Anda di halaman 1dari 62

A.

Pengertian Agen dan Distributor

Banyak istilah dalam teori hukum praktek ditujukan untuk pengertian agen atau distributor ini. Misalnya
adalah sebagai berikut :

· Agen

· Distributor

· Broker

· Pialang

· Dealer

· Komissioner

· Ekspeditur

· Representative

· Perantara

· Calo

Meskipun banyak istilah yang digunakan untuk pengertian agen ini, tetapi istilah “agen” (dalam bahasa
Inggris disebut “agent”) lebih sering digunakan dalam literature dan lebih mempunyai karakteristik yang
umum, sehingga dalam tulisan ini akan konsisten digunakan istilah agen, kecuali memang ada hal-hal
khusus yang ingin ditekankan.

Disamping itu, kitab Undang-Undang Hukum Dagang memperkenalkan istilah “makelar” dan
“komisioner” yang dalam praktek sudah tidak popular lagi.Sedangkan dalam bidang properti dan real
estate lebih dikenal dengan istilah broker atau agen. Selanjutnya, dalam bidang jual beli saham di pasar
modal, yang lebih dikenal adalah pialang (broker) atau dealer.

Sebenarnya, yang dimaksud dengan agen adalah seseorang atau suatu perusahaan yang mewakili pihak
lainnya (yang disebut dengan prinsipal) untuk melakukan kegiatan bisnis (misalnya menjual produk)
untuk dan atas nama principal kepada pihak ketiga dalam suatu wilayah pemasaran tertentu, dimana
sebagai imbalan atas jerih payahnya itu, agen akan mendapatkan komisi tertentu.

Apabila dalam wilayah tertentu hanya ditunjuk 1 (satu) agen, maka untuk hal seperti itu disebut dengan
agen tunggal (sole agent).

B. Antara Agen, Distributor, Kantor Representatif dan Kantor Cabang

Antara istilah agen (agent), distributor (distributor), kantor pemasaran (representative office), dan
kantor cabang (branch office), mempunyai arti yang mirip-mirip, meskipun kita dapat membeda-
bedakannya satu sama lain. Kita tinjau terlebih dahulu antara istilah agen dengan distributor.
Antara agen dengan distributor memiliki perbedaan-perbedaan prinsipil dalam hal-hal sebagai berikut :

1. Hubungan dengan Prinsipal

Hubungan principal berbeda antara agen dengan distributor. Seorang agen akan menjual barang atau
jasa untuk dan atas nama pihak prinsipalnya, sementara seorang distributor bertindak untuk dan atas
namanya sendiri (independent tender).

2. Pendapatan Perantara

Pendapatan seorang agen adalah berupa komis dari hasil penjualan barang/jasa kepada konsumen,
sementara bagi distributor, pendapatannya adalah berupa laba dari selisih beli (dari prinsipal) dengan
jual kepada konsumen.

3. Pengiriman Barang

Dalam hal keagenan barang dikirim lansung dari principal kepada konsumen, sedangkan dalam hal
distribusi, barang dikirim kepada distributor dan baru dari distributor dikirim kepada konsumen. Jadi
dalam hal distribusi, pihak principal bahkan tidak mengetahui siapa konsumen itu.

4. Penyebarang Harga Barang

Prinsip prinsipal akan lansung menerima pembayaran harga dari pihak konsumen tanpa melalui agen,
sedangkan dalam hal distribusi, pihak distributorlah yang menerima harga bayaran dari konsumen.

Di samping itu, dikenal juga apa yang disebut dengan kantor representative (representative office).
Kantor representative berbeda dengan agen atau distributor sebab kantor representative bukan pihak
luar dari principal, melainkan merupakan orangnya prinsipal sendiri. Kantror representative lebih banyak
bertugas dalam hal pemasaran produk saja.

Sedangkan yang dimaksud dengan kantor cabang mirip dengan kantor representative. Hanya saja, yang
membedakannya adalah bahwa kantor cabang mempunyai wewenang yang lebih luas dari kantor
representative. Pada prinsipnya kewenangan kantor cabang sama dengan kewenangan principal, kecuali
dalam melakukan kontrak-kontrak khusus (bukan kontrak rutin) dimana untuk kontrak-kontrak khusus
tersebut haruslah ditandatangani oleh direksi dari principal, sesuai dengan anggaran dasar perusahaan
yang bersangkutan.

C. Dasar Hukum Pengaturan Keagenan dan Distribusi

Dimanakah diaturnya dasar hukumnya suatu keagenan ini ? Dasar hukum pengaturan keagenan kita
dapati dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Dalam KUH Perdata tentang Kebebasan Berkontrak;

2. Dalam KUH Perdata tentang Kontrak Pemberian Kuasa;

3. Dalam KUH Dagang tentang Makelar; dan


4. Dalam KUH Dagang tentang Komisioner.

5. Dalam bidang hokum khusus, seperti dalam perundang-undangan dibidang pasar modal yang
mengatur tentang dealer atau pialang saham.

6. Dalam peraturan administratif, semisal peraturan dari departemen perdagangan dan


perindustrian, yang mengatur masalah administrasi dan pengawasan terhadap masalah keagenan ini.

D. Jenis-Jenis Keagenan

Suatu keagenan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa, yaitu jenis sebagai berikut :

1. Agen manufaktur

2. Agen penjualan

3. Agen pembelian

4. Agen umum

5. Agen khusus

6. Agen tunggal/eksklusif

Berikut ini penjelasan bagi masing-masing jenis agen tersebut, yaitu sebagai berikut :

1. Agen manufaktur

Agen maufaktur adalah agen yang berhubungan lansung dengan pabrik untuk melakukan pemasaran
atas seluruh atau sebagian barang-barang hasil produksi pabrik tersebut.

2. Agen penjualan

Agen penjualan adalah agen yang merupakan wakil dari pihak penjual, yang bertuga untuk menjual
barang-barang milik pihak principal kepada pihak konsumen.

3. Agen pembelian

Agen pembelian adalah agen yang merupakan wakil dari pihak pembeli, yang bertugas untuk melakukan
seluruh transaksi atas barang-barang yang telah ditentukan.

4. Agen umum

Agen umum adalah agen yang diberikan wewenang secara umum untuk melakukan seluruh transaksi
atas barang-barang yang telah ditentukan.

5. Agen khusus
Agen khusus adalah agen yang diberikan wewenang khusus kasus per kasus atau melakukan sebagian
saja dari transaksi tersebut.

6. Agen tunggal/eksklusif

Agen tunggal/eksklusif adalah penunjuka hanya satu agen untuk mewakili principal untuk suatu wilayah
tertentu.

E. Kontrak Keagenan

Suatu transaksi keagenan diatur oleh suatu kontak yang dibuat diantara pihak principal dengan agen,
yang disebut dengan kontak keagenan. Pada prinsipnya kontak keagenan ini berisikan hal-hal sebagai
berikut :

· Pengangkatan keagenan

· Hak dan keajiban principal

· Hak dan keajiban agen

· Masa berlaku kontrak keagenan

· Wilayah berlakunya keagenan

· Spesipikasi produk yang akan dijual oleh agen

· Tentang paten dan merk barang yang akan dijual

· Tentang komisi atau harga barang

· Target yang harus dicapai oleh agen

· Pelayanan penjualan

· Kemungkinan pengangkatan Sub-Agen

· Hal-hal yang biasanya ada dalam setiap perjanjian. Seperti wanprestasi, force majeure,
penyelesaian perselisihan, hokum yang berlaku, dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun yang dapat penulis simpulkan dari makalah ini yaitu dalam sebuah perusahaan agen sangat
berperan penting dalam kegiatan bisnis karena dengan adanya agen barang-barang hasil produksi bisa
disalurkan kewilayah-wilayah tertentu dengan kata lain agen sangat menguntungkan untuk sebuah
perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum

Pada prinsipnya, asuransi kerugian adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian
keuangan dengan cara mengalihkan resiko kepada pihak lain. Berikut adalah definisi asuransi beserta
dasar hukumnya.

1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 246

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung,
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak tertentu.

2. Menurut Undang-Undang no.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan, atau tanggungh jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[4]

Usaha asuransi adalah suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada tertanggung
apabila terjadi resiko di masa mendatang. Apabila resiko tersebut benar-benar terjadi, pihak
tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan
tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yng penuh dengan
resiko. Secara rasional para pelaku bisnis akan mempertimbangkan usaha untuk mengurangi resiko yang
dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk
mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang
menghadapi resiko cacat atau meninggal.[5]

B. Resiko Dalam Asuransi

Pengertian resiko secara umum adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang
menimbulkan kerugian. Resiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian dari
kerugian finansial atau kemungkinan terjadi kerugian. Ketidakpastian dan peluang kerugian ini dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal. Hal-hal yang dapat menimbulkan ketidakpastian tersebut antara
lain ketidakpastian ekonomis, ketidakpastian yang berkaitan dengan alam, ketidakpastian terjadinya
perang, pembunuhan, pencurian dan sebagainya. Dalam usaha perasuransian, sudah dilakukan
pemilahan resiko. Pemilahan ini dimaksudkan agar dapat dilakukan secara tepat identifikasi terhadap
resiko yang akan diangkat dalam perjanjian asuransi. Dengan dilakukan identifikasi secara tepat, pihak
penanggung dapat melakukan perhitungan atau estimasi yang tepat sehingga tidak merugikan pihak
penanggung maupun pihak tertanggung.[6]

Resiko dalam asuransi ada 3, yaitu:

1. Resiko Murni

Resiko murni adalah suatu resiko yang apabila benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan
apabila tidak terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.

2. Resiko Spekulatif

Adalah resiko yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan , yaitu kemungkinan untuk
mendapatkan keuntungan dan kemungkinan untuk mendapatkan kerugian.

3. Resiko Individu

Resiko individu adalah resiko yang dihadapi dalam kegiatan hidup sehari-hari. Resiko pribadi dapat
dipilah menjadi 3 jenis, yaitu :

1) Resiko pribadi atau personal risk

Resiko pribadi adalah resiko yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat
ekonomi. Apabila resiko tersebut tidak terjadi, seseorang masih dapat mengusahakan atau memperoleh
manfaat ekonomis untuk menyelenggarakan hajat hidupnya. Berkurangnya atau bahkan hilangnya
kemampuan seseorang untuk berusaha dapat diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain: mati muda,
uzur, cacat fisik, dan kehilangan pekerjaan.

2) Resiko harta atau property risk

Resiko harta adalah resiko bahwa harta yang kita miliki rusak, hilang atau dicuri. Dengan kerusakan atau
kehilangan tersebut, pemilik akan kehilangan kesempatan ekonomi yang diperoleh dari harta yang
dimiliki. Sebagai konsekuensinya, pemilik harus mengeluarkan biaya lagi untuk menggantikan kinerja
harta yang hilang.

3) Resiko tanggung gugat atau liability risk

Adalah resiko yang mungkin kita alami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya
pihak lain.
Resiko yang dihadapi perlu ditangani dengan baik untuk mempertimbangkan kehidupan perekonomian
di masa mendatang.[7]

[6] Sri Susilo et.al, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat, Jakarta, 2000, hlm.206.

