Anda di halaman 1dari 70

Saya

UNIVERSITAS TUN HUSSEIN ONN MALAYSIA

KONFIRMASI STATUS TESIS MAGISTER

DAMPAK FAKTOR KEBERHASILAN KRITIS TERHADAP PRAKTIK


LEAN SIX SIGMA DI LINGKUNGAN REVOLUSI INDUSTRI 4.0
TERHADAP KINERJA SEKTOR MANUFAKTUR MALAYSIA

SESI AKADEMIK : 2019/2020

SAYA,SHAFEEKA FADLIKH BINTI ZAMRI, setuju untuk mengizinkan Tesis Master ini disimpan di
Perpustakaan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Tesis Master ini adalah milik Universiti Tun Hussein Onn Malaysia. 2.
Perpustakaan berhak membuat salinan untuk tujuan pendidikan saja.
3. Perpustakaan diperbolehkan membuat salinan laporan ini untuk pertukaran pendidikan antar perguruan
tinggi.
4.**Harap Tandai (√)

RAHASIA (Berisi informasi yang memiliki keamanan tinggi atau sangat penting bagi Malaysia
sebagaimana DITENTUKAN berdasarkan
UNDANG-UNDANG RAHASIA RESMI 1972)

RESTRICTED (Berisi informasi yang dibatasi sebagaimana ditentukan oleh organisasi/lembaga


tempat penelitian dilakukan)

AKSES GRATIS

Disetujui oleh,
(TANDA TANGAN PENULIS) (TANDA TANGAN PENGAWAS) PM. Ts. Dr.Md Fauzi
Ahmad

Alamat tetap::

RUMAH NO.2, SK BEBULOH LAUT,


DESA BEBULOH LAUT,
87000, WP LABUAN
02.06.2020 02.06.2020 Tanggal : _______________________ Tanggal: __________

CATATAN:
** Apabila Tesis Magister ini tergolong RAHASIA atau TERBATAS, mohon lampirkan surat dari
instansi/organisasi terkait yang menyatakan alasan dan jangka waktu klasifikasi tersebut.
2
Tesis ini telah diperiksa pada saat ini
dan cukup memenuhi ruang lingkup dan mutu untuk keperluan pemberian gelar
Magister.

Ketua:

TS. dr. LEE DAN CHUAN


Fakultas Manajemen Teknologi dan Bisnis
Universitas Tun Hussein Onn Malaysia

Penguji:

TS. DR.YUNOS BIN NGADIMAN


Fakultas Manajemen Teknologi dan Bisnis
Universitas Tun Hussein Onn Malaysia

TS. Dr. TAN OWEE KOWANG


Fakultas Manajemen
Universitas Teknologi Mara Malaysia
Saya

DAMPAK FAKTOR KEBERHASILAN KRITIS TERHADAP PRAKTIK LEAN


SIX SIGMA DI LINGKUNGAN REVOLUSI INDUSTRI 4.0 TERHADAP
KINERJA SEKTOR MANUFAKTUR MALAYSIA

SHAFEEKA FADLIKH BINTI ZAMRI


Tesis yang diajukan untuk memenuhi persyaratan pemberian gelar Magister Sains
Manajemen Teknologi

Fakultas Manajemen Teknologi dan Bisnis


Universitas Tun Hussein Onn Malaysia

SEPTEMBER 2020
ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya dalam proyek ini adalah milik saya kecuali
kutipan dan ringkasan yang telah diakui sebagaimana mestinya

Siswa : .................................................................. SHAFEEKA


FADLIKH BINTI ZAMRI
02.06.2020
Tanggal : ………………………………………………….

Pembimbing : .................................................................. PROFESOR


ASOSIASI.TS.DR.MD
FAUZI BIN AHMAD@MOHD
02.06.2020
Tanggal : ………………………………………………….
aku aku aku

Dedikasinya khusus kepada kedua orang tuaku tercinta, yang selalu mendukungku
dalam suka dan duka selama perjalanan di luar bumi ini, saudara-saudaraku,
sahabat-sahabatku, keluarga besarku dan kepada seluruh jiwa-jiwa yang penting
dalam hidupku.
iv

PENGAKUAN

Pertama-tama, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang Maha
Tinggi dan Maha Kuasa atas limpahan rahmat-Nya sepanjang perjalanan petualangan
saya dalam menyelesaikan skripsi S2 saya dengan penuh kemenangan. Tanpa rahmat-
Nya, mimpi ini tidak akan menjadi kenyataan. Tak terlupakan, adalah dua orang
paling istimewa yang saya berhutang budi, yang selalu mendampingi saya dan selalu
mendengarkan dan membantu saya dalam setiap tantangan yang saya lalui selama
perjalanan ini. Penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan kepada kedua orang
tua saya yang cantik, Bapak dan Ibu Zamri. Apresiasi yang sebesar-besarnya dan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya saya persembahkan kepada pembimbing
penelitian saya, Prof.Madya.Ts.Dr.Md.Fauzi Bin Ahmad@Mohamad, yang telah
memberikan bimbingan dan waktu yang berharga selama penelitian berlangsung.
Merupakan sebuah kesempatan emas dan suatu kehormatan bisa berada di bawah
bimbingan seorang akademisi yang ahli. Selain itu saya juga menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang terlibat atas
terselesaikannya penelitian ini. Dan yang tak kalah pentingnya, kepada teman-teman
semua yang telah berbagi nasehat, bimbingan dan waktunya, sekali lagi saya ucapkan
terima kasih.
di dalam

ABSTRAK

Lean Six Sigma (LSS) saat ini dianggap sebagai mesin vital yang mendorong
keunggulan kinerja sektor manufaktur di era revolusi industri 4.0 (IR 4.0). Meskipun
demikian, kinerja sektor manufaktur Malaysia ditemukan mengalami penurunan
terutama pada indeks produksi industri (IPI), produktivitas tenaga kerja, dan
peringkat daya saing. Meskipun banyak studi empiris telah dilakukan mengenai faktor
keberhasilan LSS, namun hanya sedikit yang meneliti sektor manufaktur khususnya
di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk mengusulkan kerangka konseptual LSS dengan kehadiran alat dan teknik
(TATs) sebagai mediator dan IR 4.0 diuji sebagai moderator menuju pencapaian
kinerja kelas satu dengan mengadaptasi indikator Balanced Scorecard (BSC). Teori
kelembagaan, sistem dan kontingensi diterapkan dalam penelitian ini. Lima hipotesis
utama diajukan untuk mengembangkan kerangka konseptual berdasarkan model
persamaan struktural (SEM). Data diperoleh dari 205 perusahaan manufaktur dengan
tingkat respons 68,3%. Temuan model struktural menunjukkan bahwa LSS
mempunyai dampak signifikan terhadap indikator BSC dengan p-value<0,001.
Pengaruh tidak langsung TATs ditemukan dimediasi secara parsial pada hubungan
antara indikator LSS dan BSC dengan nilai variance accounted for (VAF) sebesar
53,6%. Berdasarkan uji moderasi IR 4.0 diperoleh hasil yang tidak signifikan dengan
p-value<0,05. Selain itu, temuan yang dicapai dalam penelitian ini memberikan
kesadaran tentang bagaimana mengintensifkan LSS melalui integrasi pengetahuan
baru seperti TAT untuk kinerja yang lebih baik dalam sektor manufaktur Malaysia.
Pada akhirnya, penelitian ini memberikan manfaat bagi perusahaan manufaktur
Malaysia dalam meningkatkan kualitas dan gambaran umum mengenai penerapan
LSS.
Kami
ABSTRAK

Lean Six Sigma (LSS) kini dianggap sebagai mesin penting yang mendorong
keunggulan kinerja sektor manufaktur di era Revolusi Industri 4.0 (IR 4.0). Namun
kinerja sektor manufaktur Malaysia ditemukan mengalami penurunan terutama dari
sisi indeks produksi industri (IPI), produktivitas pekerja, dan tingkat daya saing.
Meskipun berbagai studi empiris telah dilakukan mengenai faktor keberhasilan LSS,
namun hanya sedikit yang fokus pada sektor manufaktur, khususnya di negara
berkembang. Dengan itu, tujuan utama penelitian ini adalah mengusulkan kerangka
konseptual LSS dengan hadirnya tools dan teknik sebagai mediator serta IR 4.0 yang
teruji sebagai moderator dalam mencapai kinerja kelas satu dengan mengadaptasi
marker dari Balanced Scorecard (BSC) . Teori kelembagaan, sistem dan kontingensi
telah diterapkan dalam penelitian ini. Lima hipotesis utama diajukan untuk
membangun kerangka konseptual berdasarkan Structural Equation Modeling (SEM).
Data diperoleh dari 205 perusahaan manufaktur dengan tingkat respon sebesar 68,3%.
Temuan dari model struktural menunjukkan bahwa LSS berpengaruh signifikan
terhadap penanda BSC dengan nilai p<0,001. Efek tidak langsung TAT ditemukan
hanya memediasi sebagian hubungan antara penanda LSS dan BSC dengan total
Variance Accounted For (VAF) sebesar 53,6%. Berdasarkan uji moderator IR 4.0
diperoleh hasil yang tidak signifikan dengan nilai p>0,05. Temuan dari penelitian ini
juga memberikan kesadaran tentang bagaimana mengintensifkan LSS melalui
kombinasi pengetahuan baru seperti TAT untuk kinerja yang lebih baik di sektor
manufaktur Malaysia. Terakhir, penelitian ini memberikan ide peningkatan kualitas
yang lebih baik dan gambaran umum mengenai penerapan LSS kepada perusahaan
manufaktur Malaysia.
vii

ISI

JUDUL i PERNYATAAN ii PERSEMBAHAN iii UCAPAN


TERIMA KASIH iv ABSTRAK v DAFTAR ISI vi DAFTAR
TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR SIMBOL DAN
SINGKATAN xviii DAFTAR LAMPIRAN xx
BAB 1 PENDAHULUAN 11.1 Pendahuluan 1 1.2 Latar Belakang Penelitian 1 1.3
Rumusan Masalah 4 1.3.1 Permasalahan Manajerial 4
1.3.2 Masalah Teoritis 7
1.4 Pertanyaan Penelitian 9 1.5 Tujuan Penelitian 9 1.6 Ruang
Lingkup Penelitian 10 1.7 Signifikansi Penelitian 10 1.8 Terminologi
11 1.9 Organisasi Tesis 13 1.10 Ringkasan 14
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 152.1 Pendahuluan 15 2.2 Lean Manufacturing 15
2.3 Six Sigma 17
viii

2.4 Lean Six Sigma 19 2.5 Faktor Kritis Keberhasilan LSS 22 2.5.1
Studi Pendahuluan Pengembangan Model LSS 33
2.5.2 Hasil Studi Pendahuluan 33 2.6 Variabel Independen:
Faktor Kritis Keberhasilan 35 LSS
2.6.1 Keterlibatan dan Komitmen Manajemen Puncak 35 2.6.2
Pelatihan dan Pendidikan 36 2.6.3 Perubahan Budaya 37 2.6.4
Infrastruktur Organisasi 37 2.6.5 Menghubungkan LSS
dengan Strategi Bisnis 38
2.7 Balanced Scorecard 38 2.7.1 Variabel Dependen: Balanced
Scorecard 41 Indikator
2.7.2 Indikator Keuangan 42 2.7.3 Indikator Pelanggan 42
2.7.4 Proses Bisnis Internal 43 Indikator
2.7.5 Indikator Pembelajaran dan Pertumbuhan 44 2.8 Revolusi
Industri 4.0 44 2.8.1 Sistem Cyber Fisik 47 2.8.2 Integrasi Sistem
Horizontal dan Vertikal 48 2.8.3 Internet of Things 48 2.8.4 Cloud
Computing 49 2.8.5 Augmented Reality 49 2.8. 6 Robot Otonom 50
2.8.7 Keamanan Siber 50 2.8.8 Manufaktur Aditif 51 2.8.9 Big Data
dan Analitik 51 2.8.10 Simulasi 52 2.9 Alat dan Teknik 52 2.10
Revolusi Industri 4.0 dan LSS 53 2.11 Revolusi Industri 4.0 di
Malaysia (Industry4WRD) 54
ix

2.11.1 Tantangan dan Peluang Industri 55


Revolusi 4.0 di Malaysia
2.12 Tinjauan Sektor Manufaktur di Malaysia 57 2.13 Ukuran
Perusahaan 59 2.13.1 Perusahaan Menengah 59
2.13.2 Perusahaan Besar 60
2.14 Mediator dan Moderator 61 2.14.1 Mediator: Alat dan Teknik
64
2.14.2 Moderator: Revolusi Industri 4.0 64
2.15 Teori 65 2.15.1 Teori Kelembagaan 65
2.15.2 Teori Sistem 66
2.15.3 Teori Kontingensi 66
2.16 Jurnal Rujukan Utama Pengembangan Framework 67 2.17
Pengembangan Hipotesis dan Kerangka Konseptual 70 2.17.1
Hubungan Indikator LSS dan BSC 70
2.17.2 Hubungan Indikator LSS dan BSC 72
Dengan Efek Mediator
2.17.2.1 Hubungan antara LSS dan 72
TAT
2.17.2.2 Hubungan antara TAT dan 72
Indikator BSC
2.17.2.3 Hubungan antara LSS, TAT 73
dan Indikator BSC
2.17.3 Hubungan Indikator LSS dan BSC 74
Dengan Efek Moderator
2.17.3.1 Hubungan antara LSS, BSC 74
Indikator dan IR 4.0
2.18 Kerangka Konseptual 76 2.19 Ringkasan 77

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 783.1 Pendahuluan 78 3.2 Desain


Penelitian 78
X

3.3 Struktur Keseluruhan Metodologi Penelitian 79 3.4 Survei


Kuesioner 81 3.5 Instrumen Survei 81
3.5.1 Desain Kuesioner 81 3.5.2 Penskalaan Kuesioner 82
3.5.3 Struktur Kuesioner 82 3.5.4 Bagian Kuesioner 82
3.6 Measurement of Variables 83 3.6.1 Operationalization of Critical
Success Factors 83 3.6.1.1 Operationalization of TMIAC 84
3.6.1.2 Operationalization of TAE 84 3.6.1.3
Operationalization of CC 85 3.6.1.4 Operationalization of OI
86 3.6.1.5 Operationalization of LLSSTOBS 86 3.6 .2
Operasionalisasi Balanced Scorecard 87 Indikator
3.6.2.1 Operasionalisasi FI 87 3.6.2.2 Operasionalisasi
CI 88 3.6.2.3 Operasionalisasi IBPI 88 3.6.2.4
Operasionalisasi LAGI 89
3.6.3 Operasionalisasi Alat dan Teknik 89 3.6.4 Operasionalisasi
Revolusi Industri 4.0 90 3.7 Unit Analisis 91 3.8 Validitas Isi 91 3.9
Studi Percontohan 94 3.10 Prosedur Pengambilan Sampel dan
Pengumpulan Data 94 3.11 Metode Analisis Statistik 97 3.11.1
Penyaringan Data 97 3.11.2 Reliabilitas 97 3.11.3 Validitas 98 3.11.4
Analisis Data 99 3.11.4.1 Statistik Deskriptif Menggunakan 99 Paket
Statistik Sosial
Sains (SPSS)
xi

3.11.4.2 Pemodelan Persamaan Struktural 100


- Kuadrat Terkecil Parsial
(PLS-SEM).
3.12 Mengevaluasi Model Pengukuran dan Struktur 101
Menggunakan PLS
3.12.1 Model Pengukuran (Luar) 101
3.12.1.1 Keandalan Konsistensi Internal 101
3.12.1.2 Indikator Keandalan 102
3.12.1.3 Validitas Konvergen 102
3.12.1.4 Validitas Diskriminan 102
3.12.2 Model Struktural (Batin) 103
3.13 Hasil Studi Percontohan 104 3.13.1 Tingkat Respons Studi
Percontohan 105
3.13.2 Analisis Informasi Umum untuk Studi Percontohan 106
3.14 Analisis Eksplorasi Pabrik 111
3.14.1 Hasil EFA untuk CSF 111
3.14.2 Hasil EFA untuk Indikator BSC 113
3.15 Ringkasan 115BAB 4 HASIL DAN ANALISIS 1164.1 Pendahuluan 116 4.2
Penyaringan Data 116 4.2.1 Uji Normalitas 117
4.2.2 Tingkat Respon Survei 118
4.2.3 Uji Bias Nonrespon 119
4.2.4 Uji Bias Metode Umum 120
4.3 Analisis Informasi Umum 120 4.4 Analisis Deskriptif Konstruk
127 4.5 Penilaian Model Pengukuran 128 4.5.1 Reliabilitas
Konsistensi Internal (CR) 129
4.5.2 Keandalan Indikator 129
4.5.3 Validitas Konvergen 129
4.5.4 Validitas Diskriminan 132
4.6 Penilaian Model Struktural 137 4.6.1 Kolinearitas Lateral 137
xii

4.6.2 Analisis Jalur 138


4.6.3 Pengujian Hipotesis 139
4.6.4 Model Struktural Sesuai 141
4.7 Analisis Korelasi 144 4.8 Analisis Mediasi 145 4.8.1 Analisis
VAF 147
4.9 Analisis Moderasi 148 4.10 Ringkasan 150BAB 5 PEMBAHASAN DAN
KESIMPULAN 1525.1 Pendahuluan 152 5.2 Pembahasan Temuan 152 5.2.1
Pembahasan Temuan RQ1 152
5.2.2 Pembahasan Temuan RQ2 156
5.2.3 Pembahasan Temuan RQ3 157
5.2.4 Pembahasan Temuan RQ4 159
5.3 Kontribusi Penelitian 161 5.3.1 Kontribusi Teoritis 161
5.3.2 Kontribusi Praktis 162
5.4 Keterbatasan Penelitian 162 5.5 Arah Penelitian Masa Depan 164
5.6 Kesimpulan 165
DAFTAR PUSTAKA 166 LAMPIRAN 187 VITA 221
xiii

DAFTAR TABEL

2.1 Penyusunan definisi LSS 18 2.2 Faktor Kritis Keberhasilan Lean Six Sigma 21
2.3 Daftar CSF LSS yang Diterapkan pada Penelitian Sebelumnya 28 2.4 Hasil Studi
Pendahuluan 33 2.5 Peserta Studi Pendahuluan 33 2.6 Indikator Balanced Scorecard
dari Penelitian Sebelumnya 39 2.7 Mediator dan Moderator dari Penelitian
Sebelumnya Peneliti 62 2.8 Hubungan Indikator LSS dan BSC 71 2.9 Hubungan
Indikator LSS dan BSC dengan Mediator 73 Efek
2.10 Hubungan Indikator LSS dan BSC dengan Efek Moderator 74
3.1 Operasionalisasi Keterlibatan dan Komitmen Manajemen Puncak 83 3.2
Operasionalisasi Diklat 84 3.3 Operasionalisasi Perubahan Budaya 84 3.4
Operasionalisasi Infrastruktur Organisasi 85 3.5 Operasionalisasi Penghubung LSS
dengan Strategi Bisnis 86 3.6 Operasionalisasi Indikator Keuangan 87 3.7
Operasionalisasi Indikator Pelanggan 87 3.8 Operasionalisasi Indikator Proses
Bisnis Internal 88 3.9 Operasionalisasi Indikator Pembelajaran dan Pertumbuhan 88
3.10 Operasionalisasi Alat dan Teknik LSS 89 3.11 Operasionalisasi Revolusi
Industri 4.0 89 3.12 Validitas Isi Peserta 91
xiv

