Anda di halaman 1dari 16

PERKEMBANGAN ISLAM DI MYANMAR

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Sejarah Islam Asia Tenggara

Dosen Pengampu: Fitri Wulandari, M.Hum.

Disusun Oleh:
Muhammad Iqbal Ramadhan 53010220047
Fadhilah Azzah Hanifah 53010220140

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang selesai pada waktunya.

Makalah yang berjudul “Perkembangan Islam di Myanmar” ini disusun guna memenuhi tugas
semester 3 mata kuliah Sejarah Islam Asia Tenggara.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Salatiga, 7 Oktober 2023

Muhammad Iqbal Ramadhan


Fadhilah Azzah Hanifah

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................................................................ 4
BAB II .................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 5
A. Masuknya Islam di Myanmar.................................................................................................. 5
B. Perkembangan Islam di Myamar ............................................................................................ 7
C. Pertautan Islam dengan Budaya Lokal ................................................................................ 11
D. Pengaruh Islam di Myanmar ................................................................................................. 13
BAB III................................................................................................................................................. 15
PENUTUP ............................................................................................................................................ 15
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Myanmar adalah negara yang terletak di Asia Tenggara. Populasi Myanmar
saat ini adalah 54.697.281 jiwa dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar
0,722%. Myanmar memiliki populasi 0,679% dari populasi dunia.Yang mana
diantara banyaknya populasi tersebut sekitar 2.339.621 atau sekitar 4,3% jiwa
beragama Islam. Dari data tersebut menunjukkan bahwa kaum muslim di Myanmar
tergolong sebagai minoritas. Hal tersebut disebabkan karena faktor sejarah proses
masuk dan berkembangnya Islam di Myanmar.

Sejarah Islam di Myanmar dimulai pada abad ke-7 M. Pedagang Muslim


menjadi bagian penting dalam komunitas ekonomi lokal dan membuka jalur
perdagangan yang membawa pengaruh luar kepada komunitas yang dilindungi.
Namun, sejarah Islam di Myanmar juga diwarnai dengan refleksi terhadap umat
Islam, khususnya Rohingya, minoritas Muslim yang menjadi korban diskriminasi
sistematis dan genosida di bawah tangan tentara Myanmar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana masuknya Islam di Myanmar?
2. Bagaimana perkembangan Islam di Myanmar?
3. Bagaimana pertautan Islam dengan budaya lokal di Myanmar?
4. Bagaimana pengaruh Islam di Myanmar?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui bagaimana masuknya Islam di Myanmar.
2. Dapat mengetahui dan memahami perkembangan Islam di Myanmar.
3. Dapat mengetahui pertautan Islam dengan budaya lokal di Myanmar.
4. Dapat mengetahui dan memahami pengaruh Islam di Myanmar.

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Masuknya Islam di Myanmar
Islam masuk di Myanmar sejak abad ke-7 M, di wilayah Akyab, ibukota
Arakan. Melalui jalur perdagangan, para pedagang dari Arab memenuhi komoditinya
berupa, rempah-rempah, barang tambang, katun, dan sebagainya. Dari hubungan
dagang ini kemudian mereka mulai mengenalkan dan menyebarkan Islam.
Penyebaran Islam berjalan cukup lama, baru pada abad ke-8 M, Islam di Myanmar
dapat mendirikan kerajaan Islam Arakan.1 Proses Islamisasi setelahnya, tidak hanya
dilakukan oleh para pedagang Arab tetapi juga dari Muslim India dan Malaysia.

Penduduk Muslim yang datang ke delta Sungai Ayeyar wady Burma, yang
terletak di pantai Tanintharyi dan di Rakhine pada abad ke-9, mulai menetap dan
beberapa ada yang menikah dengan penduduk setempat. Dalam kehidupan sehari hari
hukum keluarga Islam mulai berlaku dan mereka mulai melaksanakan ibadah haji
setiap tahunnya. Di kota-kota besar, ada beberapa masjid dan al-Qur'an diterjemahkan
ke dalam bahasa Burma. Selain bekerja sebagai pedagang beberapa diantara mereka
merupakan pelaut, tentara, ahli pengobatan bahkan diantaranya ada yang bekerja
sebagai penasehat kerajaan. Keberadaan Muslim ini didokumentasikan oleh para
petualang Arab, Persia, Eropa, dan Cina.

