Anda di halaman 1dari 102

SKRIPSI

PENGATURAN PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL


NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF
HUKUM HAK CIPTA

KADEK ARI ARMANDO SUTAMA


NIM. 1804551437

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2023

SKRIPSI
PENGATURAN PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL
NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF
HUKUM HAK CIPTA

KADEK ARI ARMANDO SUTAMA


NIM. 1804551437

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2023

PENGATURAN PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL


NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF
HUKUM HAK CIPTA
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

KADEK ARI ARMANDO SUTAMA


NIM. 1804551437

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2023

Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI

iii
PADA TANGGAL ____ 2023

Pembimbing I

__________

NIP.___________

Pembimbing II

__________

NIP.___________

SKRIPSI INI TELAH DIUJI

PADA TANGGAL :

iv
Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Nomor ...............................................

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Penulis mengakui bahwa karya/karya ilmiah/hukum ini adalah karya asli


penulis, belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana, dan sepanjang

v
pengetahuan penulis, tidak ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain. kecuali yang
disebutkan secara tertulis dalam naskah ini dan yang tercantum dalam daftar
pustaka.

Apabila karya/makalah ilmiah/hukum ini merupakan hasil reproduksi atau


plagiarisme dari karya penulis lain, dan/atau jika karya atau pendapat yang
merupakan karya penulis lain tersebut dengan sengaja, maka penulis setuju untuk
menerima sanksi akademik jika ditawarkan. dan/atau sanksi hukum yang berlaku.
Oleh karena itu, pernyataan ini saya keluarkan sebagai komitmen ilmiah tanpa
paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban


ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, ______ 2023


Yang Menyatakan

Kadek Ari Armando Sutama


Nim. 1804551437
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

vi
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas b

erkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan karya ini te

pat pada waktunya untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Huku

m dari Fakultas Hukum Universitas Udayana. Pada kesempatan kali ini penulis

mengambul judul “PENGATURAN PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL

NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF HUKUM HAK

CIPTA”

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tentunya atas bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Untuk itu melal

ui kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Putu Gede Arya Sumerta Yasa,S.H.,M.H., Dekan Fakultas Hu

kum Universitas Udayana.

2. Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih,S.H.,M.H., Wakil Dekan I Fakultas Huk

um Universitas Udayana.

3. Ibu Dr. A.A Istri Ari Atu Dewi,S.H.,M.H., Wakil Dekan II Fakultas Huk

um Universitas Udayana.

4. Bapak Dr. I Made Sarjana,S.H.,M.H., Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

5. Bapak Dr. Made Gede Subha Karma Resen,S.H.,M.Kn., Koordinator Pro

gram Studi S1 Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6. Bapak I Made Dedy Priyanto,S.H.,M.Kn., Ketua Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

vii
Semoga mereka yang mendoakan, membantu dan memotivasi penulis me

ndapat pahala dan hidayah dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa

masih terdapat keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan hasil penelitian ini. P

enulis dengan rendah hati menerima kritik dan saran demi perbaikan karya ini.

Denpasar, _____ 2023

Kadek Ari Armando Sutama

DAFTAR ISI

viii
HALAMAN SAMPUL DEPAN....................................................................... i

HALAMAN SAMPUL DALAM...................................................................... ii

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM..................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI............................ iv

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI..................... v

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN...................................... vi

KATA PENGANTAR....................................................................................... vii

DAFTAR ISI...................................................................................................... ix

ABSTRAK......................................................................................................... xii

ABSTRACT....................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................7

1.3 Ruang Lingkup Masalah...............................................................................7

1.4 Orisinalitas Penelitian...................................................................................7

1.5 Tujuan Penelitian..........................................................................................10

1.5.1 Tujuan Umum.....................................................................................10

1.5.2 Tujuan Khusus...................................................................................10

1.6 Manfaat Penelitian........................................................................................10

1.6.1 Manfaat Teoritis...........................................................................10

1.6.2 Manfaat Praktis.............................................................................10

1.7 Landasan Teoritis..........................................................................................11

ix
1.8 Metode Penelitian..........................................................................................14

1.8.1 Jenis Penelitian............................................................................. 14

1.8.2 Jenis Pendekatan........................................................................... 14

1.8.3 Sumber Bahan Hukum.................................................................. 15

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum............................................ 15

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum..................................................... 15

BAB II TINJAUAN UMUM KEKAYAAN INTELEKTUAL, KARYA

CIPTA DIGITAL, NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT)

2.1 Kekayaan Intelektual.........................................................................17

2.1.1Pengertian dan Sejarah Hak Kekayaan Intelektual....................17

2.1.2 Bentuk-bentuk Hak Kekayaan Intelektual................................23

2.1.3 Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual..................................26

2.2 Karya Cipta Digital............................................................................30

2.2.1 Pengertian Hak Cipta, Ciptaan, Pencipta dan Dasar

Hukumnya.........................................................................…...30

2.2.2 Pengertian dan Sejarah Karya Cipta Digital...................…...34

2.2.3 Jenis-jenis dan Objek Karya Cipta Digital......................…...36

2.3 Non-Fungible Token (NFT) ..............................................................39

2.3.1 Pengertian dan Konsep Non-Fungible Token (NFT)………..39

2.3.2 Bentuk-bentuk Karya Cipta Digital Berbasis

Non-Fungible Token (NFT)..........................................…...40

2.3.3 Proses Pembuatan Mekanisme Karya NFT.....................…...42

BAB III PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL NON-FUNGIBLE

x
TOKEN DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR

28 TAHUN 2014

3.1 Pengaturan Karya Digital di Indonesia............................................51

3.2 Perlindungan Karya Digital Berbasis Non-Fungible Token ...........58

BAB IV TRANSFORMASI MEKANISME PERLINDUNGAN

LAHIRNYA KARYA CIPTA NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT)

4.1 Proses Transformasi Perlindungan Hukum Terhadap

Non-Fungible Token (NFT).............................................................70

4.2 Penegakan Hukum Atas Pelanggaran Karya Cipta Digital

Berbasis Non-Fungible Token (NFT)............................................72

BAB V PENUTUP

ABSTRAK

xi
Seiring perkembangan teknologi dan informasi, muncul berbagai inovasi
dalam bidang karya seni dan ciptaan. Keberadaan NFT menjadi salah satu bentuk
konkrit dari perkembangan teknologi dalam karya seni dan ciptaan. Secara aktual
ternyata pengaturan NFT belum secara tegas diatur dalam hukum positif Indonesia
sehingga menimbulkan suatu permasalahan hukum. Menelaah ketentuan dalam
Pasal 40 UU HC, terdapat kekaburan pengaturan hukum (norma kabur) mengenai
termasuk atau tidaknya karya cipta digital berbasis NFT sebagai bagian dari objek
ciptaan. Mengingat, dalam ketentan Pasal 40 UU HC baik dalam batang tubuh UU
HC maupun bagian penjelasan UU HC tidak ada satupun yang secara jelas
menyatakan bahwa objek ciptaan sebagaimana yang dimaksud Pasal 40 UU HC
dapat dilindungi bilamana objek ciptaan tersebut diciptakan dalam bentuk gambar
NFT. Dikarenakan belum jelasnya norma yang mengatur terkait karya cipta digital
berbasis NFT tersebut maka terdapat keambiguan atau kerancuan juga tentang
dapat atau tidaknya pemilik karya cipta digital NFT suatu kepastian akan
perlindungan hukum hak cipta.
Metode yang dipilih untuk skripsi ini merupakan metode penelitian hukum
normatif, dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, yan
g terkumpul melalui teknik Teknik deskripsi, evaluasi, interprestasi serta argument
asi merupakan teknik analisis bahan hukum yang digunakan. Jenis pendekatan yan
g digunakan yaitu pendekatan historis, pendekatan konsep dan pendekatan
perundang-undangan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Karya cipta NFT mendapatkan
perlindungan hukum sesuai dengan rujukan ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf n
UU HC dimana NFT dapat diinterpretasikan sebagai karya lain dari hasil
transformasi yakni sebuah ciptaan yang diubah formatnya menjadi bentuk lain
dimana dalam hal ini dari bentuk gambar/foto menjadi karya NFT melalui sistem
blockchain. Proses transformasi mekanisme perlindungan lahirnya karya cipta
NFT dapat lahir dari perubahan ciptaan gambar/foto yang diubah formatnya
menjadi karya cipta NFT pada sistem blockchain maupun penciptaan langsung
karya digital yang dienskripsi juga pada sistem blockchain dengan rujukan Pasal
40 ayat (1) huruf n UU HC sehingga bilamana terhadap karya cipta NFT tersebut
dilakukan proses transformasi tanpa seizin pemegang hak cipta atau penciptanya
maka dapat diajukan gugatan keperdataan dan/atau tuntutan secara pidana
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 99 UU HC.
Kata Kunci: Karya Digital, Non-Fungible Token, Hak Cipta

ABSTRACT

xii
Along with the development of technology and information, various
innovations have emerged in the field of works of art and creations. The existence
of NFT is a concrete form of technological development in works of art and
creations. Actually, it turns out that NFT arrangements have not been explicitly
regulated in Indonesian positive law, thus creating a legal problem. Examining the
provisions in Article 40 of the HC Law, there is ambiguity in legal regulations
(blurring norms) regarding whether or not NFT-based digital copyright works are
included as part of the object of creation. Bearing in mind, in the provisions of
Article 40 of the HC Law, neither in the body of the HC Law nor in the elucidation
section of the HC Law, there is nothing that clearly states that a created object as
referred to in Article 40 of the HC Law can be protected if the created object is
created in the form of an NFT image. Due to the unclear norms governing this
NFT-based digital copyright work, there is ambiguity or confusion about whether
or not the owner of an NFT digital copyright work has certainty about copyright
law protection.
The method chosen for this thesis is a normative legal research method,
using primary legal materials, secondary legal materials, which are collected
through the techniques of description, evaluation, interpretation and
argumentation techniques which are the analysis techniques of the legal materials
used. The types of approaches used are historical approaches, conceptual
approaches and statutory approaches.
The results of the study show that NFT copyrighted works receive legal
protection in accordance with the provisions of Article 40 paragraph (1) letter n of
the HC Law where NFT can be interpreted as another work resulting from the
transformation, namely a work whose format has been changed to another form, in
this case from an image. /photos become NFT works through the blockchain
system. The process of transforming the mechanism for the protection of the birth
of NFT copyrighted works can be born from changing the format of an
image/photo creation to an NFT copyrighted work on the blockchain system as
well as the direct creation of encrypted digital works also on the blockchain
system with reference to Article 40 paragraph (1) letter n of the HC Law so that if
the NFT copyrighted work undergoes a transformation process without the
permission of the copyright holder or creator, a civil suit and/or criminal charge
can be filed as provided for in Article 99 of the HC Law.
Keywords: Digital Creations, Non-Fungible Token, Copyright

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pemikiran masyarakat yang menginginkan kemudahan dan efisiensi dalam

berbagai hal mendorong pesatnya perkembangan teknologi khususnya di bidang

perdagangan digital. Tidak berhenti sampai disitu, perkembangan teknologi yang

begitu masif nyatanya juga dimaanfatkan oleh masyarakat untuk melakukan

digitalisasi terhadap karyanya untuk selanjutnya dijual. Salah satu fenomena yang

ada dimasyarakat saat ini adalah keberadaan karya cipta digital berbasis Non-

Fungible Token (NFT). Salah satu yang sempat mendapatkan sorotan publik

adalah NFT Sultan Gustaf Al Ghozali alias “Ghozali Everyday” berupa foto selfie

yang mampu bernilai hingga miliaran rupiah.1

1
CNN Indonesia, “Fenomena Ghozali Everyday, Orang Jual NFT Selfie KTP Hingga
Lemari”, diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220117111237-185-
747486/fenomena-ghozali-everyday-orang-jual-nft-selfie-ktp-hingga-lemari, diakses pada tanggal
30 Juni 2022.

1
2

Pada dasarnya, NFT merupakan suatu aset berbentuk digital yang dapat

disimpan dalam buku kas public atau ledger terdistribusi yang mencatat transaksi

serta mempunyai kode identifikasi dan metadata unik yang membedakan antara

satu dengan lainnya pada suatu jaringan blockchain. Secara sederhana,

pemahaman terhadap NFT dapat dilihat sebagai aset digital yang mewakili

layaknya objek dunia nyata meliputi animasi, foto, gambar, tanda tangan, tiket,

mural art maupun karya seni lukisan dan berbagai bentuk karya lainnya. Dalam

lintas sejarahnya, kemunculan NFT mulai meluas sejak tahun 2014 dengan

diperkenalkan oleh platform “Counterparty” dengan karya pertamanya yaitu

“Quantum” sebagai NFT pertama yang mempunyai nilai saat ini sebesar 7 juta

dollar Amerika Serikat.2 Faktor utama penyebaran karya cipta digital NFT adalah

kemajuan teknologi yang begitu pesat. Puncak kepopuleran NFT baru dimulai

pada tahun 2017 hingga kini yang disebabkan oleh kemudahan dan efisiensi yang

ditawarkan dalam proses transaksi terhadap karya cipta digital tersebut. Kendati

demikian, sebenarnya proses transaksi pada karya cipta digital berbasis NFT

sebenarnya dilakukan secara terbatas dengan menggunakan kode unik sebagai

pengenal sekaligus pembeda dengan karya NFT lainnya. Disamping itu, terdapat

pula system otentifikasi yang ditujukan untuk menjadi bukti kepemilikan dan

jaminan keamanan kepada sang pemilik karya. Adapun karakteristik dari NFT

dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Setiap karya cipta digital berbasis NFT merupakan aset digital

dengan keunikan masing-masing

2
Sugiharto, Alexander, Muhammad Yusuf Musa, and Mochamad James Falahuddin. 2022.
NFT & Metaverse: Blockchain Dunia Virtual, & Regulasi. Jakarta: Indonesian Legal Study For
Crypto Asset and Blockchain (2).
3

2. Adanya kode unik yang dapat membedakan antara satu karya NFT

dengan yang lainnya

3. Terekam pada suatu jaringan blockchain

4. Terdapatnya kejelasan terkait sumber dan kepemilikan karya NFT

secara real time dan transparan

5. Setiap karya memiliki token unik NFT dan tercatat pada buku besar

(ledger) digital yang tidak dapat diubah

6. Dapat diauthentikasi dengan menggunakan token yang

terdesentralisasi pada suatu jaringan

7. NFT dapat diperjual-belikan pada berbagai market place platform.3

Sebenarnya keberadaan NFT memberikan berbagai manfaat kepada

masyarakat khususnya para seniman atau pencipta karena dapat memasarkan

karyanya untuk memperoleh manfaat ekonomi lebih besar. Namun salah satu

karakteristik NFT yang memungkinkan diperjual-belikan secara bebas dan mudah

pada market place platform menjadi salah satu penyebab utamanya munculnya

persoalan terhadap penjaminan hak atas karya dari pihak yang menciptakan karya

digital NFT tersebut. Disamping itu, dalam proses transaksi yang dilakukan

terdapat kerancuan atas proses peralihan hak cipta dalam karya digital. Hal ini

dikarenakan adanya ketidakjelasan kedudukan karya cipta digital NFT sebagai

suatu hak Kekayaan Intelektual (KI). Adapun karya cipta NFT prosesnya dapat

diuraikan sebagai berikut:

Mengunggah
Item File
Naruto
Komik Film Karya Cipta (gambar) ke
Naruto (Anime) Naruto dalam
3
Ibid. Naruto (Merchandise marketplace
dari gambar) NFT dan
memilih
blockchain
4

KI secara teoritis ialah suatu hak yang diberikan terhadap suatu cipta karya

yang dibuat melalui pendayagunaan pikiran dan mental dengan disertai pula

pengorbanan energy, biaya dan waktu.4 hak cipta sebagai bagian dari KI

merupakan hak yang diberikan atas karya yang dibuat oleh seseorang dan

dilindungi berdasarkan hukum.5 Merujuk dalam ketentuan perundang-undangan di

Indonesia pengaturan hak cipta diatur di Indonesia melalui UU No. 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta. Secara khusus, diatur pada Pasal 1 angka 1 bahwa:

“Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam

bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.”

Selain itu, dalam kaitannya dengan objek ciptaan yang dilindungi, seluruh ciptaan

yang berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra harus dipahami s

ecara utuh seperti yang disebutkan dalam Pasal 40 Undang-Undang HC seperti

berikut:

“(1) Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:

a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil

karya tulis lainnya:

b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;


4
Sujana Donand. 2019. Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia (Intellectual
Property Rights Law in Indonesia). Yogyakarta: Deepublish (15)
5
Khoirul Hidayah. 2018. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Malang: Setara Press. (26)
5

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g. karya seni terapan;

h. karya arsitektur;

i. peta

j. karya seni batik atau seni motif lain;

k. karya fotografi;

l. Potret;

m. karya sinematograh;

n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,

aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modihkasi ekspresi

budaya tradisional;

p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca

dengan Program Komputer maupun media lainnya;

q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli;

r. permainan video; dan

s. program Komputer.”
6

“(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi sebagai

Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.“

“(3) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk

pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan

Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang

memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.”