C. Polis Asuransi

Polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
asuransi. Polis memegang peranan penting untuk menjaga konsistensi pertanggungjawaban baik pihak
penanggung maupun tertanggung. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara kedua belah pihak
mendapatkan kekuatan secara hukum. Dengan memiliki polis asuransi tersebut maka pihak tertanggung
memiliki jaminan bahwa pihak penanggung akan mengganti kerugian yang mungkin dialami oleh
tertanggung akibat peristiwa yang tidak terduga. Polis tersebut merupakan bukti otentik yang dapat
digunakan oleh tertanggung untuk mengajukan klaim apabila pihak penanggung mengabaikan tanggung
jawabnya. Penggantian finansial dari penanggung akan sangat bermanfaat untuk mengembalikan
tertanggung kepada kedudukannya semula sebelum mengalami kerugian dan menghindarkan
tertanggung dari kebangkrutan. Polis Asuransi juga berfungsi sebagai bukti pembayaran premi kepada
penanggung.[8]

D. Jenis-Jenis Asuransi

Jenis-jenis asuransi yang berkembang di Indonesia dewasa ini jika dilihat dari berbagai segi adalah
sebagai berikut :

1. Dilihat dari segi fungsinya

a. Asuransi kerugian (non life insurance)

Jenis asuransi kerugian seperti yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang
Usaha Asuransi menjelaskan bahwa asuransi kerugian menjalankan usaha memberikan jasa untuk
menanggulangi suatu resiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga dari suatu peristiwa yang tidak pasti. Jenis asuransi ini tida diperkenankan melakukan usaha
di luar asuransi kerugian dan reasuransi. Kemudian yang termasuk dalam asuransi kerugian adalah :

Ø Asuransi kebakaran yang meliputi kebakaran, peledakan, petir kecelakaan kapal terbang dan lainnya.

Ø Asuransi pengangkutan meliputi :

- Marine Hul Policy


- Marine Cargo Policy

- Freight

Ø Asuransi aneka yaitu asuransi yang tidak termasuk dalam asuransi kebakaran dan pengangkutan
seperti asuransi kendaraan bermotor, kecelakaan diri, pencurian dan lainnya.

b. Asuransi Jiwa (life insurance)

Asuransi jiwa merupakan perusahaan asuransi yang dikaitkan dengan penanggulangan jiwa atau
meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. Jenis-jenis asuransi jiwa adalah :

Ø Asuransi berjangka (term insurance)

Ø Asuransi tabungan (endowment insurance)

Ø Asuransi seumur hidup (whole life insurance)

Ø Anuity contrack insurance (Anuitas)

c. Reasuransi (reinsurance)

Merupakan perusahaan yang memberikan jasa asuransi dalam pertanggungan ulang terhadap resiko
yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian. Jenis asuransi ini sering disebut asuransi dari asuransi
dan asuransi ini digolongkan ke dalam :

Ø bentuk treaty

Ø bentuk facultative

Ø kombinasi dari keduanya

2. Dilihat dari segi kepemilikannya

Dalam hal ini yang dilihat adalah siapa pemilik dari perusahaan asuransi tersebut, baik asuransi kerugian,
asuransi jiwa ataupun reasuransi.

a. Asuransi milik pemerintah

Yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki sebagian besar atau bahkan 100 persen oleh pemerintah
Indonesia.

b. Asuransi milik swasta nasional


Asuransi ini kepemilikan sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh swasta nasional, sehingga siapa yang paling
banyak memiliki saham, maka memiliki suara terbanyak dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

c. Asuransi milik perusahaan asing

Perusahaan asuransi jenis ini biasanya beroperasi di Indonesia hanyalah merupakan cabang dari negara
lain dan jelas kepemilikannyapun dimiliki oleh 100 persen oleh pihak asing

d. Asuransi milik campuran

Merupakan jenis asuransi yang sahamnya dimiliki campuran antara swasta nasional dengan pihak asing.
[9]

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Asuransi merupakan upaya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kemungkinan timbul kerugian
akibat terjadi peristiwa yang tidak pasti dan tidak diinginkan. Melalui perjanjian asuransi risiko
kemungkinan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian yang mengancam kepentingan tertanggung
itu dialihkan kepada perusahaan Asuransi kerugian selaku penanggung. Sebagai imbalannya,
tertanggung bersedia membayar sejumlah premi yang telah disepakati. Dengan demikian, tertanggung
yang berkepentingan merasa aman dari ancaman kerugian, sebab jika kerugian itu betul-betul terjadi
penanggunglah yang akan menggantinya.

Tertanggung sebagai pihak mempunyai kepentingan terterntu dalam kegiatan usaha atau hubungan
dengan pihak lain dalam masyarakat. Kepentingan yang dimaksud adalah tanggung jawab akibat
perbuatannya terhadap pihak ketiga, misalnya perbuatan yang merugikan orang lain atau perbuatan
tidak mampu membayar hutang kepada pihak kreditur. Risiko tanggung jawab terhadap pihak ketiga
inilah yang dialihkan kepada penanggung. Dalam bahasa inggris, tanggung jawab ini disebut third party
lialibility. Dalam kenyataannya, bentuk asuransi yang menanggung kerugian yang timbul dari tanggung
jawab tertanggung terhadap pihak ketiga diperlukan sekali.
PENDAHULUAN

Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya digunakan untuk melindungi
dan mempertahankan kekayaan intelektual tersebut. Pada akhirnya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi
perlindungan hokum atas kekayaan intelektual tadi, termasuk pengakuan hak atas karya tersebut.
Sesuai dengan hakikatnya pula, HaKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang bersifat
intangible(tidak berwujud). Jika dilihat dari latar belakang sejarah mengenai HaKI terlihat bahwa di
Negara-negara barat penghargaan atas hasil pikiran individu sudah sangat lama diterapkan dalam
budaya mereka yang kemudian diterjemahkan kedalam undang-undang. HaKI di Negara-negara barat
bukan hanya sekedar perangkat hukum yang digunakan untuk perlindungan terhadap hasil karya
intelektual seseorang, akan tetapi juga dipakai sebagai alat strategi usaha dimana suatu penemuan
dapat dikomersialkan sebagai kekayaan intelektual, ini memungkinkan pencipta tersebut dapat
mengeksploitasi ciptaannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi penemuan tersebut dapat
menyebabkan pencipta karya intelektual itu untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan
menjadi contoh bagi yang lainnya. Sehingga akan timbul keinginan pihak lain untuk dapat berkarya
dengan lebih baik sehingga timbu kompetisi di dalamnya.
Di Indonesia penerapan HaKI baru dapat dilakukan akhir-akhir ini, ini dikarenakan sudah mulai
banyaknya kasus-kasus yang melibatkan kekayaan intelektual didalamnya, oleh karena itu maka pada
tahun 2002 disahkanlah undang-undang tentang HaKI, yang mengatur tata cara, pelaksanaan, dan
penerapan HaKI di Indonesia. Dengan adanya UU HaKI,diharapkan dapat lebih mengatur tentang hak-
hak seseorang terhadap karyanya, dan juga dapat menjerat pelaku kejahatan HaKI.

BAB II

PEMBAHASAN

a) Pengertian HAKI
Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat
berupa karyadi bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan atas
kemampuan intelektual melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga,
waktu dan biaya untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang
sejenis. Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia)
merupakan padanan bahasa Inggris intellectual property right. Kata “intelektual” tercermin bahwa
obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the
creations of the human mind) (WIPO, 1988:3).
Secara substantif pengertian HaKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir
karena kemampuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual tersebut di bidang ilmu pengetahuan,
seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya. Adanya
pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah
dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan
konsepsi kekayaan (Property) terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu
dikatakan sebagai aset perusahaan.
b) Sejarah HaKI

Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang
menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Gutternberg tercatat sebagai
penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas
penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di
zaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu
Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten pada tahun
1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris
Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk
masalah copyright atau hak cipta.
Tujuan dari hak konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar-
menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu
kemudian membentuk biro administratif bernama United International Bureau for the Protection of
Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organization
(WIPO).
WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI
anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001, World Intellectual Property Organization (WIPO)
telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. Sejak
ditandatanganinya persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994
di Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk melaksanakan
persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Lampiran yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) adalah Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights (TRIP’s) yang merupakan jaminan bagi keberhasilan diselenggarakannya
hubungan perdagangan antarNegara secara jujur dan adil, karena :
1. TRIP’s menitikberatkan kepada norma dan standard.
2. Sifat persetujuan dalam TRIP’s adalah Full Complience atau ketaatan yang bersifat memaksa tampa
reservation.
3. TRIP’s memuat ketentuan penegakan hukum yang sangat ketat dengan mekanisme penyelesaian
sengketa diikuti dengan sanksi yang bersifat retributif.
c) Jenis-Jenis HaKI
Kita semua tahu bahwa penghormatan tergadap HaKI (intellectual property) adalah sebuah hal yang
jarang ditemukan di Indonesia. Tetapi apakah HaKI itu? Empat jenis utama dari HaKI adalah :
1. Hak Cipta (Copyright)
Hak cipta adalah hak dari pembuat sebuah ciptaan terhadap ciptaanya dan salinannya. Pembuat sebuah
ciptaan memiliki hak penuh terhadap ciptaaannya tersebut. Hak-hak tersebut misalnya adalah hak-hak
untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain. Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut
dibuat. Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu. Sebagai contoh, Microsoft membuat sebuah
perangkat lunak Windows. Yang berhak untuk membuat salinan dari Windows adalah Microsoft sendiri.
Kepemilikan hak cipta dapat diserahakan secara sepenuhnya atau sebagian ke pihak lain.
Sebagai contoh Microsoft menjual produknya ke public dengan mekanisme lisensi. Artinya Microsoft
member hak kepada seseorang yang membeli Windows untuk menggunakan perangkat lunak tersebut.
Orang tersebut tidak diperkenankan untuk membuat salina Windows untuk kemudian dijual kembali.
Karena hak tersebut tidak diberikan oleh Microsoft. Walaupun demikian seseorang tersebut berhak
untuk membuat salinan jika salinan tersebut digunakan untuk keperluan sendiri, misalnya untuk
keperluan backup.
Contoh lain yang dapat kita pelajari adalah, musisi pop pada umumnya menyerahkan seluruh
kepemilikan dari ciptaannya kepada perusahan label dengan imbalan-imbalan tertentu. Misalnya
Peterpan membuat sebuah album, kemudian menyerahkan hak ciptanya secara penuh ke perusahaan
label Sony BMG. Setelah itu yang memiliki hak cipta atasa album tersebut bukan lagi Peterpan,
melainkan Sony BMG. Serah terima hak cipta tidak harus pembelian ataupun penjualan, sebagai contoh
adalah lisensi GPL yang umum digunakan pada perangkat lunak opensource. GPL memberikan hak
kepada orang lain untuk menggunakan ciptaannya asalkan memodifikasi ciptaan tersebut, hal ini akan
mendapatkan lisensi yang sama.
Kasus yang terjadi yang berhubungan dengan HaKI :
Kasus Pertama :
PT. A sebuah perusahaan yang bergerak dibidang rekayasa genetika, berlangganan jurnal-jurnal asing
dengan tujuan menyediakan fasilitas referensi kepada para penelitinya. Kebijakan PT. A tersebut
berkaitan dengan research and depelopment (R&D)yang dilakukan oleh PT. A untuk memperoleh
produk-produk yang unggul. Salah satu jurnal asing tersebut adalah science and technology yang
diterbitkan oleh PT.B. PT. B adalah penerbit asing yang ada di Indonesia diwakili oleh agen penjualan
khusus. Untuk mempermudah penggunaan referensi tersebut, para peneliti memperbanyak/
menggandakan artikel-artikel dsalam science dan tecknology tersebut dan membuat dokumentasi
berdasarkan topik-topik tertentu. PT. B mengetahui perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT.
A, dan PT. B berpendapat bahwa perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT. A telah melanggar
hak cipta.
Pertanyaan :
Lakukan identifikasi dan analisis terhadap kasus diatas, untuk menjelaskan isu manakah dalam hak cipta
yang merupakan isu utamakasus diatas yang dapat menjawab ada atau tidaknya pelanggaran hak cipta.
Jawaban :
Identifikasi dalam kasus di atas adalah,
a. PT. A adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan referensi untuk para penelitinya untuk
pengembangan pendidikan.
b. PT. B adalah perusahaan yang memuat ilmu pengetahuan yang bisa dijadikan referensi ilmu
pengetahuan.
c. PT. B adalah perusahaan asing yang di Indonesia hanya diwakili oleh agen penjualan khusus.
Isu utama dalam kasus di atas adalah,
Penggandaan/ perbanyakan artikel-artikel dalam science and technology yang diterbitkan PT. B oleh
para peneliti PT. A untuk menghasilkan produk-produk unggul yang dalam melakukan penggandaan/
perbanyakan tersebut dengan dokumentasi pada topic-topik tertentu.
Analisa
Terhadap kasus diatas yang hubungannya dengan ada tidaknya pelanggaran hak cipta adalah, dalam
kasus diatas menurut saya ada kemungkinan kasus diatas terjadi pelanggaran hak cipta, tapi juga bisa
dimungkinkan tidak ada pelanggaran hak cipta. Dalam kasus ini cukup rumit, dimana penggandaan atau
memperbanyak hak cipta untuk kepentingan komersial yaitu menghasilkan produk-produk unggul oleh
PT. A adalah pelanggaran hak cipta, tapi apabila penggandaan atau memperbanyak dilakukan untuk
kepentingan penelitian demi berkembangnya keilmuan menurut peraturan perundang-undangan di
benarkan dengan cara memberikan catatan/ dokumentasi dari mana sumbernya. Penggandaan atau
memperbanyak artikel-artikel diatas untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan memberikan catatan
sumbernya serta hal itu tidak merugikan pihak lain, maka tindakan dari para peneliti PT. A dapat
dibenarkan oleh perundang-undangan. Hal ini bisa dilhat dalam pasal 15 huruf a UU. No 19 tahun 2002.
Tapi dari kedua pendapat tersebut menimbulkan celah hukum bagi pihak-pihak untuk melakukan
interpretasi hukum demi kepentingannya sendiri. Pengacara dari Pihak PT A akan dengan mudah
memberikan alasan hukum bahwa kliennya dalam posisi dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan.Tapi pihak PT. B akan merasa dirugikan dengan apa yg dilakukan oleh PT. A, karena secara
material sangat merugikan oleh apa yg dilakukan oleh PT. A. dan ini bisa dilihat dari apa yang dilakukan
oleh PT. A untuk kepentingan produk-produk unggulan mereka yang ujung-ujungnya adalah kepentingan
komersialisasi, kepentingan pendidikan yg berkedok kepentingan penelitian dan keilmuan. bisa dlihat
dalam pasal 72 UU No.19 tahun 2002.
Kasus Kedua
PT. Hikayat Indah (PT.HI) menerbitkan buku kumpulan cerita rakyat untuk anak-anak dalam bahasa
Indonesia. Buku itu dijual secara luas di masyarakat. Setahun kemudian, PT. Dongeng Abadi (PT.DA) juga
menerbitkan buku kumpulan serupa. Judul buku dan perwajahan PT.DA mirip dengan buku PT.HI,
susunan cerita keduanya tidak sama, dan dalam buku PT.DA terdapat ilustrasi gambar sementara di
buku terbitan PT .HI tidak ada. PT. HI tidak mendaftarkan ciptaannya ke Direktorat jenderal HKI. PT. HI
berniat menggugat PT. DA dengan alasan PT. DA melanggar hak ciptanya.
Pertanyaan :
a. Menurut Anda apakah terjadi pelanggaran hak cipta dalam kasus di atas dan apa yang harus Anda
perhatikan untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran hak cipta dalam kasus di atas? Berikan
analisis Anda.
b. Jelaskan apakah fakta tidak didaftarkannya ciptaan PT. HI mempengaruhi posisi PT. HI tentang
kepemilikan hak cipta dalam kasus di atas. Berikan analisis Anda.
Jawaban :
a. Kasus diatas telah terjadi pelanggaran hak cipta. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan hak cipta
berupa judul buku dan perwajahan yang diterbitkan oleh PT. DA dengan yang diterbitkan oleh PT. HI dan
sudah menimbulkan ketidak nyamanan oleh PT. HI sebagai penerbit buku lebih awal dengan judul dan
perwajahan yg sama oleh oleh PT. DA.
Identifikasi adanya pelanggaran hak cipta adalah sebagai berikut,
1. Menurut pasal 11 ayat 2 UU. No 19/ 2002, menyebutkan bahwa ciptaan yang telah diterbitkan hak
ciptanya dipegang oleh penerbit. Artinya PT. HI memegang hak cipta atas buku kumpulan cerita rakyat
untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia tersebut.
2. Adanya kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg
diterbitkan oleh PT.HI.
3. Pelanggaran hak cipta tidak harus terjadi secara keseluruhan tetapi juga terjadi apabila ada kesamaan
sebagian.
4. Pelanggaran hak cipta berupa kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh
PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI. adalah kesamaan inti dari sebuah hak cipta.
5. Adanya kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg
diterbitkan oleh PT.HI. tanpa adanya komunikasi dan kontrak oleh pihak PT. DA kepada pihak PT. HI
sebagai pemegang hak cipta buku yang Judul buku dan perwajahan buku yang sama tersebut.
b. Fakta tidak didaftarkannya ciptaan PT. HI secara hukum tidak mempengaruhi posisi PT. HI tentang
kepemilikan hak cipta. Karena hak cipta :
1. Perlindungan hukum hak cipta dengan secara otomatis saat ekspresi terwujud atau lahir tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan sesuai pasal 2 ayat 1 UU No.19
Tahun 2002.
2. Tanpa pendaftaran, pendaftara hanya sebagai sarana pembuktian kepemilikan sebagaimana
disebutkan dalam pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 12 ayat 2 & 3 pasal 35 ayat 4 UU No.19 Tahun 2002.
3. Pembuktian oleh pengadilan bisa dilakukan dengan proses cetak dan penggunakan awal oleh publik/
masyarakat. Dimana masyarakat sudah menikmati hasil hak cipta terbitan buku oleh PT. HI. Walaupun
ini akan membutuhkan ekstra perjuangan oleh pihak PT. HI untuk memberikan pembuktian akan
kepemilikan hak cipta dari buku terbitannya.
Kebalikan dari hak cipta adalah public domain. Ciptaan dalam public domain dapat digunakan
sekehendaknya oleh pihak lain. Sebuah karya adalah public domain jika pemilik hak ciptanya
menghendaki demikian. Selain itu, hak cipta memiliki waktu kadaluarsa. Sebuah karya yang memiliki hak
cipta akan memasuki public domain setelah jangka waktu tertentu. Sebagai contoh, lagu-lagu klasik
sebagian besar adalah public domain karena sudah melewati jangka waktu kadaluwarsa hak cipta.
Lingkup sebuah hak cipta adalah Negara-negara yang menjadi anggota WIPO. Sebuah karya yang
diciptakan disebuah Negara anggota WIPO secara otomatis berlaku dinegara-negara anggota WIPO
lainnya. Anggota non WIPO tidak mengakui hak cipta. Sebagai contoh, di Iran, perangkat lunak windows
legal untuk didistribusikan ulang oleh siapapun.

2. Paten (Patent)
Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi
dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang yang lain berhak membuat karya lain yang memilki hak
cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara
bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan. Contoh dari paten misalnya adalah algoritma
pagerank yang dipatenkan oleh google. Pagerank dipatenkan pada kantor paten Amerika Serikat. Artinya
pihak lain di Amerika Serikat tidak dapat membuat sebuah karya berdasarkan algoritma pagerank,
kecuali jika ada perjanjian dengan Google.
Sebuah ide yang dipatenkan haruslah ide yang orisinil dan belum pernah ad aide yang sam sebelumnya.
Jika suatu saat ditemukan bahwa sudah ada yang menemukan ide tersebut sebelumnya, maka hak
paten tersebut dapat dibatalkan. Sama seperti hak cipta, kepemilikan hak cipta dapat ditransfer ke pihak
lain, baik sepenuhnya maupun sebagian. Pada industri perangkat lunak, sangat umum perusahaan besar
memiliki portfolio paten yang berjumlah ratusan, bahkan ribuan. Sebagian besar perusahaan-
perusahaan ini memiliki perjanjian cross-licensing, artinya “Saya izinkan anda menggunakan paten saya
asalkan saya boleh menggunakan paten anda”. Akibatnya hukum paten pada industri perangkat lunak
sangat merugikan perusahaan-perusahaan kecil yang cenderung tidak memiliki paten.
Tetapi ada juga perusahaan kecil yang menyalahgunakan hal ini. Misalnya Eolas yang mematenkan
treknologi plug-in pada web browser. Untuk kasus ini, Microsoft tidak dapat ‘menyerang’ balik Eolas,
karena Eolas sama sekali tidak membutuhkan paten yang dimiliki oleh Microsoft. Eolas bahkan sama
sekali tidak memiliki produk atau layanan, satu-satunya hal yang dimiliki Eolas hanyalah paten tersebut.
Oleh karena itu, banyak pihak tidak setuju terhadap paten perangkat lunak karena sangat merugikan
industri perangkat lunak. Sebuah paten berlaku di sebuah negara. Jika sebuah perusahaan ingin
patennya berlaku di negara lain, maka perusahaan tersebut harus mendaftarkan patennya di negara
l;ain tersebut. Tidak seperti hak cipta, paten harus didaftarkan terlebih dahulu sebelum berlaku.

