Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

DISUSUN OLEH :

VIONA MARTHALISA NUSSY


2023086026004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2023
BAB I

KONSEP PENYAKIT

A. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes
Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah) atau ketika tubuh tidak
dapat secara aktif menggunakan insulin yang dihasilkan (World Health Organization,
2020).
B. Etiologi
Menurut American Diabetes Association (ADA), (2020) etiologi diabetes melitus
adalah:
1. Diabetes Tipe 1
a. Faktor genetic
Pasien diabetes sendiri tidak mewarisi diabetes tipe 1 dengan sendirinya. tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kerentanan genetik dari diabetes tipe 1, dan
kerentanan genetik ini ada pada individu dengan antigen tipe HLA.
b. Faktor-fakror imunologi
Terdapat reaksi autoimun yang merupakan reaksi abnormal di mana antibodi
secara langsung terarah pada jaringan manusia normal dengan bereaksi terhadap
jaringan yang dianggap sebagai benda asing yaitu autoantibodi terhadap sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Toksin atau virus tertentu yang dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe 2
Mekanisme pasti yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe 2 masih belum jelas. Faktor genetik berperan dalam perkembangan
resistensi insulin menurut Utomo et al (2020), adalah sebagai berikut:
a. Usia
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

C. Patofisiologi
Pada diabetes tipe 2 tedapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu: resistensi dan gangguan sekresi insulin, Kedua masalah inilah yang menyebabkan
GLUT dalam darah aktif (Brunner & Suddarth, 2018). Glukose Transporter (GLUT)
yang merupakan senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan
dalam proses metabolisme glukosa. Insulin mempunyai tugas yang sangat penting pada
berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama pada metabolisme karbohidrat.
Hormon ini sangat berperan dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan
tubuh. terutama pada otot, lemak dan hepar (Rini P. S et al, 2018). Pada jaringan perifer
seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor
substrate) yang terdapat pada membrane sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor
akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses metabolisme glukosa di
dalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu
jelas. Setelah berikatan, transduksinya berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4
(Setyawati, 2020).
Proses sintesis dan transaksi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa
dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme. Untuk menghasilkan
suatu proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika
sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya
sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu
faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus
tipe 2 terjadi karena sebetulnya insulin tersedia, tetapi tidak bekerja dengan baik dimana
insulin yang ada tidak mampu memasukkan glukosa dari peredaran darah untuk ke dalam
sel- sel tubuh yang memerlukannya sehingga glukosa dalam darah tetap tinggi yang
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi bukan hanya disebabkan
oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga terjadi
rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin) (Usman, J, 2021).
Defisiensi dan resistensi insulin ini akan memicu sekresi hormon glukagon dan
epinefrin. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon mula-mula meningkatkan
glikogenolisis yaitu pemecahan glikogen menjadi glukosa dan kemudian meningkatkan
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat oleh protein dan beberapa zat lainnya
oleh hati. Epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga
menyebabkan lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot.
Gliserol, hasil lipolisis. serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku
glukoncogenesis hati. Faktor atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas
akan mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa
akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan
berbagai jaringan tubuh (Nasution. 2021).

D. Manifestasi Klinis
Menurut Febrinasari et al (2020), manifestasi klinis diabetes melitus adalah:
1. Poliuria (sering kencing)
2. Polidipsia (sering merasa haus)
3. Polifagia (sering merasa lapar)
4. Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.
Selain hal-hal tersebut, gejala lain adalah:
1. Mengeluh lemah dan kurang energi
2. Kesemutan di tangan atau kaki
3. Mudah terkena infeksi bakteri atau jamur
4. Gatal
5. Mata kabur
6. Penyembuhan luka yang lama.
Manifestasi klinis diabetes melitus menurut (IDF. 2019) adalah:
1. Tipe IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) seperti:
a. Poliuria, polipagia, polidipsia, BB menurun, lemah, dan somnolen
berlangsung beberapa hari atau minggu.
b. Ketoasidosis dan dapat meninggal jika tidak segera ditangani.
c. Biasanya memerlukan terapi insulin untuk mengontrol karbohidrat
2. Tipe NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) seperti :
a. Jarang menunjukkan gejala klinis
b. Diagnosis didasarkan pada tes darah laboratorium dan tes toleransi
glukosa, Jarang menderita ketoasidosis.
c. Hiperglikemia berat, poliuria, poliuria, kelemahan dan kelesuan.

E. Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus sangat mungkin terjadi dan bisa menyerang seluruh
organ tubuh. Apabila kadar gula darah tidak dikendalikan maka akan terjadi komplikasi
baik jangka pendek (akut) maupun jangka panjang (kronis). Menurut Febrinasari et al
(2020) komplikasi diabetes melitus ada 2 (dua) yaitu :
1. Komplikasi diabetes melitus akut
Komplikasi diabetes akut dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu naik turunnya kadar
gula darah secara drastis. Keadaan ini membutuhkan perhatian medis segera, karena
jika terlambat dapat menyebabkan hilangnya kesadaran. kejang dan kematian.
Terdapat 3 macam komplikasi diabetes melitus akut :
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan kondisi dimana turunnya kadar gula darah
secara drastis akibat terlalu banyak insulin dalam tubuh, terlalu banyak
mengonsumsi obat penurun gula darah, atau terlambat makan. Gejala berupa
penglihatan kabur, detak jantung cepat, sakit kepala, gemetar, berkeringat dingin
dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu rendah dapat menyebabkan pingsan,
kejang, bahkan koma (Widiastuti. 2020).
b. Ketosiadosis diabetik (KAD)
Ketosiadosis diabetik merupakan keadaan darurat medis yang disebabkan
oleh kadar gula darah yang tinggi. Ini merupakan komplikasi penyakit diabetes
yang terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan gula atau glukosa sebagai
sumber bahan bakar, sehingga tubuh mengolah lemak dan menghasilkan keton
sebagai sumber energi. Jika tidak segera mencari pertolongan medis, kondisi ini
dapat menyebabkan penumpukan asam yang berbahaya di dalam darah, sehingga
dapat menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan kematian (Istianah,
2019).
c. Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)
Situasi ini juga merupakan salah satu situasi darurat, dan tingkat situasi ini
juga merupakan salah satu situasi darurat dimana angka kematian mencapai
20%. Terjadinya HHS disebabkan oleh peningkatan mortalitas sebesar 20%
HHS terjadi karena lonjakan kadar glukosa darah yang sangat tinggi selama
periode waktu tertentu. Gejala HHS ditandai dengan rasa haus, kejang,
kelemahan dan gangguan kesadaran yang menyebabkan koma. Selain itu,
penyakit diabetes yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan komplikasi
serius lainnya yaitu hiperglikemia non ketosis dan sindrom hiperglikemia.
Komplikasi akut diabetes adalah kondisi medis serius yang memerlukan
perawatan dan pemantauan oleh dokter di rumah sakit (Mutia et al, 2021).
2. Komplikasi diabetes melitus kronis
Seringkali komplikasi jangka panjang secara bertahap terjadi saat diabetes tidak
terkontrol dengan baik. Tinggi kadar gula darah yang tidak terkontrol dari waktu ke
waktu akan menyebabkan kerusakan serius pada semua organ tubuh Beberapa
komplikasi jangka panjang pada penyakit diabetes melitus menurut Febrinasari et al.,
2020 yaitu:

a. Gangguan pada mata (retinopati diabetik)


