Anda di halaman 1dari 25

PENDIDIKAN PANCASILA KELAS XI

BAB 2: UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK


INDONESIA TAHUN 1945
Nama Penyusun: Nabila Safira Kusumaputri, S.Pd

Capaian Pemberlajaran
Fase F
Menganalisis periodisasi pemberlakuan undang-undang dasar di Indonesia;
menganalisis perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; menunjukkan sikap demokratis berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dalam era keterbukaan informasi; menganalisis
kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara dan merumuskan
solusi dari permasalahan tersebut.

MIND MAPING
UUD 1945

Konstutusi RIS

Periodisasi UUDS 1950


Pemberlakuan
Undang-Undang
UUD 1945 Masa
Dasar di Indonesia
Demokrasi Terpimpin

Perubahan
Undang- Undang-Undang UUD 1945 Masa Orde
Baru
Undang Dasar Negara
Republik Indonesia
Tahun 1945 Tahun 1945 UUD 1945 Masa
Reformasi
Sikap Demokratis
Berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun
1945 dalam Era
Keterbukaan Informasi
A. Periodisasi Pemberlakuan Undang-Undang Dasar di Indonesia
1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (Awal Kemerdekaan)
Penyusunan naskah Rancangan Undang-Undang Dasar 1945
dimulai dari awal BPUPK terbentuk sampai selesai masa tugasnya. Lalu
pemerintah Jepang membentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) untuk mempersiapkan segala urusan kemerdekaan
Indonesia. Pada akhirnya PPKI mengesahkan naskah Rancangan
Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 (Sartono,
2009). Undang-Undang Dasar ini terdiri atas tiga bagian, yakni
Pembukaan (preambule), Batang tubuh dan Penjelasan, lalu terdapat 16
bab, 37 pasal, 49 ayat, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat
Aturan Tambahan (Basmatulhana, 2022).
Soekarno sebagai Ketua Panitia Perancang UUD pada tanggal 18
Agustus 1945, mengatakan:
"UUD yang dibuat sekarang ini adalah UUD sementara. Kalau boleh saya
memakai perkataan: ini adalah UUD kllat. Nanti kalau kita telah bernegara di
dalam suasana lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali MPR
yang dapat membuat UUD yang lebih lengkap dan lebih sempurna".
Para pembentuk UUD 1945 terlihat meyakini ketidaksempurnaan
atas hasil kerjanya, maka, berdasarkan usulan Iwa Koesoemasoemantrl,
memasukkan aturan mengenai tata cara perubahan, yang kemudian
diakomodasi dalam Pasal 37 UUD 1945. Meskipun berbagai kelemahan
dan kekurangan yang ada, namun selama lebih dari 30 tahun berlaku
(dikurangi masa berlakunya Konstitusi RIS dan UUDS 1950), UUD 1945
tidak pernah mengaiami perubahan secara formal melaiui Pasal 37.
UUD 1945 dipandang telah berubah melalui Maklumat Wakil
Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 serta Maklumat Pemerintah
tanggal 4 November 1945.
I. Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945:
Berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 Presiden
dengan bantuan KNIP menjalankan kekuasaan MPR, DPR
dan DPA selama ketlga lembaga negara tersebut belum
dibentuk. Namun berdasarkan Maklumat tersebut, KNIP
beralih fungsi dari sekedar badan yang membantu
menjadibadan yang menjalankan kekuasaan leglslatif dan
Ikut menetapkan garls-garis besar daripada haluan
negara.
II. Maklumat Pemerintah tanggal 4 November 1945:
Maklumat ini mengubah sistem pemerintahan presidensial
menjadi sistem parlementer (Harijanti, 2003).
Kekurangan dari UUD 1945:
1) Kurang memuat ketentuan rinci yang justru diperlukan
untuk menjamin konstitusionalisme (Harijanti, 2003).

