Makalah Revisi KMB Sudah
Makalah Revisi KMB Sudah
Dosen Pengampu :
Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Psikososial Budaya dengan judul “Konsep asuhan
keperawatan pada system persepsi sensori (Glaukoma dan Katarak)”. Dalam penyusunan
tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari
bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan
bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen pembimbing Istiroha, S.Kep Ns. M.Kep yang telah memberikan tugas,
petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
2. Orang tua yang telah memberi dukungan dalam bentuk moril maupun materil.
3. Teman-teman yang telah membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan
sehingga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak
yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
2.2Etiologi .................................................................................................................................. 8
2.3Klasifikasi.............................................................................................................................. 9
2.5Patofisiologi ........................................................................................................................ 12
2.2.1Pengertian ......................................................................................................................... 14
2.2.2Etiologi ............................................................................................................................. 15
2.2.4Patofisiologi ..................................................................................................................... 16
2.2.5Klasifikasi ........................................................................................................................ 17
2.2.8Komplikasi ....................................................................................................................... 20
3
2.2.9 pathway katarak.........................................................................................22
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................................................... 23
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Mata manusia merupakan alat indra penglihatan yang berfungsi menyampaikan informasi
gambar ke otak. Apabila terjadi kelainan pada mata seperti glaukoma, maka dapat mengakibatkan
gangguan penglihatan bahkan kebutaan (Wirayudha et al., 2019).
Katarak merupakan penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna
putih abu-abu dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein pada lensa
yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi pada lensa (Corwin, 2009).
Berbeda dengan Glaukoma, Glaukoma merupakan penyakit mata dimana terjadi kerusakan saraf
optik yang diikuti gangguan pada lapang pandang yang khas. Kondisi ini utamanya diakibatkan
oleh tekanan bola mata yang meninggi yang biasanya disebabkan oleh hambatan pengeluaran
cairan bola mata (humour aquous). Penyebab lain kerusakan saraf optik, antara lain gangguan
suplai darah ke serat saraf optik dan kelemahan/ masalah saraf optiknya sendiri (Oktariana, 2015).
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2020, katarak merupakan kelainan
mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan yang paling sering ditemukan.
Prevalensi buta katarak sebanyak 0,78% dari prevalensi total kebutaan yang terjadi di seluruh
dunia yaitu 1,5%. Katarak merupakan penyebab kebutaan utama di dunia. Artinya terdapat 39 juta
orang yang buta di seluruh dunia dengan penyebab utama kebutaan yaitu katarak sebesar 51%.
Sementara itu prevalensi glaukoma menurut World Health Organization(WHO) menyebutkan
bahwa 2,2 miliar orang mengalami gangguan penglihatan, baik jarak dekat maupun jauh. Dalam 1
miliar atau hampir separuh dari kasus ini, angka kejadian di dunia karena kebutaan karena kelainan
refraksi yang tidak tertangani (88,4 juta), katarak (94 juta), degenerasi makula terkait usia (8 juta),
glaukoma (7,7 juta), retinopati diabetik (3,9 juta), serta gangguan penglihatan jarak dekat yang
disebabkan oleh presbiopia yang tidak teratasi (826 juta) (WHO, 2018).
Berdasarkan Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2007 dan 2013, prevalensi
penduduk yang menderita katarak termasuk katarak senilis di Indonesia sebesar 1,8%. Pada tahun
2013, prevalensi katarak semua umur sebesar 1,8% atau sekitar 18.499.734 orang. Sementara
perkiraan insidensi katarak sebesar 0,1% per tahun. Selain itu, penduduk Indonesia juga memiliki
3 kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah
subtropis (Kemenkes, 2018). Dalam kasus kebutaan di Indonesia, glaukoma menjadi penyebab
5
kedua terbesar setelah katarak. Menurut Riskesdas tahun 2007 prevalensi glaukoma di Indonesia
sebesar 0,46% dan di Jawa Tengah mencapai 0,28%. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2019,
penderita glaukoma paling banyak terdapat di regional Asia Selatan dan Asia Timur. Mayoritas
penderita glaukoma berjenis kelamin wanita dan kelompok umur terbanyak 44-46 tahun
(Kemenkes RI, 2019).
