Anda di halaman 1dari 4

Nama : Anastasya Y. F.

Way (2207020099)

1. Program pendidikan psikologi di Indonesia bervariasi di berbagai perguruan tinggi.


Beberapa program pendidikan psikologi yang umumnya ada di Indonesia termasuk :
 Sarjana Psikologi (S.Psi.) : Program ini biasanya berfokus pada pemahaman dasar
psikologi, teori, dan metode penelitian. Lulusan S.Psi. dapat bekerja sebagai
asisten psikolog, konselor sekolah, atau di berbagai bidang sumber daya manusia.
 Magister Psikologi (M.Psi.) : Program ini lebih mendalam dan biasanya
memungkinkan spesialisasi dalam berbagai bidang psikologi seperti klinis,
pendidikan, industri-organisasi, atau sosial. Lulusan M.Psi. dapat menjadi
psikolog terdaftar dan bekerja di berbagai pengaturan klinis atau organisasi.
 Doktor Psikologi (Psikolog) : Program ini mempersiapkan lulusan untuk menjadi
psikolog terdaftar yang memiliki pengetahuan mendalam dan kompetensi dalam
bidang psikologi tertentu seperti klinis, pendidikan, atau industri-organisasi.
Mereka dapat melakukan praktik klinis, penelitian, atau mengajar di universitas.
 Program Pendampingan Psikologis : Beberapa perguruan tinggi juga menawarkan
program pendidikan yang lebih khusus, seperti program pendampingan
psikologis untuk konselor sekolah atau bimbingan karyawan (employee
assistance program).

Kompetensi lulusan dari program-program ini dapat bervariasi tergantung pada tingkat
pendidikan dan spesialisasi. Namun, secara umum, lulusan program psikologi di
Indonesia diharapkan memiliki pemahaman mendalam tentang teori psikologi,
kemampuan penelitian, keterampilan dalam menganalisis dan memahami perilaku
manusia, serta etika dalam praktik psikologi. Mereka juga diharapkan memiliki
keterampilan konseling atau intervensi psikologis (terutama untuk program-program yang
berfokus pada klinis atau konseling) serta keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi
yang baik untuk berinteraksi dengan klien atau pasien.

