Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kehamilan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hamil didefinisikan
sebagai keadaan mengandung janin dalam rahim karena sel telur dibuahi
oleh spermatozoa. Normalnya Usia kehamilan yang matur/normal atau
fisiologis adalah antara 37–41 minggu (Karjatin, Atin, 2016).
Menurut Chapman & Durham, 2010, kehamilan dibagi menjadi 3
trimester yaitu :
1. Trimester I (HPHT s.d. 12 minggu kehamilan),
2. Trimester II (13 minggu s.d. 27 minggu kehamilan),
3. Trimester III (28 minggu s.d. 40 minggu kehamilan).

Pada masa kehamilan ibu mengalami adaptasi fisiologis dan


psikologi (Karjatin, Atin, 2016). Adaptasi yang pertama adalah adaptasi
fisiologi akan terjadi perubahan yang meliputi :

1. Sistem reproduksi payudara


Kehamilan membuat payudara ibu tegang, terasa penuh, dan
payudara mengalami peningkatkan berat sampai 400 gram.
Selain itu ibu juga dapat merasakan pembesaran payudara,
puting susu, areola, dan folikel montgomery (kelenjar kecil
yang mengelilingi puting susu). Ibu akan memiliki striae,
karena penegangan kulit payudara untuk mengakomodasi
pembesaran jaringan payudara. Pada permukaan payudara akan
tampak vena karena meningkatnya aliran darah. Memproduksi
kolostrum, sekresi cairan yang berwarna kuning yang kaya
akan antibodi, yang mulai diproduksi pada akhir minggu 16
kehamilan (Chapman & Durham, 2010)
Gambar 1.1 Perubahan bentuk payudara saat hamil
2. Sistem reproduksi uterus
Uterus mengalami pembesaran seiring dengan peningkatan
hormon estrogen dan progesteron. Pembesaran uterus akan
mengakomondasi perkembangan janin dan plasenta. Selain itu
pH vagina berubah menjadi asam dan terjadi hipertropi
(pembesaran) pada dinding uterus (Chapman & Durham,
2010).
Pertumbuhan uterus, dapat dipalpasi di atas simpisis pubis pada
kehamilan 12–14 minggu.

Gambar 1.2 Perubahan bentuk uterus saat hamil


3. Vagina dan vulva
Pembuluh darah meningkat di vagina dan vulva sehingga
menyebabkan warna ungu mukosa vagina dan serviks berwarna
biru (tanda Chadwick). Keputihan adalah lendir cairan kental
berwarna putih, banyak di antaranya disebabkan oleh iritasi
serviks progesteron dan estrogen. Kisaran pH sekresi vagina
selama kehamilan adalah 3,5-6. Nilai pH vagina yang asam
bisa menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi candida albicans
bisa Tumbuh pada pH asam ini. Inilah yang menempatkan ibu
hamil pada risiko kandidiasis.
4. Sistem kardiovaskuler
Peningkatan volume darah 40-50%, peningkatan volume
plasma, hemoglobin menurun atau anemia kehamilan.
Peningkatan volume darah menyebabkan peningkatan curah
jantung, yang membuat jantung berdetak kencang dan ringan
ekspansi.

Gambar 1.3 Perubahan letak jantung dan paru-paru saat hamil


5. Sistem respirasi
Kebutuhan oksigen ibu hamil meningkat 15-20%, sehingga
menimbulkan peningkatan tidak volume 20-40%, dan dispnea.
6. Sistem perkemihan
Terjadi dilatasi renal pelvis dan ureter pada ibu hamil sehingga
meningkatkan risiko infeksi saluran kemih (ISK), penurunan
tonus bladder disertai peningkatan kapasitas bladder sehingga
frekuensi berkemih meningkat dan terjadi inkontinensia.
Edema sering terjadi karena penurunan aliran renal (aliran
darah ke ginjal) pada trimester ketiga.
7. Sistem gastrointestinal/ pencernaan
Peningkatan progesteron menyebabkan penurunan tonus otot
dan memperlambat proses digestif sehingga menyebabkan
konstipasi dan pengosongan lambung menjadi lambat.
Perubahan mengecap dan membaui sehingga menyebabkan
mual pada trimester I.
8. Sistem muskuloskeletal
Peningkatan estrogen menyebabkan peningkatan elastisitas dan
relaksasi ligament sehingga menimbulkan gejala nyeri sendi.
Sedangkan peregangan otot abdomen karena pembesaran
uterus menyebabkan diastasis recti.

