LP Dm......
LP Dm......
DIABETES MELITUS
DISUSUN OLEH :
KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes
Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah) atau ketika tubuh tidak
dapat secara aktif menggunakan insulin yang dihasilkan (World Health Organization,
2020).
B. Etiologi
Menurut American Diabetes Association (ADA), (2020) etiologi diabetes melitus
adalah:
1. Diabetes Tipe 1
a. Faktor genetic
Pasien diabetes sendiri tidak mewarisi diabetes tipe 1 dengan sendirinya. tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kerentanan genetik dari diabetes tipe 1, dan
kerentanan genetik ini ada pada individu dengan antigen tipe HLA.
b. Faktor-fakror imunologi
Terdapat reaksi autoimun yang merupakan reaksi abnormal di mana antibodi
secara langsung terarah pada jaringan manusia normal dengan bereaksi terhadap
jaringan yang dianggap sebagai benda asing yaitu autoantibodi terhadap sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Toksin atau virus tertentu yang dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe 2
Mekanisme pasti yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe 2 masih belum jelas. Faktor genetik berperan dalam
perkembangan resistensi insulin menurut Utomo et al (2020), adalah sebagai berikut:
a. Usia
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
C. Patofisiologi
Pada diabetes tipe 2 tedapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu: resistensi dan gangguan sekresi insulin, Kedua masalah inilah yang menyebabkan
GLUT dalam darah aktif (Brunner & Suddarth, 2018). Glukose Transporter (GLUT)
yang merupakan senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan
dalam proses metabolisme glukosa. Insulin mempunyai tugas yang sangat penting pada
berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama pada metabolisme karbohidrat.
Hormon ini sangat berperan dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan
tubuh. terutama pada otot, lemak dan hepar (Rini P. S et al, 2018). Pada jaringan perifer
seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin
receptor substrate) yang terdapat pada membrane sel tersebut. Ikatan antara insulin dan
reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses metabolisme
glukosa di dalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya
belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksinya berperan dalam meningkatkan
kuantitas GLUT-4 (Setyawati, 2020).
Proses sintesis dan transaksi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa
dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme. Untuk menghasilkan
suatu proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika
sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya
sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah
satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes melitus tipe 2. Diabetes
melitus tipe 2 terjadi karena sebetulnya insulin tersedia, tetapi tidak bekerja dengan baik
dimana insulin yang ada tidak mampu memasukkan glukosa dari peredaran darah untuk
ke dalam sel- sel tubuh yang memerlukannya sehingga glukosa dalam darah tetap tinggi
yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi bukan hanya
disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan
juga terjadi rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin)
(Usman, J, 2021).
Defisiensi dan resistensi insulin ini akan memicu sekresi hormon glukagon dan
epinefrin. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon mula-mula meningkatkan
glikogenolisis yaitu pemecahan glikogen menjadi glukosa dan kemudian meningkatkan
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat oleh protein dan beberapa zat lainnya
oleh hati. Epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga
menyebabkan lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot.
Gliserol, hasil lipolisis. serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku
glukoncogenesis hati. Faktor atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas
akan mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa
akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan
berbagai jaringan tubuh (Nasution. 2021).
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
Menurut Febrinasari et al (2020), manifestasi klinis diabetes melitus adalah:
1. Poliuria (sering kencing)
2. Polidipsia (sering merasa haus)
3. Polifagia (sering merasa lapar)
4. Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.
Selain hal-hal tersebut, gejala lain adalah:
1. Mengeluh lemah dan kurang energi
2. Kesemutan di tangan atau kaki
3. Mudah terkena infeksi bakteri atau jamur
4. Gatal
5. Mata kabur
6. Penyembuhan luka yang lama.
Manifestasi klinis diabetes melitus menurut (IDF. 2019) adalah:
1. Tipe IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) seperti:
a. Poliuria, polipagia, polidipsia, BB menurun, lemah, dan somnolen
berlangsung beberapa hari atau minggu.
b. Ketoasidosis dan dapat meninggal jika tidak segera ditangani.
c. Biasanya memerlukan terapi insulin untuk mengontrol karbohidrat
2. Tipe NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) seperti :
a. Jarang menunjukkan gejala klinis
b. Diagnosis didasarkan pada tes darah laboratorium dan tes toleransi
glukosa, Jarang menderita ketoasidosis.
c. Hiperglikemia berat, poliuria, poliuria, kelemahan dan kelesuan.
F. Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus sangat mungkin terjadi dan bisa menyerang seluruh
organ tubuh. Apabila kadar gula darah tidak dikendalikan maka akan terjadi komplikasi
baik jangka pendek (akut) maupun jangka panjang (kronis). Menurut Febrinasari et al
(2020) komplikasi diabetes melitus ada 2 (dua) yaitu :
G. Pemeriksaan penunjang
Kriteria diagnosa DM adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa darah ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.
3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
4. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP). Catatan untuk
diagnosa berdasarkan HbA1c, tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi
standar NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi (Perkeni,
2021).
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi ), yang beredar
adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II
yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan
penggunaan obat obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami
kontraindikasi dengan obat-obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis,
hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien
operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat
dikontrol dengan pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
Insulin kerja cepat
Jenis-jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan semilente.
Insulin kerja sedang
Jenis-jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
Insulin kerja lambat
Jenis-jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin) Muttaqin, 2015).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Putra, I. W. A., & Berawi (2018) penatalaksanaan diabetes melitus
dikenal dengan 4 pilar penting dalam mengontrol perjalanan penyakit dan
komplikasi. Empat pilar tersebut adalah :
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan adalah pahami perjalanan penyakitnya. pentingnya
pengendalian penyakit, komplikasi dan resikonya, pentingnya intervensi obat dan
pemantauan glukosa darah, bagaimana menangani hipoglikemia, kebutuhan
latihan fisik teratur, dan metode menggunakan fasilitas kesehatan. Mendidik
pasien bertujuan agar pasien bisa mengontrol gula darah dan kurangi komplikasi
serta meningkatkan keterampilan perawatan diri sendirian. Diabetes tipe 2
biasanya terjadi pada saat gaya hidup dan perilaku terbentuk kuat. Petugas
kesehatan mendampingi pasien dan memberikan pendidikan dalam upaya
meningkatkan motivasi dan perubahan perilaku. Tujuan jangka panjang yang
ingin dicapai dengan memberikan edukasi antara lain: Penderita diabetes bisa
hidup lebih lama dalam kebahagiaan karena kualitas hidup sudah menjadi
kebutuhan seseorang, membantu penderita diabetes bisa merawat diri sendiri
sehingga kemungkinan komplikasi dapat dikurangi, kselain itu jumlah hari sakit
bisa ditekan, meningkatkan perkembangan penderita diabetes, sehingga bisa
berfungsi normal dan manfaatkan sebaik-baiknya (Imelda, 2019).
2. Terapi nutrisi
Perencanaan makan yang bagus merupakan bagian penting dari manajemen
diabetes yang komprehensif. Diet keseimbangan akan mengurangi beban kerja
insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin dalam mengubah gula menjadi
glikogen. Keberhasilan terapi ini melibatkan dokter. perawat, ahli gizi, pasien itu
sendiri dan keluarganya. Intervensi nutrisi bertujuan untuk menurunkan berat
badan dan memperbaiki gula darah dan lipid darah pada pasien diabetes yang
kegemukan dan menderita morbiditas. Penderita diabetes dan kegemukan akan
memiliki resiko yang lebih tinggi daripada mereka yang hanya kegemukan
(Nurdin, 2021).
3. Aktifitas fisik
Kegiatan fisik setiap hari latihan fisik teratur (3-4 kali seminggu sekitar 30
menit), adalah salah satu pilar pengelolaan DMT2. Aktivitas sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, naik turun tangga, dan berkebun tetap harus dilakukan
untuk menjaga kesehatan, menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas
insulin. Latihan fisik dianjurkan yaitu berupa senam aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda, jogging, dan berenang. sebaiknya latihan fisik disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran. Bagi mereka yang relatif sehat, dapat meningkatkan
intensitas latihan fisik, dan mereka yang mengalami komplikasi diabetes dapat
dikurangi (Kistianita, 2018).
4. Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan diet dan latihan fisik (gaya
hidup schat). Pengobatan termasuk dari obat-obatan oral dan suntikan. Obat
hipoglikemik oral berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
Memicu sekresi insulin sulfonylurea dan glinid, peningkatan metformin insulin
dan thiazolidinone, penghambat glukoneogenesis, penghambat penyerapan
glukosa: penghambat glukosidase, penghambat alfa. DPP-IV inhibitor
pertumbuhan dan status gizi, usia, stres akut dan latihan fisik untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan yang ideal. Total kalori yang dibutuhkan dihitung
berdasarkan berat tubuh ideal dikalikan dengan kebutuhan kalori dasar (30
Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Lalu tambahkan
kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas (10-30% atlet dan pekerja berat bisa lebih
banyak lagi, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan). Makanan berkalori berisi
tiga makanan utama pagi (20%), sore (30%) dan malam (25%) dan 2-3 porsi
(makanan ringan 10-15%) (Priyanto, 2018).
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan secara komprehensif meliputi pengumpulan data, pola
fungsional kesehatan menurut gordon dan pemeriksaan fisik (Kartikasari et al., 2020).
1. Identitas pasien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat,
suku/bangsa, diagnosa medis dan lain sebagainya.
2. Keluhan utama
Biasanya keluhan yang sering di alami adanya nyeri pada luka atau pesendian, badan
lemas, luka yang tak kunjung sembuh, bau luka khas diabetes, hambatan dalam
aktivitas fisik.
3. Status kesehatan saat ini
Terkait kondisi yang sedang dialami karena penyakitnya seperti luka, rasa nyeri,
nafsu makan berkurang, dan infeksi pada tulang (osteomielitis) di area luka.
4. Riwayat kesehatan lalu
Adanya riwayat penyakit terdahulu yang menyertainya yang terkait dengan diabetes
melitus seperti hipertensi dan lain sebagainya yang mempengaruhi defisiensi insulin
serta riwayat penggunaan obat- obatan yang biasa di konsumsi penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Berdasarkan riwayat keluarga penderita diabetes melitus biasanya mempunyai faktor
genetik dari salah satu keluarganya yang mempengaruhi defiensi insulin seperti
hipertensi.
6. Pola fungsional kesehatan
Pola fungsional kesehatan berdasarkan data fokus meliputi :
a. Pola persepsi dan manajemen Kesehatan
Terkait kondisi pasien dalam menyikapi kesehatannya berdasarkan tingkat
pengetahuan, perubahan persepsi, tingkat kepatuhan dalam menjalani
pengobatan dan pola mekanisme koping terhadap penyakitnya.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Efek dari defisiensi insulin akan menyebabkan beberapa kemungkinan seperti
polidipsi, polifagia, poliuria maka dalam memenuhi kebutuhan nutrisi serta
dalam proses metabolisme akan mengalami beberapa perubahan.
c. Pola eliminasi
Kadar gula yang terlalu tinggi menyebabkan penderita diabetes melitus sering
buang air kecil dengan jumlah urine yang melebihi batas normal.
d. Pola istirahat dan tidur
Pada penderita penyakit diabetes melitus biasanya mengalami ketidaknyamanan
dalam pola istirahat dan tidurnya karena diakibatkan adanya tanda dan gejala
dari penyakitnya sehingga harus beradaptasi terkait dengan penyakitnya.
e. Pola aktivitas dan Latihan
Akibat nyeri dan adanya luka pada kaki penderita diabetes melitus
menyebabkan adanya hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan
penderita cenderung mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisiknya di
karenakan kelemahan atau ketidakberdayaan akibat penyakitnya.
f. Pola Kognitif-Perseptual sensori
Pada penderita diabetes melitus cenderung mengalami beberapa komplikasi
pada penyakitnya yang mengakibatkan adanya perubahan dalam persepsi dan
mekanisme kopingnya.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Penyakit diabetes melitus akan mengakibatkan perubahan pada fungsional tubuh
yang akan mempengaruhi gambaran diri atau citra diri pada individu yang
menderita diabetes.