Berdasarkan data sekunder mengenai gangguan penglihatan katarak dan refraksi di Jawa Timur.
Berdasarkan persebaran kasus katarak yang setiap bulan di update jumlah dan wilayah kejadiannya
melalui kegiatan sirveilans PTM Kabupaten/Kota, maka didapatkan bahwa dari 38
Kabupaten/Kota di Jawa Timur persebaran kasus katarak terbanyak berada dikota Jombang dengan
jumlah kasus katarak sebanyak 29.025kasus yang ditangani dan tercatat oleh Puskesmas setempat.
Sedangkan berdasarakan data yang dimiliki Rumah Sakit pada kasus Rawat Jalan, ditemukan
bahwa keniakan kasus terjadi sejak tahun 2021 pada kasus penyakit Katarak dan Refraksi
(Radhiena Kusuma et al., 2023). Untk prevalensi glaukoma di provinsi Jawa Timur memiliki
prevalensi katarak sebesar 1,6%. Prevalensi tertinggi berada di Kabupaten Banyuwangi sebesar
4,4% dan prevalensi terendah sebesar 0,3% berada di Kota Kediri (linta meyla putri et al., 2022).
Menurut (Ilyas, 2017), hilangnya transparansi lensa karena katarak disebabkan oleh
perubahan sifat dan kimia dari lensa itu sendiri. Terjadi perubahan pada serat halus (Zunura) yang
memanjang dari badan siliaris ke daerah sekitar lensa. Air dan protein adalah komponen paling
banyak pada lensa. Perubahan kimiawi yang terjadi pada protein lensa mengakibatkan koagulasi
sehingga cahaya yang masuk pada retina terhalangi dan menyebabkan penglihatan menjadi
berkabut. Saat terjadi penuaan pada seseorang, lensa mata akan berada di tengah yang
mengakibatkan penurunan kemampuan untuk fokus pada objek yang dekat. Sedangkan pada
glaucoma Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan
reabsorpsi humor akuos akibat kelainan sistem drainase sudut kamera okuli anterior
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor akuos ke sistem drainase
(glaukoma sudut tertutup). Efek peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh
perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokular. Pada glaukoma
sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan
kerusjikan iskemik akut pada iris yang disertai edema komea dan kerusakan nervus
optikus. Pada glaukoma sudut terbuka primer, tekanan intraokular biasanya tidak
meningkat lebih dari 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion terjadi setelah waktu
yang lama. Pada glaukoma tekanan normal, sel-sel ganglion retina rentan mengalami
6
kemsakan akibat tekanan intraokular dalam kisaran normal atau mekanisme
kerusakannya yang utama yaitu iskemia kaput nervus optikus. Mekanisme utama
penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina yang
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf 20 dan lapisan inti dalam retina serta
berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai
pembesaran cawan optik (Salmon JF, 2018). Sampai akhirnya pada katarak mengalami
masalah keperawatan defisit pengetahuan, resiko cedera, gangguan persepsi sensori
penglihatan, nyeri, ansietas. Sedangkan pada glaukoma dengan masalah keperawatan
resiko cedera, ansietas, gangguan persepsi sensori penglihatan.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah atau
pertanyaan sebagai berikut : bagaimana asuhan keperwatan pada pasien katarak dan glaukoma.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien katarak dan glaukoma.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Menjelaskan pengertian katarak dan glaukoma.
2. Menjelaskan etiologi katarak dan glaukoma.
3. Menjelaskan klasifikasi katarak dan glaukoma.
4. menjelaskan manifestasi klinis katarak dan glaukoma.
5. Menjelaskan patofisiologi katarak dan glaukoma.
6. Menjelaskan pathway katarak dan glaukoma.
7. Menjelaskan pencegahan katarak dan glaukoma.
8. Menjelaskan penatalaksanaan katarak dan glaukoma.
9. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan katarak dan glaucoma.
7
2.1 Definisi Glaukoma
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa,
neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandang yang khas dan utamanya
diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal. (Ilyas, 2018 : 239).
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal (N =
15-20mmHg). (Ilyas, 2017 : l35).
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh peningkatan
abnormal tekanan intraokular ( sampai lebih dari 20 mmHg). (Corwin, 2019 : 382).