3. Merek Dagang (Trademark)


Merek dagang digunakan oleh pebisnis untuk mengiditifikasi sebuah produk atau layanan.Merek dagang
meliputi nama produk dan layanan,beserta logo,symbol,gambaran yang menyertai produk dan layan
produk tersebut.Contoh merk dagang misalnya adalah “Kentucky Fried Chiken.Yang disebut merk
dagang adalah urutan-urutan kata-kata tersebut beserta variasinya(misalnya “KFC”),dan logo dari
produk tersebut.Jika ada produk lain yang sama atau mirip misalnya “Ayam Goreng Kentucky”,maka itu
adalah termasuk sebuah pelanggaran merk dagan.Berbeda dengan Haki lainnya,merk dagang dapat
digunakan oleh pihak lain selain pemilik merk dagang tersebut,selama merk dagang tersebut digunakan
untuk merefrensikan layanan tersebut,selama merk dagang tersebut digunakan untuk merefrensikan
layanan atau produk yang bersangkutan.
Sebagai contoh,sebuah artikel yang membahas KFC dapat saja menyebutkan “Kentucky Fried Chiken” di
artikelnya,selama perkataan itu menyebut produk dari KFC yang sebenarnya.Merk dagang diberlakukan
setlah pertama kali penngunaan merk dagang tersebut atau setelah registrasi.Merk dagang berlaku pada
Negara tempat pertama kali merk dagang tersebut digunakan atau didaftarkan.Tetapi ada beberapa
perjanjaian yang memfasilitasi penggunaan merk dagang di Negara lain.Misalnya adalah system
Madrid.Sama seperti HAKI lainnya,merk dagang dapat diserahkan kepada pihak lain,sebagai atau
seluruhnya.Contoh yang Umum adalah mekanisme frenchise,salah satu kesepakatan adalah
pengguanaan nama merk dagang dari usaha lain yang sudah terlebi dahulu sukses.

4. Rahasia Dagang (Trade Secret)


Berbeda dari jenis haki lainnya, rahasia dagang tidak dapat dipublikasikan ke public. Sesuai namanya,
rahasia dagang bersifat rahasia. Rahasia dagang dilindungi selama informasi itu tidak “dibocorkan” oleh
pemilik rahasia dagang. Contoh dari rahasia dagang adalah resep minuman caca cola, untuk beberapa
tahun, hanya coca cola yang memiliki resep tersebut. Perusahaan lain tidak berhak mendapatkan resep
tersebut, misalnya dengan membayar pegawai coca cola. Cara yang legal untuk mendapatkan resep
tersebut adalah dengan cara rekayasa balik (reverse engineering). Sebagai contoh, hal ini dilakukan oleh
competitor coca cola dengan menganalisis kandungan dari minuman coca cola.
Hal ini masih legal dan dibenarkan oleh hukum. Oleh karena itu saat ini ada minuman yang rasanya mirip
dengan coca cola, misal pepsi, RC cola, atau Diet coke. Contoh lain adalah kode sumber (source code)
dari Microsoft. Microsoft memiliki banyak competitor yang coba meniru windows. Dan terdapat suatu
proyek wine yang bertujuan menjalankan aplikasi windows di linux. Pada suatu saat, kode sumber
windows tersebar di internet dengan tanpa sengaja. Karena kode sumber windows adalah rahasia
dagang, maka proyek wine tidak diperkenan melihat atau mempergunakan kode sumber yang telah
bocor tersebut. Sebagai catatan kode sumber windows merupakan rahasi dagang, karena Microsoft
tidak mempublikasikan kode sumber tersebut. Pada kasus lain, produsen prangkat lunak memilih untuk
mempublikasikan kode sumbernya (misalnya pada perangkat lunak OpenSource). Pada kasus ini, kode
sumber termasuk dalam hak cipta, bukan rahasia dagang.

Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual :


a. Mempunyai jangka waktu tertentu atau terbatas
Artinya setelah habis masa perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum,
tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya hak merek.
b. Bersifat ekslusif dan mutlak
Maksudnya bahwa hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemilik hak dapat menuntut
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak
monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun
tanpa persetujuannya untuk membuat ciptaan atau temuan ataupun menggunakannya.

BAB III
KESIMPULAN

Kekayaan intelektual adalah kekeyaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat
berupa karya di bidang teknologi,ilmu pengetahuan,seni,dan sastra.Kata“intelektual” tecermin bahwa
obyek kekeyaan intelektual tesebut adalah kecerdasan daya pikir,atau produk pemikiran manusia(the
creations of the human mind) (WIPO,1983:3).Secara substantive pengertian Haki dapat dideskripsikan
sebagai hak atas kekeyaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.Tumbuhnya
konsepsi kekeyaan atau karya-karya intelektual pada akhirnya juga digunakan untuk melindungi atau
mempertahankan kekeyaan intelektual.Haki dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya
tidak terwujud.Banyak jenis-jenis Haki diantaranya,yaitu hak cipta(copyright),paten(patent),merk
dagang(tredmark),dan rahasia dagang(tred secret).
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian konsumen

Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau
menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau sese orang yangmenggunakan suatu persediaan atau
sejumlah barang. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi Kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen orang
yang berststus sebagai pemakai barang dan jasa.

Pengertian Konsumen Menurut UU Perlindungan Konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga
bagian, terdiri atas:

1. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau
jasa untuk tujuan tertentu.

2. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk
diproduksi (produsen) menjadi barang /jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor),
dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha; dan

3. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen
untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.

Sedangkan pengertian Konsumen Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain.dan.tidak.untuk.diperdagangkan.” Jadi, Konsumen
ialah orang yang memakai barang atau jasa guna untuk memenuhi keperluan dan kebutuhannya. Dalam
ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah
Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).

2.2 Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan
oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen
bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari
Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan
pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan
oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah
pada tanggal 20 april 1999.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
 Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan
Pasal 33.

 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821

 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Usaha Tidak Sehat.

 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa

 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan


Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

 Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan
pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota

 Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang
Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan dilakukannya


pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang merasa
haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian
sengketa konsumen (BPSK).

Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal pengaturan perlindungan
konsumen. Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain
yang bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum sebagai berikut :

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli

 tang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang
Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota
Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota
Yogyakarta Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.

 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor


302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat.
 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Pada Pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota
Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan.

2.3. Perlindungan Konsumen

Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen disebutkan bahwa
“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang
diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-
wenang yang selalu merugikan hak konsumen. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta
perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa
menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.

Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap
segala perolehan kebutuhan konsumen, yang bermula dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai
dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara keduanya”. Kepastian hukum itu meliputi
segala upaya berdasarkab atas hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan
pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya
apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.

Di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau
jasa yang dapat dikonsumsi.Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh
kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi
barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang
ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian
pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang
dan/atau jasayang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih
aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsum Di sisi
lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan
konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi
objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat
promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya
masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu,
Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi
pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya
pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada
dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat kentungan yang semaksimal mungkin dengan
modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan diatas, perlu upaya
pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan
konsumen secara integrative dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.

Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku
usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat
yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan
barang dan/atau jasa yang berkualitas. Di samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen
ini dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan
menengah. Hal ini dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi
pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang
memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia
seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila
dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu, Undang-undang tentang
Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur
tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang
Perlindungan Konsume ini telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan
konsumen, seperti:

 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti


Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;

 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;

 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;

 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;

 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;

 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;

 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;

 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri

 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;

 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World

Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);

 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;

 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;


 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;

 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta
sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987;

 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun
1989 tentang Paten;

 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19


Tahun 1989 tentang Merek;

 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;

 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;

 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan

Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak
diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten,
dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang menghasilkan atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.

Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undang-undang
tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup. Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang- undang baru yang pada
dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undang-undang
tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan paying yang mengintegrasikan dan memperkuat
penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.

2.4. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah
diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan
tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.

Asas perlindungan konsumen

Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.

1. Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan
pelau usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan
kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha,
dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum

Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Tujuan perlindungan konsumen

Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah
sebagai berikut.

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa.

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai
konsumen.

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga


tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

6. Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
2.5 Prinsip- Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

1. Let The Buyer Beware

 Pelaku Usaha kedudukannya seimbang dengan konsumen sehingga tidak perlu proteksi.

 Konsumen diminta untuk berhati hati dan bertanggung jawab sendiri.

 Konsumen tidak mendapatkan akses informasi karena pelaku usaha tidak terbuka.

 Dalam UUPK Caveat Emptor berubah menjadi caveat venditor.

2. The due Care Theory

 Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam memasyarakatkan produk, baik
barang maupun jasa. Selama berhati hati ia tidak dapat dipersalahkan.

 Pasal 1865 Kuhperdata secara tegas menyatakan, barangsiapa yang mengendalikan mempunyai
suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, atau menunjuk
pada suatu peristirwa, maka ia diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristirwa tersebut.

 Kelemahan beban berat konsumen dalam membuktikan.

3. The Privity of Contract

 Prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi
hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual.
Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal hal diluar yang diperjanjikan.

 Fenomena kontrak kontrak standar yang bantak beredar di masyarakat merupakan petunjuk
yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.

4. Kontrak bukan Syarat

Prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk
menetapkan eksistensi suatu huungan hukum .

2.6 Hak dan Kewajiban Konsumen

Hak-Hak Konsumen

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang
hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri.
Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan
menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-
haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah
dilanggar oleh pelaku usaha.

Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.

2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan .

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa


perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang
mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum,
sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan tersebut
ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh
pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur
yang dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.

Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah
bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang
merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,
termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen,
misalnya siapa yang melindungi konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan hak-
haknya (bab IX, X, dan XI).

Kewajiban Konsumen

Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban


Konsumen adalah :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

2.7 Hak Dan Kewajiban Produsen Terhadap Konsumen

Produsen ialah orang yang menghasilkan barang atau jasa untuk keperluan konsumen. Barang atau jasa
yang dihasilkan produsen disebut produksi, sedangkan yang memakai barang dan jasa disebut
konsumen. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu
golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).

Hak Produsen (pelaku usaha/wirausahawan)

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:

1. Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen.

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban produsen

1. Beritikad baik dalam kegiatan usahanya

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu dan/atau jasa yang berlaku
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau
jasa yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan

6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

7. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian bila barang dan/atau jasa yang diterima
atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik
dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan
diterima pelaku usaha. Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus
melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang
kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.

Perbuatan yang dilarang dilakukan oleh seorang pelaku usaha

Pelaku usaha dilarang menawarkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas penawaran jasa tersebut. Tidak membuat perjanjian
atas pengikatan jasa tersebut dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. (pasal 8).

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara
tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau
jasa lain (pasal 9).

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau
menyesatkan mengenai (Pasal 10)

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan atau jasa
dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara cuma-cuma dengan
maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya (pasal 13).

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan
memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:

1. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;

2. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;


3. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

4. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. (pasal 14)

Tanggung Jawab Produsen terhadap Konsumen

Pasal 19

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya
unsur kesalahan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha
dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta perlindungan hukum atas mereka
harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak atas mereka, mengingat faktor
utama perlakuan yang semena-mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya kesadaran
serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka.

Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta pengawas atas jalannya hukum dan UU tentang
perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi pada
kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan
dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan konsumen yang memiliki tujuan
untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka dirugikan karena kesalahan yang diaibatkan dari
proses produksi yang tidak sesuai dengan setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan
UU yang telah dibuat oleh pemerintah.
Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta harmonisasi tujuan
antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan konsumen yang ingin memiliki
kepuasan maksimum,
Pengertian Sengketa Bisnis

Pengertian sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which arises during
the course of the exchange or transaction process is central to market economy”. Dalam kamus bahasa
Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan
antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan.

Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau kelompok –
kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang
menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang lain.

Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari
persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum
antara keduanya.

Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua
orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan
sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua
orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan
sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis.
mengingat kegiatan bisnis yang semakin meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa
diantara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dna masalah yang
melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict of interest diantara para pihak. Sengketa yang
timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan
dinamakan sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis dapat berupa
sengketa sebagai berikut :

1. Sengketa perniagaan

2. Sengketa perbankan

3. Sengketa Keuangan

4. Sengketa Penanaman Modal

5. Sengketa Perindustrian

6. Sengketa HKI

7. Sengketa Konsumen

8. Sengketa Kontrak
9. Sengketa pekerjaan

10. Sengketa perburuhan

11. Sengketa perusahaan

12. Sengketa hak

13. Sengketa property

14. Sengketa Pembangunan konstruksi

2.2 Urgensi Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Indonesia, dan Prosedur yang Digunakan
Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis

Penyelesaian sengketa secara konvensional dilakukan melalui sebuah badan yang disebut dengan
pengadilan. Sudah sejak ratusan bahkan ribuan tahun badan-badan pengadilan ini telah berkiprah. Akan
tetapi, lama kelamaan badan pengadilan ini semakin terpasung dalam tembok-tembok yuridis yang
sukar ditembusi oleh para pencari keadilan, khususnya jika pencari keadilan tersebut adalah pelaku
bisnis dengan sengketa yang menyangkut dengan bisnis. Maka mulailah dipikirkan alternatif-alternatif
lain untuk menyelesaikan sengketa, diantaranya :

1. Dari sudut pandang pembuat keputusan

a. Adjudikatif : mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan keputusan


pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.

b. Konsensual/Kompromi : cara penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi untuk mencapai


penyelesaian yang bersifat win-win solution.

c. Quasi Adjudikatif : merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.

2. Dari sudut pandang prosesnya

a. Litigasi

merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan


pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya :

1) Pengadilan Umum

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis, mempunyai karakteristik :


a) Prosesnya sangat formal

b) Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)

c) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan

d) Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding)

e) Orientasi ke pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah)

f) Persidangan bersifat terbuka

2) Pengadilan Niaga

Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang
mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga mempunyai
karakteristik sebagai berikut :

a) Prosesnya sangat formal

b) Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)

c) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan

d) Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding)

e) Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah)

f) Proses persidangan bersifat terbuka

g) Waktu singkat.

b. Non Litigasi

merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan
hukum formal. Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme :

1) Arbitrase : merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasrkan
pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No.30
Tahun 1999). Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.

Yang dimaksud dengan arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata yang bersifat swasta di luar
pengadilan umum yang didasarkan pada kontrak arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa, di mana pihak penyelesai sengketa (arbiter) tersebut dipilih oleh para pihak yang
bersangkutan. Yang terdiri dari orang-orang yang tidak berkepentingan dengan perkara yang
bersangkutan, orang-orang mana akan memeriksa dan memberi putusan terhadap sengketa tersebut.

Orang yang bertindak untuk menjadi penyelesai sengketa dalam arbitrase disebut dengan
“arbiter” =. Arbiter ini, baik tunggal mauoun majelis yang jika majelis biasanya terdiri dari 3 (tiga) orang.
Di Indonesia syarat-syarat untuk menjadi arbiter adalah sebagai berikut :

1. Cakap dalam melakukan tindakan hukum.

2. Berumur minimal 35 (tiga puluh lima) tahun.

3. Tidak mempunyai hubungan sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu
pihak yang bersengketa.

4. Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase.

5. Mempunyai pengalaman atau mengusai secara aktif dalam bidangnya paling sedikit selama 15 (lima
belas) tahun.

6. Hakim, jaksa, paniteran, dan pejabat peradilan lainnya tidak boleh menjadi arbiter.

Arbitrase (nasional maupun internasional) menggunakan prinsip-prinsip hukum sebagai berikut :

1. efisien.

2. Accessibility (terjangkau dalam arti biaya, waktu dan tempat)

3. Proteksi hak para pihak.

4. Final and binding.

5. Adil (fair and just)

6. Sesuai dengan sense of justice dalam masyarakat.

7. Kredibilitas. Jika arbiter mempunyai kredibilitas, maka putusannya akan dihormati orang

Terdapat beberapa asas yaitu :

a) Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa oramg
arbiter.

b) Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah, baik
antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;
c) Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbirase, yaiu
terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya
oleh para pihak;

d) Asa final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat yang tidak
dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah
disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.

Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan
perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan
mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-
belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.

Selain itu Pengertian arbitrase juga termuat dalam pasal 1 angka 8 Undang Undang Arbitrase dan
Alternatif penyelesaian sengketa Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih
oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga
tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu
dalam hal belum timbul sengketa.”

Dalam Pasal 5 Undang-undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa: ”Sengketa yang dapat diselesaikan
melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum
makalahadedidiikirawandan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa.”

Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup hukum
keluarga. Arbitase hanya dapat diterapkan untuk masalah-masalah perniagaan. Bagi pengusaha,
arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna menyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan mereka.

Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan sebagai pilihan penyelesaian
sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh karena
pendapat yang diberikan tersebut makalahadedidiikirawanakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat
yang berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran terhadap
perjanjian (breach of contract - wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan dalam
bentuk upaya hukum apapun.

Putusan Arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap) sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari
putusan arbitrase nasional tersebut.
Pengaturan Mengenai Arbitrase :

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua)
bentuk, yaitu:

a) Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum
timbul sengketa (Factum de compromitendo); atau

b) Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (Akta
Kompromis).

Sebelum undang-undang Arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase diatur dalampasal 615 s/d
651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada penjelasanpasal 3 ayat(1) Undang-Undang No.14
Tahun 1970 tentang makalahadedidiikirawanPokok-PokokKekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa
penyelesaian perkara di luarPengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap
diperbolehkan.

Dalam dunia bisnis,banya pertimbangan yang melandasi para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase
sebagai upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau yang dihadapi.Namun demikian,kadangkala
pertimbangan mereka berbeda,baik ditinjau dari segi teoritis maupun segi empiris atau kenyataan
dilapangan.

Sejarah Arbitrase :

Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa


makalahadedidiikirawansebenarnya sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan. Arbitrase
diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Reglement op de Rechtsvordering
(RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechtsreglement Buiten Govesten (RBg),
karena semula Arbitrase ini diatur dalam pasal 615 s/d 651 reglement of de rechtvordering. Ketentuan-
ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak laku lagi dengan diundangkannya Undang Undang Nomor
30 tahun 1999. Dalam Undang Undang nomor 14 tahun 1970 (tentang Pokok Pokok Kekuasaan
Kehakiman) keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain
menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui
arbitrase tetapmakalahadedidiikirawan diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai
kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari Pengadilan.

Objek Arbitrase :
Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga arbitrase
dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya) menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 30 tahun 1999 (“UU Arbitrase”) hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak
yangmakalahadedidiikirawan menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya
oleh pihak yang bersengketa.

Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan, keuangan,
penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu Pasal 5 (2) UU Arbitrase
memberikan perumusan negatif bahwa sengketa-sengketamakalahadedidiikirawan yang dianggap tidak
dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan
tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III bab kedelapan belas
Pasal 1851 s/d 1854.

Jenis-jenis Arbitrase

Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan permanen
(institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang sengaja dibentuk untuk tujuan
arbitrase, misalnya UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau
UNCITRAL Arbitarion Rules. Pada umumnya arbitrase ad-hoc direntukan berdasarkan perjanjian yang
menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak.
Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam sebuah klausul arbitrase.

Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan arbitrase
berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase
yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau
yang internasional seperti The Rules of Arbitration dari The International Chamber of Commerce (ICC) di
Paris, The Arbitration Rules dari The International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di
Washington. Badan-badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem arbitrase sendiri-sendiri.

BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase sebagai berikut:

"Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI,yang keputusannya
mengikat kedua belah pihak yang bersengketa,sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir".

Standar klausul arbitrase UNCITRAL (United Nation Comission ofInternational Trade Law) adalah sebagai
berikut:

"Setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan yang terjadi atau sehubungan dengan perjanjian ini, atau
wan prestasi, pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian akan diselesaikan melalui arbitrase sesuai
dengan aturan-aturan UNCITRAL.”
Menurut Priyatna Abdurrasyid, Ketua BANI, yang diperiksa pertama kali adalah klausul arbitrase. Artinya
ada atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan menentukan apakah suatu sengketa akan
diselesaikan lewat jalur arbitrase. Priyatna menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase
dibuat setelah sengketa timbul.

Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase

Keunggulan arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum Undang Undang Nomor 30 tahun
1999 dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dibandingkan dengan
pranata peradilan. Keunggulan itu adalah :

a) kerahasiaan sengketa para pihak terjamin ;

b) keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif dapat dihindari ;

c) para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki makalahadedidiikirawanlatar


belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta jujur dan adil ;

d) para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya ;

e) para pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase ;

f) putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana
ataupun dapat langsung dilaksanakan.

Disamping keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga memiliki kelemahan arbitrase.
Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah masih sulitnya upaya eksekusi dari
suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk eksekusi putusan arbitrase nasional maupun
internasional sudah cukup jelas.

2) Negosiasi : sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling
menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan untuk mendapatkan solusi dari yang
dipertentangkan.

Pola Perilaku dalam Negosiasi:

· Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan


kelemahan pihak lain.

· Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan


motivasi, mengembangkan interaksi.
· Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam
diri, tak menanggapi pertanyaan.

· Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”,
mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.

Ketrampilan Negosiasi:

· Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.

· Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam
negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.

· Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar
perhitungan.

· Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan memahami
sepenuhnya gagasan yang diajukan.

· memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan
pihak lain untuk mengurangi kendala.

Negosiasi dan Hiden Agenda:

Dalam negosiasi tak tertutup kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden agenda. Hiden
agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat terselubung yang tak diungkapkan (tak eksplisit) tetapi justru
hakikatnya merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang bersangkutan.

Negosiasi dan Gaya Kerja

Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya kerjanya. Kesuksesan
bernegosiasi seseorang didukung oleh kecermatannya dalam memahami gaya kerja dan latar belakang
budaya pihak lain.

Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi :

a) Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak memiliki informasi biasanya
berada dalam posisi yang lebih menguntungkan.
b) Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan lebih
dulu.

c) Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden agenda dari salah satu/ kedua pihak,
maka lobyingdapat dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi
dengan gagasan yang lebih terbuka.