h. Pola mekanisme koping
Akibat penyakit diabetes melitus yang menahun menyebabkan penyakit ini akan
menimbulkan permasalahan baru pada penderitanya termasuk pada pola
pemikiran dari adaptif akan menuju ke maladatif sehingga secara otomatis akan
mempengaruhi mekanisme koping.
i. Pola Seksual-Reproduksi
Penyakit diabetes yang menahun dapat menimbulkan kelainan pada organ
reproduksi, penurunan rangsangan dan gairah pada penderitanya.
j. Pola peran berhubungan dengan orang lain
Penderita diabetes yang mengalami luka yang tak kunjung sembuh akan
menyebabkan dirinya merasa minder atau merasa malu dan cenderung akan
menarik diri.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Akibat dari penyakit diabetes melitus dapat mempengaruhi fungsional struktur
tubuh sehingga dapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada penderita
diabetes dan akan mempengaruhi perubahan dalam pelaksanaan kegiatan dalam
beribadah.
l. Pemeriksaan fisik Head to Toe
Suatu tindakan dalam memeriksa keseluruhan tubuh pasien dari ujung kepala
sampai dengan ujung kaki dengan menggunakan metode pemeriksaan fisik yaitu
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi yang bertujuan untuk menentukan
status kesehatan pasien.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Dalam Darah
2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
3. Resiko Infeksi
4. Nyeri Akut
BAB II
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
A. Identitas
Status :Kawin
Pekerjaan :Sopir
Pendidikan :Smp
Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Umur : 43 Th
Hub. Keluarga :
B. Alasan Masuk
tanggal 13 Juni 2019 dengan keluhan badan lemas, pusing, gula darah tinggi
Pada saat pengkajian klien mengatakan badan klien terasa letih Dan
lemah, dan sering merasa haus dan lapar,klien mengatakan klien sering
mual dan muntah, dan belum BAB sejak masuk rumah sakit, klien
gula darah tinggi saat masuk rumah sakit, karena klien jarang kontrol ke
rumah sakit kadar gula darah klien yaitu: 284,klien mengatakan ada luka
dikaki sebelah kanan dan nyeri pada bagian luka,klien mengatakan tidak
nyaman dengan luka nya dikaki terdapat pus pada kaki yang luka, klien
Keterangan
: laki laki
: Perempuan
: Klien
Meninggal
: serumah
D. Pemeriksaan fisik
P = 21 x/i
Suhu= 36,8
°C
1. Kepala
a. Rambut
b. Mata
tidak ada menggunakan alat bantu penglihatan ( Kaca mata), reflek pupil
c. Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada pendarahan, tidak ada serumen,
baik
d. Hidung
Simetris kiri dan kanan, ada benjolan di hidung, pasien tidak terpasang
Keadaan mulut bersih, mukosa bibir kering, gigi klien kelihatan bersih ,
2. Leher
Simetris kiri dan kanan, Vena jugularis tidak teraba, dan tidak ada
3. Thorax
1) Paru- paru
2) Jantung
I : dada simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas luka, tidak ada
A: bunyi jantung I (lup) dan bunyi jantung II (dup), tidak ada bunyi
tambahan, Teratur dan tidak ada bunyi tambahan seperti mur-mur dan
gallop.