Gambar 1.4 Diastasis recti


9. Sistem integument
Estrogen dan progesteron yang meningkat merangsang
peningkatan penyimpanan melanin menyebabkan linea nigra,
cloasma gravidarum, warna areola, putting susu, vulva menjadi
gelap. Stretch mark disebabkan oleh kulit perut, payudara dan
bokong meregang, sehingga serat kolagen terputus.

Gambar 1.5 Sretch mark (kiri) dan linea nigra (kanan)


10. Sistem endokrin
Prolaktin dan oksitosin yang meningkat membuat peningkatan
laktasi dan merangasang kontraksi uterus.

Kedua, adapatasi yang terjadi pada ibu hamil pada masa


kehamilannya, seorang perempuan akan mempersiapkan persalinan,
melengkapi tugas kehamilan kemudian akan berperan menjadi seorang
ibu. Perubahan psikososial yang sering terjadi pada kehamilan antara lain
pada trimester I, menerima kehamilan; trimester II menerima bayi, dan
trimester III menyiapkan kelahiran bayi sebagai akhir dari kehamilan
(Pilliteri, 2003).
Kehamilan membuat seorang perempuan menunjukan dua respon
secara psikologi yaitu senang dan sedih atau yang biasa disebut respon
ambivalen (Pilliteri, 2003). Perasaan ibu yang labil dapat menyebabkan
rusaknya hubungan suami istri. Hal ini terjadi karena terjadi perubahan
peran dari pasangan tanpa anak menjadi orang tua. Oleh karena itu
dianjurkan pasangan yang akan menikah, dan telah menikah bersiap
dengan mempelajari cara menghadapi pasangan. Juga cara menjadi orang
tua yang baik.

B. Penyakit pada Masa Kehamilan


Penyebab dari kematian ibu pada masa kehamilannya di bagi menjadi
dua, yaitu kematian langsung dan kematian tidak langsung. Kematian
langsung pada ibu hamil dapat disebabakan oleh faktor komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan,
preeklampsia/eklampsia, infeksi, persalinan macet dan abortus. Penyebab
ibu hamil meninggal yang tidak langsung antara lain 4 terlalu
(muda/tua/sering melahirkan/jarak kelahiran), selain itu faktor penyakit
seperti HIV/AIDS, TB, sifilis, hipertensi, DM, jantung, gangguan jiwa
maupun kekurangan gizi dapat menyebabkan kematian pada ibu hami.
Makalah ini dibuat dengan fokus bahasan penyakit pada masa
kehamilan seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan gangguan
kardiovaskuler yang akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Diabetes Mellitus
Perempuan yang hamil mengalami perubahan hormon yang
menyebabkan tubuh kurang tanggap terhadap insulin. Insulin sebagai
hormon memiliki fungsi untuk mengubah gula menjadi energi dan
berperan dalam mengendalikan kadar gula tubuh supaya tidak
melonjak terlalu tinggi atau turun terlalu rendah. Insulin yang kurang
tanggap pada masa kehamilan ini membuat gula darah meningkat
drastis dan menyababkan diabetes mellitus pada masa kehamilan.
Diabetes pada masa kehamilan memiliki dua istilah, yaitu
Gestational Diabetes Mellitus (GDM) adalah diabetes yang terjadi saat
kehamilan sedangkan sebelum hamil ibu tidak memiliki penyakit
diabetes. PreGestational Diabetes Mellitus (PGDM) adalah diabetes
yang terjadi pada ibu hamil dengan memiliki riwayat diabetes
sebelumnya, baik diabetes melitus tipe 1 maupun tipe 2.
Diabetes pada kehamilan ibu dibagi menjadi dua kategori :
a. Tipe 1 adalah diabetes yang terjadi akibat dari autoimunitas sek
beta dari pancreas yang membuat insulin mengalami penurunan
yang nyata, tipe diabetes ini dapat diatasi dengna penggunaan
insulin.
b. Tipe 2 adalah diabetes yang ditandai dengan resistensi insulin
dan produksi insulin yang tidak memadai. Tipe ini adalah
bentuk yang paling umum dari diabetes, dan angka ini
meningkat karena dikaitkan dengan peningkatan tingkat
obesitas. Diabetes Ini biasanya dikontrol dengan diet, olahraga,
dan agen glikemik oral. Agen hipoglikemik oral tidak
dianjurkan untuk digunakan selama kehamilan pada wanita
diabetes tipe 2 (Simpson & Creehan, 2008).
Ibu hamil yang mengalami diabetes gestasional atau diabetes pada
masa kehamilan menunjukan tanda dan gejala seperti berikut:
a. Ibu hamil sering merasa lapar
b. Sering merasa haus
c. Sering buang air kecil
d. Mengalami penuruna berat badan
e. Mengalami infeksi pada vagina
f. Mudah merasa lelah
g. Kesemutan pada tangan dan kaki
h. Pandangan kabur
i. Proses penyembuhan luka lebih lama
j. Mengalami masalah dalam hubungan seksual

