Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 8 No. 1 Tahun 2019 Hal.

9-17
Program Studi Pendidikan Kimia ISSN 2337-9995
Universitas Sebelas Maret https://jurnal.uns.ac.id/jpkim

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE


PROBLEM SOLVING (CPS) DILENGKAPI HIERARKI KONSEP
UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI
BELAJAR KIMIA PADA MATERI STOIKIOMETRI
SISWA KELAS X MIPA 1 SEMESTER
GENAP SMA BATIK 1 SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Warih Puji Lestariyani*, Agung Nugroho Catur S., dan Sri Yamtinah
Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP,Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

*Keperluan korespodensi, telp : 085328110119, email : warihpl3@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa melalui
penerapan model pembelajaran Cooperative Problem Solving (CPS) dilengkapi Hierarki Konsep
pada materi stoikiometri bagi siswa kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 Surakarta Tahun Pelajaran
2016/2017. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua
siklus. Setiap siklusnya terdapat empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi,
dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 Surakarta tahun
pelajaran 2016/2017. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, kajian dokumen,
angket dan tes. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran
Cooperative Problem Solving (CPS) disertai Hierarki Konsep dapat meningkatkan kreativitas dan
prestasi belajar siswa pada materi stoikiometri kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 Surakarta Tahun
Pelajaran 2016/2017. Pada siklus I, persentase ketercapaian kreativitas siswa sebesar 68,89%
dan meningkat menjadi 80,00% pada siklus II. Persentase ketuntasan belajar aspek pengetahuan
siswa pada siklus I adalah 55,56% dan meningkat menjadi 73,33% pada siklus II. Persentase
ketuntasan belajar aspek sikap siswa pada siklus I adalah 92,94 % dan pada siklus II meningkat
menjadi 100%, serta ketuntasan belajar aspek ketrampilan siswa adalah 100%.

Kata Kunci: Cooperative Problem Solving (CPS), Hierarki Konsep, kreativitas, prestasi
belajar, stoikiometri

PENDAHULUAN peningkatan dan keseimbangan


softskills dan hardskills yang meliputi
Perkembangan ilmu pengetahuan
aspek kompetensi sikap, ketrampilan,
dan teknologi yang semakin pesat
dan pengetahuan [1]. Karakteristik dari
menuntut indonesia mampu melakukan
kurikulum 2013 sendiri adalah
perubahan guna menjawab tantangan
diterapkannya pembelajaran dengan
arus globalisasi agar bangsa Indonesia
pendekatan saintifik. Dalam pendekatan
mampu bersaing dengan negara
saintifik, pendekatan yang dilakukan
lainnya. Salah satu upaya yang
dalam proses pembelajaran dilakukan
dilakukan pemerintah Indonesia adalah
melalui tahap mengamati, menanya,
memperbaiki mutu pendidikan yang ada
mengumpulkan data, mengasosiasi,
dengan menyusun dan mengembang-
dan mengkomunikasi.
kan kurikulum baru, yaitu kurikulum
Pembelajaran kimia idealnya
2013.
harus mampu memenuhi tuntutan yang
Kurikulum 2013 merupakan
ada pada kurikulum 2013, yaitu dengan
kurikulum yang menekankan adanya
menerapkan pendekatan saintifik dalam

© 2019 Program Studi Pendidikan Kimia 9


Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 8 No. 1 Tahun 2019 Hal. 9-17