Tingginya kadar gula darah bisa membahayakan pembuluh darah di retina
yang berpotensial menyebabkan kebutaan. Kerusakan pembuluh darah di mata
juga meningkatkan risiko gangguan penglihatan, seperti katarak dan glaukoma.
Deteksi dini dan pengobatan retinopati dapat dicegah atau ditunda secepat
mungkin kehutaan. Dorong penderita diabetes menjalani pemeriksaan mata
secara teratur (Hariyani, 2020),
b. Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal yang disebabkan oleh DM disebut dengan nefropati
diabetik Situasi ini bisa menyebabkan gagal ginjal dan bahkan bisa
mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan baik. Saat terjadi gagal
ginjal pasien harus melakukan dialisis rutin atau Transplantasi ginjal. Dikatakan
bahwa diabetes adalah silent killer, karena biasanya tidak menimbulkan gejala
khas pada tahap awal Namun, pada stadium lanjut. gejala seperti anemia,
kelelahan. pembengkakan pada kaki, dan gangguan elektrolit dapat terjadi.
Diagnosis dini, kontrol gula darah dan tekanan darah, manajemen pengobatan
pada tahap awal kerusakan ginjal, dan membatasi asupan protein adalah cara
yang bisa dilakukan dalam menghambat perkembangan diabetes yang
menyebabkan gagal ginjal (Muhammad. 2018).
c. Kerusakan saraf (neuropati diabetik)
Diabetes juga dapat merusak pembuluh darah dan saraf, terutama saraf di
kaki. Kondisi ini disebut neuropati diabetes, ini karena saraf mengalami
kerusakan baik secara langsung akibat tingginya gula darah, maupun karena
penurunan aliran darah menuju saraf, Rusaknya saraf dapat menyebabkan
gangguan sensorik dengan gelaja berupa mati rasa. kesemutan, dan nyeri.
Kerusakan saraf juga bisa mempengaruhi saluran pencernaan (gastroparesis).
Gejalanya berupa mual, muntah dan cepat merasa kenyang saat makan. Pada
pria, komplikasi diabetes bisa menyebabkan disfungsi ereksi atan impotensi
Komplikasi ini dapat dicegah dan penundaan hanya bila diabetes terdeteksi sejak
dini agar kadar gula darah bisa terkontrol melalui pola makan dan gaya hidup
sehat dan minum obat yang sesuai rekomendasi dokter (Isnaini, 2018).
d. Masalah kaki dan kulit
Komplikasi yang juga sangat umum adalah masalah kulit dan luka pada
kaki yang sulit sembuh. Ini karena kerusakan pembuluh darah dan saraf serta
aliran darah kaki yang sangat terbatas. Gula darah yang tinggi bisa
mempermudah bakteri dan jamur berkembang biak. Selain itu, akibat diabetes,
kemampuan tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri juga berkurang. Jika
tidak dirawat dengan baik, kaki penderita diabetes berisiko mengalami cedera
dan infeksi, yang dapat menyebabkan gangren dan ulkus diabetes. Perawatan
luka di kaki penderita diabetes adalah dengan memberi antibiotik, perawatan
luka yang baik, hingga dapat diamputasi jika jaringan rusak ini sudah parah.
e. Penyakit kardiovaskular
Kadar gula darah yang tinggi bisa menyebabkan rusaknya pembuluh darah
sehingga seluruh sirkulasi darah tersumbat termasuk jantung. Komplikasi yang
menyerang jantung dan pembuluh darah yaitu penyakit jantung, stroke, serangan
jantung dan penyempitan arteri (aterosklerosis). (Isnaini, 2019).

F. Pemeriksaan penunjang
Kriteria diagnosa DM adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa darah ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.
3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
4. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP). Catatan untuk
diagnosa berdasarkan HbA1c, tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi
standar NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi (Perkeni,
2021).

G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Penatalaksanaan Medis
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonylureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengn obat
golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel-
sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II
dengan berat badan yang berlebihan.
Obat-obat yang beredar dari kelompok ini adalah;
 Glibenklamida (5mg/tablet).
 Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
 Glikasida (80 mg/tablet).
 Glikuidon (30 mg/tablet)
2) Golongan Biguanid/Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat
tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.

3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase


Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan,
sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk
pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.

b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi ), yang beredar
adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II
yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan
penggunaan obat obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami
kontraindikasi dengan obat-obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis,
hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien
operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat
dikontrol dengan pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
 Insulin kerja cepat
Jenis-jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan semilente.
 Insulin kerja sedang
Jenis-jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
 Insulin kerja lambat
Jenis-jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin) Muttaqin, 2015).