Selanjutnya, pengalihan hak ekonomi yang berkaitan dengan hak cipta diatur dala

m Pasal 16:

“(1) Hak cipta adalah milik pribadi yang tidak berwujud.

“(2) Hak Cipta dapat dialihkan atau dialihkan seluruhnya atau sebagian.:

a. Real Estat

b. Hibah

c. Wakaf

d. Akan

e. Persetujuan Tertulis.

f. Alasan Lain Yang Dibenarkan Oleh Hukum.

“(3) Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.”

“(4) Ketentuan mengenai Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.”

Fenomena perkembangan NFT tidak secara tegas diatur sehingga menimbulkan

kekaburan. Menelaah ketentuan dalam Pasal 40 UU HC, terdapat kekaburan

pengaturan hukum (norma kabur) mengenai termasuk atau tidaknya karya cipta

digital berbasis NFT sebagai bagian dari objek ciptaan. Mengingat, dalam ketentan
7

Pasal 40 UU HC baik dalam batang tubuh UU HC maupun bagian penjelasan UU

HC tidak ada satupun yang secara jelas menyatakan bahwa objek ciptaan

sebagaimana yang dimaksud Pasal 40 UU HC dapat dilindungi bilamana objek

ciptaan tersebut diciptakan dalam bentuk NFT. Dikarenakan belum jelasnya norma

yang mengatur terkait karya cipta digital berbasis NFT tersebut maka terdapat

keambiguan atau kerancuan juga tentang dapat atau tidaknya pemilik karya cipta

digital NFT suatu kepastian akan perlindungan hukum hak cipta.

Berdasarkan kepada permasalahan yang diuraikan diatas maka lebih lanjut

penulis merasa ada suatu urgensi dalam melakukan penulisan terhadap masalah

pengaturan karya cipta digital NFT dan perlindungan hukumnya melalui sebuah

judul yakni: “PENGATURAN PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL NON-F

UNGIBLE TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF HUKUM HAK CIPTA”

1.2 Rumusan Masalah

1) Apakah karya cipta NFT mendapatkan perlindungan dari UU No. 28 T

ahun 2014 tentang Hak Cipta?

2) Bagaimana proses transformasi mekanisme perlindungan lahirnya

karya cipta NFT?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah dibutuhkan untuk memberikan pembatasan dalam

mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan kaidah hukum yang diteliti. 6

Pertama, dilakukan analisa terhadap regulasi atau perundang-undangan yang

memiliki hubungan dengan karya cipta digital NFT untuk melihat apakah karya

cipta NFT mendapatkan perlindungan dari UU Hak Cipta. Kedua, dilanjutkan

6
Ali, Zainuddin. 2021. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. (20)
8

dengan menelaah mekanisme perlindungan yang diberikan oleh perundang-

undangan yang ada terhadap karya cipta digital NFT di Indonesia.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Untuk menjamin orisinalitas dari penelitian yang dilakukan maka

selanjutnya disajikan beberapa penelitian sebelumnya yang mempunyai tema

masalah hukum yang serupa dengan masalah pengaturan karya berhak cipta

dengan non-fungible tokens (NFT) sebagai hak cipta dari sudut pandang hukum

sesuai dengan UU Hak Cipta mencakup pengaturan dan perlindungan hukumnya

sebagaimana yang diangkat dalam penulisan ini. Adapun sebagai pembandung

berikut disajikan melalui table yaitu:

Tabel 1.1
Daftar Penulisan Sejenis

No Judul Nama Rumusan


Penelitian Penulis Masalah
1 Perlindungan Hukum Ni Putu Utami 1. Bagaimana bentuk perlin
Terhadap Hak Indah Damayanti dungan hukum bagi penc
Ekonomi Pencipta (Fakultas Hukum ipta karya cipta electroni
Karya Cipta Electronic Universitas c book (e-book)?
Book (E-Book) Udayana, 2014)
Berdasarkan Undang- 2. Bagaimana akibat
Undang No 28 Tahun hukum terhadap
2014 Tentang Hak penggandaan tanpa
Cipta seizin pencipta karya
cipta electronic book (e-
book) berdasarkan
Undang – Undang No 28
Tahun 2014?
2 Pelanggaran Hak Cipta Komang 1. Bagaimana akibat
Program Komputer Rediawan hukum Terhadap
Pada Softwareyang Seputra (Fakultas pelanggaran program
Tidak Berlisensi (Studi Hukum komputer menurut
Kasus Putusan Universitas Undang-Undang No 28
9

Mahkamah Agung Udayana, 2011) tahun 2014 tentang Hak


Nomor Cipta
127/Pid.Sus/2015)
2. Bagaimana upaya
penyelesaian terhadap
pelanggaran hak cipta
program computer pada
software yang tidak
berlisensi berdasarkan
undang-undang nomor
28 tahun 2014 tentang
hak cipta
3 Perlindungan Hukum Gst. Ayu Putu 1. Bagaimana perlindungan
Karya Cipta Lagu Intan Permatasari hukum terhadap karya ci
Dalam Bentuk MP3 (Fakultas hukum pta lagu dalam bentuk M
Melalui Situs Website Universitas P3 yang diunduh melalui
Menurut Undang- Udayana, 2012) situs website?
Undang Nomor 28 2. Bagaimana upaya perlin
Tahun 2014 Tentang dungan dan sanksi terhad
Hak Cipta ap pelanggaran karya cip
ta lagu yang diunduh dal
am bentuk MP3 melalui
situs website

4 Perlindungan Hak Anisah Luthfiyah 1. Apakah tindakan pengun


Cipta Atas Konten S. Pajama ggahan konten video You
Video Youtube Dalam (Fakultas Hukum Tube dalam bentuk podc
Bentuk Podcast Pada Universitas ast yang dilakukan oleh
Akun Spotify Hasanuddin, akun Spotify Wavesuara
Wavesuara 2021) merupakan pelanggaran
hak cipta?

2. Apakah bentuk tindakan


hukum yang dapat dilaku
kan terhadap pengungga
han konten video YouTu
be dalam bentuk podcast
oleh akun Spotify Waves
uara?
5 Tinjauan Yuridis Khwarizmi 1. Bagaimana perlindungan
Perlindungan Hak Maulana hukum terhadap ciptaan
Cipta dalam Ranah Simatupang dalam era digital
Digital (Fakultas Hukum
10

Universitas 2. Bagaimana implikasi


Indonesia, 2021) pengaruh teknologi
pengaman terhadap
perlindungan hukum
karya cipta.

Berdasar pada tabel yang disajikan maka terlihat adanya perbedaan dan

unsur kebaharuan dari masalah hukum yang diangkat dimana penulisan ini secara

khusus menelaah berkenaan dengan permasalahan hukum karya cipta digital yang

lebih spesifik yakni berbasis NFT. Perbedaan konsep NFT ini memunculkan

adanya perbedaan dalam aspek pengaturan dan perlindungan hukumnya.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.

1.5.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk berkontribusi pada

upaya pengembangan ilmu hukum terkhusus pada hal yang berhubungan dengan

aspek hukum karya cipta digital berbasis NFT baik dari perspektif pengaturan

hukum maupun perlindungan hukumnya.

1.5.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui apakah karya cipta digital berbasis NFT dapat dilindung

i oleh hukum hak cipta di Indonesia

2) Untuk melakukan analisis dari proses transformasi mekanisme

perlindungan hukum yang diberikan atas karya cipta digital berbasis NFT

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis


11

Manfaat teoritis dari penulisan ini adalah untuk memberikan kontribusi inte

lektual untuk penelitian tentang masalah hak cipta digital berbasis NFT. Dari sini

maka akan terdapat perkembangan ilmu pengetahuan hukum yang terjadi saat

penelitian ini telah dilakukan.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian yang dilakukan adalah kontribusi pemerinta

h khususnya DPR RI dalam mengkaji dan mengambil kebijakan terkait pengaturan

dan perlindungan hukum atas hak cipta digital berbasis NFT di Indonesia.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan teoritis terdiri dari berbagai asas hukum , konsep hukum serta teo
7
ri hukum umum dan khusus yang bertalian dengan permasalahan yang diangkat

lebih lanjut diuraikan yaitu:

1) 1) Teori Negara Hukum

Pada dasarnya istilah rechstaat atau rule of law merupakan konsep yang

muncul pada abad ke-19. Rudolf Von Gneist yakni seorang guru besar dari Jerman

melalui bukunya “das englische verweltunngerechte” menggunakan istilah

“rechstaat” untuk menyebut suatu negara berdasarkan hukum.8 Dalam perspektif

lainnya, gagasan mengenai negara hukum sejatinya telah berkembang dari zaman

Yunan Kuno dimana Plato melalui “the republic” mengemukakan bahwa Negara

ideal ialah didasarkan pada nilai-nilai kebaikan sehingga kekuasaan mestilah

dipegang oleh seorang yang tidak sewenang-wenang dan mengetahui kebaikan.9

7
Fakultas Hukum Universitas Udayana. 2020. Denpasar: Pedoman Pendidikan Fakultas
Hukum Universitas Udayana. (79).
8
Nurul Qamar. 2022. Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi. Jakarta: Sinar
Grafika. (9)
9
Jimmly, Asshiddiqie. 2008. Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Jakarta: Sekretariat
Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. (687)
12

Konsepsi Negara hukum dapat dikotomikan kedalam dua arti yakni secara

formal atau sempit (klasik) dan secara materiil atau luas (modern). Secara sempit

ia bermakna Negara hanya memiliki tugas untuk memastikan tidak adanya

pelanggaran terhadap kepentingan umum sebagaimana yang sebelumnya yang

telah ditentukan oleh hukum tertulis. Menurut Utrecht terkait hal ini ditekankan

bahwa Negara mempunya tugass utama dalam menjamin kedudukan ekonomi dari

golongan penguasa (rulling class) dan keamanan. Sedangkan negara hukum dalam

arti luas lazim disebut juga dikaitkan dengan tugasnya untuk mensejahterakan atau

disebut welfare state dimana Negara bertugas menjaga keamanan seluas-luasnya

mencakup keamanan sosial masyarakat dan kesejahteraan umum berdasarkan

prinsip-prinsip hukum. Selanjutnya, Lawrence M. Friedman melalui bukunya yang

berjudul “law in changing society” mengatakan bahwa rule of law mesti dilihat

dalam arti formal sebagai “the organized public power atau suatu kekuasaan

umum yang teroganisir” dan dalam arti materiil kaitannya pada “ideology sense

atau cita ideologi”.

Menelaah konsep negara hukum Indonesia sendiri, pada dasarnya ialah

didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Adapun Pancasila ialah sumber materiil

atas perumusan negara hukum Indonesia menjadi sebuah cara pandang bangsa

terhadap nilai-nilai dasar yang dipegang teguh oleh bangsa. Sedangkan UUD 1945

mesti menjadi rujukan dalam proses perumusan undang-undang, mengingat UUD

1945 merupakan sumber hukum formal dalam merumuskan perundang-undangan

di Indonesia.10

2) Teori Perlindungan Hukum

10
Sugiarto. 2021. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, (315).
13

Secara teoritis perlindungan hukum menekankan pada adanya suatu

pengayoman terhadap hak asasi manusia agar tidak dirugikan oleh pihak lainnya.

Hal ini ditujukan agar setiap orang dapat menikmati hak-hak yang mereka miliki

tanpa terenggut atau terlanggar oleh pihak lainnya atau penguasa. Bilamana

melihat secara arti kata, sebenarnya dalam bahasa inggris istilah perlindungan

hukum disebut “legal protection” yang bermakna suatu perlindungan yang

diberikan melalui sarana hukum. Muchsin mengatakan bahwa pada hakikatnya

perlindungan hukum ialah tindakan yang diambil untuk melindungi individu

dengan mengharmonisasikan kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap atau

upaya pewujudan ketertiban masyarakat. Selanjutnya, terkait pengertian

perlindungan hukum sendiri Setiono mengatakan adalah sebagai upaya dalam

melindungi masyarakat atas berbagai perbuatan yang sewenang-wenang oleh

penguasa yang tidak selaras dengan aturan hukum sehingga dapat menganggu

ketentraman dalam tata pergaulan hidup kemasyarakatan.11

Lebih jauh, Muchsin menambahkan bahwa secara konsep perlindungan

hukum bisa dikotomikan ke dalam dua hal yaitu perlindungan hukum preventif

dan perlindungan hukum represif. Terutama perlindungan hukum preventif

menekankan pada seluruh upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah atau

penguasa untuk memastikan tidak terlanggarnya hak-hak yang ada. Bentuk

konkritnya terlihat dari ditetapkannya suatu produk hukum berupa perundang-

undangan yang mengatur batasan hak dan kewajiban. Sedangkan perlindungan

hukum represif menitikberatkan pada perlindungan pasca terjadinya pelanggaran.

Contohnya adalah dijatuhkannya sanksi seperti denda, penjara dan hukum lainnya

terhadap pihak yang melanggar hak-hak pihak lain, terkhusus di era digital seperti
11
Ibid, (l3)
14

saat ini penjatuhan sanksi diperlukan untuk menanggulangi pelanggaran hak yang

semakin massif terjadi.12 Berkenaan dengan pemahaman perlindungan hukum,

Phillipun M.Hadjon berpendapat bahwasannya itu merupakan tindakan yang

ditujukan untuk melindungi atau memberikan pertolongan kepada subjek hukum

dengan berbagai perangkat hukum.13 Kemudian, CST Kansil juga mengemukakan

pandangannya yakni dengan melihat perlindungan sebagai upaya aparat penegak

hukum untuk memberikan rasa aman secara fisik dan psikis dari ancaman dan

gangguan yang ditimbulkan oleh berbagai pihak.14 Senada dengan pandangan

C.S.T Kansil, Soedjono Dirdjosisworo juga menyampaikan bahwa terdapatnya

berbagai institusi penegak hukum dapat haruslah dilihat sebagai bentuk dari

pengayoman negara terhadap hak-hak warga negara.15

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian dengan jenis hukum normatif adalah sebuah penelitian yang

mengkaji masalah hukum dengan berdasar pada persoalan norma yang terjadi baik

itu adalah norma kabur, kosong ataupun konflik.16 Secara khusus masalah norma

yang diteliti adalah norma kabur (vague of norm) terkait aspek regulasi karya cipta

digital berbasis NFT dan perlindungan hukumnya.

1.8.2 Jenis Pendekatan

12
Budi Agus Riswandi. 2017. Pembatasan dan Pengecualian Hak Cipta Di Era Digital.
Bandung: Citra Aditya Bakti, (9)
13
Philipus M. Hadjon. 2011. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, (10)
14
Utami, Nurani Ajeng Tri. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Pelayanan Kesehatan
Tradisional di Indonesia. Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi, Volume 1, Nomor. 1, (11-
20)
15
Wijaya, Putu Ary Suta. (2021). Penanganan Kelompok Radikalisme Di Wilayah
Kecamatan Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara. Journal of Law (Jurnal Ilmu Hukum) ,
Volume 7, Nomor. 1, (215-231).
16
Ali, Zainuddin.op.cit, (22)
15

Pendekatan yang digunakan terdiri atas pendekatan historis, pendekatan

konsep dan pendekatan perundang-undangan. Pertama, pendekatan historis

digunakan untuk melihat sejarah perkembangan karya cipta digital berbasis NFT

di Indonesia. Kedua, pendekatan konsep digunakan untuk melihat bagaimana

karya cipta digital NFT pada konsepnya. Ketiga, pendekatan perundang-undangan

didasarkan dalam melihat keseluruhan aturan yang berhubungan dengan

penjaminan perlindungan hukum karya cipta digital berbasis NFT.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber-sumber hukum yang ada pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bahan Hukum Primer

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

d) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

e) PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Ele

ktronik

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang terkumpul dari berbagai buku dan artikel hukum

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum pada penelitian ini adalah studi kepustakaa

n dimana teknik ini dilakukan melalui proses pengumpulan atas berbagai literature,

buku dan dokumen tentang masalah hukum yang dianalisis.