Teknik Negoisasi

Secara umum terdapat beberapa cara teknik negoisasi yang dikenal dapat dibagi kedalam:

1) tahap negoisasi kompetitip

2) tahap negoisasi koperatif

3) tahap negoisasi lunak dan keras

4) tahap negoisasi interest based

3) Mediasi : Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi yang memainkan peran utama
adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping,pemangkin dan
penasihat.

Prosedur Untuk Mediasi :

· Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim
membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.

· Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-
pihak yang berperkara tersebut.

· Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri
dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.

· Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus
menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan. Jika terdapat perdamaian,
penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
Mediator :

Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan
sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :

1) Netral

2) Membantu para pihak

3) Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian

Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan
pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung kepada para
pihak.

Tugas Mediator :

1) Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk dibahas
dan disepakati.

2) Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.

3) Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama proses
mediasi berlangsung.

4) Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan
mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak

Daftar Mediator

Demi kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak untuk memilih
mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa.

1) Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan menyediakan daftar mediator
yang sekurang-kurangnya memuat 5(lima) nama dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau
pengalaman dari para mediator.

2) Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar
mediator.

3) Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan hakim yang
bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar
mediator.
4) Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan
agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan.

5) Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan nama
pemohon dalam daftar mediator.

6) Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.

7) Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan
alasan-alasan objektif, antara lain karena mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah
penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku.

Honorarium Mediator :

1) Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.

2) Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak berdasarkan kesepakatan
para pihak.

4) Konsiliasi : Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai
persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.

5) Konsultasi

6) Penilaian Ahli

2.3 Model-model Alternatif Penyelesaian Sengketa

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama bisnis,
yang meningkat dari hari ke hari. Semakin meningkatnya kerjasama bisnis, menyebabkan semakin tinggi
pula tingkat sengketa diantara para pihak yang terlibat didalamnya.

Sebab-sebab terjadinya sengketa diantaranya :

1. Wanprestasi.

2. Perbuatan melawan hukum.

3. Kerugian salah satu pihak.

Berikut ini beberapa model penyelesaian sengketa selain pengadilan, yaitu sebagai berikut :

a. Sistem Mediation
Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator). Dengan demikian
sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas,
mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara
penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang
bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para
pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator,
membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian
yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak. Dalam
mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk
mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu, para pihak akan terjebak pada yang
dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-
masing pihak menempuh jalan sendiri (I have may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi
jalan buntu (there is no the way).

Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:

a. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,

b. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,

c. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.

Manfaat yang paling mennjol, antara lain :

a. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud
dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang
hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.

b. Biaya Murah (inexpensive). Pada umumnya mediator tidak dibayar. Jika dibayarpun, tidak mahal.
Biaya administrasi juga kecil. Tidak perlu didampingi pengacara, meskipun hal itu tidak tertutup
kemungkinannya. Itu sebabnya proses mediasi dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.

c. Bersifat Rahasia (confidential). Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses pengajuan
pendapat yang mereka sampaikan kepada mediator, semuanya bersifat tertutup. Tidak terbuka untuk
umum seperti halnya dalam proses pemeriksaan pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada
peliputan oleh wartawan (no press coverage).

d. Bersifat Fair dengan Metode Kompromi. Hasil kompromi yang dicapai merupakan penyelesaian yang
mereka jalin sendiri, berdasar kepentingan masing-masing tetapi kedua belah pihak sama-sama berpijak
di atas landasan prinsip saling memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Mereka tidak terikat
mengikuti preseden hukum yang ada. Tidak perlu mengikuti formalitas hukum acara yang dipergunakan
pengadilan. Metode penyelesaian bersifat pendekatan mencapai kompromi. Tidak perlu saling
menyodorkan pembuktian. Penyelesaian dilakukan secara: (a) informal, (b) fleksibel, (c) memberi
kebebasan penuh kepada para pihak mengajukan proposal yang diinginkan.

e. Hubungan kedua belah pihak kooperatif. Dengan mediasi, hubungan para pihak sejak awal sampai
masa selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan kerjasama (cooperation) dalam menyelesaikan
sengketa. Sejak semula para pihak harus melemparkan jauh-jauh sifat dan sikap permusuhan
(antagonistic). Lain halnya berperkara di pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang
saling berhantam dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat terus membara
dalam dada mereka.

f. Hasil yang dicapai WIN-WIN. Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi yang
disepakati para pihak, kedua belah pihak sama-sama menang. Tidak ada yang kalah (lose) tidak ada yang
menang (win), tetapi win-win for the beneficial of all. Lain halnya penyelesaian sengketa melalui
pengadilan. Pasti ada yang kalah dan menang. Yang menang merasa berada di atas angin, dan yang
kalah merasa terbenam diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.

g. Tidak Emosional. Oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada kerjasama untuk
mencapai kompromi, masing-masing pihak tidak perlu saling ngotot mempertahankan fakta dan bukti
yang mereka miliki. Tidak saling membela dan mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan
demikian proses penyelesaian tidak ditunggangi emosi.

b. Sistem Minitrial

Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun
1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak
mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:

a. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),

b. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka
tuangkan dalam satu resolusi (resolution).

c. Sistem Concilition

Konsolidasi (conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini
sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem
peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:

a. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau
majelis pendamai,

b. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan
mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang
digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada
saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim.

Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti Korea Selatan,
Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka
cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.

Di negara-negara yang dikemukakan di atas, lembaga konsiliasi merupakan rangkaian mata rantai dari
sistem penyelesaian sengketa dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. pertama; penyelesaian diajukan dulu pada mediasi

b. kedua; bila mediasi gagal, bisa dicoba mencari penyelesaian melalui minirial

c. ketiga; apabila upaya ini gagal, disepakati untuk mencari penyelesaian melalui kosolidasi,

d. keempat; bila konsiliasi tidak berhasil, baru diajukan ke arbitrase.

Memang, setiap kegagalan pada satu sistem, penyelesaian sengketa dapat langsung diajukan perkaranya
ke pengadilan (ordinary court). Misalnya, mediasi gagal. Para pihak langsung mencari penyelesaian
melalui proses berperkara di pengadilan. Akan tetapi pada saat sekarang jarang hal itu ditempuh.
Mereka lebih suka mencari penyelesaian melalui sistem alternatif, daripada langsung mengajukan ke
pengadilan. Jadi di negara-negara yang disebut di atas, benar-benar menempatkan kedudukan dan
keberadaan pengadilan sebagai the last resort, bukan lagi sebagai the first resort.

Biasanya lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase, arbitrase
institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak sebagai conciliator adalah panel yang
terdaftar pada Arbitrase Institusional yang bersangkutan:

a. sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis,

b. hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict),

c. oleh karena itu, hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke
pengadilan,

d. dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak,
apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan.
Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.

d. Sistem Adjudication

Sistem Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang baru
berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong.
Secara harafiah, pengertian “ajuddication” adalah putusan. Dan memang demikian halnya. Para pihak
yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang
timbul diantara mereka:

a. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator

b. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),

c. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).

Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah sengketa yang sangat
khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat menyelesaiakan, karena untuk itu
diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak
semua orang dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong misalnya.
Sengketa mengenai pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui lembaga adjudication oleh
seorang adjudicator yang benar-benar ahli mengenai kontruksi lapangan terbang.

Proses penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul sengketa:

a. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,

b. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional,

c. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk
mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party),

d. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik
secara terpisah maupun secara bersama-sama.

e. Sistem Arbitrase

Mengenai arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada tahun 1779
melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai salah satu sistem alternatif tempat
penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki
Undang-undang arbitrase.

Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah
terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat
didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.

Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:

a. sederhana dan cepat (informal dan quick),

b. prinsip konfidensial,
c. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.

Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental, sehingga dunia
bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau adjusdication.

Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

a. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian
arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang
harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila
perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya administrasi (b) Honor
arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang
seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih
kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.

b. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa
melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal
dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang
diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan
waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan
pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan
(governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang.

Kelebihan tersebut antara lain:

a. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak

b. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif;

c. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan,
pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;

d. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan
tempat penyelenggaraan arbitrase; dan

e. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara
(prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam 3 (tiga)
golongan, yaitu:
a. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat langsung (negtation
simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi dan konsiliasi),

b. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun internasional.

c. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat ad-hoc yang terlembaga.

Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun perdata, namun
dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa kontraktual
(perdata). Sengketa perdata dapat digolongkan menjadi:

a. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang dengan
sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang tinggi.

b. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana halnya dengan
masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan
kontrak.

c. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question of fact and law).

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

1. Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang
menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara
keduanya.

2. tembok-tembok yuridis yang sukar ditembusi oleh para pencari keadilan, khususnya jika pencari
keadilan tersebut adalah pelaku bisnis dengan sengketa yang menyangkut dengan bisnis. Maka mulailah
dipikirkan alternatif-alternatif lain untuk menyelesaikan sengketa, diantaranya adalah lewat badan
arbitrase.
3. Model-model penyelesaian sengketa adalah sebagai berikut:

a. Sistem Mediation

b. Sistem Minitrial

c. Sistem Concilition

d. Sistem Adjudication

e. Sistem Arbitrase
PENGERTIAN BISNIS INTERNASIONAL

Bisnis internasional adalah sebuah kegiatan yang menyangkut segala macam transakasi bisnis di antara
dua negara atau lebih, dengan mencakup baik kegiatan antar pemerintah maupun perusahaan
swasta (T. May Rudy, 2001:1). Indrio Gitosudarmo (1996:131) menyimpulkan bahwa Bisnis Internasional
dibedakan oleh adanya dua transaksi yaitu:

a. Perdagangan Internasional (International Trade)

Perdagangan Internasional (International Trade) adalah suatu transaksi bisnis yang dilakukan oleh suatu
negara dengan negara lain. Dalam hal perdagangan internasional transaksi antar negara dilakukan
dengan cara ekspor dan impor. Dengan adanya transaksi ekspor dan impor maka timbul “Neraca
Perdagangan Antar Negara”

b. Pemasaran Internasional (International Marketing)

Pemasaran Internasional (International Marketing) adalah suatu transaksi bisnis yang dilakukan oleh
suatu perusahaan di dalam suatu negara dengan perusahaan lain atau orang/ individu di negar lain.
Transaksi bisnis internasional semacam ini dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain : Licencing,
Franchising, Management Contracting, Marketing in Home Country by Host Country, Join Venturing,
Multinational Corporation (MNC).

1. Perbedaan Bisnis Internasional dengan Bisnis Domestic (dalam negeri)

Paulus Sukardi dan Evi Thelia Sari (2007:121) menyimpulkan bahwa adanya perbedaan Bisnis
Internasional dengan Bisnis Domestic (dalam negeri) yaitu :

a. Bisnis Internasional:

- Perusahaan tidak hanya melakukan investasi di negara sendiri tetapi juga melakukan investasi di
negara lain.

- Memiliki resiko karena perbedaan wilayah sehubungan dengan perbedaan kurs valuta asing.

- Lebih kompleks dengan adanya perbedaan ideologi, budaya, politik, sosial, dan ekonomi.

