Penerapan Model Pembelajaran Cooperative
Penerapan Model Pembelajaran Cooperative
9-17
Program Studi Pendidikan Kimia ISSN 2337-9995
Universitas Sebelas Maret https://jurnal.uns.ac.id/jpkim
Warih Puji Lestariyani*, Agung Nugroho Catur S., dan Sri Yamtinah
Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP,Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa melalui
penerapan model pembelajaran Cooperative Problem Solving (CPS) dilengkapi Hierarki Konsep
pada materi stoikiometri bagi siswa kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 Surakarta Tahun Pelajaran
2016/2017. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua
siklus. Setiap siklusnya terdapat empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi,
dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 Surakarta tahun
pelajaran 2016/2017. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, kajian dokumen,
angket dan tes. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran
Cooperative Problem Solving (CPS) disertai Hierarki Konsep dapat meningkatkan kreativitas dan
prestasi belajar siswa pada materi stoikiometri kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 Surakarta Tahun
Pelajaran 2016/2017. Pada siklus I, persentase ketercapaian kreativitas siswa sebesar 68,89%
dan meningkat menjadi 80,00% pada siklus II. Persentase ketuntasan belajar aspek pengetahuan
siswa pada siklus I adalah 55,56% dan meningkat menjadi 73,33% pada siklus II. Persentase
ketuntasan belajar aspek sikap siswa pada siklus I adalah 92,94 % dan pada siklus II meningkat
menjadi 100%, serta ketuntasan belajar aspek ketrampilan siswa adalah 100%.
Kata Kunci: Cooperative Problem Solving (CPS), Hierarki Konsep, kreativitas, prestasi
belajar, stoikiometri
kualitas proses dan hasil belajar konsep yang lainnya sehingga siswa
sekelompok peserta didik [2]. akan memiliki pemahaman yang utuh
Salah satu langkah yang dapat terhadap materi pembelajaran. Untuk
digunakan dalam menyelesaikan mengaitkan antar konsep dibutuhkan
permasalahan di kelas X MIPA 1 SMA suatu media pembelajaran yang dapat
Batik 1 Surakarta adalah dengan mempermudah siswa dalam belajar.
menerapkan model pembelajaran Oleh karena itu, dalam penelitian ini
Cooperative Problem Solving (CPS). digunakan media pembelajaran Hierarki
Cooperative Problem Solving (CPS) Konsep. Hierarki konsep merupakan
merupakan model pembelajaran dimana tingkatan dari konsep yang paling umum
siswa bekerjasama dalam kelompok, hingga konsep yang paling khusus [7].
berbagi ide dan membantu satu sama Hierarki dapat direpresentasikan dalam
lain dalam memecahkan masalah yang bentuk peta konsep dan digunakan
diberikan oleh guru [3]. Gok dan Silay [4] untuk menentukan urutan dalam materi
menyebutkan bahwa penggunaan pembelajaran [8]. Berdasarkan penelitian
pembelajaran pemecahan masalah yang dilakukan oleh Damayanti [9],
secara kooperatif lebih berguna jika penerapan model pembelajaran Problem
digunakan daripada model pem- Solving disertai hierarki konsep dapat
belajaran konvensional. Penerapan meningkatkan kreativitas dan prestasi
model pembelajaran Cooperative belajar siswa. Selain itu, menurut
Problem Solving (CPS) ini dirasa cocok penelitian yang dilakukan oleh Yunitasari
untuk meningkatkan kreativitas dan [10], penggunaan hierarki konsep dapat
prestasi belajar siswa kelas X MIPA 1 mereduksi miskonsepsi siswa pada
SMA Batik 1 Surakarta pada materi materi pokok larutan penyangga.