proses belajar mengajar. Dalam ketuntasan siswa pada materi


pendekatan saintifik, pembelajaran stoikiometri masih cukup rendah jika
berpusat pada siswa dimana siswa dibandingkan dengan materi yang lain.
diharapkan menjadi pembelajar yang Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
aktif. Pengetahuan dibangun oleh siswa,
sedangkan guru berperan sebagai Tabel 1. Data Ketuntasan Rata – rata
fasilitator. Namun, kenyataan yang Kelas Ulangan Harian Materi
terjadi di lapangan adalah kurang Pokok Hukum Dasar Kimia dan
maksimalnya penerapan pendekatan Stoikiometri Kelas X MIPA SMA
saintifik dalam kegiatan belajar Batik 1 Surakarta
mengajar. Pada umumnya proses pem-
Materi Ketuntasan Rata-rata
belajaran kimia belum sepenuhnya
Pelajaran 2014/2015 2016/2017
melibatkan siswa secara aktif seperti
yang diharapkan pada kurikulum 2013. Hukum 56,82 % 51,35 %
SMA Batik 1 Surakarta merupakan Dasar Kimia
salah satu sekolah yang menerapkan Stoikiometri 36,36% 37,84%
kurikulum 2013 dalam pelaksanaan
pembelajarannya. Namun, penerapan Salah satu faktor yang
pembelajaran yang sesuai dengan mempengaruhi hasil belajar peserta
kurikulum 2013 di SMA Batik 1 didik adalah kreativitas. Kreativitas
Surakarta dirasa kurang maksimal. siswa akan membantu siswa untuk lebih
Berdasarkan hasil observasi, pem- mudah untuk memahami pelajaran dan
belajaran kimia di SMA Batik 1 memecahkan persoalan yang ditemui
Surakarta kurang melibatkan partisipasi dalam proses pembelajaran. Berdasar-
aktif siswa. Siswa cenderung menjadi kan hasil observasi, kreativitas siswa di
pembelajar yang pasif. Dalam KBM, SMA Batik 1 Surakarta masih cukup
guru menyajikan seluruh informasi yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat ketika
berkaitan dengan materi pelajaran. siswa mengerjakan persoalan yang
Siswa hanya mendengarkan dan diberikan guru. Siswa hanya mampu
terkadang juga mencatat apa yang mengerjakan soal-soal yang mudah.
disampaikan guru. Pembelajaran yang Ketika level kesukaran soal dinaikkan,
dominan pada guru membuat siswa para siswa merasa kesulitan untuk
menjadi cenderung kurang aktif memecahkannya. Selain itu, dalam
berpartisipasi dalam KBM. Akibatnya memecahkan soal siswa hanya
pembelajaran berlangsung kurang mengikuti langkah-langkah penyelesai-
optimal sehingga hasil belajar siswa an contoh soal yang diberikan oleh guru,
menjadi rendah. Hal ini diperkuat sehingga ketika siswa menemui soal
dengan hasil kajian data nilai rata-rata yang berbeda dengan contoh yang
Ulangan Akhir Semester semester gasal diberikan guru, siswa mengalami
kelas X MIPA SMA Batik 1 Surakarta kesulitan untuk memecahkannya.
tahun pelajaran 2016/2017 dimana Dari berbagai masalah yang telah
kelas X MIPA 1 memiliki rata-rata nilai diuraikan di atas, dapat disimpulkan
UAS mata pelajaran Kimia di bawah bahwa penyebab rendahnya prestasi
KKM yaitu sebesar 69,33 dengan belajar siswa SMA Batik 1 Surakarta
persentase pencapaian hasil belajar adalah kurangnya partisipasi aktif siswa
adalah sebesar 33,33%. Hanya ada 15 dalam kegiatan pembeleajaran. Oleh
siswa yang tuntas dari total 45 siswa. karena itu diperlukan suatu tindakan
Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa untuk memperbaiki kualitas pem-
capaian hasil belajar kimia di kelas X belajaran sehingga prestasi belajar
MIPA 1 masih cukup rendah. siswa menjadi lebih baik. Tindakan
Salah satu materi pelajaran kimia tersebut bisa berupa Penelitian
yang dianggap sukar oleh siswa adalah Tindakan Kelas (PTK). PTK dapat
stoikiometri. Dari hasil kajian data nilai diartikan sebagai penelitian tindakan
rata-rata ulangan harian siswa kelas X (action research) yang dilakukan
MIPA di SMA Batik 1 Surakarta, dengan tujuan untuk memperbaiki

© 2019 Program Studi Pendidikan Kimia 10


Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 8 No. 1 Tahun 2019 Hal. 9-17