PENDIDIKAN PANCASILA 1
Konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang
saling berkaitan satu sama lainnya, yakni hubungan
antara pemerintahan dengan warga negara dan
hubungan antara lembaga pemerintahan yang satu
dengan lembaga pemerintahan lainnya (Asshiddiqie,
2021).
2) Tidak menganut ajaran pemisahan kekuasaan karena
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia terdapat leblh
Intermezzo dari tiga cabang kekuasaan yang disebut sebagai
lembaga negara. Sistem yang digunakan lebih
Mengapa
menekankan kepada pemisahan fungsi.
kekuasaan
3) Pemisahan fungsi yang dikenal dalam UUD 1945
harus
dibatasi?
ternyata dalam prakteknya tidak diikuti dengan
jawabnya pemisahan orang. Sejarah membuktikan hal Ini dengan
adalah karena diperbolehkannya gubernur dan menteri, misalnya
menurut Lord untuk menjadi anggota MPR (Harijanti, 2003).
Acton, 4) Tidak adanya ketentuan yang mengatur “judicial
kekuasaan itu review” (Harijanti, 2003). Judicial Review termasuk
cenderung kedalam hak uji materiil. Hak uji materiil adalah suatu
untuk wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai,
disalahguna- apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya
kan, setiap sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih
bentuk
tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan
kekuasaan
tertentu berhak mengeluarkan suatu peraturan
cenderung
tertentu (Sitompul, 2004). Pada saat awal-awal UUD
memperbesar
dan 1945 diterapkan pada masa awal kemerdekaan,
mempertahan Mohammad Yamin telah mengajukan usulan perlunya
-kan diri hak uji. Namun usulan tersebut di tolak oleh Soepomo
{power tends (Harijanti, 2003). Soepomo menolak gagasan Yamin
to corrupts, untuk mencantumkan hak uji oleh Makhkamah Agung
but absolute terhadap materi undang-undang dalam konsep
power rancangan UUD 1945 karena tidak dianutnya prinsip
corrupts pemisahan kekusaaan (Asshiddiqie, 2021).
absolutely). 5) Multi tafsir. Ketentuan yang tidak jelas membuat
(Thaib, 2003) peluang untuk penafsiran yang berbeda dalam stu
pasal. Contohnya Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan
"Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majells Permusyawaratan Rakyat".
Frasa "dilakukan sepenuhnya oleh Majells
Permusyawaratan Rakyat" ditafsirkan bahwa MPR
merupakan satu-satunya lembaga yang melaksanakan
kedaulatan rakyat. Ketidakjelasan lain dapat dijumpai
dalam kaitan dengan pemilihan Kembali
jabatan presiden (Harijanti, 2003).

PENDIDIKAN PANCASILA 2
2. Konstitusi RIS
Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar, NKRI berubah bentuk
menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) sejak 27 Desember 1945.
Penyelenggaraan negara didasarkan pada Konstitusi RIS 1949 yang
menyatakan bahwa RIS yang merdeka dan berdaulat merupakan suatu
negara hukum yang demokratis dan berbentuk federal (Kardiman,
2018). Pada Masa RIS ini, sistem pemerintahannya adalah parlementer.
Secara anatomik, Konstitusi RIS terdiri atas dua bagian, yakni
Pembukaan dan Batang Tubuh. Berbeda dengan jumlah-jumlah pasal
dalam UUD 1945, Konstitusi RIS memuatnya jauh lebih banyak, yakni 6
bab dan 197 pasal. Meskipun demikian, Konstitusi RIS hanyalah
dimaksudkan untuk bersifat sementara, meskipun dari namanya tidak
menggunakan tambahan kata "sementara". Hal ini ditegaskan dalam
Pasal 186 yang berbunyi, "Konstituante (Sidang Pembuat Konstitusi)
bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan
Konstitusi Republik Indonesia Serikat" (Muhtaj, 2017).
Kekurangan Konstitusi RIS ialah terdapat penyimpangan dari
sistem pemerintahan parlementer. Ketentuan Pasal 122 Konstitusi RIS
berbunyi, "Dewan Perwakilan Rakyat yang ditunjuk menurut Pasal 109
dan 110 tidak dapat memaksa kabinet dan masing-masing Menteri
meletakkan jabatannya." Muatan dari ketentuan tersebut berbeda
dengan ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer yakni apabila
pertanggung-jawaban Menteri tidak dapat diterima oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dapat membubarkan
Kabinet, atau Menteri yang bersangkutan yang kebijaksanaannya tidak
dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, di dalam
penyelenggaraan ketatanegaraan RIS, ketika Kabinet tidak mampu
mempertanggungjawabkan segala kebijakan yang telah dilakukannya
maka pihak DPR tidak dapat berbuat apa-apa (Husen & Thamrin, 2017).