Etnis, usia ibu hamil lebih dari 35 tahun, obesitas dengan indeks
masa tubuh lebih dari 30, dan hipertensi merupakan ciri-ciri dari ibu
yang berisiko terkena GDM. Selain itu ibu yang memiliki riwayat
melahirkan bayi besar (>4 kg), memliki riwayat abortus, bayi lahir
cacat, penyakit jantung, dan kadar gula berlebih dalam darah menjadi
ciri-ciri ibu hamil yang berisiko terkena GDM (Mufdillah, dkk. 2019)

Jika pada masa kehamilannya ibu hamil terkena GDM dan tidak
ditindak lanjuti akan menyebabkan komplikasi seperti gangguan
penglihatan, preeklampsia, janin besar, keguguran, persalinan lama,
bayi premature, tidak dapat melakukan persalinan normal dan harus
operasi.

Komplikasi akibat GDM juga dapat terjadi pada pasca ibu


melahirkan. Komplikasi pasca melahirkan karena GDM terjadi baik
pada ibu maupun baik pada bayi yang dilahirkannya. Berikut
merupakan komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi akibat dari GDM
:

a. Komplikasi pada bayi


1) Ikterus neonatorum (bayi kuning)
2) Sindrom gangguan pernafasan bayi
3) Hipoglikemia akut
4) Peningkatan risiko obesitas dan diabetes saat anak-anak dan
remaja
5) Berat bayi baru lahir besar >4000 gram
b. Komplikasi pada ibu
1) Resiko infeksi kandung kemih
2) Memperberat komplikasi diabetes yang sudah ada
sebelumnya (Jantung, ginjal, saraf, gangguan penglihatan)
3) Risiko menderita diabetes mellitus tipe 2 dalam jangka
waktu 10 tahun dari masa kehamilan

Tata laksana yang dapat dilakukan bila ibu hamil mengalami GDM
antara lain:

a. Bila GDP <130 mg/dl


1) Atur asupan gizi yang masuk pada tubuh ibu selama 1
minggu.
2) Bila GDP <105 dan GD 2 jam PP <120 maka lanjutkan
terapi nutrisi
3) Bila GDP >105 dan GD 2 jam PP >120 maka lanjutkan
terapi nutrisi dan insulin
b. Bila GDP ≥130 mg/dl
1) Lakukan terapi nutris dan terapi insulin

Ket : GDP (gula darah puasa), GD (Gula darah), PP(setelah


makan).

Diet, olahraga secara teratur, rutin periksa kadar gula darah, rutin
periksa kandungan ke dokter, konsumsi obat atau insulin yang
diresepkan oleh dokter merupakan hal yang perlu dilakukan jika
seorang ibu hamil mengalami GDM. Dengan menerapkan hal-hal
tersebut akan mengurangi resiko komplikasi yang terjadi pada
kehamilan dengan GDM

2. Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan sistol mencapai ≥140
dan tekanan distol ≥90 mmHg. Kasus hipertensi pada saat kehamilan
memiliki nilai 6-8% penyakit yang paling umum menyebabkan
komplikasi pada kehamilan. Hipertensi berada di urutan kedua sebagai
penyebab utama kematian ibu hamil dan penyebab kematian, kesakitan
pada bayi baru lahir (Cunningham et al., 2005; National High Blood
Pressure Education Working Group [NHBPEP], 2000).
Hipertensi dibedakan menjadi 4 kategori oleh National High Blood
Pressure Education Program :
a. Hipertensi gestasional
b. Preeklampsia dan eklampsia
c. Hipertensi kronis
d. Preeklampsia superimposed pada hipertensi kronis

Berdasarkan Klasifikasi menurut American College of


Obstetricians and Gynecologists, yaitu:
a. Hipertensi gestaional, bila tekanan darah > 140/90 mmHg pada
usia kehamilan > 20 minggu tanpa riwayat hipertensi
sebelumnya dan tanpa disertai dengan proteinuria.
b. Preeklampsia, bila disertai keadaan sebagai berikut:
1) Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90
mmHg yang terjadi setelah umur kehamilan diatas 20
minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau
kualitatif 3+ atau 4+.