kualitas proses dan hasil belajar konsep yang lainnya sehingga siswa
sekelompok peserta didik [2]. akan memiliki pemahaman yang utuh
Salah satu langkah yang dapat terhadap materi pembelajaran. Untuk
digunakan dalam menyelesaikan mengaitkan antar konsep dibutuhkan
permasalahan di kelas X MIPA 1 SMA suatu media pembelajaran yang dapat
Batik 1 Surakarta adalah dengan mempermudah siswa dalam belajar.
menerapkan model pembelajaran Oleh karena itu, dalam penelitian ini
Cooperative Problem Solving (CPS). digunakan media pembelajaran Hierarki
Cooperative Problem Solving (CPS) Konsep. Hierarki konsep merupakan
merupakan model pembelajaran dimana tingkatan dari konsep yang paling umum
siswa bekerjasama dalam kelompok, hingga konsep yang paling khusus [7].
berbagi ide dan membantu satu sama Hierarki dapat direpresentasikan dalam
lain dalam memecahkan masalah yang bentuk peta konsep dan digunakan
diberikan oleh guru [3]. Gok dan Silay [4] untuk menentukan urutan dalam materi
menyebutkan bahwa penggunaan pembelajaran [8]. Berdasarkan penelitian
pembelajaran pemecahan masalah yang dilakukan oleh Damayanti [9],
secara kooperatif lebih berguna jika penerapan model pembelajaran Problem
digunakan daripada model pem- Solving disertai hierarki konsep dapat
belajaran konvensional. Penerapan meningkatkan kreativitas dan prestasi
model pembelajaran Cooperative belajar siswa. Selain itu, menurut
Problem Solving (CPS) ini dirasa cocok penelitian yang dilakukan oleh Yunitasari
untuk meningkatkan kreativitas dan [10], penggunaan hierarki konsep dapat
prestasi belajar siswa kelas X MIPA 1 mereduksi miskonsepsi siswa pada
SMA Batik 1 Surakarta pada materi materi pokok larutan penyangga.
Stoikiometri. Pembelajaran Cooperative
Problem Solving (CPS) menuntut siswa METODE PENELITIAN
untuk berperan secara aktif untuk
pemecahan masalah dalam proses Penelitian ini merupakan
pembelajaran. Siswa diharapkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
mampu mengkonstruksi pengalaman- dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap
nya sendiri dalam kelompoknya. Dengan siklusnya terdapat empat tahapan, yaitu
memecahkan masalah, diharapkan siswa perencanaan, pelaksanaan, observasi,
menjadi lebih mudah untuk memahami dan refleksi [11]. Subjek penelitian
materi sehingga prestasi belajar siswa adalah siswa kelas X MIPA 1 SMA Batik
menjadi meningkat. Penggunaan model 1 Surakarta tahun pelajaran 2016/2017.
pembelajaran Cooperative Problem Pemilihan subjek dalam penelitian ini
Solving (CPS) dapat membuat siswa didasarkan pada hasil observasi yang
menjadi lebih kreatif [5]. Tahapan dalam dilakukan pada saat prasiklus, dimana
pelaksanaan Cooperative Problem subjek yang dipilih tersebut teridentifikasi
Solving (CPS) yaitu, pembentukan mempunyai permasalahan dalam
kelompok, penyampaian materi pelajaran, pembelajaran yaitu kreativitas dan
pengenalan masalah, pemecahan prestasi belajar yang rendah.
masalah, mempresentasikan hasil Data yang dikumpulkan meliputi
pemecahan masalah, menarik data tentang keadaan siswa yang
kesimpulan, dan evaluasi [6]. berupa data kualitatif dan kuantitatif.
Di samping ketepatan peng- Data kualitatif diperoleh dari hasil
gunaan model pembelajaran, juga observasi, angket, dan wawancara.
dibutuhkan media yang dapat men- Data kuantitatif didapat dari hasil
dukung model yang digunakan. Materi penilaian prestasi belajar siswa pada
Stoikiometri berisi banyak konsep dan materi stoikiometri yang meliputi aspek
hukum yang saling terkait. Konsep pengetahuan, sikap, dan keterampilan,
tersebut tersusun secara hierarkis dari serta kreativitas siswa.
konsep dasar hingga konsep yang Teknik analisis data pada
kompleks. Siswa harus dapat penelitian ini menggunakan analisis
mengaitkan konsep yang satu dengan deskriptif kualitatif. Teknik analisis

