Anda di halaman 1dari 15
PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK: KAJIAN FAKTOR PENYEBAB DAN ALTERNATIF PENCEGAHANNYA Abu Hanifah ABSTRAK Pengkafian ini bertujuan mengetalui : (1) faktor penyebab meningkatnya kasus perdagengan peremipuan dan anak di Indonesia; (2) Peran Pemerintak dan LSM dala upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perdagangan perempuan dan anak. Cara mencapai tujuan dilakukan studi dokumentasi Data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasé dikategorisasi, dianalisis, dan diinterpretasi secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan balwoa faktor penyebab meninghatnya kasts perdagangan perempuan dan anak yaitu: kemiskinan, pendidiken rendah, kacwin usia dini, ketidaktaatan terhadap ajaran agama, dan sebagian besar orangtua terlibat dalam praktik perdagangan perempuan dan anak. Peran pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan perdagangan perenipuan dar anak, baru terbatas pada tingkat sosialisasi dan penyusunan infrastruktur kelembagaan yang terkait dengan trafficking, narmun beberapa LSM telah merespons persoalan trafficking dengan berbaga aksi, baik dalam benituk penanganan kastis maupun pencegahan terjadinya trafficking. Solusi yang diajekan dalam pengkajian ini, adalah pencegahan perdagangan peremptan dan anak melalui pemberdayaan sosial keluarga, dimana keluarga yang ketahanan sosialnya lemah ditingkatkan ager dapat melaksanakan peran dan fungsi sebagaimana mestinya. Upaya peningkatan peran dan fungsi keluarga, dilakwkar dengan intervensi pekerjaan sosial. Pekerja sosial sebagai pelaku perubahan dikarapkan dapat memperbaiki kondisi kelwarga, menyangkut beberapa aspek, yaitu : (a) pelaksanaan peran sesuai dengan kedudtukan; (6) pemenuhan kebutuhan dasar; (©) terjatinnye iubungan akrab antara keluarga dengan lingkungannya; dan (d) terwujucuya keluarga yang harmonis. Kata kunci : Perdagangan Perempuan dan Anak, Alternatif Pencegahannya. 1. PENDAHULUAN A, Latar Belakang Maselah Suryadi Suparman selaku Deputi Perlindungan Anak Kementerian Negora Pemberdayacn Perempuan, menyatakan Perdagangan manusia (trafficking) sebagai salah sotu perlakuan terburuk dalam pelanggoran harkat dan martabat manusia, bukan merupakan hol baru. Praktik jual belt manusia terutama perempuan dan anak sudah Joma terjadi serta mengalami perubohan bentuk dan pola penjaringan korban dari waktu ke waktu. Akhir-akhir ini, perdagangan manusia sungguh memprihatinkon, yaitu selain jumlch korban yong semakin besar, jugo terbentuke jaringan antar pelaku (trafficker) yang cukup rapi, dan modus operandinya Zamclen corsa he bahwa secarc empiris sebagian besar korban perdegangen perempyen manusia adalah perempucn. Laki-laki yang menjadi korban pada umumnya adalah remaja loki-loki Mereka dipekeriakan di ermal’ atau korban paedofilic” Dolam budaya masyarakat yang patriarki, masih terdapat diskriminasi gender. Perempuan don ongk perempuan seoleh hanya jadi pelengkap seksualites don dionggap rendoh. Budaya yang sudah mengakar Sejak dulu itu sulit sekali diubch. Kendisi ini diperparah oleh Jermal : Alat penangkap ikan berupa pagar dari pancang yang dipasang di tepi laut, diberi pintu seperti bubu dan dibelakangnye dipasang jaring besar yang dapat diangka'-ongkat 2 46 Paedofilia : orang dewasa terutama laki-laki mempunyai selera seksual terhadap anak kecil kemiskinan, pengangguran, kawin usia dini, seria budoya mosyarake! yang hanya mencari pekerjaan bukan menciptakan lapangan kerja. Dalam kondisi terjepit secare ekonomi dan sosial itu mudah sekali diiming-iming dan dibujuk oleh para calo. Mereko dijanjikan bekerja di kolo atau diluar negeri dengan janji upah yang tinggi. Namun sesungguhnya yang terjadi adalah penipuan (Kompos, 18-4-2008). Selonjuinya Suryadi mengatakan barv-bary ini ada oknum guru yang menawari muri muridnya untuk bekerja don dijanjikan akan diboyar dengan dollar AS. Medus melalui Prakiik Kerja Lopangan (PKL) dijanjikan oknum guru SMKN jurusan nautika perikanan laut Sulawesi Selatan yang merekrut siswa dengan biaya Rp.5 jula~ Rp.6,5 juta untuk dipekeriakan di kapol nelayon, don terayota mereka dipekerjakan di lain bidang yang dijanjikan (Kompas,15-5-2008). Elizaveth Dunlap selaku manager Progrom Oiganisasi Intenasional untuk Migrasi (IOM) Indonesia, mengatakan korban perdagangan manusia periode maret 2005 hingga Januari 2008 mencapai 3.042 orang yang berasal dari beberapa provinsi di Indonesia dan dipekerjakan di beberapa negara, terutama Malaysia (Kompas, 18-4-2008). Data tersebut adalch fenomeng gunung es, dan jumlah kerban perdagangan manusia sesungguhnya tidek diketohui dengan posti. Hal itu di sebabkan Karena perdagangan monusia fermasuk kasus kriminal, ilegal, tersembunyi, terorganisosi dengan rapi sehingge sangat sulit mendapatkon dota yong benar-benar valid, ujor Deputi Bidang Perlindungan Anck Kementerian Negara Pemberdayoon Ferempuon, Surjadi Soeparrman. Perhatian pemerintah untuk memberantas perdagangan manusia cukup besor, terbukti dengan dikeluorkonnya “Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempucn dan Anok” (RAN-P3A} melalui surat keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 tahun 2002. Kemudian ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 