinan dengan disproporsi kepala panggul tanpatindakan yang tepat, maka: 2

 Bahaya pada ibu :


a. Partus lama yang sering disertai dengan pecahnya ketuban, bakterimenyebabkan
bakteremia, infeksi intrapartum, dehidrasi, danasidosis.
b. Apabila kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, menyebabkan peregangan dan
penipisan berlebihan segmen bawah uterus sering menimbulkan cincin retraksi
patologis bandl. Jika tidak segeradiambil tindakan akan menyebabkan ruptur uteri.

19
c. Dalam disproporsi kepala panggul, bagian terbawah janin akanmenekan tulang dan
pintu panggul dengan kuat dan lama yang akanmenimbulkan gangguan sirkulasi
dengan akibat terjadinya iskemiadan kemudian nekrosis pada tempat tersebut.
Beberapa hari setelahmelahirkan akan terjadi fistula vesikoservikalis, atau
fistulavesikovaginalis, atau fistula rektovaginalis.
d. Peregangan dan pelebaran dasar panggul menyebabkan terjadinyaperubahan
fungsional dan anatomik otot, saraf, dan jaringan ikat.
 Bahaya pada janin :
a. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, ditambah dengan infeksi
intrapartum.
b. Persalinan panggul sempit menyebabkan kaput suksedaneum.
c. Molase (molding) atau lempeng tulang tengkorak yangbertumpang tindih tidak
menimbukan kerugian yang nyata, tetapi apabila terdapat distorsi yang mencolok,
molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin,dan
perdarahan intrakranial janin.
d. Penekanan tulang-tulang panggul pada jaringan di atas tulangkepala janin, dapat
menyebabkan fraktur pada os parietalis

20
BAB III

KESIMPULAN

1. Distosia bahu termasuk dalam kedaruratan obsetri, sehingga dibutuhkan tindakan segera.
2. Distosia bahu menyebabkan komplikasi serius pada ibu dan janin.
3. Faktor risiko distosia bahu dapat terjadi pada saat antepartum maupun intrapartum.
4. Manajemen penanganan distosia bahu disebut ALARMER, yang terdiri dari:
Ask for help (Minta bantuan)

Lift/hyperflex Legs

Anterior shoulder disimpaction (disimpaksi bahu depan)

Rotation of the posterior shoulder (Pemutaran bahu belakang)

Manual removal posterior arm (Manuver Jacquemier)

Episiotomi

Roll over onto ‘all fours’ (knee-chest position/ Manuver Gaskin)

21
Daftar Pustaka
1. Allen, Robert H. Shoulder dystocia. 2016. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1602970-overview.
2. Akbar H, Prabowo AY, Rodiani. Kehamilan aterm dengan distosia bahu. Medula
Edisi November 2017. Vol 7. Nomor 4. Lampung: Fakultas Kedokteran Unila. 2017.

3. Manuaba C, Manuaba F, Manuaba IBG. Pengantar Kuliah Obsetri. Jakarta: EGC; 2007.
4. Cuningham, F Gary. Distosia: kelainan presentasi, posisi, dan perkembangan janin.
Dalam: Obstetri William Edisi 21. Vol 1. Jakarta : EGC; 2010.
5. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan sarwono. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

22

Anda mungkin juga menyukai