2.2 Etiologi
Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan
ekskresi/ aliran keluar aqueous humor. Beberapa faktor resiko yang dapat memicu
terjadinya glaukoma adalah tekanan darah yang tinggi, diabetes melitus, miopia,
ras kulit hitam, pertambahan usia dan pasca bedah (Simmons et al, 2017).
2. Umur
3. Riwayat keluarga
8
primer meningkat sekitar 3,7 kali pada seseorang yang memiliki kerabat menderita
glaukoma sudut terbuka primer. Pada Rotterdam Eye Study, prevalensi glaukoma
sudut terbuka primer sekitar 10,4% pada pasien yang memunyai riwayat keluarga
yang pernah menderita penyakit yang sama. Peneliti yang sama mengestimasikan
bahwa resiko relatif untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer sebesar 9,2
kali pada seseorang yang memiliki kerabat dekat yang menderita glaukoma sudut
terbuka primer (Lisegang et al., 2020).
4. Ras
1. Glaukoma primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu timbul
pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang sempit
pada kedua mata. Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan dalam keluarga,
DM Arteri osklerosis, pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan
progresif dan lain-lain dan berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu :
9
timbul
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diakibatkan oleh penyakit mata lain
atau trauma di dalam bola mata, yang menyebabkan penyempitan sudut /peningkatan
volume cairan dari dalam mata . Misalnya glaukoma sekunder oleh karena
hifema, laksasi / sub laksasi lensa, katarak instrumen, oklusio pupil, pasca
10
bedah intra okuler.
3. Glaukoma kongenital
Adalah perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder
terhadap kelainan mata sistemik jarang ( 0,05 %) manifestasi klinik
biasanya adanya pembesaran mata (bulfamos), lakrimasi.
4. Glaukoma absolute
Ada beberapa jenis glaukoma. Bentuk klinis saat ini dari glaukoma
diidentifikasi sebagai glaukoma sudut terbuka, sudut tertutup glaukoma
(juga disebut blok pupil), glaukoma kongenital, dan glaukoma yang
berhubungan dengan kondisi lain. Bisa glaucoma menjadi primer atau
sekunder, tergantung pada apakah faktor terkait berkontribusi terhadap
peningkatan TIO. Dua klinis umum bentuk glaukoma yang dijumpai pada
orang dewasa adalah glaukoma openangle primer (POAG) dan glaukoma sudut
11
tertutup, yang dibedakan oleh mekanisme yang menyebabkan gangguan aliran
keluar air. (Brunner & Suddarth's, 2017).
2.4 Manifestasi klinis glaukoma
Manifestasi Klinis glaukoma menurut (Brunner & Suddarth's, 2017). Adalah :
3. Pucat dan cupping pada diskus saraf optik; sebagai saraf optic kerusakan
meningkat, persepsi visual di area tersebut hilang.
2.5 Patofisiologi
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel
ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan
inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Discus optikus
menjadi atrofik, disertai pembesaran cawan optik (Vaugha n, 2019).
Glaukoma akut terjadi bila terbentuk iris bombe yang menyebabkan oklusi
sudut bilik mata depan oleh iris perifer. Hal ini menghambat aliran keluar aqueous
humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri
hebat, kemerahan dan penglihatan kabur (Vaughan, 2019).
12
komea dan kerusakan nervus optikus. Pada glaukoma sudut terbuka primer,
tekanan intraokular biasanya tidak meningkat lebih dari 30 mmHg dan
kerusakan sel ganglion terjadi setelah waktu yang lama. Pada glaukoma tekanan
normal, sel-sel ganglion retina rentan mengalami kemsakan akibat tekanan
intraokular dalam kisaran normal atau mekanisme kerusakannya yang utama yaitu
iskemia kaput nervus optikus. Mekanisme utama penurunan penglihatan pada
glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan
lapisan serat saraf 20 dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson di
nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cawan optik
(Salmon JF, 2018).
2.6 Patway
13
2.2 Konsep Dasar Katarak
2.2.1 Pengertian
Katarak adalah proses degeneratif berupa kekeruhan di lensa bola mata sehingga
menyebabkan menurunnya kemampuan penglihatan sampai kebutaan. Kekeruhan ini
14
disebabkan oleh terjadinya reaksi biokimia yang menyebabkan koagulasi protein lensa
(Kemenkes, 2019).