- Karena jarak yang jauh membuat biaya lebih mahal jika dilihat dari sisi lokasi.
b. Bisinis Domestik:

- Tidak beresiko tinggi karena perusahaan berada di negara sendiri yang sudah diketahui sistem
perekonomiannya.

- Kesempatan untuk memperoleh keuntungan lebih besar berkurang karena ruang lingkup pasar
hanya terbatas di negara sendiri.

- Lebih mudah dalam hal komunikasi, pengurusan izin investasi dan transportasi.

2. Tujuan Diadakannya bisnis internasional (T. May Rudy, 2001:2) adalah sebagai berikut:

a. Perluasan Penjualan (Sales Expansion)

Perluasan penjualan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk barang-barang yang tidak mudah
rusak perlu perluasan penjualan (market area). Contohnya seperti barang-barang kerajinan tangan.

b. Mendekati Sumber (Resource Acquisition)

Sumber yang dimaksud disini meliputi 6M, antara lain adalah Man, Money, Machine, Materials, dan
Market, yang mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya kapital.

c. Penanekaragaman (Diversifikasi)

Penjualan produk disesuaikan dengan segmen pasar yang meliputi selera masyarakat, daya beli ataupun
fungsi barang. Misalnya, mobil Kijang dijual di Indonesia.

d. Alih Tekhnologi

Alih tekhnologi disini hanya dikhususkan untuk negara yang berkembang (developing country).

3. Faktor-faktor yang menunjang bisnis internasional (T. May Rudy, 2001:2), yaitu :

a. Sejarah
Ditinjau dari bangsa dan keturunannya Inggris lebih memilih berinvestasi dengan negara-negara
persemakmuran daripada negara lain. Begitu pula dengan Indonesia yang cenderung ke Suriname. Oleh
karena sejarah negara tersebut mempengaruhi sistem bisnis internasionalnya.

b. Hukum

Menurut sejarah perdagangan internasional di Indonesia sebelum tahun 1967 perdagangan


internasional sangat minim dan setelah tahun 1967 perdagangan baru mulai meningkat karena sudah
ada Undang-Undang P.MA No. 1 Tahun 1967 yang mengatur tentang investasi pemilik modal asing,
kemudian disusul dengan kebijakan pemerintah berupa Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1995
yang mengatur hak guna, hak sewa, dan hak bagi investor asing sampai 100 tahun untuk pengembalian
modalnya.

c. Kondisi Geografis

Suatau negara akan melaksanakan kegiatan bisnis internasional pasti akan memperhatikan jauh tidak
negara yang akan dituju dan akan melihat kondisi geografi negara tujuan.

d. Kebudayaan

Kebudayaan adalah hal yang perlu diperhatikan dalam bisnis internasional, karena setiap negara
memiliki budaya masing-masing. Contohnya di India yang mayoritas beragama Hindu, dimana agama
Hindu yang menganggap hewan sapi adalah dewa bagi masyarakat Hindu yang haram bagi mereka
untuk mengkonsumsinya. Sehingga pada waktu Mc. Donald’s akan membuka cabang restorannya di
sana maka Mc. Donald’s harus mengganti beef burger-nya yang mengandung daging sapi menjadi
daging ayam. Apabila tidak, bisa saja perusahaan tersebut akan terancam mendapat protes dari
masyarakat Hindu. Oleh karena itu lingkungan budaya sangat mempengaruhi strategi bisnis
internasional.

e. Ekonomi

Setiap negara harus mengetahui dengan benar kondisi ekonomi atau GNP yang dihasilkan negara lain.

Misalnya negara maju GNP > US $ 10.000.

Negara berkembang GNP < US $ 8.000.

f. Politik
Hubungan poloitik dengan negara-negara lain akan menjalin lancarnya bisnis/perdagangan
internasional. Pemahaman terhadap sistem politik, misalnya besar kecilnya pengaruh militer, partai
politik dan dominan peran pemerintah terhadap sektor swasta, dan lain sebagainya.

4. Bentuk Aktivitas Bisnis Internasional (http://masturmudi.wordpress.com/)

a. Ekspor

Ekspor adalah kegiatan arus barang dan jasa dari dalam negeri ke luar negeri.

b. Impor

Impor adalah kegiatan arus barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri.

c. Lisensi

Lisensi adalah suatu kesepakatan kontrak dimana suatu perusahaan di suatu negara memberikan lisensi
penggunaan hak kekayaan intelektualnya (nama merk, hak cipta, dan rahasia dagang) kepada suatu
perusahaan di negara kedua dengan mendapatkan imbalan royalti.

d. Waralaba

Waralaba adalah suatu bentuk khusus dari lisensi. Terjadi apabila suatu perusahaan di suatu negara
(pemberi waralaba) memberikan wewenang kepada suatu perusahaan di negara kedua (pemegang
waralaba) untuk menggunakan sistem pengoperasiannya dan juga nama merk, merk dagang dan logo
perusahaan dengan mendapatkan bayaran berupa royalti. Contoh waralaba seperti McDonald’s
Corporation mewaralabakan restoran-restoran cepat sajinya di seluruh dunia.

e. Kontrak Manajemen

Kontrak manajemen adalah kesepakatan dimana suatu perusahaan di suatu negara setuju untuk
mengoprasikan fasilitas atau memberikan jasa manajemen lainnya kepada perusahaan di negara lain
dengan mendapatkan imbalan yang telah disepakati. Misalnya proyek jalan tol yang dilaksanakan oleh
konsultan asing atau swasta dengan pola sesuai perjanjian kontrak yang telah disepakati.
f. Investasi Portofolio

Investasi portofolio adalah pembelian aset-aset keuangan asing yang berupa saham, obligasi, dan
sertifikat deposito untuk tujuan di luar pengendalian.

g. Penanaman Modal Asing

Penanaman modal asing adalah investasi yang dilakukan dengan tujuan secara aktif mengendalikan
kekayaan, aset, atau perusahaan-perusahaan yang terdapat di negara-negara tujuan.

h. Transportasi/ Pariwisata

Pelayanan angkutan dan penyediaan objek-objek pariwisata adalah sebagaian bisnis internasional
khususnya yang ditujukan untuk menjaring wisatawan asing.

5. Teori-teori tentang perdagangan internasional (Afwan Hariri, 2009:178), yaitu sebagai berikut:

a. Teori Merkantilisme

Teori merkantilisme adalah teori yang menekankan pada dua ide pokok yaitu pemupukan logam mulia
(emas) dan politik perdagangan ditujukan agar negara terus menerus meningkatkan ekspor dan
mencegah impor.

b. Keunggulan Absolute

Teori ini diperkenalkan oleh Adam Smith yang menekankan bahwa perdagangan secara sukarela jika
kedua negara memperoleh keuntungan. Keunggulan absolut adalah keadaan dimana masing-masing
negara dapat memproduksi suatu komuditi yang berbeda dengan lebih efisien daripada negara lain.
Oleh karena itu negara yang tidak memiliki barang-barang tersebut harus mengimpor.

c. Keunggulan Komparatif
Teori ini diperkenalkan oleh David Ricardo, yang menyebutkan bahwa suatu negara seharusnya
memproduksi dan mengekspor barang dan jasa yang dapat diproduksinya dengan relatif lebih banyak
dari yang dapat diproduksi negara lain dan mengimpor barang dan jasa yang dapat diproduksi negara
lain relatif lebih baik daripada yang dapat diproduksinya.

d. Teori Proporsi Faktor

Teori ini menekankan bahwa negara harus memperhatikan produk-produk yang diproduksi untuk
ekspornya sesuai dengan kesediaan faktor-faktor sumberdaya di negara tersebut. Jika suatu negara
kurang memiliki banyak faktor-faktor sumberdaya tertentu sebaiknya negara tersebut lebih baik
mengimpor.

6. Kebijakan Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional memiliki tujuan untuk dapat memaksimalkan keutungan bagi setiap negara
yang terlibat. Oleh karena itu, beberapa negara memberlakukan kebijakan-kebijakan perdagangan
internasional sebagai usaha melindungi perusahaan-perusahaan dalam negerinya.

Antara lain :

a. Tarif

Tarif merupakan pembebanan pajak atau cukai yang dikenakan atas barang yang diperdagangkan secara
internasional. Tarif dapat digolongkan menjadi :

· Bea ekspor yaitu pajak yang dibebankan atas barang-barang ekspor.

· Bea transitu yaitu pembebanan pajak terhadap barang-barang yang melalui wilayah suatu negara.

· Bea impor yaitu pajak yang dibebankan atas barang-barang yang diimpor.

b. Kuota Ekspor Impor

Kuota adalah pembatasan secara langsung terhadap jumlah produk ekspor maupun impor. Kuota impor
adalah memberikan izin pada suatu perusahaan yang mengimpor suatu barang dengan jumlah yang
telah dibatasi. Kuota ekspor adalah memberikan izin pada suatu perusahaan yang mengekspor suatu
barang dengan jumlah yang telah dibatasi.
c. Pelarangan Impor

Pelarangan Impor bertujuan untuk melindungi produk dalam negeri, sehingga tidak ada barang luar
negeri yang dapat masuk. Larangan ini juga bertujuan melindungi masyarakat dari barang-barang yang
dapat merugikan.

d. Pelarangan Ekspor

Pelarangan Ekspor bertujuan untuk menjaga pasokan dalam negeri sehingga produk yang dihasilkan
dapat mencukupi konsumsi dalam negeri.

e. Subsidi

Subsidi bertujuan untuk mengurangi biaya perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Diharapkan agar
produsen dalam negeri bisa menjual produknya lebih murah dengan adanya subsidi tersebut, sehingga
dapat bersaing dengan produk-produk asing yang masuk ke dalam negeri.

f. Dumping

Dumping adalah pemberlakuan harga suatu komoditi yang diekspor lebih murah apabila dibandingkan
dengan harga yang berlaku dalam negerinya.

7. Mengukur Perdagangan Antar Negara

a. Trade Balance (neraca perdagangan) atau ekspor netto menunjukkan hubungan antara tingkat
ekspor dan impor suatu negara dalam satu periode. Jika neraca perdagangan menunjukkan angka
positif, maka hal tersebut disebut surplus. Tetapi jika neraca perdagangan tersebut menunjukkan angka
minus disebut defisit pedagangan. Jika nilai ekspor sama dengan nilai impornya, maka neraca
perdagangan beerimbang (balance trade)
b. Balance of payment (neraca pembayaran) merupakan total arus uang yang keluar masuk dalam
suatu negara. Neraca pembayaran dipengaruhi oleh aktivitas bisnis internasional, tingkat investasi luar
negeri, laba investasi, utang dan pinjaman luar negeri serta bantuan luar negeri.

Mekanisme Neraca Pembayaran

a) Penyesuaian melalui mekanisme harga, merupakan mekanisme penyesuaian neraca pembayaran


melalui perubahan harga-harga.

b) Penyesuaian melalui mekanisme pendapatan, merupakan penyesuaian melalui pendapatan


nasional.

c) Penyesuaian melalui mekanisme moneter, merupakan mekanisme yang menyesuaikan neraca


melalui perubahan stok uang yang masuk atau keluar dalam hubungan perdagangan internasional.