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum


16

Teknik deskripsi, evaluasi, interprestasi serta argumentasi merupakan tekni

k analisis bahan hukum yang digunakan. Pada dasarnya teknik deskripsi

melakukan proses analisis dengan berdasar pada kondisi dan peristiwa hukum yan

g ada. Selanjutnya, teknik interprestasi dilakukan secara sistematikal, gramatikal, f

uturistis dan komparatif. Adapun yang terakhir teknik evaluasi ialah berfokus pada

pandangan mengenai tepat atau tidaknya suatu konklusi atau benar atau tidaknya

konklusi yang ada terhadap keadaan hukum.17

17
Diantha, I. Made Pasek, Ni Ketut Supasti Dharmawan, dan I. Gede Artha. 2018. Metode
Penelitian Hukum dan Penulisan Disertasi. Denpasar: Swastu Nulus, (65)
17

BAB II

TINJAUAN UMUM KEKAYAAN INTELEKTUAL,

KARYA CIPTA DIGITAL, NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT)

2.1 Kekayaan Intelektual

2.1.1 Pengertian dan Sejarah Hak Kekayaan Intelektual

Istilah hak kekayaan intelektual (KI) dalam bahasa Inggris disebut dengan

Intellectual Property. KI mengacu pada hak yang timbul dari gagasan yang

menghasilkan suatu produk atau proses yang bermanfaat bagi banyak orang. 18 KI

juga dapat diartikan sebagai hak untuk menikmati kreativitas ekonomi dan

intelektual.19 Berkenaan dengan pengertia KI, Sri Mulyani mengatakan bahwa:

“Hak kekayaan intelektual merupakan hak eksklusif yang diberikan negara

kepada kreator, inventor, atau pendesain atas hasil kreasi atau temuannya yang

memiliki nilai komersial, baik langsung secara otomatis maupun melalui

pendaftaran pada instansi terkait, sebagai bentuk penghargaan atau pengakuan

hak yang patut diberikan perlindungan hukum.”

18
Nanda Dwi Rizkia. 2022. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung: Widina
Bhakti Persada Bandung (1)
19
Ibid.
18

Secara sederhana KI juga mengarah pada pengertian hak untuk melindungi kekaya

an intelektual individu, kelompok atau perusahaan. Cita Citrawinda dalam

bukunya yang berjudul “Mengenal Lebih Jauh Hak Kekayaan Intelektual”, KI

adalah untuk pengakuan dan pengakuan atas karya atau kreativitas. Lain dari pada

aspek tersebut, KI bertujuan untuk mendorong masyarakat agar inovatif dalam

mengembangkan ide kreatifnya.20 Sedikitnya terdapat tiga alasan utama dari

diberikannya KI meliputi:21

1. Sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan atas hasil karya atau kreativitas

seseorang

2. Mendorong inovasi dan pengembangan kreativitas di masyarakat

3. Mendorong creator untuk terus berinovasi dan mengembangkan ide

kreatifnya sendiri

Menengok sejarah KI, sebenarnya KI telah berkembang jauh sejak abad ke-18.

Saat itu, perdebatan tentang adaptasi kecerdasan manusia terhadap hak yang lebih

penting dan struktural yang muncul dari hukum semakin menjadi agenda di Eropa.

Kecepatan peningkatan dan perluasan hak kekayaan intelektual tidak lepas dari

keberadaan Konvensi Paris dan Konvensi Berne. Keberadaan kedua konvensi

tersebut merupakan titik awal untuk menyelaraskan dan menata hak kekayaan

intelektual secara terstruktur dan kompleks.22

Konsep Paris digariskan dan disahkan sebagai Paris Convention atau

Protection of Industrial Property, biasa dikenal dengan Paris Union atau Kongres

Paris (Paris Congress). Kongres ini berlangsung pada tanggal 20 Maret 1883 di

Paris (Prancis). Awalnya, 11 negara menandatangani perjanjian ini, yaitu Belgia,


20
Adrian Sutedi. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika (39)
21
Nanda Dwi Rizkia. op.cit. (15)
22
Elyta Ras Ginting. 2012. Hukum Hak Cipta. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. (37)
19

Brasil, Prancis, Guatemala, Italia, Belanda, Portugal, El Salvador, Serbia, Spanyol,

dan Swiss. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan dunia, Konvensi Paris

pun mengalami beberapa perubahan, termasuk di Brussel, Belgia, 14 Desember

1900, Washington, AS, 2 Juni 1911, Den Haag, Belanda, 6 November 1925,

London, Inggris, Juni 2, 1934, Lisbon, Portugal 31 Oktober 1958 dan Stockholm,

Swedia 14 Juli 1967 dan diubah 28 September 1979. Sampai saat ini 173 negara

anggota menandatangani Konvensi Bern, menjadikannya salah satu konvensi yang

paling diterima. Di dalam dunia Konvensi Paris mulai berlaku di Thailand pada 2

Agustus 2008, menjadi negara ke-173 yang menandatangani Konvensi Paris.

Berikut adalah negara-negara anggota Konvensi Paris:

TABEL 1

NEGARA ANGGOTA KONVENSI PARIS SAMPAI TAHUN 2010

Albania, Aljazair, Guinea Bissau, Guyana, Polandia, Portugal,

Andorra, Angola, Haiti, Honduras, Qatar, Republik Korea,

Antigua dan Barbuda, Hongaria, Islandia, Rumania, Rusia,

Argentina, Armenia, India, Indonesia, Iran, Rwanda, Saint Kitts dan

Australia, Austria, (Republik Islam) Irak, Nevis, Saint Lucia, Saint

Azerbaijan, Bahama, Irlandia, Israel, Italia, Vincent dan Grenadines,

Bahrain, Bangladesh, Jamaika, Jepang, San Marino, Sao Tome

Barbados, Belarus, Yordania, Kazakhstan, and Principe, Arab

Belgia, Belize, Benin, Kenya, Kyrgyzstan, Saudi, Senegal, Serbia,

Bhutan, Bolivia, Bosnia Laos, Latvia, Lebanon, Seychelles, Sierra -

dan Herzegovina, Lesotho , Liberia, Libya, Leon , Singapura,

Botswana, Brasil, Liechtenstein, Lituania, Slovakia, Slovenia,


20

Bulgaria, Burkina Faso, Luksemburg, Afrika Selatan, Spanyol,

Burundi, Kamboja, Makedonia, Madagaskar, Sri Lanka, Sudan,

Kamerun, Kanada, Malawi, Malaysia, Mali, Suriname, Swaziland,

Republik Afrika Tengah, Malta, Mauritania, Swedia, Swiss, Republik

Chad, Chili, Cina, Mauritius, Meksiko, Arab Suriah, Tajikistan,

Kolombia, Komoro, Moldova, Monako, Thailand, Togo, Tonga,

Kongo, Kosta Rika, Mongolia, Maroko, Trinidad dan Tobago,

Kroasia, Kuba, Siprus, Mozambik, Namibia, Tunisia, Turki,

Republik Ceko, Pantai Nepal, Belanda, Selandia Turkmenistan, Uganda ,

Gading, DPRK, DRC, Baru, Nikaragua , Ukraina , Uni Emirat

Denmark, Djibouti, Nigeria, Norwegia, Arab, Inggris Raya,

Republik Dominika , Oman, Pakistan, Republik Tanzania,

Republik Dominika, Panama, Papua Nugini, Amerika Serikat,

Estonia, Finlandia, Paraguay, Peru, Filipina. Uruguay, Uzbekistan,

Prancis, Gabon, Gambia, Venezuela, Vietnam,

Georgia, Jerman Yaman, Zambia,

Zimbabwe, Ekuador,

Mesir, El Salvador,

Guinea, Republik

Khatulistiwa, Ghana,

Yunani, Grenada,
21

Guatemala, Guinea ,

Sumber: World Intellectual Property Organization


Pada dasarnya, Konvensi Paris tersebut mengatur hak untuk mengatur

kekayaan intelektual suatu negara yang diberikan kepada warga negara negara lain

untuk konvensi tersebut, memungkinkan tingkat perlindungan dan upaya hukum

yang sama terhadap pelanggaran. Secara teoritis, Posisi penting Konvensi Paris

untuk perlindungan hak kekayaan intelektual di seluruh dunia, terutama sebagai

dasar hukum global pertama yang berfokus pada perlindungan hak

cipta/kepemilikan.23 Rezim hak cipta WTO, yang dikenal sebagai TRIPs,

mencakup konsep dasar Konvensi Paris. Bedanya, TRIP S menangani sengketa

niaga dan bagaimana penyelesaiannya, sedangkan Konvensi Paris belum dibahas

dan belum mengikat. Setelah Konvensi Paris dikgaungkan sebagai sebuah awalan

untuk menghormati hak kekayaan intelektualitas yang dimiliki manusia, terutama

hak milik. Ini diikuti oleh Konvensi Berne, yang disahkan pada tahun 1886.24

Konvensi Berne mewajibkan negara-negara penandatangan untuk

melindungi hak cipta atas karya-karya pencipta dari negara-negara penandatangan

lainnya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Persatuan Berne) seolah-olah

mereka adalah warga negara mereka sendiri.25 Menurut Konvensi Berne, hak cipta

bersifat otomatis dan tidak memerlukan pendaftaran khusus. Pada saat

pembentukannya, Konvensi Berne dikenal sebagai Konvensi Berne untuk

Perlindungan Karya Sastra dan Artistik.26 Awalnya, negara-negara Eropa adalah

23
Nanda Dwi Rizkia. op.cit. (3)
24
Ibid. (4)
25
Ibid. (32)
26
World Intellectual Property Organization. “Organisasi Hak atas Kekayaan Intelektual
Dunia”, diakses melalui https://p2k.unkris.ac.id/ , pada tanggal 14 Januari 2023.
22

penandatangan pertama yang secara lebih luas melegalkan perjanjian kekayaan

intelektual.

TABEL 2

JUMLAH PERKEMBANGAN ANGGOTA KONVENSI BERNE

Tahun Jumlah pihak

1970 58

1980 70

1990 83

2000 147

2010 164

Sumber: World Intellectual Property Organization

Dalam konvensi tersebut, setidaknya tiga prinsip utama dalam perjanjian

ini, yang mencakup ketentuan untuk memastikan perlindungan minimal yang

harus dijamin dan aturan khusus yang ada bagi negara-negara berkembang yang

juga ingin meraih keuntungan dari perjanjian tersebut. Tiga prinsip dasar itu antara

lain:27

1. Perlindungan ini tidak boleh bergantung pada kepatuhan terhadap formalitas

(prinsip perlindungan otomatis).

2. Perlindungan ini tidak tergantung pada adanya perlindungan di negara asal

ciptaan (asas kemandirian perlindungan).

3. Ciptaan satu negara (misalnya ciptaan warga negara suatu negara atau karya

yang pertama kali diterbitkan di negara tersebut) wajin mendapat

perlindungan serupa di negara lain (prinsip perlakuan nasional).


27
Muhammad Djumhana. 2014. Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Praktiknya di
Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, (215)
23

Pengaturan KI di Indonesia sendiri telah dilindungi dan diatur dalam

beberapa produk hukum yakni:

a. Hak Cipta (Copyrights) dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2002 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah ke dalam Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

b. Hak Kekayaan Industri

1) Paten dilindungi oleh UU Paten No. 14 Tahun 2001, diubah dengan UU

Paten No. 13 Tahun 2016

2) Merek dilindungi oleh Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001,

diubah dengan Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis No. 20

Tahun 2016

3) Rahasia dagang dilindungi oleh Undang-Undang Rahasia Dagang No. 30

Tahun 2000

4) Desain industri dilindungi oleh Undang-Undang Desain Industri No. 31

Tahun 2000

5) Tata letak sirkuit terpadu (arrangement of circuits) dilindungi oleh UU

Tata Letak Sirkuit Mikro No. 32 Tahun 2000

6) Perlindungan varietas tanaman dilindungi oleh Undang-undang

Perlindungan Varietas Tanaman No. 29 Tahun 2000

2.1.2 Bentuk-bentuk Hak Kekayaan Intelektual


Sasaran yang dikendalikan oleh AI adalah karya yang tercipta atau

diciptakan berkat kemampuan intelektual manusia. Kekayaan Intelektual ini ada

hanya ketika daya intelektual humanity telah menciptakan sesuatu yang baik yang
24

dapat di peroleh secara indrawi atau benar-benar difungsikan. Menurut David I.

Bainbridge KI merupakan:28

“Intellectual Property is the collective nama given to legal rights which protect the

product of the human intellect.14 The term intellectual property seem to be the

best available to cover that body of legal rights which arise from mental and

artistic endeavor”

Dari perspektif ini, kekayaan intelektual ini adalah hak yang berasal dari

kreativitas dan pemikiran seseorang, diekspresikan secara luas dalam masyarakat

melalui berbagai bentuk, mempunyai kegunaan dan utilitas yang mendukung

peradaban manusia, dan memberikan kontribusi kepada masyarakat. sarana

penghidupan. Ini juga memiliki nilai ekonomis. Bentuk sebenarnya dari

keterampilan KI dapat berupa teknologi, sains, atau seni dan sastra.

Pengelompokan KI adalah sebagai berikut:

1. Hak Cipta (Hak Cipta)

2. Hak Kekayaan Intelektual

Kemudian hak atas kekayaan industri dapat diklasifikasikan yaitu:

28
Rizqi Tsaniati Putr. (2021). Syarat Kebaruan Pada Desain Industri Sebagai Dasar Gugatan
Pembatalan Desain Industri. Junral Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas
Indonesia. 1 (4), 2111-2128
25

1. Paten (Paten)

2. Model utilitas (model desain dan konstruksi), atau dikenal dengan paten

sederhana dalam hukum Indonesia.

3. Desain industri

4. Merek Dagang (Trademarks)

5. Nama dagang (nama dagang atau nama perusahaan)

6. indikasi asal atau penggunaan (merek atau nama asal);

Uraian pengelompokan berbagai bentuk kekayaan intelektual di atas didasarkan

terutama pada Perjanjian Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia. Beberapa bidang

lain telah ditambahkan ke beberapa literatur properti industri yang dilindungi,

termasuk rahasia dagang, merek jasa, dan perlindungan terhadap persaingan tidak

sehat.29 Sehingga ha katas kekayaan perindustrian itu dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

1. Paten

2. Model utilitas

3. Solusi desain industri

4. Bertukar rahasia

5. Merek dagang

6. Tanda layanan

7. Nama dagang atau nama bisnis

8. Nama asli

29
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2017. Hari Kekayaan Intelektual Sedunia.
Volume XIV, Edisi II, (25)
26

9. Tanda asli

10. Perlindungan persaingan yang sehat.

Berdasarkan kerangka World Trade Organization/Trade Related Aspects of

Intellectual Property Rights (WTO/TRIPs), dua area tambahan harus ditambahkan,

yaitu:30

1. Perlindungan Varietas Baru Tanaman

2. Integrated Circuits (rangkaian elektronika terpadu)

2.1.3 Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual


Perlindungan KI di Indonesia dimulai pada tahun 1961 dengan diberikannya

perlindungan merek dagang. Perlindungan hak cipta juga diberikan pada tahun

1982, dan sistem paten baru diperkenalkan pada tahun 1991. Perlindungan

komersial dan hak cipta dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Hak Cipta

Sebagai hak khusus bagi pencipta atau pemegang hak untuk menerbitkan,

mereproduksi, atau melisensikan ciptaannya sendiri tanpa melanggar batasan yang

dilarang oleh peraturan. Untuk alasan perlindungan hak cipta, proses pendaftaran

biasanya tidak diwajibkan/wajib. Dalam hal ini, kami hanya menyarankan agar

penulis melalui proses pendaftaran. Sebab, surat pendaftaran itu nantinya bisa

menjadi alat bukti pertama di pengadilan jika terjadi perselisihan dengan yayasan.

Jangka waktu perlindungan sebuah karya berguna sepanjang penciptanya masih

ada, serta diperpanjang sampai dengan 600 bulan pasca kreator wafat. Dalam hal

beberapa pencipta, hak diberikan seumur hidup pencipta terakhir dan diperpanjang

selama 50 tahun dari pencipta terakhir.

b. Hak Paten
30
Nanda Dwi Rizkia. op.cit. (13)
27

Dengan mengacu pada Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Paten, negara

memberikan kepada penemu untuk jangka waktu tertentu suatu invensi di bidang

teknik, dan ditetapkan hak eksklusif untuk mengerjakan sendiri invensi tersebut

atau melisensikannya kepada orang lain. pihak yang melaksanakannya. Mengenai

perlindungan hukum paten, ada dua jenis sistem pendaftaran paten:

a) Sistem first-to-file adalah sistem yang memberikan hak paten kepada orang

yang pertama kali mengajukan suatu invensi sesuai dengan persyaratan.

b) istem First-to-Invent adalah sistem yang memberikan hak paten kepada

mereka yang pertama kali menemukan inovasi sesuai dengan persyaratan

yang ditetapkan oleh Indonesia dengan menggunakan sistem First-To-File.