Katarak merupakan kekeruhan pada lensa kristalina. Faktor yang berpengaruh seperti usia
yang lebih tua, pola hidup, genetik, trauma pada mata. Katarak senilis pada lansia beresiko
menyebabkan gangguan penglihatan dan yang paling parah adalah kebutaan. Penurunan
penglihatan pada lansia akan berdampak pada kemandirian yang dilakukan(Rahmawati dkk.,
2020).
15
Hipertensi menyebabkan konformasi struktur perubahan protein dalam kapsul lensa sehingga
dapat menyebabkan katarak.
6. Merokok
Merokok dapat mengubah sel-sel lensa melalui oksidasi dan menyebabkan akumulasi logam berat
seperti cadmium dalam lensa sehingga dapat memicu katarak.
7. Alkohol
Alkohol dapat mengganggu homeostasis kalsium dalam lensa sehingga menyebabkan kerusakan
membran dan dapat memicu katarak.
8. Radiasi Ultraviolet
Sinar ultraviolet mampu merusak jaringan mata, saraf pusat penglihatan, dan dapat merusak
bagian kornea dan lensa sehingga dapat menyebabkan katarak.
2.2.3 Manifestasi klinis
Menurut Kemenkes RI, 2020 Manifestasi klinis pasien katarak antara lain :
1. Rasa silau karena terjadi pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh
2. Mata jadi sangat sensitive terhadap cahaya
3. Penglihatan akan berkurang secara perlahan
4. Pada pupil terdapat bercak putih
5. Penglihatan/pandangan mata kabur, suram atau seperti ada bayangan awan atau asap
6. Ada lingkaran putih saat memandang sinar
7. Penglihatan ganda
8. Rasa nyeri pada mata
2.2.4 Patofisiologi
Pathogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walau demikian, pada lensa katarak
secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya
dan mengurangi tranparansinya. Perubahhan protein lainnya akan mengakibatkan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel diantara
serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang.
Sejumlah factor yang diduga turut 12 berperan dalam terbentuknya katarak, antara lain:
kerusakan oksidatif ( dari proses radikal bebas ), sinar ultraviolet, dan malnutrisi. ( Vaughan
, 2017).
Menurut (Ilyas, 2017), hilangnya transparansi lensa disebabkan oleh perubahan sifat dan
kimia dari lensa itu sendiri. Terjadi perubahan pada serat halus (Zunura) yang memanjang
dari badan siliaris ke daerah sekitar lensa. Air dan protein adalah komponen paling banyak
16
pada lensa. Perubahan kimiawi yang terjadi pada protein lensa mengakibatkan koagulasi
sehingga cahaya yang masuk pada retina terhalangi dan menyebabkan penglihatan menjadi
berkabut. Saat terjadi penuaan pada seseorang, lensa mata akan berada di tengah yang
mengakibatkan penurunan kemampuan untuk fokus pada objek yang dekat.
Genetik dapat menyebabkan kelainan kromosom sehingga mempengaruhi kualitas serat
lensa. Serat lensa mengalami denaturasi dan koagulasi sehingga menyebabkan kekeruhan
pada lensa dan terjadi katarak. Diabetes melitus dapat menyebabkan sorbitol menumpuk di
dalam lensa dan menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan lensa membuat sinar yang masuk
ke kornea menjadi semu. Otak mempresentasikan sebagai bayangan berkabut sehingga
pandangan menjadi berkabut (Kemenkes, 2019).
2.2.5 Klasifikasi
Berdasarkan pada usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Katarak kongenital
Merupakan katarak yang sudah terlihat pada usia kurang dari 1 tahun.
2. Katarak juvenile
Merupakan katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.
3. Katarak senile
Merupakan katarak setelah usia 50 tahun (Patel, 2019).
17
Pada stadium ini, terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga
nucleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa (Patel, 2019).