3.13 Pretesting 91 3.14 Ukuran Sampel 94 3.15 Krejcie dan Morgan Tabel 94 3.16
Pedoman Penilaian Model Pengukuran 102 3.17 Pedoman Penilaian Model
Struktural 103 3.18 Tingkat Respon untuk Studi Percontohan 104 3.19 Ringkasan
Uji Reliabilitas untuk Studi Percontohan 104 3.20 Ringkasan Informasi Umum
untuk Studi Percontohan 106 3.21 Uji KMO dan Bartlett untuk CSF 111 3.22 Hasil
Penjelasan Total Varians untuk CSF 111 3.23 Matriks Komponen yang Diputar
untuk CSF 112 3.24 Uji KMO dan Uji Bartlett untuk Indikator BSC 113 3.25 Hasil
Penjelasan Varians Total untuk Indikator BSC 113 3.26 Matriks Komponen yang
Diputar untuk Indikator BSC s 114 4.1 Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov 117 4.2
Tingkat Respon Survei untuk Survei Akhir 117 4.3 Uji Chi-Square untuk Bias Non-
Respon 118 4.4 Uji-t untuk Bias Non-Respon 119 4.5 Uji Bias Metode Umum 119
4.6 Hasil Deskriptif Informasi Umum 122 4.7 Statistik Deskriptif dan Peringkat
Keseluruhan LSS CSFs 126 4.8 Indikator Konstruk dalam Model 127 4.9 Hasil CFA
Model Pengukuran LSS CSFs 130 4.10 Hasil CFA Model Pengukuran Indikator
BSC 131 4.11 Cross-loading untuk LSS CSFs dan Indikator BSC 132 4.12 Fornell
dan Hasil Larcker untuk LSS CSFs 134 dan Indikator BSC
xv
4.13 Rangkuman Akhir Model Pengukuran Reflektif 135 4.14 Hasil Penilaian
Kolinearitas Lateral 137 4.15 Uji Hipotesis Model Struktural 139 4.16 Hasil
Kesesuaian Model Struktural 142 4.17 Korelasi Antar Hubungan 143 4.18 Uji
Hipotesis Alat dan Teknik Sebagai Mediator 145 4.19 Analisis VAF 146 4. 20
Pengujian Hipotesis tentang IR 4.0 sebagai Moderator 148 5.1 Ringkasan Hasil
Deskriptif CSFs 152 5.2 Ringkasan Hasil Hipotesis untuk Indikator LSS dan BSC
156 5.3 Ringkasan Hasil Hipotesis untuk Efek Mediasi TATs 158 5.4 Ringkasan
Hasil Hipotesis untuk Efek Moderasi IR 4.0 158
xvi

DAFTAR GAMBAR

1.1 Indeks Sektor Manufaktur 4 1.2 Kinerja Produktivitas Tenaga Kerja Sektor
Manufaktur (2015-2018) 5 1.3 Peringkat Daya Saing Malaysia 5 1.4 Organisasi
Tesis 12 2.1 Dasar-dasar Konsep dan Metode Lean 16 2.2 Metodologi Six Sigma 18
2.3 Sifat Komplementer dari Lean dan Six Sigma 20 2.4 Model Balanced Scorecard
38 2.5 Era Revolusi Otomasi Proses Industri 44 2.6 Teknologi dalam Revolusi
Industri 4.0 46 2.7 Tujuan Kebijakan Nasional IR 4.0 53 2.8 Laporan Kesiapan
Produksi Masa Depan 54 2.9 Persentase PDB Kuartal Kedua Tahun 2019 56 2.10
Jumlah Tenaga Kerja Industri Manufaktur 57 2.11 Ukuran Perputaran Penjualan dan
Jumlah Karyawan 59 2.12 Model Konseptual Pengaruh Mediator Tidak Langsung
60 2.13 Model Konseptual Efek Moderator 61 2.14 Teori Kelembagaan yang
Diterapkan dalam Penelitian 64 2.15 Teori Sistem yang Diterapkan dalam Penelitian
65 2.16 Kontingensi Teori yang Diterapkan dalam Penelitian 66 2.17 Model
Konseptual antara LSS dan OP dengan 67 Mediator SCS
2.18 Usulan Model Konseptual TQM dengan 67 Mediator TPM, SPC dan LP
xvii

2.19 Kerangka Teoritis antara CSF dan LSS 68 Keberhasilan Implementasi


Dimoderatori oleh Organisasi
Keyakinan dan Budaya
2.20 Model antara LSCM dan Peningkatan Kinerja 69 Dimoderatori oleh Teknologi
Industri 4.0
3.1 Diagram Alir Penelitian Keseluruhan 79 4.1 Lima Langkah Penilaian Model
Struktural 136 4.2 Grafik Hipotesis (nilai β) untuk Indikator LSS dan BSC 140
Tanpa Efek Mediator dan Moderator
4.3 Grafik Hipotesis (nilai t) untuk Indikator LSS dan BSC 141 Tanpa Efek
Mediator dan Moderator
4.4 Grafik Hipotesis (nilai β dan t) untuk Indikator LSS dan BSC dengan 145 Efek
Mediator
4.5 Nilai Koefisien Jalur 146 4.6 Grafik Hipotesis (nilai β dan t) untuk Indikator
LSS dan BSC dengan 148 Efek Moderator
xviii

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

AVE - Varians Rata-rata Diekstraksi


BCA - Bias Dikoreksi dan Dipercepat
BSC - Kartu Skor Berimbang
BSCI - Indikator Balanced Scorecard
CC - Perubahan Budaya
CFA - Analisis Faktor Konfirmatori
CI - Perbaikan Berkelanjutan
CPS - Sistem Fisik Cyber
CI - Indikator Pelanggan
CR - Keandalan Komposit
CSF - Faktor Keberhasilan yang Penting
DFSS - Desain untuk Six Sigma
DMAIC - Mendefinisikan, Mengukur, Menganalisis, Meningkatkan,
Mengontrol DMAICV - Mendefinisikan, Mengukur, Menganalisis,
Meningkatkan, Mengontrol, Memvalidasi DOSM - Departemen Statistik
Malaysia
DV - Variabel Dependen
EFA - Analisis Faktor Eksplorasi
FDI - Penanaman Modal Asing Langsung
FMM - Federasi Pabrikan Malaysia
FI - Indikator Keuangan
GE - General Listrik
PDB - Produk Domestik Bruto
IBPI - Indikator Proses Bisnis Internal
TIK - Teknologi Informasi dan Komunikasi IoT - Internet of Things
xix

IoS - Internet Layanan


IPI - Indeks Produksi Industri
TI - Teknologi Informasi
IR 4.0 - Revolusi Industri 4.0
IV - Variabel Independen
UKM - Kaiser-Meiyer-Olkin
LAGI - Indikator Pembelajaran dan Pertumbuhan
LLSSTOBS - Menghubungkan LSS dengan Strategi Bisnis
LM - Manufaktur Ramping
LSS - Bersandar Enam Sigma
MITI - Kementerian Perdagangan dan Industri Internasional OI -
Infrastruktur Organisasi
SEM - Model Persamaan Struktural
SmartPLS 3.0 - SmartPLS Versi 3.0
SPSS - Paket Statistik Ilmu Sosial
SS - Enam Sigma
TAE - Pelatihan dan Pendidikan
TAT - Alat dan Teknik
TMIAC - Keterlibatan dan Komitmen Manajemen Puncak TQM -
Total Quality Management
VAF - Varians Diperhitungkan
VIF - Faktor Inflasi Varians
R² - Koefisien Tekad
f² - Tingkat Ukuran Efek
Q² - Relevansi Prediktif
q² - Ukuran Efek
β - beta standar
xx

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN JUDUL

Kuesioner Survei Akhir 186 B Publikasi 196


1

BAB 1

PERKENALAN

1.1 Pendahuluan

Bab ini memberikan wawasan tentang pendahuluan dan latar belakang penelitian
penelitian ini. Fokus utama penelitian ini adalah mengenai praktik dan kinerja Lean
Six Sigma (LSS) perusahaan di sektor manufaktur Malaysia. Bagian 1.2 menjelaskan
latar belakang penelitian ini, diikuti oleh Bagian 1.3 dimana rumusan masalah
penelitian disorot dan dibagi menjadi dua subbagian yang menguraikan secara
terpisah mengenai permasalahan manajerial dan teoritis, didahului dengan Bagian 1.4
dan Bagian 1.5 yang masing-masing mencantumkan pertanyaan penelitian dan tujuan
penelitian. Ruang lingkup penelitian dan signifikansi penelitian dijelaskan pada
Bagian 1.6 dan Bagian 1.7 secara berurutan. Selanjutnya, Bagian 1.8 merinci
terminologi yang terlibat dalam penelitian ini, dilanjutkan dengan Bagian 1.9 yang
menggambarkan organisasi tesis penelitian ini dan terakhir di Bagian 1.10 merupakan
ringkasan bab ini.

1.2 Latar Belakang Penelitian

Sejak dekade terakhir, Lean Six Sigma (LSS) menjadi salah satu teknik peningkatan
proses bisnis paling terkenal dan mapan yang pernah dipraktikkan organisasi
(Antonydkk.,2017). Penerapan LSS untuk perbaikan berkelanjutan (CI) meningkat
pesat dalam beberapa dekade terakhir dan telah menjadi taktik praktik industri
(Timansdkk.,2012). Menurut Timansdkk.(2012), istilah LSS telah diperkenalkan ke
dalam literatur sejak tahun 2000 dan kemudian menjadi teknik peningkatan kualitas
yang paling banyak diterapkan terutama di organisasi besar di tingkat global.
2

sisi barat seperti General Electric (GE), Motorola dan juga Honeywell. LSS telah
dikenal karena tekniknya dalam membantu organisasi untuk mencapai peningkatan
proses (Gremyr & Fouquet., 2012). Saat ini, LSS juga sudah menjadi taktik bisnis
yang tidak lazim digunakan di semua jenis industri termasuk industri manufaktur,
industri jasa dan juga industri publik (Albliwidkk.,2015). LSS juga tersebar luas di
organisasi besar karena dampak LSS yang signifikan terhadap organisasi
kinerja keuangan dan non-keuangan organisasi (Bakardkk.,2015). LSS mencakup
kombinasi dari dua praktik perbaikan yang terkenal di semua organisasi di seluruh
dunia yaitu lean manufacturing dan juga six sigma (Timansdkk.,2012). Seperti yang
diungkapkan Bakardkk.(2015), integrasi antara lean manufacturing dan six sigma
memungkinkan kedua metode ini saling melengkapi untuk membantu organisasi
dalam mencapai kinerja, tujuan, dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi
yang sangat baik. Hollingshed (2018), mendefinisikan LSS sebagai pendekatan
perbaikan proses yang terdiri dari penggabungan metodologi lean manufacturing dan
six sigma. Pada tahun-tahun yang lalu, organisasi menerapkan kedua metodologi ini
agar dapat menyesuaikan diri dengan meningkatnya globalisasi, kemajuan teknologi,
dan untuk membiasakan diri dengan permintaan pasar baru (Hollingshed, 2016).
Sektor manufaktur Malaysia dianggap sebagai pemain utama dalam upaya negara-
negara berkembang untuk berkembang dan berkembang (Lee, 2019). Sektor
manufaktur Malaysia juga berperan penting dalam transformasi ekonomi Malaysia
(CEDAR, 2018). Malaysia terus menarik investasi besar-besaran ke sektor
manufaktur meskipun kondisi ekonomi sedang sulit saat ini (CEDAR, 2018). Sektor
manufaktur di Malaysia juga secara global dikenal sebagai sektor ke-17thnegara
pengekspor terbesar dan berkontribusi terhadap 85 persen total ekspor yaitu sekitar
RM68,68 miliar pada tahun 2019 (MATRADE, 2019). Selain sebagai tulang
punggung utama yang mendukung dan mengintensifkan kesejahteraan perekonomian
Malaysia, sektor ini juga terkenal dengan peluang kerja, investasi global, serta
pendirian bisnis baru (MITI, 2018b). Karena kemajuan teknologi yang pesat di
industri saat ini, banyak konsep baru telah dikembangkan di sektor manufaktur
(Qindkk.,2016). Oleh karena itu, untuk mengikuti kemajuan yang ada, Pemerintah
Jerman baru-baru ini memperkenalkan Revolusi Industri 4.0 (IR 4.0) atau revolusi
industri keempat pada tahun 2011 pada acara Hannover Fair (Rojko, 2017).
3

IR 4.0 juga telah menjadi fenomena di industri manufaktur di seluruh negara


berkembang bahkan di Malaysia. Untuk lebih menekankan hal ini, pada bulan
Oktober lalu, Malaysia telah meluncurkan Kebijakan Nasional Malaysia untuk IR 4.0
yang disebut Kebijakan Industri4WRD(Gnanasagaran., 2018). Industri4WRDTujuan
utamanya adalah untuk menekankan transformasi digital pada sektor manufaktur
Malaysia dan juga dikenal sebagai tahap keberhasilan berikutnya dalam sektor
manufaktur negara tersebut (Gnanasagaran, 2018). Selain itu, sektor manufaktur
Malaysia juga dikenal sebagai sektor yang menyumbang produk domestik bruto
(PDB) tertinggi di negara tersebut. Laporan empiris Departemen Statistik Malaysia
(2018), menyatakan bahwa sektor manufaktur Malaysia pada bulan Desember 2018
mencatat peningkatan sebesar 7,7 persen dan RM 72,3 miliar dibandingkan dengan
RM 67,3 miliar yang tercatat pada tahun 2017.
Di sisi lain, teknologi digital yang diusulkan oleh IR 4.0 juga mampu
mengembangkan metodologi perbaikan berkelanjutan khususnya LSS (Arcidiacono &
Pieroni, 2018). LSS yang dikenal terdiri dari variasi alat dan teknik telah dieksplorasi
dalam penerapannya untuk mempercepat proses penggalian wawasan utama dari Big
Data dan bagaimana Big Data dari IR 4.0 dapat membantu memodernisasi dan
menciptakan hal-hal baru di setiap proyek yang memerlukan penerapannya. dari LSS
(Arcidiacono & Pieroni, 2018). LSS TAT dikenal sebagai alat dan teknik yang
membantu organisasi dalam memperoleh keuntungan finansial, kepuasan pelanggan
dan karyawan serta peningkatan kualitas (Dumitrescu & Dumitrache, 2011). LSS juga
merupakan perbaikan proses jangka panjang dan sistematis yang bekerja lebih cepat,
lebih baik dan dengan biaya lebih rendah. Namun, LSS diyakini dianggap sangat
penting di negara-negara maju dibandingkan dengan negara-negara kurang
berkembang (Ghaleb et al., 2014). Ditambah lagi, seperti yang disebutkan oleh
Dumitrescu & Dumitrache. (2011), sebagian besar kasus yang menunjukkan
kegagalan dalam implementasi LSS disebabkan oleh kurangnya komitmen dari
manajemen puncak, karena pendekatan LSS menyiratkan perubahan budaya di semua
tingkatan organisasi khususnya manajemen puncak. Menurut Ghaleb dkk. (2014),
LSS TAT yang paling umum digunakan di sektor industri antara lain value stream
map (VSM), diagram sebab akibat, serta diagram alir proses.
4

1.3 Rumusan Masalah

Pada bagian ini, peneliti telah mengidentifikasi beragam kesenjangan mengenai isi
penelitian ini. Persoalan-persoalan tersebut kemudian dibedakan menjadi dua kategori
yaitu persoalan manajerial dan persoalan teoritis.

1.3.1 Masalah Manajerial

Permasalahan manajerial yang disoroti pada penjelasan lebih lanjut di bawah ini tidak
hanya membahas penggunaan RQ dalam penelitian ini. Namun permasalahan ini
menjadi alasan mengapa sektor manufaktur dipilih untuk menjadi fokus penelitian ini.
Permasalahan manajerial diidentifikasi dengan menyoroti kinerja sektor manufaktur
di Malaysia. Secara meyakinkan, ada tiga masalah yang teridentifikasi.
Pertama, menurut statistik yang dicatat oleh Departemen Statistik Malaysia
(DOSM) (2019), Indeks Produksi Industri (IPI) Malaysia ditemukan mengalami
sedikit penurunan dari 3,4 persen pada tahun 2018 menjadi 1,3 persen pada bulan
Desember 2019. IPI Malaysia Pertumbuhan diketahui disumbangkan oleh berbagai
sektor dan salah satu sektor tersebut tidak diragukan lagi adalah sektor manufaktur
yang sebenarnya memegang hampir 70 persen bobot IPI (Jaafar, 2019). Pada
dasarnya, IPI suatu sektor diukur berdasarkan perubahan volume produksi atau
dihitung berdasarkan laju perubahan komoditas industri dari waktu ke waktu
(Departemen Statistik Malaysia, 2020). Namun berdasarkan catatan DOSM (2019),
ditemukan bahwa kinerja sektor manufaktur khususnya menunjukkan penurunan
seperti terlihat pada Gambar 1.1. Sejak tahun 2017, indeks sektor manufaktur tercatat
sebesar 5,3 persen, pembacaan indeks kemudian menurun menjadi 4,4 persen pada
tahun 2018 dan terakhir turun menjadi 3,4 persen pada tahun 2019.

N
TAHUN
Indeks Sektor Manufaktur
DAN

DAN

5
Gambar 1.1: Indeks Sektor Manufaktur
DOSM (2019)

INDEKS SEKTOR MANUFAKTUR


6

0
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019

Isu manajerial kedua yang disoroti adalah produktivitas tenaga kerja. Di


bawah 11thRencana Malaysia (11MP) juga, pemerintah bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas di bidang manufaktur melalui dua strategi yaitu dengan meningkatkan
otomatisasi serta meningkatkan pengembangan keterampilan tenaga kerja (Oxford
Business Group., 2016). Malaysia Productivity Corporation (2019) juga menyebutkan
bahwa kekuatan utama yang mendorong pertumbuhan industri dan sektor adalah
kehadiran tenaga kerja yang efisien dan dinamis yang memenuhi tuntutan pasar kerja
di masa depan. Meskipun demikian, pada tahun 2018 ditemukan bahwa produktivitas
tenaga kerja mengalami penurunan masing-masing menjadi 2,4 persen dari 3,9 persen
pada tahun sebelumnya untuk sektor manufaktur seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1.2. Oleh karena itu, jika dilihat dari kinerja produktivitas tenaga kerja, perlu
adanya peningkatan produktivitas (Malaysia Productivity Corporation., 2019).
6

Gambar 1.2: Kinerja Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Manufaktur (2015-2018)


Malaysia Productivity Corporation (2019)

Selain itu, diungkapkan juga oleh World Economic Forum (WEF) dalam
Global Competitiveness Report (2019) yang baru saja diterbitkan, peringkat Malaysia
turun delapan tangga dari posisi ke-18.thtempat pada tahun 2016 ke 26thtempat pada
tahun 2017, tambah satu sayap menjadi 25 thtempat pada tahun 2018 dan sekali lagi
turun 2 tangga ke 27th peringkat dari 140 negara di dunia pada tahun 2019. Meskipun
Malaysia mampu meningkatkan indeks daya saingnya sekitar 0,2 poin pada tahun
2019 dengan skor 74,6 persen dari tahun sebelumnya, namun Malaysia tidak mampu
mempertahankan peringkat 25.thposisi pada tahun 2018 dan disusul oleh Spanyol dan
Uni Emirat Arab. Gambar 1.3 menunjukkan catatan statistik peringkat kompetitif
Malaysia.

