Anda di halaman 1dari 14

Pendekatan Semantik Terhadap Al-Qur’an.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Metodologi Penelitian Tafsir Integratif”

Dosen Pengampu:

1. Dr. Muwaffiqillah, M.Fil.I

2. Dr. Robingatun, M.Pd.I.

Oleh:

Dewi Bahrotul Ilmiah

22502003

PROGRAM SRTUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendekatan
Semantik Terhadap Al-Qur’an”. Tidak lupa sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada
junjungan kita nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala
keteladananya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih atas bimbinganya kepada dosen
pengampu mata kuliah Metodologi Penelitian Tafsir Integratif yang mana telah memberikan
arahan dan bimbingannya.

Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiaanya terhadap makalah ini,
dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan
pembaca yang budiman pada umunya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat
kami perbaiki kembali, karena kami sadar makalah yang kami buat ini masih terdapat
banyak kekurangannya.

Kediri, 10 September 2022

Penyusun

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.

Al-Qur’an banyak memuat kata-kata yang memiliki kedekatan makna


(sinonim). Dalam beberapa kasus, seringkali kata-kata yang seperti itu dimaknai
sama. Penyebutan kata yang berbeda di dalam al-Qur’an mesti ditelusuri akurasi
maknanya sehingga tidak jatuh pada penyamaan makna dari sejumlah kata dan
tentunya akan mengarah pada kekeliruan jika makna dari beberapa kata hanya
dimaknai sama. Menganggap bahwa al-Qur’an menggunakan kata kata yang banyak
tapi bermakna satu adalah hal yang perlu diwaspadai untuk tidak jatuh pada
kesalahan. Untuk kasus kata-kata (mufradāt) dalam al-Qur’an ditemukan kata yang
diindikasi serupa maknanya seperti rumpun kata yang terkait dengan akhirat; sā’ah,
qiyāmah, qāri’ah, hāqqah, zalzalah, yaum al-ddîn, shākhah, thāmmah al-kubrā, al-
akhîrah dan seterusnya. Kata-kata tersebut sepintas memiliki kesamaan makna, tapi
tentunya tidak mungkin sama artinya karena ketika Allah menyebut dengan kata yang
berbeda pastinya memiliki makna yang berbeda pula atau paling tidak, memiliki
penekanan makna yang berbeda meski diterjemahkan maknanya dengan terjemahan
yang sama.

Alquran tersusun dalam redaksi dan gaya bahasa yang sangat indah, urutannya
teratur dan harmonis. Alquran memiliki keunikan pada kemukjizatan kandungannya,
terlebih pada susunan kata dan kalimatnya. 1 Dalam alquran terdapat berbagai kata
yang maknanya beragam sesuai dengan konteks yang ada dalam ayat, sehingga tidak
menutup kemungkinan suatu kata dapat bermakna ganda. Adapun faktor penyebab
terbentuknya makna ganda tersebut, antara lain: 1). Sebab konteks bahasa yang
mengitarinya, 2). Sebab gaya bahasa majaz, 3). Sebab perbedaan mufrad.2

1
Quraish Shihab, Mukjizat Alquran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan
Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan Pustaka, 2013), 122.
2
Mardjoko Idris, Semantik Alqur’an Pertentangan dan Perbedaan Makna, (Yogyakarta: Teras, 2008),
41.

1
Setiap kata dalam al-Qur’an perlu dipahami secara benar agar tidak
menghasilkan makna yang rancu. Didalam pembahasan ini, penulis memilih kata
kunci syukur. Dalam al-Qur’an terdapat banyak istilah yang berkitan dengan kata
syukur. Kata syukur menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji lebih dalam guna
mengungkap makna syukur yang sesuai dengan makna yang dimkasudkan oleh al-
Qur’an. Kata tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode pendekatan
semantik yakni analisis terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu
pandangan yang akhornya sampai pada pengertian konseptual atau pandangan yang
menggunakan bahasa itu. Hal ini tidak hanya sebagai alat bicara dan berfikir,
melainkan yang lebih penting lagi yaitu pengko nsepan dan penafsiran dunia yang
melingkupinya (weltanschauung)3

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan semantik?


