LP RDS Bayi
LP RDS Bayi
Konsep Teori
1. Definisi
RDS (Respiratory Distress Syndrome) adalah penyakit yang
diderita oleh bayibaru lahir yang disebut juga dengan penyakit
membrane hialin dimana penyebab dari penyakit ini diduga karena
prematuritas dan penyakit ini paling banyak diderita oleh bayi yang
dilahirkan sebelum usia 28 minggu. Abnormalitas yang terjadi pada
bayi premature adalah adanya insufisiensi surfaktan paru sehingga
menyebabkan kegagalan paru untuk berkembang setelag lahir.RDS
disebut dengan penyakit membrane hialin karena membrane ini
melapisi bronkus respiratorius, duktus alveolus, dan sel alveolus,
ketika bayi yang dilahirkan memiliki reaksi inflamasi neutrofil yang
menyebabkan adanya lesi pada membrane ini maka akan muncul
gejala gagal nafas karena paru-paru masih belum berfungsi dengan
sempurna pada bayi premature (Ham & Saraswati, 2019).
2. Patofisiologi
Menurut (Lilis, 2016), Faktor yang memicu atau resiko terjadinya
RDS pada bayi prematur atau kurang bulan disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang
sempurna paru disebabkan karena dinding dada masih lemah sehingga
menyebabkan produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan
surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru
menjadi kaku dan kapasitas udara yang masuk kedalam paru-paru
tidak bisa sempurna dan penuh. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun hingga 25 % dari kapasitas normal, pernafasan menjadi berat
sehingga kejadian shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat yang menyebabkan hipoventilasi dan pada tahapan
lebih lanjut menyebabkan asidosis respiratorik. Pada manusia
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan
dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik,
paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti
hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang
tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang
luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial
dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari
epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli
menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya
atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan
epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi
alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium
mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah
lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari
ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD). Gambaran radiologi tampak
adanya retikulogranular karena atelektasis,dan air bronchogram.
3. Etiologi
Menurut (Febri Agrina et al., 2017), penyebab dari penyakit RDS
atau penyakit gagal nafas oada neonatus adalah:
a. Neonatus preterm atau premature
Neonatus dengan kelahiran yang premature menjadi faktor
penyebab utama kejadian RDS dikarenakan fungsi organ bayi baru
lahir masih belum sempurna atau matur sehingga alveoli kecil dan
sulit mengembang karena dinding dada masih sangat lemah,
produksi surfaktan belum sempurna sehingga menyebabkan
kapasitas paru kurang mencukupi kebutuhan oksigen didalam
tubuh.
b. Neonatus preterm dengan jenis kelamin laki-laki
Neonatus prematur dengan jenis kelamin laki-laki lebih beresiko
mengalami RDS dikarenakan adanya hormone androgen pada laki-
laki yang dapat menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit
tipe II.
c. Neonatus dengan ibu yang memiliki penyakit Diabetes Melitus
gestasional
Neonatus yang dilahirkan ibu dengan gestasional DM akan
mengalami hipoglikemia dikarenakan ibu pada saat kehamilan
mengalami kelebihan glukosa didalam darah dan janin
mengkompensasi hal tersebut dengan cara memproduksi insulin
sebanyak mungkin atau kondisi hiperinsulin, pada saat bayi
dilahirkan maka pasokan glukosa ibu yang biasanya disalurkan
melewati plasenta bayi sudah terhenti sehingga hiperinsulin pada
neonatus dapat menghambat proses maturasi paru dan
menyebabkan gangguan surfaktan paru.