Stoikiometri. Pembelajaran Cooperative
Problem Solving (CPS) menuntut siswa METODE PENELITIAN
untuk berperan secara aktif untuk
pemecahan masalah dalam proses Penelitian ini merupakan
pembelajaran. Siswa diharapkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
mampu mengkonstruksi pengalaman- dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap
nya sendiri dalam kelompoknya. Dengan siklusnya terdapat empat tahapan, yaitu
memecahkan masalah, diharapkan siswa perencanaan, pelaksanaan, observasi,
menjadi lebih mudah untuk memahami dan refleksi [11]. Subjek penelitian
materi sehingga prestasi belajar siswa adalah siswa kelas X MIPA 1 SMA Batik
menjadi meningkat. Penggunaan model 1 Surakarta tahun pelajaran 2016/2017.
pembelajaran Cooperative Problem Pemilihan subjek dalam penelitian ini
Solving (CPS) dapat membuat siswa didasarkan pada hasil observasi yang
menjadi lebih kreatif [5]. Tahapan dalam dilakukan pada saat prasiklus, dimana
pelaksanaan Cooperative Problem subjek yang dipilih tersebut teridentifikasi
Solving (CPS) yaitu, pembentukan mempunyai permasalahan dalam
kelompok, penyampaian materi pelajaran, pembelajaran yaitu kreativitas dan
pengenalan masalah, pemecahan prestasi belajar yang rendah.
masalah, mempresentasikan hasil Data yang dikumpulkan meliputi
pemecahan masalah, menarik data tentang keadaan siswa yang
kesimpulan, dan evaluasi [6]. berupa data kualitatif dan kuantitatif.
Di samping ketepatan peng- Data kualitatif diperoleh dari hasil
gunaan model pembelajaran, juga observasi, angket, dan wawancara.
dibutuhkan media yang dapat men- Data kuantitatif didapat dari hasil
dukung model yang digunakan. Materi penilaian prestasi belajar siswa pada
Stoikiometri berisi banyak konsep dan materi stoikiometri yang meliputi aspek
hukum yang saling terkait. Konsep pengetahuan, sikap, dan keterampilan,
tersebut tersusun secara hierarkis dari serta kreativitas siswa.
konsep dasar hingga konsep yang Teknik analisis data pada
kompleks. Siswa harus dapat penelitian ini menggunakan analisis
mengaitkan konsep yang satu dengan deskriptif kualitatif. Teknik analisis
target yang telah ditentukan yaitu 65% ketercapaian paling tinggi, yaitu 80,97%.
dari jumlah total siswa memiliki Sedangkan aspek menyajikan data
kreativitas tinggi. memiliki ketercapaian paling rendah
Pada aspek pengetahuan, siswa yaitu 79,19%. Nilai optimum tertinggi
yang telah mencapai ketuntasan yang diperoleh siswa yaitu 93,8.
sebanyak 25 siswa (55,56%), Berdasarkan hasil penilaian
sedangkan siswa yang belum tuntas kreativitas dan prestasi belajar aspek
sebanyak 20 siswa (44,44%). pengetahuan, sikap, serta keterampilan
Persentase ini belum mencapai target dapat dilihat bahwa terdapat aspek yang
yang telah ditentukan, yaitu siswa yang belum mencapai target yang ditentukan
tuntas sebanyak 65% dari jumlah total yaitu penilaian pada prestasi belajar
siswa. Selain itu, dari 12 indikator aspek pengetahuan. Oleh karena itu,
kompetensi yang diukur terdapat 5 perlu adanya tindakan lanjutan siklus II
indikator yang belum mencapai target agar persentase ketercapaian seluruh
yang ditentukan. indikator dapat mencapai target yang
Penilaian prestasi belajar aspek ditentukan.
sikap siswa meliputi penilaian sikap
2. Siklus II
spiritual dan sosial (jujur, disiplin,
percaya diri, dan tanggung jawab). Berdasarkan hasil refleksi dari
Berdasarkan hasil penilaian aspek sikap siklus I, maka peneliti bersama dengan
yang telah dilakukan, terdapat 17 siswa guru mata pelajaran kimia SMA Batik 1
(37,38%) yang prestasi belajar aspek Surakarta bersama-sama melakukan
sikapnya masuk dalam kategori sangat perencanaan tindakan pada siklus II.