2. Bagaimana Teori Semantik Toshihiko Izutsu?
3. Apa Implikasi kata syukur yang terdapat dalam al-Qur’an?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pendekatan semantik
2. Untuk mengetahui Teori Semantik Toshihiko Izutsu
3. Untuk mengetahui Implikasi kata syukur yang terdapat dalam al-Qur’an

3
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik Terhadap al-Qur’an, trans.
Agua Fahri Husein, Suptriyanto Abdullah dan Amiruddin “God and Man in the Koran: Semantics of
The Koranic, (Yogyakarta: Wacana Yogya, 2003), 3.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Semantik dalam Al-Qur’an.


Pendekatan menurut para ahli di antaranya, Burden.P.R, menyatakan bahwa
pendekatan adalah tata cara pembelajaran yang melibatkan para guru dan siswa
mereka untuk membangun mencapai tujuan dengan informasi mereka telah didapat
secara aktif melalui kegitan dan keikutsertaannya. Suparno, menyatakan bahwa
pendekatan adalah tatacara pembelajaran yang melibatkan para guru dan siswa
mereka untuk membangun mencapai tujuan dengan informasi mereka telah didapat
secara aktif, melalui kegiatan dan keikutsertaan. Sedangkan Pendekatan menurut
Gulo, adalah titik tolak atau sudut pandang kita dalam memandang seluruh masalah
yang ada dalam program belajar-mengajar. Berbagai asumsi yang terdapat dalam
bahasa yang dikemukakan Ramelan mengatakan bahwa pendekatan ini mengacu pada
seperangkat asumsi yang saling berkaitan, dan berhubungan dengan sifat bahasa,
serta pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan dasar teoretis untuk suatu metode.
Berbicara mengenai hakikat suatu bahasa, Prof. Anderson mengemukakan
adanya delapan prinsip dasar yakni : yang pertama bahasa adalah suatu sistem.
Kedua, bahasa adalah vocal (bunyi ujaran). Ketiga, bahasa adalah bahasa merupakan
sesuatu yang tersusun dari lambing-lambang arbitrer, Keempat, setiap bahasa adalah
bersifat khas, dsn unik. Kelima, bahasa dibangun dari kebiasaan yang ada. Keenam,
bahasa merupakan alat untuk komunikasi. Ketujuh, bahasa memiliki hubungan yang
erat dengan budaya tempatnya berada. Kedelapan, bahasa selalu berubah ubah.4
Semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu Semantikos yang berarti memberikan
tanda. Dari kata sema, tanda adalah cabang linguistic yang mempelajari teng
arti/makna yang terkandung pada suatu bahasa. Semantik juga didefinisikan sebagai
cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti. 5 Sebagai istilah teknis,
Semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. 6 Adapun pengertian
4
Hendry Guntur Tarigan, Pengajaran Kompetensi Bahasan, (Bandung: Angkasa, 1990), 3.
5
Abdul Chaer, Sosiolinguistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 13
6
Aminuddin, Pengantar Studi Tentang Makna, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2001), 15.

