Ifrs M.natsir Solok 1
Ifrs M.natsir Solok 1
Preseptor:
apt. Adrizal, M.Farm.
Disusun oleh :
Wahyuti,S.Farm 2330122038
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir Solok. Dalam proses
penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan banyak
terima kasih kepada :
1. Bapak apt. Adrizal, M. Farm selaku kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum
Daerah M. Natsir Solok, serta seluruh apoteker yang bertugas yang telah
memberikan kesempatan, bimbingan, petunjuk, arahan sehingga Laporan Studi
Kasus ini dapat selesai.
2. Staf tenaga kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Daerah M. Natsir
Solok yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Laporan Studi Kasus ini.
Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah diberikan
kepada penulis. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang “Pemilhan, Perencanaan dan
Pengadaan “ Penulis menyadari laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
1.3 Tujuan.................................................................................................................5
2.3.1 Pemilihan......................................................................................................9
2.3.3 Pengadaan..................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................28
LAMPIRAN................................................................................................................29
2
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah Sakit adalah salah satu sarana penyelenggara pelayanan kesehatan, dituntut
untuk mampu memberikan pelayanan yang baik dan bermutu. Hal tersebut diperjelas
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun (2016) tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit, disebutkan bahwa pelayanan farmasi Rumah Sakit merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk
pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Dan praktik
pelayanan kefarmasian merupakan hal yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan
kesehatan. (DepKes RI, 2004).
Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, dan dipimpin oleh seorang Apoteker
sebagai penanggung jawab. Dimana seorang Apoteker bertanggung jawab untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dengan dilakukannya perluasan paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada
pasien (patient oriented). (Peraturan Menteri Kesehatan, 2014). Tugas pokok dari IFRS ini
adalah pengelolaan mulai dari perencanaan pengadaan, penyimpanan penyiapan, peracikan,
pelayanan langsung kepada pasien sampai dengan pengendalian semua perbekalan
kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit (Aji et al., 2013).
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Sistem pemilihan ini
digunakan untuk menentukan apakah kebutuhan obat benar-benar diperlukan sesuai dengan
jumlah pasien atau kunjungan dan pola penyakit dirumah sakit. Pemilihan obat dirumah
sakit berdasarkan Formularium Rumah Sakit mengacu pada Formularium Nasional.
Formularium Nasional (Fornas) adalah daftar produk obat yang dirancang komite nasional
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan serta berdasarkan pada bukti ilmiah terkini, yang
memiliki khasiat, aman, dan dengan harga terjangkau yang disediakan serta digunakan
sebagai pedoman dalam pemakaian obat pada program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN). Setiap rumah sakit harus menggunakan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan,
BMHP berdasarkan Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi,
3
pola penyakit, efektivitas dan keamanan, pengobatan berbasis bukti, mutu harga, dan
ketersediaan di pasaran. (Depkes, 2004).
Perencanaan merupakan tahap penting dalam pengelolaan obat di rumah sakit.
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga
perbekalan sediaan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran rumah sakit untuk
menghindari kekosongan stok obat dengan metode yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, dan kombinasi. (Kemenkes, 2004).
Menurut Undang-Undang No.72 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan
waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan
dilakukan bertujuan untuk menghindari kekosongan stok.
Maka dari itu sangatlah penting untuk dilakukannya kegiatan pemilihan,
perencanaan dan pengadaan yang sesuai dengan standar kefarmasian di Rumah Sakit
sehingga Instalasi Farmasi di Rumah Sakit dapat memenuhi kebutuhan pasien. Berdasarkan
hal ini lah penulis membahas tentang pemilihan, perencanaan dan pengadaan di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit M. Natsir Solok.
2. Bagaimana sistem perencanaan sediaan farmasi, alat Kesehatan, dan bahan medis
habis pakai di RSUD M. Natsir Solok berdasarkan Permenkes No. 72 tahun 2016?
3. Bagaimana sistem pengadaan sediaan farmasi, alat Kesehatan, dan bahan medis
habis pakai di RSUD M. Natsir Solok berdasarkan Permenkes No. 72 tahun 2016?