Pada catatan Chronicles of China pada tahun 860 M, Muslim Persia tiba di utara
Burma yang berbatasan dengan wilayah Cina, bahwa sebutan Muslim di Burma
adalah Pathi, kata yang diyakini berasal dari Persia. Dijelaskan juga terdapat beberapa
perkampungan di utara Burma dekat dengan Thailand tercatat sebagai penduduk
muslim, bahkan jumlah mereka lebih banyak dari penduduk Burma asli.2 Ibnu
Khordabheh dari Arab yang hidup abad ke-10M., Suleiman dan Ibnu Al-Faqih dari
abad ke-10, dalam tulisan-tulisannya menyebutkan Burma Selatan.

Al-Maqdisi seorang sejarawan Arab yang hidup diabad ke-10 membahas


hubungan antara Burma dan India, kepulauan Melayu dan Srilangka. Pada abad ke-

1
Wahidin dan Arisman, (2021) Sosiohistoris Islam Asia Tenggara, Yogyakarta: Kalimedia, hal. 279
2
Asep Ahmad Hidayat, dkk. (2014), Study Islam Di Asia Tenggara, Bandung: Pustaka Setia, hal.
119.

5
10, pasukan Khubilai Khan yang terdiri dari tentara muslim, di bawah pimpinan
Nasruddin, anak dari Gubernur Yunnan menyerang daerah Pagan, karenanya
keberadaan mereka di Burma mulai kembali.

Awal abad ke-15 tepatnya pada tahun 1406 M, Raja Narameikhla yang
merupakan raja Arakan mendapat serangan dari kerajaan Burma. Ia mengungsi dan
meminta bantuan kepada Sultan Nasiruddin Shah dari Kesultanan Bengal. Setelah
pendudukan Burma selama 24 tahun akhirnya Raja Narameikla dapat merebut
kembali wilayahnya. Ia kemudian memeluk Islam dan mengubah namanya menjadi
Sulaiman Shah. Hingga pada tahun 1420 M didirikan dinasti Mrauk U negara Islam
pertama di Arakan, yang beribukota di Myohaung dan menggunakan bahasa Persia
sebagai bahasa baku negara muslim Arakan.3

Kekuasaan dinasti Mrauk U ini bertahan hingga 350 tahun (1420-1784),


kekuasaan wilayah ini hingga ke selatan Moulmein saat pemerintahan Sultan Salim
Shah Razagri (1593-1612 M). Pada tahun 1784 wilayah Arakan kembali dikuasai oleh
Burma kembali. Saat kejatuhan Kesultanan Yunnan di bawah Sultan Sulaiman pada
1873 ke kaisairan China, mendorong munculnya gelombang baru pendatang di bagian
utara Burma. Pada abad ke-18 dan 19, jumlah muslim semakin bertambah, mereka
bekerja dalam pemerintahan di bawah hak patronase orang-orang Burma, hingga
jatuhnya Kerajaan Burma di Mandalay pada 1885. Dikemudian hari merekalah
nantinya pihak oposisi yang menentang kolonial Inggris di Burma.

Saat penjajahan Inggris di Myanmar, populasi muslim mengalami peningkatan.


Peningkatan ini disebabkan oleh migrasi umat Islam dari India. Tetapi, populasi umat
Islam semakin menurun ketika perjanjian India-Myanmar ditanda tangani pada tahun
1941.4 Pada tahun 1948 Inggris memberikan kemerdekaan kepada Myanmar, dengan
demikian wilayah Arakan menjadi daerah kekuasaan Myanmar. Hal ini membuat
Muslim tidak senang, karena mereka diperlakukan secara kejam oleh pemerintah
bahkan kewarganegaraan mereka dinafikan.Kondisi ini telah membuat Muslim
menuntut agar mereka diberi otonomi untuk menjalankan pemerintahan sendiri.