18
2) Memperlambat progevitas
Terdapat beberapa sediaan yang mempunyai kandungan kalium dan kalsium yangdapat
digunakan pada katarak stadium awal untuk mengurangi perkembangannya, akan tetapi
hingga saat ini belum ada kejelasan tentang mekanisme kerja pada sediaan tersebut.
3) Penilaian perkembangan visus yang terjadi pada katarak imatur dan insipien.
a) Refraksi harus sering diperbaiki, karena refraksi mengalami perubahan secara cepat.
b) Pengaturan pencahayaan, pencahayaan yang terang sebaiknya digunakan untuk pasien dengan
kekeruhan yang terdapat pada perifer lensa. Sedangkan pasien dengan kekeruhan pada
bagian sentral lensa, berikan cahaya remang yang ditempatkan dengan posisi disamping dan
sedikit di belakang kepala pasien, pencahayaan remang akan memberikan hasil terbaik.
c) Gunakan kacamata gelap. Memberikan kenyamanan pada pasien dengan kekeruhan yang
terdapat pada bagian sentral ketika beraktivitas di luar ruangan,
d) Midriatil, dengan kekeruhan yang sedikit, pupil akan memberikan efek yang positif pada
latraksial. Midriatil yang diberikan seperti 5% atau 1% tropicamide dapat memberikan
penglihatan yang lebih jelas pada pasien.
2. Penatalaksanaan pembedahan katarak
Indikasi penanganan bedah pada kasus katarak antara lain:
1) Indikasi visus dan indikasi medis
Indikasi penglihatan bersifat individu untuk semua orang, tergantung dampak katrak yang terjadi
dalam aktivitasnya. Untuk alasan medis, pasien bisa tidak terganggu karena kekeruhan pada
lensa, tetapi mungkin terganggu oleh indikasi medist tertentu untuk melakukan operasi
katrak.
2) ECCE (Extra Capsular Catract Extraction)
Prosedur pembedahan dengam mengganti lensa yang keruh dengan menggunasan lensa
intraokular.
3) ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction)
Operasi ini mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya.
4) Indikasi kosmetik,
mengacu dimana pasien dengan katrak matur yang memerlukan pengangkatan katarak untuk
mendapatkan pupil yang hitam.
3. Penatalaksanaan pasca bedah
Perawatan yang dilakukakan pasca operasi katarak meliputi:
1) Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang kemampuan pasien untuk mengganti perban dan
memberikan obat tetes mata mandiri.
19
2) Jika pasien atau anggota keluarga tidak memahami prosedur pengobatan, mereka akan
mendapatkan penyuluhan kesehatan tentang perawatan mata di rumah, dan dianjurkan untuk
memberikan obat tetes mata.
3) Anjurkan untuk memberikan obat tetes mata dan salep setiap hari.
4) Usahakan untuk tidak membasahi mata tau perban selama dua minggu.
5) Jangan menyentuh atau menggosok mata dengan tangan saatberaktivitas sehari-hari.
6) Tidak membungkuk selama dua minggu.
7) Tidak berbaring ke arah mata yang di operasi.
8) Hindari mengangkat benda berat serta menghindari benturan pada mata.
9) Anjurkan memakai kacamata hitam saat di luar ruangan pada siang hari.
10)Mengontrol dan menghindrai faktor yang mempercepat terbentuknya katarak. (Soekardiet
al,2013).
2.2.8 Komplikasi
Kemungkinan terjadinya komplikasi pada kasus katarak bergantung pada stadiumnya. Pada
stadium imatur dapat terjadi komplikasi glaukoma sekunder karena lensa yang cembung
yang menjadi penyebab iris dan aquaeous humor terhalang. Sedangkan glaukoma sekunder
dapat terjadi pada stadium hipermatur akibat penyumbatan yang terjadi pada kanal aliran
aquous humor karena masa lensa yang lisis, uveitisfakotoksi juga dapat terjadi pada sttadium
hipermatur (Astari, 2018).
Komplikasi selama operasi antara lain :
1. Pendangkalan kamera okuli anterior Komplikasi terjadi karena kurangnya cairan yang masuk
ke kamera okuli anterior (KOA), kebocoran yang terlalu besar pada isisi, terdapat tekanan
dari luar bola mata, perdarahan suprakoroid, tekananpada avitreus positif, dan terjadinya efusi
suprakoroid.