© 2019 Program Studi Pendidikan Kimia 11


Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 8 No. 1 Tahun 2019 Hal. 9-17

kualitatif yang digunakan mengacu pada berdiskusi dalam kelompok untuk


model analisis Miles dan Huberman [12] memecahkan permasalahan yang
yang dilakukan dalam tiga komponen, diberikan oleh guru. Setelah siswa
yaitu reduksi data, penyajian data, dan selesai berdiskusi dengan kelompok-
penarikan simpulan. Pada penelitian ini nya, langkah selanjutnya adalah
digunakan teknik triangulasi untuk mempresentasikan hasil diskusi di
memeriksa validitas data dalam depan kelas. Setelah tahap presentasi
penelitian. Triangulasi adalah teknik selesai, guru menyamakan persepsi dan
pemeriksaan keabsahan data yang memberikan penguatan terhadap
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar konsep-konsep yang telah dipelajari
data itu untuk keperluan pengecekan oleh siswa. Hal ini dilakukan untuk
atau sebagai pembanding terhadap data membuat siswa menjadi lebih paham
tersebut [13] dengan materi yang telah dipelajari.
Pada akhir pembelajaran, guru
membimbing siswa untuk menyimpul-
HASIL DAN PEMBAHASAN
kan apa yang telah dipelajari.
Berdasarkan hasil identifikasi Selanjutnya guru memberikan soal post
pratindakan, kelas X MIPA 1 SMA Batik test. Pada pertemuan terakhir,
1 Surakarta diduga mengalami dilaksanakan evaluasi akhir siklus I yang
permasalahan dalam rendahnya terdiri dari tes pengetahuan, tes
kreativitas dan prestasi belajar siswa. kreativitas, dan angket sikap.
Oleh karena itu, diperlukan perbaikan Secara umum, pelaksanaan model
dengan penerapan model pembelajaran pembelajaran Cooperative Problem
Cooperative Problem Solving (CPS) Solving (CPS) dilengkapi Hierarki
dilengkapi Hierarki Konsep. Konsep pada siklus I telah berjalan
Perencanaan tindakan meliputi dengan baik. Interaksi antara siswa
penyusunan instrumen pembelajaran dengan siswa dalam kelompok maupun
dan instrumen penilaian. Instrumen interaksi antara siswa dengan guru
pembelajaran meliputi silabus, Rencana terlihat cukup baik selama proses
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan pembelajaran berlangsung. Dari
media pembelajaran (Hierarki Konsep). pertemuan pertama hingga pertemuan
Instrumen penilaian meliputi penilaian keempat keaktifan siswa dalam
aspek pengetahuan, sikap, ketrampilan, pembelajaran juga sudah baik.
dan kreativitas siswa. Data yang diperoleh dalam
1. Siklus I penelitian ini meliputi data prestasi
belajar siswa pada aspek pengetahuan,
Penelitian ini dilakukan dengan sikap, keterampilan, serta kreativitas
alokasi waktu selama 8 jam pelajaran, siswa.
yang terdiri dari 6 x 45 menit untuk Berdasarkan hasil tes kreativitas
penyampaian materi stoikiometri dan 2 x yang dilakukan oleh siswa kelas X MIPA
45 menit sisanya untuk melakukan 1 SMA Batik 1 Surakarta, diperoleh hasil
kegiatan evaluasi. yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Pelaksanaan tindakan siklus I
dilaksanakan selama 5 kali pertemuan. Tabel 2.Hasil Tes Kreativitas Siklus I
Guru mengawali kegiatan pembelajaran
dengan memberikan apersepsi kepada Kriteria Ketercapaian
siswa. Selanjutnya guru mengarahkan Kreativitas Tinggi 68,89 %
siswa untuk duduk berkelompok. Guru Kreativitas Sedang 24,44 %
membagikan hierarki konsep kepada
Kreativitas Rendah 6,67 %
seluruh siswa. Kemudian guru
menyampaikan konsep-konsep yang
terkait dengan materi pelajaran. Tahap Berdasarkan Tabel 2, kreativitas
selanjutnya guru memberikan beberapa siswa kelas X MIPA 1 SMA Batik 1
permasalahan untuk dipecahkan siswa Surakarta sudah cukup baik.
secara berkelompok. Kemudian siswa Persentase ketuntasan telah mencapai