3
semantic menurut Izutsu kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa
dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai pada pengertian konseptual
weltanschauung atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa itu,
tidak hanya sebagai alat bicara serta berfikir akan tetapi yang lebih penting dari itu
yakni pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya. 7
Alquran bisa didekati dengan beragam cara pandang yang berbeda-beda seperti
teologi, psikologi, siosiologi, tata bahasa/linguistisk, dan sebagainya. Dengan
berbagai macam cara-cara tersebut Alquran akan menampakan sejumlah perbedaan,
namun semua aspeknya sama- sama penting. Adapun metode semantik merupakan
salah satu cabang dari ilmu bahasa/linguistik, yang fokus kajiannya yaitu pada tataran
makna atau sering kita sebut dengan “telaah makna”. Maka penting bagi kita untuk
memahaminya secara jelas relevansi metodologi semantik dalam pengkajian Alquran
dan memahami bagaimana metode ini dalam membantu mengungkapkan visi/tujuan
Alquran.Istilah ilmu semantik Alquran mulai dikenal semenjak Toshihiko mensajikan
karangannya yang berjudul “God and Man in the Koran: Semantics of the
Koranicweltanschauung”. Toshihiko mencoba menjelaskan pengertian ilmu semantik
Alquran dengan penjelasan istilah-istilah kunci yang ada dalam Alquran dengan
memakai bahasa Alquran agar dapat diketahui weltanschauung Alquran, yaitu visi
quranik terhadap alam sementa.8
B. Teori Semantik Toshihiko Izutsu.
Toshihiko Izutsu merupakan ilmuan yang secara konsisten menerapkan analisis
semantik dalam kajian Alquran. Toshihiko Izutsu dilahirkan di Tokyo tepat pada
tanggal 4 Mei 1914 dan meninggal di Kamakura pada tanggal 7 Januari 1993. Izutsu
berasal dari keluarga yang taat, sejak kecil ia telah mengamalkan Zen Buddhisme.
Bahkan, pengalaman kontemplasi dari amalan Zen sejak ia muda telah ikut
mempengaruhi cara berfikir dan pencariannya akan kedalaman pemikiran filsafat dan
mistisme.

7
Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, 3.
8
Deden Isa Al-Mubarok, “Makna kata Barakah dalam Alquran (kajian semantik Toshihiko Isutsu)”
(Skripsi Program Sarjana S1, Jurusan Ilmu Alquran dan Tafir Fakultas Ushuluddin Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 2018), 26

4
Setelah dewasa Toshihiko Isutsu berhasil menjadi seorang cendikiawan Jepang
yang banyak menurut buku-buku tentang Islam dan agama-agama yang lainnya.
Adapun jenjang pendidikan yang ditempuh Toshihiko Izutsu dimulai dari pendidikan
dasar sampai perguruan tingga yang ia peroleh di negaranya sendiri, Jepang. Izutsu
menempuh pendidikan tinggi di fakultas ekonomi Unversitas Keiko, Tokyo. Tetapi
kemudian beliau pindah ke jurusan sastra Inggris karena ia ingin dibimbing oleh Prof.
Junzaburo Nishiwaki. Setelah menyelesaikan pendidikannya, kemudian Izutsu
mengabdikan diri menjadi dosen di lembaga ini, dan mengembangkan profesinya
sebagai seorang intelektual yang diakui dunia. Ia mulai mengajar sejak tahun 1954
sampai dengan 1968 dan mendapatkan gelar professor pada tahun 1950.9
Karya pertamanya yaitu, ia menulis disertasi doktoralnya yang berjudul The
Structure of Ethical Termsin in the Koran. Kemudian dari disertasinya mengalami
perkembangan menjadi sebuah buku, dengan judul Ethico-Religious Concepts in The
Koran. Kemudian setelah itu munculah karya yang lebih spesifik, tetapi tetap
mempertahankan semantik sebagai pijakan dasar dalam analisisnya, yaitu God and
Man in the Koran a Semantica Analysis of The Koranic Weltanschauung(1964).
Karya terbesar Izutsu ini telah menunjukan kekonsistenannya dalam
memperkenalkan salah satu pendekatan yang dapat dipergunakan oleh setiap pengkaji
Alquran, yaitu semantic.10 Toshihiko Izutsu mengemukakan bahwa semantik lebih
menekankan Alquran untuk menafsirkan konsep tersendiri dan berbicara tentang
dirinya sendiri, yaitu dengan memusatkan pembahasannya untuk menganalisis
struktur semantik terhadap kata-kata yang berharga dalam Alquran.
Jika kita telusuri ke belakang, kita akan menemukan seorang ilmuwan klasik
yang bernama Muqātil bin Sulaiman (w. 150 H) dengan karyanya al-Wujūh wa an-
Naẓāir. Menurutnya, setiap kata dalam Al-Qur’an memiliki arti yang definitif dan
juga memiliki beberapa makna alternatif lainnya. Selain Muqatil, ada juga beberapa
ulama lain yang mempunyai karya serupa yakni; Harun bin Musa (w. 170 H) dengan
karyanya al-Wujūh wa an-Naẓāir fī Al-Qur’an al-Karīm, al-Ḥusain bin Muḥammad
9
Fatthurrahman, “Al-Qur’an dan Tafsirnya dalam Perspektif Toshihiko Izutsu”, 65.
10
Yayan Rahtikawati dan Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir Al-Qur’an (Strukturalisme, Semantik,
Semiotik &Hermeneutik, (Bandung: Pustaka Setia, 2013),241-242.

5
ad-Damigani (w. 989 H) dengan karyanya Islaḥ al-Wujūh wa an-Naẓāir fī Al-Qur’an
al-Karīm, Abu al-Faraj Ibn al-Juzi dengan karyanya Nuzhatu al-A’yun al-Nawāzir fī
‘Ilm al-Wujūh wa an-Naẓāir, dan lain-lain. Hanya saja penelitian-penelitian ulama
klasik belum mengerucut menjadi sebuah konsep kata seperti yang telah diterapkan
oleh Thosihiko Izutsu, sehingga dalam semantik Al-Qur’an modern Thosihiko Izutsu
diakui sebagai orang pertama yang mengembangkan dan mengaplikasikan teori
semantik dalam penafsiran Al-Qur’an.11
Menjelaskan pandangan dunia yang dimiliki oleh Alquran. Pandangan dunia
(welthaunchaung) ini merupakan langkah terakhir dan yang paling utama dalam
kajian semantik. Dalam langkah ini Izutsu seolah-olah mengarahkan kita untuk
mempertanyakan bagaimana Alquran memakai kata itu ketika disandingkan dengan
kata-kata yang lain, apa fungsinya, posisinya, dan implikasinya terhadap kehidupan
sosial di masyarakat.
C. Implikasi Syukur Dalam Kehidupan.
Allah menghendaki kita untuk menjadi manusia yang pandai bersyukur adalah
supaya kita bisa menjadi magnet kebaikan bagi diri kita sendiri. Itulah sebabnya
Allah memerintahkan kita untuk bersyukur atas nikmat yang kita perolehsehingga
konsekwensi dari sikap bersyukur itu adalah datangnya nikmat yang lebih banyak,
lebih baik, lebih manfaat dan lebih berkah. Ketika kita bersyukur, maka kita menjadi
magnet bagi banyak kebaikan yang akan datang menghampiri kita. Maka Alquran
mengawal kita agar senantiasa bersyukur senantiasa berterimakasih atas hal-hal yang
baik. Karena tentunya berterimakasih itu mengarah kepada hal yang baik pula.
Kalaupun yang datang itu tidak baik atau kurang baik, maka dibuatnya orang yang
pandai bersyukur akan bisa secara kreatif mengubahnya untuk menjadi kebaikan,
yaitu dengan cara bersabar kepada Allah. Oleh karena itu, syukur dan sabar itu selalu
beriringan dan tidak bisa dipisahkan. 12 Syukur dalam Islam menjadi unsur yang
sangat penting dalam kehidupan setiap manusia, karena dengan bersyukur manusia
akan mampu mengendalikan segala nafsu yang tidak seharusnya menguasai dirinya
11
Alva Alvavi Makmuna, “Konsep Pakaian Menurut Al-Qur`an; Analisis Semantik Kata Libas, Siyab
dan Sarabil dalam al-Qur`an Perspektif Toshihiko Izutsu”, (Thesis, IAIN Tulungagung, 2015), 43.
12
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 90-100