3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950


Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau
dikenal dengan UUDS 1950, adalah konstitusi yang berlaku di negara
Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekret
Presiden 5 Juli 1959. Konstitusi ini dinamakan "sementara," karena
hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil
pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru (Husen &
Thamrin, 2017). Hal ini terlihat jelas dalam rumusan Pasal 134 yang
mengharuskan Konstituante bersama-sama dengan Pemerintah segera
menyusun Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan
menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 itu.
Akan tetapi, berbeda dari Konstitusi RIS yang tidak sempat
membentuk Konstituante sebagaimana diamanatkan di dalamnya,

PENDIDIKAN PANCASILA 3
amanat UUDS 1950 telah dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga
pemilihan umum berhasil diselenggarakan pada bulan Desember 1955
untuk memilih anggota Konstituante. Akhirnya, setelah pemilihan
umum, Konstituante diresmikan di kota Bandung pada tanggal 10
November 1956 (Asshiddiqie, 2021).
UUDS Tahun 1950 tetap mencantumkan falsafah Pancasila dalam
Mukadimah UUDS-RI alinea IV, dengan perumusan dan tata urutan yang
sama dengan Mukadimah Konstitusi RIS, yaitu: Ketuhanan Yang Maha
Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan, Keadilan Sosial.
Di dalam UUDS 1950 tercantum bahwa negara Indonesia pada
masa itu adalah berbentuk kesatuan dengan berasaskan desentralisasi.
Dimana daerah negara akan dibagi- bagi menjadi daerah-daerah yang
memiliki hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri (otonomi daerah).
Berdasarkan UUDS 1950, sistem pemerintahan seharusnya
bersumber pada demokrasi Pancasila sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUDS 1950. Namun, dalam pelaksanaannya, demokrasi
yang dipraktikkan adalah demokrasi liberal, karena berlaku sistem multi
partai. Apalagi setelah hasil pemilu tahun 1955, tidak ada satupun partai
yang menang dan mendapat kursi mayoritas di parlemen, sehingga
pemerintahan mengalami ketidakstabilan politik. Hal ini dapat terlihat
dengan sering jatuhnya kabinet dalam periode ini, yaitu dalam kurun
waktu tahun 1950 s/d 1959 (Husen & Thamrin, 2017)
Sementara itu, seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa
Konstituante harus menyusun UUD yang baru. Sayangnya, Majelis
Konstituante ini tidak atau belum sampai berhasil menyelesaikan
tugasnya untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru ketika Presiden
Soekarno berkesimpulan bahwa Konstituante telah gagal, dan atas dasar
itu ia mengeluarkan Dekrit tanggal 5 Juli 1959 yang memberlakukan
kembali UUD 1945 sebagai UUD negara Republik Indonesia selanjutnya
(Asshiddiqie, 2021).

4. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Masa Demokrasi Terpimpin


Pada masa ini, UUD NRI Tahun 1945 kembali diberlakukan
melalui Dekret Presiden 5 Juli 1959. Sistem pemerintahan pun berganti
menjadi sistem presidensial berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun
1945. Presiden berperan sebagai kepala pemerintahan sekaligus
penyelenggara negara. Pada masa ini terjadi beberapa penyimpangan
yang tidak sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945.
Para pimpinan MPR, DPR, BPK, dan MA yang seharusnya
berkedudukan lebih tinggi dari presiden ditempatkan sebagai menteri
yang dibawahi Presiden. Selain itu, pada tahun 1960, Presiden
membubarkan DPR karena menolak untuk menyetujui RAPBN yang
diusulkan pemerintah. Padahal, menurut UUD NRI Tahun 1945, Presiden

PENDIDIKAN PANCASILA 4
seharusnya menggunakan anggaran sebelumnya jika DPR tidak
menyetujui anggaran yang diajukan. Lebih dari itu itu, Presiden juga
tidak dapat membubarkan DPR (Kardiman, 2018).
Beberapa bentuk penyimpangan terhadap UUD 1945 pada
Demokrasi Terpimpin, antara lain:
1) Melalui Sidang Umum MPRS tanggal 15 Mei 1963, menetapkan
Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
2) Dalam perombakan Kabinet Kerja, kerja MPRS, DPR-GR, dan
DPAS diangkat presiden menjadi menteri. Akibatnya,
kedudukan lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut
menjadi dibawah presiden.
3) Pada tanggal 31 Maret 1960, presiden membubarkan DPR
karena perselisihan mengenai penetapan APBN, sebagai
gantinya, pada tanggal 24 Juni 1960 presiden membentuk DPR-
GR tanpa melalui pemilu.
4) Ketua Mahkamah Agung dan Jaksa Agung juga diberi jabatan
menteri. Padahal kedua jabatan itu mestinya bebas dari
kekuasaan eksekutif dan legistalif.
5) Diberlakukannya system ekonomi terpimpin yang berlandaskan
pada deklarasiekonomi yang akhirnya mengarah pada system
etatisme.
6) Presiden mengeluarkan ketentuan perundangan yang tidak ada
di dalam UUD 1945
7) Menetapkan pidato presiden mengenai "Penemuan Kembali
Revolusi Kita" menjadi GBHN (Garis-Garis Besar Haluan
Negara).
8) Membentuk MPRS dengan Penpres Nomor 2 Tahun 1959.
9) Membentuk DPA dengan Penpres Nomor 3 Tahun 1959
(Mudjiatun, Suenti, & Roebiastoeti, 2018).

5. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Masa Orde Baru


Masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan
menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD
1945 yang murni, terutama pelanggaran pasal 33 UUD 1945 yang
memberi kekuasaan pada pihak swasta untuk menghancurkan hutan
dan sumber alam yang lain. Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga
menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah
peraturan :
a) Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa
MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak
berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
b) Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang
antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah

PENDIDIKAN PANCASILA 5
UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui
referendum (Karyanti, 2012).
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto terjadi
penyimpangan terhadap UUD 1945 atau dapat dikatakan bahwa UUD
1945 dilaksanakan secara murni dan konsekuen, tetapi Presiden
Soeharto memanfaatkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam
UUD 1945 untuk melanggengkan kekuasaannya. Contohnya pada salah
satu pembatasan kekuasaan negara yaitu pembatasan terhadap masa
jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Pada mulanya, ketentuan masa
jabatan Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Pasal 7 UUD 1945,
namun pengaturan tersebut tidak diikuti oleh pengaturan batasan masa
jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia. Sehingga pada
praktiknya menimbulkan kondisi Presiden yang sama dipilih kembali
secara terus menerus, seperti Soeharto yang menjabat menjadi Presiden
selama 32 Tahun. Jadi bisa dikatakan bahwa hal tersebut tidak
memperdulikan sistem pembatasan kekuasaan sebagai suatu prinsip
dasar negara berdasarkan Konstitusi (Konstitusionalisme) (Pratiwi,
Salama, & Ulfah, 2021).
Pada era Orde Baru, kekuasaan semakin terpusat dan pemimpin
pemerintahan tidak berganti selama 32 tahun. Akibatnya, Konstitusi
UUD 1945 menjadi sangat dihormati dan tidak boleh diubah sama sekali.
Padahal, UUD 1945 adalah dokumen konstitusi yang seharusnya bisa
diperbarui dan diterapkan dengan baik. Hanya selama masa Orde Baru
itulah UUD 1945 diterapkan dengan ketat, yang mengakibatkan stagnasi
dalam politik dan pemerintahan. Siklus pergantian kekuasaan terhenti,
dan Presiden Soeharto tampaknya terperangkap dalam kekuasaannya
yang semakin pribadi dan irasional. Ini adalah akibat dari penerapan
yang ketat terhadap UUD 1945, terutama jika tidak
diterapkan dengan baik (Asshiddiqie, 2021).

6. UUD Tahun 1945 Masa Reformasi


Pasca pengunduran diri Soeharto dari jabatan Presiden pada
tahun 1998, Indonesia memasuki masa Reformasi (Kardiman, 2018).
Salah satu agenda penting dari gerakan reformasi adalah amandemen
terhadap UUD 1945 yang kemudian berhasil dilaksanakan selama 4
tahun berturut urut melalui Sidang Tahunan MPR yaitu tahun 1999,
2000, 2001 dan tahun 2002. Reformasi dalam sistem perundang-
undangan Indonesia ini dilakukan dengan pertimbangan penyesuaian
dengan kondisi negara dan masyarakat Indonesia. Diharapkan dengan
diadakannya amandemen, UUD 1945 sebagai dasar hukum negara
Indonesia bisa lebih menyerap kebutuhan rakyat serta sesuai dengan
kondisi yang terjadi saat ini. Karena UUD 1945 setelah amandemen
dianggap lebih demokratis bila dibandingkan dengan UUD
1945 sebelumnya (Karyanti, 2012).

PENDIDIKAN PANCASILA 6
Latar Belakang pelaksanaan Amandemen UUD 1945:
1) Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan
yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang
sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada
tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi
ketatanegaraan.
2) Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat
besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem
yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan
dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak
konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain:
memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan
legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
3) UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan
“fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran
(multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
4) UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan
Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang.
Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden
dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam
Undang-undang.
Amandemen terhadap UUD 1945 dilaksanakan dengan beberapa
kesepakatan dari panitia Ad Hoc, antara lain:
1) Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
sistematika, aspek kesejarahan dan orisinalitasnya.
2) Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
3) Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.
4) Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam
penjelasan dimasukkan dalam pasal-pasal.
5) Perubahan dilakukan dengan cara “adendum” (Karyanti, 2012).

PENDIDIKAN PANCASILA 7
B. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

1. Amandemen Pertama
Amandemen UUD 1945 terjadi pertama kali pada sidang Sidang
Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 14-21 Oktober 1999.
Ketua MPR kala itu adalah Amien Rais. Ada 9 dari 37 pasal di dalam UUD
yang berubah. Salah satu yang paling krusial adalah perubahan pada
Pasal 7 UUD 1945 (Persada, 2019).
Hal-hal pokok yang melatarbelakangi amandemen pertama
adalah
• Sistem konstitusi masih bersifat sarat eksekutif atau
executive heavy. Maksudnya adalah kekuasaan bertumpuk
di pemerintahan.
• Kekuasaan terpusat pada presiden menyebabkan banyak
pelanggaran hak asasi manusia.
• Masa jabatan presiden yang tidak terbatas memunculkan
otoriterisme.
• Tidak ada check and balances.
• Memuat peraturan yang diskriminatif.
• Mendelegasikan terlalu banyak aturan konstitusional ke
level undang-undang.
• Terdapat sejumlah pasal yang bermakna ganda atau
multitafsir.
• Terlalu banyak bergantung pada keinginan politis dan
integritas politisi (Isabela, Amandemen Pertama UUD
1945: Latar Belakang dan Perebuahannya, 2022).
Perubahan Pertama berlaku mulai 19 Oktober 1999 dapat dilihat
pada link berikut: https://tinyurl.com/Amandemen1

PENDIDIKAN PANCASILA 8
2. Amandemen Kedua
Pada tanggal 7-18 Agustus 2000 dalam Sidang Tahunan MPR dilakukan
Amandemen ke-2. Pada amandemen kedua Terdapat delapan perubahan
penting, yaitu:
1) Otonomi daerah atau desentralisasi.
2) Pengakuan serta penghormatan terhadap satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau istimewa dan terhadap kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak tradisionalnya.
3) Penegasan fungsi dan hak DPR.
4) Penegasan NKRI sebagai sebuah negara kepulauan yang berciri
Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan haknya ditetapkan
dengan undang-undang.
5) Perluasan jaminan konstitusional hak asasi manusia.
6) Sistem pertahanan dan keamanan negara.
7) Pemisahan struktur dan fungsi TNI serta Polri.
8) Pengaturan bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan
(Rizky, Lutpi, & Malik, 2021).
Perubahan pada Amandemen UUD Tahun 1945 kedua antara lain:

Pasal Sebelum Sesudah


Pasal Pembagian daerah Indonesia atas Ayat (1) “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
18 daerah besar dan kecil, dengan bentuk daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
susunan pemerintahannya ditetapkan kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten,
dengan undang-undang, dengan dan kota mempunyai pemerintah daerah, yang diatur
memandang dan mengingati dasar dengan undang-undang.”
permusyawaratan dalam sistem Ayat (2) “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten,
pemerintahan negara, dan hak-hak dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
asal-usul dalam daerah-daerah yang pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
bersifat istimewa pembantuan.”
Ayat (3) “Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.”
Ayat (4) “Gubernur, Bupati, dan Wali kota masing-masing
sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten,
dan kota dipilih secara demokratis.”
Ayat (5) “Pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh

PENDIDIKAN PANCASILA 9
undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah
Pusat.”
Ayat (6) “Pemerintah daerah berhak menetapkan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.”
Ayat (7) “Susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.”
Pasal Tidak Ada Ayat (1) ”Hubungan wewenang antara pemerintah pusat
18A dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota
atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur
dengan undang-undang dengan memperhatikan
kekhususan dan keragaman daerah.”
Ayat (2) “Hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur
dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan
undang-undang.”
Pasal Tidak Ada Ayat (1) “Negara mengakui dan menghormati satuan-
18B satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.”
Ayat (2) “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
Pasal Ayat (1) “Susunan Dewan Perwakilan Ayat (1) “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih
19 Rakyat ditetapkan dengan undang- melalui pemilihan umum.”
undang.” Ayat (2) “Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur
Ayat (2) “Dewan Perwakilan Rakyat dengan undang-undang.”
bersidang sedikitnya sekali dalam Ayat (3) “Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya
setahun.” sekali dalam setahun.”
Pasal Ayat (1) “Tiap-tiap undang-undang Ayat (1) “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
20 menghendaki persetujuan Dewan kekuasaan membentuk undang-undang.”
Perwakilan Rakyat.” Ayat (2) “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh
Ayat (2) “Jika sesuatu rancangan Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat
undang-undang tidak mendapat persetujuan bersama.”
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Ayat (3) “Jika rancangan undang-undang itu tidak
maka rancangan tadi tidak boleh mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-
dimajukan lagi dalam persidangan undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.” Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.”
Ayat (4) “Presiden mengesahkan rancangan undang-
undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi
undang-undang.”
Pasal Tidak Ada Ayat (1) “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi
20A legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.”
Ayat (2) “Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang
diatur dalam pasal-pasal lain Undang-undang Dasar ini,
Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak
angket dan hak menyatakan pendapat.”
Ayat (3) “Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain
Undang-undang Dasar ini, setiap anggota Dewan
Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak
imunitas.”

PENDIDIKAN PANCASILA 10
Ayat (4) “Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan
Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan
Rakyat diatur dalam undang-undang.”
Pasal Tidak Ada Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan
22A undang-undang diatur dengan undang-undang
Pasal Tidak Ada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan
22B dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya
diatur dalam undang-undang.
Pasal Tidak Ada Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
25A kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang
batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-
undang.
Pasal Ayat (1) “Yang menjadi warga negara Ayat (2) “Penduduk ialah warga negara Indonesia dan
26 ialah orang-orang bangsa Indonesia orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.”
asli dan orang-orang bangsa lain yang Ayat (3) “Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk
disahkan dengan undang-undang diatur dengan undang-undang.”
sebagai warga negara.”
Ayat (2) “Syarat-syarat yang mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dengan
undang-undang.”
Pasal Ayat (1) “Segala warga negara Ayat (1)
27 bersamaan kedudukannya di dalam “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib upaya pembelaan negara.”
menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecuali.”
Pasal Tidak Ada Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
28A mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal Tidak Ada Ayat (1) “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan
28B melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
Ayat (2) “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.”
Pasal Tidak Ada Ayat (1) “Setiap orang berhak mengembangkan diri
28C melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.”
Ayat (2) “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya
dengan memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.”
Pasal Tidak Ada Ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
28D perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Ayat (2) “Setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja.”
Ayat (3) “Setiap warga negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”
Ayat (4) “Setiap orang berhak atas status
kewarganegaraannya.”
Pasal Tidak Ada Ayat (1) “Setiap orang bebas memeluk agama dan
28E beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

PENDIDIKAN PANCASILA 11
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Ayat (2) “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan hati nuraninya.”
Ayat (3) “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Pasal Tidak Ada Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
28F memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia.
Pasal Tidak Ada Ayat (1) “Setiap orang berhak atas perlindungan diri
28G pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.”
Ayat (2) “Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik
dari negara lain.”
Pasal Tidak Ada Ayat (1) “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
28H batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.”
Ayat (2) “Setiap orang berhak memperoleh kemudahan
dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.”
Ayat (3) “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat.”
Ayat (4) “Setiap orang berhak mempunyai hak milik
pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih
secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”
Pasal Tidak Ada Ayat (1) “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
28I kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Ayat (2) “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.”
Ayat (3) “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban. “
Ayat (4) “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan
pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
negara, terutama pemerintah.”

PENDIDIKAN PANCASILA 12
Ayat (5) “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi
manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang
demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan.”
Pasal Tidak Ada Ayat (1) “Setiap orang wajib menghormati hak asasi
28J manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.”
Ayat (2) “Di dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Pasal Ayat (1) “Tiap-tiap warga negara Ayat (1) “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
30 berhak dan wajib ikut serta dalam serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
usaha pembelaan negara.” Ayat (2) “Usaha pertahanan dan keamanan negara
Ayat (2) “Syarat-syarat tentang dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan
pembelaan diatur dengan undang- rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan
undang.” Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan
utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.”
Ayat (3) “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara,
sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan
negara.”
Ayat (4) “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai
alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat serta menegakkan hukum.”
Ayat (5) “Susunan dan kedudukan Tentara Nasional
Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,
hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam
menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga
negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara,
serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan
keamanan diatur dengan undang-undang.”
Pasal Tidak Ada Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
36A semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal Tidak Ada Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
36B
Pasal Tidak Ada Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan
36C Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan
undang-undang.

PENDIDIKAN PANCASILA 13
3. Amandemen Ketiga
Pada Sidang Tahunan MPR bulan November tahun 2001, MPR
setelah mempeiajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan
sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh
rakyat, bangsa dan negara serta dengan menggunakan kewenangannya
berdasarkan Pasal 37 UUD 1945, MPR telah meiakukan perubahan
ketiga UUD 1945.
Perubahan ketiga UUD 1945. akan lebih mempertegas dianutnya
sislem pemerintahan presidensiil, karena dihapusnya konsep lembaga
tertinggi negara MPR, tempat Presiden harus bertanggung jawab
sebagaimana lazim ditemui dalam sistem pemerintahan pariementer. Di
samping itu, perubahan ini akan pula mempertegas dianutnya sistem
pemisahan kekuasaan dan prinsip "checks and balances" di antara
lembaga-lembaga tinggi negara (Thaib, 2003).
Dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan: “Negara Indonesia
adalah negara Hukum.” Ketentuan ini merupakan hasil dari Perubahan
Ketiga UUD 1945. Sebelum Perubahan Ketiga tidak ada ketentuan yang
secara tegas menyatakan Indonesia sebagai negara hukum sehingga
sering menimbulkan keraguan. Menurut Sudargo Gautama dalam suatu
negara hukum, terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap
perorangan. Tidak dibolehkan tindakan sewenang-wenang dari
penguasa kepada warga negara. Implikasi dari penegasan tersebut
adalah kekuasaan yang terbatas dan dibentuknya lembaga yang
berfungsi melakukan penegakan hukum. Penegasan terhadap negara
hukum, juga memiliki implikasi terhadap terbentuknya sebuah lembaga
Negara yang berfungsi sebagai pengawal tegaknya hukum. Sesuai
dengan konsep negara hukum yang dikemukakan oleh J.B.J.M ten Berge
bahwa setiap negara hukum diperlukan sebuah pengawasan oleh
lembaga dan hakim yang Merdeka (Anand, 2013).

PENDIDIKAN PANCASILA 14
Perubahan yang diganti pada amandemen 3 sebagai berikut (Isabela,
Perubahan dalam Amandemen Ketiga UUD 1945, 2022):

PENDIDIKAN PANCASILA 15
PENDIDIKAN PANCASILA 16
PENDIDIKAN PANCASILA 17
PENDIDIKAN PANCASILA 18
PENDIDIKAN PANCASILA 19
PENDIDIKAN PANCASILA 20
4. Amandemen Keempat
Pada perubahan keempat berlaku mulai 10 Agustus 2002 mencakup:
1) UUD 1945 sejak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus hingga saat
ini, telah mengalami banyak perubahan, baik oleh praktek
ketatanegaraan RI sebanyak empat kali, maupun oleh MPR
sebanyak empat kali;
2) Setelah perubahan keempat atas UUD 1945 oleh MPR, maka;
a) UUD 1945 tidak lagi bersifat sementara, walaupun hanya
mempunya nilai sejarah, sebab meskipun UUD 1945 bersifat
tetap, pasal-pasalnya masih dapat diadakan perubahan
berdasarkan Pasal 37 UUD 1945;
b) UUD 1945 terdiri dari Pembukaan dan Pasal-Pasal. Penjelasan
UUD 1945 ditiadakan, alasannya untuk menghindari kesulitan
dalam menentukan status penjelasan dari sisi sumber hukum
dan tata urutan peraturan perundang-undangan;
c) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia,
tidak dapat dilakukan perubahan;
d) MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih
melalui Pemilu (Hutagaol, 2016).
Perubahan pada pasal-pasal di dalam UUD 1945 amandemen
keempat dapat dilihat pada link berikut:
https://tinyurl.com/AmandemenKeempat

C. Sikap Demokratis Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik


wIndonesia Tahun 1945 dalam Era Keterbukaan Informasi

Sikap demokratis dalam konteks Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dalam era keterbukaan informasi sangat
penting untuk memastikan bahwa pemerintah dan masyarakat berpartisipasi
dalam pembuatan keputusan dan mengakses informasi secara bebas. Sikap
demokratis ini didasarkan pada prinsip-prinsip yang terdapat dalam UUD 1945,
terutama dalam Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F.

1. Pasal 28E ayat (3): "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."

PENDIDIKAN PANCASILA 21
Sikap demokratis dalam era keterbukaan informasi mencakup
pemahaman bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk
menyampaikan pendapat, berdiskusi, dan berserikat dengan orang lain.
Hal ini menciptakan suatu lingkungan di mana masyarakat dapat secara
aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan memiliki akses
ke beragam informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan
yang bijaksana.

2. Pasal 28F: "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh


informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis sarana yang tersedia."
Sikap demokratis dalam era keterbukaan informasi juga mencakup hak
setiap individu untuk berkomunikasi, memperoleh informasi, dan
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Ini
menggarisbawahi pentingnya akses bebas terhadap informasi yang
diperlukan untuk pemahaman yang mendalam tentang isu-isu publik
dan keterlibatan yang lebih efektif dalam proses politik dan
pemerintahan.

Sikap demokratis dalam era keterbukaan informasi adalah prinsip dasar yang
mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik dan pemerintahan,
serta mendorong transparansi dan akses terbuka terhadap informasi publik. Hal
ini sangat penting untuk memastikan pemerintahan yang baik, akuntabel, dan
masyarakat yang terlibat dalam pembentukan kebijakan yang berdampak pada
kehidupan sehari-hari mereka.

PENDIDIKAN PANCASILA 22
Daftar Pustaka
Anand, Z. (2013). Implikasi Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 terhadap Sistem
Ketatanegaraan Indonesia. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, 269-279.

Asshiddiqie, J. (2021). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Basmatulhana, H. (2022, Agustus 5). Sistematika UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen.
Retrieved from Detikedu: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6216961/sistematika-
uud-1945-sebelum-dan-sesudah-amandemen/amp

Harijanti, S. D. (2003). Kelemahan Fundamental UUD 1945: Pra dan Pasca Amandemen. Jurnal
UNISIA, 247-266.

Husen, L. O., & Thamrin, H. (2017). Hukum Konstitusi: Kesepakatan (Agreement) dan Kebiasaan
(Custom) sebagai Pilar Konvensi Ketatanegaraan. Makassar: Penerbit SIGn (Social Politics
Genius).

Hutagaol, N. M. (2016). Analisis dan Perbandingan antara UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS 1959, dan
UUD 1945 Amandemen (Substansi, Komparasi, dan Perubahan yang Penting). Jurnal Dimensi,
1-14.

Isabela, M. A. (2022, Februari 13). Amandemen Pertama UUD 1945: Latar Belakang dan
Perebuahannya. Retrieved from Kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/13/00000031/amandemen-pertama-uud-1945-
-latar-belakang-dan-perubahannya

Isabela, M. A. (2022, Februari 16). Perubahan dalam Amandemen Ketiga UUD 1945. Retrieved from
kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2022/02/16/03150081/perubahan-dalam-
amandemen-ketiga-uud-1945

Kardiman, Y. (2018). Mandiri Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas XII.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Karyanti, T. (2012). Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945.
Majalah Ilmiah Informatika, 3, 197-208.

Mudjiatun, Suenti, L., & Roebiastoeti, R. (2018). Lembar Kegiatan Siswa Ilmu Pengetahuan Sosial
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kelas IX. Malang: Media Nusa Creative.

Muhtaj, M. E. (2017). Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan
Perubahaan UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Penerbit Kencana.

Persada, S. (2019, Agustus 12). 4 Kali Amandemen UUD 1945, Ini Perubahannya. Retrieved from
tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/1234816/4-kali-amandemen-uud-1945-ini-
perubahannya

Pratiwi, J. I., Salama, N., & Ulfah, S. (2021). Pembatasan Masa Jabatan Presiden di Indonesia. Jurnal
Rechten: Risten Hukum dan Hak Asasi Manusia, 3(1), 18-26.

Rizky, K., Lutpi, D., & Malik, U. S. (2021). Urgensi Amandemen ke-5 UUD 1945 terhadap
ketatanegaraan Indonesia. Jurnal RECTHEN: Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia, 3, 28-32.

Sartono, K. E. (2009). Kajian Konstitusi Indonesia dari Awal Kemerdekaan sampai Era Reformasi.
Jurnal HUMANIKA, 9, 93-106.

PENDIDIKAN PANCASILA 23
Sitompul, S. (2004). Hak Uji Materiil (Menurut Amandemen UUD 1945 dan Perbandingan MA di
Amerika Serikat). Jurnal Legislasi Indonesia, 7-14.

Thaib, D. (2003). Menuju Parlemen Bikameral (Studi Konstitusional Perubahan Ketiga UUD 1945).
Jurnal Hukum, 85-97.

PENDIDIKAN PANCASILA 24

Anda mungkin juga menyukai