Bila proteinuria negatif:

1) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24


jam/kurang dari 0,5 cc/kgBB/jam.
2) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa
nyeri di epigastrium.
3) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen
4) Terdapat edema paru dan sianosis
5) Hemolisis mikroangiopatik
6) Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan
trombosit dengan cepat)
7) Gangguan fungsi hati.: peningkatan kadar alanin dan
aspartate aminotransferase.
8) Pertumbuhan janin terhambat
Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
1) Tanda – tanda preeklampsia disertai tekanan darah sistolik
≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg pada 2 x
pemeriksaan 6 jam setelah pasien dalam keadaan istirahat.
c. Superimposed preeclampsia ( ≥1 kriteria dibawah ini)
1) Proteinuria onset baru pada wanita dengan hipertensi
kurang dari 20 minggu
2) Jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu
a) Proteinuria meningkat tiba – tiba jika hipertensi dan
proteinuria timbul < 20 minggu
b) Hipertensi meningkat tiba – tiba pada wanita dengan
rewayat hipertensi terkontrol
c) Trombositopenia ( trombosit < 100.000 /mm3)
d) Peningkatan SGOT dan SGPT

Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri kepala


persisten, skotoma atau nyeri ulu hati juga dapat disebut
dengan superimposed preeclampsia.

d. HELLP syndrome (ada 2 kriteria)


1) Menurut Sibai et al (salah satu kriteria dibawah ini)
a) Hemolisis, lactate dehydrogenase > 600 U/L, atau total
bilirubin > 1.2 mg/dL
b) SGOT > 70 U/L (3) Trombosit <100,000 /mm3
2) Menurut Martin et al (salah satu kriteria dibawah ini)
a) Lactate dehydrogenase > 600 U/L
b) SGOT atau SGPT > 40 IU/L (3) Trombosit
<150,000 /mm

Banyak faktor yang dapat menyebabkan hipertensi pada


kehamilah, berikut adalah faktor-faktor risikonya :

a. Primigravida (seorang wanita hamil yang untuk pertama kali


(Gobak, 2005)), primipaternitas (kehamilan anak pertama
dengan suami kedua)
b. Hiperplasentosis misalnya : mola hidatidosa, kehamilan
multipel, DM, hidrops fetalis, bayi besar
c. Umur yang ekstrim (>35 tahun)
d. Riwayat keluarga yang pernah preeklampsia / eklampsia
e. Penyakit – penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada
sebelum hamil
f. Obesitas (BMI >35) (Prawirohardjo, 2010)
Penyebab terjadinya hipertensi sampai saaat ini belum diketahui
penyebab pastinya (Anggreni, dkk, 2018). Mamun teori tentang
etiologi dan patogenesis terjadinya preeclampsia dimana merupakan
kelainan hipertensi pada kehamilan paling sering, Penyempitan
pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi dan hipertensi
berikutnya. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan
kebocoran interstisial melalui darah konstituen, termasuk platelet dan
fibrinogen, yang disimpan pada subendothelial.

Perubahan resistensi ultrastruktural di wilayah subendothelial arteri


pada wanita preeklampsia. Dengan aliran darah yang berkurang
karena maldistribusi, iskemia jaringan sekitarnya akan menyebabkan
nekrosis, perdarahan, dan organ lain menyebabkan gangguan
karakteristik sindrom tersebut.

Sindrom klinis preeklampsia diperkirakan merupakan hasil dari


perubahan sel endotel yang luas. Selain mikropartikel, Grundmann
dan rekan (2008) telah melaporkan bahwa sirkulasi sel endotel, secara
signifikan meningkat empat kali lipat dalam darah perifer wanita
preeklampsia. Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel
endotel menumpulkan respon otot polos vaskular untuk agonis dengan
melepaskan oksida nitrat. Sel endotel yang rusak atau teraktivasi dapat
memproduksi oksida nitrat dan mengeluarkan zat yang
mempromosikan koagulasi dan meningkatkan kepekaan terhadap
vasopressors.

Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan


disfungsi sel endotel akan terjadi:

a. Gangguan metabolisme prostaglandin (vasodilator kuat)


b. Agregasi sel trombosit untuk menutup endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit ini memproduksi tromboksan
(TXA2), suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal,
kadar prostasklin lebih tinggi daripada kadar tromboksan. Pada
preeclampsia, terjadi sebaliknya sehingga berakibat naiknya
tekanan darah.
c. Peningkatan endotelin (vasopresor), penurunan oksida nitrit
(vasodilator).
d. Peningkatan faktor koagulasi.

Bukti lebih lanjut dari aktivasi endotel termasuk perubahan


karakteristik morfologi endotel kapiler glomerulus, permeabilitas
kapiler meningkat, dan meningkatnya konsentrasi mediator yang
berperan untuk menimbulkan aktivasi endotel. Penelitian
menunjukkan bahwa serum dari wanita dengan preeklampsia
merangsang sel endotel yang dikultur untuk memproduksi prostasiklin
dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan serum wanita hamil
normal.Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika
diketahui atau diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm,
kecenderungannya adalah mempertahankan sementara janin di dalam
uterus selama beberapa minggu untuk menurunkan risiko kematian
neonatus.

Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB),


penanganan terdiri dari penanganan aktif dan penanganan ekspektatif.
Wanita hamil dengan PEB umumnya dilakukan persalinan tanpa ada
penundaan. Pada beberapa tahun terakhir, sebuah pendekatan yang
berbeda pada wanita dengan PEB mulai berubah. Pendekatan ini
mengedepankan penatalaksanaan ekspektatif pada beberapa kelompok
wanita dengan tujuan meningkatkan luaran pada bayi yang dilahirkan
tanpa memperburuk keamanan ibu.

Penatalaksanaan hipertensi kehamilan terdiri dari dua jenis yaitu


Penatalaksanaan Non Farmakologis dan Penatalaksanaan
Farmakologis.

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis : Dietary Approaches to


Stop Hypertension (DASH), melakukan olahraga atau aktifikas
fisik, mengurangi asupan natrium, hindari konsumsi alkohol,
berhenti merokok, faktor psikologi dan stress, dan kalsium.
b. Farmakologis : pemberian antihipertensi lebih dari 140/80
mmHg, apabila tekanan darah terlalu rendah maka turunkan
perfusi uteroplasenta, target penurunan tekanan darah pada
kehamilan adalah 140/90 mmHg dan tidak ada keuntungan
yang didapatkan dengan menurunkan tekanan darah lebih
rendah lagi, tekanan darah lebih dari 170/110 mmHg akan
dianggap suatu kedaruratan medis dan dianjurkan untuk
mendapatkan perawatan di rumah sakit dimana tekanan darah
harus diturunkan secepat mungkin, hipertensi ringan pada ibu
menyusui dapat dipertimbangkan untuk penghentian obat
sementara dengan pemantauan ketat tekanan darah, setelah
menghentikan menyusui maka akan dilakukan terapi
antihipertensi yang dapat diajukan kembali. Dalam mengatasi
hipertensi pada ibu hamil maka akan dilakukan pengobatan
dimana obat yang dianjurkan sebagai antihipertensi pada
kehamilan dan laktasi diantaranya seperti Metildopa,
Clonidine, CCB, Betablocker, Labetalol, Hydrochlortiazid, dan
ACE-I & ARB (Kuswandi, 2019)
3. Gangguan Kardiovaskuler
Salah satu komplikasi yang terjadi pada masa kehamilan adalah
gangguan kardiovaskuler, gangguan ini memiliki potensi untuk
membahayakan kehamilan dan kesehatan janin. Kejadian gangguan
kardiovakuler pada perempuan hamil berkisar antara 0,5% sampai 2%
dan bervariasi pada bentuk dan tingkat keparahan (Gilbert, 2007).
Perubahan bentuk sistem kardiovaskuler pada masa kehamilan
membuat jantung berfungsi secara berlebihan dari kapasitasnya yang
mengakibatkan (Cunningham et al., 2005; Simpson & Creehan, 2008;
Mattson & Smith, 2004):
a. Hipertensi paru
b. Edema paru
c. Gagal jantug kongestif
d. Kematian ibu atau janin

