Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH BAHASA INDONESIA

OLEH:
NI NYOMAN TRI DHARMA SEPTARI
ABSEN 16

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABOLATORIUM MEDIS
2021/2022
Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi negara kesatuan republik Indonesia dan bahasa
persatuan Bangsa Indonesia. Dari sudut pandang linguistik bahasa Indonesia adalah sebuah
variasi dari bahasa Melayu. Pada zaman kerajaan Sriwijaya abad ke-7 Masehi bahasa Melayu
dipakai sebagai bahasa kenegaraan yang diketahui dari empat prasasti yang pada saat itu yang
bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Para pedagang di kepulauan Nusantara
membuat orang orang yang berniaga terpaksa menggunakan bahasa Melayu walaupun
dengan cara kurang sempurna hal itu melahirkan berbagai varian lokal dan temporal pada
bahasa Melayu yang secara umum dinamakan bahasa Melayu pasar oleh para peneliti.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa
Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu
Tinggi. Ejaan resmi bahasa Melayu pertama kali disusun oleh Ch. A.van Ophuijsen yang
dibantu oleh Moehammad Taib Said Soetan Ibrahim dan Nawawi Soetan Ma'moer yang
dimuat dalam kitab Logat Melayu pada tahun 1801.
Pada zaman penjajahan Belanda pada awal abad ke-20 pemerintah kolonial Belanda
ingin menggunakan bahasa Melayu untuk mempermudah komunikasi, yakni dengan patokan
bahasa Melayu Tinggi yang sudah mempunyai kitab-kitab rujukan. Sarjana Belanda mulai
membuat standarisasi bahasa. Mereka mulai menyebarkan bahasa Melayu yang mengadopsi
ejaan Van Ophuijsen dari Kitab Logat Melayu. Penyebaran bahasa Melayu secara lebih luas
lagi dengan dibentuknya commissie voor de volkslectuur (Komisi Bacaan Rakyat) pada tahun
1908. Pada 1917 namanya diganti menjadi Balai Poestaka Yang menerbitkan novel novel
seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku buku Penuntun bercocok-tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat
luas. Pada 16 Juni 1927 dalam sidang Volksraad (Rapat Dewan Rakyat), Jahja Datoek Kajo
pertama kalinya menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Di sinilah bahasa
Indonesia mulai berkembang. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa
persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda. Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah
kemerdekaan, ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945. Pada Bab XV, Pasal 36,
ditetapkan secara sah bahwa bahasa Indonesia ialah bahasa negara.
Perkembangan ejaan bahasa Indonesia mengalami perubahan-perubahan yang
mempunyai tujuan untuk penyempurnaan. Setelah diresmikannya bahasa Melayu oleh van
Ophuijsen, yang kemudian berkembang menjadi bahasa Indonesia hingga ditetapkan sebagai
bahasa persatuan, muncul ejaan-ejaan baru, yakni sebagai berikut:
1. Ejaan Van Ophuysen (1901-1947)
Ejaan ini merupakan pengembangan ejaan bahasa Melayu dengan menggunakan huruf latin
yang dilakukan oleh Prof. Charles van Ophuijsen ahli bahasa berkebangsaan Belanda dibantu
oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Ejaan ini menjadi
panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ciri-ciri Ejaan Van Ophuysen:
a) Huruf “I” untuk membedakan antara huruf I sebagai akhiran dan karenanya harus
dengan diftong seperti mulai dengan ramai, juga digunakan untuk huruf “y”
soerabaia.
b) Huruf “j” untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang dan sebagainya. Huruf “oe”
untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe,oemoer, dan sebagainya.
c) Tanda diakritik seperti koma, ain dan tanda , untuk menuliskan kata-kata ma’moer,
’akal, ta’, pa’, dan sebagainya.

2. Ejaan Republik 1947-1972


Ejaan Republik diresmikan pada tanggal 19 maret 1947 menggantikan ejaan sebelum yaitu
ejaan Van Ophuysen. Ejaan ini dikenal juga dengan nama Ejaan Soewandi yang menjabat
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu. Ciri-ciri ejaan Republik:
a) Huruf “oe” diganti dengan “u” pada kata-kata guru, itu, umur, dan sebagainya.
b) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan “k” pada kata-kata tak, pak, rakjat, dan
sebagainya.
c) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.

3. Ejaan Pembaharuan (1957)


Ejaan pembaharuan direncanakan untuk memperbaharui Ejaan Republik. Penyusunan itu
dilakukan oleh Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia pada tahun 1957 oleh Profesor
Prijono dan E. Katoppo. Namun, hasil kerja panitia itu tidak pernah diumumkan secara resmi
sehingga ejaan itu pun belum pernah diberlakukan. Ciri-ciri ejaan Pembaharuan yaitu:
a) Gabungan konsonan dj diubah menjadi j
b) Gabungan konsonan tj diubah menjadi ts
c) Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ
d) Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń
e) Gabungan konsonan sj diubah menjadi š
f) Gabungan vokal (diftong) ai, au, dan oi, ditulis berdasarkan pelafalannya yaitu
menjadi ay, aw, dan oy.

4. Ejaan Melindo -Melayu Indonesia (1959)


Ejaan Melindo sebagai hasil usaha penyatuan sistem ejaan dengan huruf Latin di Indonesia
dan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959. Akan tetapi karena terjadi masalah politik
antara Indonesia dan Malaysia selama bertahun-tahun akhirnya peresmian ejaan ini tidak
dilaksanakan. Ciri-ciri Ejaan Melindo:
a) gabungan konsonan tj, seperti pada kata tjinta, diganti dengan c menjadi cinta
b) juga gabungan konsonan nj seperti njonja, diganti dengan huruf nc, yang sama sekali
masih baru

5. Ejaan Baru atau Ejaan LBK


Pada tahun 1967 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang bernama Pusat Bahasa)
mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK) sebagai pengembangan ejaan Melindo yang tidak ada
kepastian. Pada ejaan ini sudah banyak perubahan ejaan yang disempurnakan, hampir tidak
ada perbedaan antara ejaan Baru dengan EYD, kecuali pada rincian kaidah-kaidahnya.

6. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan – EYD (1972 – 2015)


Ejaan ini diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1972 berdasarkan putusan presiden No. 57
tahun 1972 oleh presiden Republik Indonesia Suharto, untuk menggantikan ejaan Republik
(ejaan Suwandi). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang
berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian
ejaan itu.

Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang


dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12
Oktober 1972, No. 156/P/1972 menyusun buku Pedoman Umum yang berisi pemaparan
kaidah ejaan yang lebih luas.

Pada tahun 1988 Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD) edisi kedua
diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987. Setelah itu, edisi ketiga diterbitkan
pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46.

7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) 2015


Ejaan Bahasa Indonesia dipergunakan untuk mengganti Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan – EYD. Meskipun belum ada keputusan Presiden tentang adanya
penggunaan ejaan baru untuk bahasa Indonesia, namun Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah menerbitkan edisi
keempat tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) di Jakarta, Maret 2016.

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) ini disusun berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 yang diterbitkan
pada tanggal 26 November 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, serta
untuk menyempurnakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(PUEYD) edisi ketiga. Pedoman ini diharapkan dapat mengakomodasi perkembangan bahasa
Indonesia yang makin pesat.
Sumber bacaan :
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/
3c680101ff285bcffdcd4eb7e8862e67.pdf
https://www.padamu.net/perkembangan-ejaan-bahasa-indonesia

Anda mungkin juga menyukai