1.3 Tujuan
4
BAB II
TINJAUAN UMUM
Menurut UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Adapun klasifikasi rumah sakit umum menurut Permenkes No 30 tahun 2020 yaitu :
A. Rumah Sakit Umum Kelas A
5
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam,
kesehatan anak, bedah, obstetrik dan ginekologi, 4 (lima) spesialis penunjang medik
yaitu: pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik dan rehabilitasi medik.
Sekurang-kurangnya 8 (delapan) pelayanan spesialis lain yaitu: mata, telinga hidung
tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran
jiwa, paru, orthopedik, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik
mata, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru,
urologi dan kedokteran forensik. Pelayanan medik subspesialis 2 (dua) subspesialis
dasar meliputi : bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetrik dan ginekologi.
C. Rumah Sakit Umum Kelas C
6
Adapun Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit antara lain, sebagai berikut
(Kemenkes, 2016):
a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta
sesuai prosedur dan etik profesi.
b. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai efektif, aman, bermutu, dan efisien.
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek
terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko.
d. Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
e. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan
kefarmasian.
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
forularium Rumah Sakit.
Didalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Pelayanan sediaan farmasi di
Rumah Sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian. Pengelolaan alat kesehatan,
sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi
farmasi sistem satu pintu.
2.3.1 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
A. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
B. Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang telah
7
ditetapkan
C. Pola penyakit;
D. Efektifitas dan keamanan;
E. Pengobatan berbasis bukti;
F. Mutu;
G. Harga; dan
H. Ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh
Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi Obat, dan
penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara
rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit. Penyusunan dan
revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan
ekonomi dari penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu
mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a. membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional
(SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik;
b. mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;
c. membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika
diperlukan dapat meminta masukan dari pakar;
d. mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan balik;
e. membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;
f. menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;
g. menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
h. melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit menurut KEPMENKES
No. HK 01.07/MENKES/200/2020:
a. mengutamakan penggunaan Obat generik;
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita;
8
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah Sakit, maka Rumah
Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan Obat
dalam Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan,
efektivitas, risiko, dan biaya.
11
dengan koreksi epidemiologi yang sudah dihitung dengan suatu prediksi (persentase
kenaikan kasus atau analisis trend).
4) Metode kombinasi digunakan untuk obat yang terkadang fluktuatif, maka dapat
dengan menggunakan metode konsumsi dengan koreksi-koreksi pola penyakit,
perubahan, jenis/jumlah tindakan, perubahan pola peresepan, perubahan kebijakan
pelayanan. Analisis perencanaan persediaan farmasi rumah sakit adalah sebagai
berikut (Satibi, 2016):
1. Analisis ABC
Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak
ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relative sejumlah
item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa
sebagian besar daba obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item
obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat
menggunakan dana sebesar 30%.
Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan
dananya, dibagi dalam tiga kelompok yaitu:
a) Kelompok A: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
b) Kelompok B: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c) Kelompok C: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Langkah-langkah menentukan kelompok A, B dan C :
a. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara
mengalikan kuantum obat dengan harga obat
b. Tentukan rankingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil
c. Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan
d. Hitung kumulasi persennya
e. Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%
f. Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi 70% - 90%
g. Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi 91% - 100%
2. Analisis VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas
adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis
12
obat pada kesehatan. semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat
dikelompokkan tiga kelompok berikut:
a. Kelomok Vital (V) : Adalah kelompok obat yang vital, yang termasuk dalam
kelompok ini antara lain: obat penyelamat (life saving drugs), obat untuk pelayanan
kesehatan pokok (vaksin, dll) dan obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab
kematian terbesar.
Contoh obat : adrenalin (epinefrin, nonepinefrin), antitoksin, insulin (insulin
glargine, insulin lispro, insulin aspart, dan insulin glulisine), obat jantung (digoxin injeksi,
diltiazem injeksi), streptokinase injeksi.
b. Kelompok Esensial (E) : Adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu
obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit. Terdapat dalam daftar
obat esensial nasional (PERMENKES No. HK.01.07/MENKES/6477/2021
Tentang Daftar Obat Esensial Nasional).