Kemudian kepada penemuan yang tidak dapat diberikan perlindungan paten

merupakan penemuan-penemuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 UU

Paten yakni:

a) Setiap proses atau produk yang menerbitkan, menggunakan, atau

menerapkan bertentangan dengan hukum, peraturan, agama, atau ketertiban

umum;

b) Metode investigasi, terapeutik, obat-obatan dan/atau pembedahan yang

diterapkan pada manusia dan/atau hewan;

c) Teori dan metode dalam bidang ilmu alam dan matematika;

d) Organisme selain mikroorganisme;

e) proses biologis yang penting untuk produksi tanaman atau hewan, tidak

termasuk proses non-biologis atau mikroba.

c. Merek (trademark)
28

Merek dagang adalah tanda dalam bentuk nama, gambar, kata, huruf, angka,

skema warna, atau kombinasi dari elemen dan fitur yang digunakan dalam

kegiatan komersial yang melibatkan barang dan jasa. Dalam hal ini, jangka waktu

perlindungan merek adalah 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan pengakuan

merek. Jangka waktu perlindungan dapat diperpanjang kembali.

d. Desain Industri

Desain industrial adalah penciptaan kesan estetik dalam bentuk ruang,

penciptaan kesan spasial melalui garis dan warna, kombinasi dan sambungan garis

dan warna, atau gabungan dari hal-hal tersebut, yang dapat diciptakan dalam tiga

dimensi. Atau gunakan pola 2D untuk membuat produk, barang dagangan, bahan

industri atau kerajinan. Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan

oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil karyanya untuk

mengumumkan hasil karyanya dalam jangka waktu tertentu atau memperbolehkan

pihak lain untuk menggunakan hak tersebut. Seorang desainer dalam hal ini adalah

seseorang yang membuat model industri. Dalam hal ini jangka waktu perlindungan

hak desain industri adalah 10 tahun sejak diterimanya.

e. Rahasia Dagang (trade secrets)

Rahasia dagang adalah informasi dalam bidang bisnis atau teknis yang tidak

diketahui secara umum, mempunyai nilai ekonomi karena melayani kegiatan

komersial, dan dirahasiakan oleh pemiliknya. bagian dari rahasia dagang meliputi

1. Adanya informasi yang dirahasiakan terkait bisnis dan teknologi

2. Memiliki nilai ekonomi


29

3. Terdapat upaya untuk menjaga kerahasiaan dalam rahasia dagang

Rahasia dagang tidak perlu didaftarkan untuk mendapatkan perlindungan

hukum. Namun, setiap pengalihan hak harus dilakukan secara tertulis dan

didaftarkan pada Pejabat Kekayaan Intelektual Umum sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Rahasia Dagang dengan membayar biaya administrasi.

Perlindungan hukum terhadap rahasia dagang tidak mempunyai akibat hukum

terhadap pihak ketiga kecuali telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan

Intelektual. Jangka Waktu Rahasia Dagang Jangka waktu hak rahasia dagang tidak

terbatas selama rahasia itu masih dalam penguasaan pemiliknya.

f. Desain Tata Letak Circuit Terpadu (Circuit Layout)

Sirkuit terpadu merupakan produk setengah atau dalam bentuk jadi yang

terdapat berbagai elemen, di mana setidaknya elemen-elemen ini terhubung dan

elemen aktif terintegrasi yang dibentuk dalam bahan semikonduktor yang

dirancang untuk melakukan fungsi elektronik.. Adapun yang memperoleh

perlindungan atas desain tata letak sirkuit terpadu adalah yang bersifat orisinal.

Pemaknaan orisinil ialah apabila desain tersebut merupakan hasil karya mandiri

pendesain, dan pada saat desain tata letak sirkuit terpadu tersebut dibuat tidak

merupakan sesuatu yang umum bagi para pendesain. Kemudian terkait dengan

jangka waktu perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan hak untuk mendesain tata letak untuk sirkuit terpadu

diberikan kepada pemegang hak sejak tanggal penggunaan komersial

pertama dari desain tersebut atau sejak tanggal penerimaan. Jangka waktu

perlindungan adalah 10 tahun.


30

2. Jika desain tata letak sirkuit terpadu digunakan secara komersial,

permohonan harus diajukan dalam waktu dua tahun sejak tanggal

penggunaan pertama.

g. Perlindungan Varietas Tanaman (plant variety)

Perlindungan diberikan terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia

tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Merujuk dalam Pasal 1 ayat (2) UU

No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman diatur bahwa

Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah hak yang diberikan kepada pemulia

dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil

pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain

untuk menggunakannya selama waktu tertentu. Adapun jangka waktu

perlindungan yang diberikan adalah selama 20 (dua puluh) tahun untuk tanaman

semusim, dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan.31

2.2 Karya Cipta Digital

31
Elyta RasGinting. 2012. Hukum Hak Cipta Indonesia, Bandung: PT. Citra Adtya Bakti,
(31)
31

2.2.1 Pengertian Hak Cipta, Ciptaan, Pencipta dan Dasar Hukumnya

Kelahiran dan perkembangan hukum hak cipta dalam bidang hukum telah

berlangsung bertahun-tahun dan mengalami masa-masa kelam dalam sejarahnya.

Hak cipta secara umum dipercaya menjadi milik Inggris pada awal abad ke-17 dan

Perancis pada akhir abad ke-17. Hak cipta berasal dari Inggris dan Prancis, dan

Inggris dan Prancis dianggap sebagai dua rezim perwakilan dari sistem hukum

global saat ini. Konsep hak ekonomi dan moral juga berakar pada hukum hak cipta

dari dua sistem hukum yang berbeda tersebut. Sejarah hak cipta di kedua negara

membantu kita memahami mengapa negara-negara hukum umum, misalnya

negara-negara hukum sipil di mana hak moral sudah mapan, seringkali lebih

mengutamakan hak cipta daripada hak moral.32

Karena perlindungan hak cipta tidak memadai dan tidak memberikan tujuan

atau manfaat apa pun bagi pengembangan bakat dan kreativitas pencipta, maka

perlu dilakukan upaya untuk memajukan pengembangan bidang karya kreatif.

Sangat masuk akal untuk mendapatkan dan memanfaatkan perlindungan yang

dapat menjamin bagi pencipta kapan saja dan di mana saja, sehingga mendapatkan

kepastian hukum yang nyata. Pada prinsipnya, perlindungan hak cipta

internasional merupakan langkah yang tepat untuk menjamin kualitas kreativitas

seorang pencipta.

Perlindungan hak cipta internasional meliputi Konvensi Berne, Konvensi,

Konvensi Roma dan Konvensi Jenewa33 Konvensi Berne, atau Konvensi Berne,

adalah perjanjian hak cipta internasional yang pertama kali diratifikasi pada

tahun 1886 di Berne, Swiss. Konvensi Berne mengikuti langkah-langkah

32
Ibid.
33
Novianti, loc.cit.
32

Konvensi Paris 1883, yang juga menciptakan kerangka kerja internasional

untuk perlindungan jenis kekayaan intelektual lainnya: paten, merek dagang,

dan desain industri. Selanjutnya terdapat UCC, yang mulai berlaku pada tanggal

16 September 1955.34 Konvensi ini berlaku untuk orang tanpa kewarganegaraan,

pengungsi dan tenaga kerja pengungsi. Di tingkat internasional, dipahami bahwa

hak cipta orang atau pengungsi tanpa kewarganegaraan harus dilindungi.

Persatuan Berne kemudian meluncurkan Konvensi Roma untuk lebih

mempromosikan perlindungan hak cipta di seluruh dunia, khususnya perlindungan

hukum internasional bagi mereka yang hak-haknya dikelompokkan dalam hak

tetangga/terkait.35 Tujuan dari konvensi ini adalah untuk membentuk pengaturan

internasional untuk perlindungan hukum dari tiga kelompok pemegang hak cipta

sehubungan dengan hak-hak terkait. Tiga kelompok pemilik hak cipta yang

dimaksud adalah:36

1. Artis-artis pelaku (Performance Artist), terdiri dari musisi, aktor, penari,

dan lain-lain. Pelaku yang menunjukkan karya-karya cipta sastra dan

seni.

2. Produser-produser rekaman (producers of phonogram)

34
Syahmin, AK. 2006. Hukum Dagang Internasional. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada,
(121)
35
Muhamad Djumhana dan Djubaedillah. 2014. Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori, dan
Praktiknya di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, (215 – 216)
36
Ibid.
33

3. Lembaga-lembaga penyiaran

Di Indonesia, Hak Cipta diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta (UU HC). Merujuk dalam Pasal 1 angka 1 ditentukan

definisi dari hak cipta yakni:

“Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam

bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan”

Menurut Miller dan Davis, hak cipta diberikan atas dasar keaslian atau orisinalitas.

Artinya, ciptaan itu sebenarnya adalah karya pencipta aslinya. Dalam UU HC,

standar keaslian ditekankan dalam Bagian 1(3):

“Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya

dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Yang dihasilkan atas

inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecerdasan, keterampilan, atau

keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.”

Dalam Pasal 40 Ayat (1) huruf q UU HC ditegaskan bahwa: Ciptaan atau karya

cipta yang mendapatkan perlindungan Hak Cipta adalah karya cipta yang dalam

penuangannya harus memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian

(orisinal) sebagai ciptaan seseorang yang bersifat pribadi. Selanjutnya Pencipta

diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU HC bahwa:

“Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri

atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan

pribadi”
34

Hak Cipta juga diatur dalam Keputusan Nomor 16 Tahun 2020 tentang

Pendaftaran Ciptaan dan Produk Terkait. Produk hukum ini pada intinya

menyajikan langkah-langkah pencatatan produk dan juga ciptaan secara

menyeluruh, termasuk dokumentasi lengkap yang harus disertakan dalam proses

tersebut.

2.2.2 Pengertian dan Sejarah Karya Cipta Digital

Karya cipta digital adalah semua ciptaan yang diciptakan oleh pencipta dengan

keaslian dan keunikannya sendiri yang timbul dari inspirasi, kemampuan,

kepandaian, imajinasi, kepintaran, kecakapan atau keterampilan keahlian dan

bantuan teknologi modern (internet). Karya cipta digital, pada dasarnya adalah

konsekuensi logis dari adanya perkembangan Ketika teknologi baru muncul, itu

juga memengaruhi kreativitas. Secara sederhana hak cipta digital memiliki

pengertian yang serupa dengan karya cipta pada umumnya namun yang

membedakan adalah adanya proses digitalisasi atas objek ciptaannya. Karya yang

sebelumnya ada dalam bentuk tradisional dibawa ke bentuk digital. Sebagai aturan

umum, karya tradisional yang telah dikonversi ke bentuk digital tidak kehilangan

perlindungan hak cipta, seperti halnya karya yang benar-benar dibuat dalam

bentuk digital. Jika suatu karya memenuhi standar penciptaan, hak cipta juga

terjadi pada karya tersebut.37

37
Simatupang, Khwarizmi Maulana. (2021). Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak Cipta
Dalam Ranah Digital. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 15 (1), 67-80
35

Karya cipta digital memiliki keunggulan tertentu dibandingkan dengan karya

cipta tradisional. Menanggapi perkembangan ini, Organisasi Kekayaan Intelektual

Dunia (WIPO) mengadakan konferensi di Jenewa pada bulan Desember 1996

untuk memperbarui standar kekayaan intelektual untuk lingkungan digital. Hingga

160 negara berpartisipasi dalam Konferensi WIPO, dan fokus tema konferensi

adalah penciptaan, penerimaan, transmisi dan distribusi karya melalui media

digital.38 Hasil dari konferensi ini adalah WIPO Copyright Treaty (WCT) dan

WIPO Performances and Phonograms Treaty (WPPT), dua hasil regulasi hak

cipta sebagai respon terhadap perkembangan lingkungan digital. 39 Dua konvensi

ini dikenal sebagai secara internasional sebagai “WIPO Internet Triteas.” WCT

dan WPPT didasarkan pada dua alasan, yakni: Pertama, Perjanjian ini dibuat untuk

memenuhi realitas perlindungan hak cipta yang berkembang di lingkungan digital.

Kedua, sebagai perwujudan ketentuan Pasal 20 Konvensi Berne.40

38
Budi Agus Riswandi. (2016). Hukum Dan Teknologi: Model Kolaborasi Hukum Dan
Teknologi Dalam Kerangka Perlindungan Hak Cipta Di Internet. Jurnal Hukum IUS QUIA
IUSTUM. 3, 23.
39
Ibid.
40
Budi Agus Riswandi. 2016. Doktrin Perlindungan Hak Cipta Di Era Digital. Yogyakarta:
FH UII Press.
36

Dalam perkembangannya, setelah dibentuk dan ditandatanganinya WIPO

Internet Treaty, beberapa negara mulai melakukan harmonisasi hukum hak

ciptanya sesuai dengan ketentuan perjanjian internasional. (cetakan, ukiran, dll.)

dikonversi ke bentuk digital tanpa kehilangan hak cipta. Karya digital tentunya

memiliki beberapa keunggulan dibandingkan karya dalam bentuk fisik, seperti

kemudahan distribusi dan penyampaian pesan dalam bentuk file data. Terutama

dalam hal perlindungan hak cipta, pakar hak cipta, dan teknisi internet bekerja

keras untuk mengembangkan berbagai teknologi untuk memastikan perlindungan

hak cipta di Internet.

Teknologi ini disebut teknologi keamanan. Teknik keamanan, atau istilah

lain yang dikenal dengan Digital Rights Management (DRM), adalah sistem

keamanan atau enkripsi yang digunakan untuk melindungi hak digital. DRM

adalah sistem komponen dan layanan teknologi informasi serta undang-undang,

Kebijakan dan model bisnis terkait untuk distribusi dan pengelolaan kekayaan

intelektual dan hak-hak yang terkandung di dalamnya.

2.2.2 Jenis-Jenis dan Objek Karya Cipta Digital

Pengaturan hukum terkait ruang lingkup dan objek karya cipta di Indonesia

dapat ditemukan dalam UU HC. Merujuk dalam ketentuan Pasal 40 (1) UU HC

diatur bahwasannya terdapat beberapa ciptaan yang dilindungi dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup:

a. Buku, pamflet, ekspresi wajah, publikasi, dan karya berhak cipta lainnya

b. Ceramah, ceramah, pidato dan kreasi sejenis.

c. Alat peraga untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa subtitle


37

e. Teater dan teater musikal, tari, koreografi, wayang, pantomim

f. Lukisan, Gambar, Patung, Kaligrafi, Patung, Patung, Kolase,

g. Seni Terapan H.ArsitekturArsitektur

h. Peta

i. Seni ikat celup dan seni motif lainnya

j. Fotografi

k. Potret

l. Karya Sinematografi

m. Terjemahan, interpretasi, saduran, bunga rampai, basis data adaptasi,

aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi

n. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi

budaya tradisional

o. Pengeditan karya atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan

Program Komputer maupun media lainnya

p. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli

q. Permainan video dan

r. Program Komputer

Ayat (2): Invensi sebagaimana dimaksud dalam butir n dilindungi sebagai

invensi yang berdiri sendiri dengan tidak mengurangi hak cipta dari

invensi yang asli.

Ayat (3): Perlindungan dalam pengertian ayat (1) dan ayat (2) juga

mencakup semua penemuan yang tidak diumumkan atau tidak


38

diumumkan tetapi dibuat dalam bentuk fisik yang darinya

penemuan tersebut dapat diperbanyak.

Selain ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta, ditentukan pula dalam pasal 41 UU

HC tentang karya ciptaan yang tidak dilindungi Hak Cipta, yaitu:

a. Ciptaan yang belum terwujud, yaitu ciptaan yang masih ada dalam pikiran,

tidak dapat dilindungi hak ciptanya karena gagasannya belum terbentuk

b. setiap ide, proses, sistem, metode, konsep, prinsip, penemuan, atau data

(baik yang diungkapkan, dijelaskan, dijelaskan, diilustrasikan, atau

digabungkan dalam karya); dan

c. Alat, benda, atau produk yang dibuat semata-mata untuk memecahkan

suatu masalah teknis, atau yang bentuknya dimaksudkan semata-mata

untuk tujuan fungsional. Kebutuhan fungsional adalah kebutuhan manusia

akan suatu alat atau produk tertentu yang mempunyai kegunaan dan fungsi

tertentu karena bentuknya.

Kemudian dalam Pasal 42 ditegaskan kembali tidak terdapat hak cipta terhadap

karya-karya sebagai berikut:

a.hasil rapat terbuka lembaga negara;

b. peraturan perundang-undangan;

b. pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah;

c.putusan pengadilan atau penetapan hakim; dan

d. kitab suci atau simbol keagamaan.