Gambar 1.3: Peringkat Daya Saing Malaysia


Forum Ekonomi Dunia (2019)
7
1.3.2 Masalah Teoritis

Masalah teoritis yang diidentifikasi dalam penelitian ini bertujuan untuk memecahkan
masalah yang berkaitan dengan implementasi LSS. Ada enam permasalahan yang
menjadi fokus utama dalam penelitian ini.
LSS telah dikenal sebagai teknik perbaikan berkelanjutan hibrid terkini dan
terkenal yang telah membantu banyak organisasi di seluruh dunia untuk
meningkatkan efisiensi operasional dan menjadi lebih kompetitif di pasar global
(Cherrafidkk.,2016). Oleh karena itu, penerapan LSS memerlukan adanya komponen
penting yang dikenal sebagai faktor penentu keberhasilan (CSFs) untuk memastikan
bahwa setiap metode perbaikan berkelanjutan mempunyai peluang untuk berhasil
(Antonydkk.,2012). Menurut Assarlind & Aaboen (2014), sebagian besar CSF yang
diidentifikasi berasal dari organisasi yang telah menerapkan lean, six sigma, atau
LSS. Meskipun ada sejumlah penelitian sebelumnya yang dilakukan pada CSF lean
manufacturing (LM) atau six sigma (SS), tidak banyak penelitian yang dilakukan
pada LSS (Habidindkk.,2012). Penelitian terkini masih kurang untuk memandu
akademisi, praktisi, dan bahkan organisasi dalam menentukan CSF yang paling
signifikan untuk implementasi LSS (Landedkk.,2016). Untuk mengatasi masalah ini,
CSF terbaik untuk implementasi LSS diidentifikasi berdasarkan sumber literatur dan
masukan yang diperoleh dari para profesional industri melalui survei kuantitatif.
Penelitian ini juga fokus pada permasalahan hasil penelitian sebelumnya yang
tidak konsisten antara praktik LSS dan kinerja pada perusahaan menengah.
Perusahaan-perusahaan berukuran menengah telah menjadi salah satu perusahaan
yang paling berpengaruh dalam perekonomian Malaysia saat ini (Landedkk.,2016).
Namun, perusahaan skala menengah tampaknya kurang memahami penerapan LSS
dan peran manajemen puncak serta karyawan dalam proses tersebut
(Shokridkk.,2014). Praktik LSS semakin populer di organisasi besar seperti Motorala,
General Electric, dan Honeywell (Laureani & Antony, 2012; Timansdkk.,2012),
namun menurut Kumardkk.(2006), hanya terdapat sejumlah perusahaan kecil dan
menengah yang menerapkan praktik LSS. Berdasarkan Bakardkk.(2015) juga, konsep
LSS semakin populer hanya di kalangan organisasi berukuran besar karena
pengaruhnya yang sangat baik terhadap produktivitas, kualitas, dan juga hasil
keuangan. Selain itu, Farsi & Toghraee (2014) juga menyatakan bahwa karena
ukurannya, perusahaan menengah juga
8

menghadapi tantangan dalam sumber daya yang terbatas dan langka yang
mempengaruhi kemampuan untuk mengembangkan teknologi baru dan melakukan
adaptasi penting terhadap operasi saat ini. Selanjutnya implementasi LSS terhadap
pengukuran kinerja menggunakan indikator Balanced Scorecard (BSC) pada sektor
manufaktur. Pengukuran kinerja saat ini menjadi isu yang semakin besar di kalangan
peneliti dan praktisi karena masih diperdebatkan secara kritis (Jusohdkk.,2008). Saat
ini pertunjukan tradisional yang lazim digunakan banyak dikritik karena fokusnya
yang bersifat jangka pendek (Jusohdkk., 2008). Oleh karena itu, melalui kombinasi
luar biasa yang dipasarkan oleh BSC yang mengukur kinerja finansial dan non-
finansial, banyak perusahaan di seluruh dunia mulai mengadopsi BSC
(Jusohdkk.,2008). Selanjutnya Jusohdkk.(2008) secara statistik menyatakan bahwa
persentase perusahaan manufaktur Malaysia yang mengadopsi BSC tidak terlalu besar
dan dalam penelitian mereka sebelumnya disebutkan bahwa hanya 30 persen
perusahaan manufaktur di Malaysia yang telah menerapkan BSC baik seluruhnya
maupun sebagian. Hal ini disebabkan sebagian besar perusahaan manufaktur pada
umumnya tidak terpapar dengan dasar-dasar BSC (Jusohdkk.,2008). Hanya sedikit
studi empiris yang menyelidiki efek mediasi dan moderasi antara lean six sigma dan
kinerja pada penelitian sebelumnya (Jayaramandkk.,2015). Hasil yang tidak konsisten
ini disebabkan oleh mediator dan moderator yang diabaikan dalam desain penelitian
atau istilah mediator dan moderator digunakan secara tidak tepat (Fotopoulos &
Psomas, 2010). Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mengusulkan mediator
berdasarkan literatur sebelumnya yang telah diterapkan dan lebih komprehensif untuk
model yang diterapkan khususnya di negara berkembang seperti Malaysia. Oleh
karena itu, alat dan teknik diusulkan sebagai variabel mediasi. Menurut Sadikoglu &
Olcay (2014), alat dan teknik merupakan fitur teknis yang penting dalam industri.
Namun alat dan teknik LSS secara spesifik kurang ditekankan pada penelitian
sebelumnya oleh peneliti lain sebagai mediator (Sadikoglu & Olcay, 2014). Selain itu,
penelitian ini juga fokus pada kurangnya studi mengenai IR 4.0 dan teknologinya
sebagai variabel moderasi. Secara relatif, hanya dua penelitian yang menemukan
mengenai efek moderasi IR 4.0 (Tortorelladkk.,2018; GL Tortorelladkk.,2019)
menuju kinerja sebagai IR 4.0 merupakan fenomena global baru saat ini. Ditambah
lagi, Sandersdkk.(2016) menyatakan bahwa banyak perusahaan di seluruh dunia
masih kesulitan bagaimana teknologi canggih IR 4.0 dapat diadopsi ke dalam operasi
mereka. Kolbergdkk.(2017) juga menyebutkan bahwa integrasi IR 4.0 ke dalam
sistem manajemen manufaktur saat ini masih belum diteliti.
9

LSS telah diterapkan untuk membantu perusahaan dalam mempertahankan


kinerja dan mencapai hasil yang sangat baik. Namun IR 4.0 saat ini telah menjadi
faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi hasilnya. Hasil ini berbeda antara
negara maju seperti Jepang dan negara berkembang seperti Malaysia. Dengan
masukan LSS yang sama namun dengan tingkat praktik IR 4.0 yang berbeda, hasilnya
akan bervariasi. Oleh karena itu, penelitian ini telah mengatasi masalah ini dengan
menilai tingkat praktik IR 4.0 dalam organisasi manufaktur Malaysia khususnya
perusahaan menengah dan besar.
perusahaan berukuran.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan penelitian berikut: i. Berapa tingkat CSF
untuk praktik LSS di sektor manufaktur Malaysia?
ii. Apakah CSF untuk praktik LSS meningkatkan indikator BSC di sektor
manufaktur Malaysia?
aku aku aku. Apakah alat dan teknik LSS memediasi hubungan antara CSF untuk
praktik LSS dan indikator BSC?
iv. Apakah revolusi industri 4.0 memoderasi hubungan antara CSF untuk praktik
LSS dan indikator BSC?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:


Saya. Untuk menentukan tingkat luas CSF untuk praktik LSS di sektor
manufaktur Malaysia.
ii. Untuk mengidentifikasi apakah CSF untuk praktik LSS meningkatkan indikator
BSC di sektor manufaktur Malaysia.
aku aku aku. Untuk memverifikasi efek mediasi alat dan teknik LSS pada
hubungan antara CSF untuk praktik LSS dan indikator BSC. iv. Untuk
memverifikasi efek moderasi revolusi industri 4.0 pada hubungan antara CSF
untuk praktik LSS dan indikator BSC.
10

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini berkonsentrasi pada praktik CSF untuk praktik LSS terhadap indikator
BSC di perusahaan manufaktur Malaysia. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada
perusahaan menengah dan besar di sektor manufaktur Malaysia saja. CSF yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan listing dari penelitian-penelitian
sebelumnya antara tahun 2012 hingga tahun 2018 dan dilakukan studi pendahuluan
terhadap CSF tersebut untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Selain itu,
penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kuesioner dibagikan kepada
responden sasaran. Responden yang menjadi sasaran adalah manajemen menengah
seperti manajer penjaminan mutu atau kendali mutu, asisten manajer, insinyur
manufaktur, insinyur kualitas, insinyur penelitian dan pengembangan, manajer
peningkatan proses, manajer operasi, dan pakar LSS di perusahaan. Hasilnya
menunjukkan CSF terbaik untuk penelitian ini, termasuk dampaknya terhadap kinerja
finansial dan non-finansial perusahaan. Untuk TAT dalam penelitian ini, peneliti
fokus pada TAT LSS dan bagaimana tingkat pengaruh TAT dan IR 4.0 terhadap
indikator BSC.

1.7 Signifikansi Penelitian

LSS banyak dipraktikkan dalam organisasi saat ini, terutama organisasi berukuran
besar sebagai metode untuk terus meningkatkan kinerja dan juga memungkinkan
organisasi mempertahankan kualitas dan efisiensi. Untuk memastikan praktik LSS
berjalan lancar, CSF dianggap sebagai elemen peningkatan yang penting. Penelitian
ini berperan sebagai pedoman yang membantu organisasi, praktisi dan peneliti
mengenai CSF yang dapat diterapkan untuk mencapai hasil akhir yang maksimal dan
unggul. Di sisi lain, faktor-faktor lain yang berkontribusi seperti penerapan alat dan
teknik (TAT) LSS juga memainkan peran penting dalam membantu organisasi dalam
pemecahan masalah yang sekaligus membantu organisasi untuk meningkatkan kinerja
bisnis mereka. Penerapan indikator BSC dalam penelitian ini membantu organisasi
untuk menilai kinerjanya secara finansial dan non-finansial dengan penerapan empat
indikator yang umum digunakan. Praktik LSS adalah salah satu metodologi perbaikan
yang paling banyak diterapkan dan karena dunia global telah memulai Revolusi
Industri 4.0 (IR 4.0), penting bagi organisasi untuk mengetahui bagaimana LSS dapat
sangat membantu.
11

dengan teknologi maju yang akan datang di industri 4.0. Oleh karena itu, penelitian
ini telah memberikan kontribusi pengetahuan segar bagi para peneliti masa depan dan
profesional industri di perusahaan manufaktur Malaysia yang mencari pemahaman
mengenai masalah ini.

1.8 Terminologi

1) Manufaktur Ramping

Lean manufacturing dapat secara spesifik didefinisikan sebagai sebuah metodologi


sistematis dan pendekatan manajemen pada perusahaan terutama di sektor manufaktur
yang membantu dan bersekongkol dalam menghilangkan pemborosan yang tidak
menambah nilai pada proses, meningkatkan efisiensi serta menawarkan penciptaan
nilai sempurna yang tidak menghasilkan pemborosan. untuk mencapai kepuasan
pelanggan (Garredkk.,2017; Garza-Reyesdkk.,2012; Womack & Jones., 2003).

2) Enam Sigma

Six Sigma dijelaskan sebagai teknik berbasis data, yang mengakomodasi


pengurangan variasi proses, menghasilkan produk bebas cacat, penurunan biaya serta
strategi bisnis dan kualitas yang membantu meningkatkan kepuasan pelanggan
(Hollingshed, 2016; Pathiratne, Khatibi, & Md Johar, 2018; Rathilall & Singh, 2018).

3) Bersandar Enam Sigma

Lean Six Sigma didefinisikan sebagai gabungan sistem lean manufacturing murni dan
metodologi peningkatan six sigma yang efisien (Drohomeretskidkk.,2014). LSS juga
dianggap sebagai dua metode yang saling melengkapi dan membantu perusahaan
dalam mendorong kinerja dan memperoleh keunggulan kompetitif (Iyededkk.,2018;
Lebih Ringan, 2014).
12

4) Faktor Kritis Keberhasilan

Faktor keberhasilan kritis (CSF) diartikan sebagai keadaan, praktik, atau hal penting
yang dianggap perlu bagi perusahaan untuk memastikan semuanya berjalan dengan
sukses dan untuk mencapai tujuan tertentu (Aquilinidkk.,2017).
5) Revolusi Industri 4.0

Mendefinisikan tingkat praktik Revolusi Industri 4.0 (IR 4.0) di sektor manufaktur
yang melibatkan produksi atau industri berbasis manufaktur seperti manajemen data
besar, manufaktur berbasis cloud, penerapan produk dan layanan digital dengan
interaksi nyata dengan individu, penggunaan teknologi canggih seperti TI, serta
penerapan Internet of Things (IoT) dan Internet of Services (IoS) yang didorong oleh
teknologi yang terhubung (Baldassarredkk.,2017; Khan & Turowski, 2016;
Vaidyadkk.,2018; Zhoudkk.,2015).

6) Alat dan Teknik

Alat dan teknik LSS dapat didefinisikan sebagai roda gigi dan seperangkat alat yang
memerlukan keterampilan intelektual dan langsung di mana berbagai jenis alat dan
teknik dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan struktur organisasi yang
membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dan unggul. hasil akhir
(Dumitrescu & Dumitrache, 2011).

7) Kartu Skor Berimbang

Balanced Scorecard (BSC) awalnya didefinisikan sebagai sistem manajemen strategis


yang tetap mempertahankan ukuran keuangan sebagai faktor utama keberhasilan
perusahaan namun memandang fokus pelanggan, proses bisnis internal dan
pembelajaran dan pertumbuhan sebagai mekanisme yang mengoptimalkan nilai
pemegang saham (Kaplan & Norton, 1996 ).
13

1.9 Organisasi Tesis

Penelitian ini disusun, dibagi dan disusun menjadi lima bab. Kelima bab tersebut
diuraikan seperti pada Gambar 1.4.

DAMPAK FAKTOR KEBERHASILAN KRITIS TERHADAP PRAKTIK LEAN SIX


SIGMA DI LINGKUNGAN REVOLUSI INDUSTRI 4.0 TERHADAP KINERJA
SEKTOR MANUFAKTUR MALAYSIA
BAB 1 PENDAHULUAN

Bab satu berupa pendahuluan penelitian. Permasalahan yang disoroti pada Bab Satu meliputi latar
belakang penelitian, rumusan masalah, perkembangan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, ruang
lingkup penelitian, signifikansi penelitian dan terakhir ringkasan bab tersebut.

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

Bab dua mengulas literatur yang berkaitan dengan bidang penelitian dan dikategorikan menjadi beberapa
bagian. Bab ini lebih menyoroti definisi variabel independen, variabel dependen, variabel mediasi dan
moderasi, pengembangan hipotesis dan kerangka konseptual.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Bab ketiga memaparkan desain penelitian, populasi penelitian dan responden sasaran. Selain itu,
pertimbangan juga diberikan pada kerangka sampel dan fitur-fiturnya, teknik pengambilan sampel yang
dipilih dan deskripsi pilihan instrumen pengumpulan data, penentuan kuesioner, metode analisis data, uji
coba dan analisis EFA juga diuraikan dalam bab ini.

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

Bab empat memaparkan hasil dan analisis masing-masing tujuan penelitian dengan menggunakan metode
analisis PLS-SEM

BAB 5 : PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Bab lima menguraikan lebih lanjut hasil akhir analisis, menyoroti keterbatasan penelitian, serta
rekomendasi arah penelitian di masa depan.

Gambar 1.4: Organisasi Tesis


14

1.10 Ringkasan

Bab ini memaparkan gambaran umum bagian-bagian penting dalam penelitian seperti
pendahuluan tentang penelitian, latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, pertanyaan penelitian, makna dan ruang lingkup penelitian. Pada bab
berikutnya, penelitian ini membahas mengenai literatur yang berkorelasi, yaitu
mengulas berbagai literatur dengan tujuan akhir untuk mempunyai fokus yang jelas
mengenai penelitian.
15
BAB 2

TINJAUAN LITERATUR

2.1 Pendahuluan

Bab ini dibagi menjadi delapan belas bagian utama, masing-masing dengan subbagian
sebelumnya. Bab ini terutama terdiri dari definisi dan konsep setiap istilah yang
terlibat dalam penelitian ini. Definisi-definisi ini digunakan sebagai pedoman untuk
pengembangan kerangka konseptual penelitian ini. Selain itu, penjelasan mengenai
efek mediator dan moderator dari sudut pandang teori juga disajikan untuk
memberikan intisari yang lebih luas terkait penelitian.

2.2 Manufaktur Ramping

Saat ini, lean manufacturing (LM) telah menjadi salah satu ide manufaktur yang
paling banyak diterapkan di seluruh dunia (Gupta & Jain, 2013). Lean manufacturing
bukan merupakan sebuah konsep yang aneh lagi di sektor manufaktur namun
pencapaian lean manufacturing masih belum mencakup seluruh industri khususnya di
sektor manufaktur Malaysia (Dawaldkk.,2019). Menurut Kasher & Zhang (2018),
lean manufacturing secara luas disetujui untuk didirikan oleh Toyota Motor
Corporation setelah Perang Dunia II untuk meningkatkan efisiensi organisasi.
Womack & Jones (2003), menerapkan istilah 'lean' untuk menjelaskan pendekatan
yang diamati ketika Toyota Corporation di Jepang berupaya menghilangkan
pemborosan dan meningkatkan efisiensi. Lebih menekankan, Dawaldkk.(2019) juga
menyebutkan bahwa lean manufacturing pertama kali diperkenalkan melalui Toyota
16

Sistem Produksi yang fokus pada kualitas produksi namun menurut Rosedkk.(2013),
lean manufacturing paling baik dipraktikkan saat ini pada tahun 21stabad. Lean
didefinisikan sebagai teknik sistematis untuk mengurangi semua jenis pemborosan di
jalur perakitan dengan cara yang diterapkan, andal, dan hemat biaya (Kasher &
Zhang, 2018). Kasher & Zhang (2018) menyatakan bahwa pemborosan dapat
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang meningkatkan biaya produk seperti jam
pekerja yang terbuang, terlalu banyak pergerakan atau langkah berlebihan dalam
proses produksi. Dawaldkk.(2019) mendefinisikan lean manufacturing sebagai
metodologi yang membantu mengurangi pemborosan dalam proses produksi dan
tujuan utama lean manufacturing adalah untuk menawarkan penciptaan nilai
sempurna tanpa pemborosan kepada pelanggan. Lean manufacturing didasarkan pada
dasar menghilangkan aktivitas yang tidak menambah nilai pada produksi terutama
yang terkait dengan waktu, metode, proses, lokasi, orang, dan logistik
(Garredkk.,2017). Selain itu, Garza-Reyes et al.(2012) menyatakan bahwa lean
manufacturing adalah pendekatan manajemen terhadap produsen yang berupaya
membuat organisasi lebih kompetitif di pasar dengan meningkatkan efisiensi dan
menurunkan biaya dengan menyingkirkan proses yang tidak memberikan nilai
tambah serta menghilangkan inefisiensi dalam proses tersebut. Di sisi lain, Amitdkk.
(2014) mendefinisikan lean manufacturing sebagai memproduksi produk yang sama
dan lebih banyak daripada produksi massal tetapi menggunakan lebih sedikit tenaga,
lebih sedikit ruang, tidak ada inventaris baru, kualitas bagus, dan cacat lebih kecil.
Menerapkan lean manufacturing juga menawarkan keuntungan bagi
perusahaan seperti kepuasan pelanggan yang tinggi, penghapusan total pemborosan,
dan lebih sedikit upaya yang diperlukan untuk tingkat produksi yang sama
(Amitdkk.,2014). Menurut Garredkk.(2017), manfaat lean manufacturing adalah
membantu mengurangi sumber daya yang tidak bernilai tambah termasuk ruang,
material, peralatan dan juga tenaga kerja serta sangat membantu dalam
mengoptimalkan aliran material dan data untuk mencapai kualitas yang prima dalam
rangka untuk membuang sisa dan pengerjaan ulang.
Penerapan lean manufacturing di Malaysia dilakukan dengan dukungan yang
sangat kuat dan kerjasama yang sangat baik dari pemerintah dan juga bertujuan untuk
membawa Malaysia menuju tingkat manufaktur kelas dunia dengan daya saing tinggi
di pasar global (Dawaldkk.,2019). Gambar 2.1 menunjukkan konsep dasar prinsip dan
teknik lean dalam diagram alir oleh Dennis (2007). Berdasarkan model ini dinyatakan
bahwa tujuan utama lean manufacturing adalah memperoleh kualitas tertinggi dengan
biaya terendah dalam waktu sesingkat mungkin dengan menghilangkan pemborosan.
Dennis (2007), juga menyebutkan bahwa lean manufacturing berpegang pada dua
pilar utama
17

mencapai tujuan utama dalam mengurangi pemborosan yaitu jidoka, otomatisasi


dengan sentuhan manusia, pengiriman tepat waktu ke pelanggan serta kemampuan
untuk mengatasi pemborosan apa pun.