3
Saifullah, (2010), Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, hal. 190.
4
Helmiati, (2014) Sejarah Asia Tenggara, hlm. 269

6
B. Perkembangan Islam di Myamar
1. Penjajahan Inggris
Pada tahun 1784, kesultanan Arakan kembali jatuh ke tangan pasukan Buddha
pada tanggal 24 September 1784 di bawah pemerintahan Raja Boddaw Paya dari
Burma. Kemudian, antara tahun 1824 hingga 1826, perang Anglo-Burma meletus.
Perang ini berakhir pada tanggal 24 Februari 1826 dengan penandatanganan
Perjanjian Yandabo, yang mengakibatkan Burma, Arakan, dan Tenasserim masuk
ke wilayah India Britania.
Pada tahun 1886, Inggris menjajah Burma dan menerapkan berbagai kebijakan
termasuk represi. Pada tahun 1938, lebih dari 30.000 Muslim di Burma menjadi
korban pembunuhan massal, 113 masjid dihancurkan, dan populasi Muslim
mengalami penurunan signifikan. Terutama, setelah penandatanganan perjanjian
antara India dan Myanmar pada tahun 1941. Pada tahun 1935, diputuskan bahwa
Burma akan menjadi terpisah dari British India mulai tanggal 1 April 1937.
Keputusan ini menggabungkan Arakan ke dalam wilayah British-Burma,
meskipun mayoritas penduduk di Arakan yang beragama Islam ingin bergabung
dengan India.
Setelah Myanmar (Burma) merdeka dari Inggris pada tahun 1948, pemerintah
Burma berjanji memberikan otonomi khusus kepada Arakan. Namun, janji
tersebut tidak pernah ditepati ketika pemerintahan Burma semakin kuat dan
menjadi negara yang berdaulat. Bahkan, hak asasi manusia komunitas Muslim
Rohingya diabaikan, terutama selama pemerintahan junta militer. Upaya
pembersihan etnis terhadap komunitas Muslim Rohingya juga terjadi, dengan
tujuan menggantikan populasi Muslim dengan populasi Buddha di wilayah
tersebut.
2. Muslim pada masa Pra-merdeka dan setelah Merdeka

Seperti kebangkitan organisasi masyarakat India di Myanmar, komonitas


Myanmar Muslim juga mendirikan beberapa organisasi seperti Masyarakat Muslim
Burma atau The Burma Muslim Society (BMS) dibentuk pada 12 Desember 1909.
BMS menuntut perlindungan bagi kepentingan umat Islam Myanmar dan
keterwakilan yang terpisah khususnya pada Dewan Legislatif. Pada tanggal 26
Januari 1929, BMS menyerahkan notanya kepada Royal Statutory Commission
(Simon Commission) menyatakan bahwa Muslim Myanmar adalah keturunan

7
pedagang imigran, tentara dan lainnya yang menetap di Myanmar ratusan tahun
yang lalu. Oleh karena itu, mereka mempunyai hak yang sama dengan keturunan
ras lainnya kelompok, untuk dianggap sebagai Myanmar yang sebenarnya
meskipun bukan agama yang sama.

Pada tahun 1920-1930-an gerakan nasionalis Myanmar menyebabkan


pemisahan Myanmar dari India. Pada tahun 1937, Myanmar dipisahkan dari India.
Namun BMS mendesak untuk Myanmar Muslim mendapatkan hak minoritas,
dalam Undang-undang Pemerintah Myanmar yang disahkan Parlemen Inggris pada
tahun 1935 dan efektif pada tahun 1937. Umat Islam tidak diberikan pemisahan
perwakilan. BMS kemudian mengimbau seluruh umat Islam yang tinggal secara
permanen di Myanmar untuk mendaftar sebagai “Muslim Myanmar” namun
Pemerintah tidak menerima kategori ini di Myanmar. Muslim terdaftar sebagai
“Zerbadee”, “Muslim Arakan”, “Kaman” dan “Myaedu” di bawah kategori “Ras
Myanmar-India".

Organisasi Muslim Myanmar yang kedua bernama General Council of


Burmese Asosiasi Muslim (GCBMA) didirikan pada tahun 1936 di Kota
Pyinmana. Mereka meskipun bekerjasama dengan gerakan nasionalis Myanmar,
mereka juga menekankan pentingnya menjadi bagian dari Myanmar. Setelah
Perang Dunia Kedua, Dewan Umum ini diakui dan sangat aktif selama beberapa
tahun.