39

Pada dasarnya objek-objek karya cipta digital dapat berupa ciptaan sebagaimana

yang disebutkan dalam Pasal 40 ayat (1) UU HC namun letak perbedaannya

adalah adanya keterlibatan teknologi informasi (internet) dalam proses

penciptaannya sehingga ciptaan tersebut berbentuk digital. Menurut Asril

Sitompul, Ada dua jenis karya digital berhak cipta di Internet. Salah satunya

adalah hak cipta atas konten yang ditemukan di media internet berupa informasi,

artikel, esai, resensi, program, atau karya lain yang sejenis. Kedua, nama, alamat

situs web, alamat email atau hak cipta dari alamat email pelanggan yang

menggunakan layanan Internet. Menurut Suharno, menandai karya digital

sebenarnya sudah bisa dilakukan dengan teknologi, yaitu:

a. Header Marking, memberikan informasi hak cipta atau informasi di

judul data digital.

b. Visible Marking, memberikan tanda dengan jelas atau secara eksplisit

pada hak cipta digital.

c. Encryption adalah proses penyandian data digital menjadi representasi

yang berbeda dengan representasi aslinya. Kunci dari pemilik hak cipta

diperlukan untuk mengembalikan representasi aslinya.

d. Copy Protection, yakni melindungi data digital dengan membatasi atau

memberikan perlindungan sedemikian rupa sehingga data digital tidak

dapat dipublikasikan.

2.3 Non-Fungible Token (NFT)

2.3.1 Pengertian dan Konsep Non-Fungible Token (NFT)


40

Non-Fungible Token (NFT) adalah aset digital yang mencatat transaksi dan

disimpan di jaringan blockchain dalam buku kas publik (ledger) terdistribusi deng

an kode identifikasi unik dan metadata yang berbeda satu sama lain.41 Dalam sejara

hnya, NFT dikenal sejak tahun 2014, diperkenalkan oleh sebuah platform bernama

"counterparty" dan "quantum" yang menjadi karya NFT pertama di dunia. Jika d

itaksir sekarang, kini bernilai US$7 juta.42 Pada tahun 2017, NFT mulai

mendapatkan tempat di tengah masyarakat dan mendapat kepopulerannya hingga

saat ini. NFT adalah platform digital baru yang membantu para seniman

meningkatkan kreasi mereka dengan akses mudah dan alat serta metode yang

aman dan mudah digunakan. NFT adalah sertifikat kepercayaan unik di

blockchain. Biasanya dikeluarkan oleh pencipta aset.

41
Muhammad Yusuf Musa & Mochamad James Falahuddin. 2022. NFT & Metaverse:
Blockhain Dunia Virtual & Regulasi. Jakarta: Indonesia Legal Study for Crypto Asset and
Blockhain, (198).
42
Dewi Sulistianingsih & Aprialana Khomsa Kinanti. (2022). Hak Karya Cipta Non-
Fungible Token (NFT) Dalam Sudut Pandang Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Krtha
Bhayangkara, 16 (1), 197-206
41

Pada umumnya Aset tersebut dalam bentuk digital. Ini memungkinkan

seniman untuk memonetisasi karya mereka dengan lebih efisien. Namun, tidak

dapat dipungkiri bahwa NFT masih menghadapi banyak masalah hukum dan

teknis. Mirip dengan posisi atau posisi NFT terkait hak kekayaan intelektual,

pemilik NFT hanya memiliki kode khas dan pemberitahuan yang menyatakan

bahwa pemilik memiliki pengidentifikasi unik, sehingga pemilik NFT tidak dapat

secara langsung memiliki aset digital atau karya seni tersebut.43

Keunikan NFT adalah tidak semua token NFT sama, sehingga dapat

digunakan untuk membuat aset digital yang unik. Fitur unik lain dari NFT adalah

NFT dapat didaftarkan di jaringan blockchain dan NFT bersifat transparan dan

terlihat di jaringan blockchain, sehingga kepemilikan, sumber, dan pergerakan

NFT juga dapat dilacak secara real time. Karena setiap token berada di buku besar

digital dan jaringan terdistribusi yang tidak dapat diubah, NFT tidak dapat

dipalsukan atau disalin, sehingga memungkinkan otentikasi token. Sesuai sifatnya,

NFT dengan mudah menyesuaikan atau berbaur dengan ekosistem digital dunia

Metaverse. Karakteristik ini memfasilitasi perdagangan NFT di pasar platform.44

2.3.2 Bentuk-bentuk Karya Cipta Digital Berbasis Non-Fungible Token


(NFT)

43
Ibid.
44
Ibid.
42

Dalam konteks hak kekayaan intelektual (“IP”), NFT dianggap sebagai aset

tidak berwujud pribadi. Aset tidak berwujud adalah objek atau benda yang tidak

dapat disentuh atau dipegang, tetapi diberi nilai tertentu. Perlu ditekankan bahwa

memiliki NFT tidak memberikan hak tak terbatas kepada pemilik atas aset

tersebut. NFT ini dapat dilihat sebagai aset digital yang mewakili objek dunia

nyata seperti karya seni, lukisan, animasi, foto, video, gambar, musik, tanda

tangan, tiket, dan karya kreatif lainnya. Perbedaannya adalah setiap cryptocurrency

diperlakukan seperti cryptocurrency lainnya, sehingga token dapat ditukar atau

disebut token alternatif. 45

Pada dasarnya, memperdagangkan NFT sama dengan membeli barang

koleksi dalam bentuk fisik, hanya saja NFT sepenuhnya digital. NFT

memungkinkan pembeli untuk memiliki produk atau produk NFT asli. NFT juga

berisi sertifikat yang membuktikan kepemilikan aset digital. NFT juga

menggunakan teknologi blockchain sehingga pembeli NFT nantinya dapat

memverifikasi Anda adalah satu-satunya pemilik NFT yang Anda beli. Membeli

karya digital juga memberikan pembeli hak cipta digital dan hak kepemilikan

eksklusif. NFT hanya dapat dimiliki oleh satu pemilik dalam satu waktu. NFT ini

diperdagangkan secara online dan dibeli dengan mata uang kripto. Transaksi NFT

dapat diproses melalui berbagai marketplace salah satunya Opensea.46 Pada dasarn

ya, ormat dan sifat aset NFT digital itu sendiri tidak terbatas pada karya seni digita

l, apa pun yang digital dapat digunakan sebagai NFT. Namun, NFT yang paling

umum digunakan saat ini adalah karya seni digital. Bisa dibilang NFT ini adalah

45
Muhammad Yusuf Musa & Mochamad James Falahuddin. op.cit
46
Vinanda Prameswati, Nabillah Atika Sari, dan Kartika Yustina Nahariyanti. (2022). Data
Pribadi Sebagai Objek Transaksi Di NFT Pada Platform Opensea. Junal civic Hukum. 7 (1), 2
43

aset digital yang mewakili objek dunia nyata seperti karya seni, lukisan, animasi,

foto, video, gambar, musik, tanda tangan, tiket, atau karya kreatif lainnya.

Perbedaannya dengan mata uang kripto adalah setiap mata uang kripto

diperlakukan seperti mata uang kripto lainnya, sehingga token dapat

diperdagangkan atau disebut sebagai fungible token. 47 Adapun secara khusus,

karya cipta yang dapat dijadikan NFT adalah foto, gambar, lukisan, music, seni

visual dua dimensi, gambar bergerak dan video. Berkaitan dengan cara menjual

NFT bisa dilakukan melalui berbagai cara sebagai berikut:

(1) Klik ikon gambar profil di kanan atas untuk membuka menu "Koleksi

Saya".

(2) Selanjutnya, pilih NFT yang ingin Anda jual dan klik “Jual”.

(3) Kemudian pilih skema penjualan yang ingin digunakan. Jika Anda ingin

menjual langsung, silakan klik "Daftar Harga". Jika ngin menggunakan

sistem lelang, silahkan klik "Time Auction".

(4) Selanjutnya, masukkan harga NFT dari cryptocurrency Ethereum yang

Anda inginkan.

(5) Anda juga dapat mengatur durasi penjualan NFT dengan mengklik kolom

“Periode”. Kemudian klik "Selesai masukan". Terakhir, OpenSea akan

membuat ekstensi MetaMask untuk memverifikasi pendaftaran penjualan

NFT.

2.3.3 Proses Pembuatan Mekanisme Karya NFT


Proses transformasi karya cipta dalam bentuk NFT dilakukan dengan

menggunakan sistem transaksi elektronik. Secara khusus, prosesnya menggunakan

sistem blockchain, yang merupakan sistem seperti buku yang mencatat semua
47
Ibid.
44

transaksi di jaringan.48 Blockchain ini memungkinkan transmisi data sensitif dan

rahasia melalui skema kriptografi. NFT melewati proses casting sebelum

diperdagangkan.49 Casting mengacu pada proses mengubah file digital menjadi

koleksi kriptografi. Proses ini melibatkan pembuatan blok baru, memvalidasi

informasi, dan merekam atau menyimpannya di blockchain. Proses casting

dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang ada di NFT Marketplace. Seperti,

Ribble, OpenSea, ThetaDrop, MakersPlace. Secara lengkap, berikut adalah

langkah-langkah untuk membuat karya cipta NFT di Opensea Marketplace:

1. Buka Profil dan Atur Akun

Pertama, calon pencipta karya cipta NFT mesti mengunjungi laman opensea yakni

pada https://opensea.io/ , dan mengklik tombol pilihan pilihan profile seperti

gambar dibawah:

Setelah itu perlu dilakukan pengaturan untuk menghubungkan akun crypto wallet

terlebih dahulu. Adapun tampilan pengaturannya adalah sebagai berikut:

48
Nadya Olga Aletha. 2021. Memahami Non-Fungible Tokens (NFT) di Industri Crypto Art.
Yogyakarta: Center for Digital Society. (3)
49
Ibid.
45

Selanjutnya akan muncul tulisan “connecting” dan setelah mengklik tulisan

tersebut maka proses menghubungkan akun cryptowallet akan selesai. Setelah

proses menghubungkan dilakukan, lebih lanjut user diarahkan untuk mengatur

biodata, alamat email, banner profile dan username yang ingin digunakan.

2. Memilih dan Membuat Karya Cipta NFT

Pada laman opensea klik pilihan collection dan setelahnya klik create

collection, lebih lanjut pada proses ini Karya berhak cipta disimpan dalam bentuk

digital (memiliki karya berhak cipta dalam bentuk aset digitalnya sendiri untuk

dikonversi ke NFT). Seperti gambar, foto, GIF, video, lukisan, musik atau

sejenisnya) harus diunggah untuk kemudian creator melakukan proses

pengubahan karya cipta tersebut menjadi NFT pada sistem blockchain dengan

bantuan perangkat-perangkat pendukung. Kemudian hasil dari pengubahan file

digital tersebut menjadi NFT dapat diperiksa pada tampilan pilihan my collection

sebagai berikut:
46

3. Pemasaran dan Penjualan Karya Cipta NFT

Setelah Anda menemukan NFT yang ingin Anda jual, Anda perlu mengetuk opsi

"sell" yang tersedia di pojok kanan atas halaman untuk dialihkan ke halaman

listing page (halaman dengan daftar NFT untuk dijual). Kemudian, pada halaman

listing page, pengguna harus menentukan harga, jenis lelang, periode penjualan,

dan target NFT yang diinginkan. Terkait dengan hal ini, ada dua jenis lelang yaitu

Fixed Prize dan Timed Auction. Lelang Fixed Prize adalah proses penjualan di

mana harga NFT yang dipertunjukkan tidak akan berubah. Sementara itu, pada

skema Timed Auction pengguna akan memiliki dua opsi, yakni untuk terus

meningkatkan atau menurunkan harga hingga ada yang membeli.

Setelah aset digital menjadi NFT (blockchain terenkripsi), hanya pemilik

aslinya yang dapat menyalin dan digandakan file tersebut ke internet. Izin ini

dikelola dengan ID unik dan melakukan pendataan yang tidak dapat ditiru atau

digandakan oleh token lain. NFT yang diperdagangkan dan proses perdagangan

bervariasi tergantung pada platform yang dipilih. Beberapa hanya dapat digunakan

dengan dolar dan Ethereum (ETH).


47

Ciri khas pada data NFT ialah pemilik memiliki kesempatan mengonfirmasi

kepemilikan dan mewadahi pemindahan token antar pemilik. Ini dapat

dibandingkan dengan lukisan asli Mona Lisa karya Leonardo da Vinci. Meski

banyak salinannya, hanya ada satu yang asli di dunia. Secara obyektif, nilai antara

lukisan asli dan salinannya mungkin sama, tetapi nilai subyektif memisahkan

kedua lukisan tersebut. Pada praktiknya NFT dibuat dengan didasarkan oleh suatu

smart contract atau kontrak pintar menentukan kepemilikan dan mengelola

transfer antar NFT.

4. Cara membeli NFT di opensea

Langkah untuk membeli NFT di opensea dimulai dengan mengklik opsi “explore”

seperti berikut:

Setelah menemukan NFT yang ingin dibeli maka selanjutnya tinggal mengklik

NFT yang diinginkan. Kemudian setelah muncu karya NFT yang diklik lebih

lanjut, calon pembeli tinggal mengklik “buy now”.


48

Setelah proses tersebut, calon pembeli akan diarahkan pada tampilan pop-up

checkout dimana terdapat detail biaya akhir pembelian. Terhadap proses

pembelian lelang NFT pada dasarnya hampir serupa hanya saja perbedaannya

terletak pada adanya tampilan penawaran harga (place bid). Disamping proses

transformasi karya cipta menjadi NFT melalui marketplace opensea, akan

diuraikan pula selengkapnya proses transformasi karya cipta menjadi NFT di

marketplace Makersplace yaitu:

1. Pembuatan Akun dan Pembuatan Karya

Untuk dapat membuat akun, pengguna layanan mesti mengakses laman

makersplace (https://makersplace.com/register/) terlebih dahulu dan melalui

proses pembuatan akun dengan mengklik tampilan sign up dan tampilan create

account.
49

Setelah berhasil melakukan pendaftaran akun sebagai pembuat atau creator NFT,

langkah selanjutnya adalah dengan melakukan proses pengunggahan karya cipta

yang telah diubah menjadi media digital. Selanjutnya creator menggunakan sistem

akan memproses enskripsi atas aset digital tersebut menjadi karya cipta NFT.

2. Pemasaran Karya Cipta NFT di MakersPlace

Untuk melakukan pembelian NFT di MakersPlace, yang perlu dilakukan adalah

mengunjungi halaman “Marketplace” seperti di bawah ini.


50

Seperti di OpenSea, akan ditemukan berbagai opsi untuk karya cipta NFT, dari

yang paling populer hingga yang terbaru. Bilamana terdapat karya NFT yang ingin

dibeli maka calon pembeli harus menyampaikan penawaran melalui tampilan

“make an offer”.

Apabila harga yang dimasukkan diterima oleh pemilik karya cipta NFT maka

proses transaksi dapat dilanjutkan.


51

Dalam hal kekayaan intelektual, NFT dapat dilihat sebagai penyederhanaan,

sedangkan dalam konteks kekayaan intelektual, NFT dianggap sebagai kekayaan p

ribadi yang tidak berwujud, artinya barang tersebut tidak dapat dipegang atau dise

ntuh, tetapi memiliki nilai tertentu yang ditetapkan pada item tersebut.50 Dalam hal

ini perlu ditekankan bahwa kepemilikan NFT tidak memberikan hak yang tidak

terbatas kepada pemiliknya atas hasil karyanya. Mode SimpleAI Format Bahasa

Inggris Jika seorang artis mentransfer hak cipta atau kepemilikan eksklusif kepada

seorang kolektor, ia harus melakukannya melalui smart contract. Tapi pada

dasarnya menggunakan smart contract.51 Kontrak pintar adalah protokol

perdagangan terkomputerisasi yang secara otomatis menyelesaikan ketentuan

kontrak ketika ketentuan yang disepakati oleh para pihak dipenuhi.52

Sederhananya, kontrak pintar adalah kontrak digital di mana ketentuan perjanjian

antara pengguna diatur dalam kontrak kode. Secara umum, kontrak pintar milik

jaringan blockchain terdesentralisasi. alam konteks NFT, peran smart contract

adalah menyimpan informasi khusus untuk NFT, seperti kepemilikan dan

informasi transaksi.53 Pembuat NFT dapat menambahkan detail ke kontrak pintar

mereka seperti ID, tautan aman ke file, dan banyak lagi. Selain itu, Anda juga

dapat menentukan beberapa aturan untuk perdagangan NFT. Misalnya, persentase

royalti yang Anda terima untuk setiap penjualan berikutnya.