Contoh obat : analgesik non narkotik (ibuprofen, paracetamol), Antibakteri
(eritromisin, amoksisilin).
c. Kelompok Non-esensial (N) : Merupakan obat penunjang yaitu obat yang
kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan
atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Contoh obat : curcuma, vitamin.
Adapun penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk:
a. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.
b. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok vital agar
diusahakan tidak terjadi kekosongan obat.
c. Untuk menyususn daftar VEN perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria
penentuan VEN. Dalam penentuan kriteria perlu mempertimbangkan
kebutuhan masing-masing spesialisasi.
Langkah-langkah menentukan VEN, sebagai berikut:
a. Menyusun kriteria menentukan VEN’
b. Menyediakan data pola penyakit
c. Standar pengobatan
3. Kombinasi ABC dan VEN
Jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah benar-benar jenis
obat yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit terbanyak dan obat tersebut
statusnya harus E dan sebagian V dari analisa VEN. Sebaliknya jenis obat dengan
13
status N harusnya masuk dalam kategori C, digunakan untuk menetapkan prioritas
pengadaan obat dimana anggaran yang ada tidak sesuai kebutuhan. Metode
gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan obat. Mekanismenya adalah
sebagai berikut:
a. Obat yang termasuk kategori NC menjadi prioritas pertama untuk dikurangi
atau dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih kurang, maka obat
kategori NB menjadi prioritas berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan
pendekatan ini dana yang tersedia masih juga kurang, lakukan langkah
selanjutnya.
b. Pendekatan sama sengan pada saat pengurangan obat pada kriteria NC, NB,
NA dimulai dengan pengurangan obat kategaori EC, EB dan EA.
Tabel Prioritas Pengadaan Obat Dengan Metode Kombinasi ABC Dan VEN
A B C
V AV BV CV
E AE BE CE
N AN BN CN
2.3.3 Pengadaan
16
a. peracikan atau pencampuran Obat sesuai dengan resep atau instruksi dokter
(compounding); dan
b. penyiapan Obat sesuai dengan resep atau instruksi dokter (dispensing).
Kegiatan compounding dan dispensing dikecualikan untuk sediaan radiofarmaka.
Pedoman CPOB meliputi:
a. Sistem pemastian mutu;
b. Personalia;
c. Bangunan dan fasilitas;
d. Dokumentasi;
e. Produksi;
f. Pengawasan mutu;
g. Pembuatan berdasarkan kontrak;
h. Penanganan keluhan dan penarikan kembali produk; inspeksi diri/audit internal;
i. Pedoman persyaratan standar untuk pembuatan produk obat steril;
j. Pedoman persyaratan standar untuk pembuatan produk obat cairan, krim, dan salep
nonsteril; dan
k. Cara pembuatan radiofarmaka yang baik di Rumah Sakit.
c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan
dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi
yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di
Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah
Sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien
Rumah Sakit.
17
18
BAB III
PEMBAHASAN
Pada studi kasus kali ini akan dibahas tentang standar pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, Alat
kesehatan dan Bahan medis habis pakai yaitu kegiatan pemilihan, perencanaan dan
pengadaan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit M.Natsir Solok.
Standar pelayanan kefarmasian di Rumah sakit meliputi standar pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai serta melakukan pelayanan
farmasi klinik. Pengeloahan sediaan farmasi meliputi kegiatan pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan.
Seorang apoteker memilki tanggung jawab terhadap pengeloaan sediaan farmasi yang
dipakai di Rumah sakit untuk menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku
serta dapat memastikan kualitas, manfaat dan keamanannya.
Tahap pengelolaan obat di rumah sakit terdiri dari tahapan pemilihan dan
perencanaan (selection), pengadaan (procurement), penyimpanan (storage), distribusi
(distribution) dan penggunaan (use) yang memiliki keterkaitan di antara masing–masing
tahap sehingga harus terkoordinasi dengan baik agar masing– masing dapat berfungsi
optimal. Tidak efisiennya salah satu tahap saja akan mengakibatkan tidak efisien pula
sistem suplai dan penggunaan obat yang ada..