4. Abdomen
I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas operasi, warna kulit sama,
5. Punggung
Tidak teraba bengkak, simetris kiri dan kanan, dan tidak ada lesi pada
6. Ektermitas
Bagian Atas : Tangan sebelah kiri terpasang infus Nacl 20 tts, tidak
4444 5555
7. Genetalia
8. Integumen
Kulit tampak tidak bersih,ada bekas luka dikulit, kering, luka di bagian
9. Persyarafan
Tabel 3.1 persyarafan
No Nervus Hasil pemeriksaan
1. Olfaktorius Baik, tidak ada gangguan penciuman
2. Optikus Baik, tidak ada gangguan penglihatan
3. Oculomotorius Pergerakan bola mata tidak terganggu
4. Trochlearis Pergerakan bola mata tidak terganggu
5. Abdusen Pergerakan mata tidak terganggu
6 Trigeminus Reaksi sentuhan baik, pergerakan rahang
tidak terganggu
7. Facialis Tidak ada gangguan pengecapan, mampu
mengekspresikan rasa manis,asam, pahit,
asin dengan baik
8. Vestibulotrochlearis Mampu menjaga keseimbangan dengan
baik, tidak ada gangguan pendengaran
9. Glassofaringeus Tidak ada gangguan pengecapan
10. Vagus Tidak ada gangguan
11. Assesorius Tidak ada gangguan pada pergerakan
12 Hipoglasus kepala
Tidak ada gangguan pada pergerakan
lidah
E. Data Biologis
F. Riwayat Alergi
G. Data Psikologis
Prilaku Verbal
a. Cara menjawab
Klien menjawab pertanyaan dari orang lain selalu jelas
orang lain
c. Emosi
Klien tidak mudah emosi saat ada masalah baik kekeluarga maupun
orang lain
d. Persepsi penyakit
e. Adaptasi
Klien yakin terhadap tuhan dan percaya penyakit ini adalah ujian dari yang
maha kuasa, klien yakin dengan agamanya, klien sebelum sakit sholat 5
waktu sehari semalam, selama klien dirawat klien tidak pernah melakukan
sholat 5x sehari dan tidak pernah berdzikir, tetapi selama dirawat di Rs klien
J. Data Penunjang
a. Pemeriksaan labor
13-06-2019
K. Data Pengobatan
L. Data fokus
Data Subjektif
Data Objektif
Skala nyeri 7
TABEL 3.5
ANALISA
DATA
Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik dan
benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek samping
pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat sesuai
Indikasi
2 Nyeri Akut b.d Agen cedera Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1 Manajemen nyeri
fisik x24 jam diharapkan nyeri menurun
DS KH : Observasi :
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian analgetik
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
Kolaborasi:
Febrinasari, R. P., Maret, U. S., Sholikah, T. A., Maret, U. S., Pakha, D. N., Maret, U. S., Putra,
S. E., & Maret, U. S. (2020). Buku saku diabetes melitus untuk awam. November. diakses
tanggal 20 November 2020.
IDF. (2019). IDF Diabetes Atlas, 9th edn. Brussels, Belgium. In Atlas de la Diabetes de la FID.
Putra, I. W. A., & Berawi, K. (2018). Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2. Majority, 4(9), 8 12. http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/
1401. diakses tanggal 20 November 2020.
WHO. (2020). Definition of Diabetes Mellitus and Prevalence of Diabetes Mellitus. diakses pada
tanggal 20 Januari 2021 di http://www.who.int/healthtopics/ diabetes.
Hariani et al. (2020). Hubungan Lama Menderita Dan Komplikasi DM Terhadap Kualitas Hidup
pasien DM Tipe 2 Diwilayah Puskesmas Batua Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis Volume 15 Nomor 1 Tahun 2020.
Utomo Alya Azzahra et al (2020). Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2: Systematic Review.
Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Website:
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR Vol. 01 Nomor 01
Agustus 2020 Hal. 44 52. Muhammad. I. A. (2018). Diabetic Foot Ulcer: Synopsis of the
Epidemiology and Pathophysiology. International Journal of Diabetes and Endocrinology, 3(2),
23. hups://doi.org/10.11648/j.ijde.20180302.11
Istianah (2019). Mengidentifikasi Faktor Gizi pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kota
Depok Tahun 2019. Jumal Kesehatan Indonesia (The Indonesian Journal of Health), Vol. X, No.
2, Maret 2020.
Widiastuti Linda. (2019). Acupressure Dan Senam Kaki Terhadap Tingkat Peripheral Arterial
Disease Pada Klien Dm Tipe 2. Jumal Keperawatan Silampari Volume 3, Nomor 2. Juni 2020.
Nurdin Fitriyanti. (2021). Persepsi Penyakit Dan Perawatan Diri Dengan Kualitas Hidup
Diabetes Mellitus Type 2. Jurnal Keperawatan Silampari Volume 4, Nomor 2, Juni 2021.
Isnaini, N., & Ratnasari, R. (2018). Faktor Risiko Mempengaruhi Kejadian Diabetes Tipe Dua.
Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan Aisyah, 14(1), 59-68.
Fitriani Nasution. (2021). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.
9 No.2, Mei 2021