50
Serada, Alesja. (2021). Cryptokitties and the New Ludic Economy. Journal of Games and
Culture. 16 (4), 459
51
Dewi Sulistianingsih. Op.cit.
52
Ibid.
53
Ibid.
52

BAB III

PERLINDUNGAN KARYA DIGITAL NON-FUNGIBLE

TOKEN (NFT) DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO

28 TAHUN 2014

3.1 Pengaturan Karya Digital di Indonesia

Mencermati sifat NFT sebagai aset digital sebagaimana diuraikan pada BAB

sebelumnya maka NFT terikat pada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang


53

Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Merujuk dalam Pasal 1 angka 4 UU

ITE diatur bahwa:

“Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat,

diteruskan, dikirimkan, diteriima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,

elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,

dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan foto atau sejenisnya,

huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna

atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”

Bilamana merujuk dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5

tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat

(Permenkominfo 5/2020) pengaturan mengenai dokumen elektronik diatur dalam

Pasal 1 angka 2 bahwa:

“Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,

diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,

elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,

dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya. ”

Selanjutnya diatur pula terkait yang dimaksud dengan data elektronik melalui

Pasal 1 angka 3 Permenkominfo 5/2020 bahwa:


54

“Data Elektronik adalah data berbentuk elektronik yang tidak terbatas pada

tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange

(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi. ”

Berdasarkan Pasal yang diuraikan sebelumnya, sebagai karya digital yang

terdistribusi dalam sistem transaksi elektronik, maka pada dasarnya NFT dapat

ditafsirkan sebagai suatu dokumen elektronik sebagaimana yang dimaksud dalam

UU ITE. Lebih lanjut mengenai pengertian informasi elektronik dapat diilihat pada

ketentuan Pasal 1 angka 1 UU ITE yang menyebutkan bahwa:

“Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk

tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,

electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic maill, telegram,

teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau

perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang

yang mampu memahaminya.”

Mengingat dalam proses transaksi NFT terdapat platform yang menjadi tempat

pertemuan digital yang terjadi (cyberspace) maka terhadap penyelenggara

platform tersebut berdasarkan UU ITE dapat dikatakan sebagai penyelenggara

sistem transaksi elektronik.54 Hal ini disebabkan karena konsep penyelenggara

sistem transaksi elektronik dalam pengertian UU ITE meliputi unsur

orang/penyelenggara Negara, badan usaha dan masyarakat yang merupakan pihak

yang mengoperasikan sistem elektronik untuk tujuan tertentu. Berikut penjelasan

ketentuan Pasal 1 angka 6 UU ITE yang berbunyi bahwa:


54
Tasya Safiranita Ramli & Rika Ratna Permata. (2020). Aspek Hukum Atas Konten Hak
Cipta Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Jurnal Legislasi Indonesia. 17 (1), 65-66.
55

“Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara

negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/

atau mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun

bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya

dan/atau keperluan pihak lain.”

Berdasar pada ketentuan tersebut maka pihak penyelenggara marketplace yang

memberikan tempat untuk melakukan transaksi NFT termasuk sebagai

penyelenggara sistem transaksi elektronik. Kemudian melalui Pasal 2 ayat (5)

diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) berkaitan dengan

penyelenggara sistem transaksi elektronik lingkup privat bahwa:

“Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf b meliputi:

a. Penyelenggara Sistem Elektronik yang diatur atau diawasi oleh

Kementerian atau kmbaga berdasarkan ketentuan peraturan pemndang-

undangan; dan

b. Penyelenggara Sistem Elektronik yang memiliki portal, situs, atau

aplikasi dalam jaringan melalui internet yang dipergunakan untuk:

1. Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan penawaran

dan/atau perdagangan barang dan/ atau jasa;

2. Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan layanan

transaksi keuangan;

3. Pengiriman materi atau muatan digital berbayar melalui jaringan

data baik dengan cara unduh melalui portal atau situs, pengiriman
56

lewat surat elektronik, atau melalui aplikasi lain ke perangkat

pengguna;

4. Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan layanan

komunikasi meliputi namun tidak terbatas pada pesan singkat,

panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan

dalam jaringan dalam bentuk platform digital, layanan jejaring dan

media sosial;

5. Layanan mesin pencari, layanan penyediaan Informasi Elektronik

yang berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, frlm,

dan permainan atau kombinasi dari sebagian dan/ atau seluruhnya;

dan/ atau

6. Pemrosesan Data Pribadi untuk kegiatan operasional melayani

masyarakat yang terkait dengan aktivitas Transaksi Elektronik.”

Adapun sebagai pihak yang menyediakan platform NFT maka terdapat pula

kewajiban-kewajiban yang melekat sesuai yang ditentukan dalam Pasal 3 PP PSTE

bahwa:

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem

Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap

beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.

(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal

dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau

kelalaian pihak Pengguna Sistem Elektronik.


57

Sebagai bagian dari pemantauan kegiatan perdagangan NFT, khususnya

Kementerian Informasi dan Komunikasi Republik Indonesia mengeluarkan Siaran

Pers No. 9/HM/KOMINFO/01/2022 Minggu, 16 Januari 2022 tentang pengawasan

Kementerian Komunikasi dan Informatika terhadap kegiatan transaksi Non-

Fungible Token (NFT) di Indonesia, berbunyi

1. Menanggapi penggunaan teknologi non-fungible token (NFT) yang

semakin populer akhir-akhir ini, Kementerian Komunikasi dan

Informatika mengingatkan platform transaksi NFT untuk tidak

memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar peraturan perundang-

undangan. berupa pelanggaran terhadap peraturan atau hak perlindungan

data pribadi.

2. Kementerian Komunikasi dan Informatika mengeluarkan perintah serupa

kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memantau

transaksi non-fungible token (NFT) yang sedang berjalan di Indonesia dan

berkoordinasi dengan Kementerian dengan Badan Pengawas Perdagangan

Berjangka. Bidang Perdagangan (Bappebti) sebagai otoritas yang

berwenang dalam mengelola perdagangan aset kripto.

3. Undang-Undang No. Pasal 11 Informasi dan Transaksi Elektronik 2008

dan amandemennya serta peraturan pelaksanaannya mewajibkan semua

PSE untuk memastikan bahwa platform mereka tidak digunakan untuk

kegiatan yang melanggar peraturan perundang-undangan. Pelanggaran

kewajiban yang ada dapat mengakibatkan sanksi administratif, termasuk

penghentian akses platform bagi pengguna Indonesia.


58

4. Kementerian Komunikasi dan Informatika harus menanggapi tren

perdagangan NFT dengan lebih bijak dan mendorong literasi digital agar

dapat diakses oleh lebih banyak pengguna, agar tidak berdampak buruk

terhadap kelayakan ekonomi penggunaan NFT atau melanggar hukum.

publik untuk berbuat lebih baik lagi. lagi. Tahu bagaimana menggunakan

teknologi digital secara produktif dan bermakna.

5. Kementerian Komunikasi dan Informatika akan mengambil tindakan tegas

dengan berkoordinasi dengan Bappebti, kepolisian dan

departemen/instansi lain untuk menindak pengguna yang melanggar

hukum dengan menggunakan platform perdagangan NFT.55

Disamping meninjau NFT dari aspek transaksi elektronik, NFT juga dapat dilihat

pada perspektif hukum keperdataan. Mengingat bahwa NFT adalah aset digital

atau objek digital (virtual property), yang menggunakan sistem komputer dan

sistem internet yang terletak pada cyberspace (dunia siber), yang dibuat

sedemikian rupa dan diperlakukan seperti objek di dunia nyata. Menurutnya aset

virtual memiliki tiga karateristik; Rivalrous (eksklusif), Persistent (tetap), dan

Interconnected (saling berhubungan).56 Kemudian, Charles Blazer berpendapat

bahwa NFT adalah benda yang berada pada di dunia maya cyberspace yang dapat

dimiliki oleh seseorang dengan pembedaan tertentu.57

Dalam undang-undang nasional, properti ditunjukkan dalam Pasal 570

KUHPerdata, yaitu. Hak Kepemilikan berarti hak untuk dengan bebas menikmati
55
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. “Pengawasan Kementerian
Kominfo Terhadap Kegiatan Transaksi Non-Fungible Token (NFT) di Indonesia, diakses melalui:
https://www.kominfo.go.id/content/detail/39402/siaran-pers-no-9hmkominfo012022-tentang-
pengawasan-kementerian-kominfo-terhadap-kegiatan-transaksi-non-fungible-token-nft-di-
indonesia/0/siaran_pers , diakses pada tanggal 27 Januari 2022.
56
Joshua Fairfield. (2005). Virtual Property, Boston University Law Review. 85 (1048)
57
Charles Blazer. (2006). The Five Indicia of Virtual Property. Pierce Law Review. 5 (1),
142
59

penggunaan suatu benda berwujud dan dengan bebas mengurusnya semaksimal

mungkin, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum

yang berhak memutuskannya, dan tidak dengan cara hak orang lain diintervensi,

semua ini tanpa membatasi kemungkinan perampasan hak tersebut untuk

kepentingan umum, berdasarkan ketentuan undang-undang tentang pembayaran

ganti rugi. Selanjutnya, Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hak kebendaan (hak

milik) adalah hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan hak dan

kekuasaan secara langsung atas benda itu dan dapat dipertahankan. 58 Berdasarkan

pasal tersebut, NFT yang merupakan aset virtual telah masuk dalam perundang-

undangan nasional. Maka kepemilikan NFT menjadi milik rakyat yang

menguasainya dengan kedaulatannya. Seperti yang dijelaskan Joshua Fairfield,

yaitu:

“Will be that NFTs should be treated as full personal property, that sales of

NFTs should follow the law of sales of personal property, and that the

sooner those legal metaphors are firmly ensconced in caselaw, the sooner

NFTs will reach their full potential as a way of satisfying the human need

for digital rareness.”59

Menurutnya, NFT harus diperlakukan sebagai asset pribadi sepenuhnya,

sehingga penjualan NFT harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku agar

NFT dimasukkan sebagai aset yang dimiliki sepenuhnya. Bentuk kepemilikan NFT

bukanlah penjualan arsip digital melainkan penjualan sertifikat arsip, sementara

masyarakat masih dapat melihat, mendengar, bahkan mengunduh arsip yang

58
PNH Simanjuntak. 2007. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan
(29)
59
Joshua Fairfield, op.cit.
60

beredar.60 NFT dimaksudkan sebagai benda tidak berwujud, tidak hanya sebagai

bentuk objek NFT itu sendiri, tetapi untuk kode terverifikasi poin NFT. Oleh

karena itu, pasar perdagangan NFT harus mengintegrasikan sistem

perdagangannya dengan hukum dan peraturan yang berlaku untuk melindungi

pembeli atau pemegang/pemilik NFT.61 Hal lainnya yang penting untuk dipahami

berkenaan dengan karya cipta NFT adalah mesti dipenuhinya ketentuan Pasal 53

UUHC berkenaan dengan Sarana Kontrol Teknologi bahwa:

(1) Pekerjaan atau hak terkait untuk menggunakan alat produksi dan/atau

penyimpanan data berbasis teknologi informasi dan/atau teknologi

lanjutan harus memenuhi peraturan perizinan dan persyaratan produksi

yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknologi informasi dan/atau sarana

produksi berbasis teknologi maju dan/atau penyimpanan data

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan

pemerintah..

3.2 Perlindungan Karya Cipta Digital Berbasis Non-Fungible Token (NFT)


Perlindungan hukum atas karya digital NFT hak cipta didasarkan pada undang-

undang HC, dan hak cipta didasarkan pada prinsip deklarasi, dan setelah karya

atau ciptaan tersebut diwujudkan dalam bentuk nyata, maka secara otomatis

dialihkan tanpa batasan undang-undang. hak milik pencipta. Ketentuan hukum

yang berlaku untuk membatasi hukum dan kebijakan. 62 Hak eksklusif ini adalah

hak untuk melarang pihak lain untuk menikmati hak tersebut kecuali atas izin

60
Aufar Abdul Aziz. (2022). Pembangunan Hukum Nasional Menghadapi Non-Fungible
Tokens Dalam Revolusi Digital. Lex Renaissance. 7 (2), 358-371.
61
Ibid.
62
Budi Agus Riswandi, op.cit
61

pemilik atau pencipta atau sepanjang diperbolehkan oleh hukum yang berlaku. 63

Adapun berkaitan dengan pengaturan hak ekslusif yang melekat terhadap pencipta

atau pemegang hak cipta selengkapnya dapat ditemukan dalam UU HC bahwa:

Pasal 4 UU HC

“Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak

eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.”

Pasal 5 UU HC

“(1) Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang

melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:

a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan

sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;

b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya;

b. mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;

c. mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan

d. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi

Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan

kehormatan diri atau reputasinya.

(2) Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak (2) dapat dialihkan

selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan

dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan setelah Pencipta meninggal dunia.

(3) Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral (3) sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak

63
Simatupang, Khwarizmi Maulana. (2021). Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak Cipta
dalam Ranah Digital. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. 15 (1), 67-80
62

pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak

tersebut dinyatakan secara tertulis.”

Pasal 8 UU HC

“Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau mendapatkan manfaat

ekonomi Pemegang Hak Cipta untuk atas Ciptaan.”

Pasal 9 UU HC

“(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

memiliki hak ekonomi untuk meiakukan:

a. penerbitan Ciptaan;

b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;

b. penerjemahan Ciptaan;

c. pengadaplasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;

d. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;

e. pertunjukanCiptaan;

b. Pengumuman Ciptaan;

c. Komunikasi Ciptaan; dan

d. penyewaan Ciptaan”

Para plagiator sering kali mengabaikan ketentuan terkait izin dari pemilik hak cipta

karena menurut mereka hal tersebut bukanlah hal yang sangat penting untuk

dilakukan. Perlindungan atas hak cipta adalah suatu sistem hukum yang meliputi

unsur-unsur, yaitu:
63

1. Subyek perlindungan, yakni pihak pemilik atau pemegang Hak Cipta,

aparat penegak hukum, pejabat pendaftaran dan pelanggar hukum.

2. Obyek perlindungan adalah jenis Hak Cipta yang diatur dalam undang-

undang.

3. Pendaftaran perlindungan Hak Cipta, hanya produk yang telah terdaftar

dan dibuktikan dengan adanya sertifikat pendaftaran yang dilindungi,

kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

4. angka waktu perlindungan hak cipta menurut UU Hak Cipta adalah

selama hidup pencipta dan 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.

5. Pemulihan: Bentuk sanksi pidana dan perdata terhadap pelanggar yang

ditemukan Tindakan hukum perlindungan Bentuk sanksi secara pidana

maupun perdata terhadap pelanggar yang terbukti melakukan

pelanggaran.
64

Hukum kekayaan intelektual mendefinisikan ini sebagai ciptaan pikiran

manusia yang tidak berwujud dan termasuk hak cipta (perlindungan seni), paten

(perlindungan penemuan), dan merek dagang (perlindungan merek). Untuk NFT,

hak cipta adalah cabang paling penting dari kekayaan intelektual, memberikan

pemilik hak cipta hak yang dapat ditegakkan secara hukum untuk mengontrol

penggunaan dan reproduksi karya sastra, seni, sastra, musik, dan drama asli. 64 Hak

cipta umumnya muncul secara otomatis ketika sebuah karya asli dibuat dan,

dengan pengecualian yang jarang terjadi, menjadi milik pencipta karya asli

tersebut. Hak-hak ini dapat dialihkan kepada pemilik karya berikutnya selama

masa berlaku hak cipta yang terus-menerus. Mencermati karya cipta dalam

bentuk NFT mempunyai persamaan dengan karya cipta lainnya namun

wadah atau media yang digunakan merupakan sistem transaksi elektronik

dengan kata lain bahwa hak eksklusif yang melekat pada karya seni dalam

bentuk NFT ialah sama dengan karya seni konvensional yang memilki hak

eksklusif. Bilamana dianalisa lebih dalam yang menjadi bagian dari hak eksklusif

tersebut adalah:

a. Pada dasarnya, perdagangan NFT sama dengan pembelian barang. Hak

untuk mendistribusikan karya berhak cipta secara publik. Pada dasarnya

undang-undang hak cipta memberikan hak eksklusif kepada pemegang

hak untuk mendistribusikan atau mendistribusikan karya ciptanya. Karya

seni dalam bentuk NFT memungkinkan pemegang hak cipta untuk

mendistribusikan karyanya ke komputer lain dalam bentuk dokumen

digital melalui satu komputer.