Pada Perang Dunia II, Inggris menarik diri dari Myanmar dan Jepang masuk ke
dalamnya Myanmar. Pada masa penaklukan Jepang, tidak ada perkembangan lain
di antaranya Muslim Myanmar dan imigran Muslim India. Setelah Perang Dunia
II beberapa Muslim organisasi memperbarui aktivitas mereka dan berusaha
mendapatkan hak-hak mereka.

Pada masa pemerintahan Jepang, para pemimpin gerakan nasional Myanmar


membentuk Liga Kebebasan Rakyat Anti-Fasis (AFPFL) yang kemudian
memimpin Myanmar menuju kemerdekaan. Kongres Muslim Myanmar (BMC)
adalah organisasi Muslim baru yang didirikan pada masa AFPFL oleh Muslim
Myanmar yang aktif dalam gerakan nasional Myanmar selama Perang Dunia II dan
setelahnya. Kongres ini memutuskan untuk bergabung dengan AFPFL. U Razak,
seorang anggota aktif dalam gerakan nasional Myanmar dan dalam AFPFL, terpilih

8
sebagai Presiden Kongres ini. Namun, kepemimpinan AFPFL menolak mengakui
Muslim sebagai minoritas nasional.

Setelah Perang Dunia II, Inggris mengusir Jepang dari Myanmar dan kembali
menguasai Myanmar. Akhirnya, Myanmar diberikan kemerdekaan pada tahun
1948 dan menjadi negara demokrasi parlementer; pada saat itu, Muslim
mendapatkan kursi di Parlemen.

Pada akhir September 1956, BMC mengumumkan pembubarannya akibat


tekanan dari Perdana Menteri U Nu. Dua tahun sebelumnya, pada tahun 1954, U
Khin Maung Latt (Abdul Latif), salah satu pemimpin AFPFL dan Menteri
Pendidikan, mendirikan sebuah organisasi lain dengan tujuan murni keagamaan
yang disebut Dewan Urusan Agama Islam; ia menjabat sebagai presiden.
Organisasi ini berusaha memperbarui dan memperkuat persatuan di antara semua
kelompok Muslim di negara tersebut, namun upaya tersebut tidak berhasil. Mereka
yang tidak menerima pembubaran BMC, tetap mempertahankan nama dan
tujuannya.

Pada tahun 1958, BMC yang baru bergabung dengan kelompok pro-komunis,
Front Bersatu Nasional (NUF), tetapi kemudian berpisah pada tahun 1960 dan
mengubah namanya menjadi Kongres Pathi. Kongres Pathi mengulang tuntutan
lama bahwa komunitas Muslim diberikan status minoritas nasional yang diakui.

Organisasi lainnya, Organisasi Muslim Burma (BMO), didirikan oleh U Rashid,


salah satu anggota gerakan nasional, dan konferensi umum pertamanya di Yangon
diadakan pada bulan Desember 1960. Anggota BMO mendirikan Dana Kepercayaan
Pusat Muslim pada tahun 1952.

Organisasi keagamaan Muslim pertama ditemukan di Myanmar pada tahun 1922,


bernama "Jam'iyyat al-Ulama," Provinsi Myanmar, yang merupakan cabang dari
"Jam'iyyat al-Ulama" di India. Organisasi ini didirikan oleh Muslim India saja, dan
Muslim Myanmar sama sekali tidak berpartisipasi. Pada malam kemerdekaan
Burma, organisasi ini mengubah namanya menjadi "Jam'iyyat al-'Ulama' al-Islam,
Burma.

Pada saat yang sama, U Razak mendirikan organisasi sejajar di Myanmar bagian
atas yang disebut "Jam'iyyat al-'Ulama', Burma" pada tahun 1946, dan Haji Ghazi

9
Mohamad Hashim terpilih sebagai presidennya. Organisasi ini dibentuk oleh
Muslim Myanmar.

Pada tahun 1948, setelah kemerdekaan, sebagian besar orang India menjadi
warga negara Myanmar, dan kedua organisasi tersebut bergabung menjadi satu
badan yang disebut "Jam'iyyat al-'Ulama', Burma," sesuai dengan keinginan U
Razak. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1958, Haji Ghazi Mohammad Hashim
mengundurkan diri dari kelompok ini, dan sebagian besar Muslim Myanmar pergi
bersamanya. Orang Muslim India dan Muslim Myanmar yang lulus dari sekolah
agama di India tetap ada dalam organisasi ini dengan budaya Muslim India hingga
saat ini.