Gambar 2.1: Dasar-dasar Konsep dan Metode Lean


Dennis (2007)

2.3 Enam Sigma

Six Sigma adalah sebuah konsep yang dicetuskan oleh Motorola Incorporated di
Amerika Serikat (AS) pada tahun 1985 (Pathiratnedkk.,2018). Ditambah lagi, menurut
Pathiratnedkk.(2018) juga, metode peningkatan proses Six Sigma dibuat oleh Bill
Smith, insinyur keandalan Motorola yang telah dianggap sebagai salah satu
perkembangan terbaik dan penting dalam dekade ini. Menyadari bagaimana Six
Sigma berdampak pada bisnis Motorola, perusahaan manufaktur besar terkemuka
lainnya juga telah menerapkan inisiatif Six Sigma dalam sistem operasinya. Ditambah
lagi pada tahun 1995, dua perusahaan manufaktur ternama yaitu General Electric dan
Honeywell juga memperkenalkan Six Sigma sebagai langkah strategis yang
menyebabkan penyebaran industri yang cepat di seluruh dunia (Antony, 2014).
Pathiratnedkk.(2018), menyatakan bahwa Six Sigma adalah strategi kualitas
yang membantu mengurangi variasi proses dan membantu menurunkan biaya produk
serta
18
serta proses. Selain itu, Hollingshed (2016), mendefinisikan Six Sigma sebagai teknik
berbasis data yang disiplin untuk secara sistematis menghilangkan cacat dalam proses
atau produk apa pun dalam manufaktur atau layanan transaksional. Lebih
menekankan, Rathilall & Singh (2018) juga menyatakan bahwa tujuan utama metode
Six Sigma adalah untuk menghilangkan variasi dari proses dan upaya untuk
memproduksi produk bebas cacat. De Yesusdkk.(2016), menyebut Six Sigma sebagai
metodologi yang dapat dijelaskan baik dari segi statistik maupun bisnis.
Dalam istilah statistik, Six Sigma secara harfiah mengacu pada 3,4 cacat per
juta peluang (DPMO) dalam proses produksi tertentu, sedangkan dalam istilah bisnis,
Six Sigma mengacu pada strategi yang digunakan untuk meningkatkan pendapatan
bisnis dengan menghilangkan pemborosan, memotong biaya dari produksi.
manajemen kualitas yang buruk dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi seluruh
operasi untuk mengoptimalkan atau melampaui permintaan dan kepuasan pelanggan
(de Jesusdkk.,2016). Yousefi & Vencheh (2016), menyatakan bahwa Six Sigma
adalah teknik inovatif yang mengembangkan bisnis secara strategis karena Six Sigma
adalah metode berbasis pelanggan, sistematis, bermanfaat dan mampu
mengoptimalkan yang mencakup seluruh organisasi. Adapun Sreedharandkk.(2018),
penulis menyatakan bahwa Six Sigma adalah strategi bisnis yang mencari dan
menghilangkan alasan masalah keingintahuan dalam teknik dengan berfokus pada
keluaran yang disukai pelanggan. Menurut Erdoğan & Canatan (2015) juga, tujuan
utama Six Sigma adalah untuk mengurangi kesalahan dan mengobjektifikasi tingkat
kualitas dan konten Six Sigma yang terdiri dari tujuan menurunkan biaya,
meningkatkan kepuasan pelanggan, mengobjektifikasi optimalisasi dalam proses
bisnis. dan juga meningkatkan efisiensi tenaga kerja.
Berdasarkan Sreedharandkk.(2018), metode Six Sigma mengandalkan satu
perangkat terpenting untuk menghilangkan cacat yaitu Define, Measure, Analyse,
Improve and Control (DMAIC) atau Define, Measure, Analyse, Design and Verify
(DMADV). Yousefi & Vencheh (2016), menyebutkan ada dua metodologi utama
yang terlibat dalam Six Sigma yaitu DMAIC dan DFSS. DMAIC digunakan ketika
proses yang ada turun di bawah tingkat yang diharapkan sedangkan DFSS digunakan
untuk merancang produk baru menggunakan metodologi Six Sigma (Erdoğan &
Canatan, 2015). Ditambah lagi, menurut Erdoğan & Canatan (2015), DMAIC paling
sering diterapkan dalam organisasi untuk mencapai perkembangan signifikan dengan
mengurangi atau meminimalkan faktor variasi dalam proses biasa. Di sisi lain, DFSS
digunakan untuk fokus pada peramalan dan peningkatan kualitas sebelum suatu
produk atau
19
proses telah selesai (Erdoğan & Canatan, 2015). Antony (2014), menyatakan bahwa
metodologi DMAIC merupakan komponen yang paling menarik dibalik proyek
perbaikan proses Six Sigma dan DMAIC hanya digunakan untuk memperbaiki proses
yang sudah ada. Jika dikatakan bahwa proses yang ada tidak dapat ditingkatkan lebih
lanjut, maka organisasi tertentu perlu mendesain ulang produk atau proses
menggunakan metodologi Six Sigma DFSS (Antony, 2014). Gambar 2.2
menunjukkan model metodologi Six Sigma yang umum digunakan di seluruh dunia.

Gambar 2.2: Metodologi Six Sigma


Antonius (2014)

2.4 Lean Enam Sigma

Tabel 2.1 menunjukkan kompilasi definisi LSS dari berbagai penulis pada tahun yang
berbeda.
Tabel 2.1: Penyusunan Definisi LSS
TID Definisi Berfokus pada Penulis
AK. Komponen

1. LSS fokus pada pendekatan perbaikan yang Kontinu Manvilledkk.


ditujukan untuk mengembangkan dan Peningkatan (2012)
meningkatkan kemampuan operasional.

2. Program LSS sering kali melibatkan berbagai Prioritas Proyek Hilton dan
proyek terobosan yang dibuat oleh sponsor Sohal (2012)
untuk memberikan dampak besar pada hasil
akhir suatu bisnis.

3. LSS melibatkan seorang ahli yang melihat Penyelesaian masalah Arumugamdkk


proses atau aktivitas pekerja, peralatan, dan .(2012)
mencatat semuanya atau mengambil tindakan
penting untuk memastikan bahwa solusi yang
bermakna dan rasional dapat dibuat.

20

Tabel 2.1: (Lanjutan)


TID Definisi Berfokus pada Penulis
AK. Komponen

4. LSS adalah sistem yang membantu Kontinu Maleyeffdkk.


organisasi untuk meningkatkan operasi Peningkatan (2012)
bisnisnya, faktor ekonomi dan lingkungan
eksternal organisasi.

5. LSS merupakan suatu metodologi yang dapat Alat dan Teknik Psikogios dan
diterapkan pada semua jenis sektor industri, Tsironis
terutama metode utama yang dapat diterapkan (2012)
adalah metodologi DMAIC.

6. LSS memberikan kebijakan perbaikan yang Peningkatan Musa


melibatkan peralatan berbasis data yang kuat (2013)
untuk memecahkan masalah dan menciptakan
perbaikan berkelanjutan dengan biaya lebih
rendah.

7. LSS adalah program yang berfokus pada Kepuasan pelanggan Kurirdkk.


kepuasan pelanggan, pendekatan sistematis (2013)
yang bergantung pada implementasi data
untuk mengelola dan meningkatkan kualitas
proses.

8. LSS adalah kombinasi dari dua teknik Kontinu Memisahkan


perbaikan terkenal yaitu lean manufacturing Peningkatan (2013)
dan six sigma yang fokus pada peningkatan
proses produksi suatu perusahaan.
organisasi.

9. LSS adalah metode yang berfokus pada Perbaikan mutu Burchdkk.


peningkatan kualitas produk jadi dan (2014)
memastikan perbaikan berkelanjutan selama
proses dengan mengurangi variasi dan
menghilangkan pekerjaan yang tidak bernilai
tambah.

10. LSS mengintegrasikan alat dan metode Alat dan Teknik Vinodhdkk.
pengurangan variabilitas yang diperoleh dari (2014)
six sigma ke penghapusan limbah dan non-
nilai tambah dari lean manufacturing untuk
menurunkan biaya organisasi.

11. LSS telah menjadi taktik bisnis paling terkenal Kontinu Albliwidkk.
yang digunakan untuk perbaikan berkelanjutan Peningkatan (2015)
di sektor manufaktur, jasa, dan publik.

12. LSS adalah metodologi yang membantu Kontinu Tomasdkk.


organisasi untuk meningkatkan kinerja bisnis Peningkatan (2016)
dengan mengadaptasi fitur-fitur utama dari
lean manufacturing dan six sigma.

13. Konsep LSS muncul sebagai integrasi yang Alat dan Teknik Raval dan
seimbang antara filosofi lean dan metodologi Kant (2017)
six sigma.

14. LSS adalah hibrida untuk membantu Performa bisnis dalam


organisasi dalam mendorong kinerja untuk kepemilikandkk.
mendapatkan keunggulan kompetitif. (2018)

Berdasarkan Tabel 2.1, definisi tersebut kemudian dikategorikan dan dipersempit


menjadi komponen yang lebih kecil sehingga istilah LSS dapat disintesis dan
disederhanakan.
21

diperoleh. Komponen tertinggi yang menjadi fokus dari semua definisi adalah
perbaikan berkelanjutan serta alat dan teknik, sedangkan komponen seperti prioritas
proyek, penyelesaian masalah, kepuasan pelanggan, kinerja bisnis, dan peningkatan
kualitas paling sedikit dimasukkan dalam definisi penulis yang disebutkan di atas.
Lean Six Sigma (LSS) telah diterapkan di Barat selama hampir lebih dari dua dekade,
namun LSS baru saja menjangkau negara-negara Timur lainnya dan telah menjadi
teknik yang terkenal dalam meningkatkan kinerja organisasi mana pun (Albliwi &
Antony, 2016). Saat ini, LSS telah menjadi salah satu taktik bisnis yang paling
banyak diterapkan untuk menerapkan perbaikan berkelanjutan (CI) di hampir semua
jenis sektor industri seperti manufaktur, jasa, dan bahkan sektor publik
(Albliwidkk.,2015). dalam kepemilikandkk.(2018) mendefinisikan LSS sebagai
hibrida yang membantu mendorong kinerja organisasi untuk mendapatkan
keunggulan kompetitif. Di sisi lain, Drohomeretskidkk.(2014), menyatakan bahwa
LSS terbentuk dari kombinasi sistem produksi lean manufacturing murni dengan
metodologi perbaikan Six Sigma yang efektif dan kompeten. Untuk lebih spesifik
dalam metode LSS, lean manufacturing dan six sigma memiliki peran yang berbeda
terutama dimana lean manufacturing berfokus pada pekerjaan non-nilai tambah
(NVA) untuk memastikan proses yang lebih efisien sedangkan Six Sigma sebaliknya
menargetkan ketidaksesuaian atau cacat dalam proses. untuk menghilangkan limbah
(Lighter, 2014). Corbett (2011), menyatakan bahwa penerapan lean manufacturing
saja tidak dapat membantu organisasi dalam menghilangkan variasi dari proses dan
menerapkan Six Sigma secara terpisah juga tidak dapat membantu organisasi untuk
mengurangi dan menghilangkan semua jenis pemborosan dari proses. Oleh karena itu,
Lighter (2014) menunjukkan bahwa lean manufacturing dan Six Sigma saling
melengkapi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3: Sifat Komplementer dari Lean dan Six Sigma


Lebih Ringan (2014)
22

Menurut Albliwidkk.(2015), dan generasi baru juga telah melihat banyak organisasi
bereaksi terhadap pertumbuhan pasar global dengan mempraktikkan strategi LSS
untuk meningkatkan kinerja bisnis dan kompetensi operasional. Ya, yadkk.(2018)
juga menyebutkan bahwa LSS juga telah diterapkan oleh sejumlah organisasi untuk
meningkatkan proses inovatif dalam organisasi untuk mencapai output yang lebih
besar dengan sumber daya yang terbatas. Lebih menekankan, Timansdkk.(2016) juga
menyatakan bahwa LSS telah menjadi alat yang sangat populer untuk meningkatkan
dan memajukan keunggulan operasional di organisasi mana pun. Swarnakar &
Vinodh (2016), juga mendukung bahwa integrasi metodologi LSS dapat membantu
organisasi dalam meningkatkan pencapaian secara keseluruhan dan mendapatkan
hasil akhir yang lebih baik. Tsironis & Psychogios (2016) sepakat bahwa dengan
mempraktikkan LSS organisasi dapat meningkatkan lingkungan bisnis dan juga
kinerja organisasi.

2.5 Faktor Penting Keberhasilan Lean Six Sigma

Intisari atau filosofi penentuan CSF sebagai landasan dalam mengidentifikasi


kebutuhan organisasi dipopulerkan oleh Rockart pada tahun 1979 (Coronado &
Antony, 2002). Faktor penentu keberhasilan (CSF) adalah kondisi atau penerapan
atau persyaratan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik atau
untuk memungkinkan suatu organisasi mencapai tujuan tertentu (Aquilinidkk.,2017).
Menurut Aquilinidkk.(2017) juga, CSF penting karena CSF membantu perusahaan
mencapai kinerja bisnis yang unggul. Rockart (1979) meyakini bahwa CSF
merupakan faktor yang mempunyai peran yang sangat krusial dalam meningkatkan
keberhasilan suatu organisasi dan jika tujuan yang melekat pada CSF tidak tercapai
maka organisasi tidak akan berkinerja baik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
peneliti bertujuan untuk mengidentifikasi CSF untuk implementasi LSS dimana CSF
mewakili bahan atau rahasia penting bagi organisasi untuk mendapatkan peluang
sukses. Oleh karena itu, untuk memperoleh wawasan tentang faktor keberhasilan LSS
yang paling penting, tinjauan literatur terbaru tentang CSF LSS telah
dipertimbangkan dalam konten di sini. Pertama dan terpenting, tinjauan literatur yang
luas telah dilakukan untuk membuat daftar semua CSF yang telah diterapkan dalam
penelitian sebelumnya dari penulis dan tahun yang berbeda. Tabel 2.2 menyajikan
daftar CSF dari tahun 2001 hingga 2018.
23
Tabel 2.2: Faktor Penting Keberhasilan Lean Six Sigma
Tahun Variabel LSS Penulis

2001 1.1 Rencana penerapan Goldstein


1.2 Partisipasi aktif para eksekutif senior
1.3 Tinjauan proyek
1.4 Dukungan teknis (Master sabuk hitam)
1.5 Sumber daya penuh waktu vs paruh waktu
1.6 Pelatihan
1.7 Komunikasi
1.8 Pemilihan proyek
1.9 Pelacakan proyek
1.10 Program insentif
1.11 Lingkungan yang aman
1.12 Rencana pemasok
1.13 Pelanggan “WOW”

2002 2.1 Keterlibatan dan komitmen manajemen banuelas


2.2 Perubahan budaya &
2.3 Infrastruktur organisasi Antonius
2.4 Komunikasi
Pelatihan

2002 3.1 Komitmen dan keterlibatan manajemen Coronado


3.2 Pemahaman metodologi, alat dan teknik Six Sigma 3.3 &
Menghubungkan Six Sigma dengan strategi bisnis Antonius
3.4 Menghubungkan Six Sigma dengan pelanggan
3.5 Pemilihan, peninjauan dan pelacakan proyek
3.6 Infrastruktur organisasi
3.7 Perubahan budaya
3.8 Keterampilan manajemen proyek
3.9 Menghubungkan Six Sigma dengan pemasok
3.10 Pelatihan

2003 4.1 Komitmen manajemen yang berkelanjutan dan nyata Johnson


4.2 Melanjutkan pendidikan dan pelatihan bagi para manajer dan &
peserta 4.3 Menetapkan harapan yang jelas dan memilih pemimpin penggosok
proyek secara hati-hati dalam hal keterampilan kepemimpinan
4.4 Memilih dan memilih proyek-proyek penting yang strategis

2005 5.1 Kepemimpinan dan manajemen Achanga


5.2 Kemampuan finansial dkk.
5.3 Keterampilan dan keahlian
5.4 Budaya organisasi

2006 6.1 Keterlibatan manajemen dan komitmen organisasi 6.2 Kwak


Mendorong dan menerima perubahan budaya &
6.3 Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan Anbari
6.4 Pemilihan proyek

2007 7.1 Komitmen dan keterlibatan manajemen Antoniusdkk.