64
Cahyani. N. (2020). Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pencipta Lagu Yang Dapat
Diunduh Secara Bebas Di Internet. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum. 26, (1), 37-49
65

b. Hak untuk Menampilkan Karya Hak Cipta kepada Publik. Seorang

pemilik karya juga memiliki hak eksklusif untuk membuat karyanya

tersedia untuk umum. Hak ini berlaku untuk semua jenis karya yang

dapat dipublikasikan atau dipamerkan, seperti karya sastra, musik, dan

teater. Oleh karena itu, karena publikasi publik bersifat wajib,

pertunjukan privat tidak berlaku dalam kasus ini.

c. Hak menunjukan atau memamerkan karya cipta kepada publik Suatu hak

cipta identik dengan karya yang dapat dilihat dan dinikmati oleh umum.

Pada Undang-Undang Hak Cipta hak tersebut di kenal dengan

“Pengumuman”. Konsep memamerkan ini mencakup segala tindakan

yang memperlihatkan suatu karya, baik secara langsung maupun tidak

langsung dihadapan publik.

b. Hak karya derivatif Karya derivatif merupakan karya turunan atau karya

baru yang tercipta yang berdasarkan pada karya yang sudah ada

sebelumnya. Dalam hak cipta ini juga mengakomodir hak eksklusif bagi

pencipta atau pemilik karya terhadap karya turunan yang dibuatnya.

Karya turunan yang dimaksud yaitu dapat berupa karya perbaikan dari

karya sebelumnya, terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lainnya

maupun karya yang disusun, diadopsi, hingga diubah dalam bentuk lain.

c. Hak untuk Mereproduksi Karya Cipta. Hak cipta mencakup hak eksklusif

pencipta untuk memperbanyaknya dan mengizinkan pihak lain untuk

melakukan hal yang sama. Berdasarkan undang-undang hak cipta,

penggandaan suatu karya yang bersifat sangat substantif, dengan


66

menggunakan bahan yang sama atau berbeda, seluruhnya atau sebagian,

merupakan suatu bentuk pengubahan permanen atau sementara.65

Secara khusus perlindungan terhadap karya cipta NFT sebagai ciptaan sebenarnya

merujuk pada bagian penjelasan ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf n bahwa:

“Yang dimaksud dengan “karya lain dari hasil transformasi” adalah merubah

format Ciptaan menjadi format bentuk lain. Sebagai contoh musik pop

menjadi musik dangdut.”

Mengacu pada ketentuan peraturan diatas, dapat dipahami bahwa konversi

gambar foto menjadi karya cipta NFT merupakan bentuk pengubahan

format ciptaan ke dalam bentuk lain, yang mana hal tersebut dapat

diinterpretasikan sebagai karya lain yang diperoleh dari konversi. Kemudian,

lebih lanjut berkenaan dengan adanya penggunaan sistem informasi elektronik

maka ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf p dapat juga dijadikan dasar rujukan

perlindungan yaitu:

“Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan

Program Komputer maupun media lainnya”

65
Ni Kadek Risma Setya Cahyani Dewi. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Karya Seni
Dalam Bentuk Non-Fungible Token (NFT). Kertha Wicara. 11 (4), 906-918.
67

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa penjaminan perlindungan hukum

atas hak cipta ialah mengandung prinsip deklaratif sehingga perlindungan daripada

ciptaan tersebut dapat muncul secara otomatis dan tidak bergantuk pada belum

atau telahnya suatu ciptaan tersebut didaftarkan. Merujuk pada Pasal 64 UU HC

bahwa untuk memperoleh perlindungan hukum atas suatu Ciptaan Hak Cipta tidak

diwajibkan untuk melakukan pendaftaran melalui pencatatan ciptaan agar suatu

karya cipta memperoleh perlindungan hukum. Kendati demikian untuk

memperoleh suatu kepastian hukum dalam hal terjadinya sengketa KI kaitannya

pada claim hak cipta, membuat munculnya urgensitas untuk melakukan pencatatan

terhadap karya cipta NFT sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU HC bahwa:

(1) Pendaftaran Ciptaan dan hak terkait diajukan kepada Menteri oleh

pencipta, pemilik hak cipta, pemilik hak terkait atau wakilnya disertai

permohonan tertulis dalam bahasa Indonesia.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan secara

elektronik dan/atau non elektronik dengan: Lampirkan contoh ciptaan,

hak terkait, atau penggantinya. Sertakan pernyataan kepemilikan karya

dan hak terkait. dan membayar biaya.

Pasal 67 UU HC

(1) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1)

diajukan oleh:

a. Jika lebih dari satu orang memiliki hak untuk berbagi pekerjaan atau

hak terkait, permohonan harus disertai dengan pernyataan tertulis yang

mendukung klaim tersebut; atau


68

b. Dalam hal badan hukum, permohonan harus disertai dengan salinan

resmi akta pendirian badan hukum oleh pejabat yang bersangkutan.

(2) Dalam hal Permohonan diajukan oleh beberapa orang, nama pemohon

wajib disertakan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang

terpilih.

(3) Dalam hal Permohonan diajukan oleh pemohon yang berasal dari luar

yurisdiksi NKRI Permohonan harus dilakukan oleh konsultan kekayaan

intelektual yang terdaftar sebagai Kuasa.

Pasal 68 UU HC

(1) Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan yang telah

memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 serta Pasal 67.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk

mengetahui Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dimohonkan tersebut

secara esensial sama atau tidak sama dengan Ciptaan yang tercatat dalam

daftar umum Ciptaan atau objek kekayaan intelektual lainnya.

(3) Hasil evaluasi sebagaimana dicantumkan pada ayat (1) digunakan

sebagai bahan pertimbangan Menteri dalam menerima atau menolak

Permohonan.

(4) Menteri memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan

dalam waktu maksimal 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal

diterimanya Permohonan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 66 serta Pasal 67


69

Pasal 69 UU HC

(1) Dalam hal Menteri menerima Permohonan sebagaimana dicantumkan

dalam Pasal 68 ayat (4), Menteri menerbitkan surat pencatatan Ciptaan

dan mencatat dalam daftar umum Ciptaan.

(2) Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

a. nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, atau nama pemilik produk

Hak Terkait ;

b. tanggal penerimaan surat Permohonan;

c. tanggal lengkapnya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66

dan Pasal 67; dan

d. nomor pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait.

(3) Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilihat

oleh setiap Orang tanpa dikenai biaya.

(4) Kecuali terbukti sebaliknya, surat pencatatan Ciptaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti awal kepemilikan suatu Ciptaan

atau produk Hak Terkait.

Pasal 70 UU HC

Dalam hal Menteri menolak Permohonan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 68 ayat (4), Menteri menginformasikan penolakan tersebut secara

tertulis kepada pemohon disertai alasan.

Oleh karena karya cipta NFT ialah berhubungan erat dengan pemanfaatan

teknologi informasi maka telah ditentukan pula pengaturan hukum mengenai

konten hak cipta dan hak terkait dalam teknologi informasi dan komunikasi

melalui Pasal 54 sampai Pasal 56 UU HC bahwa:


70

Pasal 54 UU HC

Untuk mencegah pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait melalui sarana

berbasis teknologi informasi, Pemerintah berwenang melakukan:

a. pengawasan terhadap pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran

Hak Cipta dan Hak Terkait;

b. kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dalam maupun

luar negeri dalam pencegahan pembuatan dan penyebarluasan konten

pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait; dan

c. pengawasan terhadap tindakan perekaman dengan menggunakan media

apapun terhadap Ciptaan dan produk Hak Terkait di tempat pertunjukan.

Pasal 55 UU HC

(1) Setiap Orang yang mengetahui pelanggaran Hak Cipta dan / atau Hak

Terkait melalui sistem elektronik untuk Penggunaan Secara Komersial

dapat melaporkan kepada Menteri.

(2) Menteri memverifikasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


71

(3) Dalam hal ditemukan bukti yang cukup berdasarkan hasil verifikasi

laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas permintaan pelapor

Menteri merekomendasikan kepada menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang telekomunikasi dan informatika untuk

menutup sebagian atau seluruh konten yang melanggar Hak Cipta dalam

sistem elektronik atau menjadikan layanan sistem elektronik tidak dapat

diakses.

(4) Dalam hal pemblokiran situs internet sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) dilakukan secara menyeluruh, dalam waktu maksimal 14 (empat

belas) Hari setelah penutupan Menteri wajib meminta penetapan

pengadilan.

Pasal 56 UU HC

(1) Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang telekomunikasi

dan informatika berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pa

sal 55 ayat (3) dapat menutup konten, dan/atau hak akses pengguna yang m

elanggar Hak Cipta dan/atau Hak terkait dalam sistem elektronik dan menj

adikan layanan sistem elektronik tidak dapat diakses.

(2) Ketentuan lebih Ianjut tentang pelaksanaan penutupan konten dan/atau hak

akses pengguna yang melanggar Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam sist

em elektronik atau menjadikan layanan sistem elektronik sebagaimana dim

aksud pada ayat (1) ditetapkan oleh peraturan bersama Menteri dan menteri

yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang komunikasi dan informatika.


72

BAB IV

TRANSFORMASI MEKANISME PERLINDUNGAN

LAHIRNYA KARYA CIPTA NON-FUNGIBLE TOKEN (NFT)

4.1 Proses Transformasi Mekanisme Perlindungan Hukum Terhadap Non-

Fungible Token (NFT)

Perubahan perlindungan hukum NFT terkait dengan keberadaan smart

contract. Intinya, kontrak pintar adalah teknologi yang membuat setiap NFT unik

dan berharga. Ekosistem NFT akan memungkinkan pembuat atau pengembang

NFT untuk menentukan apa yang mereka inginkan dalam kontrak. Misalnya,

beberapa proyek NFT dapat memberikan izin kepada kelompok orang tertentu. Ini

termasuk akses eksklusif ke hadiah untuk pendukung awal, hadiah untuk

berpartisipasi dalam kontes, pengurangan biaya untuk hadiah berikutnya, dan

banyak lagi. Pendekatan smart contract juga memungkinkan penjual untuk

mempertahankan hak tertentu, seperti pembayaran royalti untuk setiap transaksi

yang dilakukan di NFT.

Transaksi melalui smart contract ditandatangani secara digital oleh pencipta

menggunakan kriptografi asimetris, membuktikan keaslian NFT sebagai objek

transaksi dan hubungannya dengan pencipta sebagai subjek. Itu kemudian

didistribusikan melalui Sistem File Antar Planet dan "IPFS" dan #41; Peer-to-peer

menggunakan NFT sebagai kode unik yang dapat mengidentifikasi karya sebagai

satu sumber daya.66 Dengan demikian, kami bertujuan untuk meminimalkan

66
Ranti Fauza Mayana. (2022). Intellectual Property Development dan Komersialisasi Non-
Fungible Token (NFT): Peluang, Tantangan, dan Problematika Hukum Dalam Praktik. Jurnal Ilmu
Hukum. 5 (2), 216.
73

terjadinya tindakan curang dan tidak bertanggung jawab, mengurangi biaya

manajemen dan biaya layanan dengan mendesentralisasikan sistem blockchain

secara otomatis, dan meningkatkan efisiensi operasional dengan mengotomatiskan

penyelesaian pembiayaan perdagangan.67 Merujuk dalam penjelasan umum UU

HC dijelaskan bahwasannya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi

telah menjadi salah satu variable, mengingat disatu sisi teknologi informasi dan

komunikasi memiliki peran strategis dalam perkembangan hak cipta, namun di sisi

lain juga menjadi alat untuk melanggar hukum dalam bidang ini.

Salah satu upaya untuk melindungi hukum dari proses penerjemahan hak

cipta karya NFT adalah langkah-langkah perlindungan teknologi. Perlindungan

teknologi adalah perangkat lunak atau komponen yang digunakan oleh pemilik hak

cipta untuk melindungi materi mereka dari hak cipta, seperti dengan mengenkripsi

kode perangkat lunak atau menggunakan kata sandi. Perlindungan teknologi dibuat

untuk melindungi integritas, menjaga kerahasiaan, dan mengotentikasi karya di

Internet. Langkah-langkah perlindungan teknologi digunakan oleh pemilik

kekayaan intelektual untuk melindungi karya berhak cipta mereka dari

pelanggaran dan penyalahgunaan. Di Indonesia, langkah-langkah perlindungan

teknologi diatur sedemikian rupa sebagai teknologi yang dapat diandalkan untuk

melindungi karya cipta. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta. Hak cipta tidak secara jelas menentukan kapan dan

bagaimana menggunakannya, tetapi dapat dikategorikan sebagai instrumen

regulasi yang mengatur teknologi. Kontrol teknis adalah teknologi, perangkat, atau

komponen apa pun yang dirancang untuk mencegah atau membatasi aktivitas yang

67
Zibin Zheng et.at. (2020). An Overview on Smart Contracts: Challenge, Advances and
Platforms. Journal of Future Generation Computer system, 105, 475-491
74

tidak diizinkan oleh pencipta, hak cipta, atau hak terkait dan dilarang oleh undang-

undang. Namun, jika pemilik hak cipta menerapkan langkah-langkah perlindungan

teknis dengan cara ini, tidak ada yang dapat menyalin atau terlibat dalam aktivitas

berbahaya lainnya di Internet, bahkan untuk tujuan komersial. Untuk

mengamankan hak eksklusif pemegang hak cipta.

4.2 Penegakan Hukum Atas Pelanggaran Karya Cipta Digital Berbasis Non-

Fungible Token (NFT)

Pelanggaran hak cipta adalah penggunaan suatu karya cipta milik orang lain

yang dilindungi berdasarkan UU HC tanpa seizin pencipta atau pemilik hak cipta,

yang mengakibatkan pelanggaran terhadap hak eksklusif pemilik hak cipta seperti

menggandakan, mendistribusikan, menampilkan, merepoduksi, memamerkan

karya tersebut atau membuat karya turunan.68 Dalam perspektif lain, pelanggaran

hak cipta juga dapat dipahami sebagai perbuatan yang melanggar hak moral

dan/atau hak ekonomi pencipta karya dan memperoleh keuntungan dari

penggunaan ciptaan tersebut. Secara umum, pelanggaran terhadap hak cipta yang

kerap ditemuai adalah pelanggaran atas karya cipta film yang disebut pembajakan

film, pelanggaran hak cipta lagu, hak cipta atas foto, hak cipta buku dll. Pada

dasarnya pemahaman atas pelanggaran hak cipta ialah mengarah pada pelanggaran

yang dilakukan terhadap ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 UU HC

bahwa:

(1) Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,

seni, dan sastra, terdiri atas:

68
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2013. Buku Panduan
Hak Kekayaan Intelektual. Tanggerang: Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. (6).
75

a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil

karya tulis lainnya;

b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g. karya seni terapan;

h. karya arsitektur;

i. peta;

j. karya seni batik atau seni motif lain;

k. karya fotografi;

l. Potret;

m. karya sinematografi;

n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,

aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi

budaya tradisional;

p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca

dengan Program Komputer maupun media lainnya;

q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli;


76

r. permainan video

s. Program Komputer.

(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi sebagai

Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.

(3) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk

pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan

Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang

memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.

Pelanggaran terhadap hak moral dari pencipta bilamana mencermati ketentuan

dalam Pasal 5 ayat (1) UU HC ialah:

PELANGGARAN HAK MORAL PENCIPTA

1 Tolong jangan mengungkapkan Contoh: Mengunggah foto yang

nama penulis, pengarang atau diambil oleh orang lain tanpa

nama samaran untuk mencantumkan sumber atau nama

penggunaan karya tersebut pemilik foto;

2 Mengubah pembuatan judul dan Misalnya, seorang penyanyi yang

subjudul memiliki izin untuk membawakan lagu

lama mengubah judul lagu tersebut.