Gangguan kardiovaskuler menyebabkan resiko pada wanita hamil


dan bayinya. Berikut adalah penyabarannya :

a. Resiko pada wanita hamil


1) Kematian ibu dengan gangguan jantung berkisar dari 1%
sampai 50% berdasarkan kelainan jantung yang dialami.
2) Efek kehamilan meliputi edema paru berat, sistemik
emboli, dan gagal jantung kongestif
b. Resiko pada bayi
1) Gangguan kardiovaskuler berefek pad janin karena
penurunan sirkulasi sistemik dan/atau penurunan oksigen
2) Oksigen janin terganggu
3) Hipoksia janin dapat menyebabkan kerusakan SSP
permanen tergantung pada panjang dan beratnya penurunan
oksigenasi.
4) Kematian neonatal akibat penyakit jantung ibu memiliki
rentang persentase dari 3% menjadi 50%.

Tanda dan gejala para ibu hamil yang mengalami gangguan


kardiovaskuler adalah :

a. Dispnea, cukup parah hingga membatasi aktivitas biasa


b. Ortopnea progresif
c. Dispnea nokturnal paroksismal
d. Pingsan selama atau setelah aktivitas
e. Nyeri dada saat beraktivitas
f. Perubahan tromboembolitik
g. Retensi cairan

Tindakan medis atau penatalaksanaan yang berdasarkan jenis


penyakit jantung dan memerlukan konsultasi pada dokter dan tenaga
kesehatan lainnya. Hal yang dapat dilakukan oleh ibu antara lain:
a. Dokter akan berdiskusi dengan ibu tentang kehamilannya,
mortalitas janin, potensi morbiditas kronis, dan intervensi yang
dilakukan untuk meminimalkan risiko.
b. Ibu dapat melakukan tes laboratorium fungsi ginjal dan profusi
(elektrolit, kreatinin serum, protein, dan asam urat).
c. Pemantauan hemodinamik invasif menggunakan arteri
pulmonalis kateter, kateter arteri perifer, atau tekanan vena
sentral monitor mungkin diperlukan.
d. Kelahiran prematur dapat diindikasikan untuk kondisi ibu yang
memburuk atau status janin.

Tindakan keperawatan yang dlakukan menurut Simpson &


Creehan, 2008 antara lain:

a. Penilaian kardiovaskuler
1) Akuluturasi jantung, paru-paru, dan suara napas
2) Mengidentifikasi patologi edema
3) Evaluasi nilai pernapasan dan ritme pernapasan
4) Evaluasi nilai dan ritme jantung
5) Berat badan dan pertambahannya
6) Menilai warna kulit, suhu, dan turgor kulit
b. Penilian non-invasif tambahan
1) Saturasi oksigen oximeter
2) Pemeriksaan aritmia denan EKG 12 sadapan
3) Elektrokardiogram
4) Keluaran urin
5) Pemantauan janin
Dapus :

Chapman, L., & Durham, R. (2010). Maternal–Newborn Nursing: The


Critical Component of Nursing Care. Philadelphia: FA Davis Company.

Cunningham, F., Leveno, K., Bloom, S., Haut, J., Gilstrap, L., &
Wenstrom, K. (2005). Williams obstetrics (22nd ed.). New York: McGraw-Hill.

Karjatin, Atin. (2016). Keperawatan Maternitas. Jakarta: Pusdik SDM


Kesehatan Badan Pengembangan dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan.

Kuswandi, Iri. (2019). Pentalaksanaan Hipertensi pada Kehamilan dan


Laktasi. https://sardjito.co.id/2019/08/28/penatalaksanaan-hipertensi-pada-
kehamilan-dan-laktasi/ (diakses tanggal 12 Maret 2021)

Mattson, S., & Smith, J. E. (Eds.). (2004). Core curriculum for


maternalnewborn nursing (3rd ed.). St. Louis, MO: Elsevier Saunders.

Mufdillah, dkk. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus


dalam Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Media

Pilliteri, A. (2003). Maternal dan Child Health Nursing: Care of the


Childbearing & Childrearing Family. Philadelphia: Lippincott.

Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta : PT


Bina Pustaka.

Sibai, MD. Evaluation and management of severe preeclampsia before 34


weeks gestation, SMFM in American Journal of Obstetrics and Gynecology.
2014.
Simpson, K., Creehan, P., & Association of Women’s Health, Obstetrics
and Neonatal Nurses. (2008). Perinatal nursing (3rd ed.). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai