Anda di halaman 1dari 9

Dosen : Ustadz Saeful Bahri M.

Ag

Matkul : Qawaid Tafsir II

Prodi : Ilmu Al-Qur’an Tafsir

Semester : VII

Disusun oleh : Ibu Enok Siti Sopiah

Pa Yaya

Muhamad Ridwan Syafi’i

‫بسم هللا الرمحن الرحيم‬

A. Pengertian al-Tikrar

Untuk menciptakan kalimat-kalimat yang efektif (yang bernilai balaghah), disamping


dilakukan dengan uslub I’jaz dan Qasr, dalam kondisi tertentu juga diperlukan uslub tikrar. Yang
dimaksud tikrar adalah pengulangan sebuah kata atau kelompok kata yang sama persis. Definisi
kata al-Tikrar Istilah al-Tikrar berasal dari bahasa arab. Dilihat dari bentuknya kata tersebut adalah

bentuk isim masdar dari kata ‫ كرر‬yang berakar kata dengan huruf ‫ ك ر ر‬. Secara etimologi berarti

mengulang atau mengembalikan sesuatu berulang-ulang.

Adapun menurut istilah atau terminologi al-Tikrar berarti mengulangi lafadz yang
sinonimnya menetapkan (taqrir) makna. Selain itu ada yang memaknai al-Tikrar dengan
menyebutkan bahwa sesuatu dua kali berturut-turut atau penunjukan lafadz terhadap sebuah makna
secara berulang-ulang. Menurut Ibnu Naqib ia mengartikan bahwa tikrar adalah lafadz yang
keluar dari seorang pembicara lalu mengulanginya dengan lafadz yang sama, baik lafadz yang di

1
ulanginya tersebut semantik dengan lafadz yang ia keluarkan ataupun tidak, atau ungkapan
tersebut hanya dengan maknanya bukan dengan lafadz yang sama.

B. Pembagian Tikrar

1) Tikrar al-Lafdzi, yaitu pengulangan redaksi ayat di dalam al-Qur’an baik


berupa huruf-hurufnya, kata ataupun redaksi kalimatnya dan ayatnya.
Maksud pengulangan pada jenis ini adalah, pengulangan yang ada pada satu
tema. Seperti pengulangan pada beberapa ayat yang berdekatan atau pada
pembahasan yang sama di surat yang berbeda, atau pada surat yang sama.
Contohnya pengulangan pada Lafaz Jalalah (Allah). Pada lafadz
ini, pengulangan terjadi begitu beragam, diantaranya, terulang lebih dari
dua kali dalam satu ayat dan bahkan tiga kali. Yang dibagi lagi menjadi tiga
yaitu:
➢ Contoh pengulangan huruf
Pengulangan huruf pada akhir beberapa Q.S. al-Nazi’at (79): 6-14:

* ٌ‫صَُٰرَها ََٰخ ِش َعة‬ ِ ٍِ ِ ِ


َ ْ‫وب يَ ْوَمئذ َواج َفةٌ* أَب‬ ٌ ُ‫ف ٱ َّلراج َفةُ * تَ ْت بَ عُ َها ٱ َّلرادفَةُ * قُل‬ ُ ‫يَ ْوَم تَ ْر ُج‬
ِ ‫ك إِذًا َكَّرةٌ خ‬ ۟ ِ ِ ِ
*ٌ‫اسَرة‬ َ َ ْ‫ودو َن ِِف ٱ ْْلَافَرةِ * أَءذَا ُكنَّا عِ َٰظَ ًما ََِّّنَرةً * قَالُوا تِل‬
ُ ‫يَ ُقولُو َن أَء ََّّن لَ َم ْرُد‬
ِ َّ ‫فَإََِّّنَا ِهى زجرةٌ َٰو ِح َدةٌ * فَإِذَا هم بِٱ‬
ِ‫اهرة‬
َ ‫لس‬ ُ َ َْ َ َ
“(Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan
pertama menggoncang alam. tiupan pertama itu diiringi oleh
tiupan kedua. Hati manusia pada waktu itu sangat takut.
Pandangannya tunduk. (Orang-orang kafir) berkata: "Apakah
sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan
semula?. Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah
menjadi tulang belulang yang hancur lumat?. Mereka berkata:
"Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan.
Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah satu kali tiupan saja.
maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan
bumi.” (An-Nazi’at 79: 6-14).