3 Modifikasi juga menciptakan Contoh: Pengrajin batik yang

suatu karya sesuai dengan menjiplak produk orang lain tetapi

kebutuhan masyarakat dengan ternyata kualitasnya tidak memadai.

cara memalsukan, memutilasi,

mengubah, atau dengan cara lain

merugikan kepribadian atau


77

reputasi pencipta

4 Apa pun yang mendistorsi, Contoh: Seseorang memodifikasi karya

memutilasi, mengubah, atau berhak cipta dengan melakukan

merusak harga diri atau perubahan yang merugikan reputasi

kehormatan pencipta buruk pencipta

Sumber: diolah oleh Penulis

Kemudian bentuk-bentuk pelanggaran hak ekonomi terhadap pencipta berdasarkan

Pasal 9 UU HC selanjutnya diuraikan ke dalam bentuk tabel yakni:

PELANGGARAN HAK EKONOMI

1 Penerbitan Ciptaan Contohnya: Penerbitan buku yang

dilakukan oleh percetakan buku tanpa

seizin pencipta

2 Penggadaan Ciptaan dalam segala Contohnya: Penggadaan ciptaan

bentuknya lagu, dengan membuat album musik

bajakan

3 Penerjemahan Ciptaan; Contohnya: penerjamahan atas karya

tulis tanpa seizin pencipta

4 Mengadaptasi, mengatur, Contohnya: Seorang sutradara yang

mengubah kreasi; mengadaptasi sebuah cerita novel ke

dalam film tanpa seizin pencipta atau

pemegang hak cipta novel tersebut

5 Pendistribusian Ciptaan atau Contoh: Mendistribusikan buku foto

salinannya; dan salinannya tanpa izin pencipta


78

atau pemilik hak cipta

6 Pertunjukan Karya; Contohnya: Petunjukan terhadap

karya cipta drama yang dilakukan

tanpa seizing sang pencipta atau

pemegang hak cipta

7 Pengumuman Karya; Contohnya: Dilakukannya pameran

karya cipta seperti lukisan tanpa izin

dari sang pelukis selaku pencipta atau

pemegang hak ciptanya

8 Komunikasi Ciptaan Contohnya: Pentransmisian kepada

publik atas suatu ciptaan tanpa seizin

pencipta atau pemegang hak cipta

9 Penyewaan Ciptaan Contohnya: Diberikannya

penyewaan atas novel secara

komersial tanpa izin pencipta atau

pemegang hak cipta

Sumber: diolah oleh Penulis

Bilamana kita cermati kembali proses transformasi karya cipta NFT sebagaimana

dijelaskan dalam bab sebelumnya, dapat kita pahami bahwa pada dasarnya karya

cipta NFT merupakan karya cipta digital yang dienskripsi dalam sistem

blockchain. Letak perbedaan karya cipta NFY hanyalah terletak pada penggunaan

sistem transaksi elektronik dalam menstransformasi atau membuat karya cipta

NFT tersebut bilamana dibandingkan dengan karya cipta konvensional. Menelaah

lebih dalam, perlindungan terhadap karya cipta NFT adalah bentuk perlindungan
79

terhadap karya hasil transformasi sebagaimana telah diuraikan juga sebelumnya

bahwa karya gambar NFT merupakan bentuk perubahan format dari suatu gambar

atau foto menggunakan sistem blockchain (perubahan format karya cipta).

Berkaitan dengan penegakan hukum karya cipta NFT yang dilanggar dapat

dilakukan beberapa penegakan hukum melalui penyelesaian sengketa deng.

Adapun hal ini secara tegas diatur dalam BAB XIV Penyelesaian Sengketa bahwa:

Pasal 95 UU HC

(1) Sengketa hak cipta dapat diselesaikan melalui penyelesaian sengketa di

luar pengadilan, arbitrase, atau yudisial.

(2) Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

Pengadilan Niaga.

(3) Pengadilan selain pengadilan niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

tidak berwenang menyelesaikan sengketa hak cipta.

(4) Kecuali pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait berupa pembajakan,

apabila para pihak yang bersengketa diketahui memiliki kantor dan/atau

kantor pusat terdaftar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

melalui mediasi sebelum mengajukan tuntutan pidana.

Selanjutnya terkait dengan pengajuan gugatan ganti rugi didasarkan pada beberapa

keadaan sebagaimana telah ditentukan juga dalam UU HC yakni:

Pasal 96 UU HC

(1) Pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemegang hak terkait atau ahli

warisnya yang menderita kerugian hak ekonomi berhak mendapat ganti

rugi.
80

(2) Ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dan

ditetapkan dalam putusan pengadilan dalam perkara pidana yang

berkaitan dengan hak cipta dan/atau hak terkait.

(3) Pembayaran ganti rugi kepada pencipta, pemegang hak cipta dan/atau

pemilik hak terkait harus dibayarkan dalam waktu enam bulan sejak

putusan pengadilan yang tetap dan dapat dilaksanakan..

Pasal 97 UU HC

(1) Dalam hal suatu ciptaan didaftarkan sesuai dengan ketentuan Pasal 1(69)

(1), pihak lain yang berkepentingan dapat mengajukan gugatan ke

Pengadilan Niaga untuk menghapus pendaftaran ciptaan itu dari daftar

umum ciptaan.

(2) Setiap tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada

pemilik hak cipta terdaftar dan/atau pemilik hak cipta..

Pasal 98 UU HC

(1) Pengalihan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak iain tidak

mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat setiap

Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan Pencipta

yang melanggar hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal

5 ayat (1).

(2) Hak ekonomi Artis dialihkan kepada pihak lain, tetapi Artis atau ahli

warisnya dengan sengaja dan tanpa persetujuan Artis melanggar hak


81

moral Artis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, tidak mempengaruhi

hak gugat.

Pasal 99 UU HC
(1) Pencipta, pemilik hak cipta, atau pemilik hak terkait berhak mengajukan

tuntutan ganti rugi di pengadilan niaga atas pelanggaran hak cipta atau

hak terkait atas produk.

(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan

dalam bentuk tuntutan untuk memperoleh kembali seluruh atau sebagian

hasil dari penyelenggaraan kuliah, konferensi akademik, pertunjukan atau

pameran yang melanggar hak cipta atau produk. Dengan hak milik

terkait.

(3) Selain gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pencipta, pemilik

hak cipta, atau pemegang hak terkait dapat mengajukan permohonan

putusan sela atau sela kepada Pengadilan Niaga:

a. Meminta penyitaan atas ciptaan yang disiapkan untuk diumumkan

atau diperbanyak dan/atau alat reproduksi yang digunakan dalam

produksi ciptaan hasil pelanggaran hak cipta dan hak terkait. dan

atau

b. Berhenti memposting, mendistribusikan, mengkomunikasikan,

dan/atau mereproduksi karya apa pun yang dihasilkan dari

pelanggaran hak cipta dan hak terkaitKemudian terhadap pencipta

atau pemegang hak cipta yang merasa dirugikan atas pelanggaran

yang dilakukan oleh pihak lainnya dapat mengajukan gugatan

dengan mengikuti ketentuan pengajuan gugatan sebagai berikut :


82

Pasal 100 UU HC
(1) Gugatan pelanggaran hak cipta diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga.

(2) Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam Daftar

Pengadilan oleh Panitera Pengadilan Niaga pada tanggal pendaftaran

gugatan.

(3) Panitera Pengadilan Niaga menerbitkan tanda terima yang ditandatangani

pada hari yang sama dengan tanggal pendaftaran.

(4) Panitera Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama dua hari terhitung

sejak tanggal pendaftaran pengaduan, mengajukan permohonan untuk

mengajukan pengaduan kepada Ketua Pengadilan Niaga.

(5) Pengadilan Niaga menetapkan tanggal sidang dalam waktu tiga hari sejak

tanggal penerimaan pengaduan.

(6) Pemberitahuan dan panggilan pesta akan disampaikan oleh Jurusita dalam

waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak tanggal pengajuan gugatan.

Pasal 101 UU HC
83

(1) Keputusan atas klaim harus diambil dalam waktu 90 hari setelah klaim

diajukan.

(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat

dipenuhi, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang selama tiga puluh

hari dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam

rapat umum.

(4) Putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

diberitahukan kepada para pihak oleh juru sita dalam waktu 14 hari sejak

putusan dijatuhkan.

Menelaah dalam perspektif UU HC, juga menetapkan bahwasannya hak

pencipta atau pemilik hak cipta untuk mengajukan gugatan keperdataan atas

pelanggaran hak cipta tidak membatasi atau mengurangi haknya untuk

mengajukan tuntutan secara pidana sesuai bunyi ketentuan Pasal 105 UU HC

bahwa “Hak untuk mengajukan gugatan keperdataan atas pelanggaran Hak Cipta

dan/atau Hak Terkait tidak mengurangi Hak Pencipta dan/atau pemilik Hak

Terkait untuk menuntut secara pidana.”

\
84

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Karya cipta NFT mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan rujukan

ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf n UU HC dimana NFT dapat

diinterpretasikan sebagai karya lain dari hasil transformasi yakni sebuah

ciptaan yang diubah formatnya menjadi bentuk lain dimana dalam hal ini

dari bentuk gambar/foto menjadi karya NFT melalui sistem blockchain.

2. Proses transformasi mekanisme perlindungan lahirnya karya cipta NFT dapat

dilihat dalam proses penciptaan NFT itu sendiri sebelum dipasarkan pada

marketplace NFT dimana proses penciptaan karya cipta NFT dapat lahir dari

perubahan ciptaan gambar/foto yang diubah formatnya menjadi karya cipta

NFT pada sistem blockchain maupun penciptaan langsung karya digital yang
85

dienskripsi juga pada sistem blockchain dengan rujukan Pasal 40 ayat (1)

huruf n UU HC sehingga bilamana terhadap karya cipta NFT tersebut

dilakukan proses transformasi tanpa seizin pemegang hak cipta atau

penciptanya maka dapat diajukan gugatan keperdataan dan/atau tuntutan

secara pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 99 UU HC

5.2 Saran

1. Sebaiknya dilakukan pembaharuan atau revisi terhadap Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan menentukan secara

mendalam perihal keberadaan karya cipta digital melalui sistem transaksi

elektronik.

2. Sebaiknya diatur pula lebih lanjut berkenaan dengan pengawasan dan

perlindungan hukum terkait karya cipta NFT dalam UU No. 28 Tahun 2014

dan peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Hal ini

agar keberadaan karya cipta NFT memiliki payung hukum yang jelas dalam

memberikan perlindungan kepada penciptanya dan/atau pemilik hak

ciptanya. Tidak ada kejelasan tentang pengawasan, perlindungan hukum

yang tidak jelas, belum cukup memadai terhadap itu, terutama di bidang

pengawasannya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU

Adrian Sutedi. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika

Ali, Zainuddin. 2021. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Bambang Sunggono. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Budi Agus Riswandi. 2016. Doktrin Perlindungan Hak Cipta Di Era Digital.
Yogyakarta: FH UII Press.

________________________. 2017. Pembatasan dan Pengecualian Hak Cipta Di


Era Digital. Bandung: Citra Aditya Bakti

Diantha, I. Made Pasek, Ni Ketut Supasti Dharmawan, dan I. Gede Artha. 2018.
Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Disertasi. Denpasar: Swastu Nulus

Elyta Ras Ginting. 2012. Hukum Hak Cipta. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Fakultas Hukum Universitas Udayana. 2020. Denpasar: Pedoman Pendidikan


Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Jimmly, Asshiddiqie. 2008. Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Jakarta:


Sekretariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2013. Buku
Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Tanggerang: Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Khoirul Hidayah. 2018. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Malang: Setara Press.

Muhammad Djumhana. 2014. Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Praktiknya
di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti

Muhammad Yusuf Musa & Mochamad James Falahuddin. 2022. NFT &
Metaverse: Blockhain Dunia Virtual & Regulasi. Jakarta: Indonesia Legal
Study for Crypto Asset and Blockhain

Nadya Olga Aletha. 2021. Memahami Non-Fungible Tokens (NFT) di Industri


Crypto Art. Yogyakarta: Center for Digital Society
Nanda Dwi Rizkia. 2022. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung:
Widina Bhakti Persada Bandung

Nurul Qamar. 2022. Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi.
Jakarta: Sinar Grafika.

Philipus M. Hadjon. 2011. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta:


Gajah Mada University Press

PNH Simanjuntak. 2007. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta:


Djambatan

Raditya Adi Nugraha. 2010. Hak Kekayaan Intelektual. Depok: FISIP Universitas
Indonesia

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji. 2010. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers.

Sugiarto. 2021. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Sugiharto, Alexander, Muhammad Yusuf Musa, and Mochamad James


Falahuddin. 2022. NFT & Metaverse: Blockchain Dunia Virtual, & Regulasi.
Jakarta: Indonesian Legal Study For Crypto Asset and Blockchain

Sujana Donand. 2019. Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia (Intellectual


Property Rights Law in Indonesia). Yogyakarta: Deepublish

Syahmin, AK. 2006. Hukum Dagang Internasional. Jakarta: PT Raja Gravindo


Persada

Jurnal
Aufar Abdul Aziz. (2022). Pembangunan Hukum Nasional Menghadapi Non-
Fungible Tokens Dalam Revolusi Digital. Lex Renaissance. 7 (2)

Budi Agus Riswandi. (2016). Hukum Dan Teknologi: Model Kolaborasi Hukum
Dan Teknologi Dalam Kerangka Perlindungan Hak Cipta Di Internet. Jurnal
Hukum IUS QUIA IUSTUM.3 (23).

Charles Blazer. (2006). The Five Indicia of Virtual Property. Pierce Law Review. 5
(1)

Cahyani. N. (2020). Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pencipta Lagu Yang Dapat
Diunduh Secara Bebas Di Internet. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum. 26
(1)
Dewi Sulistianingsih & Aprialana Khomsa Kinanti. (2022). Hak Karya Cipta Non-
Fungible Token (NFT) Dalam Sudut Pandang Hukum Hak Kekayaan
Intelektual. Krtha Bhayangkara, 16 (1)

Febiansah, and Ratnasari. (2020). Studi Kasus Personal Branding Konten Kreator
Pada Akun Twitter, Wacana: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 19 (1)

Joshua Fairfield. (2005). Virtual Property, Boston University Law Review. 85

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2017. Hari Kekayaan Intelektual


Sedunia. Volume XIV, Edisi II

Ni Kadek Risma Setya Cahyani Dewi. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap


Karya Seni Dalam Bentuk Non-Fungible Token (NFT). Kertha Wicara. 11
(4)

Novianti. (2016). Implikasi Aksesi Protokol Madrid Bagi Indonesia. Jurnal


Negara Hukum Badan Keahlian DPR RI. 7 (2)

Ranti Fauza Mayana. (2022). Intellectual Property Development dan


Komersialisasi Non-Fungible Token (NFT): Peluang, Tantangan, dan
Problematika Hukum Dalam Praktik. Jurnal Ilmu Hukum. 5 (2)

Rizqi Tsaniati Putr. (2021). Syarat Kebaruan Pada Desain Industri Sebagai Dasar
Gugatan Pembatalan Desain Industri. Junral Program Magister Hukum
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.1 (4)

Rotinsulu, Lucia Ursula. (2016). Penegakkan Hukum Atas Pelanggaran Hak


Ekonomi Pencipta Lagu Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
Lex Crimen. 5 (3)

Serada, Alesja. (2021). Cryptokitties and the New Ludic Economy. Journal of
Games and Culture.16 (4)

Simatupang, Khwarizmi Maulana. (2021). Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak


Cipta Dalam Ranah Digital. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 15 (1)

Tasya Safiranita Ramli & Rika Ratna Permata. (2020). Aspek Hukum Atas Konten
Hak Cipta Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jurnal Legislasi Indonesia. 17
(1)

Utami, Nurani Ajeng Tri. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Pelayanan


Kesehatan Tradisional di Indonesia. Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan
Konstitusi, 1 (1)
Vinanda Prameswati, Nabillah Atika Sari, dan Kartika Yustina Nahariyanti.
(2022). Data Pribadi Sebagai Objek Transaksi Di NFT Pada Platform
Opensea. Junal civic Hukum. 7 (1)

Wijaya, Putu Ary Suta. (2021). Penanganan Kelompok Radikalisme Di Wilayah


Kecamatan Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara. Journal of Law
(Jurnal Ilmu Hukum), 7 (1)

Zibin Zheng et.at. (2020). An Overview on Smart Contracts: Challenge, Advances


and Platforms. Journal of Future Generation Computer system, 105

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan


Transaksi Eleketronik

Website

CNN Indonesia, “Fenomena Ghozali Everyday, Orang Jual NFT Selfie KTP
Hingga Lemari”, diakses melalui
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220117111237-185-747486/feno
mena-ghozali-everyday-orang-jual-nft-selfie-ktp-hingga-lemari , diakses
pada tanggal 30 Juni 2022.

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. “Pengawasan


Kementerian Kominfo Terhadap Kegiatan Transaksi Non-Fungible Token
(NFT) di Indonesia, diakses melalui:
https://www.kominfo.go.id/content/detail/39402/siaran-pers-no-
9hmkominfo012022-tentang-pengawasan-kementerian-kominfo-terhadap-
kegiatan-transaksi-non-fungible-token-nft-di-indonesia/0/siaran_pers ,
diakses pada tanggal 27 Januari 2022.

World Intellectual Property Organization. “Organisasi Hak atas Kekayaan


Intelektual Dunia”, diakses melalui https://p2k.unkris.ac.id/ , pada tanggal 14
Januari 2023.

Anda mungkin juga menyukai