2. Posterior CapsuleRupture (PCR) Faktor resiko terjadinya komplikasi PCR yaitu miosis,
floppy iris syndrom, pseudoeksfoliasi, KOA dangkal, dan zonulopati.
3. Nucleus drop Yaitu jatuhnya seluruh atau bagian dari nukleus lensa ke rongga viteus. Lensa
yang tertinggal jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan peradangan intraokular
berat, glaukoma sekunder, dekompensasi endotel, ablasio retina, nyeri dan kebutaan.
Komplikasi setelah operasi antara lain:
1. Edema kornea Edema kornea dapat terjadi karena kombinasi dari trauna mekanik, trauma
kimia, terjadinya radang atau peningkatan intraokular (TIO) dan waktu proses operasi yang
lama.
20
2. Perdarahan Komplikasi yang mungkin terjadi pasca operasi katarak yaitu terjadinya
perdarahan retrobulbar, efusi suprakoroid, dan adanya hifema.
3. Glukoma sekunder Terjadi karena peningkatan intraokular pasca operasi.
4. Edema MalukaKitoid (EMK) EMK terjadi apabila terdapat penurunan visus pasca operasi,
dan terdapat gambaran penebalan yang terjadi pada retina saat pemeriksaan OCT.
5. Uveitis Kronik (Astari, 2018).
Penyakit
Cedera pada metaboli
Faktor usia mata congenital k (DM)
Kurang
pengetahuan Sayatan pada
informasi tentang jaringan
prosedur matta
pembdahan
Gangguan
Ansietas
integritas
jaringann mata
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pada tanggal 12 september 2020, pasien Tn. M berumur 45 tahun bersama istrinya datang
ke Rumah sakit Y dengan keluhan nyeri kepala dan tengkuk terasa berat, nyeri saat beraktivitas,
penglihatan kabur, pada area penglihatan terjadi penurunan lapang pandang, mengatakan takut di
operasi dan sering menanyakan tentang operasi. Dilakukan pengkajian pada tanggal 13 september
2020, hasil observasi tanda-tanda vital ; TD : 180/90 mmHg, N : 116 x/mnt, RR : 24 x/mnt, S :
37°c. GCS : 6 (E2M2V2). Pemeriksaan laboratorium ; Hb : 15,7 g/dl, Leukosit : 13.540/mm,
Trombosit : 245.000/mm, Hematokrit 40-48 %, Glukosa : 0,3mM dan TIO : 23 mmHg.
FORMULIR PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS GRESIK
IDENTITAS
Nama : Tn. M Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 45 th Status Marital : Menikah
Agama : Islam Penanggung Jawab : Ny. M
Suku : Jawa Alamat : Sidorejo
Pendidikan : SLTA Tgl. MRS : 12-09-2020
Pekerjaan : Wiraswasta Tgl. Pengkajian : 13-09-2020
Alamat : Sidorejo No. Reg : 987654
Dx. Medis : Glaukoma dan Katarak
23
5. Riwayat alergi : Ya √ Tidak Jelaskan : ....................................
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : baik √ sedang lemah
2. Kesadaran :
compos mentis √ sopor somnolent coma lain-lain :
Tanda Vital :
Tensi : 180/90 mmHg Nadi: 116x/mnt Suhu: 37°c Pernafasan : 24x/mnt
3. Pola nafas :
Irama : √ teratur tidak teratur
Jenis : √ dispnoe kussmaul ceyne stokes lain-lain :
Suara nafas : √ vesikuler stridor wheezing ronchi
lain-lain : .........
Sesak nafas : ya √ tidak
Batuk : ya √ tidak Jelaskan : ................................
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
4. Kardiovaskuler :
Irama Jantung : √ reguler irreguler S1/S2 tunggal : √ ya tidak
Nyeri dada : ya √ tidak
Bunyi jantung : normal murmur gallop √ lain-lain : pekak
CRT : √ < 3 detik > 3 detik
Akral : √ hangat panas dingin basah dingin kering
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5. Persyarafan :
GCS : 6 Eye : 2 Verbal : 2 Motorik : 2
Reflek fisiologis: √ patella triceps biceps lain-lain :
Reflek patologis: (-) babinsky budzinsky kernig lain-lain :
Istirahat/tidur : 9 jam/hari
Gangguan tidur : ada √ tidak Jenis: .................