2
➢ Contoh pengulangan kata, dapat dilihat pada QS. Al-Fajr (89): 21-
22:

َ ‫ض َد ًّكا َد ًّكا * َوُُِتبُّو َن الْ َم‬


‫ال ُحبًّا ََجًّا‬ ِ
ْ ‫َكال إِذَا ُد َّكت‬
ُ ‫األر‬

“Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan


berturut-turut. dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat
berbaris-baris.” (Al-Fajr 89:21-22).

➢ Contoh pengulangan ayat terdapat pada QS. Al-Rahman (55): 13:

ِ ‫فَبِأَ ِي‬
‫آالء َربِِّ ُك َما تُ َك ِِّذ ََب ِن‬ ِّ

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”


(Ar-Rahman 55: 13).

Ayat tersebut berulang kurang lebih 30 kali dalam surah tersebut.

2) Tikrar al-ma’nawia, yaitu pengulangan redaksi ayat di dalam al-Qur’an


yang pengulangannya lebih dititikberatkan kepada makna atau maksud
dan tujuan pengulangan tersebut. Sebagai contoh QS. Al-Baqarah (2): 238:

‫ي‬ ِِ ِ ِ ُ‫الص َالةِ الْوسطَى وق‬ ِ َّ ‫حافِظُوا علَى‬


َ ‫وموا ََّلِل قَانت‬
ُ َ َٰ ْ ُ َّ ‫الصلَ َوات َو‬ َ َ
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.” (Al-Baqarah
2:238).
Al-Shalat al-wustha yang disebut dalam ayat di atas adalah pengulangan
makna dari kata al-shalawat sebelumnya, karena masih merupakan bagian
darinya. Adapun penyebutannya sebagai penekan atas perintah
pemeliharaannya.
3) Tikrar (al-Numt al-nahwi) yaitu, pengulangan pada jenis ini, lebih kepada
keindahan alunan musik yang ditimbulkan, bukan pada berapa kali
diulangnya suatu kalimat. Pengulangan jenis ini menguatkan estetika al-
Qur`an, sehingga jiwa pun akan terus rindu untuk mentadaburinya,

3
sebagaimana pengulangan pada jenis ini juga membantu seseorang untuk
menghafal ayat-ayat tersebut dengan mudah. Jenis pengulangan ini sering
kita dapatkan pada surat-surat makiyah, yaitu surat-surat yang turun
sebelum hijrah nabi ke Madinah. Salah satu cirri surat-surat Makiyah antara
lain, yang potongan-potongan ayat dan juga keseluruhan berukuran pendek.
Sedangkan, menurut Prof. Dr. D. Hidayat, dari segi struktur tikrar
dapat dikategorikan kepada tiga model perulangan, yaitu (1) perulangan
bersambung, (2) perulangan tidak bersambung, dan (3) perulangan
terpisahkan.
1) Tikrar bersambungan, yang dihubungkan oleh (huruf athaf), atau oleh kata
tanya (adamul istifham), ada pula yang tidak dihubungkan sama sekali,
seperti pada ayat berikut:

‫اد َِبلْ َقا ِر َع ِة‬


ٌ ‫ود َو َع‬ ْ َ‫اْلَاقَّةُ * َما ا ْْلَاقَّةُ * َوما أ َْدر َاك َما ا ْْلَاقَّةُ * َك َّذب‬
ُ ُ‫ت ََث‬ ْ