7.2 Komitmen seluruh perusahaan
7.3 Perubahan budaya
7.4 Menghubungkan Six Sigma dengan strategi bisnis
7.5 Mengintegrasikan Six Sigma dengan infrastruktur
keuangan 7.6 Infrastruktur organisasi
7.7 Pelatihan dan pendidikan
7.8 Program insentif
7.9 Fokus pelanggan
7.10 Memahami metodologi DMAIC
7.11 Keterampilan manajemen proyek
7.12 Prioritas dan seleksi proyek
7.13 Pelacakan dan peninjauan proyek
24

Tabel 2.2: (Lanjutan)


Tahun Variabel LSS Penulis

2010 8.1 Kepemimpinan yang berkomitmen Gnanaraj


8.2 Kemampuan finansial dkk.
8.3 Meningkatkan keterampilan dan keahlian personel
8.4 Budaya organisasi yang kondusif

2010 9.1 Keterlibatan dan komitmen manajemen puncak yang Abaolemaged


kuat 9.2 Pemilihan proyek six sigma
9.3 Mengubah budaya organisasi
9.4 Menyelaraskan proyek six sigma dengan tujuan bisnis
perusahaan 9.5 Kerja tim lintas fungsi
9.6 Komunikasi yang efektif
9.7 Infrastruktur (Organisasi dan TI)
9.8 Pelatihan
9.9 Menghubungkan Six Sigma dengan strategi bisnis, pelanggan,
HRM, pemasok 9.10 Pengukuran
9.11 Akuntabilitas
9.12 Memahami alat dan teknik

2010 10.1 Keterlibatan dan komitmen manajemen Jeyaraman


10.2 Sistem penghargaan dan pengakuan &
10.3 Kompetensi master sabuk hitam/sabuk hitam Di sana
10.4 Kemampuan keuangan perusahaan
10.5 Komunikasi dan penilaian yang sering terhadap hasil Lean Six
Sigma
10.6 Prioritas, seleksi, peninjauan dan pelacakan proyek

2010 11.1 Keterlibatan manajemen puncak Bersin


11.2 Perlu fokus pada perbaikan, bukan pelatihan
11.3 Penggunaan talenta terbaik untuk melakukan
inisiatif perbaikan 11.4 Membangun infrastruktur
pendukung
11.5 Pilih proyek yang tepat
11.6 Rencana untuk mempertahankan perbaikan pada awal inisiatif

2012 12.1 Komitmen sumber daya keuangan dan personel untuk inisiatif Antoniusd
tersebut kk.
12.2 Rencana penerapan strategi yang jelas (Krishan,
12.3 Pengembangan rencana komunikasi Cullen,
12.4 Arahan dan bimbingan yang jelas Kumar)
12.5 Sistem penghargaan dan pengakuan

2012 13.1 Komitmen dan keterlibatan manajemen puncak Antoniusd


13.2 Kepemimpinan kk.(Bhular,
13.3 Menghubungkan Six Sigma dengan strategi bisnis Kumar,
13.4 Pendidikan dan pelatihan pegunungan)
13.5 Pemahaman metodologi Six Sigma
13.6 Infrastruktur organisasi
13.7 Kesadaran akan alat yang berkualitas

2012 14.1 Keterampilan teknis fasilitator penempatan Hilton


14.2 Tingkat keterampilan interpersonal fasilitator penempatan &
14.3 Tingkat pengaruh fasilitator penempatan 14.4 Sohal
Keterampilan teknis pemimpin proyek peningkatan

25
Tabel 2.2: (Lanjutan)
Tahun Variabel LSS Penulis

2012 15.1 Keterlibatan dan komitmen manajemen Jeyaraman


15.2 Sistem penghargaan dan pengakuan dkk.
15.3 Kompetensi master sabuk hitam/sabuk hitam
15.4 Kemampuan keuangan perusahaan
15.5 Komunikasi dan penilaian yang sering terhadap hasil Lean Six
Sigma
15.6 Prioritas, seleksi, tinjauan dan pelatihan proyek 15.7 Kisah
sukses proyek, berbagi praktik terbaik dan tolok ukur 15.8 Program
pelatihan Lean Six Sigma yang efektif
15.9 Mendirikan dasbor Lean Six Sigma

2012 16.1 Komitmen manajemen Laureni


16.2 Budaya organisasi &
16.3 Menghubungkan LSS dengan strategi bisnis Antonius
16.4 Gaya kepemimpinan

2012 17.1 Komitmen, dukungan dan antusiasme manajemen senior Manville


17.2 Menghubungkan LSS dengan strategi bisnis dkk.
17.3 Menghubungkan LSS ke pelanggan
17.4 Memahami alat dan teknik
17.5 Pemilihan dan penentuan prioritas proyek
17.6 Pelatihan dan pendidikan

2013 18.1 Dukungan dan komitmen manajemen Assarlind


18.2 Informasi, komunikasi, dan berbagi pengetahuan dkk.
18.3 Perubahan budaya, gunakan fakta untuk
menunjukkan perlunya perubahan 18.4 Keterlibatan staf,
penghargaan dan pengakuan
18.5 Proyek terkait dengan tujuan perusahaan
18.6 Implementasi bertahap; membangun kesuksesan, memastikan
perbaikan berkelanjutan
18.7 Infrastruktur Lean Six Sigma
18.8 Menerapkan alat Lean baik di dalam proyek maupun di luar
proyek
18.9 Pelatihan

2013 19.1 Penyelarasan strategis Naslund


19.2 Manajemen proyek
19.3 Pelatihan

2013 20.1 Kepemimpinan Habibin


20.2 Prosedur perbaikan terstruktur &
20.3 Informasi dan analisis yang berkualitas Yusof
20.4 Hubungan pemasok
20.5 Tepat waktu
20.6 Fokus pelanggan
20.7 Fokus pada metrik

2013 21.1 Menghubungkan ke pelanggan milik Tim


21.2 Visi dan pernyataan pekerjaan dkk.
21.3 Komunikasi
21.4 Keterlibatan dan partisipasi manajemen
21.5 Kaitannya dengan strategi bisnis
21.6 Pengertian Lean Six Sigma
21.7 Keterampilan manajemen proyek
21.8 Infrastruktur organisasi
21.9 Prioritas dan seleksi proyek
21.10 Perubahan budaya
21.11 Pendidikan dan pelatihan
21.12 Menghubungkan ke pemasok
26

Tabel 2.2: (Lanjutan)


Tahun Variabel LSS Penulis

2015 22.1 Infrastruktur organisasi Memanggang


22.2 Keterampilan manajemen proyek dkk.
22.3 Keterlibatan dan komitmen manajemen
22.4 Kompetensi LSS
22.5 Pelatihan dan pendidikan
22.6 Kaitannya dengan strategi bisnis

2015 23.1 Komitmen dan keterlibatan manajemen Jayaraman,


23.2 Kesadaran akan pentingnya LSS Ali & Chong
23.3.Pelatihan
23.4 Alokasi sumber daya
23.5 Kematangan penerapan LSS
23.6 Kemampuan keuangan organisasi
23.7 Pemahaman alat dan aplikasi LSS

2016 24.1 Kepemimpinan Habibin,


24.2 Prosedur perbaikan terstruktur Yusuf &
24.3 Informasi dan analisis yang berkualitas Kusut
24.4 Hubungan pemasok
24.5 Tepat waktu
24.6 Fokus pelanggan
24.7 Fokus pada metrik

2016 25.1 Keterlibatan dan komitmen manajemen Gudang


25.2 Perubahan budaya Holling
25.3 Komunikasi
25.4 Pelatihan
25.5 Keterampilan manajemen proyek
25.6 Teknik LSS
25.7 Menghubungkan LSS dengan strategi bisnis dan SDM
25.8 Integrasi pelanggan
25.9 Kerja tim
25.10 Hubungan pemasok

2016 26.1 Perubahan budaya Psoma


26.2 Budaya organisasi
26.3 Memahami metodologi, alat dan teknik 26.4
Prioritas proyek

2016 27.1 Dukungan manajemen puncak Siddiqui


27.2 Informasi berkualitas dkk.
27.3 Keterampilan manajemen proyek

2016 28.1 Keterlibatan dan dukungan manajemen Tsironis


28.2 Kepemimpinan yang berkomitmen &
28.3 Budaya yang didorong oleh kualitas Psikogio
28.4 Pelatihan yang didorong oleh kualitas
28.5 Kerja tim
28.6 Menghubungkan target LSS dan kepuasan pelanggan
28.7 Mengikat strategi dengan target LSS
28.8 Sistem teknis pendukung
28.9 Target proyek LSS yang jelas
28.10 Pengalaman sebelumnya dalam menerapkan inisiatif
kualitas serupa. 28.11 Menghubungkan sistem manajemen kinerja
dengan LSS

2017 29.1 Kepuasan pelanggan Alhuraish


29.2 Penjualan dkk.
29.3 Lingkungan yang aman
29.4 Penghematan waktu

27

Tabel 2.2: (Lanjutan)


Tahun Variabel LSS Penulis

2018 30.1 Keterlibatan dan komitmen manajemen Mustafa


30.2 Pelatihan dan pendidikan dkk.
30.3 Infrastruktur organisasi
30.4 Perbaikan proses
30.5 Fokus pelanggan
30.6 Perubahan budaya
30.7 Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
30.8 Komunikasi
30.9 Sistem pengakuan dan penghargaan

2018 31.1 Keterlibatan, dukungan dan komitmen manajemen kehancuran


puncak 31.2 Komunikasi yang efektif dkk.
31.3 Pendidikan dan pelatihan
31.4 Keterampilan manajemen proyek
31.5 Prioritas proyek
31.6 Pemilihan proyek
31.7 Tinjauan proyek
31.8 Pelacakan proyek

2018 32.1 Strategi perusahaan Pathiratne


32.2 Terkait proyek six sigma dkk.
32.3 Sumber Daya Manusia
32.4 Terkait manajemen
32.5 Komunikasi
32.6 Pelatihan
32.7 Budaya
32.8 Fokus eksternal

2018 33.1 Infrastruktur organisasi Rathilla


33.2 Komitmen dan keterlibatan manajemen &
33.3 Komitmen terhadap kualitas Singh
33.4 Pengendalian Produksi
33.5 Peningkatan proses
33.6 Peningkatan karyawan
33.7 Fokus pelanggan

2018 34.1 Komitmen dan keterlibatan manajemen Stanka


34.2 Perubahan budaya dkk.
34.3 Pendidikan dan pelatihan
34.4 Menghubungkan SS dengan strategi bisnis
34.5 Memahami alat SS
34.6 Keterampilan manajemen proyek
34.7 Prioritas proyek
34.8 Infrastruktur organisasi

Berdasarkan Tabel 2.2, faktor penentu keberhasilan yang penting bagi kinerja
organisasi menurut penelitian sebelumnya dan saat ini adalah rencana penerapan,
prioritas proyek, tinjauan proyek, sabuk hitam utama, sumber daya, pelatihan dan
pendidikan, komunikasi, pemilihan proyek, pelacakan proyek , program insentif,
lingkungan yang aman, hubungan pemasok, fokus pelanggan, keterlibatan
manajemen, perubahan budaya, budaya organisasi, infrastruktur organisasi,
memahami alat LSS, menghubungkan LSS dengan strategi bisnis, menghubungkan
LSS dengan pelanggan, menghubungkan LSS dengan sumber daya manusia,
keterampilan manajemen proyek, kemampuan keuangan, seluruh perusahaan
28

komitmen, sistem penghargaan dan pengakuan, fokus perbaikan, program pelatihan


LSS, keterlibatan staf, implementasi bertahap, informasi dan analisis berkualitas, just-
in-time (JIT) dan juga kerja tim.
Seluruh CSF yang diperoleh kemudian disusun kembali dan ditabulasikan
masing-masing seperti terlihat pada Tabel 2.3 dan setidaknya terdapat 32 CSF yang
telah diterapkan pada penelitian-penelitian sebelumnya di seluruh dunia. Pada Tabel
2.3, peneliti merangkum frekuensi seluruh CSF untuk mendapatkan CSF terbaik
untuk penelitian ini. Delapan CSF yang memiliki frekuensi atau total tertinggi dipilih
untuk diterapkan dalam penelitian ini. Faktor penentu keberhasilan yang tampaknya
paling sering menjadi fokus para peneliti terdahulu dalam studi mereka meliputi
pelatihan dan pendidikan, keterlibatan manajemen, perubahan budaya, komunikasi,
pemahaman alat LSS, infrastruktur organisasi, menghubungkan LSS dengan strategi
bisnis, dan keterampilan manajemen proyek. Semua CSF ini telah mencapai frekuensi
total sepuluh atau lebih tinggi. Oleh karena itu, CSF ini dipilih untuk diterapkan dan
dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini.
29

Tabel 2.3: Daftar LSS CSF yang Diterapkan pada Penelitian Sebelumnya
. . . . . . Dan Dan . N F . aku D HAI . R Saya Dan . . D

LSS Kritis aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
N N
aku

A
Saya

Dia
HAI

S
aku

A
A Dia Dia
aku

A
Dia
R

A
N
aku

A
aku

A
N

Faktor /
H H H
HAI HAI HAI di dalam
T
T

T T B T aku
S S
T T T T T T T di dalam T T T T
S HAI

Saya
S

Penulis
N N N N
Dia Dia Dia Dia Dia Dia Dia Dia G Dia Dia Dia
D S
DAN &
A
J aku
N Di dalam
A A A A
R
A Saya Dia A
D H Dan D N N
A HAI
N S N
aku aku
A Saya &
S &
A G R A H
N N
aku A aku
Saya
Saya k & & G D & &
A Saya
G N P
HAI
aku Saya N HAI
A M
N &
A
T M
A A N di dalam A
Saya
R R S Saya
HAI B HAI A k
T
N H A
A
H B N N
A T
A R N
di dalam D
M D A A S
R
aku
aku
C S N Saya A
Dia
A A
H HAI
Dia A Saya A di dalam
S Dia H Di dalam R
aku aku B
Dan S
A N G
Dan
M
di dalam H di dalam
A
HAI Dia N
A K M
A HAI Dia
A
N
J
B R H
H J

A
L
HAI HAI
A

B J

Penyebaran X X X
Rencana

Proyek X X X X
Prioritas

Proyek X X X X X
Ulasan
Tuan hitam X X X X
sabuk

Sumber daya X X

Pelatihan & X X X X X X X X X X X X X
pendidikan

Komunikasi X X X X X X X X

Proyek X X X X X
Pilihan

Proyek X X X X X
Pelacakan

30

Tabel 2.3: (Lanjutan)


. . . . . . Dan Dan . N F . aku D HAI . R Saya Dan . . D

LSS Kritis aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
N N
aku

A
Saya

Dia
HAI

S
aku

A
A Dia Dia
aku

A
Dia
R

A
N
aku

A
aku

A
N

Faktor /
H H H
HAI HAI HAI di dalam
T
T

T T B T aku
S S
T T T T T T T di dalam T T T T
S HAI

Saya
S

Penulis
N N N N
Dia Dia Dia Dia Dia Dia Dia Dia G Dia Dia Dia
D S
DAN &
A
J aku
N Di dalam
A A A A
R
A Dan Saya Dia A
D H D N N
A HAI
N S N
aku aku
A Saya &
S &
A G R A H
N N
aku A aku
Saya
Saya k & & G D & &
A Saya
G N P
HAI
aku Saya N HAI
A M
N &
A
T M
A A N di dalam A
Saya
R R S Saya
HAI B HAI A k
T
N H A
A
H B N
A T N
A R N
di dalam D
M D A A S
R
aku
aku
C S N Saya A
Dia
A A
H HAI
Dia A Saya A di dalam
S Dia H Di dalam R
aku aku B
Dan S
A N G
Dan
M
di dalam H di dalam
A
HAI Dia N
A K M
A HAI Dia
A
N
J
B R H
H J

A
L
HAI HAI
A

B J

Insentif X X
program

Aman X X
lingkungan

Pemasok X X
hubungan

Fokus pelanggan X X X X X X X

Pengelolaan X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
keterlibatan

Perubahan X X X X X X X X
budaya

Budaya X X X X X X
organisasi

Infrastruktur X X X X X
organisasi

Memahami X X X X X X X
alat LSS
31

Tabel 2.3: (Lanjutan)


. . . . . . Dan Dan . N F . aku D HAI . R Saya Dan . . D

LSS Kritis aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
N N
aku

A
Saya

Dia
HAI

S
aku

A
A Dia Dia
aku

A
Dia
R

A
N
aku

A
aku

A
N

Faktor /
H H H
HAI HAI HAI di dalam
T
T

T T B T aku
S S
T T T T T T T di dalam T T T T
S HAI

Saya
S

Penulis
N N N N
Dia Dia Dia Dia Dia Dia Dia Dia G Dia Dia Dia
D S
DAN &
A
J aku
N Di dalam
A A A A
R
A Dan Saya Dia A
D H D N N
A HAI
N S N
aku aku
A Saya &
S &
A G R A H
N N
aku A aku
Saya
Saya k & & G D & &
A Saya
G N P
HAI
aku Saya N HAI
A M
N &
A
T M
A A N di dalam A
Saya
R R S Saya
HAI B HAI A k
T
N H A
A
H B N
A T N
A R N
di dalam D
M D A A S
R
aku
aku
C S N Saya A
Dia
A A
H HAI
Dia A Saya A di dalam
S Dia H Di dalam R
aku aku B
Dan S
A N G
Dan
M
di dalam H di dalam
A
HAI Dia N
A K M
A HAI Dia
A
N
J
B R H
H J

A
L
HAI HAI
A

B J

Tautkan LSS X X X X X X X
ke bisnis
strategi

Tautkan LSS X X X
ke pelanggan

Tepat waktu X X

Kemampuan X X
dan keahlian

Tautkan LSS X
ke pemasok

Hubungkan X X
LSS dengan
sumber daya
manusia

Proyek X X X X X X X
pengelolaan
keterampilan

Keuangan X X X X
kemampuan

32

Tabel 2.3: (Lanjutan)


. . . . . . Dan Dan . N F . aku D HAI . R Saya Dan . . D

LSS Kritis aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
aku

A
N N
aku

A
Saya

Dia
HAI

S
aku

A
A Dia Dia
aku

A
Dia
R

A
N
aku

A
aku

A
N

Faktor /
H H H
HAI HAI HAI di dalam
T
T

T T B T aku
S S
T T T T T T T di dalam T T T T
S HAI

Saya
S

Penulis
N N N N
Dia Dia Dia Dia Dia Dia Dia Dia G Dia Dia Dia
D S
DAN &
A
J aku
N Di dalam
A A A A
R
A Saya Dia A
D H Dan D N N
A HAI
N S N
aku aku
A Saya &
S &
A G R A H
N N
aku A aku
Saya
Saya k & & G D & &
A Saya
G N P
HAI
aku Saya N HAI
A M
N &
A
T M
A A N di dalam A
Saya
R R S Saya
HAI B HAI A k
T
N H A
A
H B N
A T N
A R N
di dalam D
M D A A S
R
aku aku
C S N Saya A
Dia
A A
H HAI
Dia A Saya A di dalam
S Dia H Di dalam R
aku aku B
Dan S
A N G
Dan
M
di dalam H di dalam
A
HAI Dia N
A K M
A HAI Dia
A
N
J
B R H
H J

A
L
HAI HAI
A

B J

C
Penghargaan X X X X X X
dan
pengakuan
Peningkatan
fokus

Komitmen X X
seluruh
perusahaan

Program X
pelatihan LSS

Staf X
keterlibatan

Bertahap X
penerapan

Kerja tim X X

33

2.5.1 Kajian Pendahuluan Pengembangan Model LSS

Kajian pendahuluan merupakan eksplorasi awal terhadap permasalahan yang


berkaitan dengan usulan tinjauan atau evaluasi (Harvey, 2004). Menurut Harvey
(2004), studi pendahuluan juga digunakan untuk mengidentifikasi fitur-fitur utama
yang harus ditangani dalam suatu proses. Pada bagian ini ditampilkan hasil studi
pendahuluan yang diperoleh dari survei kuesioner yang disebarkan berdasarkan CSF
implementasi LSS. Biasanya studi pendahuluan ditempatkan pada bab metodologi
atau analisis penelitian, namun peneliti menempatkan studi pendahuluan pada Bab 2
untuk memberikan gambaran awal kepada pembaca tentang bagaimana 5 CSF utama
dipilih sebagai variabel independen utama untuk penelitian ini. Untuk studi
pendahuluan ini, delapan CSF tertinggi dipilih dari Tabel 2.3 sebelumnya. Studi
pendahuluan penelitian ini dilakukan melalui Google Form dan didistribusikan ke
sepuluh perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini termasuk Hitachi Metals, Knowles,
Hwa Tai, Intel Technology, Possehl Electronics, Honda, Uptodate, Celestica, Sabah
Flour dan Feed Mills juga Flex. Tujuan utama dari studi pendahuluan ini adalah untuk
menentukan CSF yang paling banyak diterapkan di perusahaan manufaktur.