iohun 2002 tentang Perlindungan anak, yang isinye antare Igin menentukon larangan memperdagangkan, menjual, atav menculik anak untuk diri sendin atau untuk dijual. Akhic-okhirini telah dischkan Undang-Undong Republik Indonesia Nemor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, sebagsi Perdagangen Pererspuan dan Anak Abu Harifoh) perwujudan komitmen Indonesia untuk melaksanakan protokol PBB tentang mencegah, memberantas dan menghukum tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak (Protokol Palermo) yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia {lihat Nvh,2005; don penjelasan UU RI No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang). Beberapa hasil penelitian (lebih jelas lihat gamberan umum) menunjukkan behwe sudoh ada kerja samo antara pemerintah deerah dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) dolam upaya pencegahan dan penanggulangan korban tindak pidana perdagangan perempuan dan anck, Namun tampaknya kerja sama tersebut belum cukup efektif untuk mengurangi jumlah trafficking Faktor utama terjadinya perdagangan manusia, adalah karena kemiskinan, pendidikan rendah, kawin usia dini, dan ketidak toatan terhadap gjaran agama (SuryodiKompos 18-4-2008, lihat Firdous,004:12). Dan foktor lain yang dipandang perlu diperhatikan adalah keterlibatan orangtua dalam kasus per- dagangan perempuan dan anak. Memperhatikan hosil-hasi! penelitian menunjukkan adanya keterlibatan orangtua dalam perdagangan perempuan dan anak, dan telch ditetapkonnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 200/ tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang, dimana dalam salah satu pasalnya yaitu posal 57 ayat (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, don keluarga wajib mencegah terjadinyo tindck pidana perdagangan orang. Dengan demikion berarti orangtua otov keluarga berkewajibon mencegah terjadinya perdagangan manusia. B. Rumusan Masalah Mencermati uraian pade lator belakang mosolah diatas, pokok permasalahan dalom kajion ini, ialah :” Bagaimana upaya penceachan tindak pidane perdagangan perempuan don anak”? Berpedoman pada pokok permasalahan tersebut dijabarkan dalam bentuk beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1, Ape saja yang menjadi foktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan perempuan dan anak di Indonesia? 47 ermal Penlitian lan Pengembengen Kesjabtersan Sosal, Vol 13, No.2, 2008 : 46-60 2. Bagaimana peran pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perdagongan perempuan dan anak? C. Tujven Pengkejion Pengkajian ini bertujuan: (1) diketahuinya faktor penyebab meningkatnya kasus perdagangen perempuan dan anak di Indonesia; dan (2) diketahuinya peran pemerintch dan LSM dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana per- dagangan perempuan den anak. Hasil pengkajian diharapkan dapat memberi mosukan sebagai sumbang saran, terutama terhadap unit terkait di lingkungan Departemen Sosial maupun pihak-pihek lainnya yong mempunyai_ wewenang untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana per- dagangan manusia terutama perempuan dan anak, D. Metode Pengkajian Jenis kajian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan bahan memanfeatkan data sekunder, yaitu ; (1) referensi yong berkaitan dengan kebijakan pemerintch dalam upaya pencegahan don penanggulangan tindak pidane perdagangan perempuan dan anak; (2) artikel mengenai findok pidana perdagangan perempuan dan anak yang dimuat di media massa, khususnya koran kompas edisi tahun 2008; dan (3) beberapa hasil penelitian yong berkaitan dengan masaloh trafficking yang dilaksanokan oleh pusot studi kependudukan dan kebijakan universitas Gajah Mada Yogyakarta kerjasama dengan Ford Foundation periode tahun 2004- 2005. Sebagai dasar pertimbangan digunakan beberapa artikel dan hasil-hasil penelitian tersebut, korena dapat diperoleh informasi mengenai faktor penyebab dan sejauhmana upaya peinerintoh dan LSM untuk mencegah findak pidana perdagengan orang/manusia. Data dan informasi yang telah terkumpul, kemudian dikategorisasi, dianalisis dan ~ diinterpretosikan secara deskriptif. 48 TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perdagangan Orang/ Manusia Dalam Undang-Undang Republik Indo- nesia Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidona Perdagangan Orang, pada ketentuan umum disebut bahwa: Perdagangan orang adalah tindekan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimean seseorang dengan ‘oncaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikon, penyekapan, pemalsvan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi renton, Penjeratan utang atau memberi boyoran atau manfast, sehingga memperoleh persetujuan dari ‘orang yang memegang kendali alas orang lain tersebut, baile yang dilakukan dalam negara maupun ontor negara untuk tujuan eksploitasi atau mengokibatkan orang tereksploitasi. Eksploitasi adalah findakan dengan atau tanpa persetujuan korban yong meliput, tidak terbatos pode pelacuran, kerja atau pelayonan pakso, perbudaken ctau prakiik serupa perbudakan, penindason, pemerasan pemantaatan fisik, seksual, orgon reproduksi atau secore melawan hukum memindahkon atau mentransplantasi ergan dan atau