2. Kode etik psikologi mengatur berbagai aspek pelaksanaan program pendidikan psikologi
dan memiliki implikasi penting pada peserta didik, lembaga pendidikan, lulusan, dan
masyarakat. Berikut adalah beberapa hal yang umumnya diatur dalam kode etik psikologi
dan implikasinya :
 Privasi dan Kerahasiaan : Kode etik menekankan perlunya menjaga privasi dan
kerahasiaan peserta didik atau klien. Ini berarti peserta didik harus belajar untuk
menghormati privasi individu dan menjaga informasi pribadi dengan rapi.
Implikasinya adalah lulusan diharapkan menjaga kerahasiaan informasi klien
atau peserta didik dalam praktik psikologi mereka.
 Kompetensi : Kode etik memerlukan bahwa pendidikan psikologi memberikan
pelatihan yang memadai sehingga lulusan memiliki kompetensi yang diperlukan
untuk praktik psikologi. Ini berarti lembaga pendidikan harus menyediakan
kurikulum yang relevan dan pemantauan kompetensi peserta didik. Implikasinya
adalah lulusan diharapkan memiliki kemampuan yang memadai untuk
memberikan layanan psikologi yang aman dan efektif kepada klien atau pasien.
 Etika Penelitian : Kode etik juga mengatur etika dalam penelitian psikologi,
termasuk perlindungan subjek penelitian. Ini mempengaruhi bagaimana
penelitian dalam program pendidikan psikologi harus dilaksanakan.
Implikasinya adalah peserta didik harus belajar untuk melakukan penelitian
dengan integritas dan menghormati hak dan kesejahteraan subjek penelitian.
 Hubungan Etis : Kode etik mencakup panduan etika dalam hubungan antara
psikolog dan klien, serta antara psikolog dan rekan kerja. Ini memengaruhi cara
peserta didik harus berinteraksi dengan pasien atau klien mereka, serta dalam
hubungan kolaboratif dengan profesional lain. Implikasinya adalah lulusan
diharapkan memiliki keterampilan komunikasi dan kolaborasi yang etis dalam
praktik psikologi mereka.
 Pemberian Layanan yang Bermutu : Kode etik mendorong penyediaan layanan
yang bermutu dan efektif. Ini berarti peserta didik harus diberikan pelatihan yang
memadai untuk memberikan layanan psikologi yang efektif dan mematuhi
praktik terbaik. Implikasinya adalah lulusan diharapkan memberikan layanan
yang berkualitas dan membantu klien atau pasien mencapai kesejahteraan
psikologis.
 Kode etik psikologi, jika diikuti dengan benar, membantu menjaga standar tinggi
dalam praktik psikologi, melindungi hak dan kesejahteraan individu, serta
memastikan bahwa lulusan program pendidikan psikologi dapat memberikan
kontribusi yang berarti bagi masyarakat dengan cara yang etis dan profesional.
3. 5 Eksperimen Psikologi Paling Berbahaya dalam Sejarah Manusia, antara lain sebagai
berikut :
 Eksperimen Penjara Stanford adalah sebuah eksperimen psikologi sosial yang
dilakukan pada tahun 1971 oleh seorang psikolog bernama Philip Zimbardo dan
timnya. Eksperimen ini dilakukan di Universitas Stanford dengan tujuan untuk
memahami dinamika psikologis di balik perilaku penjara dan tahanan.
Eksperimen ini melibatkan mahasiswa sebagai peserta dan mereka dipecah
menjadi tahanan dan penjaga. Etika dan Perlindungan Peserta : Salah satu kritik
utama terhadap eksperimen ini adalah kurangnya perlindungan peserta.
Eksperimen menyebabkan stres ekstrem dan perlakuan yang merendahkan dari
penjaga terhadap tahanan. Hal ini menciptakan risiko psikologis dan emosional
bagi peserta. Standar etika penelitian manusia saat itu tidak sepenuhnya
ditegakkan. Replikabilitas dan Umumnya : Beberapa penelitian menganggap
bahwa temuan dari eksperimen Penjara Stanford mungkin sulit direplikasi atau
memiliki relevansi umum yang terbatas. Kondisi eksperimental yang ekstrem dan
situasi sosial tertentu mungkin tidak mencerminkan kondisi dunia nyata dengan
baik. Kebijakan dan Keputusan Praktis : Meskipun eksperimen ini
mengungkapkan dinamika kekuasaan dan otoritas dalam situasi penjara,
implikasinya untuk kebijakan dan keputusan praktis sering kali dipertanyakan.
Situasi penjara sejati lebih kompleks dan banyak faktor yang harus
dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan. Interpretasi Hasil: Penafsiran hasil
eksperimen juga dapat bervariasi. Beberapa menunjukkan bahwa eksperimen ini
mengungkapkan potensi destruktif dari situasi otoriter, sementara yang lain
berpendapat bahwa hasilnya tidak cukup kuat untuk mendukung klaim tersebut.
 The Monster Study adalah sebuah eksperimen kontroversial yang dilakukan oleh
Wendell Johnson pada tahun 1939 di Universitas Iowa. Dalam eksperimen ini, ia
memilih sekelompok anak-anak yatim piatu dan menguji efek pemulihan pidato
positif dan negatif pada mereka. Tanggapan kritis terhadap The Monster Study