4. Klasifikasi RDS
Menurut (Atika, 2019), Klasifikasi RDS dibagi menjadi 3 jenis
sesuai dengan perhitungan Down Score dibawah ini:
Down Score
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi nafas <60x/mnt 60-80x/mnt>80x/mnt
Retraksi dada Tidak ada Ringan Berat
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang
Sianosis menetap
dengan oksigen
walaupun
diberikan oksigen
Air entry Udara masuk Penurunan Tidak ada udara
ringan udara masuk
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan tanpa alat bantu
stetoskop
Evaluasi Score <4 = RDS Ringan
Score 4-7 = RDS Sedang
Score >7 = RDS Berat
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Cecily & Sowden (2009) dalam (Moi, 2019), pemeriksaan
yang dapat menunjang diagnosis RDS pada neonatus adalah dengan:
a. Kajian pada penampakan foto rontgen thoraks
b. Pola retikulogranular difus atau bercampur dengan udara yang
saling tumpang tindih
c. Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat karena tertutupi
udara yang terlihat adanya bercak putih yang diikuti hipoinflasi
paru
d. Pada beberapa kasus terdapat kardiomegali bila system organ lain
juga terkena (bayi memiliki faktor resiko dilahirkan oleh ibu yang
diabetes, hipoksia atau gagal jantung kongestif)
e. Bayangan timus yang besar
f. Bergranul merata pada bronkogram udara yang menandakan
penyakit berat jika muncuk pada beberapa jam pertama
g. Gas darah arteri-hipoksia dengan asidosis respiratorik dan atau
metabolik
h. AGD menunjukkan asidosis respiratory dan metabolik yaitu adanya
penurunan pH, penurunan PaO2, dan peningkatan paCO2,
penurunan HCO3.
i. Hitung darah lengkap atau cek darah lengkap pasien untuk
mengetahui jumlah haemoglobin, leukosit, dan trombosit neonates
j. Periksa serum elektrolit, kalsium, natrium, kalium, glukosa serum
untuk menentukan intervensi lanjutan
k. Tes cairan amnion (lesitin banding spingomielin) untuk
menentukan maturitas paru dan pastikan cairan ketuban saat
neonatus dilahirkan sudah hilang pada jalan nafasnya
l. Periksa Saturasi Oksigen dengan menggunakan oksimetri untuk
menentukan hipoksia dan banyak kebutuhan oksigen yang harus
diberikan pada bayi
m. Biopsi paru, terdapat adanya pengumpulan granulosit secara
abnormal dalam parenkim paru.
6. Penatalaksanaan
Menurut Lowdermilk et al., (2014) dalam (Atika, 2019),
penatalakasanaan pada bayi baru lahir atau neonatus dengan gangguan
pernafasan atau RDS adalah sebagai berikut :
a. Terapi oksigen
Tujuan terapi oksigen adalah untuk menyediakan oksigen sesuai
dengan kebutuhan jaringan tubuh, mencegah adanya penumpukan
zat asam laktat yang dihasilkan oleh ketika keadaan hipoksia, serta
pada waktu yang sama menghindari efek buruk yang potensial dari
hiperoksia dan radikal bebas. Jika bayi tidak membutuhkan
ventilasi mekanik seperti penggunaan ventilator maka oksigen
dapat dipasok menggunakan tudung plastic yang ditempatkan di
atas kepala bayi, menggunakan nasal kanul, atau penggunaan
continuous positive airway pressure (CPAP) untuk menyediakan
konsentrasi dan kelembapan oksigen yang bervariasi. Ventilasi
mekanik (bantuan pernafasan dengan memberikan sejumlah
oksigen yang ditentukan melalui tabung endotrakeal) diatur untuk
memberikan sejumlah oksigen yang telah ditentukan pada bayi
selama nafas spontan dan menyediakan pernafasan mekanik pada
saat tidak ada nafas spontan.
b. Resusitasi Neonatal
Pengkajian bayi secara cepat dapat mengidentifikasi bayi yang
tidak membutuhkan resusitasi seperti:
1) bayi lahir cukup bulan tanpa ada bukti meconium atau infeksi
pada pada cairan amnion;
2) bernafas atau menangis; dan
3) memiliki tonus otot yang baik.