© 2019 Program Studi Pendidikan Kimia 12


Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 8 No. 1 Tahun 2019 Hal. 9-17

target yang telah ditentukan yaitu 65% ketercapaian paling tinggi, yaitu 80,97%.
dari jumlah total siswa memiliki Sedangkan aspek menyajikan data
kreativitas tinggi. memiliki ketercapaian paling rendah
Pada aspek pengetahuan, siswa yaitu 79,19%. Nilai optimum tertinggi
yang telah mencapai ketuntasan yang diperoleh siswa yaitu 93,8.
sebanyak 25 siswa (55,56%), Berdasarkan hasil penilaian
sedangkan siswa yang belum tuntas kreativitas dan prestasi belajar aspek
sebanyak 20 siswa (44,44%). pengetahuan, sikap, serta keterampilan
Persentase ini belum mencapai target dapat dilihat bahwa terdapat aspek yang
yang telah ditentukan, yaitu siswa yang belum mencapai target yang ditentukan
tuntas sebanyak 65% dari jumlah total yaitu penilaian pada prestasi belajar
siswa. Selain itu, dari 12 indikator aspek pengetahuan. Oleh karena itu,
kompetensi yang diukur terdapat 5 perlu adanya tindakan lanjutan siklus II
indikator yang belum mencapai target agar persentase ketercapaian seluruh
yang ditentukan. indikator dapat mencapai target yang
Penilaian prestasi belajar aspek ditentukan.
sikap siswa meliputi penilaian sikap
2. Siklus II
spiritual dan sosial (jujur, disiplin,
percaya diri, dan tanggung jawab). Berdasarkan hasil refleksi dari
Berdasarkan hasil penilaian aspek sikap siklus I, maka peneliti bersama dengan
yang telah dilakukan, terdapat 17 siswa guru mata pelajaran kimia SMA Batik 1
(37,38%) yang prestasi belajar aspek Surakarta bersama-sama melakukan
sikapnya masuk dalam kategori sangat perencanaan tindakan pada siklus II.
baik, 25 siswa (55,56%) kategori baik, 3 Siklus II lebih difokuskan untuk
siswa (6,67%) kategori cukup, dan tidak perbaikan terhadap kendala-kendala
ada siswa (0%) yang masuk dalam yang terjadi pada siklus I. Materi
kategori kurang. Dari hasil tersebut pelajaran yang diberikan juga
diperoleh ketuntasan sebesar 93,34%. difokuskan pada indikator kompetensi
Hal ini sudah memenuhi target yang yang belum mencapai ketuntasan pada
telah ditentukan, yaitu 75%. Hasil ini siklus I. Tindakan yang dilakukan pada
menunjukkan bahwa prestasi belajar siklus II adalah sebagai berikut, pertama
aspek sikap siswa kelas X MIPA 1 SMA adalah mengganti kelompok belajar
Batik 1 Surakarta pada siklus I sudah siswa berdasarkan hasil tes aspek
cukup baik namun tetap dilakukan pengetahuan siklus I. Hal ini
penilaian lagi pada siklus II untuk dimaksudkan agar siswa yang telah
mengetahui peningkatan prestasi tuntas dan lebih menguasai materi
belajar aspek sikap siswa dari siklus I ke dapat membantu teman satu
siklus II. kelompoknya apabila menemui
Penilaian prestasi belajar aspek kesulitan. Kedua, guru mengidentifikasi
keterampilan terdiri dari 3 aspek, yaitu kesulitan belajar yang dialami siswa
kemampuan mengolah data, menalar dengan melakukan pendekatan kepada
data, dan menyajikan data. Ketuntasan siswa. Ketiga, guru lebih memonitoring
prestasi belajar aspek ketrampilan siswa kegiatan diskusi siswa selama proses
kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 Surakarta pembelajaran. Guru berkeliling selama
sebesar 100 % atau seluruh siswa proses diskusi berlangsung dan guru
tuntas. Seluruh aspek keterampilan menanyai setiap kelompok mengenai
yang diukur juga sudah mencapai target kesulitan yang dihadapi, dan yang
yang ditetapkan. Berdasarkan hasil terakhir adalah guru memerintahkan
tersebut dapat dilihat bahwa ketrampilan siswa untuk mengerjakan secara
siswa kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 individu soal-soal diskusi. Hal ini
Surakarta dalam mengolah, menalar, dimaksudkan agar seluruh siswa
dan menyajikan data sudah cukup baik. memiliki jawaban dari persoalan yang
Seluruh aspek ketrampilan yang diukur diberikan guru, sehingga diharapkan hal
telah mencapai target yang ditentukan. tersebut dapat mempermudah siswa
Aspek menalar data memiliki belajar. Dengan demikian, diharapkan