8. Kurs Valuta Asing

Valuta asing adalah komoditas yang terdiri atas mata uang yang diterbitkan oleh suatu negara diluar
mata uangnya sendiri. Kurs merupakan istilah yang menunjukkan perbandingan nilai tukar atau harga
antar mata uang dua negara. Misalnya kurs antara rupiah dan dollar, berarti menunjukkan sejumlah
rupiah yang dibutuhkan untuk membeli satu satuan dollar.

9. Devisa

Devisa merupakan asset atau kewajiban financial yang dipergunakan dalam transaksi internasional. Ada
beberapa bentuk devisa, antara lain adalah valuta asing, surat-surat berharga, dan juga surat wesel dari
luar negeri.

2.2 LATAR BELAKANG DILAKSANAKAN BISNIS INTERNASIONAL

a. Sejarah Bisnis Internasional

Sebelum masehi pedagang Venezia dan Yunani mengirim wakil-wakil ke luar negeri untuk menjual
barang-barang mereka. Tahun 1600 British East India Company, sebuah perusahaan dagang yang baru
dibentuk, mendirikan cabang-cabang di luar negeri di seluruh Asia. Pada saat yang sama sejumlah
perusahaan Belanda yang di bentuk pada tahun 1590 membuka rute-rute perjalanan ke timur
bergabung untuk membentuk Dutch East India Company dan juga membuka kantor-kantor cabang di
Asia. Para pedagang colonial Amerika mulai beroprasi dengan model yang sama pada tahun 1700an.

Contoh-contoh investasi langsung luar negeri Amerika yang mula-mula adalah perkebunan-perkebunan
Inggris yang dibentuk oleh Colt Fire Arms and Ford yang didirikan sebelum perang saudara. Namun
kedua operasi itu gagal hanya setelah beberapa tahun kemudian.

Perusahaan Amerika pertama yang berhasil memasuki produksi luar negeri adalah pabrik yang didirikan
di Skotlandia oleh Singer Sewling Machine pada tahun 1868. Pada tahun 1880, Singer telah menjadi
organisasi dunia dengan organisasi penjualan luar negeri yang luar biasa dan beberapa pabrik
pemanufakturan di luar negeri. Perusahaan-perusahaan lainnya segera menyusul, dan pada tahun 1914
paling sedikit 37 perusahaan amerika memiliki fasilitas produksi di dua atau tiga lokasi di luar negeri.
(http://ahmadhartono.blogspot.com/2008/07/bisnis-internasional.html)

b. Alasan Melaksanakan Bisnis Internasional (http://musliadipnl.wordpress.com/2012/06/18/bab-v-


bisnis-internasional/)

1. Spesialisasi antar bangsa – bangsa

Dalam hubungan dengan keunggulan atau kekuatan tertentu beserta kelemahannya itu maka suatu
Negara haruslah menentukan pilihan strategis untuk memproduksikan suatu komoditi yang strategis
yaitu :

a. Memanfaatkan semaksimal mungkin kekuatan yang ternyata benar-benar paling unggul sehingga
dapat menghasilkannya secara lebih efisien dan paling murah diantara negara-negara yang lain.

b. Menitik beratkan pada komoditi yang memiliki kelemahan paling kecil diantara negara-negara yang
lain.

c. Mengkonsentrasikan perhatiannya untuk memproduksikan atau menguasai komoditi yang


memiliki kelemahan yang tertinggi bagi negerinya.

2. Pertimbangan pengembangan bisnis

Perusahaan yang di bidang bisnis yang berada di dalam negeri seringkali mencoba mengembangkan
pasarnya ke luar negeri. Hal ini menimbulkan pertimbangan yang mendorong mengapa suatu
perusahaan melaksanakan bisnis internasional tersebut :

a. Memanfaatkan kapasitas mesin yang masih menganggur yang dimiliki oleh suatu perusahaan

b. Produk tersebut di dalam negeri sudah mengalami tingkat kejenuhan dan bahkan mungkin sudah
mengalami tahapan penurunan (decline phase) sedangkan di luar negeri justru sedang
berkembang (growth)
c. Persaingan yang terjadi di dalam negeri kadang justru lebih tajam katimbang persaingan terhadap
produk tersebut di luar negeri

d. Mengembangkan pasar baru (ke luar negeri) merupakan tindakan yang lebih mudah ketimbang
mengembangkan produk baru (di dalam negeri)

e. Potensi pasar internasional pada umumnya jauh lebih luas ketimbang pasar domestik

2.3 TAHAP-TAHAP DALAM MEMASUKI BISNIS INTERNASIONAL

Tahap-tahap dalam memasuki bisnis internasional (Afwan Hariri, 2009:189) yaitu sebagai berikut :

a. Ekspor Insidentil (Incident At Export)

Untuk masuk ke bisnis internasional pada umumnya perusahaan melakukan ekspor insidentil terlebih
dahulu. Tahap ini terjadi pada saat adanya kedatangan orang asing di negeri kita untuk membeli barang-
barang, kemudian kita harus mengirimkannya ke negeri orang asing tersebut.

b. Ekspor Aktif (Aktiv Export)

Tahap diatas berkembang menjadi bisnis dan transaksinya semakin aktif. Ditandai dengan
berkembangnya jumlah maupun jenis komoditi perdagangan Internasional tersebut. Tahap aktif yaitu
perusahaan dalam negeri mulai aktif untuk melakukan manajemen atas transaksi itu. Pada tahap awal
pengusaha bertindak pasif. Maka, dalam tahap ini disebut sebagai tahap “ekspor aktif”, sedangkan
tahap diatas disebut tahap pembelian atau “Purchasing”.

c. Penjualan Lisensi (Licensing)

Suatu perusahaan menjual lisensi atau merek dari produknya ke negara penerima, yang dijual hanya
merek sehingga negara penerima dapat melakukan manajemen yang luas. Negara penerima harus
membayar fee atas lisensi itu kepada perusahaan asing tersebut.

d. Franchising

Suatu perusahaan asing memberikan hak kepada suatu perusahaan di negara lain untuk untuk
menggunakan merek, logo dan teknik operasi. Contoh KFC (Kentucky Fried Chiken), Mc Donalds,
California Fried Chiken dan sebagainya. Franchise saat ini berkembang tidak saja antarnegara akan tetapi
banyak terjadi di dalam suatu negara itu sendiri. Contoh untuk Indonesia adaIah Es Teler 77, Ayam
Goreng NY. Suharti, Hero Supermarket dan lain sebagainya.
e. Pemasaran di Luar Negeri

Pemasaran di Luar negeri adalah bentuk yang akan memerlukan intensitas manajemen serta
keterlibatan yang lebih tinggi karena perusahaan pendatang (Host Country) harus aktif dan mandiri
untuk melakukan manajemen pemasaran bagi produknya itu di negeri asing (Home Country). Pengusaha
pendatang yang merupakan orang asing harus mampu untuk mengetahui perilaku (segmentasi) di
negeri penerima itu sehingga dapat dilakukan program yang efektif.

f. Produksi dan Pemasaran di Luar Negeri (Total International Business)

Tahap yang paling intensif dalam melibatkan diri pada bisnis internasional yaitu tahap “Produksi dan
Pemasaran di Luar Negeri” atau “Total International Business”. Tahap inilah yang menimbulkan MNC
(Multy National Corporation) yaitu Perusahaan Multi Nasional. Dalam tahap ini perusahaan asing datang
dan mendirikan perusahaan di negeri asing dengan segala modalnya, kemudian memproduksi di negeri
itu, lalu menjuaI hasil produksinya itu di negeri itu juga. Bentuk ini memiliki unsur positif bagi negara
yang sedang berkembang karena dalam bentuk ini negara penerima tidak perlu menyediakan modal
yang sangat banyak untuk mendirikan pabrik tersebut.

2.4 HAMBATAN DALAM MEMASUKI BISNIS INTERNASIONAL

Melaksanakan bisnis internasional tentu saja akan lebih banyak memiliki hambatan ketimbang di pasar
domestic. Negara lain tentu saja akan memiliki berbagai kepentingan yang sering kali menghambat
terlaksannya transaksi bisnis internasional. Disamping itu kebiasaan atau budaya negara lain tentu saja
akan berbeda dengan negeri sendiri. Oleh karena itu maka terdapat beberapa hambatan dalam bisnis
internasional. (http://gabyclarasintapw.blogspot.com/2011/12/bisnisinternasional_13.html) yaitu :

1. Batasan perdagangan dan tariff bea masuk

Tarif bea masuk adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diperdagangkan baik barang impor
maupun ekspor. Dikenakannya tarif/bea masuk yang tinggi bagi barang luar negeri, maka akan
mengakibatkan harga barang tersebut kalah bersaing dengan harga barang dalam.

2. Perbedaan bahasa, sosial budaya/kultural

Perbedaan dalam hal bahasa seringkali merupakan hambatan bagi kelancaran bisnis Internasional , hal
ini disebabkan karena bahasa adalah merupakan alat komunikasi yang vital baik bahasa lisan maupun
bahasa tulis. Tanpa komunikasi yang baik maka hubungan bisnis sukar untuk dapat berlangsung dengan
lancar.
3. Kondisi politik dan hukum/perundang-undangan

Hubungan politik yang kurang baik antara satu negara dengan negara yang lain juga akan
mengakibatkan terbatasnya hubungan bisnis dari kedua negara tersebut. Sebagai contoh yang ekstrim
Amerika melakukan embargo terhadap komoditi perdagangan dengan negara-negara Komunis.

Ketentuan hukum ataupun perundang-undang yang berlaku di suatu negara kadang juga membatasi
berlangsungnya bisnis internasional. Misalnya negara-negara Arab melarang barang-barang
mengandung daging maupun minyak babi. Lebih dan itu undang – undang di negaranya sendiri pun juga
dapat membatasi berlangsungnya bisnis Internasional , misalnya Indonesia melarang ekspor kulit
mentah ataupun setengah jadi , begitu pula rotan mentah dan setengah jadi dan sebagainya.

4. Hambatan operasional

Hambatan perdagangan atau bisnis internasional yang lain adalah berupa masalah operasional yakni
transportasi atau pengangkutan barang yang diperdagangkan tersebut dari negara yang satu ke negara
yang lain.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bisnis internasional adalah sebuah kegiatan yang menyangkut segala macam transakasi bisnis di antara
dua negara atau lebih, dengan mencakup baik kegiatan antar pemerintah maupun perusahaan swasta.

Bisnis internasional terjadi karena tidak semua negara dapat atau mampu memenuhi kebutuhannya
sendiri dan pengadaan kebutuhan negara terbatas.

Tahap-Tahap Perdagangan Internasional

a. Ekspor Insidentil (Incident At Export)

b. Ekspor Aktif (Aktif Export)


c. Penjualan Lisensi (Licensing)

d. Franchising

e. Pemasaran di Luar Negeri

f. Produksi dan Pemasaran di Luar Negeri (Total International Business)

Anda mungkin juga menyukai