Di sisi lain, Dewan Agama Urusan Islam menyelenggarakan organisasi


keagamaan baru yang disebut "Mu'atamar al-'Ulama'" (Kongres para Tokoh Agama)
di bawah kepemimpinan Haji Ghazi Mohammad Hashim. Namun, organisasi-
organisasi ini tidak lagi bergerak untuk tujuan hak-hak Muslim Myanmar dan lebih
sibuk dengan pengumuman Fatwa.

Pada tanggal 2 Maret 1962, Jenderal Ne Win merebut kekuasaan dan menjadi
pemimpin negara. Ia resmi memerintah hingga tahun 1988. Pada tahun 1964,
pemerintahnya menasionalisasi bisnis yang dimiliki oleh orang asing, sebagian besar
di antaranya adalah Muslim India. Kemudian mereka diizinkan kembali ke India,
dan sebagian besar Muslim India pulang. Setelah kejadian ini, tidak ada lagi imigran
Muslim baru dari negara-negara asing.

Pada tanggal 18 September 1988, militer kembali mengambil alih kekuasaan


negara, dan saat itu organisasi Muslim baru didirikan di Myanmar yang disebut Liga
Nasional Muslim Myanmar (Ma Aa Pha). Saat ini ada begitu banyak organisasi
Muslim, meskipun hanya ada lima organisasi yang diakui oleh pemerintah.
Organisasi-organisasi tersebut hanya bergerak dalam bidang keagamaan dan sosial,
bukan untuk status dan hak-hak Muslim di Myanmar.

10
C. Pertautan Islam dengan Budaya Lokal
Kedatangan imigran dalam jumlah besar ke Burma memiliki dampak yang
signifikan pada interaksi antara penduduk Burma dan komunitas muslim. Proses
asimilasi antara komunitas muslim dan penduduk Burma menjadi topik menarik.
Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan pergantian pemimpin-pemimpin
Burma, yang sebelumnya didominasi oleh penduduk asli, memicu pertumbuhan
identitas etnis, budaya, dan agama di kalangan komunitas muslim.

Kondisi ekonomi yang menguntungkan mereka memungkinkan mereka untuk


mengambil kendali dalam perkembangan organisasi yang mendukung mereka.
Pendirian masjid-masjid baru dan promosi lembaga-lembaga pendidikan Islam
dijalankan dengan semangat tinggi. Bagi para imigran Muslim, Burma terasa sebagai
ekstensi dari wilayah India, yang juga merupakan koloni Inggris. Bahasa Urdu
digunakan dalam konteks pendidikan agama di kalangan komunitas muslim,
meskipun kelompok-kelompok tertentu juga menggunakan Tamil dan Bengali.
Kesusasteraan Islam, yang terpengaruh oleh budaya India, menjadi populer di
kalangan komunitas muslim.

Selain itu, semangat kebangkitan Islam yang dibawa oleh para saudara baru juga
turut mempengaruhi komunitas Muslim di Burma. Berdasarkan data sensus populasi
tahun 1993, jumlah populasi Muslim mencapai 10,7% dari total populasi Burma yang
berjumlah 44,3 juta. Dari segi geografis, komunitas Muslim tersebar di seluruh
wilayah Burma, dengan sebagian besar di antaranya tinggal di perkotaan. Mereka
dapat ditemui di banyak kota besar di seluruh Burma, termasuk Rangoon dan
Mandalay, yang memiliki populasi Muslim yang signifikan. Hal serupa terjadi di kota-
kota di wilayah Arakan, seperti Buthidaung dan Yathedaung, di mana komunitas
Muslim menjadi mayoritas. Di wilayah perbatasan dengan Bangladesh, mayoritas
penduduknya juga beragama Islam.