Masalah Keperawatan : Nyeri akut
6. Penginderaan :
a. Mata
Gerakan mata √ normal tidak , Jelaskan………
Bentuk mata √ normal tidak , Jelaskan………
Pupil: √ isokor anisokor lain-lain: Palpebra: cekung √ tidak
Konjungtiva: anemis √ tidak
24
Sklera: ikterus √ tidak
Lensa : √ keruh tidak
Visus ka/ki : ka (6) ki : (12)
Gangguan penglihatan: √ ya tidak
Alat bantu ya tidak
Lain-lain: TIO : 23 mmHg
b. Telinga
Bentuk telinga √ normal tidak , Jelaskan………
Lain-lain:
c. Hidung
Bentuk: √ normal tidak Jelaskan :...........
Gangguan penciuman: ya √ tidak Jelaskan :...........
Lain-lain:
Masalah Keperawatan : Gangguan persepsi sensori & Risiko cedera
7. Perkemihan :
Kebersihan : √ bersih kotor
Urine : Jumlah: 300 cc/hari Warna : Kuning Bau : Khas
Alat bantu (kateter): ya √ tidak
Kandung kemih : membesar ya √ tidak
Nyeri tekan ya √ tidak
Gangguan : anuria oliguria retensi inkontinensia
nocturia lain-lain :
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
8. Pencernaan :
Nafsu makan: √ baik menurun
Porsi makan: habis √ tidak Jelaskan: tidak nafsu
Minum: jumlah: 1200 cc/hari jenis minuman : air mineral
Mulut dan Tenggorokan
Mulut: √ bersih kotor berbau
Mukosa: lembab √ kering stomatitis
Tenggorokan: sakit menelan/ nyeri telan kesulitan menelan
pembesaran tonsil lain-lain :
Abdomen
Perut: tegang √ kembung ascites nyeri tekan, lokasi:
Peristaltik: 15 x/menit
25
Pembesaran hepar: ya √ tidak Jelaskan:............
Pembesaran lien: ya √ tidak Jelaskan:............
BAB: 1 x/hari Teratur √ ya tidak Lain-lain:
Konsistensi: Bau: Warna:
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5 5
10. Endokrin :
Pembesaran tyroid: ya √ tidak
Pembesaran limfe: ya √ tidak
Hiperglikemia: ya √ tidak Hipoglikemia: ya √ tidak
26
Perasaan saat ini: √ cemas stres biasa saja/tenang
Masalah Keperawatan: Ansietas
_____________________
ANALISIS DATA
27
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DS : Pasien mengatakan Hipertensi Nyeri Akut berhubungan
mata tegang, nyeri hebat, ↓ dengan agen pencedera
lebih sakit untuk melihat. Obstruksi jaringan fisiologis peningkatan TIO
P : Nyeri saat intraseluler
beraktivitas ↓
Q : Seperti di tusuk- Hambatan pengaliran
tusuk ↓
R : Kepala dan tengkuk Aqueus humor
S : Skala 6 ↓
T : Hilang timbul TIO meningkat
↓
DO : Meringis, menahan Nyeri
dan mengeluh nyeri, sering
memegangi mata.