jaringan tubyh atau me- manfaatken fenage atau kemompuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatken keunfungan baik moteriil maupun immateril. Sedangkan eksploitasi seksual adalah bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh icin dari korban untuk mendopatkan keuntungon, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan pencabulan. Penjelasan Undang-Undong Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan ‘orang disebutkan bahwa perempuan dan anok adalch kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang, dan hal itu telch meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Dengan penjelasan tersebut berarti perdagangan perempuan dan anak jermosuk dalam definisi perdagangan orang, Mencermati pengertian perdagangan or- ‘ang sebagoimana yang telah dipaparkan diatas, setidaknya harus mencakup 3 tiga) unsur pokok sehingga suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai perdagangan manusia yoitu :proses, cara, dan tujuan. Untuk lebih jelasnya dapat disimak tabel dibawah ini Perdagangan Perempuan dan Anak (Abu Hanif) Kelima jenis perdagangan anak yang dikemukakan oleh Invanto diatas, fidek termasuk kasus adopsi dan konsumsi pengidap paedofilia. Sedangkan kedua kasus tersebut termasuk jenis atau bentuk tindak pidana perdagangan orang di Indonesio yang perlu mendapat perhatian. Terlepas dari kedua hal Tabel 1 Tujuan Perdagangan Manusia ___Proses | Tujuon i] 1. Perekrutan 1. Ancoman ‘1. Prostitusi 2. Pengiriman | 2. Pemaksaan 2. Pornografi 3. 3. Penculiken 3. Kekerasan/Eksploitasi 4. Penampungan | 4. Penipvan 4. Kerjo Pakso |5. Penerimaan | 5. Kecurangon 5. Perbudakan/Prakiek Serupa 6. Kebohongan 7. Penyalchgunoan kekuasaan Ketiga unsur pokok tersebut di atos bersifat saling terkait, apabila salah satu faktor dari ketiga kategori tersebut terpenuhi, maka terjadilch perdagangan manusia. Artinya, persetujuan dari (orton Hide lagi relevan apabile salah satu cara yang tercantum diatas digunoken. Untuk kasus perdagangan anak, tidak berloku syarat persetujuan, sebab banyak kasus perdagangan yang menimpa anak masuk dalam kategori pemaksaan dengan 4anpa persetyjuan (ihot Nuhm 2005:26). Inwanto, dkk (dalam Sofian,dkk,2004: 12) mencatat sedikitnya terdapat lima jenis perdagangan anak yang dijumpai di Indone- sia, yaitu : (1) perdagangan anak untuk tujuan pelacuran; (2) perdagangan anak untuk dijadiken pembentu rumah tangga; (3) perdagangan anak untuk dijadikan pengemis; (4) perdangan anak untuk dipekerjakan pada tempat tempat berbahaya jermal ; dan (5). Perdagangan anak untuk jadikan pengedar narkoba . selanjutnya Sofian mengatakan bahwa kantor Menteri negara Pemberdayaan perempuan, mengidentifikasikan sedikitnya sebelas bentuk perdagangan anak dan perempuan, yaity : (1) pekerja seksval komersial; (2) buruh migran; (3) buruh murah; (4) pekerja domestik (PRT); (5) Pengemis; (6) pengedar norkoba; (7) pekeria di tempat hiburan; (8) kongumsi pengidap paedofilia; (9) pengantin pesanan; (10) adopsi; dan (11) pemindahan organ tubuh. tersebut, dan sesuai dengon judu! dari tulison ini” Perdagangan perempuan dan Anak”, maka bentuk perdagangan anok don perempuan mengacu pada hasil identifikasi dari kanior Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, Ketentuan mengenai larangon per dagangan orang/manusia pada dosarnya telah diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP}, terutama posal 297, Posal 83 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menentukan larangan memper- dagangkon, menjval, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual. Narnun, ketentuan KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan manusia yang tegas secora hukum. Oleh kerena itu, diperlukan undang- undang khusus tentang tindak pidana perdagangan menusio yang mampu menyedickan landasan hukum material dan formal. Dengan dasar itu ditetapkan Undeng- undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Ini merupakan wujud dari kepedulian/perhatian pemerintah Indonesia terhadap meningkatrya kasus perdagangan monusia, terutama perempyan dan anak. 49 urna Penctitian dam Pengenbangan Kesejahteraan Sosial, Vol 23, No. 02, 2008 :46-€0 Untuk mencegah meningkatnya tindak pidana perdagangan orang tidak hanya cukup dengan ditetopkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantosan Tindak Pidana Perdagangon Orang, akan tetapi perlu diketahui faktor penyebab terjadinya kasus perdagangan ‘orang tersebut. Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan perdagangan orang yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta kerja sama dengan Ford Founda- tion pada tahun 2004 dan 2005, dapat dikemukakan bahwa faktor utama yang memicu terjadinya tindak pidana perdagangon perempuan don anak adalah kemiskinan. Kondisi ini berdampak pada rendahnya tingkat pendidikon keluarga, karena tidak mampy menyekolahkan anak-onak mereka ke jenjang pendidikon yong lebih tinggi. Di samping itu, sosial kontrol keluarga dalam arti pengawosan keluarga terhadap anak, juga menjadi rendch disebabkon kesibukannya orangiua mencari nafkah di luar rumah. Untuk keluar dari kondisi yang memprihatinkan ini tidak jarang orangtuo fonpa sodar melakukon tindaken yang menyimpong dari nilai-nilai agama, seperti adanya keterlibatan orangtva dalam tindak pidana perdagangan perempuan dan anak mereka sendiri. Berdasar pada kenyataan ini, maka solusi_ yang ditowarkan adalah “Pencegahan Perdagangan Perempuan dan Anak Melalui Pemberdayaan Sosial Keluarge”, B. Pengertian Pemberdayaan Keluarga Goode (2007:90) menyebutkan keluarga inti terdiri dori suami, istri don anak-anak mereka. Istilah keluarga inti dalam ilmu Antropologi biasa disebut dengan keluarga botih, Somah, umpi dan sebagainya. Keluarga batih otau keluarga ir Beberapa keluarga batih, biasanya terdiri dari tiga otau empat kelompok hidup bersama dan terikat dalam keluarga besar disebut dengan istilah extended family. Dalam makalah yang berjudul “Kebijekan don Strotegi Pemberdoyaan Peran Keluarga” yang disampaikan oleh Drs. Hadi Carito seloku Direktur Pemberdayoan Peran Keluarga Dalam Ropot koordinasi pada tanggal 10 Juni 2004 di Cawang Jakarta, terdapat beberapa pointer mengenai pengertian yong berkaitan dengan pemberdayaan keluarga. Pada pointer (3) disebutkan pengertion pemberdaysan adalah proses penguatan kemampuan ffisik, mental, sosial, dan ekonomi) yang ada pada per- seorangan, keluarga, kelompok, atau komunitos yong tujvonnya adalah mewujudkan kemondirian, Kemandirian ini dikembangkan melalui penyadaran, pemampuan, pelibatan (partisipasi) pendampingan, pemihakan, pembelaan dan pembentukan jaringan kerja. Pada Pointer (4) peran dapat diartikan sebagai pola sikap dan perilaku yang harus ditampilkan sesval dengan kedudukannya. Selanjuinya pada pointer (5) pemberdoyaan keluorga adalah upaya meningkatkan pemahaman kesadoran dan kemampusn keluarga dalam mendayagunaken potensi fisik, mental, sosial dan ekonomi yong dimiliki,schingge mampu mandiri dalam melaksanakan fungsi dan peran keluarga secara optimal, serta menjalin hubungan yong harmonis antar sesoma anggota kelvarga den dengan lingkungannya. Kemudian pada pointer (6) pemberdayaan peran keluarga adalah sebagai upayo meningkatken kemompuan dan motivesi keluarga dalam mendayagunakan potensi fisik, mental, sosial, dan ekonomi yang dimiliki keluorgo, sehingga diharapkan keluarge dapat meloksanakan fungsi dan peran keluarga secara optimal serta menjalin hubungan yang hermonis antara keluarge dan lingkungannya. Pada pointer (7) fungsi-fungsi keluarge adalah antara lain: reproduksi; keagamaan; pendidikan; sosial; budaya; kasih sayang; reaktif; perlindungan; ekonomi; sosialisasi; pembinaon lingkungan; kontrol sosial; tanggungjawab sosial dalam turut menata dan ara lingkungan kehidupan yang Pemberdayaan sosial keluarga, yoitu kegiatan yang diarchkan untuk mendaya- gunakan potensi keluarga dan lingkungannya guna meningkatkan keberfungsian keluarga serta tanggungjawab sosial keluarg, sehingga terjalin interaksi sosial saling menguntungkan antara keluarga dan kom unitas lingkungonnya untuk memperkuat ketahanan sesicl keluarga (lihat kebijaken dan strategi pemberdayaon peran keluarga 2004:13). Dalam pola pemberdayoan kesejahteraan sosial (2003:22) pemberdayoan sesial peran keluorge bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan sosial keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam fatanan kehidupan masyarakat. Dan beberapa pengertion yang berkaitan dengan pemberdayoan sosial kelvarga di ates, dapat dikemukakan bahwa tujuan pem- berdayaan sosial keluarga adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan sesial keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupon mosyorakat. Il. GAMBARAN UMUM Pada latar belakang masalah telah disinggung mengenai jumlah korban per. dagangan manusia di Indonesia periode Maret 2005 hingga Januari 2008 mencapai 3.042 orang. Dari jumlah tersebut dapat dirinci menurut jenis korban, daerah asal,dan daerch tujuan mereka dikirim atau dipekerjakan. Hal dapot kita simak melalui beberapa tabel berikut: Tabel 2 Jumich Korbon Perdogongan Manusia diti Menurut Jenisnya Periode Maret 2005 - Januari 2008 No | JenisKorban | _Jumloh Le a 5 2 | AnckPerempuan | 651 | 21,40 3 | Anak Loki-loki | 134 | 4,41 4 | Perempuan 2.048 | 67,33 5. | Dewaso | 204 | 6,71 |__| Pro Dewaso. | Somich | 3.047, Sebagion besar korban tindak pidana perdagengan manusic adalah perempuan dewasa sebanyak 67,33 persen dan anak perempuan 21,40 persen. Sedangken laki-laki dewasa dan anak loki-loki hanya 6,70 persen dan 4,41 persen.Mereka berosal dari beberapa provins: di Indonesia. Hol ini dapat dilihat pada tabel berikut ‘PendagangaPerempra dan Anak (Abs Hana) Tobel 3 Jumlah Korban Perdagangan Manusia Menurut Doerah asal Periode Moret 2005- Januari 2008 [Re Provinsi Jumtoh 7 TRaimanion Borer | 2 | Jowe Barat | 3 | Jowa Timur 4 | Jowa Tengah 5 | Nusa Tenggara Borat | 6 | Sumetera Utara 7 | Lampung B | Nuse Tenggore Timur 9 | Sumatera Selatan 10 | Banten 11 | Sulowesi Selatan 12 | DKI Jokaria [13 |Lein-toin Jomlah ‘apr 2008 Korbon tindak Pidana perdagangan manusia, terutama perempuan don anak berasal dari 12 provinsi. Jumlah korban yang terbanyak berasol dari Provinsi Kalimantan Barat dan Jawa Barat, masing-masing sebesar 23,24 persen.dan 20,68 persen. Kemudian disusul oleh Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, masing-masing 12,16 persen dan 10,49 persen. Sedangkan provinsi lainnya masing-masing dibawah 7 persen, dan Provinsi DKI Jakarta hanya 1,38 persen. Para Korban dikirim ke berbagai negara, don untuk mengetahuinya secara jelas dapat disimak tabel berikut : Tabel 4 Jumlah Kerban Perdagengen Manusia dikirim ke beberapo negara Periode Maret 2005 Januari 2008 No] Provinsi |__Jumlah i F % T | Malaysia 2.305 | 78,77 2 | Indonesio 587 | 19,30 3. | Arab Sovdi 49 | 1,61 4 | Singopura 28 | 0,92 5 | Jepang 27 | 0,89 6 | Surigh M1 | 0,36 7 | Kuwait 10 | 0,33 8 | Toiwan é 0,20 9 | Irak 4 0,13 10 | Lein-Lain 10 | 0,49 [ Jumlah 3.042 | 100.00 | Sumber :Kampas 18 April 2008 51 Jara Peneita da Pengembongan Kesejahteraan Sosial, Vol 13, No. 02, 2008 : 46.60 Sebagian besor atau 75,77 persen korban tindak pidana perdagangen perempuan dan anak dikirim ke Malaysia. Sebanyak 19,30 persen dikirim ke berbagai provinsi di Indone- sia, Sedangkan ke negara-negara lain, yaitu : Arab Saudi; Singapura; Jepang; Suriah; Kuwait; Taiwan dan Irak persentasenya relatif kecil rata- rata dibawah satu persen. Menyimak kasus-kasus tindok pidano perdagangan manusia periode tahun 2004-2008 (Kompos, 18/4/2008) dapat dikemukakan sebagai berikut : Pada tanagal 11 Junitahun 2004, terungkep kasus penjualan boyi-bayi dari Indonesia ke Singapura. Untuk mendapat bayi-bayi dari Indonesia, para peminat harvs membayar 30-35 juta rupich. Pembayaran dilakukan setelah terbit surat adops! yong sah. Pada tanggal 26 Desember tahun 2005, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tangerang menghukum peloku perdagangan nek berkedok adopsi. Dan Pada tanggal 27 Juni 2007, Kepolision Kota Surabaya meringkus tak komplotan perdagangan bayi. Beberapa kasus tindak pidana per- dagangan perempuan korena tertipu dan akhimya dijerumuskon ke dunia pelacuran di Malaysia, antara lain: pada tanggal 25 Juni tahun 2004, dua dari tiga perempuan yang berasal dori Kalimantan Barat di Pulangkan dori Malaysia, mengaku menjadi korban perdagangan manusia. Mereka dijanjikan akan dipekerjakan sebagai buruh pabrik di Molay- sia, ternyata dijerumuskan menjadi pekerja seks komersial di Kuala Lumpur. Pada tanggal 7 November 2005, pihak Polda Metro Jaya berhasil menangkap oknum perdagengon wonita untuk menjadi pekerja seks komersial di Serowak. Pada bulan Mei dan Agustus tahun 2007, Polri ungkap sindikat perdagangan perempuan untuk menjadi PSK di Malaysia. Kasus-kosus perdagangan perempuan yang berasal dari beberapa provinsi dan dikirim ke provinsi lain dalam wilayah Indone- sic, yaitu pada bulon September dan Desember 2006, terbongkar perdagangon perempuan berkedok tenago kerja dari Jawa Barat ke dunia prostitusi di lakasi Sambung Giri di Bangka. Pada tanggal 23 Jonvari 2007, sebanyak 327 TKW berusia di bowch 18 tahun berasal dari Nusa Tenggare Timar dijadikan PSK di Papua. Kemudian pada tanggal 15 Januari 2008, terungkap sebanyak 16 perempuan menjadi 52 pemijat dan pekeria seks di Panti Pijat di Kelopa Gading Jakarta Utara. Sementara itu dari Kalimantan Barat seringkali bermigrasi ke Taiwan dan Hongkong dalam bentuk kawin kontrak, Tak jarong mereka dijerumuskan ke lembah prostitusi dan kerja ijon (Kompas, 18/4/2008). Di kalangan akademisi telah menunjukkan, perhatiannya terhadap kasus perdagangon manusia dengan cara melakuken penelitian di beberapa provinsi. Pusat Studi Kependudukon dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta bekerja sama dengan Ford Foun- dation, telah melakukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan pedagangan manusia antara Iain: Jejaring Anti Trafficking oleh Mohamad Nuh; Utang Selilit Pinggang (sistem ijon dalam perdagangan anak perempuan) yang diloksanakan oleh Johanna Debora Imelda, dkk; Respons LSM terhadap Perdagangan Anak Perempuon oleh Firdous; menggagas Model Pananganan Perdagangan Anak oleh Ahmad Sofian, dkk; Paedofilia di Bali dilokukon oleh Rohman dkk,) Penelition tentang “lejaring Anti Trafficking” yong dilaksanakan oleh Mohamad Nuh pada tahun 2005 di Kota Bandung ~ Provinsi Jawa Barat, menunjukkan adanyo kerjasame antara Pemerintah Kota Bandung dengan beberopa lembaga Swedaya Masyarakat (LSM) dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kasus findak pidene perdagangan perempuon den anak, Nomun kerjasamo tersebut fampaknya belum cukup efektif untuk mengurangi jumlah korban trafficking Kemudian penelitian yong berjudul “ Utang selilit pinggang” dalam kaitannya dengan sistem ijon dalam perdagangan perempyan yang dilakukan oleh Johanna Debora Imelda pada tahun 2004 di Jakarta Utara, menunjukkan bahwa terdapat tiga aktor utama yang berperan mengembangkan dan memperiahankan sistem ijon dalam perdagangon anak perempuan, yaitu orangtua don kerabat para gadis, para bes di Jakarta dan para calo di kampung seria pejabat lokal (kampung}. Penelitian yang dilakukan oleh Firdous pada tahun 2004 di Suraboya, dengan judul “Respons LSM terhadap perdagangan anck perempucn”, menunjukkan bahwa penanganan tindak pidana perdagangan anak perempuan di Surabays belum berjolon secora efektit. Modus operandi perdagangan anak perempuan dilakukan dengan cora penipuan bermotif mencari pekerjaan yang akhirmya menjerumuskan mereka ke lokasi pelacuran. Kemudian penelitian yang dilaksanakan aleh Ahmad Sofian di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2004 yang berjudul : “Menggagos Model Penanganan Perdagangan Anak”, menunjukkan bohwa fenomena perdagangon nak untuk pelacuran masih dianggap sebagai hal baru, dan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah masih bersifat umum, yaitu dikaitkan dengon kebijaken tentang pelacuran otau pro- gram untuk wonita tuna susilo. Institusi yang sudch mengambil tindakan konkret pada mosalah perdagangan anak terbatas di kalangan LSM dan Kepolisian Sumatera Utara. Selanjutnya penelitian tentang “Paedofilia di Bali” yang dilaksanakan oleh Rohman dan Andrea Rosy Starinne pada tahun 2005 ai Bali, menyatakan bahwa selama kurun waktu 1996- 2004 terdapat paedofil yang berasal dari Amerika, Australia, Inggris, Jerman, Perancis dan Belanda yang beroperasi di Bali. Dalam menjalankan operasi mereka, anak yang diperdagangkan biasanya ditujukan untuk konsumsi sesama paedofil atau untuk dipekerjakan di pelacuran, bar dan restoran. Uniuk merekrut korban, paedofil menggunakan sejumich motif antare loin berperan sebagai Bapok Angket, berpacaran, perkawinan dan baniuan ekonomi. Anolisis dalam pengkajian ini difokuskan pade (1) fokter penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan perempuan dan anak; dan (2) pencegahan dan penanggulangan findak pidana perdagangan perempuan dan nok oleh Pemerintah dan Lembaga Swodaya Masyarakat (LSM). Kemudian digjukon suatu solusi pencegahan perdagangan perempuan dan anak melalui pemberdayaan sosial keluarge, IV. FAKTOR PENYEBAB Sebaggimana yang telah dikemukakan pada pendahuluan bahwa faktor utama yang menyebabkan terjadinya perdagangan perempuan dan anak, cdoleh karena kemiskinan, pendidikan rendah, kawin usia dini; dan ketidaktaatan terhadap ajaran agama. Faktor-faktor penyebab jersebut merupakan coker permosalchan terjadinya kasus tindak Perdagangan Perempuan dan Anak (Abu Flanifl) pidana perdagangan perempuan dan: anak. Untuk mencegah meluas dan meningkatnya kosus perdagangan perempuen dan onak, maka akar permasalahannya perlu dihilangkan dan alternatif untuk menghilangkannya melalui pemberdayaan sosial keluarga. Keempat faktor penyebab tersebut akan diuraikan satu persotu sebagai berikut: A. Kemiskinan Tingkat ekonomi yang rendah seringkali menjadi sumber muneulnya sejumlch masalch sosial, antara lain semakin banyak jumlah pengemis dan anak-onakterlantar. Tidak jarang kemiskinan menjadi pongkal bagi munculnya disharmoni keluarga, termasuk di dalamnya muncul praktik perdagangan anak perempuan untuk tujyan pelacuran (Firdous, 2004; 12). Kemiskinan dianggap sebagai faktor penting yang menjadi penyebab terjadinya per- dagangan perempuan dan anak. Penduduk miskin tidak hanya memiliki keterbatasan pilihan-pilihan untuk mencari sumber penghidupan, tetapi mereka juga hanya memiliki sebagian kekuasaan sosial untuk mengontrol kondisi lingkungan yang menekan dirinya. Keinginan untuk memperbaiki kondisi yong demikian seringkali membuat banyak perempuan memilih untuk melakukan migrasi. Koren ketidaktahuan informasi tentang daerch tujuan dan keinginan untuk memperbaiki nosib, mereka justru menghadapi risiko untuk diperdagangkan. Penelitian yang berjudul “utang selilit pinggang-Sistem ijon dalam pedagangan anak perempuan” yang dilakukan oleh Johanna Debora Imelda dkk pada tahun 2004 di Jakarta Utara, dopat dikemukakan bahwa responden sebanyak 50 orang anak perempuan yang berumur 13 s.d. 18 tahun sebagian besar atau 76 persen berasal dari Indramayy. Pekerjaan ‘orangtua mereka sebagian besar adalah buruh tani (53,7%) dengon jumiah tanggungan rata~ rata 4-6 orang. Dengan demikian dopat disimpulkan bahwo mereka berasal dari keluarga miskin Untuk menghilangkan faktor penyebab sebagai akar permasalahan yang memicu terjadinyo tindok pidana perdagangan perempuan dan anak, maka terhadap keluarga yang demikian perlu ditingkatken kondisi ekonomi mereka dengan memberi bantuon 33 Jurnal Penelitin dan Pengensnengan Kesejahteraan Social, Vol 13, No, 02, 2008 46-60, sera bimbingan peningkatan uscha ekonomi produkt. B. Pendidikan rendah Tingkat pendidikan yong rendah, juga menjadi salah satu foktor yong dapat menjerumuskan anak perempuan ke dalam praktik perdagangan manusia. Ini dapat dipahami mengingat dalam komunitas yang mengedepankan nilai-nilai patriarki, anok perempuan ditempatkan sebagai warga kelas dus, dan anak laki-laki yang diutamokan untuk mendapat pendidikan yang lebih tinggi (lihat Firdous, 2004:13). Dengan pendidikan yang rendah mudah sekali ditipu oleh para calo yang menjaniikan pekerjaan yang “baik” dengan goji yong besar, namun sesungguhnye suatu trik fipuan untuk dipekerjakan di tempat atau lokasi pelacuran. Contoh kasus tindak pidana perdogangan perempuan karena tertipu, dan akhimya dijerumuskan ke dunia pelacuran di Malaysia ontora lain : pada tanggal 25 Juni tahun 2004, dua dari tiga perempuan yang berasal dori Kolimantan barat di pulangkan dari Malaysia, mengaku menjadi korban perdagangan manusia. Mereka menjaniikan akan dipekerjaken sebagai buruh pabrik di Malaysia, ternyata dijerumuskan menjadi pekerja seks komersial di Kuala Lumpur. Untuk mengatosi hal tersebut, melalui pemberdayaon sosial keluarga perlu diberi wewenang terhadop keluarge yang menjadi sosaran pemberdayaan mengenai hak dan kewajiban anggota keluarga dan tidak membedakan jenis kelamin dalam mengikuti pendidikon. Disamping itu, perly juga diberi berbagai wawasan mengenai trkdik penipuah yang sering digunakan oleh para calon tenaga kerja di dunia pelacuran. C. Kawin Usia Dini Batas minimal usia nikah dalam Undang- Undang Perkowinan sebagaimana dinyotokan dalam pasal 7 ayat (1) adalah 19 tohun bagi loki-laki dan 16 tahun bagi perempuan (Mulia, 2007 :140). Selanjutnya Mulia mengutip hasil penelitian yang dilaksanakan oleh UIN Jakarta (2000) mengungkapkan temuan rata-rata usio. ideal perempuan untuk menikah berkisar 19,9. tahun dan laki-loki 23,4 tahun. Kematangan usia tersebut idealnya berupa akumulasi kesiopon fisik, ekonomi, sosial, mental dan 34 kejiwaan agama dan budaya. Perkawinan pada usia dini bagi perempuan menimbulkan berbagai resiko,baik bersifat biologis seperti kerusakan organ reproduksi, kehamilan muda, dan resike psikalogis berupa ketidckmampuan mengemban fungsi-fungsi reproduksi dengan baik. Kehidupen keluarga menuntut adanya peran dan tanggungjawab yang besar bagi laki-laki don perempuan. Hasil penelition yong dilakukan oleh Johanna Debora Imelda dkk di Jakarta Utara,menunjukkan bahwa responden sebonyok 50 orang yang berusia 13 s.d. 18 tahun ternyata 12 persen berstatus kewin, sebesar 22 persen berstatus janda dan sebonyak 66 persen belum menikeh, Ini berarti sebanyak 34 persen sistem ijon dalam perdogangen anak perempuon telah melokukan kawin usia dini. Untuk mengeotasi hel tersebut, melolui pemberdayoan sosial keluarga perlu disosialisosikan Undang-Undang Perkawinan agar mereka mengetahui resiko yang akan dihadapi apobila mereko melaksanckan pemikohan usia dini. D. Ketidoktaaton Menurut Ajaran Agama Faktor yang juga _penting untuk menjelaskan persoalan trafficking secara umum adalch adanya keterlibotan orangtua sebagai salah saty unsur pelaky trafficking tersebut. Beberaps studi tentang perdagangan anak melaporkon bahwa cukup banyak kosus perdagangan anak melibatkan orangtua. Hasil studi Firdous tentang “Respons LSM terhadap Perdagangan Anek di Surabaya”, menegaskan bahwa fenomena kasus duo orangtua menjadi germo bagi anoknye sendiri (lihat Firdous, 3004 18-19). Kasus trafficking di kota Bandung dan Jowe Barat secara umum yang melibatian orangtua sebagai pelaku febih banyck disebabkan kondisi ekonomi keluorga yang kerong mampu (Iewanto,kk,2001 dalam Nuh, 2005:83). Kemudlian penelitian yong dilakuken ILO di Jakerto dan Jawa Timur tentang perdagangan anak untuk eksploitosi seksucl menunjukkon jaringan perdagangan tersebut melibotkon berbagai pihak (lihat Imelda, 2004:26). Pertama, dari orang- orang terdekat korban,seperti orangtua yang mempersiapkan anak-anaknya, baik secara sosial, psikologis, moupun spiritual, soudore atau tetangga yang biasanya berperan sebagai mata-mata untuk menyeleksi anak-anck yang dapot direkrut Keduo, calo yang berperan sebagai mediator dalam bisnis seksual. Ketiga, tokoh formal maupun informal yang memperlancar sistem Kerja bisnis seksual tersebut. Keempat, adalah mucikari yang bertanggungjawab terhadap fasilitas yang memungkinkan terjadinya tronksoksi seksual antora korban dan pemakei. V. PENCEGAHAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK A. Peran Pemerintah Hasil penelitian Mohamad Nuh (2005:86- 87) di Kota Bandung, mengungkapkan bohwa respons Pemerintch Kota Bandung tethadap penanganan atau aksi penghapusan per- dogengan perempuan dan anak, baru pada tingkat sosialisasi pembentukan infrastruktur kelembagaan yang terkait dengan penanganan trafficking. Pemerintah kote Bandung telah menerbitkan Rencana Aksi Daerah Perlindungan Anak. Dari beberapa kegiatan yang telah dilaksanokan oleh Pemerintah kota Bandung bekerjasama dengan beberapa LSM, tampaknya belum cukup efektif untuk mengurangi jumich korban trafficking. Intisori hasil penelitian dengan judul “Menggagos Model Penanganan Per- dagangen Anak” yang dilakukan oleh Ahmad Sofi dkk (2004) di Provinsi Sumatera Utare, menunjukkan bahwa fenomena per- dagangan anak untuk pelocuran masih dianggoe sebagai hal baru, maka kebijakan- kebijaxon yang diambil pemerintah daerah Sumatera Uiora masih bersifat umum, yaitu dikoitkan dengan kebijakan tentang pelacuran ‘atau program untuk wanita tunasusila, Institusi yang sudah mengambil findokan konkret pada masalah perdagangan anak terbotas di kalangan LSM _dan Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Di tingkat DPRD, penanganan dilakukon sebatas pemetoan terhadap besar masalah: Intisari hasil penelitian yang berjudul "Paedotilia di Bali” yang dilaksanakan oleh Rohman dan Andria Rosy Storinne pada tahun 2005, menunjukkan bohwa pemerinich daerah Bali berikut aparat birokrasi dari tingkat provinsi Perdagangan Perempuan dan Anak (Abu Hanif) hingga desa cenderung mengambil sikep diam dan sekedar memantau perkembangan kosus. Sedangkan hosil penelition yang berjudul “Utong Selilit Pinggang” yong dilaksanakan oleh Johanna Debora Imelda pade tahun 2004 di Jakarto Utara tidak mengungkapkan peran pemerintoh dalam penanganan pardagangan anak perempuan melalué sistem jjon di Jakarta Utara, Berdasarkan beberape hesil penelitian yang berkaitan dengan perdagangan perempuan dan anak sebagaimana yang telah dikemukaken diatas, dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan perempuan dan anak dipandang masih relatif Keil. Hal itu dapat dimaklumi mengingat acuan yong digunakan selama ini adalah KUHP dan Undang-Undang Republik indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentong Perlindungan Anak tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan manusia yang tegas secara hukum. Diharapkan dengon ditetapkannyo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, dapat dijadikan acuan untuk meningkatken peran pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak. B. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bina Sejchtera Indonesia (Bahiera) sejak lama memberi bantuan pendampingan bagi korban dalam bentuk dompingan sosial, medis dan psikologis. Disamping itu Bahtera juga telah melakukan kampanye melawan tindakan perdagangan anak melalui poster maupun media lainnya. LSM lain, misalnya lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA) dan institut perempuan (IP), di kota Bandung melaksanakan diskusi publik tentang pentingnya perlindungan hukum bagi perempuan dan anak korban trafficking secara bersame-some, Diskusi publik yong diloksanakan betujuan untuk memberikan ruang bagi pembahasan mengenai pentingnya perlindungan bagi perempuan dan anak korban trafficking dari berbagai perspektit dan upeya membangun kesadaron mengenai persoalan trafficking sebagai persoalan yang Jamal Peneliton dan Pengembangon Kescjateraan Sosa, Vo 13, No. (2.2008 : 46.40 sangat mendesak untuk segere ditangani. Sofian dkk (2004:14) menyotokon untuk mengetahui bentuk atau model kebijakan penanganan masalah perdagangan anak di Provinsi Sumatera utara, menarik untuk melihat pengaloman LSM Cambodia Women's crisis center (CWCC) mengambil empat langkoh kebijakan untuk menangani perdagangan angk, yaity preventif, proteksi, rehabilitatif dan reintegeatif. 1. Longkeh Preventif (Pencegchan) Longkoh pencegohan ini merupaken suatu upaya untuk mencegah agar anak tidak diperdagangkan atau jatuh ke dunia pelacuran melalui peningkatan tingkat kesaderan tentang hak-hak anak, bahaya eksploitasi seksual ataupun trik yang dipergunakan oleh pelaku perdagangan anak, Kegiatan ini diberikan kepada semua elemen masyarakat dengon cara memperkuat dan mernobilisasi komunitas lokal untuk memonitor maupun melindungi anak-anak mereka atau dengan cara merangsang inisiotif berbasis kemunitos lokal tentang perlindungan. 2. _Langkoh Proteksi (Perlindungan) Cara yang digunakan adalah melalui peningkatan jaringan hukum atau penguaton implementasi hukum tersebut. Langkah perlindungan dapot efektif apobila terdapot bentuk jaminan don mekanisme hukum yang berlaku untuk perlindungan anak dapat terdesiminasi secara utuh. 3. Langkoh Rehabililitatit (Pemulihan} Strategi yang dipilih untuk mengatasi dampok yang lebih buruk yang diderita oleh si anak sebagai korban adalah pembentukan crisis center, layanan dukungan bagi korban/anak yang diselamotkan, pemonitoran dan peren- conaan layanan, serta pendidikan non formal dan pelatihan keahlian. 4. Langkah Reintegratif (Pengembalian) Hal yang harus diperhatikan dalam proses reintegrasi adalah penerimaan anak dalam keluarga, masyarakat dan lingkungan sekelah. 56 C. Peran Masyarakat Di samping respons pemerintah dan LSM, terdopat pula respons dari masycraket untuk meneegah semakin meningkatnya per- dagangan manusia di Indramayy, terutama di kecamatan Bongos. Rata-rata warga Bongas tergolong miskin dan berpendidikan rendah. Animo warga Bongas untuk mengirim anak perempuan ke luar negeri sangat tinggi begitu melihat anak tetangga berhasil “menyulop” rumah orangtuanya menjadi rumah megah dan mewah, sepulang dari var negeri. Kondisi membuat sebagian orangtua tidak menghargai pendidikan tinggi, kedudukon atau pangkat. Upayo untuk mengatasi hal itu, pada tahun: 2004 Nono dan Syarif membuka SLTP gratis, bekerjasama dengan organisasi internasional untuk migrasi (|OM) dan Yayasan Kusuma Buana di Jakarta. Upaya itu diperkuat dengan penyuluhan terus menerus dan bekerjasama dengan camat setempat, apabila tidak bisa menceggh keinginan orangtua dari anak-anak yang sedang mencari kerja, mereka beruscha menecari pekerjaan dengan prosedur yang sesuci dengan identitas asli. Dengan cara itu engko perdagangan anakpun turun dari 17 ‘orang pada tahun 2005 menjadi 8 orang pada tohun 2007 (Kompas 18/4/2008}. D. Pemberdayaan Sosial Keluargo Pemberdayaan sosial keluarga merupakan suatu faworan sebagai solusi pencegahan perdagangen perempvan dan anak. Tujuan pemberdoyaan sosial keluarga adalah untuk mewujudkon kesejahteraan don ketahanan sosial keluarge sebagai unit terkecil dalam kehidupan masyorakot, Ketahanan sosial keluarga merupakan unsur penting dalam pencegahan dan penanganan berbagai permasalahan sosial. Posisi strategis ini hanya akan dapat diwyjudkan ‘apabila kelvarga mampu melaksonakan fungsi dan perannya secara serasi dalam kehidupan keluarga dan sebagai unsur aktif partisipatif dalam upaya pembinaan lingkungan sosial yong tentram dan sejahtera (Pola Operasional Pemberdayaan Sosial Peran Keluarga, 2003:21) Pada kenyataannya jumich keluarge yous mengolami ketidakberdayaon makin besar seiring dengan makin lemahnya kemampuan

Anda mungkin juga menyukai