baik, 25 siswa (55,56%) kategori baik, 3 Siklus II lebih difokuskan untuk
siswa (6,67%) kategori cukup, dan tidak perbaikan terhadap kendala-kendala
ada siswa (0%) yang masuk dalam yang terjadi pada siklus I. Materi
kategori kurang. Dari hasil tersebut pelajaran yang diberikan juga
diperoleh ketuntasan sebesar 93,34%. difokuskan pada indikator kompetensi
Hal ini sudah memenuhi target yang yang belum mencapai ketuntasan pada
telah ditentukan, yaitu 75%. Hasil ini siklus I. Tindakan yang dilakukan pada
menunjukkan bahwa prestasi belajar siklus II adalah sebagai berikut, pertama
aspek sikap siswa kelas X MIPA 1 SMA adalah mengganti kelompok belajar
Batik 1 Surakarta pada siklus I sudah siswa berdasarkan hasil tes aspek
cukup baik namun tetap dilakukan pengetahuan siklus I. Hal ini
penilaian lagi pada siklus II untuk dimaksudkan agar siswa yang telah
mengetahui peningkatan prestasi tuntas dan lebih menguasai materi
belajar aspek sikap siswa dari siklus I ke dapat membantu teman satu
siklus II. kelompoknya apabila menemui
Penilaian prestasi belajar aspek kesulitan. Kedua, guru mengidentifikasi
keterampilan terdiri dari 3 aspek, yaitu kesulitan belajar yang dialami siswa
kemampuan mengolah data, menalar dengan melakukan pendekatan kepada
data, dan menyajikan data. Ketuntasan siswa. Ketiga, guru lebih memonitoring
prestasi belajar aspek ketrampilan siswa kegiatan diskusi siswa selama proses
kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 Surakarta pembelajaran. Guru berkeliling selama
sebesar 100 % atau seluruh siswa proses diskusi berlangsung dan guru
tuntas. Seluruh aspek keterampilan menanyai setiap kelompok mengenai
yang diukur juga sudah mencapai target kesulitan yang dihadapi, dan yang
yang ditetapkan. Berdasarkan hasil terakhir adalah guru memerintahkan
tersebut dapat dilihat bahwa ketrampilan siswa untuk mengerjakan secara
siswa kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 individu soal-soal diskusi. Hal ini
Surakarta dalam mengolah, menalar, dimaksudkan agar seluruh siswa
dan menyajikan data sudah cukup baik. memiliki jawaban dari persoalan yang
Seluruh aspek ketrampilan yang diukur diberikan guru, sehingga diharapkan hal
telah mencapai target yang ditentukan. tersebut dapat mempermudah siswa
Aspek menalar data memiliki belajar. Dengan demikian, diharapkan
hasil capaian lebih baik dan dapat pengetahuan dilakukan melalui tes yang
mencapai target. dilaksanakan pada akhir setiap siklus.
Siklus II dilaksanakan dalam 2 kai Hasil tes aspek pengetahuan siklus I
pertemuan. Pertemuan pertama untuk menyatakan bahwa sebanyak 25 siswa
penyampaian materi dan pertemuan atau 55,56% telah mencapai
kedua untuk evaluasi akhir siklus II. ketuntasan. Sedangkan jumlah siswa
Alokasi waktu yang digunakan adalah 5 yang belum tuntas sebanyak 20 siswa
JP. atau 44,44%. Jumlah ini belum
Berdasarkan hasil tes kreativitas mencapai target yang telah ditentukan,
yang dilakukan oleh siswa kelas X MIPA yaitu 65% dari jumlah seluruh siswa
1 SMA Batik 1 Surakarta, pada siklus II tuntas. Hasil tes aspek pengetahuan
diperoleh hasil 36 siswa ( 80%) memiliki siklus II menyatakan bahwa jumlah
kreativitas tinggi, 8 siswa (17,78%) siswa yang telah tuntas sebanyak 33
memiliki kreativitas sedang, dan 1 siswa siswa atau 73,33%, sedangkan jumlah
(2,22%) memiliki kreativitas rendah. siswa yang belum tuntas sebanyak 12
Ketuntasan belajar kreativitas siswa siswa atau 26,67%. Dari data tersebut
sebanyak 36 siswa (80%) telah tuntas. dapat dilihat terjadinya peningkatan
Pada aspek pengetahuan, seluruh persentase ketuntasan dari siklus I
indikator kompetensi yang diukur telah terhadap siklus II. Adapun peningkatan
mencapai target yang telah ditentukan. hasil tes aspek pengetahuan siklus I dan
Selain itu, ketuntasan belajar siswa juga siklus II dapat dilihat pada Gambar 1.