Para keturunan Muslim dari India, Huihui, dan Zebadi yang menetap di wilayah
perkotaan dan berinteraksi dengan masyarakat yang beragam, menunjukkan tingkat
komitmen yang lebih tinggi terhadap Myanmar dan siap untuk berkolaborasi dengan
komunitas lain. Sebagai akibatnya, mereka diterima lebih baik sebagai bagian integral
dari masyarakat Myanmar dan memiliki akses ke sumber daya ekonomi serta
kesempatan yang setara dengan penduduk asli. Komunitas Muslim keturunan India-

11
Pakistan, yang sebagian besar berada di kota-kota besar, memiliki hubungan yang erat
dengan anak benua India, dan mereka mahir berbicara dalam bahasa Urdu dan Tamil.

Komunitas Huihui di Myanmar semakin menunjukkan kecenderungan untuk


berintegrasi dengan masyarakat yang berbeda.5 Pada tahun 1931, populasi mereka
diperkirakan sekitar 5.000 individu, dan angka tersebut meningkat menjadi 100.000
pada tahun 1960. Mereka umumnya berprofesi sebagai pedagang, pengusaha, dan
penyedia jasa di kota-kota di wilayah tengah dan utara Myanmar. Salah satu hal yang
unik tentang mereka adalah kecenderungan mereka untuk menikahi wanita Burma
yang berasal dari latar belakang etnis dan agama yang berbeda. Semangat integrasi ini
semakin meningkat sejak tahun 1970-an, meskipun ada risiko bahwa hal ini dapat
mengakibatkan hilangnya identitas lokal mereka dan penonjolan nasionalisme
mereka. Hal yang serupa juga terjadi dengan komunitas Muslim Zebadi, yang juga
telah melebur dengan masyarakat Myanmar lainnya.

Komunitas Muslim Burma asli, yang memeluk Islam pada masa awal, awalnya
berkembang di pusat kerajaan lama di Lembah Irawadi bagian tengah, terutama di
sekitar Mandalay. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai petani dan pedagang
eceran. Namun, karena berbagai konflik etnis dan masalah lainnya, sejumlah besar
Muslim keturunan India mencari perlindungan di luar negeri, dan Muslim Rohingya
mencari perlindungan di hutan-hutan di Arakan utara. Oleh karena itu, komunitas
Muslim Burma dan Zebadi saat ini menjadi dua komunitas Muslim terbesar di
Myanmar.

Di Burma, terdapat lebih dari 2.620 masjid, bahkan beberapa di antaranya telah
berusia ratusan tahun di kota-kota besar. Al-Qur'an telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Burma oleh ulama yang berpengalaman. Meskipun demikian, literatur
keislaman dalam bahasa Burma masih terbilang terbatas. Sebelum tahun 1962, sekitar
lima ribu muslim Burma melakukan ibadah haji setiap tahun. Di komunitas Muslim
Burma, hukum keluarga berlaku, dan ada sekitar enam ribu lembaga pendidikan al-
Qur'an. Namun, agama Islam tidak diajarkan di sekolah negeri atau pemerintah.
Karena alasan ini, banyak sekolah Islam yang menerima sekitar 60% dari anak-anak
Muslim.

5
Abu Hanif, (2016), Islam di Burma, Jurnal Adabiyah, 16(2), 149-158.

12
Sebelum tahun 1964, terdapat tiga sekolah menengah Islam yang kemudian
dinasionalisasi pada tahun tersebut. Seiring dengan perubahan menuju politik "pintu
terbuka," baik akibat tuntutan internal maupun tekanan internasional, kehidupan
masyarakat Muslim di Myanmar turut mengalami transformasi. Sebagai hasilnya,
posisi mereka dalam hal politik, sosial, dan ekonomi mengalami peningkatan.

D. Pengaruh Islam di Myanmar


Pada umumnya masyarakat Muslim di Burma terbagi dalam lima komunitas
yang berbeda, dan masing-masing komunitas Muslim ini mempunyai hubungan yang
berbeda-beda dengan mayoritas masyarakat Budha dan pemerintah. Dalam hal
budaya, komunitas Muslim Burma memiliki sedikit perbedaan dengan orang Burma
yang menganut agama Buddha. Meskipun begitu, mereka tetap menggunakan nama-
nama Burma, walaupun juga menggunakan nama Muslim yang cocok untuk wilayah
dan lingkungan mereka sendiri. Di sisi lain, komunitas Muslim India berusaha untuk
tidak menggunakan nama Muslim agar dapat berintegrasi dengan masyarakat
setempat. Komunitas Muslim yang terdapat di Myanmar yaitu:

1. Muslim Burma (Zerbadee), Mereka adalah kelompok masyarakat yang telah lama
mendiami wilayah Shwebo dan memiliki akar yang dalam di sana. Kelompok ini
diperkirakan merupakan keturunan dari para utusan agama yang berasal dari
Timur Tengah dan Asia Selatan, dan juga termasuk keturunan dari penduduk
Muslim awal yang kemudian bercampur dengan masyarakat Burma setempat
2. Muslim India (Kala Pathee), Imigran Keturunan India, terutama dari Benggala
merupakan komunitas Muslim yang terbentuk seiring kolonisasi Burma oleh
Inggris.
3. Muslim Melayu, mereka adalah keturunan orang-orang Melayu yang bermigrasi
ke wilayah yang sekarang disebut Myanmar, terutama di wilayah pesisir barat
daya Myanmar (Arakan) dan di kota-kota besar seperti Yangon (Rangoon) dan
Mandalay. Mereka mempertahankan budaya mereka sendiri dan berbicara dalam
bahasa Melayu.
4. Muslim China (Pashu atau Panthay), merupakan keturunan orang-orang Hui,
kelompok etnis Muslim Tionghoa yang pertama kali datang ke wilayah yang
sekarang disebut Myanmar pada abad ke-17. Mereka melarikan diri dari perang

13
yang terjadi di wilayah Tiongkok selatan, bahasa yang digunakan adalah bahasa
Hui, yang mirip dengan bahasa Tionghoa.
5. Muslim Rohingya (Rakhine) yang bermukim di Negara bagian Arakan atau
Rakhine, yang berbatasan dengan Bangladesh. Pada masa itu sebagian besar
Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan tentara.
Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai penasehat politik Kerajaan Burma.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah Islam di Myanmar dimulai pada abad ke-7 M. Ketika para
pedagang Arab di Myanmar mulai menetap di pantai Arakan. Kehadiran Muslim
saat itu muncul di wilayah selatan, dekat perbatasan Thailand saat ini. Jumlah
mereka semakin bertambah di wilayah itu hingga melampaui jumlah umat Buddha
setempat. Mereka juga menikah dengan banyak etnis di Myanmar seperti Arakan,
Shan, Karen, Mon dan lainnya. Umat Islam mulai berkembang hingga tahun 1055,
sebelum didirikannya kesultanan Burma oleh Raja Anorata.6 Myanmar merupakan
pusat jaringan perdagangan luas yang mencakup Tiongkok, Samudera Hindia,
Timur Tengah, dan Afrika Utara. Pedagang Muslim menjadi bagian penting dalam
komunitas ekonomi lokal dan membuka jalur perdagangan yang membawa
pengaruh luar kepada komunitas yang dilindungi. Namun, sejarah Islam di
Myanmar juga diwarnai dengan refleksi terhadap umat Islam, khususnya Rohingya,
minoritas Muslim yang menjadi korban diskriminasi sistematis dan genosida di
bawah tangan tentara Myanmar.

B. Saran
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian
dimasa yang akan datang, terkait Islam di Myanmar baik dari masuknya islam,
perkembangan, pertautan dengan budaya lokal sampai bagaimana pengaruh
Islam disana.

6
Helmiati, (2014) Sejarah Asia Tenggara, hlm. 269

15
DAFTAR PUSTAKA
Bustamam, R. (2013) Jejak Komunitas Muslim di Burma: Fakta Sejarah yang
Terabaikan. Jurnal Lektur Keagamaan, 11(2), 309 – 338.
Hanif, Abu. (2016). Islam di Burma. Jurnal Adabiyah. 16(2), 149-158.
Helmiati. (2014). Sejarah Asia Tenggara. Pekanbaru: LPPM UIN Syarif Kasim Riau.
Hidayat, A.A, dkk. (2014). Study Islam Di Asia Tenggara. Bandung: Pustaka Setia.
Saifullah. (2010). Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wahidin dan Arisman. (2021) Sosiohistoris Islam Asia Tenggara. Yogyakarta:
Kalimedia.

16

Anda mungkin juga menyukai