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Putra, I. W. A., & Berawi (2018) penatalaksanaan diabetes melitus
dikenal dengan 4 pilar penting dalam mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi.
Empat pilar tersebut adalah :
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan adalah pahami perjalanan penyakitnya. pentingnya
pengendalian penyakit, komplikasi dan resikonya, pentingnya intervensi obat dan
pemantauan glukosa darah, bagaimana menangani hipoglikemia, kebutuhan
latihan fisik teratur, dan metode menggunakan fasilitas kesehatan. Mendidik
pasien bertujuan agar pasien bisa mengontrol gula darah dan kurangi komplikasi
serta meningkatkan keterampilan perawatan diri sendirian. Diabetes tipe 2
biasanya terjadi pada saat gaya hidup dan perilaku terbentuk kuat. Petugas
kesehatan mendampingi pasien dan memberikan pendidikan dalam upaya
meningkatkan motivasi dan perubahan perilaku. Tujuan jangka panjang yang
ingin dicapai dengan memberikan edukasi antara lain: Penderita diabetes bisa
hidup lebih lama dalam kebahagiaan karena kualitas hidup sudah menjadi
kebutuhan seseorang, membantu penderita diabetes bisa merawat diri sendiri
sehingga kemungkinan komplikasi dapat dikurangi, kselain itu jumlah hari sakit
bisa ditekan, meningkatkan perkembangan penderita diabetes, sehingga bisa
berfungsi normal dan manfaatkan sebaik-baiknya (Imelda, 2019).
2. Terapi nutrisi
Perencanaan makan yang bagus merupakan bagian penting dari manajemen
diabetes yang komprehensif. Diet keseimbangan akan mengurangi beban kerja
insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin dalam mengubah gula menjadi
glikogen. Keberhasilan terapi ini melibatkan dokter. perawat, ahli gizi, pasien itu
sendiri dan keluarganya. Intervensi nutrisi bertujuan untuk menurunkan berat
badan dan memperbaiki gula darah dan lipid darah pada pasien diabetes yang
kegemukan dan menderita morbiditas. Penderita diabetes dan kegemukan akan
memiliki resiko yang lebih tinggi daripada mereka yang hanya kegemukan
(Nurdin, 2021).
3. Aktifitas fisik
Kegiatan fisik setiap hari latihan fisik teratur (3-4 kali seminggu sekitar 30
menit), adalah salah satu pilar pengelolaan DMT2. Aktivitas sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, naik turun tangga, dan berkebun tetap harus dilakukan
untuk menjaga kesehatan, menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas
insulin. Latihan fisik dianjurkan yaitu berupa senam aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda, jogging, dan berenang. sebaiknya latihan fisik disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran. Bagi mereka yang relatif sehat, dapat meningkatkan
intensitas latihan fisik, dan mereka yang mengalami komplikasi diabetes dapat
dikurangi (Kistianita, 2018).
4. Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan diet dan latihan fisik (gaya
hidup schat). Pengobatan termasuk dari obat-obatan oral dan suntikan. Obat
hipoglikemik oral berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
Memicu sekresi insulin sulfonylurea dan glinid, peningkatan metformin insulin
dan thiazolidinone, penghambat glukoneogenesis, penghambat penyerapan
glukosa: penghambat glukosidase, penghambat alfa. DPP-IV inhibitor
pertumbuhan dan status gizi, usia, stres akut dan latihan fisik untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan yang ideal. Total kalori yang dibutuhkan dihitung
berdasarkan berat tubuh ideal dikalikan dengan kebutuhan kalori dasar (30
Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Lalu tambahkan
kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas (10-30% atlet dan pekerja berat bisa lebih
banyak lagi, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan). Makanan berkalori berisi
tiga makanan utama pagi (20%), sore (30%) dan malam (25%) dan 2-3 porsi
(makanan ringan 10-15%) (Priyanto, 2018).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dilakukan secara komprehensif meliputi pengumpulan data, pola
fungsional kesehatan menurut gordon dan pemeriksaan fisik (Kartikasari et al., 2020).
1. Identitas pasien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat,
suku/bangsa, diagnosa medis dan lain sebagainya.
2. Keluhan utama
Biasanya keluhan yang sering di alami adanya nyeri pada luka atau pesendian, badan
lemas, luka yang tak kunjung sembuh, bau luka khas diabetes, hambatan dalam
aktivitas fisik.
3. Status kesehatan saat ini
Terkait kondisi yang sedang dialami karena penyakitnya seperti luka, rasa nyeri,
nafsu makan berkurang, dan infeksi pada tulang (osteomielitis) di area luka.
4. Riwayat kesehatan lalu
Adanya riwayat penyakit terdahulu yang menyertainya yang terkait dengan diabetes
melitus seperti hipertensi dan lain sebagainya yang mempengaruhi defisiensi insulin
serta riwayat penggunaan obat- obatan yang biasa di konsumsi penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Berdasarkan riwayat keluarga penderita diabetes melitus biasanya mempunyai faktor
genetik dari salah satu keluarganya yang mempengaruhi defiensi insulin seperti
hipertensi.
6. Pola fungsional kesehatan
Pola fungsional kesehatan berdasarkan data fokus meliputi :
a. Pola persepsi dan manajemen Kesehatan
Terkait kondisi pasien dalam menyikapi kesehatannya berdasarkan tingkat
pengetahuan, perubahan persepsi, tingkat kepatuhan dalam menjalani
pengobatan dan pola mekanisme koping terhadap penyakitnya.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Efek dari defisiensi insulin akan menyebabkan beberapa kemungkinan seperti
polidipsi, polifagia, poliuria maka dalam memenuhi kebutuhan nutrisi serta
dalam proses metabolisme akan mengalami beberapa perubahan.
c. Pola eliminasi
Kadar gula yang terlalu tinggi menyebabkan penderita diabetes melitus sering
buang air kecil dengan jumlah urine yang melebihi batas normal.

d. Pola istirahat dan tidur


Pada penderita penyakit diabetes melitus biasanya mengalami ketidaknyamanan
dalam pola istirahat dan tidurnya karena diakibatkan adanya tanda dan gejala
dari penyakitnya sehingga harus beradaptasi terkait dengan penyakitnya.
e. Pola aktivitas dan Latihan
Akibat nyeri dan adanya luka pada kaki penderita diabetes melitus menyebabkan
adanya hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan penderita
cenderung mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisiknya di karenakan
kelemahan atau ketidakberdayaan akibat penyakitnya.
f. Pola Kognitif-Perseptual sensori
Pada penderita diabetes melitus cenderung mengalami beberapa komplikasi pada
penyakitnya yang mengakibatkan adanya perubahan dalam persepsi dan
mekanisme kopingnya.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Penyakit diabetes melitus akan mengakibatkan perubahan pada fungsional tubuh
yang akan mempengaruhi gambaran diri atau citra diri pada individu yang
menderita diabetes.
h. Pola mekanisme koping
Akibat penyakit diabetes melitus yang menahun menyebabkan penyakit ini akan
menimbulkan permasalahan baru pada penderitanya termasuk pada pola
pemikiran dari adaptif akan menuju ke maladatif sehingga secara otomatis akan
mempengaruhi mekanisme koping.
i. Pola Seksual-Reproduksi
Penyakit diabetes yang menahun dapat menimbulkan kelainan pada organ
reproduksi, penurunan rangsangan dan gairah pada penderitanya.
j. Pola peran berhubungan dengan orang lain
Penderita diabetes yang mengalami luka yang tak kunjung sembuh akan
menyebabkan dirinya merasa minder atau merasa malu dan cenderung akan
menarik diri.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Akibat dari penyakit diabetes melitus dapat mempengaruhi fungsional struktur
tubuh sehingga dapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada penderita
diabetes dan akan mempengaruhi perubahan dalam pelaksanaan kegiatan dalam
beribadah.
l. Pemeriksaan fisik Head to Toe
Suatu tindakan dalam memeriksa keseluruhan tubuh pasien dari ujung kepala
sampai dengan ujung kaki dengan menggunakan metode pemeriksaan fisik yaitu
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi yang bertujuan untuk menentukan
status kesehatan pasien.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Dalam Darah
2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
3. Resiko Infeksi
4. Nyeri Akut

C. Luaran dan Rencana/Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)


(SDKI) (SLKI)
1. D.0027 Setelah dilakukan intervensi SIKI Label
Ketidakstabilan kadar keperawatan maka diharapkan Manajemen hiperglikemia
glukosa darah b.d diabetes kestabilan kadar glukosa darah Observasi
melitus. Dibuktikan dengan : teratasi, dengan kriteria : 1. Monitor kadar glukosa darah,
Hipoglikemia Kestabilan kadar glukosa jika perlu
1. Gangguan koordinasi darah 2. Monitor tanda dan gejala
2. Kadar glukosa salam 1. Koordinasi meningkat 5 hiperglikemia (mis. poliuria,
darah/urin rendah 2. Mengantuk menurun 5 polidipsia, polifagia, kelemahan,
3. Gemetar 3. Pusing menurun 5 malaise, pandangan kabur, sakit
4. Kesadaran menurun 4. Lelah/lesu menurun 5 kepala)
5. Sulit berbicara 5. Keluhan lapar menurun 5 3. Monitor intake dan output cairan
6. keringat 6. Kadar glukosa dalam darah Terapeutik
membaik 5 1. Berikan asupan cairan oral
Hiperglikemia Edukasi
1. Kadar glukosa dalam 1. Anjurkan kepatuhan terhadap
darah/urin tinggi diet dan olahraga
2. Jumlah urin meningkat 2. Anjurkan pengelolaan diabetes
(mis. penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat dan
bantuan professional kesehatan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu
2. D.0077 Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
Nyeri akut b.d agens cedera selama maka di harapkan Observasi
biologis (penurunan perfusi Tingkat nyeri menurun dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
perifer) dibuktikam dengan : kriteria hasil : durasi, frekuensi, intensitas
1. Tampak meringis Tingkat Nyeri nyeri
2. Bersikap protektif (mis. 1. Kemampuan menuntaskan 2. Identifikasi sekala nyeri
Waspada, posisi aktivitas meningkat 5 3. Identifikasi respon nyeri verbal
menghindari nyeri) 2. Keluhan nyeri menurun 5 dan nonverbal
3. Gelisah 3. Meringis menurun 5 4. Identifikasi faktor yang
4. Frekuensi nadi 4. Gelisah menurun 5 memperberat dan memperingan
meningkat 5. Kesulitan tidur menurun 5 nyeri
5. Sulit tidur 6. Diapforesis menurun 5 5. Identifikasi pengetahuan dan
6. Tekanan darah 7. Perasaan depresi keyakinan tentang nyeri
meningkat 8. Ketegangan otot menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya
7. Pola napas berubah 5 terhadap respon nyeri
8. Nafsu makan berubah 9. Pupil dilatasi menurun 5 7. Identifikasi pengaruh nyeri
9. Menarik diri 10. Frekuensi nadi membaik 5 pada kualitas hidup
11. Pola napas membaik 5 8. Monitor keberhasilan terapi
12. Tekanan darah membaik 5 komplementer yang sudah
13. Pola tidur membaik 5 diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
2. Control lingkungan yang
memberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istoirahat tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi pemicu nyeri
3. Anjurkan memonitoring nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analetik
Pemberian analgesic
Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic dengan tingkat
keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah pemberian
analgesic
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesic yang
disukai untuk mencapai
analgesia optimal
2. Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar
dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
4. Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesic, sesuai indikasi
3. D.0142 Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
Risiko infeksi d.b penyakit keperawatan selama, maka Observasi
kronis diabetes mellitus diharapkan tidak terjadi infeksi 1. Monitor tanda dan gejala
pada pasien, dengan kriteria : infeksi lokal dan sistemik
Tingkat Infeksi Terapeutik
1. Kebersihan tangan 1. Batasi jumlah pengunjung
meningkat 5 2. Berikan perawatan kulit pada
2. Kebersihan badan area edema
meningkat 5 3. Cuci tangan sebelum dan
3. Nafsu makan meningkat 5 sesudah kontak dengan pasien
4. Demam menurun 5 dan lingkungan pasien
5. Kemerahan menurun 5 4. Pertahankan Teknik aseptik
6. Nyeri menurun 5 pada pasien berisiko tinggi
7. Bengkak menurun 5 Edukasi
8. Cairan berbau busuk 1. Jelaskan tanda dan gejala
menurun 5 infeksi
9. Letargi menurun 5 2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