6
dari segala kepuasaan yang ia inginkan. Begitu pentingnya mewujudkan rasa syukur
dalam setiap keadaan yang sedang kita hadapi. Karena begitu mulianya orang yang
selalu bersyukur, sehingga Allah pun memberikan pahala yang besar bagi mereka
yang mau bersyukur, dan pahala yang paling utama bagi mereka yaitu Surga dan
kenikmatan yang ada di dalamnya. Dan pahala yang buruk diperuntukan bagi mereka
yang tidak mau bersyukur kepada Allah yaitu berupa azab yang pedih.
D. Analisis Semantik Kata Syukur.
Toshihiko Izutsu mengatakan bahwa makna dasar adalah makna yang selalu
melekat pada kata itu sendiri dan selalu terbawa di mana pun kata itu diletakkan,
meskipun kata itu diambil di dalam maupun di luar konteks Alquran. Adapun kata
syukūr adalah bentuk mashdar dari kata kerja .(‫كىرا‬WW‫ شكرا – وش‬-‫) – وشكرانا شكر – يشكر‬
wasyukrānan-wasyukūran syukran-yasykuru-syakara. Kata kerja ini berakar dari
huruf syin ‫ ش‬, kaf ‫ ك‬, dan ra ‫ ر‬. Kamus Lisan al-Arab dijelaskan bahwa asy-syukru
adalah mengetahui kebaikan danmenyebarkannya.13
Kata syukur digandengkan dengan istilah-istilah/kata dalam Alquran yang
berkaitan dengan sebab-sebab manusia harus bersyukur kepada Allah, yaitu
diantaranya: kata syukur digandengkan dengan kata nikmat, kemudian digandengkan
dengan kata rezeki, kemudian digandengkan dengan kata karunia, kemudian
digandengkan dengan petunjuk, kemudian dikaitkan dengan penciptaan manusia,
kemudian dikaitkan dengan pergantian siang dan malam, kemudian dikaitkan dengan
membangkitkan dari kematian, kemudian digandengkan dengan kata memberi maaf.
Salah satu contoh ayatnya yaitu mengenai kata syukur yang digandengkan dengan
kata rezeki:
‫ِع ِه‬ ‫ِم ِن ِه ِل‬ ‫ِذ‬
‫ِإَّن اَّل يَن َتْع ُبُد وَن ْن ُدو الَّل اَل ْمَي ُك وَن َلُك ْم ِر ْز ًقا َفاْبَتُغوا ْنَد الَّل الِّرْز َق َو اْع ُبُد وُه‬

‫َو اْش ُك ُر وا َلُه ِإَلْيِه ُتْر َجُعوَن‬

13
Ibn Mandzūr, Lisān al-Arāb (Kairo: Dār al- Ma’ārif, 1999), 2305.

7
“...Sesungguhnya yang kamu sembah selainAllah itu tidakmampu memberikan
rezeki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan
bersyukurlah kepada-Nya... ) QS. Al-Ankabūt [29]: 17).
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa hanya Allah lah yang dapat
memberikan rezeki kepada manusia, tidak ada selain Allah yang mampu
mendatangkan rezeki, maka hendaklah manusia bersyukur kepada Allah atas segala
nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada manusia. Akan tetapi, amat sedikit orang
yang mau bersyukur,padahal Allah telah memberikan nikmat yang banyak dengan
memberi kecukupan hidup di dunia dengan berbagai macam kenikmatan di antaranya
diberikan-Nya makanan, minuman, tanaman, binatang ternak, burung, ikan dan yang
lainnya. Tetapi manusia tidak banyak bersyukur sesuai denganbanyaknya
pengambilan manfaat dari nikmat- nikmat tersebut.14
Kata syukur digandengkan dengan istilah-istilah/kata dalam Alquran yang
berkaitan dengan cara bersyukur kepada Allah, diantaranya yaitu: kata syukur
digandengkan dengan „mengingat nikmat Allah, kemudian digandengkan dengan
„berbuat kebaikan, kemudian digandengkan dengan „menyembah Allah, kemudian
digandengkan dengan bersabar kepada Allah, kemudian digandengkan dengan
berbuat baik kepada kedua orang tua. Salah satu contoh ayatnya yaitu mengenai
katasyukur yang dikaitkan dengan berbuat baik kepada kedua orang tua:

‫َو َو َّصْيَنا اِإْل ْنَس اَن ِبَو اِلَد ْيِه َمَحَلْتُه ُأُّم ُه َو ْه ًنا َعَلى َو ْه ٍن َو ِفَص اُلُه يِف َعاَم ِنْي َأِن اْش ُك ْر يِل‬

‫ِل ِل ِإ ِص‬
‫َو َو ا َد ْيَك َّيَل اْلَم ُري‬
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqmān [31]: 14).
Quraish Shihab mengatakan bahwa ayat ini menunjukan betapapenghormatan
dan kebaktian kepada kedua orang tua menempati tempat kedua setelah pengagungan
14
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al- Maraghi, Jilid 8, Trans. Bahrun Abu Bakar, dkk.,
(Semarang: Karya Toha Putra, 1993), Hlm.190-192.

8
kepada Allah Swt. Ayat ini lebih menekankan pada jasa ibu. Ini disebabkan ibu
berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan ibu. Karena setelah
pembuahan, semua proses kelahiran anak dipikul sendirian oleh ibu. Bukan hanya
sampai kelahirannya, tetapi berlanjut dengan penyusuan bahkan lebih dari itu.
Memang ayah pun bertanggung jawab. Menyiapkan dan membantu ibu agar beban
yang dipikulnya tidak terlalu berat, tetapi ayah tidak secara langsung menyentuh
anak, berbeda dengan peranan ibu. Namun, meskipun peranan ayah tidak sebesar
peranan dalam proses kelahiran anak jasanya tidak diabaikan, karena itu anak
berkewajiban berdoa untuk ayahnya sebagaimana berdoa untuk ibunya.15
Kata syukur digandengkan dengan istilah-istilah/kata dalam Alquran yang
berkaitan dengan balasan bagi orang-orang yang tidak bersyukur, diantaranya yaitu:
kata syukur disandingkan dengan „azab yang pedih‟. Sebagaimana dalam firman-
Nya:

‫َو ِإْذ َتَأَّذَن َر ُّبُك ْم َلِئْن َش َك ْر ْمُت َأَلِز يَد َّنُك ْم َو َلِئْن َك َف ْر ْمُت ِإَّن َعَذ ايِب َلَش ِديٌد‬
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;"Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim
[14]:7). Ayat diatas menyampaikan bahwa, jika kita bersyukur terhadap pemberian
Allah, maka Allah akan melipatgandakan kenikmatan itu. Namun, sebaliknya jika
kita tidak mau bersyukur maka penderitaan yang berat akan menimpa diri kita.
Kemudian dalam firman-Nya yang lain Allah menyebutkan:

‫َو َجَز اُه ْم َمِبا َص َبُر وا َج َّنًة َو َح ِر يًر ا‬


“Dan Dia memberi Balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan)
surga dan (pakaian) sutera.” (Al-Insān [77]: 12).

‫ُمَّتِكِئَني ِفيَه ا َعَلى اَأْلَر اِئِك اَل َيَر ْو َن ِفيَه ا ْمَشًس ا َو اَل َز ْمَه ِر يًر ا‬

15
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 10 (Jakarta: Lentera Hati, 2012),Hlm.299-302.

9
“di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan, mereka tidak merasakan di
dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan.” (Al-Insān
[77]: 13).

‫َو َداِنَيًة َعَلْيِه ْم ِظ اَل َهُلا َو ُذِّلَلْت ُقُطوُفَه ا َتْذ ِلياًل‬


“dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya
dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya.” (Al-Insān [77]: 14).