Keputusan untuk melanjutkan langkah tindakan berdasarkan
pengkajian pernafasan, denyut jantung dan warna. Jika salah
satu karakteristik tersebut tidak ada, maka bayi harus menerima
tindakan berikut secara berurutan :
1) Langkah awal penstabilan berikan kehangatan dan
menempatkan bayi di bawah pemancar panas, posisikan kepala
pada posisi jalan nafas terbuka, bersihkan jalan nafas dengan
bulb syringe atau kateter pengisap (suction), keringkan bayi,
rangsang untuk bernafas dan ubah posisi bayi.
2) Ventilasi
3) Kompresi dada
4) Pemberian epinefrin atau ekspansi volume atau keduanya.
5) Terapi Penggantian Surfaktan
Surfaktan dapat diberikan sebagai tambahan untuk terapi
oksigen dan ventilasi. Pada umumnya, bayi yang lahir sebelum
usia kehamilan 32 minggu belum mempunyai surfaktan paru
yang cukup adekuat untuk kelangsungan hidup di luar rahim.
Penggunaan surfaktan disarankan pada bayi dengan distress
pernafasan sesegera mungkin, setelah kelahiran, terutama bayi
BBLR, yang belum terpapar steroid antenatal pada ibu hamil.
Pemberian steroid antenatal pada ibu hamil dan penggantian
surfaktan dapat mengurangi insiden distress pernafasan dan
penyakit penyerta.
6) Terapi Tambahan Terapi tambahan Nitrat hidup (inhaled nitric
oxcide-INO), extracorporeal membrane oxygenation (ECMO),
dan cairan ventilasi merupakan terapi tambahan yang
digunakan pada digunakan bagi bayi matur/cukup bulan dan
prematur akhir dengan kondisi seperti hipertensi pulmonal,
sindrom aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis, dan hernia
diafragmatika kongenital untuk mengurangi atau membalikkan
hipertensi pulmonal, vasokontstriksi paru, asidosis, serta
distres pernapasan dan gagal napas bayi baru lahir. Terapi INO
digunakan bersamaan dengan terapi penggantian surfaktan,
ventilasi frekuensi tinggi, atau ECMO. ECMO digunakan pada
penatalaksanaan bayi baru lahir dengan gagal napas akut hebat
pada kondisi yang sama seperti yang disebutkan untuk INO.
Terapi sebuah mesin jantung-paru yang dimodifikasi,
meskipun begitu, pada ECMO jantung tidak berhenti dan darah
tidak sepenuhnya melewati paru. Darah didorong dari kateter
atrium kanan atau vena jugularis kanan dengan gaya gravitasi
ke sebuah pompa pengatur, dipompa melalui membran paru di
mana darah dioksigenasi, kemudian melalui sebuah mesin
penukar panas yang kecil di mana darah menghangatkan, dan
kemudian dikembalikan ke sistem sirkulasi melalui sebuah
arteri utama seperti arteri karotis ke lengkung menyediakan
oksigen untuk sirkulasi, yang memungkinkan paru beristirahat
serta menurunkan hipertensi paru maupun hipoksemia pada
kondisi seperti hipertensi paru menetap bayi baru lahir, hernia
diafragmatika kongenital, sepsis, aspirasi mekonium, dan
pneumonia berat.
7. Konsep hospitalisasi
a. Definisi hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu keadaan yang menyebabkan
seorang anak harus tinggal dirumah sakit untuk menjadi pasien dan
menjalani berbagai perawatan seperti pemeriksaan kesehatan,
prosedur operasi, pembedahan, dan pemasangan infuse sampai
anak pulang kembali ke rumah (Dayani dkk, 2015).
b. Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi berdampak pada perkembangan anak. Hal ini
bergantung pada faktor-faktor yang saling berhubungan seperti
sifat anak, keadaan perawatan dan keluarga. Perawatan anak yang
berkualitas tinggi dapat mempengaruhi perkembangan intelektual
anak dengan baik terutama pada anak-anak yang kurang beruntung
yang mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit. Anak yang sakit
dan dirawat akan mengalami kecemaan dan ketakutan.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan
perubahan membran alveolar-kapiler
b. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan
hiperventilasi
c. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan
penumpukan sekret pada paru-paru
3. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan & Wiwin. 2020. Hubungan antara Diabetes Melitus Gestasional dan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :