Esensi Kemanusiaan Menurut Gambar Dan Rupa Allah: January 2017
Esensi Kemanusiaan Menurut Gambar Dan Rupa Allah: January 2017
net/publication/343099102
CITATIONS READS
4 20,658
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Candra Gunawan Marisi on 21 July 2020.
ABSTRAKSI
Dalam tugasnya sebagai tuan atas bumi, manusia mencerminkan Allah pencipta.
Ketiga, manusia seperti Allah tetapi bukan Allah. Artinya, manusia memiliki potensi-
potensi seperti Allah, tetapi manusia harus tetap mempertanggungjawabkan segala
potensinya kepada Allah yang telah memberikan potensi dan tanggung jawab
kepada manusia. Keempat, manusia harus mewakili Allah. Ia menciptakan manusia
secara khusus, sesuai dengan gambar dan rupaNya haruslah kita mengetahui
maksudnya dan kembali pada esensi tersebut.
A. PENDAHULUAN
Konsep gambar dan rupa Allah dalam Kejadian 1:26-27: Berfirmanlah
Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya
mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak
dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
a. 1. Manusia Diciptakan oleh Allah
Alkitab mengatakan bahwa setelah Allah menciptakan bumi, langit,
tumbuhan, dan binatang, serta segala benda-benda yang lain, Allah menciptakan
manusia. Alkitab mencatat, "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan
rupa Kita ... maka Allah menciptakan manusia itu" (Kej 1:26-27). Jadi, manusia
bukanlah hasil proses pengembangan alami yang sempurna dari makhluk yang lebih
rendah tingkatannya seperti yang dikembangkan oleh teori naturalistik. Manusia
bukanlah pengembangan dari kayu, batu, tumbuhan, apalagi binatang, seperti teori
evolusi Darwin yang mengatakan bahwa manusia berkembang dari kera.1 Manusia
diciptakan khusus oleh Allah, sebagaimana bumi serta segala isinya diciptakan oleh
Allah.
2 John Wesley Brill, Dasar Yang Teguh. (Bandung: Yayasan Kalam Hidup. 2004) 181.
4
3 F.L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1.Pen. K. Siagian (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2007). 20.
4 Paul Enns, Aproaching God (Mendekati Allah), jld. 2 (Batam Centre: Interaksara,
2000). 18.
berarti gambar yang dihias, suatu bentuk dan figur yang representatif. Satu gambar
dengan pengertian yang nyata (2 Raja-Raja 11:18; Yehezkiel 23:14; Amsal 5:26).
Sedangkan kata "demuth" mengacu pada kesamaan tapi lebih bersifat abstrak atau
ideal.6 Dari arti kata "tselem" dan "demuth". Jadi, apa artinya diciptakan sesuai
gambar dan rupa Allah?
Frase, manusia diciptakan menurut gambar Allah menarik banyak
perhatian dari para penafsir. Di satu sisi ada penafsir yang mengartikan “gambar” itu
secara jasmani, di mana bagi penafsir ini menunjuk kepada sikap berdiri manusia
yang tegak lurus, bertentangan dengan binatang-binatang, dan yang menganggap
ini sebagai keistimewaan yang membedakan manusia dari makhluk lain.7
Selanjutnya ada orang yang berspekulasi bahwa ‘gambar Allah’ adalah kemiripan
manusia dengan Penciptanya dan kemiripan itu terletak pada karakteristik manusia
yang membedakannya dari hewan seperti rasio, kekekalan dan konsepnya,
perasaan moral, dan seterusnya.”8 Hal yang sama juga disampaikan oleh William A.
Dyrness dengan mengatakan; “Dahulu para teolog menekankan pada kemampuan
rasional dan rohani manusia sebagai arti dari gambar Allah.” Tetapi bagi Dyrness,
gambar Allah berarti manusia diciptakan untuk mencerminkan Allah. 9 Apa yang
dikatakan oleh Dyrness di mana manusia mencerminkan Allah, senada dengan
interpretasi D A Carson. Carson menyatakan; God says man is to be made in our
image, in our likeness. This means that mankind, both male and female, is God
representative on earth.10 Ini berarti bahwa manusia, laki-laki dan perempuan
sebagai representasi atau wakil Allah di bumi. Sementara Karl Barth, seperti yang
dinyatakan oleh David Atkinson, bahwa “gambar Allah” sebagai pengertian “laki-laki
7 David Atkinson, Kejadian 1-11 (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1998).
41.
8 Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2009). 50.
9William
A. Dyrness, Agar Bumi Bersukacita Misi Holistis dalam Teologi Alkitab (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2004), 35.
10 D.A. Carson, New bible commentary (USA: Intervarsity Press, 1994), 61.
6
dan perempuan” yang saling melengkapi.11 Ada pula yang bertolak belakang
dengan pandangan Karl Barth. Seorang teolog PL seperti Eichrodt yang dikutip oleh
Yonky Karman dengan mengartikan bahwa gambar Allah terletak pada kesadaran
diri dan kemampuannya untuk menentukan diri.12
Selanjutnya ada beberapa penafsir yang menafsirkan “gambar” menujuk
kepada manusia sebagai rekan-Nya, dan bahwa manusia dapat hidup bersama
dengan Allah. Ini berarti menunjuk kepada suatu hubungan manusia dengan Allah.
Misalnya, Yune Sun Park, menjelaskan; “Allah menciptakan manusia ‘menurut
gambar dan rupa’-Nya, supaya manusia dapat mengenal Allah. Hubungan di antara
manusia dan Allah berbeda dengan hewan-hewan yang lain. Park menegaskan,
‘gambar dan rupa’ Allah berarti manusia diciptakan menurut kehendak Allah di
dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya (Efesus 4:24).”13 Menurut
Westermann, “Manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga keberadaannya
adalah hubungannya dengan Allah.” Menurut pandangan ini, “gambar Allah” bukan
sesuatu yang dimiliki manusia, atau sesuatu kemampuan untuk menjadi atau
berbuat sesuatu, melainkan suatu hubungan.”14 Davit Atkinson menafsirkan ‘gambar
Allah’ ialah “hubungan dalam mana Allah menempatkan diriNya terhadap manusia,
suatu hubungan dalam mana manusia menjadi mitra kerja, wakil dan kemuliaan
Allah di atas bumi.”15
Dengan melihat beragam penafsiran yang ada, maka sulit untuk
menentukan arti gambar Allah yang sesungguhnya. Sebab bagaimanapun, manusia
menyerupai Allah tidak dinyatakan secara spesifik dan eksplisit di dalam kisah
penciptaan. Oleh sebab itu untuk menemukan arti dan makna gambar Allah perlu
memperhatikan apa kata teks dengan akar kata yang diturunkan dan juga konteks.
Kata Ibrani untuk gambar adalah (tsělěm). Kata tsělěm ini diturunkan dari akar kata
2002), 15.
14 Gordon J. Wenham, Word Biblical Commentary Volume I (Waco,Texas: Word Books,
Publisher, 1987), 31.
15 David Atkinson, Kejadian 1-11, 42-43.
7
16Francis Brown, S.R. Driver, dan Charles Briggs, Hebrew and English Lexicon of the
Old Testament, (New York: Houghton Mifflin, 1907), 853.
17 Anthony A. Hoekem, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah. (Surabaya:
27 Program BibleWork 7
10
Particle preposition; kata depan “Be” dalam, di dalam, disamping28, dengan ~l,c,
(tselem) noun common masculine singular construct suffix 1st person common plural
homonym 1 : kata benda akhiran ganti orang pertama jamak umum: dari akar kata
tselem (kata benda umum maskulin tunggal) yang arti dalam terjemahan bahasa
Indonesia adalah gambar, dalam terjemahan King James Version (akan disingkat
KJV) image dalam terjemahan septuaginta eikon “Image of God”29 jadi kata
betselemenu ini dapat diartikan “di dalam kita atau dengan gambar kita.”
Wnte_Wmd>Ki ; &. (kidemutenu) particle preposition tWmD> (demuth) noun
common feminine singular construct suffix 1st person common plural. Kata depan
“ke” seperti, sesuai dengan30. Kata benda akhiran ganti orang pertama jamak umum
dari akar kata demuth (kata benda umum feminim tunggal) yang arti dalam
terjemahan bahasa Indonesia adalah rupa, dalam terjemahan KJV; likeness
(seperti) dalam terjemahan septuaginta omoiosin “Omoiosis is derided from
Gen.1:26 LXX. The nature of the tongue is made clear by means of a sharp
anthitesis: With it we praise God and curse humans made in correspondence to
God31. arti demuth ini dapat diartikan “di dalam rupa Kita, dengan seperti rupa Kita
atau menurut rupa Kita” dengan ini manusia dapat memiliki hubungan dengan
Tuhan.
rm,aYOæw: : w> (Wayyo’mer) particle conjunction rma (amar)verb qal waw
akar kata “amar” yang artinya berkata atau berfirman, kata kerja imperfek adalah
suatu tindakan yang tengah dilakukan. Dan di ikuti oleh nama yang melakukan yaitu
Elohim: maka kata-kata tersebut dapat diartikan “dan berfirmanlah Allah”.
hf,î[]n): (na‘asyeh) dari akar kata hf[ (‘asyeh) verb qal imperfect 1st
person common plural cohortative in meaning, but no unique form for cohortative
homonym 1; kata kerja qal imperfect orang pertama jamak umum, dari akar kata “
‘asah” yang artinya membuat atau menjadikan; “marilah kita menjadikan” manusia
(‘adam).
Dari kata-kata di atas, jelaslah bahwa penciptaan manusia adalah hasil
perundingan Allah (Elohim) dalam ke-Trinitasannya. Yang berfirman adalah Allah
dan Allah mengatakan marilah Kita menjadikan manusia menurut Gambar dan Rupa
kita. Penggunaan kata tselem yang diartikan gambar, suatu gambar memiliki bentuk
atau pola tertentu. Pola tertentunya adalah sesuai dengan Firman Allah (marilah
Kita) yaitu menurut pola Allah (Kita). Kata tselem ini dari dasar kata maskulin
tunggal. Penggunaan kata demuth adalah keberadaan seperti Allah (bukan sama
dengan Allah), dapat dimengerti bahwa manusia adalah representatif Allah. Manusia
adalah wakil Allah. Kata demuth ini dari dasar kata feminim tunggal.
Kata tselem dan demuth yang diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai
gambar dan rupa dipakai dari dasar kata yang maskulin dan feminim. Tselem dari
dasar kata maskulin sedangkan demuth dari dasar kata feminim. Jadi penggunaan
tselem dan demuth digunakan secara bersinonim dan dipakai saling bergantian dan
dengan demikian tidak mununjukkan dua hal yang berbeda, istilah tersebut dapat
diterjemahkan dengan manusia diciptakan segambar menurut rupa Allah. Kata
“gambar” tidak mengacu pada suatu kesanggupan dalam diri manusia, melainkan
pada kenyataan bahwa Allah menciptakan manusia sebagai rekanNya dan bahwa
manusia dapat hidup bersama dengan Allah. Ini menentang penafsir yang terpusat
pada kebolehan manusia, yaitu sesuatu di dalam diri manusia yang menurut
penafsirnya dapat disamakan dengan gambar dan rupa Allah. Jadi, gambar Allah
bukan sesuatu yang dimiliki manusia atau sesuatu kemampuan untuk menjadi
12
melainkan suatu hubungan Allah dengan manusia sebagai mitra kerja serta sebagai
representatif atau sebagai wakil Allah di bumi.
Manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah tidak hanya
disebutkan dalam Perjanjian Lama, tetapi dalam Perjanjian Baru juga menyebutkan
bahwa manusia diciptakan menurut rupa Allah. Seperti yang terlihat dalam Yakobus
3:9 menyebutkan “Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita
mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah.” Kata Yunani yang dipakai
untuk rupa dalam Yakobus 3:9 adalah homoiōsin sebagai kata benda akusatif
feminim tunggal dari homoiōsis yang berarti ‘likeness.’ Dalam Septuaginta (Kejadian
1:26) kata yang dipakai untuk gambar adalah eikona yaitu kata benda akusatif
maskulin tunggal dari eikōn yang artinya ‘image.’ Sedangkan kata rupa yang dipakai
dalam Septuaginta (Kejadian 1:26) adalah homoiōsin sebagai kata benda akusatif
feminim tunggal dari homoiōsis yang berarti ‘likeness.’
Pemakaian kata ‘gambar’ maupun ‘rupa’ tidak hanya dikenakan kepada
manusia. Dalam Perjanjian Baru, penggunaan kata ‘gambar’ juga dipakai untuk
menunjuk kepada pribadi Kristus. Kristus sebagai gambar Allah yang nyata, seperti
dalam beberapa tulisan Rasul Paulus. “Dia-lah gambar Allah yang tidak kelihatan”
(Kolose 1:15). Selanjutnya dalam 2 Korintus 4:4, “kemuliaan Kristus, yang adalah
gambar Allah.” Kata Yunani yang dipakai untuk gambar dalam Kolose 1:15 dan 2
Korintus 4:4, adalah (eikōn), yang setara dengan kata Ibrani tsělěm. Demikian juga
penulis surat Ibrani, “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah”
(Ibrani 1:3). Dalam Ibrani 1:3, kata Yunani yang diterjemahkan menjadi ‘gambar
wujud’ adalah (charaktēr), artinya express image, exact representation, repoduction.
Menurut W.E. Vine, kata ini bermakna “cap atau cetakan, seperti pada sebuah koin
atau meterai, di mana meterai yang di cap menyandang gambar yang dihasilkan
oleh cap itu. Sebaliknya, semua aspek dari gambar yang dihasilkan tersebut, persis
sama dengan aspek-aspek yang ada pada sarana yang menghasilkannya.” 32
Analoginya adalah seperti dengan melihat sebuah koin, seseorang bisa mengetahui
32 W.E. Vine, An Expository Dictionary of New Testament Words (Old Tappan, NJ:
Revell, 1940; cetak ulang 1966), 247
13
secara tepat cetakan asli yang menghasilkan gambar pada koin itu, demikian juga
dengan melihat Anak, orang bisa mengetahui Allah secara tepat. Anthony A.
Hoekema menyebutkan “sulit membayangkan gambaran lain yang lebih kuat untuk
menyampaikan pemikiran bahwa Kristus adalah reproduksi yang sempurna dari
Bapa. Setiap sifat, setiap karakteristik, setiap kualitas yang terdapat di dalam Bapa
juga terdapat di dalam Anak, yang merupakan gambar wujud Bapa.”33
Telah dibahas sebelumnya bahwa istilah "gambar dan rupa" sebenarnya
adalah dua istilah yang memiliki makna yang sama. Memang dalam Kejadian 1:26
dituliskan bahwa manusia diciptakan sesuai gambar "tselem" dan rupa "demuth"
Allah, namun ketika melihat dalam tulisan bahasa Ibrani di atas tidak ada kata
penghubung "dan" yang menunjukkan bahwa sebenarnya kedua kata tersebut
digunakan hanya untuk memberi penekanan, bukan dua arti yang berbeda. Arti kata
"tselem" (gambar) adalah suatu peta yang memiliki bentuk patron. Berarti, peta
tersebut bukanlah baru dibentuk, tetapi tinggal mengikuti bentuk patronnya
(polanya) semula yang telah ada. Umumnya, sebelum seorang menjahit baju, ia
terlebih dahulu membuat patronnya. Sedangkan kata "demuth" (rupa) berarti suatu
gambar yang modelnya harus sesuai dengan bentuk yang pertama. Dari arti kata
"tselem" dan "demuth" dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya keduanya punya arti
yang sama. Jadi, apa artinya diciptakan sesuai gambar dan rupa Allah?
b. 2. Allah Adalah Patron Dasar Manusia
Manusia tidak hadir dengan sendirinya, tetapi memiliki sumber, yaitu
Allah. Hal ini berarti manusia harus kembali kepada Allah sebagai sumbernya.
Dalam konteks penciptaan, manusia harus kembali mempertanggungjawabkan
tugas dan pekerjaan serta kehidupannya dalam mengelola bumi kepada Allah.
Dalam konteks kejatuhan sekarang ini, manusia mengalami masalah dan kesulitan
dapat kembali kepada Allah. Dalam Allah sajalah, sebagai patron dasar, manusia
dapat melihat bukan hanya masalahnya, melainkan juga kesalahannya. Dengan
kata lain, manusia dapat menyelesaikan segala kesulitan, baik yang sifatnya
internal, dari dalam diri manusia, maupun eksternal dari luar dirinya, di dalam Allah
untuk disesuaikan kembali dengan bentuk patronnya.
b. 3. Manusia Mencerminkan Allah
Manusia dalam tugasnya sebagai tuan atas bumi, manusia
mencerminkan Allah pencipta. Dalam mencerminkan Allah, manusia bukanlah
hanya secara pasif bertindak sebagai cermin, tetapi juga harus berusaha secara
aktif untuk mencerminkan Allah. Dalam konteks kejatuhan, manusia sama sekali
tidak mampu mencerminkan Allah karena rusak secara total oleh dosa.
Paulus paling sering memakai kata hamartia dalam bentuk tunggalnya: dosa
bukan hanya sekedar kejahatan yang kita lakukan, melainkan suatu kekuatan
yang membelenggu kita. Lebih dari sekali ia berbicara tentang umat manusia
pada umumnya sebagai “hamba dosa” (Roma 6:17, 20), dan dengan suatu
gambaran yang hidup Paulus memandang kita semua sebagai yang terjual ‘di
bawah kuasa dosa” (Roma 7:14). Sebagaimana seorang majikan, demikianlah
kita masuk ke dalam kuasa dosa.34
34 Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru. (Malang: Gandum Mas, 2006) 74.
15
kalau mengenal siapa dirinya sebagai anak. Dengan mengenal siapa dirinya
dihadapan Tuhan maka seseorang akan berusaha mengenal lebih mendalam siapa
Tuhan bagi dirinya dan siapa dirinya bagi Tuhan. Dengan demikian ia akan dapat
menghormati Tuhan dengan benar. Hal ini merupakan fondasi utama untuk
bersekutu dengan Tuhan, baik di bumi maupun di kekekalan nanti.
Kedua, dapat memperlakukan dirinya sendiri dan sesamanya dengan
benar. Orang yang tidak mengenal dirinya sendiri tidak akan dapat menghargai
dirinya dengan benar. Ia tidak memanusiakan dirinya sendiri. Ia juga tidak akan
dapat mengasihi dirinya sendiri dengan benar, bukan sebagai tindakan egois
melainkan mengasihi diri karena begitu banyak dosa dan membutuhkan kasih
karunia Tuhan, sehingga datang kepada Tuhan dan meminta belas kasihan Tuhan.
Jadi jika seseorang tidak kasih terhadap dirinya sendiri berarti ia membinasakan
dirinya sendiri. Padahal mengasihi diri sendiri adalah pijakan atau dasar mengasihi
sesama manusia. Jadi, orang yang tidak mengasihi dirinya sendiri, tidak akan bisa
mengasihi sesamanya sehingga dia juga tidak akan pernah bisa mengasihi Tuhan.
Ia tidak akan dapat bersikap benar terhadap sesamanya. Orang yang tidak
memanusiakan dirinya juga tidak memanusiakan orang lain.
Ketiga Manusia yang mengenal dirinya sebagai makhluk ciptaan yang
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, akan mengelola alam ciptaan Tuhan
sebagai tanggung jawabnya. Adapun kalau alam kita hari ini menjadi rusak karena
perbuatan manusia, hal itu disebabkan manusia tidak mengenal dirinya yang harus
bertanggung jawab mengelola alam dan melestarikannya secara bertanggung
jawab dan bijak. Pada umumnya, manusia tidak memahami atau tidak mau mengerti
bahwa tanggung jawab untuk menyelamatkan alam ini ada dalam tanggung
jawabnya. Keserakahan manusia dan egoismenya telah merusak ekosistem bumi
ini dalam skala yang makin besar. Hari ini, banyak bencana alam yang disebabkan
oleh kelakuan manusia itu sendiri. Jadi, pengertian mengenal siapa manusia dapat
menjadi landasan hubungan antara Allah dan umat, hubungan antar sesama, dan
antara manusia dengan lingkungan alam. Tanpa landasan hubungan ini, maka
kehidupan akan menjadi rusak.
17
KESIMPULAN
penciptaan manusia adalah hasil perundingan Allah (Elohim) dalam ke-
Trinitasannya. Yang berfirman adalah Allah dan Allah mengatakan marilah Kita
menjadikan manusia menurut Gambar dan Rupa kita. Penggunaan kata tselem yang
diartikan gambar, suatu gambar memiliki bentuk atau pola tertentu. Pola tertentunya
adalah sesuai dengan Firman Allah (marilah Kita) yaitu menurut pola Allah (Kita).
Kata tselem ini dari dasar kata maskulin tunggal. Penggunaan kata demuth adalah
keberadaan seperti Allah (bukan sama dengan Allah), dapat dimengerti bahwa
manusia adalah representatif Allah. Manusia adalah wakil Allah. Kata demuth ini dari
dasar kata feminim tunggal.
Kata tselem dan demuth yang diartikan dalam bahasa Indonesia
sebagai gambar dan rupa Allah. Tselem dari dasar kata maskulin sedangkan
demuth dari dasar kata feminim. Jadi penggunaan tselem dan demuth digunakan
secara bersinonim dan dipakai saling bergantian dan dengan demikian tidak
mununjukkan dua hal yang berbeda. Kata “gambar” tidak mengacu pada suatu
kesanggupan dalam diri manusia, melainkan pada kenyataan bahwa Allah
menciptakan manusia sebagai rekanNya dan bahwa manusia dapat hidup bersama
dengan Allah. Jadi, gambar Allah bukan sesuatu yang dimiliki manusia atau sesuatu
kemampuan untuk menjadi melainkan suatu hubungan Allah dengan manusia
sebagai mitra kerja serta sebagai representatif atau sebagai wakil Allah di bumi.
Dari arti kata "tselem" dan "demuth" dapatlah kita melihat bagaimana
esensi manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Pertama, Allah
adalah patron dasar manusia. Kedua, manusia mencerminkan Allah. Dalam
tugasnya sebagai tuan atas bumi, manusia mencerminkan Allah pencipta. Ketiga,
manusia seperti Allah tetapi bukan Allah. Artinya, manusia memiliki potensi-potensi
seperti Allah, tetapi manusia harus tetap mempertanggungjawabkan segala
potensinya kepada Allah yang telah memberikan potensi dan tanggung jawab
kepada manusia. Keempat, manusia harus mewakili Allah. Ia menciptakan manusia
secara khusus, sesuai dengan gambar dan rupaNya haruslah kita mengetahui
19
maksudnya dan kembali pada esensi tersebut. Semuanya dapat dilakukan jika kita
menjadi manusia baru dalam Kristus (2 Korintus 5:17).