‫َو َيُطوُف َعَلْيِه ْم ِو ْلَد اٌن َخُمَّلُد وَن ِإَذا َر َأْيَتُه ْم َح ِس ْبَتُه ْم ُلْؤ ُلًؤ ا َم ْنُثوًر ا‬
“dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. apabila
kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan.” (Al-
Insān [77]: 19).
Demikian balasan Allah bagi orang-orang yang bersyukur dan bagi mereka yang
berbuat kebaikan di sisi- Nya tanpa mengharap balasan dari makhluk, hanya
mengharap keridhoan Allah semata. Atas keridhoan-Nya terhadap mereka, maka
Allah berikan balasanyang baik untuk mereka berupa surga dan kenikmatan-
kenikmatan yang ada di dalamnya yang tidak pernah mereka rasakan saat di dunia.
Allah menganugerahkan kenikmatan yang tidak terbatas atas kebaikan manusia yang
sedikit.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Toshihiko Izutsu melakukan penafsiran Al Qur’an dengan hanya mengambil
konsep atau tema-tema tertentu dari Al Qur’an. Dalam tradisi kesarjanaan Muslim,
metode ini dikenal dengan Tafsir Tematik (al tafsir al maudhu’i). Pemikiran dasar
dari metode tematik ini diarahkan pada kajian pesan Al Qur’an secara menyeluruh,
dan menjadikan bagian-bagian yang terpisah dari ayat atau surat Al Qur’an menjadi
kesatuan yang utuh dan saling berkaitan.Toshihiko Izutsu mengatakan bahwa makna
dasar adalah makna yang selalu melekat pada kata itu sendiri dan selalu terbawa di
mana pun kata itu diletakkan, meskipun kata itu diambil di dalam maupun di luar
konteks al-Qur’an.
Kata syukur digandengkan dengan istilah-istilah/kata dalam Alquran yang
berkaitan dengan sebab-sebab manusia harus bersyukur kepada Allah, yaitu
diantaranya: kata syukur digandengkan dengan kata nikmat, kemudian digandengkan
dengan kata rezeki, kemudian digandengkan dengan kata karunia, kemudian
digandengkan dengan petunjuk, kemudian dikaitkan dengan penciptaan manusia,
kemudian dikaitkan dengan pergantian siang dan malam, dan lain lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al- Maraghi, Jilid 8, Trans. Bahrun
Abu Bakar, dkk., Semarang: Karya Toha Putra.
Alva Alvavi Makmuna. 2015. “Konsep Pakaian Menurut Al-Qur`an; Analisis
Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam al-Qur`an Perspektif Toshihiko
Izutsu”, Thesis, IAIN Tulungagung.
Aminuddin, 2001. Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Chaer, Abdul. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Fatthurrahman, “Al-Quran dan Tafsirnya dalam Perspektif Toshihiko Izutsu”,
65.
Guntur Tarigan, Hendry. 1990. Pengajaran Kompetensi Bahasan. Bandung:
Angkasa.
Idris Mardjoko. 2008. Semantik Alqur’an Pertentangan dan Perbedaan Makna,
Yogyakarta: Teras.
Isa Al-Mubarok, Deden. 2018. “Makna kata Barakah dalam Alquran (kajian
semantik Toshihiko Isutsu)” Skripsi Program Sarjana S1, Jurusan Ilmu
Alquran dan Tafir Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati Bandung.
Izutsu Toshihiko. 2003. Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik
Terhadap al-Qur’an, trans. Agua Fahri Husein, Suptriyanto Abdullah dan
Amiruddin “God and Man in the Koran: Semantics of The Koranic.
Yogyakarta: Wacana Yogya, 2003.
Mandzūr, Ibn. 1999. Lisān al-Arāb. Kairo: Dār al- Ma’ārif.
Quraish Shihab. 2013. Mukjizat Alquran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,
Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan Pustaka.
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah, Jilid 10. Jakarta: Lentera Hati.
Yayan Rahtikawati dan Dadan Rusmana. 2013. Metodologi Tafsir Al-Qur‟an
(Strukturalisme, Semantik, Semiotik &Hermeneutik. Bandung: Pustaka Setia.

12

Anda mungkin juga menyukai