2.5.2 Hasil Studi Pendahuluan


Responden diberikan survei Google Formulir satu halaman sederhana dan
diinstruksikan untuk mengisi jawaban sesuai dengan skala Likert 7 poin yang
diberikan dengan nilai mulai dari 1 yang diberi label sangat rendah hingga 7 yang
diberi label sangat tinggi. Tabel 2.4 menampilkan hasil yang diperoleh dari analisis
akhir yang menunjukkan total persentase dan peringkat masing-masing faktor
keberhasilan. Khusus untuk penelitian ini, peneliti telah memilih lima CSF tertinggi
untuk dimasukkan sebagai variabel independen dalam penelitian ini. Sedangkan pada
Tabel 2.5 peneliti menampilkan informasi partisipan yang setuju untuk mengikuti
studi pendahuluan yang dilakukan. Informasi dasar yang disajikan dilakukan
berdasarkan kesepakatan para peserta itu sendiri.
34

Tabel 2.4: Hasil Studi Pendahuluan

No Faktor Kesuksesan Kritis LSS Persentase Peringkat


1. Infrastruktur Organisasi 69,9% 1

2. Keterlibatan dan Komitmen Manajemen Puncak 67,7% 2

3. Pelatihan dan Pendidikan 65,6% 3

4. Perubahan Budaya 54,4% 4

5. Menghubungkan LSS dengan Strategi Bisnis 50,4% 5

6. Keterampilan Manajemen Proyek 33,3 % 6


7. Memahami alat LSS 22,2% 7

8. Komunikasi 22,2% 8

Tabel 2.5: Peserta Studi Pendahuluan


Responden 1 Responden 6

Nama : Ishak Md.Noor Nama : Ahmad Ruzaini


Perusahaan: Fleksibel Perusahaan: Knowles
Posisi: Manajer QA Posisi: Asisten Manajer Mutu
Email: isak.noor@gmail.com Email: ahmad.ruzaini@knowles.com

Responden 2 Responden 7

Nama : Huda Arasid Nama : Musa Bin Md.Said


Perusahaan: Honda Perusahaan: Hitachi Metals
Posisi: Manajer Mutu Posisi: Insinyur Kualitas
Email: nhuda.arasid@honda.net.my Email:musa.mdsaid.pt@hcj.hitachi-metals.com

Responden 3 Responden 8

Nama : Efendi Nama : Ili Dhaniya


Perusahaan: Teknologi Sensata Perusahaan: Possehl Electronics
Posisi: Manajer Mutu Posisi: Manajer QA
Email: effendy@sensata.com Email: ili.dhaniah@possehlelectronics.com.my

Responden 4 Responden 9

Nama : Muhammad Azam Alias Nama : Muhammad Awang


Perusahaan: Teknologi Intel Perusahaan: Pabrik Tepung dan Pakan Sabah
Posisi: Manajer Mutu Posisi: Asisten Manajer Produksi
Email: muhammad.azam@intel.com Email: Muhammad.awang@interflour.com

Responden 5 Responden 10

Nama : Rosli Bin Syam Nama : Abdul Rahman


Perusahaan: Industri Hwa Tai Perusahaan: Manufaktur Terkini
Posisi: Manajer Produksi Posisi: Manajer Mutu
Email: rosli@hwatai.com.my Email: abdulrahman@uptopdate.com.my

35

2.6 Variabel Independen: Faktor Penting Keberhasilan Lean Six Sigma

Inti dari memastikan CSF sebagai dasar untuk mendefinisikan kebutuhan manajer
dipopulerkan oleh Rockart pada tahun 1979 (Silvadkk.,2016). Bullen & Rockart
(1981) mendefinisikan CSF sebagai istilah manajemen untuk elemen yang diperlukan
organisasi atau proyek untuk mencapai misinya. Silvadkk.(2016) menyebutkan bahwa
CSF penting bagi manajer untuk meningkatkan organisasi mereka karena CSF
membantu memastikan kemajuan terjadi di bidang tertentu.
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki CSF serta faktor
kegagalan kritis (CFF) implementasi LSS (Albliwidkk.,2014; Negaradkk.,2016).

2.6.1 Keterlibatan dan Komitmen Manajemen Puncak

Keterlibatan dan komitmen manajemen puncak adalah salah satu elemen paling
penting dalam praktik LSS dan sangat diinginkan untuk memiliki tingkat
keterampilan komunikasi tertentu dalam perusahaan, fokus manajemen jangka
panjang dan tim yang unggul saat menerapkan inisiatif strategis baru (Tsironis &
Psychogios, 2016). Keterlibatan seluruh tingkat manajemen diperlukan untuk
keberhasilan implementasi LSS (Tsironis & Psychogios, 2016). Peran kepemimpinan
sangat penting dalam memungkinkan keberhasilan penerapan alat dan teknik LSS
(Bakardkk.,2015).
Menurut Laureani & Antony (2012), manajemen puncak mempunyai
tanggung jawab atas keberhasilan program LSS. Oleh karena itu, manajemen puncak
bertanggung jawab untuk memeriksa dan mengakses sistem kerja, menentukan
tantangan dalam mencapai kepuasan pelanggan yang unggul serta menerapkan
rencana yang sesuai. Metode ini akan memungkinkan organisasi untuk tetap fokus
pada efisiensi operasional organisasi dan meningkatkan produktivitas.
Keterlibatan dan komitmen manajemen puncak mencakup direktur dan kepala
eksekutif atau pejabat dalam suatu organisasi. Sangat penting bagi manajemen puncak
untuk memberikan dukungan penuh dan bimbingan terhadap penerapan LSS. Pada
saat yang sama, manajemen puncak juga harus menyediakan sumber daya yang cukup
untuk melaksanakan upaya LSS. Sumber daya ini mencakup waktu, keterampilan dan
pengetahuan, peralatan, pelatihan, dan orang yang tepat.
36

Menurut Tsironis & Psychogios (2016) LSS telah menjadi salah satu
pendekatan yang sangat sukses di seluruh dunia karena kepemimpinan yang sangat
baik dan komitmen manajemen puncak dalam suatu organisasi. Selain semua aktivitas
perubahan dan perbaikan, keterlibatan dan komitmen dari manajemen puncak sangat
penting untuk inisiatif implementasi LSS. Oleh karena itu, dukungan dari manajemen
puncak harus terus menerus dan disampaikan secara praktis untuk berkontribusi
terhadap keberhasilan implementasi LSS.

2.6.2 Pelatihan dan Pendidikan

Pelatihan dan pendidikan merupakan hal penting dalam setiap inisiatif.


Bagaimanapun juga pelatihan dan pendidikan yang terprogram perlu dilakukan
dengan mengutamakan tujuan organisasi. Karena peningkatan kualitas memerlukan
perubahan dan perubahan harus dimulai dari manusia (Shokridkk.,2016). Shokridkk.
(2016) menyatakan bahwa orang akan berubah ketika pengetahuan dan keterampilan
yang tepat untuk melaksanakan pekerjaan tertentu diperoleh. Pelatihan dan
pendidikan untuk penerapan LSS memungkinkan organisasi menetapkan tujuan baru
dan mempertajam keterampilan karyawan untuk mengelola perubahan (Brkic &
Tomic, 2016).
Pembentukan pelatihan dan pendidikan sangat penting dalam mencapai
keberhasilan implementasi LSS (Jayaraman & Teo, 2012). Jayaraman & Teo (2012)
menyatakan bahwa manajemen harus melibatkan karyawan dengan pelatihan dan
pendidikan yang memadai sebelum pelaksanaan LSS karena keterampilan dan
pengetahuan karyawan penting untuk operasi sehari-hari dan pemecahan masalah
dalam organisasi. Untuk mempertahankan penerapan LSS dalam jangka panjang,
pelatihan dan pendidikan harus diprioritaskan dan dijadikan sebagai upaya
berkelanjutan selain membantu meningkatkan sikap positif karyawan (Jayaraman &
Teo, 2012).
Beberapa peneliti juga menemukan bahwa pelatihan dan pendidikan
mempengaruhi proses peningkatan LSS secara efektif (Laureani & Antony, 2012).
Antoniusdkk.(2012) menyebutkan beberapa artikel sepakat bahwa terdapat pengaruh
signifikan pelatihan dan pendidikan terhadap keberhasilan LSS.
37

2.6.3 Perubahan Budaya

Varnum & Grossmann (2017) mendefinisikan perubahan budaya sebagai perubahan


inti, norma, dan sikap sekelompok orang atau variasi isi atau tema dari waktu ke
waktu pada dasarnya dalam beberapa dekade atau abad.
Ketegangan yang diciptakan untuk konsistensi baik disengaja maupun tidak
akan menghasilkan perubahan budaya jika mayoritas orang atau karyawan dapat
bekerja sama dalam mengubah perilaku lama dan beradaptasi dengan pemikiran baru
(Oboler, 2013). Perubahan budaya juga dapat terjadi jika ada organisasi yang
berupaya mengembangkan cara yang lebih baik dalam menyelesaikan suatu prosedur
atau proses (Oboler, 2013). Selain itu, diyakini juga bahwa perubahan budaya dapat
ditingkatkan atau dipengaruhi oleh perubahan lingkungan eksternal.
Menurut Varnum & Grossmann (2017) beberapa peneliti menyebutkan bahwa
perubahan budaya sebenarnya merupakan cakupan psikologis, pola perilaku yang luas
dan dipersepsikan secara berbeda oleh peneliti yang berbeda. Perubahan budaya juga
dapat terjadi karena berbagai alasan dan faktor. Salah satu faktornya adalah
penemuan dan penemuan (Oboler, 2013). Oboler (2013) menyatakan bahwa ketika
sebuah organisasi menyetujui inovasi atau penemuan baru dan sering menerapkan
perubahan tersebut, maka perubahan budaya dapat dimulai.

2.6.4 Infrastruktur Organisasi

Rathilall & Singh (2018) mendefinisikan bahwa berdasarkan hasil yang diperoleh
pada infrastruktur organisasi, proses dan prosedur yang ditentukan memungkinkan
orang untuk memahami kewajiban dan peran tertentu serta bertindak sebagai
hubungan strategis antara visi organisasi dan operasi sehari-hari. Rathilall & Singh
(2018) juga menyebutkan bahwa proses dan prosedur yang tidak ditentukan dapat
menyebabkan kurangnya kendali sistem operasi dalam memastikan operasi sehari-
hari berjalan dengan lancar.
Berdasarkan Rathilall & Singh (2018) juga, karena organisasi terdiri dari
orang-orang yang berasal dari latar belakang berbeda, LSS dapat diimplementasikan
dengan sukses. Oleh karena itu, infrastruktur organisasi yang tepat dapat menjadi
pendorong perubahan dari keterlibatan pasif karyawan menjadi partisipasi dan
pendidikan proaktif. Di sisi lain, Iyededkk.(2018) menyatakan bahwa LSS juga
menjadi salah satu pendorong utama dalam bidang manajemen untuk berkembang
38

infrastruktur organisasi sekaligus membantu organisasi memperoleh keunggulan


kompetitif.

2.6.5 Menghubungkan LSS dengan Strategi Bisnis

Salah satu faktor utama keberhasilan implementasi LSS adalah pemilihan proyek
yang tepat dan dikaitkan dengan tujuan strategis bisnis organisasi (Sunder & Antony,
2018). Ditambahkan oleh Sunder & Antony (2018) juga LSS dapat
diimplementasikan dengan baik ke dalam bisnis organisasi.
Menurut Coronado & Antony (2002) selain menekankan penerapan
keterlibatan dan komitmen manajemen puncak dalam proses, penting juga untuk
mengakui bahwa LSS juga harus dikaitkan dengan strategi bisnis organisasi.
Lebih lanjut, Antony (2014) juga sepakat bahwa setiap keputusan yang terkait
dengan kebijakan dan operasional organisasi harus dibuat sesuai dengan prinsip-
prinsip yang disajikan oleh model LSS serta memastikan bahwa implementasi LSS
dapat berhasil.

2.7 Kartu Skor Berimbang

Benih-benih dari Balanced Scorecard (BSC) disebarkan pada landasan bahwa


ketergantungan eksklusif pada ukuran keuangan saja dalam manajemen tidaklah
cukup (Kaplan, 2012). BSC adalah model pengukuran kinerja yang diusulkan oleh
Kaplan & Norton pada tahun 1992 untuk menghasilkan solusi baru atas kekurangan
sistem pengukuran kinerja tradisional. Ditambah lagi, menurut Zahoor & Sahaf
(2018), BSC memberikan kombinasi indikator kinerja suatu organisasi dengan
menggunakan integrasi ukuran keuangan dan non-keuangan. Kaplan & Norton juga
sepakat bahwa dengan mengintegrasikan pengukuran keuangan dan non-keuangan,
keseimbangan antara kinerja internal dan eksternal dapat tercipta (Zahoor & Sahaf,
2018).
Lebih ditekankannya, Kaplan (2012) menyatakan bahwa BSC adalah
kerangka kerja baru yang dikembangkan untuk mengintegrasikan indikator-indikator
yang berasal dari strategi yang membantu untuk lebih mempertahankan indikator-
indikator keuangan dari tindakan-tindakan di masa lalu serta indikator-indikator dari
tindakan-tindakan keuangan di masa depan. Indikatornya meliputi pelanggan, proses
bisnis dan juga
39

menyentuh pembelajaran dan pertumbuhan suatu organisasi (Kaplan, 2012). BSC


menciptakan sistem kinerja dimensi yang berbeda dengan melengkapi ukuran
keuangan tradisional dengan ukuran non-keuangan khususnya pengukuran yang
diarahkan pada pelanggan, proses bisnis internal, serta aktivitas pembelajaran dan
pertumbuhan (Mahmoud, 2014). Ronco & Mezquida (2018) mendefinisikan BSC
sebagai alat pengukuran kinerja yang membantu memberikan informasi dalam
menentukan efisiensi dan efektivitas tujuan yang telah ditetapkan. Kaplan (2012)
menambahkan bahwa penerapan BSC dalam proses manajemen strategis bertujuan
untuk memperjelas dan menerjemahkan visi dan misi, mengkomunikasikan,
merencanakan, menetapkan tujuan dan menyelaraskan inisiatif strategis serta
meningkatkan umpan balik dan pembelajaran yang unggul. BSC juga merupakan
salah satu sistem pengukuran kinerja terintegrasi yang telah banyak dipraktikkan di
beberapa negara (Mahmoud, 2014). Berdasarkan Mensah & Babu (2015), BSC telah
diterapkan dan diadopsi di banyak negara seperti Spanyol, Swedia, India, Yunani dan
juga telah diterapkan di berbagai industri termasuk sektor manufaktur, sektor
kesehatan, dan sektor pendidikan. Gambar 2.4 menunjukkan kerangka atau model
BSC asli yang diusulkan Kaplan & Norton pada tahun 1992.
Gambar 2.4: Model Balanced Scorecard
Kaplan & Norton (1992)

Kaplan & Norton (1992) mengusulkan model pengukuran kinerja yang visi dan
strateginya tidak hanya terfokus pada pengukuran finansial tetapi juga pengukuran
non-finansial seperti nilai pelanggan, proses bisnis internal, serta aktivitas
pembelajaran dan pertumbuhan. Di sisi lain, untuk mematangkan pengukuran kinerja
yang telah dilakukan
40

digunakan dalam penelitian ini, penulis mengembangkan tabel frekuensi metrik BSC
berdasarkan penelitian sebelumnya dan memilih metrik yang memiliki frekuensi
tertinggi untuk dipraktikkan dalam penelitian ini. Tabel 2.6 menunjukkan indikator
BSC yang diperoleh dari penelitian sebelumnya.

Tabel 2.6: Indikator Balanced Scorecard dari Penelitian Sebelumnya


) ) ) ) aku

Penulis N N N N

&
2 3 5 6
F

A
A

/Indikator
HAI HAI HAI HAI 1 1 1 1

)
T T T T H HAI
Saya
0 0 0 0

R R R R
A
1 T
D 2 2 2 2

HAI HAI HAI HAI


)
) ) ) ( ( ( (
1 S

) A
D
. .
A A B
N 8
N N N 0
aku aku
1 N HAI N

M
1
2 6 6 2 A A A & A
k
0

( aku
9 9 R
9
& 0
T N
& T
& &
0 M R
P

Dia
Saya Dia Dia G
9 9 9 2

A A
2 HAI
T H
N N N N (
Saya
1 1 1
(
HAI
H HAI
K C
A R
( ( A A
A A (
C
aku
D H
aku aku aku HAI A
di dalam

N
P A A
P P P R Dan

aku
HAI
A
A A A M
H DENGAN
Dia

aku aku
H R
K
K K K S

A
A

DI DALAM

Keuangan X X X X X X X X X X 10

Pelanggan X X X X X X X X X X 10

Intern X X X X X X X X X 9
Bisnis
Proses

Belajar dan X X X X X X X X X 9
Pertumbuhan
Inovasi X X X 3

Produktifitas X 1

Karyawan X 1
Pergantian

Untuk memperjelas penerapan BSC dalam penelitian ini, peneliti beralasan bahwa
penerapan BSC hanya dengan mengadopsi indikator-indikatornya saja dan tidak
memperhatikan teknik penilaian yang disarankan oleh pendekatan BSC. Berdasarkan
Tabel 2.6, terdapat tujuh jenis indikator yang dikumpulkan dari penelitian-penelitian
sebelumnya antara tahun 1992 dimulai dari tahun awal model BSC yang diusulkan
hingga tahun 2018. Indikator-indikator tersebut adalah keuangan, pelanggan, proses
bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan, inovasi, produktivitas dan juga
pergantian karyawan. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat empat
indikator atau empat jenis pengukuran kinerja yang telah diterapkan secara global dan
dikenal sebagai indikator yang paling fokus karena indikator-indikator tersebut
memperoleh frekuensi tertinggi di antara tujuh metrik lainnya. Keuangan, pelanggan,
proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan mencapai frekuensi
tertinggi dan keempat indikator ini digunakan untuk mengukur kinerja dalam
penelitian ini.
41

2.7.1 Variabel Dependen: Indikator Balanced Scorecard

Kaplan dan Norton pertama kali memperkenalkan ide Balanced Scorecard (BSC)
pada tahun 1992 ketika temuan luar biasa dari kedua penulis ini dipublikasikan dalam
artikel Harvard Business Review di (Jackson, 2017).
Menurut Kaplan & Norton (1996), BSC adalah sistem manajemen strategis
yang melengkapi ukuran keuangan dengan proses bisnis internal, kepuasan
pelanggan, perbaikan serta proyek inovasi. Kaplan (2009) juga menekankan bahwa
BSC mempertahankan ukuran keuangan sebagai faktor utama keberhasilan organisasi
namun atribut lain seperti fokus pelanggan, proses internal dan juga pembelajaran dan
pertumbuhan juga diusulkan sebagai pendorong untuk mempertahankan dan
memaksimalkan nilai pemegang saham dalam organisasi. .
BSC adalah salah satu alat pengukuran terkenal yang banyak digunakan oleh
organisasi yang menerapkan TQM atau SS untuk mengukur kinerja bisnis organisasi
(Striteska & Spickova, 2012). Lebih menekankan, Mateos-Ronco & Mezquida (2018)
juga menyebutkan bahwa BSC adalah model populer yang digunakan oleh organisasi
untuk menentukan ukuran kinerja serta mendukung manajemen dan pengendalian
strategis. Alat BSC juga melengkapi diri
tugas penilaian yang telah diusulkan dalam model EFQM (Mateos-Ronco &
Mezquida, 2018).
Filosofi BSC juga berpandangan bahwa tujuan, petunjuk dan kegiatan
strategis seluruhnya bersatu dalam suatu sudut pandang tertentu yang disebut dengan
indikator (Mateos-Ronco & Mezquida, 2018). Yang pertama dan terpenting adalah
indikator keuangan yang menjelaskan tentang strategi pertumbuhan, keuntungan dan
prioritas pemegang saham. Kedua, indikator pelanggan merupakan taktik yang sangat
baik dalam mengembangkan nilai dan diferensiasi dari pelanggan organisasi. Ketiga,
proses bisnis internal yang indikator ini berfokus pada keberagaman proses bisnis
yang membantu organisasi dalam menciptakan kepuasan pelanggan dan pemegang
saham. Terakhir adalah indikator keempat yaitu pembelajaran dan pertumbuhan di
mana langkah-langkah difokuskan pada prioritas untuk membangun lingkungan yang
mendukung perubahan, inovasi, dan pertumbuhan organisasi (Mateos-Ronco &
Mezquida, 2018). Oleh karena itu, pada subbab selanjutnya, peneliti telah
memberikan penjabaran khusus mengenai keempat indikator BSC tersebut.
42

2.7.2 Indikator Keuangan

Indikator keuangan menunjukkan apakah strategi, penerapan, dan pelaksanaan


perusahaan berkontribusi terhadap pengembangan laba (Kaplan & Norton, 1992).
Sebagaimana dinyatakan oleh Al-Najjar & Kalaf (2012), kebutuhan akan data
keuangan tradisional tidak boleh dianggap remeh karena informasi keuangan juga
penting dalam proses pengambilan keputusan. Menurut Al-Najjar & Kalaf (2012),
indikator keuangan menyajikan dampak ekonomi atas tindakan yang telah diambil
oleh organisasi dan kemudian fokus pada dimensi profitabilitas sekaligus
menunjukkan kepada pemegang saham verifikasi bahwa investasi mereka telah
mencapai profitabilitas.
Zahoor & Sahaf (2018) menyebutkan ada tiga item utama yang digunakan untuk
mengukur kinerja keuangan suatu organisasi yaitu profitabilitas atau laba atas aset,
kinerja pendapatan, dan laba bersih. Al-Najjar & Kalaf (2012) juga menekankan
bahwa dalam perspektif keuangan, ukuran kinerja yang paling umum melibatkan arus
kas, pertumbuhan penjualan, pendapatan operasional bersih, dan banyak lagi.
2.7.3 Indikator Pelanggan

Kaplan & Norton (1992) percaya bahwa organisasi harus mengetahui bagaimana
pelanggan memandang atau menunjukkan pendapat mengenai organisasi. Indikator
pelanggan harus diperhatikan sebagai elemen utama dari setiap strategi bisnis dalam
hal kombinasi produk, harga, dan citra yang dipromosikan organisasi kepada
pelanggan (Al-Najjar & Kalaf, 2012). Lebih menekankan, Mehraliandkk.(2017)
menyebutkan bahwa indikator pelanggan melibatkan hubungan yang dikembangkan
organisasi tertentu dengan pelanggan sasaran seperti pangsa pasar serta kepuasan
pelanggan.
Berdasarkan pernyataan Al-Najjar & Kalaf (2012), indikator pelanggan
memainkan peran yang sangat besar. Oleh karena itu, setiap organisasi harus
mengambil kesempatan untuk menunjukkan bagaimana satu organisasi tertentu
membedakan tubuhnya dari pesaing lainnya dengan menjaga, menarik dan
mempertahankan ikatan dengan pelanggan sasarannya. Selanjutnya menurut
Perkinsdkk.(2014), indikator pelanggan diperoleh organisasi untuk mengetahui
harapan atau permintaan pelanggan dan untuk
43

menetapkan ukuran kinerja yang memastikan apakah organisasi berada di bawah atau
berkinerja baik.
Ada beberapa jenis ukuran umum yang diterapkan untuk indikator ini seperti
kepuasan dan loyalitas pelanggan, keluhan pelanggan, penjualan yang dicapai dari
produksi produk baru dan banyak lagi (Al-Najjar & Kalaf, 2012). Berdasarkan
pernyataan Kaplan & Norton (1992), indikator pelanggan pada dasarnya
dikategorikan ke dalam empat kategori besar yaitu waktu, kualitas, kinerja, dan
layanan. Oleh karena itu, jika indikator ini digunakan dengan cara yang benar,
manajemen puncak dapat secara efisien menyesuaikan kinerja organisasi dengan
harapan pelanggan (Kaplan & Norton, 1992).

2.7.4 Indikator Proses Bisnis Internal

Dari indikator yang diuraikan di atas, pelanggan dianggap penting bagi kinerja
organisasi. Namun, kepuasan pelanggan yang sangat baik pada akhirnya didorong
oleh operasi internal dalam organisasi, mulai dari proses hingga pengambilan
keputusan. Menurut Al-Najjar & Kalaf (2012), proses bisnis internal membantu
organisasi dengan cara mencapai ekspektasi kinerja. Di sisi lain, Perkinsdkk.(2014)
menyatakan bahwa proses bisnis internal menuntut organisasi untuk fokus pada
efisiensi proses internal organisasi dan menerapkan indikator yang menekankan pada
aktivitas yang akan memberikan dampak paling besar terhadap operasional
organisasi. Indikator proses bisnis internal berfokus pada teknik dan aplikasi yang
diterapkan dalam organisasi tertentu untuk menetapkan nilai dan mengimprovisasi
proses (Mehralian et al., 2017).
Olson & Slater (2002) menyatakan bahwa pembentukan operasi yang efektif
diarahkan oleh indikator proses bisnis internal yang mencakup ukuran seperti waktu
dari pemesanan hingga pengiriman, persentase pengiriman tepat waktu dan juga
tingkat persentase kehabisan stok. Sedangkan Al-Najjar & Kalaf (2012) menyebutkan
bahwa pada umumnya ukuran proses bisnis internal didasarkan pada produksi yang
baik dan pelayanan jasa dengan teknik yang paling baik dan efisien. Ukuran yang
digunakan untuk proses bisnis internal adalah biaya kualitas, biaya ketidaksesuaian,
inovasi proses, penghematan waktu dan banyak lagi (Al-Najjar & Kalaf, 2012).
44

2.7.5 Indikator Pembelajaran dan Pertumbuhan

Menurut Al-Najjar & Kalaf (2012), indikator pembelajaran dan pertumbuhan secara
harfiah berhubungan dengan karyawan dalam organisasi dan indikator ini mengukur
sejauh mana organisasi berupaya untuk memberikan kesempatan kepada karyawan
untuk tumbuh dan belajar dalam organisasi. . Indikator pembelajaran dan
pertumbuhan menuntut organisasi untuk mempertimbangkan perkembangan dan
peningkatan kinerja organisasi serta bagaimana beradaptasi terhadap perubahan
persaingan global yang semakin meningkat (Perkinsdkk.,2014).
Sedangkan Kaplan & Norton (1992) menyatakan bahwa indikator
pembelajaran dan pertumbuhan merupakan indikator yang paling sulit dikembangkan.
Oleh karena itu, Kaplan & Norton (1992), merekomendasikan beberapa ukuran untuk
dijadikan contoh seperti pemberdayaan karyawan, motivasi, kapabilitas serta
kemampuan sistem informasi. Seperti yang diungkapkan oleh Perkinsdkk.(2014),
indikator pembelajaran dan pertumbuhan diukur dengan fokus pada kepuasan dan
pengembangan karyawan serta pengamatan terhadap produk atau layanan baru
dengan inovasi yang diprioritaskan. Ditambah lagi, menurut Olson & Slater (2002),
karakteristik indikator pembelajaran dan pertumbuhan dalam BSC menyoroti ukuran-
ukuran seperti keberhasilan produk baru, persentase atau penjualan yang diperoleh
dari produk baru atau pelanggan baru, pertumbuhan pasar dan pendapatan.
2.8 Revolusi Industri 4.0

Keajaiban Revolusi Industri 4.0 (IR 4.0) pertama kali dibahas pada tahun 2011 di
Jerman sebagai usulan awal pengembangan konsep baru yang diperkenalkan dalam
kebijakan ekonomi Jerman berdasarkan penggunaan teknologi maju dalam taktik
bisnis (Mosconi, 2015) . Balasingham (2016) menyatakan bahwa Jerman merupakan
pionir yang membangun dan mengembangkan persyaratan IR 4.0. IR 4.0 merupakan
inisiatif taktis dari pemerintah Jerman yang mendukung pembangunan maju pada
sektor industri (Rojko, 2017). Dasar-dasar IR 4.0 pertama kali dipresentasikan pada
pameran Hannover pada tahun 2011 di Jerman. Ada juga sejumlah alasan mengapa
Jerman memiliki kondisi yang luar biasa untuk memulai perjalanan menuju IR 4.0,
salah satunya adalah karena Jerman memiliki standar teknologi produksi yang sangat
baik dan pemasok yang inovatif,
45

ahli berkualifikasi tinggi di bidang otomasi dan sistem serta dinominasikan sebagai
produsen terkemuka dunia (Merkofer, 2015).
Secara harfiah, istilah 4.0 ditempatkan sedemikian rupa untuk menunjukkan
bahwa IR 4.0 terhitung sebagai revolusi industri keempat dari kelanjutan tiga revolusi
sebelumnya yang dimulai dari revolusi industri pertama (IR 1.0) yang berfokus pada
mekanika bertenaga air dan uap, disusul revolusi industri kedua (IR 2.0) yang
menerapkan produksi massal bertenaga listrik dan revolusi industri ketiga (IR 3.0)
yang menggunakan elektronik dan teknologi informasi (TI) (Balasingham, 2016;
Kusmin, 2012). Gambar 2.5 menunjukkan era revolusi otomasi proses industri.

Gambar 2.5: Era Revolusi Otomasi Proses Industri


Holtkamp & Iyer (2017)
Qindkk.(2016) mendefinisikan IR 4.0 sebagai pengganti informasi, mesin operasi, dan
unit produksi yang beroperasi secara otomatis dan cerdas. IR 4.0 adalah era di mana
individu berinteraksi antara domain digital dan realitas offline dengan penggunaan
teknologi canggih untuk mengaktifkan dan mengimprovisasi kehidupan
(Xudkk.,2018). Di sisi lain, Kusmin (2012) menyatakan bahwa IR 4.0 merupakan
kombinasi teknologi canggih baru yang mencakup teknologi informasi dan
komunikasi, sistem fisik siber, pengumpulan data besar, penyimpanan dan komputasi
awan, kecerdasan buatan, dan masih banyak lagi. Khan & Turowski (2016)
mendefinisikan IR 4.0 sebagai sebuah revolusi yang berasal dari penerapan teknologi
canggih seperti TI untuk memberikan nilai-nilai baru kepada pelanggan dan
organisasi. Menurut Kagermanndkk.(2013), untuk jaringan
46

sumber daya, teknologi informasi, objek dan manusia hingga perkembangan


teknologi Internet of Things (IoT) dan Internet of Services (IoS) itulah yang
digambarkan sebagai revolusi industri keempat atau disingkat IR 4.0. Ditambah lagi,
IR 4.0 juga didefinisikan sebagai sistem integrasi baru di mana manufaktur dan
logistik secara khusus menerapkan manfaat sistem fisik siber (CPS) secara intensif
serta digitalisasi canggih dalam IoT yang membantu organisasi untuk menambah nilai
potensial (Bahrindkk., 2016). Sedangkan seperti yang diungkapkan Jabbourdkk.
(2018), IR 4.0 menghadirkan gelombang industri baru dan dominan yang didorong ke
arah teknologi digital dan virtual. Tujuan utama IR 4.0 adalah membangun produk
dan layanan digital dengan interaksi real-time dengan manusia, produk, dan perangkat
(Zhoudkk.,2016). IR 4.0 menekankan pada penggunaan objek digitalisasi, oleh karena
itu ada beberapa bidang teknologi yang sangat fokus dalam penerapan IR 4.0 seperti
sistem fisik siber (CPS), integrasi sistem horizontal dan vertikal, analisis big data, dan
sistem digitalisasi. Internet of Things (IoT), Internet of Services (IoS), komputasi
awan, keamanan siber, manufaktur aditif yang juga dikenal sebagai pencetakan 3D,
kecerdasan buatan, augmented reality, serta keterlibatan robotika (Bahrin et al.,
2016). Penggerak utama IR 4.0 seperti pabrik pintar, Internet of Things (IoT), Internet
of Services (IoS), manufaktur berbasis cloud dan banyak lagi yang membantu
merevolusi proses menjadi proses yang cerdas dan sepenuhnya digital
(Vaidyadkk.,2018). Belsyazardkk.(2017) menyebutkan bahwa atribut paling penting
dari IR 4.0 melibatkan pengelolaan data besar, penerapan teknologi digital,
pengembangan sistem fisik siber (CPS), penggunaan Internet of Things (IoT) serta
Internet of Services (IoS). ). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 di bawah,
jenis tren teknologi yang tersirat dalam IR 4.0.
Stimulasi Hal-hal

Data besar & Awan


Analisis Komputasi
Teknologi
di IR 4.0

Aditif
Manufaktur
47

Horisontal &
Vertikal
Sistem

IntegrasiInternet dari

Ditambah
Realitas

Otonomi

s RobotKeamanan cyber

Gambar 2.6: Teknologi IR 4.0


Bahraindkk.(2016)

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan menjelaskan secara singkat setiap
jenis transformasi atau tren teknologi yang terlibat dalam IR 4.0 yang meliputi sistem
fisik siber, sistem integrasi horizontal dan vertikal, Internet of Things (IoT),
keamanan siber, data besar dan analitik, komputasi awan, manufaktur aditif, simulasi,
augmented reality, robot otonom.

2.8.1 Sistem Cyber Fisik

Sistem fisik siber atau CPS pertama kali didefinisikan sebagai integrasi antara dunia
maya dan dunia fisik oleh Dr James Truchard pada tahun 2006 (Zhoudkk.,2015). CPS
adalah sistem otomatis yang memungkinkan interkoneksi operasi antara realitas fisik
dengan struktur komputasi dan komunikasi (Jazdi, 2014). Menurut Navickasdkk.
(2018), CPS adalah sistem yang terdiri dari komponen komputasi yang memiliki
hubungan intensif dengan dunia fisik yang menyediakan, menggunakan, memproses,
dan menilai data pada saat yang bersamaan dari layanan yang tersedia dari internet.
Navickasdkk.(2018) juga menyatakan bahwa CPS adalah teknologi utama yang
memungkinkan transisi dari IR 3.0 ke IR 4.0 dan CPS juga memainkan peran besar
dalam mentransformasi manufaktur maju di seluruh dunia. CPS meningkatkan
kemampuan mengendalikan dan memantau proses fisik dengan bantuan sensor, robot,
48

drone mesin cetak 3D dan lainnya (Kusmin, 2012). Menurut Jazdi (2014) pun saat ini
sudah banyak aplikasi yang dapat diterapkan untuk CPS seperti peralatan medis,
pengendalian dan otomasi proses industri, bantuan dalam pengendalian pasokan
listrik energi terbarukan dan masih banyak lagi.

2.8.2 Integrasi Sistem Horisontal dan Vertikal

Pada dasarnya, kombinasi sistem horizontal dan vertikal merupakan taktik yang
diketahui dipraktikkan oleh organisasi dalam industri atau proses produksi yang sama
(Tarver, 2019). Menurut Tarver (2019), integrasi horizontal didefinisikan ketika suatu
organisasi mengambil alih organisasi lain yang berfungsi pada tingkat rantai nilai
yang sama dalam suatu industri, sedangkan integrasi vertikal adalah keterlibatan
pencapaian fungsi-fungsi dalam produksi yang sama. Menurut Zhoudkk.(2015),
integrasi horizontal adalah integrasi antara sumber dan jaringan informasi dalam
rantai nilai yang memungkinkan kerjasama antar perusahaan sedangkan integrasi
vertikal adalah sistem manufaktur berjaringan dengan penerapan pabrik pintar yang
bertindak sebagai alternatif untuk proses produksi tradisional seperti produksi jalur
perakitan.
Russmanndkk.(2015) menjelaskan bahwa sebagian besar sistem TI yang
diterapkan saat ini belum sepenuhnya terintegrasi, misalnya perusahaan, pemasok,
pelanggan, maupun antar departemen seperti produksi, teknik tidak saling
berhubungan erat. Fungsi dari tingkat perusahaan hingga tingkat bengkel serta
rekayasa dari produk hingga otomasi juga merupakan kurangnya integrasi di antara
fungsi-fungsi tersebut. Oleh karena itu, Rusmanndkk.(2015) percaya bahwa dengan
IR 4.0, semua perusahaan, departemen, fungsi dapat menjadi lebih bersatu dan
berkolaborasi sebagai lintas perusahaan dengan koneksi data universal serta
menyukseskan rantai nilai otomatis yang nyata.

2.8.3 Internet untuk Segala (IoT)


Di era milenial ini seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi, industri
memiliki visi yang sangat besar bahwa benda-benda akan dapat berkomunikasi atau
berinteraksi satu sama lain, menggabungkan fisik yang kemudian menghasilkan
teknologi yang disebut Internet of Things (IoT) (Zhoudkk.,2015). Contoh IoT
termasuk radio
49

perangkat identifikasi frekuensi (RFID), sensor inframerah, pemindai laser dan


banyak lagi yang dapat dihubungkan ke Internet untuk pertukaran informasi untuk
identifikasi lokasi, pelacakan dan juga manajemen (Zhoudkk.,2015).

2.8.4 Komputasi Awan

Komputasi awan adalah platform penting yang menghadirkan banyak layanan


Internet (Zhoudkk.,2015). Belsyazardkk.(2017) mendefinisikan komputasi awan
sebagai tren teknologi yang mewakili kebutuhan untuk berbagi data atau informasi
dalam jumlah besar dengan ketersediaan Internet dan akses waktu tanpa batas. IR 4.0
melibatkan penggunaan kumpulan data yang sangat besar, namun hanya sedikit
organisasi yang dapat memperoleh kapasitas penyimpanan untuk menyimpan dan
menganalisis data (Gilchrist, 2016). Untungnya, IR 4.0 hadir seiring dengan tren
teknologi yang disebut komputasi awan yang membantu menyediakan kapasitas yang
cukup dan dapat menciptakan awan pribadi yang cocok untuk penyimpanan dan
pemrosesan data masing-masing organisasi pada khususnya (Gilchrist, 2016).

2.8.5 Realitas Tertambah

Augmented reality merupakan kemajuan teknologi yang mampu melapiskan


informasi seperti suara, gambar dan juga teks (Emspak, 2018). Augmented reality
memberi organisasi peluang untuk memiliki pengalaman dunia yang diperluas dengan
mentransfer informasi ke dunia nyata dan proses ini memungkinkan pengguna untuk
berhubungan dengan dunia nyata dan dunia maya sekaligus mengakses data waktu
nyata (Seabery, 2018).
Organisasi saat ini berharap dapat mengurangi biaya pemeliharaan dan
pelatihan tenaga kerja dan itulah sebabnya IR 4.0 membangun jalur baru bagi
organisasi untuk beralih ke mesin berbasis augmented reality guna meningkatkan
prosedur pemeliharaan organisasi sekaligus mengurangi biaya untuk memiliki tenaga
profesional. di lingkungan kerja (Gilchrist, 2016). Augmented reality memainkan
peran besar dalam industri dan organisasi karena augmented reality dengan sangat
baik meningkatkan komunikasi selama desain dan pengembangan produk,
mengidentifikasi dan menghilangkan kesalahan desain serta menghemat waktu dan
biaya untuk organisasi (De Pacedkk.,2018). Berdasarkan De Pacedkk.(2018) serta
augmented reality dianggap sebagai salah satunya
50

alat penting untuk meningkatkan dan mempercepat pengembangan produk dan proses
dalam berbagai aplikasi industri.

2.8.6 Robot Otonom

Robot otonom atau juga dikenal sebagai solusi manufaktur canggih oleh penulis
tertentu didefinisikan sebagai robot kolaboratif dan otonom yang dapat bekerja sama
dan berkomunikasi langsung dengan manusia (Baldassarredkk.,2017). Menurut
Rusmanndkk.(2015), robot telah digunakan di banyak industri sejak bertahun-tahun
yang lalu untuk membantu menyelesaikan proyek-proyek sulit, namun saat ini
robotika berevolusi untuk mendapatkan nilai yang lebih besar karena robot dapat
berinteraksi di antara mereka dan bekerja sama dengan manusia. Ditambah lagi,
penerapan robot juga akan mengurangi biaya organisasi dan memiliki cakupan
kemampuan yang lebih luas (Rüßmanndkk.,2015). Mengambil salah satu contoh robot
otonom dari produsen peralatan robotik di Eropa, Kuka, yang menawarkan robot
otonom yang dapat berkomunikasi satu sama lain, untuk mengerjakan instruksi yang
diberikan secara bersama-sama. Begitu pula pemasok robot industri lainnya, ABB
telah merancang robot bernama YuMi yang khusus diciptakan untuk merakit produk
namun tetap sepanjang pengamatan manusia (Rüßmanndkk.,2015).