“Hari kiamat. apakah hari kiamat itu?. Dan tahukah kamu apakah hari kiamat
itu?. Kaum Tsamud dan 'Aad telah mendustakan hari kiamat. (Al-Haqqah 69:
1-4)

ِ ُ‫اش الْمب ث‬ ِ ِ ِ
*‫وث‬ ْ َ ِ ‫َّاس َكالْ َفَر‬
ُ ‫الْ َقار َعةُ * َما الْ َقار َعةُ * َوَما أ َْد َر َاك َما الْ َقار َعةُ * يَ ْوَم يَ ُكو ُن الن‬

“Hari Kiamat. apakah hari Kiamat itu?. Tahukah kamu apakah hari Kiamat
itu?. Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,” (Al-
Qari'ah 101: 1-4).

2) Tikrar tidak bersambung, contohnya sebagai berikut,

ِ ‫ض ۗ وإِن تُب ُدو۟ا ما ِِف أَن ُف ِس ُكم أَو ُُتْ ُفوه ُُي‬
‫اسْب ُكم بِِه ٱ ََّلِلُ ۖ فَيَ غْ ِف ُر‬ ِ َّ ‫ََِّلِلِ ما ِِف ٱ‬
َ ُ ْ ْ ٓ َ ْ َ ِ ‫لس ََٰم ََٰوت َوَما ِِف ٱ ْأل َْر‬ َ ِّ
‫ب َمن يَ َشآءُ ۗ َوٱ ََّلِلُ َعلَ َٰى ُك ِِّل َش ْى ٍء قَ ِد ٌير‬ ِ ِ
ُ ‫ل َمن يَ َشآءُ َويُ َع ِّذ‬

“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
4
tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-
Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (Al-Baqarah 2:284).

ِ ۟ ِ ۟ ِ
ُ ِ‫ول ۚ فَإِن تَ َولَّْي تُ ْم فَإََِّّنَا َعلَ َٰى َر ُسولنَا ٱلْبَ َٰلَ ُغ ٱلْ ُمب‬
‫ي‬ َ ‫َطيعُوا ٱ َّلر ُس‬
‫َطيعُوا ٱ ََّلِلَ َوأ‬
‫َوأ‬

“Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu
berpaling sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan
(amanat Allah) dengan terang.” (At-Tagabun 64:12).

Perulangan maushul (‫ ) َما‬tidak bersambungan, karena terpisah oleh

ِ ‫)وأ‬, terpisah oleh ۟


silah maushul masing-masing. Juga perulangan kata (‫َطيعُوا‬ َ
objek (maf’ul bih), memang melihat konteks kalimat setelahnya, kata ( ‫) َما‬

ِ َ‫ )وأ‬perlu mendapat perulangan. Jika tidak, maka teks ayat akan


dan kata (‫طيعُوا‬ َ
kehilangan nilai balaghah perulangan. Sementara itu dalam al-Qur’an
terdapat tikrar kalimat yang terletak berjauhan satu sama lain dalam satu
surat, seperti pada ayat berikut:

‫َى ءَ َاالِٓء َربِِّ ُك َما تُ َك ِِّذ ََب ِن‬


ِ
ِّ ‫فَبِأ‬

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Ar-
Rahman 55:77)

(31 kali perulangan di antara 78 jumlah ayat seluruhnya).

ِ ‫ت ُ َك ِذ َب‬
Perulangan kalimat (‫ان‬ ‫اَل ِء َر ِب ُك َما‬ ِ َ ‫ )فَ ِبأ‬sebanyak 31 kali dalam surat
ٓ َ ‫ى َء‬
ar-Rahman dapat dipahami sebagai penegasan dalam mengingatkan manusia
akan pentingnya bersyukur (tidak ingkar) kepada Tuhan yang telah
memberikan berbagai nikmat tak terhingga yang disebutkan secara terperinci

5
nikmat demi nikmat yang masing-masing di susul oleh pertanyaan : ( ِ َ ‫فَ ِبأ‬
‫ى‬
ِ ‫اَل ِء َر ِب ُك َما ت ُ َك ِذ َب‬
‫ان‬ ٓ َ ‫) َء‬.

3) Tikrar (perulangan) unsur pertama suatu jumlah


Unsur pertama diulang jika jumlah atau kalimatnya terlalu panjang
sehingga jika tidak diulang maka kesatuan gagasan dalam kalimat itu
menjadi tidak jelas atau kabur. Contoh:

۟ ِ ِ ۢ ۟ ۟
‫ك ِم ۢن بَ ْع ِد َها‬
َ َّ‫َصلَ ُحٓوا إِ َّن َرب‬ َ ‫لسٓوءَ ِِبَ ََٰهلَ ٍة ُثَّ ََتبُوا ِمن بَ ْعد ََٰذل‬
ْ ‫ك َوأ‬ ُّ ‫ين َع ِملُوا ٱ‬ ِ ِ َّ‫ُثَّ إِ َّن رب‬
َ ‫ك للَّذ‬
َ َ

‫ور َّرِح ٌيم‬


ٌ ‫لَغَ ُف‬

“Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang


mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat
sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nahl 16:119)

Perhatikan jika kata (‫ك‬


َ َّ‫ ) َرب‬sebagai ( ‫ )مبتدأ‬atau sebagai ( ‫إن‬
ِّ ‫)اسم‬. Tidak

diulang, maka kesatuan atau hubungannya dengan (‫ )خبر‬yaitu kata (‫يم‬ ِ ‫)لَغَ ُف‬
ٌ ‫ور َّرح‬
ٌ
bisa menjadi tidak jelas atau kabur, (‫ خرب‬- ‫ ) مبتدأ‬tersebut dipisahkan oleh kata-

kata tambahan yang banyak.

C. Fungsi al-Tikrar

Dalam bukunya al Itqan Fi ‘Ulum al Qur’an,imam as Suyuthi menjelaskan fungsi


dari penggunaan tikrar dalam al-Qur’an. Diantara fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai
berikut :

1) Sebagai taqrir (penetapan)


Dikatakan, ucapan jika terulang berfungsi menetapkan. Diketahui bahwa
Allah telah memperingatkan manusia dengan mengulang-ulang kisah nabi

6
dan umat terdahulu, nikmat dan azab, begitu juga janji dan ancaman. Maka
pengulangan ini menjadi satu ketetapan yang berlaku.
Ini sejalan dengan fungsi dasar dari kaedah tikrar bahwa setiap perkataan
yang terulang merupakan tiqrar (ketetapan) atas hal tersebut. sebagai contoh
Allah berfirman dalam surah al-An‘am ayat 19:
“Apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di
samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah:
"Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku
berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)”.
Pengulangan jawaban dalam ayat tersebut merupakan penetapan kebenaran
tidak adanya Tuhan (sekutu) selain Allah.
2) Sebagai Ta’kid (penegasan) dan menuntut perhatian lebih.
Pembicaraan yang diulang mengandung unsur penegasan atau penekanan,
bahkan menurut imam as Suyuthi penekanan dengan menggunakan pola
tikrar setingkat lebih kuat disbanding dengan bentuk ta’kid.5 Hal ini karena
tikrar terkadang mengulang lafal yang sama, sehingga makna yang
dimaksud lebih mengena. Selain itu, Agar pembicaraan seseorang dapat
diperhatikan secara maksimal maka dipakailah pengulangan tikrar agar si
obyek yang ditemani berbicara memberikan perhatian lebih atas
pembicaraan tadi. Contohnya, Allah berfirman dalam surah Al-Mu’min ayat
38-39 :

‫إََِّّنَا ََٰه ِذهِ ٱ ْْلَيَ َٰوةُ ٱلدُّنْيَا َم َٰتَ ٌع َوإِ َّن‬ ‫يل ٱ َّلر َش ِاد * َٰيََق ْوِم‬ِ
َ ‫َسب‬ ‫ون أ َْه ِد ُك ْم‬
ِ ‫ٱتَّبِع‬
ُ ‫ى ءَ َام َن َٰيََق ْوِم‬ ِ َ َ‫وق‬
ٓ ‫ال ٱلَّذ‬ َ
‫اخَرةَ ِه َى َد ُار ٱلْ َقَرا ِر‬
ِ ‫ٱ ْلء‬
َ

“Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal.” (Al-Mu’min 40: 38-39).

7
Pengulangan/ Tikrar pada kedua ayat diatas yang maknanya saling
berkaitan, berfungsi untuk memperjelas dan memperkuat peringatan yang
terkandung dalam ayat tersebut.

3) Pembaruan terhadap penyampaian yang telah lalu


Jika ditakutkan poin-poin yang ingin disampaikan hilang atau dilupakan
akibat terlalu panjang dan lebarnya pembicaraan yang berlalu maka,
diulangilah untuk kedua kalinya guna menyegarkan kembali ingatan para
pendengar. Sebagai contoh, dalam alQur’an Allah berfirman dalam surah
al-Baqarah ayat 89:

‫ين‬ ِ َّ‫معهم وَكانُو۟ا ِمن قَبل يست ْفتِحو َن علَى ٱل‬


‫ذ‬ ‫ص ِِّد ٌق لِِّ َما‬ ِ ِ ِ ِ َ‫ولَ َّما جآءهم كَِٰت‬
َ َ ُ َْ َ ُ ْ َ ْ ََُ َ ‫ب ِّم ْن عند ٱ ََّلِل ُم‬
ٌ ْ َُ َ َ
‫ين‬ِ
‫ر‬ ِ ‫َك َفرو۟ا فَلَ َّما جآءهم َّما عرفُو۟ا َك َفرو۟ا بِِهۦ ۚ فَلَعنَةُ ٱ ََّلِلِ علَى ٱلْ ََٰك‬
‫ف‬
َ َ ْ ُ ََ َُ َ ُ

“Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang


membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka
biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas
orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah
mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas
orang-orang yang ingkar itu.” (Al-Baqarah 2:89).

Pengulangan / Tikrar pada ayat diatas untuk mengingatkan atau


mengembalikan bahasan pada inti pembicaraan yang sebelumnya terpisah
oleh penjelasan lain.

4) Sebagai ta‘zhim (menggambarkan agung dan besarnya satu perkara).


Mengenai hal ini, telah dipaparkan dalam kaidah bahwa salah satu fungsi
dari tikrar atau pengulangan adalah untuk menggambarkan besarnya hal
yang dimaksud, sebagaimana pemberitaan tentang hari kiamat dalam surah
al Qari’ah ayat 1-3:

8
*ُ‫الْ َقا ِر َعةُ * َما الْ َقا ِر َعةُ * َوَما أ َْد َر َاك َما الْ َقا ِر َعة‬

“Hari Kiamat. apakah hari Kiamat itu?. Tahukah kamu apakah hari Kiamat
itu?",” (Al-Qari'ah 101: 1-3)

D. Kesimpulan

Tikrar adalah salah satu bentuk i’jaz dalam al-Quran yang berfungsi sebagai
penegasan sebuah ayat atau kalimat dengan cara pengulangan redaksi ayat, huruf-huruf,
kata ataupun redaksi kalimat dan ayatnya. Adapun macam-macamnya, tikrar dibagi
menjadi dua yaitu tikrar al-lafdzia dan tikrar al-ma’nawi, dan dari segi struktur tikrar dapat
dikategorikan kepada tiga model perulangan yaitu, (1) perulangan bersambung, (2)
perulangan tidak bersambung, dan (3) perulangan terpisah. Fungsi tikrar yaitu sebagai
takrir (penguat), ta’kid (penegasan), pembaruan terhadap yang telah lalu, dan sebagai
ta‘zhim (menggambarkan agung dan besarnya satu perkara).

Anda mungkin juga menyukai