Kegiatan pengadaan yang dilakukan di Rumah Sakit M. Zein Painan dilakukan
dengan cara yaitu pengadaan barang secara E-catalog dan Manual. Pemesanan barang
menggunakan metode E-Catalog digunakan untuk pengadaan obat- obatan BPJS kesehatan.
Pengadaan barang dengan metode E-catalog harus dilakukan berdasarkan Lembaga
kebijakan pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP). Hal ini sesuai dengan peraturan surat
edaran Menteri Kesehatan Nomor KF/MENKES/167/III/2014 tentang pengadaan obat
berdasarkan katalog elektronik. Seluruh satuan kerja di bidang kesehatan baik pusat
maupun daerah dan fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam pengadaan obat baik untuk program jaminan
kesehatan maupun program kesehatan lainnya dihimbau agar pengadaan obat dilakukan
berdasarkan e-catalog. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan
obat yang aman bermutu dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan,
19
yang pengadaanya dilaksanakan secara transparan, efektif, efisien, serta hasilnya dapat
dipertanggung jawabkan. Pengadaan melalui proses e- catalog bertujuan agar pemilihan
barang dapat dilakukan langsung melalui sistem elektronik sehingga memungkinkan para
pejabat dalam sistem pengadaan dapat memilih barang dalam pilihan terbaik, efektif,
efisien dimana pengadaan sistem elektronik tercantum jenis barang barang serta harga yang
dapat langsung diketahui antara LKPP dan Penyedia jasa barang.
Namun metode tersebut memiliki kekurangan yaitu diantaranya waktu pengiriman
obat yang bervariasi dari yang cepat dan lama (lebih dari 30 hari/melebih waktu
pengiriman dengan pengadaan langsung secara manual) padahal kebutuhan obat ada yang
bersifat mendesak dan tidak dapat ditunda, beberapa obat yang stoknya kosong di e-
catalogue sehingga menyebabkan pembelian dilakukan secara manual dengan harga yang
lebih mahal; beberapa penyedia yang mensyaratkan pembelian dengan minimal faktur
sehingga tidak sesuai dengan perencanaan; pemesanan yang tidak direspon atau direspon
tetapi lama oleh penyedia; obat tidak tersedia di daftar e-catalogue; terbatasnya tenaga
kefarmasian sebagai pejabat pengadaan obat (Saputra et al., 2019).
Sedangkan proses pengadaan yang dilakukan secara manual melakukan beberapa
proses pengadaan yang mempunyai beberapa langkah yang baku dan merupakan siklus
yang berjalan terus menerus sesuai dengan kegiatan rumah sakit. Langkah proses
pengadaan dimulai dengan mereview daftar sediaan farmasi dan BMHP yang akan
diadakan, menentukan jumlah masing - masing item yang akan dibeli, menyesuaikan
dengan situasi keuangan, memilih metode pengadaan, memilih distributor, membuat syarat
kontrak kerja, memonitor pengiriman barang, menerima barang, melakukan pembayaran
serta menyimpan kemudian mendistribusikan.
Pemesanan dibagi menjadi empat surat pesanan khusus yaitu, surat pesanan khusus
obat narkotika, surat pesanan psikotropika, surat pesanan prekursor, Obatobat Tertentu
(OOT) dan surat pesanan obat bebas. Pemesanan BMHP, ALKES, dan Obat-obatan Hight
Alert dilakukan menggunakan Surat Pesanan obat bebas. Pemesanan obat golongan
narkotika, psikotropika, prekursor dan Obat- obat Tertentu (OOT) harus dilakukan
langsung oleh Apoteker Penanggung jawab yang bertugas, pemesanan obat harus
dilakukan di PBF yang telah memiliki surat izin untuk dapat melakukan penyaluran obat.