2.8.7 Keamanan siber

Keamanan siber adalah upaya melindungi sistem, jaringan, dan perangkat lunak dari
serangan digital seperti malware atau virus (Cisco, 2018). Craigendkk.(2016)
mendefinisikan keamanan siber sebagai suatu badan dan kumpulan sumber dan
struktur yang membantu melindungi dunia maya dari manifestasi. Gilchrist (2016)
menyebutkan bahwa sistem industri menjadi sangat berisiko dan rentan terhadap
ancaman sehingga tindakan pencegahan keamanan siber harus diprioritaskan. Saat ini,
masih banyak organisasi yang bergantung pada sistem yang tidak terhubung atau
tertutup. Pada IR 4.0, konektivitas dan penggunaan protokol komunikasi standar
diperkuat untuk melindungi sistem dan lini produksi dari ancaman keamanan siber.
Oleh karena itu, setelah persyaratan IR 4.0 ditetapkan, banyak organisasi mulai
bergabung dengan perusahaan keamanan siber.
51

2.8.8 Manufaktur Aditif

Manufaktur aditif atau misalnya mesin yang dikenal sebagai pencetakan 3D


membantu organisasi untuk menghasilkan prototipe dan membantu dalam merancang
produk yang secara signifikan mengurangi waktu desain suatu produk (Gilchrist,
2016). Selain itu, manufaktur aditif juga menguntungkan organisasi dalam hal
menyesuaikan produk dalam jumlah kecil untuk pelanggan dan ini menawarkan nilai
lebih kepada pelanggan sekaligus mengurangi biaya dan waktu menganggur bagi
organisasi khususnya (Gilchrist, 2016). Lebih menekankan, Bahrindkk.(2016) juga
menyatakan bahwa kinerja manufaktur aditif yang tinggi membantu meningkatkan
efisiensi logistik dan meskipun teknologinya masih dalam tahap awal, organisasi
mungkin dapat memperoleh banyak keuntungan dari manufaktur aditif dalam
mencapai tujuan IR 4.0.

2.8.9 Big Data dan Analisis

Big data didefinisikan sebagai pengumpulan dan analisis data dalam jumlah besar
untuk meningkatkan proses produksi yang lebih baik (Baldassarredkk.,2017). Di era
globalisasi dan kemajuan teknologi ini, organisasi tampaknya mengalami masalah
dalam menangani sejumlah besar data dari berbagai sumber dan organisasi menyadari
bagaimana menangani data secara sistematis dengan cara yang benar dan untuk tujuan
pengambilan keputusan (Gilchrist, 2016) .
Gilchrist (2016) menyebutkan bahwa data ini dapat dikumpulkan dari berbagai
fase proses produksi dan kemudian dianalisis hubungannya satu sama lain untuk
menentukan fase mana yang mungkin berlebihan. Ditambah lagi, dalam IR 4.0 ada
enam hal penting yang dapat dirangkum untuk big data dan analitik yang meliputi
koneksi yang berkaitan dengan sensor dan jaringan sistem, komputasi awan, cyber
yang melibatkan model dan memori sistem, konten data, komunitas yang mengacu
pada berbagi dan kolaborasi dan terakhir penyesuaian (Gilchrist, 2016). Sedangkan
Witkowski (2017) menyatakan bahwa big data terdiri dari empat elemen yaitu volume
data, kecepatan pembuatan dan analisis data baru, variasi data, dan nilai data. Big data
dan analitik memberdayakan pengumpulan dan penilaian data secara ekstensif dari
berbagai sumber daya dan pelanggan untuk mendukung pengambilan keputusan
secara real-time, meningkatkan kualitas produksi, menghemat energi, dan
meningkatkan layanan (Bahrindkk.,2016).
52

Analisis data diterapkan untuk memungkinkan identifikasi ancaman dalam berbagai


fase proses produksi serta memperkirakan masalah baru dan menawarkan solusi
untuk masalah yang terjadi (Bagheridkk.,2015)

2.8.10 Simulasi

Russmanndkk.(2015) menyatakan bahwa saat ini stimulasi 3D sudah dipraktikkan di


bidang teknik namun kedepannya penerapan stimulasi akan digunakan lebih luas
dalam operasional organisasi. Stimulasi ini menggunakan data real-time untuk
menampilkan dunia fisik dalam objek virtual yang melibatkan mesin, produk, atau
bahkan manusia (Rüßmanndkk.,2015). Menurut pernyataan Gilchrist (2016), pada
praktik organisasi sebelumnya, jika suatu proses ingin diuji agar berjalan dengan baik
maka diperlukan uji coba-coba, namun pada IR 4.0 digunakan virtualisasi untuk
membentuk digital twins yang dihasilkan untuk stimulasi dan prosedur pengujian. Hal
ini pada akhirnya mendukung organisasi dalam hal optimalisasi dan kualitas produk.
Bodohdkk.(2017), menyebutkan bahwa stimulasi diperlukan untuk memastikan
produk dan proses dioptimalkan dan juga mengurangi kesalahan.

2.9 Alat dan Teknik

Menurut Thalibdkk.(2013), alat dan teknik atau disingkat TATs, terdiri dari sejumlah
kegiatan yang dilakukan secara berurutan dan juga memiliki dasar statistik untuk
membantu pengambilan keputusan atau memudahkan analisis data. Literatur masa
lalu menyarankan bahwa alat dan teknik adalah elemen kunci dalam mendukung dan
mengembangkan proses peningkatan kualitas serta kinerja (Talibdkk.,2013). Terlebih
lagi, Daledkk.(2007), menekankan bahwa penting bagi setiap organisasi untuk
menerapkan alat dan teknik untuk mendukung, mengembangkan dan memajukan
proses perbaikan berkelanjutan. Alat dan teknik juga diketahui memiliki peran
berbeda dalam proses perbaikan berkelanjutan dan jika diterapkan dengan benar akan
menghasilkan hasil yang dapat diandalkan dan berulang. Umumnya, ada jenis alat dan
teknik yang sederhana dan lebih kompleks. Khusus untuk LSS, berikut beberapa
contoh yang mungkin paling dikenal dan diterapkan. Ini termasuk daftar periksa,
diagram alur, tujuh
53

alat kendali mutu, kendali proses statistik, mode kegagalan dan analisis efek, tujuh
alat manajemen, benchmarking, pemeliharaan produktif total dan lain-lain.

2.10 Revolusi Industri 4.0 dan LSS

IR 4.0 dikenal dengan atribut tren teknologi digital inovatif yang sangat modern dan
selanjutnya menyebabkan evolusi signifikan terhadap berbagai metodologi bisnis
yang bertujuan untuk perbaikan berkelanjutan seperti LSS (Arcidiacono & Pieroni,
2018). Seperti yang dibahas oleh Rio (2019), digitalisasi industri 4.0 sejalan dengan
metodologi LSS untuk mempercepat perbaikan berkelanjutan. Karena metodologi
LSS telah diinternalisasi ke dalam sebagian besar budaya industri selama beberapa
dekade, dengan menambahkan industri 4.0, adopsi yang lebih berkelanjutan dapat
dijamin dengan menyelaraskannya dengan budaya LSS (Rio, 2019). Hal ini karena
metodologi LSS memerlukan data untuk mencapai akar masalah dan data juga
penting untuk mendorong perbaikan proses (Arcidiacono & Pieroni, 2018). Sebagian
besar jurnal terkait LSS dan IR 4.0 menyebutkan bagaimana metodologi LSS
membantu mempercepat proses penggalian wawasan penting dari big data IR 4.0
serta bagaimana big data menyampaikan inovasi baru dengan penggunaan LSS. Studi
sebelumnya menyatakan bagaimana LSS dapat memainkan peran yang melengkapi
big data dan analitik untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam tentang
proses organisasi. Dogan & Gurcan (2018) menyebutkan bahwa meskipun ada
banyak teknik analisis data yang dapat diterapkan, namun data yang sangat besar dari
teknologi IR 4.0 harus ditambang dengan teknik analisis data yang unggul dan
langkah-langkah LSS dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang efektif.
Ada banyak teknik yang dapat diterapkan seperti pengendalian proses statistik
(SPC), manajemen kualitas total (TQM), kaizen serta LSS untuk memastikan
tercapainya perbaikan berkelanjutan (Dogan & Gurcan, 2018). Namun, LSS terkenal
dengan teknik yang sangat baik dalam mengumpulkan data dan entah bagaimana
sejumlah besar data yang terlibat dalam teknologi IR 4.0 yang tersedia menjadikan
LSS teknik modern terbaik yang dianggap cocok untuk data besar & analitik
dibandingkan dengan teknik tradisional berbiaya tinggi (Dogan & Gurcan, 2018).
Selain itu dapat juga dikatakan bahwa baik LSS maupun IR 4.0 saling melengkapi.
Hal ini karena teknik LSS tidak hanya mampu membantu mengumpulkan dan
menganalisis data dengan baik, namun di sisi lain, teknologi analitik canggih yang
diterapkan di IR 4.0 juga dapat meningkatkan kualitas data.
54

kinerja proyek LSS seperti mempercepat waktu pengumpulan data dan waktu analisis
(Arcidiacono & Pieroni, 2018).

2.11 Revolusi Industri 4.0 di Malaysia (Industry4WRD)

Kebijakan Industri 4.0 Malaysia atau yang secara resmi dikenal dengan
Industry4WRD diluncurkan oleh Perdana Menteri Malaysia, Tun Dr Mahathir
Mohammad pada tanggal 31 September 2018 (Gnanasagaran, 2018). Ditambah lagi,
Gnanasagaran (2018) juga menambahkan bahwa fokus utama Industry4WRD
sebenarnya adalah mentransformasi sektor manufaktur Malaysia secara digital.
Industry4WRD berdiri pada tiga istilah penting yaitu menarik, menciptakan dan
mengubah atau secara akronim dikenal sebagai A.C.T. ACT fokus untuk menarik
lebih banyak pemangku kepentingan terhadap teknologi dan proses IR 4.0 yang
canggih, pengembangan inovasi, serta mempersiapkan sektor manufaktur Malaysia
untuk IR 4.0 (Gnanasagaran, 2018). Gambar 2.7 menunjukkan rincian kiasan
mengenai tiga tujuan Industry4WRD.

Gambar 2.7: Tujuan Kebijakan Nasional Industri 4.0 (A.C.T) MITI


(2018a)
Selain itu, menurut (MITI, 2018a) pemerintah Malaysia juga menguraikan 13 strategi
di bawah kebijakan nasional mengenai IR 4.0 atau Industry4WRD sebagai bagian
dari jalur transformasi industri manufaktur Malaysia dalam 10 tahun yang mencakup
penekanan pada konektivitas digital, memperkaya keterampilan. dari tenaga kerja
yang ada dan
55

mengembangkan kemampuan dan keterampilan baru, meningkatkan integritas data,


meningkatkan penelitian ekstensif, meningkatkan inovasi dan program kemajuan
teknologi. Strategi-strategi tersebut dilakukan berdasarkan lima strategi pendukung
yaitu Pendanaan, Infrastruktur, Regulasi, Keterampilan dan Bakat serta Teknologi
atau yang secara industri dikenal dengan FIRST. Laporan terbaru mengenai Laporan
Kesiapan Masa Depan Produksi untuk tahun 2018 yang ditunjukkan pada Gambar 2.8
di bawah ini diterbitkan bersama oleh World Economic Forum (WEF) bersama
dengan A.T. Kearney menyajikan penilaian global terhadap 100 negara dan Malaysia
berada di kuadran “Pemimpin” yang merupakan salah satu negara yang memiliki
basis produksi yang kuat saat ini dan memiliki posisi yang baik untuk masa depan.
Gambar 2.8 juga menunjukkan bahwa Malaysia dan Tiongkok merupakan dua negara
non-high income yang terpilih masuk dalam level “Leader”.

Gambar 2.8:Laporan Kesiapan Produksi Masa Depan


Forum Ekonomi Dunia (2018)

2.11.1 Tantangan dan Peluang IR 4.0 di Malaysia

Sebagai sebuah revolusi industri baru dan sebagai revolusi industri pertama yang
mencakup berbagai keterlibatan tren teknologi maju, tentunya terdapat tantangan atau
kesulitan bagi setiap negara untuk melaksanakannya. Sedangkan di Malaysia,
tantangannya datang dalam dua aspek berbeda yaitu tantangan tuntutan IR 4.0 dan
tantangan pasokan.
56

Pertama, kurangnya kesadaran mengenai dampak dan kebutuhan teknologi IR


4.0 yang canggih merupakan salah satu tantangan dalam tuntutan IR 4.0. Kedua,
dalam hal praktik terbaik, hanya ada sedikit kisah sukses mengenai penerapan
teknologi dan kebijakan IR 4.0 oleh perusahaan lokal. Selanjutnya, dalam hal inovasi,
sebagian besar organisasi masih menghadapi kesulitan dalam memenuhi permintaan
pelanggan akan produk yang disesuaikan dan pengiriman dengan kecepatan rendah.
Keempat, tentu saja IR 4.0 membutuhkan investasi yang sangat tinggi. Pemerintah
Malaysia percaya bahwa teknologi yang dibutuhkan dalam IR 4.0 akan memerlukan
biaya adopsi yang sangat tinggi namun periode pengembalian yang lebih lama.
Tantangan selanjutnya adalah peningkatan keterampilan serta kesiapan dan
konektivitas digital. Pemerintah percaya bahwa masih terbatasnya pengakuan
organisasi terhadap keterampilan dan keahlian masa depan, kurangnya jumlah talenta
dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk IR 4.0 khususnya di bidang IoT, kecerdasan
buatan, robotika, dan teknik tingkat lanjut. Terakhir, kesiapan dan konektivitas digital
juga diyakini sebagai salah satu tantangan yang dihadapi Malaysia dalam menerapkan
IR 4.0. Mayoritas organisasi masih menghadapi rendahnya penerimaan digital
khususnya UKM Malaysia dan hanya sebagian besar organisasi manufaktur yang
menerapkan kurang dari 50 persen otomatisasi untuk proses operasional mereka.
Tidak hanya itu, organisasi-organisasi manufaktur ini juga kurang memiliki
pendekatan digital dalam pengumpulan data dan dengan meningkatnya teknologi baru
dan konektivitas, organisasi-organisasi tersebut mungkin menambah risiko terhadap
ancaman siber dalam sistem mereka (MITI, 2018a).
Di sisi lain, dari sisi pasokan juga ada beberapa tantangan yang bisa dihadapi.
Pertama adalah mengenai pendanaan dan insentif dimana tidak ada dukungan
finansial khusus untuk pengembangan teknologi IR 4.0 termasuk untuk penelitian dan
pengembangan (R&D), pembuatan prototipe, pengujian serta peningkatan fasilitas
yang ada saat ini. Penyedia pelatihan juga merupakan salah satu tantangan dalam
penyediaan IR 4.0 karena program pelatihan yang ada tidak terfokus pada IR 4.0 dan
pelatih yang ada saat ini tidak mampu mengikuti kemajuan teknologi IR 4.0 (MITI,
2018a).
Selain semua tantangan tersebut, terdapat juga beberapa peluang yang dapat
dimanfaatkan oleh Malaysia dari penerapan IR 4.0. Pertama dan terpenting, IR 4.0
dapat membantu sektor manufaktur dalam hal meningkatkan fleksibilitas,
mengintensifkan produktivitas, kualitas dan efisiensi. Selain itu, juga akan lebih
banyak kegiatan penelitian dan pengembangan untuk mengeksplorasi IR 4.0 lebih
lanjut. Yang terakhir, IR 4.0 juga dapat menghadirkan a
57

peluang besar dalam pengembangan keterampilan dan keahlian baru khususnya pada
teknologi canggih yang akan dipraktikkan dalam IR 4.0.

2.12 Tinjauan Sektor Manufaktur Malaysia

Pada kuartal keempat tahun 2018, perekonomian Malaysia menunjukkan kinerja


persentase Produk Domestik Bruto (PDB) yang lebih baik yaitu sebesar 4,7 persen
dibandingkan kuartal kedua dan ketiga tahun 2018 yang masing-masing
menghasilkan persentase PDB total sebesar 4,5 persen dan 4,4 persen (Departemen
Statistik Malaysia., 2019). Ditambah lagi, seperti yang juga dicatat oleh Departemen
Statistik Malaysia, sektor manufaktur dan jasa memberikan kontribusi terbesar
terhadap peningkatan persentase tersebut, dimana manufaktur menempati posisi
kedua sebagai sektor yang memberikan kontribusi.
Meskipun terlihat ada sedikit penurunan persentase PDB yang terjadi dari
triwulan IV tahun 2018 ke triwulan I tahun 2019 yaitu sebesar 4,5 persen namun
terjadi peningkatan pada triwulan II tahun 2019 dengan total persentase sebesar 4,9
persen. Sekali lagi, sebagaimana dinyatakan oleh Departemen Statistik Malaysia
(2019), pertumbuhan PDB ini terutama didukung oleh persentase nilai tambah dari
sektor manufaktur dan jasa. Sektor manufaktur tercatat sebagai sektor tertinggi kedua
yang menyumbang 4,3 persen terhadap PDB Malaysia tahun 2019. Gambar 2.9
menunjukkan bagaimana sektor manufaktur dan jasa berperan besar dan berperan
besar terhadap kinerja perekonomian Malaysia pada kuartal kedua tahun 2019.
Gambar 2.9: Persentase PDB Kuartal Kedua tahun 2019
Departemen Statistika Malaysia (2019)
58

Sektor manufaktur merupakan sektor dinamis yang mencakup berbagai industri


(Mahadevan, 2014). Sektor manufaktur merupakan salah satu sektor utama yang
berkontribusi terhadap Pertumbuhan Produk Domestik (PDB) Malaysia. Menurut
Departemen Statistik Malaysia (2019), sektor manufaktur merupakan sektor tertinggi
kedua yang menunjukkan kinerja baik dengan total pangsa sebesar 22,8 persen PDB
pada tahun 2018. Selain itu, sektor manufaktur juga menjadi fokus utama pemerintah
dalam tahun 2018. Rencana Malaysia Kesebelas dan diharapkan tetap kuat dan
unggul. Sejauh ini, Malaysia kini menikmati posisi tangguh karena Malaysia berada
di peringkat ke-17th tempat di antara 40 negara di seluruh dunia (Schwab, 2017).
Selain kontribusi sektor manufaktur terhadap perekonomian Malaysia, sektor
manufaktur juga memaparkan mengapa sektor ini dianggap sebagai salah satu tulang
punggung terkuat yang mendukung dan mengintensifkan kinerja perekonomian
Malaysia. Yang pertama dan terpenting, sektor manufaktur Malaysia terkenal dengan
peluang kerja, mengundang investasi secara global, dan menciptakan peluang bisnis
(MITI, 2018a). Gambar 2.10 menunjukkan jumlah total lapangan kerja di sektor
manufaktur pada triwulan IV tahun 2019 menunjukkan bahwa sektor manufaktur
menduduki peringkat kedua dengan tingkat penyerapan tenaga kerja tertinggi setelah
sektor jasa-jasa dengan jumlah lapangan kerja sebanyak 2.174 lapangan kerja.
Gambar 2.10: Jumlah Pekerjaan di Departemen Industri Manufaktur Malaysia
(2020)

Anda mungkin juga menyukai