© 2019 Program Studi Pendidikan Kimia 13


Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 8 No. 1 Tahun 2019 Hal. 9-17

hasil capaian lebih baik dan dapat pengetahuan dilakukan melalui tes yang
mencapai target. dilaksanakan pada akhir setiap siklus.
Siklus II dilaksanakan dalam 2 kai Hasil tes aspek pengetahuan siklus I
pertemuan. Pertemuan pertama untuk menyatakan bahwa sebanyak 25 siswa
penyampaian materi dan pertemuan atau 55,56% telah mencapai
kedua untuk evaluasi akhir siklus II. ketuntasan. Sedangkan jumlah siswa
Alokasi waktu yang digunakan adalah 5 yang belum tuntas sebanyak 20 siswa
JP. atau 44,44%. Jumlah ini belum
Berdasarkan hasil tes kreativitas mencapai target yang telah ditentukan,
yang dilakukan oleh siswa kelas X MIPA yaitu 65% dari jumlah seluruh siswa
1 SMA Batik 1 Surakarta, pada siklus II tuntas. Hasil tes aspek pengetahuan
diperoleh hasil 36 siswa ( 80%) memiliki siklus II menyatakan bahwa jumlah
kreativitas tinggi, 8 siswa (17,78%) siswa yang telah tuntas sebanyak 33
memiliki kreativitas sedang, dan 1 siswa siswa atau 73,33%, sedangkan jumlah
(2,22%) memiliki kreativitas rendah. siswa yang belum tuntas sebanyak 12
Ketuntasan belajar kreativitas siswa siswa atau 26,67%. Dari data tersebut
sebanyak 36 siswa (80%) telah tuntas. dapat dilihat terjadinya peningkatan
Pada aspek pengetahuan, seluruh persentase ketuntasan dari siklus I
indikator kompetensi yang diukur telah terhadap siklus II. Adapun peningkatan
mencapai target yang telah ditentukan. hasil tes aspek pengetahuan siklus I dan
Selain itu, ketuntasan belajar siswa juga siklus II dapat dilihat pada Gambar 1.
meningkat dari siklus I, yaitu sebanyak
33 siswa (73,33%) tuntas. 80
Penilaian prestasi belajar aspek
Ketuntasan (%)

sikap siswa pada siklus II dilakukan 60


dengan cara yang sama pada penilaian
40
aspek sikap pada siklus I, yaitu melalui
observasi selama pembelajaran 20
berlangsung dan angket penilaian diri.
Dari analisis prestasi belajar aspek sikap 0
Siklus I Siklus II
yang dilakukan pada 45 siswa di kelas X
MIPA 1 SMA Batik 1 Surakarta pada Gambar 1. Diagram Ketuntasan Prestasi
siklus II, keseluruhan siswa dinyatakan Belajar Aspek Pengetahuan Siklus I
tuntas. Sehingga ketuntasan untuk dan Siklus II
aspek sikap pada siklus II mencapai
100%, dimana terdapat 27 siswa (60%)
Peningkatan prestasi belajar
prestasi belajar aspek sikapnya masuk
dalam kategori sangat baik, 18 siswa aspek pengetahuan pada siklus II
(40%) kategori baik, dan tidak ada siswa disebabkan karena pada siklus II
(0%) yang masuk dalam kategori cukup pembelajaran difokuskan pada
maupun kurang baik. pemberian materi untuk indikator yang
Berdasarkan hasil penilaian belum tuntas saja. Selain itu, kelompok
kreativitas, prestasi belajar aspek belajar pada siklus II ini juga diubah
pengetahuan, dan prestasi belajar berdasarkan hasil tes aspek
aspek sikap mengalami peningkatan pengetahuan pada akhir siklus I. Hal ini
capaian dan sudah melampaui target dimaksudkan agar siswa yang telah
sehingga penelitian di akhiri pada siklus tuntas dan telah memahami materi
II. dapat membantu teman sekelompoknya
3. Perbandingan Siklus I dan Siklus II yang belum memahami materi.
Salah satu prestasi belajar yang Pembelajaran dengan model
menentukan keberhasilan pembelajar- Cooperative Problem Solving (CPS)
an adalah prestasi belajar aspek merupakan pembelajaran yang berpusat
pengetahuan. Pada penelitian ini, kepada siswa. Dalam penerapan model
penilaian prestasi belajar aspek Cooperative Problem Solving (CPS)

© 2019 Program Studi Pendidikan Kimia 14


Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 8 No. 1 Tahun 2019 Hal. 9-17

siswa dituntut berpartisipasi secara aktif sebanyak 1 siswa (2,22%). Berdasarkan


saat berdiskusi bersama anggota hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
kelompoknya untuk menemukan dan ketuntasan kreativitas siswa pada siklus
membangun konsepnya sendiri. I adalah sebanyak 31 siswa (68,89%)
Sehingga siswa menjadi lebih tuntas dan pada siklus II jumlah tersebut
memahami materi pembelajaran. meningkat menjadi 36 siswa (80%)
Penilaian prestasi belajar aspek tuntas. Peningkatan ketuntasan belajar
sikap dilakukan melalui angket penilaian kreativitas siswa pada siklus I dan siklus
diri dan observasi selama pembelajaran II dapat dilihat pada Gambar 3.
berlangsung. Rata-rata kertercapaian
tiap aspek sikap siswa pada siklus I
80
adalah 92,94% dan 100% pada siklus II.

Ketuntasan (%)
Peningkatan ketuntasan belajar prestasi 75
belajar aspek sikap pada siklus I dan
70
siklus II dapat dilihat pada Gambar 2
65

100
60
Ketuntasan (%)

Siklus I Siklus II
95
Gambar 3. Diagram Ketuntasan Kreativitas
90 Siswa Siklus I dan Siklus II

85
Siklus I Siklus II Salah satu faktor yang
menyebabkan peningkatan kreativitas
Gambar 2. Diagram Ketuntasan Prestasi siswa adalah model pembelajaran yang
Belajar Aspek Sikap Siklus I dan digunakan dalam proses pembelajaran.
Siklus II Penerapan model Cooperative Problem
Solving (CPS) membuat siswa
Tes kreativitas siswa dilakukan berpartisipasi secara aktif saat
pada akhir setiap siklus. Berdasarkan berdiskusi bersama anggota kelompok-
hasil analisis tes kreativitas, siswa nya karena siswa dituntut untuk
digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu menemukan konsepnya sendiri. Dalam
siswa yang memiliki kreativitas tinggi, penerapan model Cooperative Problem
siswa yang memiliki kreativitas sedang, Solving (CPS), siswa dihadapkan pada
dan siswa yang memiliki kreativitas berbagai permasalahan yang bervariasi
rendah. Siswa dikatakan tuntas dalam untuk diselesaikan melalui diskusi
aspek kreativitas jika siswa masuk kelompok. Siswa dituntut untuk
dalam kategori kreativitas tinggi. menciptakan ide-ide secara cepat terkait
Berdasarkan hasil tes kreativitas pada dengan penyelesaian masalah yang
siklus I, siswa yang memiliki kreativitas ada. Lewat diskusi tersebut, siswa
tinggi sebanyak 31 siswa (68,89%), bersama dengan teman kelompoknya
siswa yang memiliki kreativitas sedang akan mencari berbagai alternatif
sebanyak 11 siswa (24,44%), dan siswa pemecahan masalah. Siswa akan
yang memiliki kreatifitas rendah mengaitkan rumus yang satu dengan
sebanyak 3 siswa (6,67%). Sedangkan rumus yang lain. Setelah menemukan
berdasarkan hasil tes kreativitas pada keterkaitan antara rumus yang satu
siklus II, siswa yang memiliki kreativitas dengan rumus yang lain, maka siswa
tinggi sebanyak 36 siswa (80%), siswa dapat menggunakannya untuk
yang memiliki kreativitas sedang menyelesaikan masalah. Lewat proses
sebanyak 8 siswa (17,78%), dan siswa penyelesaian masalah tersebut, siswa
yang memiliki kreativitas rendah dapat mengembangkan kreativitasnya.