4. D.0129 Setelah dilakukan intervensi Perawatan Integritas Kulit


Gangguan integritas kulit b.d keperawatan selama maka Observasi
gangguan sensasi akibat diharapkan integritas kulit dan 1. Identifikasi penyebab gangguan
diabetes melitus. Dibuktikan jaringan meningkat, dengan integritas kulit (mis. Perubahan
dengan : kriteria : sirkulasi, perubahan status
1. Kerusakan jaringan / Integritas Kulit dan Jaringan nutrisi, penurunan kelembaban,
lapisan kulit 1. Elastisitas kulit meningkat suhu lingkungan ekstrem,
2. Nyeri 5 penurunan mobilitas)
3. Perdarahan 2. Hidrasi kulit meningkat 5 Terapeutik
4. Kemerahan 3. Kerusakan jaringan 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
5. Hematoma menurun 5 baring
4. Kerusakan lapisan kulit 2. Lakukan pemijatan pada area
menurun 5 penonjolan tulang, jika perlu
5. Nyeri menurun 5 3. Bersihkan perineal dengan air
6. Perdarahan menurun 5 hangat
7. Kemerahan menurun 5 4. Gunakan produk berbahan
8. Suhu kulit membaik 5 petroleum atau minyak pada
9. Sensasi membaik 5 kulit kering
5. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
6. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan memnggunakan
pelembab (mis. Lotion, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
6. Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

BAB III
WEB OF CAUTION

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. (2016). Definition of Diabetes Mellitus. www.diabetes.org.
diakses tanggal 10 November 2020.

Febrinasari, R. P., Maret, U. S., Sholikah, T. A., Maret, U. S., Pakha, D. N., Maret, U. S., Putra,
S. E., & Maret, U. S. (2020). Buku saku diabetes melitus untuk awam. November. diakses
tanggal 20 November 2020.

IDF. (2019). IDF Diabetes Atlas, 9th edn. Brussels, Belgium. In Atlas de la Diabetes de la FID.

Putra, I. W. A., & Berawi, K. (2018). Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2. Majority, 4(9), 8 12. http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/
1401. diakses tanggal 20 November 2020.

WHO. (2020). Definition of Diabetes Mellitus and Prevalence of Diabetes Mellitus. diakses pada
tanggal 20 Januari 2021 di http://www.who.int/healthtopics/ diabetes.

Hariani et al. (2020). Hubungan Lama Menderita Dan Komplikasi DM Terhadap Kualitas Hidup
pasien DM Tipe 2 Diwilayah Puskesmas Batua Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis Volume 15 Nomor 1 Tahun 2020.

Utomo Alya Azzahra et al (2020). Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2: Systematic Review.
Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Website:
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR Vol. 01 Nomor 01

Agustus 2020 Hal. 44 52. Muhammad. I. A. (2018). Diabetic Foot Ulcer: Synopsis of the
Epidemiology and Pathophysiology. International Journal of Diabetes and Endocrinology, 3(2),
23. hups://doi.org/10.11648/j.ijde.20180302.11

Priyanto, (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Kekambuhan


Luka Diabetik, Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 3, Desember 2018, hlm. 233 240.

Istianah (2019). Mengidentifikasi Faktor Gizi pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kota
Depok Tahun 2019. Jumal Kesehatan Indonesia (The Indonesian Journal of Health), Vol. X, No.
2, Maret 2020.

Widiastuti Linda. (2019). Acupressure Dan Senam Kaki Terhadap Tingkat Peripheral Arterial
Disease Pada Klien Dm Tipe 2. Jumal Keperawatan Silampari Volume 3, Nomor 2. Juni 2020.

Nurdin Fitriyanti. (2021). Persepsi Penyakit Dan Perawatan Diri Dengan Kualitas Hidup
Diabetes Mellitus Type 2. Jurnal Keperawatan Silampari Volume 4, Nomor 2, Juni 2021.
Isnaini, N., & Ratnasari, R. (2018). Faktor Risiko Mempengaruhi Kejadian Diabetes Tipe Dua.
Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan Aisyah, 14(1), 59-68.

Fitriani Nasution. (2021). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.
9 No.2, Mei 2021

Imelda, S. L. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diabetes Melitus di


Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. Scientia Journal, 8(1), 28-39. JOUR.

Anda mungkin juga menyukai