TTV :
S : 37°c
N : 116x/mnt
RR : 24x/mnt
TD : 180/90 mmHg
DS : pasien mengatakan TIO meningkat Gangguan persepsi sensori
penglihatan kabur, tidak ↓ berhubungan dengan
jelas,penurunan area Gangguan saraf optik gangguan penglihatan
penglihatan ↓ (serabut saraf oleh karena
Perubahan penglihatan peningkatan TIO)
DO : perifer
- pemeriksaan lapang ↓
pandang menurun Gangguan persepsi sensori
(Visus : 6/12 penglihatan
- TIO : 23 mmHg
- penglihatan kabur
TTV :
S : 37°c
N : 116x/mnt
RR : 24x/mnt
TD : 180/90 mmHg
28
DS : pasien menngatakan Obstruksi jaringan Risiko cedera berhubungan
semua aktivitas masih perlu intraseluler dengan terpapar patogen
bantuan oleh keluarga ↓
Penurunan enzim menurun
DO : ↓
TTV : Degenerasi pada lensa
S : 37°c ↓
N : 116x/mnt Pandangan kabur
RR : 24x/mnt ↓
TD : 180/90 mmH Risiko cedera
29
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
30
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
31
3. Risiko cedera b/d Terpapar patogen Manajemen Keselamatan Lingkungan (I.14513)
Observasi
Tujuan : 1. Indikasi kebutuhan keselamatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
1x24 jam, maka tingkat cedera dapat menurun
Terapeutik
Kriteria Hasil : 1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis, fisik, biologi, dan
1. Toleransi aktivitas menurun kimia), jika memungkinkan
2. Ekspresi waajah kesakitan menurun 2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
3. Tekanan darah membaik 3. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis, commode chair dan
pegangan tangan)
Edukasi
1. Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu
33
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
34
TTV :
S : 36,5°c
N : 100x/mnt
RR : 22x/mnt
TD : 130/90 mmHg
P : Intervensi di lanjutkan
Gangguan persepsi sensori 08.00 1. Periksa status mental, status sensori, dan S : Pasien mengatakan pandangan
b/d hilangnya gangguan tingkat kenyamanan (mis. nyeri, masih kabur
penglihatan kelelahan O:
2. Diskusikan tingkat toleransi terhadap - Visus : 6/12
beban sensori (mis. bising, terlalu - TIO : 23 mmHg
terang) TTV :
3. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus
S : 36,5°c
(mis. mengatur pencahayaaan ruangan,
N : 100x/mnt
mengurangi kebisingan, membatasi
kunjungan) RR : 22x/mnt
4. Kolaborasi dalam meminimalkan TD : 130/90 mmHg
prosedur/tindakan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi di hentikan
Risiko Cedera b/d Terpapar 09.00 1. Indikasi kebutuhan keselamatan S : Pasien mengatakan di bantu
patogen 2. Monitor perubahan status keselamatan oleh keluarga nya saat melakukan
lingkungan sesuatu
35
3. Hilangkan bahaya keselamatan
lingkungan (mis, fisik, biologi, dan O :
kimia), jika memungkinkan TTV :
4. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan S : 36,5°c
(mis, commode chair dan pegangan N : 100x/mnt
tangan)
RR : 22x/mnt
5. Ajarkan individu, keluarga dan kelompok
TD : 130/90 mmHg
risiko tinggi bahaya lingkungan
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Ansietas b/d ancaman 10.00 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah S : Pasien mengatakan sedikit
terhadap konsep diri (mis. kondisi, waktu, stresor) tenang setelah di operasi
2. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
non verbal O : pasien tampak tenang setelah
3. Latih teknik relaksasi di operasi tapi masih sedikit
4. Informasikan secara faktual mengenai gelisah
diagnosis, pengobatan dan prognosis TTV :
(rencana operasi)
S : 36,5°c
5. Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika
perlu N : 100x/mnt
RR : 22x/mnt
TD : 130/90 mmHg
P : Intervensi di lanjutkan
36
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak
langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin
lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini
disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola
mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di
belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah
sehingga saraf mata akan mati.
4.2 Saran
Klien yang mengalami glaukoma harus
mendapatkan gambaran tentang penyakit serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan
akhir pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang
37
DAFTAR PUSTAKA
Anisa, F. A. (2018). Lensa Dan Katarak. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata
Cicendo Bandung.
Bourne, R. R., Flaxman, S. R., Braithwaite, T., Cicinelli, M., Das, A., Jonas, J., . . . Taylor,
H. (2017). Magnitude, temporal trends, and projections of the globalprevalence of
blindness and distance and near vision impairment: a systematic review and meta-
analysis. The Lancet Glob Health, 5(9), e888- e897. doi:10.1016/S2214-
109X(17)30293-0
Čerim, A., Dizdarević, A., & Pojskić, B. (2014). Occurrence and Morphological
Characteristics of Cataracts in Patients Treated With General Steroid Therapy at
Cantonal Hospital Zenica. Zenica: Medicinski Glasnik, 11(2).
38
39