Dimana hal ini telah sesuai dengan peraturan pada Permenkes No 72 tahun 2016 dan
BPOM No 24 Tahun 2021. Penulisan surat pesanan untuk obat biasa dilakukan dengan
cara menuliskan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan sediaan, nama apoteker yang
memesan, mencantumkan nama PBF tempat pemesanan. Sedangkan penulisan surat
20
pesanan yang digunakan untuk memesan obat golongan narkotika dilakukan dengan cara
satu surat pesanan digunakan untuk satu obat jika kekuatan sediaan berbeda atau nama
sediaan yang berbeda harus menggunakan surat pesanan yang berbeda. Surat pesanana
narkotika hanya ditulis oleh seorang apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan
nama apoteker yang memesan, alamat apoteker yang memesan, mencantumkan nama
distributor/ PBF yang dituju, No telepon PBF, tujuan pemesanan obat golongan narkotika.
Apoteker yang memesan harus yang telah memiliki No surat Izin Praktek (SIPA). Surat
pesanan narkotika dan psikotropika dilakukan secara terpisah surat pesanan psikotropika
dilakukan dengan cara membuat form pesanan khusus psikotropika dengan mencantumkan
nama apoteker yang memesan, Nama PBF yang dituju, bentuk sediaan, kekuatan sediaan,
bentuk sediaan. Pemesanan barang di RSUD Dr. M. Natsir Solok dilakukan oleh seorang
apoteker kepala Instalasi Farmasi RSUD Dr. M. Natsir Solok. Hal ini menunjukan bahwa
sistem pengadaan sediaan farmasi IFRS RSUD Dr. M. Natsir Solok telah sesuai dengan
aturan yang ada yaitu pada PERMENKES No 72 Tahun 2016 dan BPOM No 24 Tahun
2021.
Perencanaan Kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP sesuai dengan hasil kegiatan
pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan
efisien. Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi di RSUD Dr. M. Natsir Solok
dilakukan untuk menghindari kekosongan, kelebihan barang dan kerugian dalam
penyediaan perbekalan farmasi. Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi di RSUD Dr.
M. Natsir Solok dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan dengan
mempertimbangkan anggaran yang tersedia. Keuntungan dari metode konsumsi tidak
membutuhkan data morbiditas, standar pengobatan, perhitungannya lebih sederhana dan
juga adanya pertimbangan gudang penyimpan obat di RSUD Dr. M. Natsir Solok yang
tidak memiliki kapasitas penyimpan yang luas.
Metode perencanaan di RSUD Dr. M. Natsir Solok menggunakan metode
konsumsi, perhitungan dengan metode konsumsi didasarkan atas analisa data konsumsi
sediaan farmasi periode sebelumnya ditambah stok penyangga (buffer stock), stok waktu
tunggu (lead time) dan memperhatikan sisa stok. Buffer stock dapat mempertimbangkan
kemungkinan perubahan pola penyakit dan kenaikan jumlah kunjungan (misal: adanya
Kejadian Luar Biasa). Jumlah buffer stock bervariasi antara 10% sampai 20% dari
kebutuhan atau tergantung kebijakan Rumah Sakit. Di Rumah Sakit RSUD Dr. M. Natsir
21
Solok menggunakan buffer stock 20%. Sedangkan stok lead time adalah stok obat yang
dibutuhkan selama waktu tunggu sejak obat dipesan sampai obat diterima. Untuk
menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi, perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pengumpulan dan pengolahan data
2. Analisis data untuk informasi dan evaluasi
3. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat
4. Penyesuaian jumlah kebutuhan sediaan farmasi dengan alokasi dana.
Evaluasi perencanaan di RSUD Dr. M. Natsir Solok menggunakan analisa
kombinasi yaitu : penggabungan antara metode konsumsi, metode mobiditas, metode VEN
dan metode ABC. Metode ini digunakan untuk menetapkan prioritas dalam pengadaan
obat. Evaluasi perencaan dilakukaan pertiga bulan sekali untuk mengantisipasi kekurangan
obat karena kenaikan jumlah kasus.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
24
Lampiran 2. Surat Pesanan Psikotropika
25
Lampiran 3. Surat Pesanan Obat-Obat Tertentu
26
Lampiran 5. Surat Pesanan Bahan Medis Habis Pakai
27
Lampiran 6. E-catalog
28
Lampiran 8. Contoh Faktur Pembelian Obat
29
30