© 2019 Program Studi Pendidikan Kimia 15


Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 8 No. 1 Tahun 2019 Hal. 9-17

Selain aspek pengetahuan, sikap, ketuntasan belajar aspek ketrampilan


dan kreativitas, penilaian aspek siswa adalah 100%.
ketrampilan siwa terhadap pem-
belajaran juga dilakukan. Hasil penilaian UCAPAN TERIMA KASIH
prestasi belajar aspek ketrampilan pada
siklus I menunjukkan bahwa seluruh Penulis mengucapkan terima
siswa telah mencapai ketuntasan kasih kepada Bapak Drs. H. Literzet
sehingga tidak perlu dilakukan tindakan Sobri, M. Pd., selaku kepala sekolah
yang telah memberikan izin penelitian di
pada siklus II.
SMA Batik 1 Surakarta, dan Ibu Ugik
Dalam penelitian tindakan kelas, Sugiharti, S.Pd., M.Pd., selaku guru
penelitian dapat dinyatakan berhasil mata pelajaran kimia SMA Batik 1
apabila masing-masing indikator Surakarta yang membantu penulis
keberhasilan yang diukur telah men- dalam penelitian ini, serta siswa kelas X
capai target yang telah ditetapkan. MIPA 1 SMA Batik 1 Surakarta.
Penelitian ini dapat disimpulkan berhasil
karena masing-masing indikator proses
DAFTAR RUJUKAN
dan prestasi belajar meliputi kreativitas
siswa, aspek pengetahuan, dan aspek [1] Fadlillah, M. (2014). Implementasi
sikap yang diukur telah mencapai target Kurikulum 2013. Yogyakarta :
dan mengalami peningkatan. Arruzz Media.
Dari hasil tindakan, pengamatan
[2] Mulyasa, E. (2009). Praktik
dan pembahasan dapat ditarik
Penelitian Tindakan Kelas.
kesimpulan bahwa penerapan model Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
pembelajaran Cooperative Problem
Solving (CPS) disertai hierarki konsep [3] Slavin, R. E., (1997). Educational
dapat meningkatkan kreativitas dan Psychology: Theory and Practice
prestasi belajar siswa pada materi (5th Ed). Boston : Allyu and Bacon
stoikiometri kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 Company.
Surakarta tahun pelajaran 2016/2017.
[4] Gok,T. & Silay,I. (2008). Egitimde
Kuram ve Uygulama : Journal of
KESIMPULAN Theory and Practice in Education,
Berdasarkan hasil penelitian yang 4(2), 253-266.
telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa penerapan model [5] Kaptan, F & korkmaz,H.(2002).
The Effect of Cooperative Problem
pembelajaran Cooperative Problem
Solving Approach on Creativity in
Solving (CPS) disertai Hierarki Konsep
Science Course. Beytepe :
dapat meningkatkan kreativitas dan Hacettepe University.
prestasi belajar siswa pada materi
stoikiometri kelas X MIPA 1 SMA Batik 1 [6] Heller, K & Heller, P (2010).
Surakarta tahun pelajaran 2016/2017. Cooperative Problem Solving in
Ketuntasan kreativitas siswa pada siklus Physics A User’s Manual. [Online].
I sebesar 68,89% dan meningkat Tersedia:http://www.aapt.org/Con
menjadi 80,00% pada siklus II. Pada ferences/newfaculty
siklus I, persentase ketuntasan belajar /upload/Coop-Problem-Solving-
aspek pengetahuan siswa adalah Guide.pdf.
55,56% dan meningkat menjadi 73,33%
pada siklus II. Persentase ketuntasan [7] Novak, J.D.& Gowin, D.B. (2008).
Learning How To Learn. New York
belajar aspek sikap siswa pada siklus I
: Cambridge University Press.
adalah 92,94 % dan pada siklus II
meningkat menjadi 100%, serta

© 2019 Program Studi Pendidikan Kimia 16


Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 8 No. 1 Tahun 2019 Hal. 9-17

[8] Herron, J.D., et al. (1997). Science [11] Arikunto, S. (2012). Penelitian
Education, 61(2), 185-199. Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi
Aksara.
[9] Damayanti, D.R., Saputro, A. N.
C., & Yamtinah, S. (2014). Jurnal [12] [12]Miles, M.B. & Huberman, A.M.
Pendidikan Kimia, 3(4), 118-125. (1995). Analisa Data Kualitatif.
Jakarta: UI Press.
[10] Yunitasari, W., Susilowati, E., &
Nurhayati, N. D. (2013). Jurnal [13] Moleong, L.J. (2000). Metodologi
Pendidikan Kimia, 2(3), 182-190. Penelitian Kualitatif. Bandung :
Remaja Rosdakarya

© 2019 Program Studi Pendidikan Kimia 17

Anda mungkin juga menyukai