meningkat dari siklus I, yaitu sebanyak
33 siswa (73,33%) tuntas. 80
Penilaian prestasi belajar aspek
Ketuntasan (%)
Ketuntasan (%)
Peningkatan ketuntasan belajar prestasi 75
belajar aspek sikap pada siklus I dan
70
siklus II dapat dilihat pada Gambar 2
65
100
60
Ketuntasan (%)
Siklus I Siklus II
95
Gambar 3. Diagram Ketuntasan Kreativitas
90 Siswa Siklus I dan Siklus II
85
Siklus I Siklus II Salah satu faktor yang
menyebabkan peningkatan kreativitas
Gambar 2. Diagram Ketuntasan Prestasi siswa adalah model pembelajaran yang
Belajar Aspek Sikap Siklus I dan digunakan dalam proses pembelajaran.
Siklus II Penerapan model Cooperative Problem
Solving (CPS) membuat siswa
Tes kreativitas siswa dilakukan berpartisipasi secara aktif saat
pada akhir setiap siklus. Berdasarkan berdiskusi bersama anggota kelompok-
hasil analisis tes kreativitas, siswa nya karena siswa dituntut untuk
digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu menemukan konsepnya sendiri. Dalam
siswa yang memiliki kreativitas tinggi, penerapan model Cooperative Problem
siswa yang memiliki kreativitas sedang, Solving (CPS), siswa dihadapkan pada
dan siswa yang memiliki kreativitas berbagai permasalahan yang bervariasi
rendah. Siswa dikatakan tuntas dalam untuk diselesaikan melalui diskusi
aspek kreativitas jika siswa masuk kelompok. Siswa dituntut untuk
dalam kategori kreativitas tinggi. menciptakan ide-ide secara cepat terkait
Berdasarkan hasil tes kreativitas pada dengan penyelesaian masalah yang
siklus I, siswa yang memiliki kreativitas ada. Lewat diskusi tersebut, siswa
tinggi sebanyak 31 siswa (68,89%), bersama dengan teman kelompoknya
siswa yang memiliki kreativitas sedang akan mencari berbagai alternatif
sebanyak 11 siswa (24,44%), dan siswa pemecahan masalah. Siswa akan
yang memiliki kreatifitas rendah mengaitkan rumus yang satu dengan
sebanyak 3 siswa (6,67%). Sedangkan rumus yang lain. Setelah menemukan
berdasarkan hasil tes kreativitas pada keterkaitan antara rumus yang satu
siklus II, siswa yang memiliki kreativitas dengan rumus yang lain, maka siswa
tinggi sebanyak 36 siswa (80%), siswa dapat menggunakannya untuk
yang memiliki kreativitas sedang menyelesaikan masalah. Lewat proses
sebanyak 8 siswa (17,78%), dan siswa penyelesaian masalah tersebut, siswa
yang memiliki kreativitas rendah dapat mengembangkan kreativitasnya.
[8] Herron, J.D., et al. (1997). Science [11] Arikunto, S. (2012). Penelitian
Education, 61(2), 185-199. Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi
Aksara.
[9] Damayanti, D.R., Saputro, A. N.
C., & Yamtinah, S. (2014). Jurnal [12] [12]Miles, M.B. & Huberman, A.M.
Pendidikan Kimia, 3(4), 118-125. (1995). Analisa Data Kualitatif.
Jakarta: UI Press.
[10] Yunitasari, W., Susilowati, E., &
Nurhayati, N. D. (2013). Jurnal [13] Moleong, L.J. (2000). Metodologi
Pendidikan Kimia, 2(3), 182-190. Penelitian Kualitatif. Bandung :
Remaja Rosdakarya