adalah : Etika, Eksperimen ini telah dikritik karena pelanggaran etika yang serius.
Penggunaan anak-anak yang rentan dan berpotensi merusak harga diri mereka
telah dianggap tidak etis. Pengungkapan, Johnson dan timnya tidak pernah
mengungkapkan secara penuh eksperimen ini, dan ini menghasilkan banyak
kontroversi dan perdebatan. Validitas ilmiah, Beberapa kritikus berpendapat
bahwa eksperimen ini tidak memberikan hasil ilmiah yang kuat atau bermanfaat.
Selain itu, argumen-argumen yang dikemukakan dalam penelitian ini telah
dipertanyakan. Dampak jangka panjang, Anak-anak yang terlibat dalam
eksperimen ini mungkin mengalami dampak psikologis jangka panjang akibat
perlakuan yang mereka terima.
 Projek MKULTRA adalah program rahasia yang dilakukan oleh CIA pada
pertengahan abad ke-20 yang melibatkan eksperimen terhadap pengaruh zat
psikoaktif pada manusia dan upaya kontrol pikiran. Kritik terhadap MKULTRA
termasuk pelanggaran etika dan hak asasi manusia yang serius. Hal ini menyoroti
perlunya pengawasan ketat terhadap kegiatan pemerintah yang bersifat rahasia,
dan perlindungan hak individu terhadap eksperimen medis yang tidak etis.
Tindakan semacam ini seharusnya tidak diterima dalam masyarakat yang
menghormati hak asasi manusia dan etika ilmiah.
 Eksperimen Milgram adalah sebuah studi sosial kontroversial yang dilakukan
oleh Stanley Milgram pada tahun 1961. Eksperimen ini melibatkan tekanan sosial
dan ketaatan, di mana peserta diuji dalam kemampuan mereka untuk melakukan
tindakan yang mereka tahu salah hanya karena mereka diinstruksikan oleh otoritas.
Etika : Eksperimen ini telah dikritik karena melanggar etika penelitian, karena
peserta mengalami stres dan ketidaknyamanan yang signifikan tanpa pemberian
informasi yang cukup sebelumnya. Beberapa peserta bahkan mengalami tekanan
psikologis yang berat. Generalisasi : Eksperimen ini sulit untuk digeneralisasi ke
situasi dunia nyata karena setting eksperimen tidak mencerminkan situasi
kehidupan sehari-hari. Sebagian besar peserta mengetahui bahwa mereka
berpartisipasi dalam eksperimen, yang mungkin memengaruhi tingkat ketaatan
mereka. Validitas eksternal : Beberapa kritikus berpendapat bahwa hasil
eksperimen ini mungkin tidak mencerminkan ketaatan di luar eksperimen karena
peserta mengetahui bahwa tindakan mereka tidak memiliki konsekuensi nyata.
Reproduksi : Meskipun hasil eksperimen Milgram telah direproduksi oleh peneliti
lain, beberapa pertanyaan tentang metode eksperimen dan hasil yang diperoleh
tetap menjadi subjek perdebatan. Kontribusi ilmiah : Eksperimen ini tetap penting
dalam pemahaman psikologi sosial, namun harus diinterpretasikan dengan hati-
hati dan dalam konteks etika penelitian.
 Eksperimen Albert kecil, yang juga dikenal sebagai Eksperimen Albert dan
Anak Monyet, adalah eksperimen psikologi yang dilakukan oleh John B. Watson
dan Rosalie Rayner pada tahun 1920. Eksperimen ini melibatkan seorang bayi
bernama Albert yang dipaparkan pada rangsangan suara keras (bunyi petasan)
tanpa penjelasan atau persiapan sebelumnya. Tanggapan kritis terhadap
eksperimen ini mencakup beberapa hal berikut : Etika, Salah satu kritik utama
terhadap eksperimen ini adalah masalah etika. Albert kecil dipaparkan pada
rangsangan yang mungkin dapat menyebabkan traumatisasi. Eksperimen ini
dilakukan tanpa persetujuan orang tua dan tanpa mempertimbangkan
kesejahteraan psikologis bayi. Generalisasi yang Terbatas, Hasil eksperimen
hanya didasarkan pada satu bayi (Albert) dan satu rangsangan (suara keras). Oleh
karena itu, generalisasi temuan eksperimen ini terbatas dan tidak dapat dianggap
sebagai representasi yang kuat dari perilaku anak-anak pada umumnya. Kritik
Metodologi, Eksperimen ini juga menerima kritik terkait metode penelitian.
Misalnya, pengamatan terhadap respons Albert terhadap rangsangan mungkin
tidak cukup akurat atau bermasalah dalam mengukur dampak sebenarnya.
Kurangnya Pengikatan dalam Jangka Panjang, Eksperimen Albert kecil tidak
memberikan tindak lanjut yang memadai untuk memahami efek jangka panjang
dari paparan rangsangan suara keras pada perkembangan psikologis bayi.
Kontroversi, Eksperimen ini telah memicu banyak kontroversi dalam sejarah
psikologi dan telah menjadi pelajaran penting tentang etika dalam penelitian
manusia. Sebagai kesimpulan, eksperimen Albert kecil telah menerima kritik
tajam karena masalah etika, metode penelitian yang lemah, dan kurangnya
generalisasi yang dapat ditarik dari temuannya. Sementara eksperimen ini
memiliki nilai sejarah dalam psikologi, ia juga mengingatkan kita pentingnya
etika dan metode penelitian yang baik dalam penelitian manusia.

Anda mungkin juga menyukai