Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN KESEHATAN KULIT KELAMIN REFARAT &

LAPSUS
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER APRIL 2023
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

KANDIDIASIS MUKOKUTANEUS

OLEH
ANNISA NABILA
111 2022 2180

PEMBIMBING
dr. Andi Miranti, Sp.KK., M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Annisa Nabila

NIM : 111 2022 2180

Judul : Kandidiasis Mukokutaneus

Telah menyelesaikan refarat yang berjudul “Kandidiasis

Mukokutaneus ” dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan

dokter pendidik klinik dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia.

Watampone, April 2, 20232023

Menyetujui,

Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

dr. Andi Miranti, Sp.KK., M.Kes Annisa Nabila

11120222180
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Annisa Nabila

NIM : 111 2022 2180

Judul : Kandidiasis Mukokutaneus

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus yang berjudul “Kandidiasis

Mukokutaneus” dan telah disetujui serta dibacakan di hadapan Dokter

Pembimbing Klinik dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada Bagian Ilmu

Penyakit Syaraf Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Watampone, April 2023

Dokter Pendidik Klinik Mahasiswa

dr. Andi Miranti. Sp.KK., M.Kes Annisa Nabila

111 2022 2180


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan

Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad

SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan refarat dengan judul “Kandidiasis Mukokutaneus”

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis

mengalami kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan,

saran, dan kritik dari berbagai pihak akhirnya refarat ini dapat

terselesaikan.

Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala

dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa

dalam penulisan refarat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran untuk menyempurnakan refarat ini. Saya berharap sekiranya refarat

ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.

Watampone, April 2023

Hormat Saya,
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................2

KATA PENGANTAR..................................................................................4

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................5

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................6

BAB II LAPORAN KASUS.........................................................................8

2.1 Identitas Pasien...........................................................................8

2.2 Anamnesis....................................................................................8

2.3 Pemeriksaan Fisik.......................................................................8

2.4 Diagnosis......................................................................................9

2.5 Penatalaksanaan..........................................................................9

2.6 Prognosis.....................................................................................9

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................10

3.1 DEFINISI......................................................................................10

3.2 EPIDEMIOLOGI..........................................................................11

3.3 ETIOLOGI....................................................................................14

3.4 FAKTOR RESIKO.......................................................................14

3.5 GEJALA KLINIS.........................................................................15


3.6 DIAGNOSIS.................................................................................17

3.7 TATALAKSANA..........................................................................23

3.8 DIAGNOSIS BANDING...............................................................26

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................30
BAB I

PENDAHULUAN

Spesies Candida berkembang menjadi kontaminan yang penting

dan patogen pada manusia yang menyebabkan infeksi superfisial dan

dalam. Infeksi superfisial sering terjadi dan menyebabkan morbiditas.

Kulit bayi memiliki kemampuan absorbsi lebih tinggi dan mempunyai

risiko lebih besar terhadap cedera kulit dan infeksi kulit. (1)

Kandidiasis (atau kandidosis) merupakan infeksi yang disebabkan

Candida albicans atau genus kandida lainnya. Organisme ini menyerang

kulit, kuku, membran mukosa, dan saluran pencernaan, tetapi dapat 5

menyebabkan penyakit sistemik. Candida albicans merupakan fungi

tersering penyebab penyakit pada neonatus. Infeksi kandida mukokutan

pada neonatus yang sering terjadi berupa thrush (kandidiasis orofaring)

dan ruam popok. Kolonisasi kandida di rongga mulut dilaporkan tersering

saat usia minggu ke empat kelahiran sebanyak 79%, tetapi dapat

ditemukan pada hari pertama kelahiran yaitu sebanyak 7% dan usia satu

minggu 4setelah kelahiran sebanyak 37%.(1)

Lokasi utama kontak dengan kandida pada bayi baru lahir adalah

mukokutan, termasuk saluran pencernaan, pernapasan, dan kulit.

Kolonisasi kandida muncul pada awal kehidupan bersama dengan bakteri

aerob dan anaerob. Pada saluran pencernaan, kandida ditemukan mulai


pada kavum oral hingga rektum. C.albicans merupakan flora normal pada

saluran pencernaan tetapi bukan flora normal kulit.(1)

Infeksi kulit superfisial adalah salah satu bentuk infeksi dari

kandidiasis kutaneous. Saat ini kasus kandidiasis kutis masih sering

dijumpai. Kandidiasis merupakan penyakit yang dapat terdapat di seluruh

dunia, dapat menyerang laki-laki maupun perempuan, dan semua

golongan umur terutama bayi dan orang tua. (2)


BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

 Nama :

 Umur :

 Jenis Kelamin :

 Alamat :

 Agama :

 Pekerjaan :

 Status Pernikahan :

2.2 Anamnesis

2.3 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum :

 Kesadaran :

 Berat badan :

 Tinggi badan :

 Tanda-tanda Vital :

o Tekanan darah :

o Pernafasan :

o Nadi :
o Suhu :

 Status Dermatologis

o Lokalisasi :

o Distribusi :

o Ukuran :

o Efloresensi :

2.4 Diagnosis

 Diagnosis Kerja :

 Diagnosis Banding :

2.5 Penatalaksanaan

2.6 Prognosis
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur

genus Candida. Spesies terbanyak penyebab kandidiasis adalah Candida

albicans. Candida albicans merupakan flora normal yang hidup di rongga

mulut, saluran pencernaan, dan vagina. Infeksi C. albicans umumnya

merupakan infeksi oportunistik yaitu akibat kondisi tubuh pejamu

mengalami immunocompromised, sehingga flora normal dalam tubuh

pejamu yang seharusnya bersifat komensal menjadi bersifat patogen.(3)

Kandidiasis mukokutan dapat berupa kandidiasis oral, vaginal dan

vulvovaginal serta balanitis dan balanopostitis. Kelainan tersebut

merupakan sindrom klinis yang khas dan sering ditemukan pada pasien

khususnya imunokompromis.(4)

a) Kandidiasis Vulvovaginalis (KVV)

Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) adalah inflamasi vulva dan

mukosa vagina yang disebabkan oleh Candida sp. KVV terbagi

menjadi dua yaitu KVV tanpa penyulit (uncomplicated) dan KVV

dengan penyulit (complicated). KVV tanpa penyulit merupakan

KVV yang lebih jarang terjadi, infeksinya ringan hingga sedang,

biasanya terjadi pada pasien imunokompeten dan biasanya

disebabkan oleh karena Candida albicans. KVV dengan penyulit


adalah KVV yang berat, termasuk diantaranya adalah KVV rekuren,

KVV ini biasanya terjadi pada pasien imunokompromais dan

diabetes, dan biasanya disebabkan Candida non-albicans.(5)

b) Kandidiasis Oral

Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik pada

rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan

Candida sp.(6) Kandidiasis oral, umumnya disebut sebagai "thrush"

meliputi infeksi lidah dan situs mukosa mulut lainnya dan ditandai

dengan pertumbuhan berlebih jamur dan invasi jaringan superfisial.

C. albicans sejauh ini merupakan agen penyebab utama

kandidiasis oral terhitung hingga 95% kasus. Meskipun dianggap

sebagai patogen, C. albicans adalah organisme komensal yang ada

di mana-mana yang biasanya mengkolonisasi mukosa mulut dan

mudah diisolasi dari rongga mulut individu yang sehat. (7)

c) Balanitis atau Balanopostitis

Balanitis adalah peradangan pada glans penis (kepala

penis); itu cukup umum dan mempengaruhi sekitar 3-11% laki-laki

selama hidup mereka. Balanoposthitis hanya terjadi pada pria yang

tidak disunat.(8)

3.2 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi kandidiasis tinggi di negara berkembang dan banyak

terjadi di daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi. Kasus

kandidiasis di Indonesia menempati urutan ketiga dalam insidensi


dermatomikosis. Indonesia merupakan negara tropis yang menjadi faktor

risiko dari infeksi Candida. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang

higiene di masyarakat, penggunaan obat-obatan (antibiotik, kortikosteroid,

dan sitostatik) jangka panjang, banyaknya kejadian penyakit sistemik

seperti diabetes, keganasan, dan HIV/AIDS merupakan faktor yang

mempermudah jamur untuk berkembang biak lebih cepat.(3)

a. Kandidiasis Vulvovaginalis

Vulvovaginitis kandida sering terjadi. Ini bertanggung jawab

atas sepertiga dari semua kasus vulvovaginitis pada wanita usia

reproduksi, dan 70% wanita melaporkan pernah mengalami

vulvovaginitis candida di beberapa titik dalam hidup mereka.

Sekitar 8% wanita menderita candida vulvovaginitis berulang.

Penting untuk diketahui bahwa data epidemiologi rinci tidak

tersedia untuk proses penyakit ini. Karena tersedianya perawatan

yang dijual bebas secara luas, banyak pasien dengan kandida

vulvovaginitis mungkin tidak datang untuk perawatan. Selain itu,

diagnosis didasarkan pada evaluasi klinis dan tambahan, dan oleh

karena itu, laporan epidemiologi berdasarkan kultur saja melebih-

lebihkan penyakit, karena 10% wanita tidak menunjukkan gejala

dengan kultur kandida positif.(9)

b. Kandidiasis Oral

Kandidiasis oral dapat terjadi pada pasien imunokompeten

atau immunocompromised tetapi lebih sering terjadi pada host


immunocompromised. Lebih dari 90% pasien dengan HIV

mengembangkan kandidiasis oral di beberapa titik selama durasi

penyakit.

Kandidiasis oral terjadi sama pada pria dan wanita. Ini

biasanya terjadi pada neonatus dan bayi; jarang terjadi pada

minggu pertama kehidupan. Ini paling sering terjadi selama minggu

keempat kehidupan dan lebih jarang terjadi pada bayi yang lebih

tua dari enam bulan, kemungkinan sekunder akibat perkembangan

kekebalan inang. Tanda dan gejala imunosupresi pada pasien ini

adalah diare, ruam, infeksi berulang, dan hepatosplenomegali.(10)

c. Balanitis atau Balanopostitis

Balanitis dapat terjadi pada semua usia. Ini mempengaruhi

sekitar 1 dari setiap 25 anak laki-laki dan 1 dari 30 laki-laki yang

tidak disunat selama hidup mereka. Anak laki-laki di bawah usia 4

tahun dan laki-laki yang tidak disunat adalah kelompok risiko

tertinggi. Balanitis lebih mungkin terjadi jika ada phimosis, suatu

kondisi di mana kulup yang kencang tidak dapat ditarik kembali ke

penis. Saat anak laki-laki mencapai usia sekitar 5 tahun, kulup

menjadi mudah ditarik kembali, dan risiko balanitis menurun.(8)

Data dari meta-analisis menunjukkan bahwa laki-laki yang disunat

memiliki prevalensi balanitis 68% lebih rendah daripada laki-laki

yang tidak disunat dan individu dengan balanitis memiliki

peningkatan risiko kanker penis 3,8 kali lipat.(11) Meskipun data


tidak menunjukkan penyebab langsung, ada hubungan antara

balanoposthitis nonspesifik dan penis yang tidak disunat. Data

menunjukkan bahwa sunat mencegah atau melindungi terhadap

infeksi penyakit kulit penis yang umum.(8)

3.3 ETIOLOGI

Jamur kandida hidup sebagai saprofit, terutama terdapat di traktus

gastrointestinal, selain itu di vagina, uretra, kulit dan dibawah kuku .Dapat

juga ditemukan di atmosfir, air dan tanah. Agen penyebab tersering untuk

kelainan di kulit, genital dan mukosa oral adalah C. albicans.(12)

Candida albicans diketahui dapat melekat kepada berbagai struktur

lain melalui molekul adhesi dan enzim aspartyl proteinase (proteinase

secretions Proteinases/SAP1-9) yang mampu merusak selubung sel (sel

envelopes) dan konversi elemen jamur menjadi bentuk hifa sebagai

elemen jamur yang diduga bertanggung jawab atas kemampuan verulensi

C.albicans (4)

3.4 FAKTOR RESIKO

a) Kandidiasis Vulvovaginalis (KVV)

Faktor-faktor predisposisi KVV diantaranya kehamilan,

penggunaan kontrasepsi oral, pemakaian Intra Uterine Devices

(IUD), diabetes melitus, kondisi imunitas tubuh yang menurun,

penggunaan douching vagina, serta penggunaan antibiotik dan

steroid sistemik jangka panjang.(5)

b) Kandidiasis Oral
Faktor predisposisi dan faktor risiko terjadinya kandidiasis

oral adalah menurunnya sistem imun seperti pada penderita HIV

dan diabetes mellitus, penggunaan gigi tiruan yang tidak

dibersihkan, efek dari radioterapi, penggunaan obat-obatan

seperti kortikosteroid, obat antiepilesi, alopurinol, sulfonamid, dan

antibiotik spektrum luas jangka panjang serta kebersihan rongga

mulut yang buruk.(6)

c) Balanitis atau balanopostitis

Faktor predisposisi adalah kontak seksual dengan

pasangan yang rnenderita vulvovaginitis, diabetes mellitus dan

kondisi nonsirkurnsisi. Lesi berupa erosi, pustula dengan

dindingnya yang tipis, terdapat pada glans penis dan sulkus

koronarius glandis.(12)

3.5 GEJALA KLINIS

a) Kandidiasis Vulvovaginalis (KVV)

Gejala khas kandidiasis vulvovaginalis adalah

rasa gatal pada vagina, rasa terbakar, nyeri, kemerahan,

dan keluarnya cairan atau keputihan yang tidak normal kadang

seperti keju atau encer yang tidak berbau.(13)

Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia

minora dan ulkus-ulkus yang dangkal pada labia minora dan sekitar

introitus vagina. Fluor albus pada kandidosis vagina berwarna


kekuningan. Tanda yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalan

sebagai kepala susu berwarna putih kekuningan.(12)

b) Kandidiasis Oral

Gambaran klinis kandidiasis mulut sangat bervariasi

dengan gejala mulai dari asimtomatik, gatal, dan sensasi terbakar.

(14)

a. Thrush

Biasanya mengenai bayi, pasien terinfeksi HIV dan

AIDS . Tampak pseudo- membran putih coklat muda

kelabu yang menutup lidah, palatum molle, pipi bagian

dalam, dan permukaan rongga mulut yang lain. Lesi

dapat terpisah-pisah, dan tampak seperti kepala susu

pada rongga mulut. Bila pseudomembran terlepas dari

dasarnya tampak daerah yang basah dan merah.(12)

b. Perleche

Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami

maserasi, erosi, basah, dan dasarnya eritematosa.

Faktor predisposisinya antara lain adalah defisiensi

riboflavin dan kelainan gigi.(12)

c) Balanitis atau Balanopostitis

Biasanya asimptomatik dan pasien hanya mengalami

perubahan penampilan alat kelamin. Namun, terkadang disertai


dengan gejala seperti pruritus, disuria, nyeri, dan sensasi terbakar.

Kotoran bernoda darah atau dispareunia jarang ditemukan (15)

3.6 DIAGNOSIS

a) Kandidiasis Volvovaginalis

Penegakan diagnosis dari kandidiasis vulvovaginal terdiri

dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Saat dilakukannya anamnesis didapatkan keluhan utama dari

pasien, yaitu gatal pada daerah vulva dan pada kasus yang sangat

parah terdapat sensasi panas di daerah vulva, adanya rasa nyeri

saat berkemih, nyeri saat berhubungan seksual (dyspareunia), dan

mengalami keputihan yang abnormal. Umumnya sering terdapat

pada pasien yang memiliki penyakit penyerta seperti diabetes

melitus karena tingginya kadar glukosa dan juga dapat terjadi pada

pasien yang sedang mengalami perubahan hormonal (kehamilan

dan siklus haid). Rekurensi dapat terjadi karena penggunaan dari

cairan pembersih genital, antibiotik, dan imunosupresi. (16),17

Pada pemeriksaan fisik perlu diamati dengan cermat dan

teliti, pada infeksi yang ringan terdapat gambaran hiperemia pada

labia minor, introitus vagina, dan pada kelainan yang berat

ditemukan adanya tanda-tanda inflamasi di daerah vulva disertai

dengan edema (pembengkakan) dan kemerahan (eritema).

Terdapat erosi, ulkus-ulkus yang dangkal pada labia minor dan

sekitar dari introitus vagina. Ditemukan adanya bercak putih


kekuningan di labia minor, fluor albus putih susu dengan gumpalan

putih kekuningan seperti keju yang menempel pada dinding

vagina, tanpa adanya bau yang khas. Tetapi tidak menutup

kemungkinan pada pemeriksaan fisik tidak terlihat adanya

perubahan-perubahan fisik.18

Pemeriksaan penunjang dapat diambil menggunakan

usapan sekret vagina dengan mengusapkan kapas lidi pada lesi,

selanjutnya disuspensikan dalam larutan fisiologis, kemudian

suspensi tersebut diletakkan pada gelas objek untuk diperiksa

dibawah mikroskop dan untuk memudahkan pemeriksaan dapat

ditambahkan larutan KOH 10%. (16) Pewarnaan gram dapat

dilakukan pada sekret vagina dengan sensitifitas 65% dan

spesifisitas 85%, dan hasil pemeriksaan ditemukan adanya sel

yeast atau ragi yang bertunas (budding yeast cells), blastospora,

dan hifa semu (pseudohifa) yang banyak. Pemeriksaan berikutnya

menggunakan pemeriksaan pH sekret vagina, dengan sensitivitas

71% dan spesifisitas 90% memiliki pH normal 4-4,5.(19) Tetapi

infeksi lain bisa juga terjadi seperti trikomoniasis yang disebabkan

oleh parasit dan vaginosis bakteri yang ditandai dengan

peningkatan pH atau dapat dilakukan pemeriksaan biakan dengan

agar Saboraud.(16)

Kultur jamur memiliki spesifisitas rendah walaupun memiliki

sensitivitas yang jauh lebih baik, karena satu atau berbagai


spesies dari Candida non-albicans dapat berada di vagina,

sehingga hal terpenting menurut Expert consensus on the clinical

application of vaginal microecological evaluation adalah kultur

jamur hanya digunakan ketika terjadinya kasus kandidiasis

vulvovaginal berulang atau beberapa pemeriksaan mikroskopis

menghasilkan hasil yang negatif.(20) Pemeriksaan kultur ini dapat

pula ditambahkan dengan antibiotik (kloramfenikol) untuk

mencegah adanya pertumbuhan bakteri, koloni disimpan dalam

suhu kamar dan koloni akan tumbuh setelah 2-5 hari berwarna

putih disertai dengan mukoid.(16)

Terdapat indikasi pemeriksaan biakan antara lain pasien

yang secara klinis dicurigai kandidiasis vulvovaginal dan pH sekret

vagina normal, tetapi pada pemeriksaan langsung tidak ditemukan

patogen atau pasien kandidiasis vulvovaginal berulang atau

persisten (untuk mengetahui kemungkinan resistensi dari Candida

sp. terhadap obat golongan azol). Hasil kultur yang didapatkan

adalah koloni yang berwarna putih, menonjol, dengan tekstur yang

licin, disetai odor yeast. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain

Reaction) atau pemeriksaan DNA juga dapat dilakukan untuk

mendapatkan hasil akurat dalam waktu yang cukup singkat,

dimana pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi jenis dari

spesies Candida sp. tertentu.(16) (21)


Sehingga penegakan dari diagnosis kandidiasis vulvovaginal

adalah berdasarkan gejala dan kombinasi dari berbagai

pemeriksaan. Ketika tidak ditemukannya elemen jamur pada

pemeriksaan mikroskop dan tidak disertai adanya gejala-gejala

klinis yang khas, maka seorang wanita tidak bisa didiagnosis

memiliki kandidiasis vulvovaginal.(20)

b) Kandidiasis Oral

Diagnosis kandidiasis oral pada dasarnya klinis dan

berdasarkan pengakuan lesi oleh profesional, yang dapat

dikonfirmasi dengan identifikasi mikroskopis kandida. Teknik yang

tersedia untuk isolasi Candida di rongga mulut meliputi

pemeriksaan langsung atau smear sitologi, budaya mikroorganisme

dan biopsy yang diindikasikan untuk kasus kandidiasis hiperplastik

karena jenis ini dapat menimbulkan dysplasia (22)

1. Pemeriksaan Mikroskopis

Prosedur mikroskopis klasik biasanya melibatkan

pengambilan sampel yang representatif dari situs yang

terinfeksi (sitologi eksfoliatif) yang dipindahkan ke slide

mikroskopis dan diobati dengan kalium hidroksida (KOH),

pewarnaan Gram, atau pewarnaan periodik acid-Schiff

(PAS). Mikroskopis pemeriksaan dapat dilakukan dengan

sampel segar, menggunakan 10% kalium hidroksida

(KOH), yang melarutkan sel epitel dan daun Candida


utuh, atau 15-30% natrium hidroksida (NaOH). Selain itu,

spesies Candida ternoda buruk oleh hemotoxylin dan

eosin. Dalam hal ini, pewarnaan dengan periodik acid

Schiff (PAS) atau Gridley's atau methenamine silver

(GMS) dari Gridley dapat dilakukan. Jamur pada noda ini

berwarna merah muda-merah. Kehadiran blastopori dan

karakteristik pseudohyphae atau hifa di jaringan epitel

superfisial mengidentifikasi jamur sebagai spesies

Candida.(22)

2. Media Kultur

Media isolasi primer yang paling sering digunakan

untuk Candida adalah SDA yang, meskipun

memungkinkan pertumbuhan Candida, menekan

pertumbuhan banyak spesies bakteri mulut karena pH

rendahnya. Penggabungan antibiotik ke dalam SDA akan

semakin meningkatkan selektivitasnya. Biasanya SDA

diinkubasi secara aerobik pada suhu 37 °C selama 24-48

jam. Candida berkembang sebagai krim, halus, koloni

cembung pucat pada SDA dan diferensiasi antara

spesies jarang mungkin. Dalam beberapa tahun terakhir,

media diferensial lain telah dikembangkan yang

memungkinkan identifikasi spesies Candida tertentu

berdasarkan penampilan dan warna koloni setelah kultur


primer. Keuntungan dari media tersebut adalah bahwa

keberadaan beberapa spesies Candida dalam infeksi

tunggal dapat ditentukan yang penting dalam memilih

pilihan pengobatan selanjutnya. Contohnya termasuk

agar Pagano-Levin atau agar kromogenik yang tersedia

secara komersial, yaitu, CHRO Magar Candida, Albicans

ID, Fluroplate, atau Candichrom albicans.(22)

3. Biopsi

Dalam kasus kandidosis hiperplastik kronis, biopsi

lesi diperlukan untuk deteksi selanjutnya dari Candida

yang menyerang dengan pewarnaan histologis

menggunakan pewarnaan perak methenamine PAS atau

Gomori. Demonstrasi elemen jamur di dalam jaringan

dilakukan saat mereka diwarnai secara mendalam oleh

noda ini. Adanya blastospora dan hifa atau hifa semu

memungkinkan ahli histopatologi untuk mengidentifikasi

jamur sebagai spesies Candida dan, dengan adanya fitur

histopatologi lainnya, membuat diagnosis kandidosis

hiperplastik kronis.(22)

c) Balanitis atau Balanopostitis

Balanitis adalah diagnosis visual, presentasi klinis dan

tampilan lesi memandu diagnosis. Evaluasi tambahan mungkin

diperlukan berdasarkan riwayat dan temuan fisik. Ini mungkin


termasuk kultur bakteri (di hadapan eksudat purulen), pengujian

virus herpes simpleks (HSV) (di hadapan lesi vesikular atau

ulseratif), pengujian sifilis (di hadapan ulkus), pengujian untuk

kudis, dan pengujian untuk trichomonas dan Mycoplasma

genitalium (di hadapan uretritis).(8)

Pria dengan dugaan balanitis sering mengeluh nyeri dan

kemerahan pada penis. Pemeriksaan fisik mengungkapkan

kelenjar meradang dan eritematosa menegaskan diagnosis

balanitis. Untuk pria yang tidak disunat, mobilitas kulup harus

dinilai untuk menyingkirkan komplikasi phimosis dan paraphimosis.

Parafimosis membutuhkan konsultasi urologis yang mendesak.(8)

Gambaran tertentu pada pemeriksaan klinis (misalnya, putih,

eksudat seperti dadih) meningkatkan kecurigaan terhadap infeksi

kandida. Jika tersedia, mikroskop dapat mengidentifikasi ragi

pemula atau pseudohifa menggunakan preparat kalium hidroksida

(KOH).(8)

3.7 TATALAKSANA

a) Kandidiasis Vulvovaginal

Vulvovaginitis kandida akut diobati dengan agen antijamur.

Karena sebagian besar kasus kandidiasis vulvovaginitis adalah

sekunder dari spesies C. albicans, dan karena C. albicans tidak

memiliki resistensi yang signifikan terhadap antijamur azol, ini

adalah agen pilihan untuk penyakit ini. Antijamur dapat dikonsumsi


secara oral sebagai dosis tunggal (flukonazol 150 mg) atau dapat

diterapkan secara intravaginal dalam satu hari atau rejimen 3 hari

yang tersedia tanpa resep. Pada pasien dengan penyakit yang

tidak rumit (mereka yang tidak mengalami imunosupresi atau

kehamilan yang tidak mengalami vulvovaginitis kandida berulang)

terapi keduanya sama-sama manjur. Oleh karena itu, keputusan

pengobatan dapat dibuat berdasarkan biaya, preferensi pasien, dan

interaksi obat. Jika pasien tidak menanggapi terapi standar, biakan

mungkin diperlukan untuk mencari spesies kandida lain, yang

sering resisten terhadap azol.(23)

Pasien dengan vulvovaginitis kandida yang rumit, misalnya

pasien dengan imunosupresi, membutuhkan terapi yang lebih lama.

Biasanya, terapi meliputi terapi azol intravaginal selama minimal 1

minggu, atau pengobatan oral dengan flukonazol 150 mg

(disesuaikan dengan ginjal untuk CrCl <50 ml/menit) sekali setiap 3

hari untuk tiga dosis. Pasien dengan vulvovaginitis kandida

berulang dapat mengambil manfaat dari terapi supresif dengan

flukonazol oral mingguan selama 6 bulan. Pasien hamil tidak boleh

diberikan antijamur oral. Pada pasien ini, terapi intravaginal selama

7 hari sudah tepat. Flukonazol dianggap aman pada wanita

menyusui.(23)

Krim Azole atau Supository mengobati seksual. mitra dan

pertimbangkan terapi sistemik jika berulang. Seperti pemberian


agen antifungal sistemik yaitu Flukonazol tablet, suspensi oral, dan

infus IV. Itrakapsul conazole, larutan oral; vorikonazol; amfoterisin

B IV untuk penyakit berat.(24)

b) Kandidiasis Oral

Perawatan berfokus pada spesies Candida. Ini harus

ditargetkan sejauh keterlibatan pasien dan tingkat imunosupresi.

Terapi antijamur topikal adalah terapi lini pertama untuk kasus

kandidiasis oral yang tidak rumit dan harus dilanjutkan secara

bersamaan ketika pengobatan sistemik diindikasikan. Terapi

antijamur sistemik biasanya disediakan untuk pasien yang refrakter

terhadap pengobatan topikal, mereka yang tidak toleran terhadap

terapi topikal, dan mereka yang berisiko tinggi mengalami infeksi

sistemik.(25)

 Terapi Topikal : Nistatin atau klotrimazol.

 Terapi Sistemik : Flukonazol oral dan ecbinocandins

(caspofungln. micafungin. atau anidulafungin)(24)

c) Balanitis

Tujuan awal diagnosis dan penatalaksanaan harus

menyingkirkan IMS, meminimalkan masalah dengan fungsi kencing

dan seksual, dan mengurangi risiko kanker penis.Kebersihan yang

tepat dengan sering mencuci dan mengeringkan kulit khatan adalah

tindakan pencegahan yang penting meskipun mencuci alat kelamin


dengan sabun secara berlebihan dapat memperburuk kondisi

tersebut.(26)

Antijamur topikal biasanya selama satu sampai tiga minggu

adalah pengobatan pilihan untuk sebagian besar pasien dengan

balanoposthitis. Imidazol seperti klotrimazol 1% dua kali sehari

(bid), dan miconazole 1% bid adalah pilihan terapi lini pertama.

Krim nistatin merupakan alternatif pada pasien yang alergi terhadap

imidazol.Dalam kasus peradangan yang lebih parah, penambahan

flukonazol 150 mg stat secara oral atau kombinasi imidazol topikal

dan steroid topikal potensi rendah seperti hidrokortison 0,5%

tawaran sering menyebabkan resolusi.(26)

Pengobatan dengan sefalosporin generasi pertama sesuai

jika ada kekhawatiran akan selulitis bersamaan. Para ahli

merekomendasikan sunat untuk episode berulang dan keras

terutama pada pasien immunocompromised dan diabetes,

konsultasikan urologi. Data dari meta-analisis menunjukkan bahwa

laki-laki yang disunat memiliki prevalensi balanitis 68% lebih rendah

daripada laki-laki yang tidak disunat dan bahwa balanitis disertai

dengan peningkatan risiko kanker penis sebesar 3,8 kali lipat.(26)

Pasangan seksual wanita dari pria dengan balanitis harus

ditawarkan pengujian kandida atau pengobatan empiris untuk

mengurangi reservoir infeksi pada pasangan.(26)


3.8 DIAGNOSIS BANDING

a) Kandidiasis Vulvovaginalis

Diagnosis banding kandidiasis vulvovaginalis(27)

 Reaksi Alergi

 Dermatitis Atopik

 Liken simpleks kronis

 Neuplasma

 Psoriasis

b) Kandidiasis Oral

Diagnosis diferensial kandidiasis oral bentuk eritematosa

termasuk mukositis oral, eritroplakia, luka bakar termal, migrans

eritema, dan anemia.(28) Kandidiasis hiperplastik kronis mungkin

bingung dengan leukoplakia, lichen planus, pemfigoid, pemfigus,

dan karsinoma sel skuamosa oral (OSCC). (29)

Kondisi lain yang termasuk dalam diagnosis banding

kandidiasis oral adalah oral hairy leukoplakia (suatu kondisi yang

dipicu oleh virus Ebstein-Barr), angioedema, aphthous stomatitis,

herpes gingivostomatitis, herpes labialis, campak (bercak Koplik),

dermatitis perioral, sindrom Steven-Johnsons , histiositosis,

blastomikosis, limfohistiositosis, difteri, esofagitis, sifilis, dan

faringitis streptokokus.(29)

c) Balanitis
Balanitis adalah istilah diagnostik deskriptif untuk kelas

heterogen inflamasi atau dermatosis menular yang membutuhkan

diferensiasi dari kondisi yang berpotensi ganas. Penyebab

balanitis termasuk Candida spp. dan infeksi bakteri, termasuk

bakteri anaerob, infeksi virus, parasit dan infeksi menular seksual

(IMS) lainnya juga harus dipertimbangkan. Kondisi kulit juga

dapat memicu kondisi tersebut.(30)

Contohnya dapat mencakup :

 Lichen planus, patologi kulit dengan bintik-bintik kecil,

gatal, merah muda, atau ungu di lengan atau kaki

 Psoriasis, kelainan kulit kering dan bersisik

 Eksim, kondisi kulit kronis atau jangka panjang yang dapat

menyebabkan kulit gatal, memerah, pecah-pecah, dan

kering

 Dermatitis, kondisi kulit yang meradang, akibat kontak

langsung dengan bahan iritan atau allergen(30)

Dalam kasus yang sangat jarang, balanitis dikaitkan dengan

kanker kulit. Ada tiga jenis balanitis: (30)

 Zoon's balanitis: radang kelenjar penis dan kulup.

Biasanya mempengaruhi pria setengah baya hingga lebih

tua yang tidak disunat.

 Circinate balanitis: terkait dengan artritis reaktif, ditandai

dengan lesi ulseratif yang kecil, dangkal, dan tidak nyeri


pada kelenjar penis. Biopsi dapat menunjukkan pustula di

epidermis atas, mirip dengan psoriasis pustular. Mungkin

juga ada dermatitis annular serpiginosa yang sering

memiliki gambaran granular putih keabu-abuan dengan

batas putih "geografis". Lesi ini dapat disalahartikan

sebagai psoriasis pada pemeriksaan fisik, dan evaluasi

histologis tidak dapat membedakan antara kedua kelainan

tersebut. Perbedaan antara circinate balanitis dan

psoriasis umumnya dibuat secara klinis (riwayat artritis

reaktif atau psoriasis). Jika balanitis sirsinat dicurigai

secara klinis pada pasien tanpa artritis reaktif yang

diketahui, skrining untuk IMS dan pengujian antigen

leukosit manusia (HLA)-B27 disarankan.

 Pseudoepitheliomatous keratotic and micaceous balanitis:

Suatu kondisi yang ditandai dengan lesi kulit bersisik

seperti kutil di kepala penis.(30)


DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumaputra, H.B. ZI. Kandidiasis Mukokutan pada Bayi

( Treatment of Mucocutaneous Candidiasis in Infant ). Dep Staf Med

Fungsional Kesehat Kulit Dan Kelamin, Fak Kedokt Univ

Airlangga/Rumah Sakit Umum Drh Dr Soetomo Surabaya.

2014;26(02):139–45.

2. Seru RS, Suling PL, Pandeleke HEJ. Profil Kandidiasis Kutis Di

Poliklinik Kulit Dan Kelamin Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou Manado

Periode 2009-2011. J e-Biomedik. 2013;1(1):561–5.

3. Nanda Salsabila Itsa, Asep Sukohar DIA. Pemanfaatan Cuka Sari

Apel Sebagai Terapi Antifungi Terhadap Infeksi Candida albicans

(Kandidiasis). Majority. 2018;290–5.

4. Linuwih Sw Menaldi, Sri. dkk. 2016. Skin Infection: It's A Must Know

Disease. Laboratorium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

Universitas Brawijaya Press.

5. Ryan, Cooper, Tauer. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Paper

Knowledge . Toward a Media History of Documents. 2013. 12–26 p.

6. Sari EM, Fitriasari N, Nur’aeny N. Faktor risiko dan tatalaksana

kandidiasis oral pada pasien dengan drug reaction with eosinophilia

and systemic symptoms (DRESS) Risk factors and management of


oral candidiasis in drug reaction with eosinophilia and systemic

symptoms (DRESS) patients. J Kedokt Gigi Univ Padjadjaran.

2022;34(1):80.

7. Vila T, Sultan AS, Montelongo-Jauregui D, Jabra-Rizk MA. Oral

candidiasis: A disease of opportunity. J Fungi. 2020;6(1):1–28.

8. Wray AA, Velasquez J, Khetarpal S. Balanitis. 2023;

9. jeanmonod R. Vaginal Candidiasis Pathophysiology. 2020;1–5.

Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459317/

10. Millsop JW, Fazel N. Oral candidiasis. Clin Dermatol.

2016;34(4):487–94.

11. Morris BJ, Krieger JN. Penile Inflammatory Skin Disorders and the

Preventive Role of Circumcision. Int J Prev Med. 2017;8:32.

12. Menaldi SL., Bromono K, Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi ke 7. Jakarta; Badan Penerbit FKUI; 2015.

13. Mawahdah, R., Ananingsih, P. D., Wahdini, S., Adawiyah, R., &

Meutia, A. P. (2022). Kandidiasis Vuulvoaginalis Pada Pasien SLE.

Indonesian Journal for Health Sciences, 6.

14. Hakim Hidayat L, Fadhli Hardickdo N, Sutanti V, Prasetyaningrum N.

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KECAMBAH KACANG

HIJAU (Vigna radiata) SEBAGAI ANTIFUNGI TERHADAP Candida

albicans SECARA IN VITRO. E-Prodenta J Dent. 2022;6(1):566–72.


15. Dayal S, Sahu P. Zoon balanitis: A comprehensive review. Indian J

Sex Transm Dis. 2016;37(2):129–38.

16. Devi M, Ismunandar H, Hadibrata E, Nuraisa A. Kandidiasis

Vulvovaginal Vulvovaginal Candidiasis. 2021;12(April):118–23.

17 Sijid SA, Zulkarnain Z, Amanda SS. INFEKSI Candidiasis

vulvovaginalis PADA MUKOSA VAGINA YANG DISEBABKAN

OLEH Candida sp. (Review). TEKNOSAINS MEDIA Inf SAINS DAN

Teknol. 2021;15(1). doi:10.24252/teknosains.v15i1.18449

18. Harminarti N. Aspek Klinis dan Diagnosis Kandidiasis Vulvovaginal.

J Ilmu Kedokt. 2021;14(2):65. doi:10.26891/jik.v14i2.2020.65-68 5.

19. Liwang F, Yuswar PW, Wijaya E, Sanjaya NP. Kapita Selekta

Kedokteran. 5th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2020.

20. Zeng X, Zhang Y, Zhang T, Xu H, An R. Zeng X, Zhang Y, Zhang T,

Xue Y, Xu H, An R. Risk Factors of Vulvovaginal Candidiasis among

Women of Reproductive Age in Xi’an: A Cross-Sectional Study. Bio

Med Res Int. 2018;2018(1):1-9. 2018;2018.

21. Yahya YF, Maradom R, Darmawan H, Kartika I. Bioscientia

Medicina : Journal of Biomedicine & Translational Research.

2020;162:212-218.

22. Jabra Rizk MA. Oral Candidiasis: An Opportunistic Infection of AIDS.

J AIDS Clin Res. 2014;05(09).


23. van der Meijden WI, Boffa MJ, Ter Harmsel WA, Kirtschig G, Lewis

FM, Moyal-Barracco M, Tiplica GS, Sherrard J. 2016 European

guideline for the management of vulval conditions. J Eur Acad

Dermatol Venereol. 2017 Jun;31(6):925-941.

24. Wolff K, Johnson R, Saavedra A. Fitzpatricks color atlas and

synopsis of clinical dermatology. Edisi ke – 7. McGarw-

hill Professional.

25. Lewis MAO, Williams DW. Diagnosis and management of oral

candidosis. Br Dent J. 2017 Nov 10;223(9):675-681.

26. Morris BJ, Krieger JN, Klausner JD. CDC's Male Circumcision

Recommendations Represent a Key Public Health Measure. Glob

Health Sci Pract. 2017 Mar 24;5(1):15-27.

27. Donders GGG, Ravel J, Vitali B, Netea MG, Salumets A, Unemo M. Role of

Molecular Biology in Diagnosis and Characterization of Vulvo-Vaginitis in Clinical

Practice. Gynecol Obstet Invest. 2017;82(6):607-616.

28. Patil S, Rao RS, Majumdar B, Anil S. Clinical Appearance of Oral Candida Infection

and Therapeutic Strategies. Front Microbiol. 2015;6:1391.

29. Brent NB. Thrush in the breastfeeding dyad: results of a survey on diagnosis and

treatment. Clin Pediatr (Phila). 2001 Sep;40(9):503-6.

30. Borelli S, Lautenschlager S. [Differential diagnosis and management of

balanitis]. Hautarzt. 2015 Jan;66(1):6-11.

Anda mungkin juga menyukai