Anda di halaman 1dari 105

DAMPAK PENAMBANGAN BATU BARA

TERHADAP LINGKUNGAN February 6, 2016

Filed under: Sumberdaya — Urip Santoso @ 11:23 pm


Tags: batubara, lingkungan

Oleh
Erni Yusnita
Email : erniyusnita47@gmail.com
Abstrak
Aktifitas pertambangan dianggap seperti uang logam yang memiliki dua sisi yang
saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak
lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sektor ini
menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak
lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat mengubah secara total
baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang
disingkirkan. Hilangnya vegetasi secara tidak langsung ikut menghilangkan fungsi
hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon,
pemasok oksigen dan pengatur suhu. Selain itu penambangan batu bara juga bisa
mengakibatkan perubahan social ekonomi masyarakat disekitar kawasan
penambangan. Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang
ditimbulkan oleh pertambangan batu bara perlu dilakukan tindakan-tindakan
tertentu sehingga akan dapat mengurangi pencemaran akibat aktivitas
pertambangan batubara dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terjadi
di sekitar pertambangan.
Kata kunci : Penambangan batubara, dampak, upaya pencegahan
Pendahuluan
Batubara merupakan salah satu bahan galian strategis yang sekaligus menjadi
sumber daya energy yang sangat besar. Indonesia pada tahun 2006 mampu
memproduksi batu bara sebesar 162 juta ton dan 120 juta ton diantaranya
diekspor. Sementara itu sekitar 29 juta ton diekspor ke Jepang. indonesia memiliki
cadangan batubara yang tersebar di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera,
sedangkan dalam jumlah kecil, batu bara berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua
dan Sulawesi. Sedangkan rumus empirik batubara untuk jenis bituminous adalah
C137H97O9NS, sedangkan untuk antrasit adalah C240H90O4NS.
Indonesia memiliki cadangan batu bara yang sangat besar dan menduduki posisi
ke-4 di dunia sebagai negara pengekspor batubara. Di masa yang akan datang
batubara menjadi salah satu sumber energi alternatif potensial untuk
menggantikan potensi minyak dan gas bumi yang semakin menipis.
Pengembangan pengusahaan pertambangan batubara secara ekonomis telah
mendatangkan hasil yang cukup besar, baik sebagai pemenuhan kebutuhan dalam
negeri maupun sebagai sumber devisa.
Bersamaan dengan itu, eksploitasi besar-besaran terhadap batubara secara
ekologis sangat memprihatinkan karena menimbulkan dampak yang mengancam
kelestarian fungsi lingkungan hidup dan menghambat terselenggaranya
sustainable eco-development. Untuk memberikan perlindungan terhadap
kelestarian fungsi lingkungan hidup, maka kebijakan hukum pidana sebagai
penunjang ditaatinya norma-norma hukum administrasi ladministrative penal law)
merupakan salah satu kebijakan yang perlu mendapat perhatian, karena pada
tataran implementasinya sangat tergantung pada hukum administrasi. Diskresi luas
yang dimiliki pejabat administratif serta pemahaman sempit terhadap fungsi
hukum pidana sebagai ultimum remedium dalam penanggulangan pencemaran
dardatau perusakan lingkungan hidup, seringkali menjadi kendala dalam
penegakan norma-norma hukum lingkungan. Akibatnya, ketidaksinkronan
berbagai peraturan perundang-undangan yang disebabkan tumpang tindih
kepentingan antar sektor mewarnai berbagai kebijakan di bidang pengelolaan
lingkungan hidup. Bertitik tolak dari kondisi di atas, maka selain urgennya
sinkronisasi kebijakan hukum pidana, diperlukan pula pemberdayaan upaya-upaya
lain untuk mengatasi kelemahan penggunaan sarana hukum pidana, dalam rangka
memberikan perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
korban yang timbul akibat degradasi fungsi lingkungan hidup.
Tulisan ini berusaha menggambarkan bagaimana metode penambangan, kerusakan
yang diakibatkan dan solusi mengatasi kerusakan lingkungan pasca penambangan.
Jenis Batu Bara
Jenis dan kualitas batubara tergantung pada tekanan, panas dan waktu
terbentuknya batubara. Berdasarkan hal tersebut, maka batubara dapat
dikelompokkan menjadi 5 jenis batubara, diantaranya adalah antrasit, bituminus,
sub bituminus, lignit dan gambut (Puslibang Kementrian ESDM, 2006)

1. Antrasit merupakan jenis batubara dengan kualitas terbaik, batubara jenis ini
mempunyai ciri-ciri warna hitam metalik, mengandung unsur karbon antara
86%-98% dan mempunyai kandungan air kurang dari 8%.
2. Bituminus merupakan batubara dengan kualitas kedua, batubara jenis ini
mempunyai kandungan karbon 68%-86% serta kadar air antara 8%-10%. Batubara
jenis ini banyak dijumpai di Australia.
3. Sub Bituminus merupakan jenis batubara dengan kualitas ketiga, batubara ini
mempunyai ciri kandungan karbonnya sedikit dan mengandung banyak air.
4. Lignit merupupakan batubara dengan kwalitas keempat, batubara jenis ini
mempunyai cirri memiliki warna muda coklat, sangat lunak dan memiliki kadar
air 35%-75%.
5. Gambut merupakan jenis batubara dengan kwalitas terendah, batubara ini
memiliki ciri berpori dan kadar air diatas 75%.

Metode Penambangan Batubara


Kegiatan pertambangan batubara merupakan kegiatan eksploitasi sumberdaya
alam yang tidak dapat diperbaharui dan umumnya membutuhkan investasi
yang besar terutama untuk membangun fasilitas infrastruktur.
Karakteristik yang penting dalam pertambangan batubara ini adalah bahwa pasar
dan harga sumberdaya batubara ini yang sangat prospektif menyebabkan
industri pertambangan batubara dioperasikan pada tingkat resiko yang tinggi baik
dari segi aspek fisik, perdagangan, sosial ekonomi maupun aspek politik.
Kegiatan penambangan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan dua
metode yaitu (Sitorus, 2000) :

1. Penambangan permukaan (surface/ shallow mining) , meliputi tambang


terbuka penambangan dalam jalur dan penambangan hidrolik.
2. Penambangan dalam (subsurfarcel deep mining).

Kegiatan penambangan terbuka (open mining) dapat mengakibatkan gangguan


seperti

1. Menimbulkan lubang besar pada tanah.


2. Penurunan muka tanah atau terbentuknya cekungan pada sisa bahan galian
yang dikembalikan ke dalam lubang galian.
3. Bahan galian tambang apabila di tumpuk atau disimpan pada stock fliling dapat
mengakibatkan bahaya longsor dan senyawa beracun dapat tercuci ke daerah
hilir.
4. Mengganggu proses penanaman kembali reklamasi pada galian tambang yang
ditutupi kembali atau yang ditelantarkan terutama bila terdapat bahan
beracun, kurang bahan organiklhumus atau unsur hara telah tercuci .

Sistem penambangan batubara yang sering diterapkan oleh perusahaan-


perusahaan yang beroperasi adalah sistem tambang terbuka (Open Cut
Mining) . Penambangan batubara dengan sistem tambang terbuka dilakukan
dengan membuat jenjang (Bench) sehingga terbentuk lokasi penambangan
yang sesuai dengan kebutuhan penambangan.
Metode penggalian dilakukan dengan cara membuat jenjang serta membuang
dan menimbun kembali lapisan penutup dengan cara back filling per blok
penambangan serta menyesuaikan kondisi penyebaran deposit sumberdaya
mineral, (Suhala Et, al.,, 1995).
Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi.
Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam
tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk
mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang
melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top
Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk
penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan
yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant
dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa
batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak
ekosistem hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran
air, tanah dan udara.
Pengangkutan Batu Bara
Cara pengangkutan batu bara ke tempat batu bara tersebut akan digunakan
tergantung pada jaraknya. Untuk jarak dekat, batu bara umumnya diangkut dengan
menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar
dalam negeri, batu bara diangkut dengan menggunakan kereta api atau tongkang
atau dengan alternatif lain dimana batu bara dicampur dengan air untuk
membentuk bubur batu dan diangkut melalui jaringan pipa.
Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan internasional dalam ukuran
berkisar dari Handymax (40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000 DWT)
sampai kapal berukuran Capesize (sekitar 80,000+ DWT). Sekitar 700 juta ton (Jt)
batu bara diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90%
dari jumlah tersebut diangkut melalui laut.
Pengangkutan batu bara dapat sangat mahal – dalam beberapa kasus,
pengangkutan batu bara mencapai lebih dari 70% dari biaya pengiriman batu bara.
Tindakan-tindakan pengamanan diambil di setiap tahapan pengangkutan dan
penyimpan batu bara untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan hidup.
Dampak Penambangan Batubara
Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan
kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak
dan merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh
kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam
berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan
lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).

1. Dampak Terhadap Lingkungan

Setiap kegiatan penambangan baik itu penambangan Batu bara, Nikel dan Marmer
serta lainnya pasti menimbulkan dampak positif dan negatif bagi lingkungan
sekitarnya. Dampak positifnya adalah meningkatnya devisa negaradan
pendapatan asli daerah serta menampung tenaga kerja sedangkan dampak negatif
dari kegiatan penambangan dapat dikelompokan dalam bentuk kerusakan
permukaan bumi, ampas buangan (tailing), kebisingan, polusi udara, menurunnya
permukaan bumi (land subsidence), dan kerusakan karena transportasi alat dan
pengangut berat.
Karena begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan
penambangan maka perlu kesadaran kita terhadap lingkungan sehingga dapat
memenuhi standar lingkungan agar dapat diterima pasar. Apalagi kebanyakan
komoditi hasil tambang biasanya dijual dalam bentuk bahan mentah sehingga
harus hati-hati dalam pengelolaannya karena bila para pemakai mengetahui bahan
mentah yang dibeli mencemari lingkungan, maka dapat dirasakan tamparannya
terhadap industri penambangan kita.
Sementara itu, harus diketahui pula bahwa pengelolaan sumber daya alam hasil
penambangan adalah untuk kemakmuran rakyat. Salah satu caranya adalah dengan
pengembangan wilayah atau community development. Perusahaan pertambangan
wajib ikut mengembangkan wilayah sekitar lokasi tambang termasuk yang
berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia. Karena hasil tambang
suatu saat akan habis maka penglolaan kegiatan penambangan sangat penting dan
tidak boleh terjadi kesalahan.
Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan batubara
juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup besar,
baik itu air, tanah, Udara, dan hutan, Air . Penambangan Batubara secara langsung
menyebabkan pencemaran antara lain ;

1. Pencemaran air,
Permukaan batubara yang mengandung pirit (besi sulfide) berinteraksi dengan air
menghasilkan Asam sulfat yang tinggi sehingga terbunuhnya ikan-ikan di sungai,
tumbuhan, dan biota air yang sensitive terhadap perubahan pH yang drastis.
Batubara yang mengandung uranium dalam konsentrasi rendah, torium, dan isotop
radioaktif yang terbentuk secara alami yang jika dibuang akan mengakibatkan
kontaminasi radioaktif. Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung dalam
konsentrasi rendah, namun akan memberi dampak signifikan jika dibung ke
lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi merkuri ke lingkungan terkonsentrasi
karena terus menerus berpindah melalui rantai makan dan dikonversi menjadi
metilmerkuri, yang merupakan senyawa berbahaya dan membahayakan manusia.
Terutama ketika mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi merkuri.

2. Pencemaran udara

Polusi/pencemaran udara yang kronis sangat berbahaya bagi kesehatan. Menurut


logika udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut
andil dalam merangsang penyakit pernafasan seperti influensa,bronchitis dan
pneumonia serta penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.

3. Pencemaran Tanah

Penambangan batubara dapat merusak vegetasi yang ada, menghancurkan profil


tanah genetic, menggantikan profil tanah genetic, menghancurkan satwa liar dan
habitatnya, degradasi kualitas udara, mengubah pemanfaatan lahan dan hingga
pada batas tertentu dapat megubah topografi umum daerah penambangan secara
permanen.
Disamping itu, penambangan batubara juga menghasilkan gas metana, gas
ini mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi gas metana yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia, memberikan kontribusi sebesar 10,5% pada
emisi gas rumah kaca.
Aktivitas pertambangan batubara juga berdampak terhadap peningkatan laju
erosi tanah dan sedimentasi pada sempadan dan muara-muara sungai.
Kejadian erosi merupakan dampak tidak langsung dari aktivitas
pertambangan batubara melainkan dampak dari pembersihan lahan untuk bukaan
tambang dan pembangunan fasilitas tambang lainnya seperti pembangunan
sarana dan prasarana pendukung seperti perkantoran, permukiman
karyawan,Dampak penurunan kesuburan tanah oleh aktivitas pertambangan
batubara terjadi pada kegiatan pengupasan tanah pucuk (top soil) dan tanah
penutup (sub soil/overburden). Pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup
akan merubah sifat-sifat tanah terutama sifat fisik tanah dimana susunan
tanah yang terbentuk secara alamiah dengan lapisan-lapisan yang tertata
rapi dari lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu dan terbongkar
akibat pengupasan tanah tersebut.

1. Dampak Terhadap manusia

Dampak pencemaran Pencemaran akibat penambangan batubara terhadap


manusia, munculnya berbagai penyakit antara lain :

1. Limbah pencucian batubara zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan


manusia jika airnya dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia
seperti kanker kulit. Kaarena Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri
(Hg), Asam Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), di samping itu
debu batubara menyebabkan polusi udara di sepanjang jalan yang dijadikan
aktivitas pengangkutan batubara. Hal ini menimbulkan merebaknya penyakit
infeksi saluran pernafasan, yang dapat memberi efek jangka panjang berupa
kanker paru-paru, darah atau lambung. Bahkan disinyalir dapat menyebabkan
kelahiran bayi cacat.
2. Antaranya dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan dan masalah
kesehatan yang ditimbulkan oleh proses penambangan dan penggunaannya.
Batubara dan produk buangannya, berupa abu ringan, abu berat, dan kerak sisa
pembakaran, mengandung berbagai logam berat : seperti arsenik, timbal,
merkuri, nikel, vanadium, berilium, kadmium, barium, cromium, tembaga,
molibdenum, seng, selenium, dan radium, yang sangat berbahaya jika dibuang di
lingkungan.
3. Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan batubara
juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah,
baik itu air, tanah, Udara, dan hutan, Air Penambangan Batubara secaralangsung
menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah penducian batubara tersebut
dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut
mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh, Asam, dan
menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut.
Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut
mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam
sulfat (H2sO4), dan Pb. Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat
menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
1. Dampak Sosial dan kemasyarakatan

1. Terganggunya Arus Jalan Umum

Banyaknya lalu lalang kendaraan yang digunakan untuk angkutan batubara


berdampak pada aktivitas pengguna jalan lain. Semakin banyaknya kecelakaan,
meningkatnya biaya pemeliharaan jembatan dan jalan, adalah sebagian dari
dampak yang ditimbulkan.

2. Konflik Lahan Hingga Pergeseran Sosial-Budaya Masyarakat

Konflik lahan kerap terjadi antara perusahaan dengan masyarakat lokal yang
lahannya menjadi obyek penggusuran. Kerap perusahaan menunjukkan
kearogansiannya dengan menggusur lahan tanpa melewati persetujuan pemilik
atau pengguna lahan. Atau tak jarang mereka memberikan ganti rugi yang tidak
seimbang denga hasil yang akan mereka dapatkan nantinya. Tidak hanya konflik
lahan, permasalahan yang juga sering terjadi adalah diskriminasi. Akibat dari
pergeseran ini membuat pola kehidupan mereka berubah menjadi lebih konsumtif.
Bahkan kerusakan moral pun dapat terjadi akibat adanya pola hidup yang berubah.
Nilai atau dampak positif dari batubara itu sendiri,
Sumber wikipedia.com mengatakan Tidak dapat di pungkiri bahwa batubara adalah
salah satu bahan tambang yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Indonesia adalah salah satu negara penghasil batubara terbesar no.2 setelah
Australia hingga tahun 2008. Total sumber daya batubara yang dimiliki Indonesia
mencapai 104.940 Milyar Ton dengan total cadangan sebesar 21.13 Milyar Ton.
Nanun hal ini tetap memberikan efek positif dan negatif, dan hal positifnya
Sumber wikipedia.com mengatakan. Hal positifnya adalah bertambahnya devisa
negara dari kegiatan penambanganya.
Secara teoritis usaha pertambangan ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat.
Para pekerja tambang selayaknya bekerja sama dengan masyarakat sekitar. Salah
satu bentuknya dengan cara memperkerjakan masyarakat sekitar dalam usaha
tambang sekitar, sehingga membantu kehidupan ekonomi masyarakat sekitar.

Solusi Terhadap Dampak Dan Pengaruh Pertambanga Batubara


Tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah mempunyai peran yang penting dalam
mencari solusi terhadap dampak dan pengaruh pertambangan batu bara yang
ada di indonesia. Pemerintah harus menyadari bahwa tugas mereka adalah
memastikan masa depan yang dimotori oleh energi bersih dan terbarukan. Dengan
cara ini, kerusakan pada manusia dan kehidupan sosialnya serta kerusakan ekologi
dan dampak buruk perubahan iklim dapat dihindari.
Sayangnya, Pemerintah Indonesia ingin percaya bahwa batubara jawaban dari
permintaan energi yang menjulang, serta tidak bersedia mengakui potensi luar
biasa dari energi terbarukan yang sumbernya melimpah di negeri ini.
Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh
penambang batu bara dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk
dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :

1. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective)


yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu bara
sehingga akan mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki
(pedestrian) akan terhindar dari ruang udara yang kotor. Menggunakan masker
debu (dust masker) agar meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh debu
batu bara (coal dust).
2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan
terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya
reklamasi dan penghijauan kembali bekas penambangan batu bara dapat
mencegah perkembangbiakan nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas
lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat perindukan nyamuk (breeding
place).
3. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan
pengusahaan penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-
ketentuan yang berlaku (law enforcement)
4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan
untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus
memotivasi perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut
memelihara kelestarian lingkungan.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih atas terselesaikanya penulisan artikel ini disampaikan kepada
dosen pengasuh Mata Kuliah Penyajian Ilmiah Bapak Prof. Dr. Ir. Urip Santoso,
M.Sc, yang telah memberikan arahan, petunjuk dan materi dasar untuk membuat
tulisan ini. Semoga Allah, SWT, membalas semua kebaikan Bapak.
Daftar Pustaka

Agus, F. 2004. Pengelolaan DTA Danau dan Dampak Hidrologisnya. Balai Penelitian
Tanah. Bogor. http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/56/pdf [16 Juni 2006].

Agus F, Farida, Noordwijk Van Meine, editor. 2004. Hydrological Impacts of Forest,
Agroforestry and Upland Cropping as a Basis for Rewarding Environmental Service
Providers in Indonesia. Proceedings of a workshop in Padang/Singkarak, Weat
Sumatra, Indonesia, 25-28 February 2004. ICRAF-SEA. Bogor

Latifa, S. 2000. Keragaan Accacia mangium wild pada Lahan Bekas Tambang
Timah (Studi kasus di areal PT. Timah). Tesis Sekolah Pascasarjana.IPB.
Boger.

Pusat Penelitian ttan Pengembangan (Puslitbang) Teknologi Mineral dan


Batubara. Departemen ESDM. 2006. Batubara Indonesia. Departemen ESDM.
Jakarta.

Sitorus. S.R.P. 2000. Pengembangan Sumberdaya Tanah Berkelanjutan. Jurusan


Tanah.Fakultas pertanian lnstitut Pertanian Bogor (IPB). Boger.

Soemarwoto, 0 . 2005. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada


Uversity Press. Yogyakarta.
Suhala, S, A. F. Yoesoef dan Muta’alim. 1995. Teknologi Pertambangan
Indonesia. Pusat Penelitlan dan Pengembangan Teknologi Mineral,Direktorat
Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi. Jakarta.

Wardana. W. A. 2001 . Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi


Yogyakarta.Yogyakarta.
Jurnal ADHUM Vol. VII No. 1, Januari 2017 44 PENGELOLAAN LINGKUNGAN AREAL TAMBANG
BATUBARA (Studi Kasus Pengelolaan Air Asam Tambang (Acid Mining Drainage) di PT. Bhumi Rantau
Energi Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan) Oleh: Luthfi Hidayat *) Absrtak Kegiatan pertambangan
batubara berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Salah satu kerusakan lingkungan adalah
munculnya Air Asam Tambang (AAT) atau Acid Mining Drainage (AMD). AAT dicirikan dengan pH air
yang sangat rendah (pH antara 3-5), warna perairan yang kuning kemerahan, dan berpengaruh buruk
terhadap biota air. AAT muncul dari adanya singkapan tanah yang mengandung pirit, bereaksi
dengan udara dan air hujan. Reaksi AAT Reaksi pertama adalah reaksi pelapukan dari pirit disertai
proses oksidasi. Pirit dioksidasi menjadi sulfat dan besi ferro (Pyrite + oxygen + water → ferrous iron
+ sulfate + acidity). Reaksi lanjutan dari pirit oleh besi ferri lebih cepat (2-3 kali) dibandingkan dengan
oksidasi dengan oksigen dan menghasilkan keasaman yang lebih banyak (Pyrite + ferric iron + water
→ ferrous iron + sulfate + acidity). Penanganan secara prefentif (menghindari singkapan batuan pirit)
adalah pengelolaan yang paling baik. Jika Air Asam Tambang sudah terjadi, pengelelolaan dilakukan
dengan beberapa langkah. Pertama; pengaliran air asam tambang, Kedua, pemompaan ke tempat
perlakukan, ketiga; penetralan air asam tambang di kolam pengendap. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar
Belakang Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang karena sifat kegiatannya pada
dasarnya selalu menimbulkan dampak pada alam lingkungannya (BPLHD Jabar, 2005). Aktivitas
penambangan selalu membawa dua sisi. Sisi pertama adalah memacu kemakmuran ekonomi negara.
Sisi yang lain adalah timbulnya dampak lingkungan. Salah satu komoditi yang banyak diusahakan saat
ini, untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia adalah batubara. Pada saat ini Indonesia
memiliki potensi sumber daya batubara sekitar 60 miliar ton dengan cadangan 7 miliar ton ( Witoro,
2007 ). Dilain pihak tambang batubara pada umumnya dilakukan pada tambang terbuka (open
mining), sehingga akan berdampak terhadap perubahan bentang alam, sifat fisik, kimia, dan bioligis
tanah, serta secara umum menimbulkan kerusakan pada permukaan bumi. Dampak ini secara
otomatis akan mengganggu ekosistem di atasnya, termasuk tata air (Subardja, 2007). Salah satu
permasalahan lingkungan dalam aktivitas penambangan batubara adalah terkait dengan Air Asam
Tambang ( AAT) atau Acid Mine Drainage (AMD). Air tersebut terbentuk sebagai hasil oksidasi dari
mineral sulfida tertentu yang terkandung dalam batuan, yang bereaksi dengan oksigen di udara pada
lingkungan berair (Sayoga, 2007). Penampakan air asam tambang di tahap awal adalah adanya air di
pit tambang yang berwarna hijau. Pada awal kegiatan tambang, yaitu sejak penyelidikan (eksplorasi)
atau tahap perencanaan perlu dilakukan untuk mengetahui dan menghitung besarnya potensi air
asam tambang yang akan ditimbulkannya. Mengetahui potensi keasaman dari suatu tambang sangat
penting karena keasaman batuan tersebut baru merupakan potensi yang kehadirannya belum tentu
akan menjadi persoalan setelah dilakukan pengambilan (eksploitasi). Timbulnya air asam tambang
(Acid Mine Drainage) bukan hanya berasal dari hasil pencucian batubara, tetapi juga dari dibukanya
suatu potensi keasaman batuan sehingga menimbulkan permasalahan kepada kualitas air dan juga
tanah. Potensi air asam tambang harus diketahui dan dihitung agar langkah – langkah preventif serta
pengendaliannya dapat dilakukan. Pengendalian terhadap air asam tambang merupakan hal yang
perlu dilakukan selama kegiatan penambangan berlangsung dan setelah kegiatan penambangan
berakhir. Air asam tambang (Acid Mine Drainage) dapat mengakibatkan menurunnya kualitas air, air
permukaan dan air tanah. Selain itu jika dialirkan ke sungai akan berdampak terhadap masyarakat
yang tinggal di sepanjang aliran sungai serta akan mengganggu biota yang hidup di darat juga biota
perairan. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah; Jurnal ADHUM Vol. VII
No. 1, Januari 2017 45 1. Bagaimana persoalan Air Asam Tambang di tambang batubara yang saat ini
terjadi di PT. Bhumi Rantau Energi. 2. Bagaimana upaya pengelelolaan pengelolaan air asam tambang
yang ada di PT. Bhumi Rantau Energi. 1.3. Metode Penelitian Penelitian ini pada prinsipnya dilakukan
dengan dua tahapan metode. Pertama adalah melakukan studi pustaka terkait persoalan Air Asam
Tambang, dan tahapan kedua adalah mengamati realitas pengelolaan Air Asam Tambang yang
dilakukan di perusahaan Tambang PT. Bhumi Rantau Energi. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian
adalah; 1. Untuk memahami persoalan lingkungan akibat adanya Air Asam Tambang di areal
Pertambangan Batubara di PT. Bhumi Rantau Energi. 2. Untuk memahami gambaran tahapan
pengelolaan Air Asam Tambang di PT. Bhumi Rantau Energi. II. KEADAAN LINGKUNGAN LOKASI
TAMBANG 2.1. Lokasi Penelitian PT. Bhumi Rantau Energi merupakan jenis perusahaan
PerseroaanTerbatas (PT). Kantor pusatnya terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda Pondok Indah
Kavling V-TA Jakarta Wisma Pondok Indah 2, sedangkan kantornya terletak di Jalan Jend. Sudirman
By Pass RT.02 RW.01 Desa Bungur, Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
Perusahaan ini bergerak di bidang pertambangan. Sebagaimana Surat Keputusan (SK) Analisis
Dampak Lingkungan (ANDAL) yang disetujui oleh SK Bupati Tapin Nomor 188.45/048/KUM/2011
tanggal 21 Maret 2011 tentang persetujuan Kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(ANDAL), RKL dan RPL pada kegiatan penambangan batubara di PT. Bhumi Rantau Energi. Lokasi
kegiatan pertambangan terletak 108 Km sebelah timur laut kota Banjarmasin dan dapat di tempuh
dari kota Banjarmasin lewat jalur darat sepanjang 102 Km sampai Rantau (ibu kota kabupaten Tapin)
selama ± 3 jam dengan kondisi jalan beraspal, kemudian jarak dari kota Rantau sampai lokasi
kegiatan pertambangan sepanjang ± 12 Km. 2.2. Kondisi Penambangan Sistem penambangan
batubara di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan kode wilayah TP10A02OP ditentukan
atas beberapa pertimbangan sebagai berikut : 1) Kondisi geologi dan endapan batubara 2) Kondisi
daerah prospek 3) Rencana dan skala produksi 4) Kondisi lapisan penutup 5) Pertimbangan dampak
lingkungan Kondisi geologi, topografi dan lingkungan di daerah tapak proyek adalah sebagai berikut :
1) Cadangan batubara yang prospek untuk di tambang 2) Kemiringan daripada singkapan batubara
berkisar antara 25°-40° 3) Kondisi topografi 2.3. Keadaan Lingkungan Tambang Batubara Morfologi di
daerah pengamatan mempunyai penampakan yang relatif sama berupa perbukitan bergelombang
dengan kondisi topografi yang tidak terlalu menonjol di setiap daerahnya. Namun, sebagai akibat
adanya tambang rakyat, disekitar singkapan batubara banyak gundukangundukan tanah, sehingga
kondisi topografi mengalami perubahan. Dibanding keadaan saat studi tahun 2000 (rona lingkungan
awal), maka perkembangan lingkungan sekitar relatif tidak banyak perubahan. 1. Sebelah utara:
pertanian (sawah dan kebun) 2. Sebelah selatan: pertanian(sawah dan kebun) serta pemukiaman 3.
Sebelah timur: sungai bahalayung dan pemukiman 4. Sebelah barat: jalan raya dan pertanian Kualitas
air yang dikelola oleh air limbah yang berasal dari tambang dan stockpile (tempat penumpukan
batubara), mengacu pada kriteria baku mutu air limbah batubara. Pengelolaan yang dilakukan yaitu
mengelola air limbah dari tambang tersebut dengan pembuatan settling pond pada stockpile PT.
Bhumi Rantau Energi. Di dalam pengelolaan air limbah pada settling pond terdapat proses
pengendapan Jurnal ADHUM Vol. VII No. 1, Januari 2017 46 (sedimentasi),penggumpalan (koagulasi),
pencampuran (flokasi) serta netralisasi. Pada koagulasi bahan yang digunakan berupa tawas untuk
menjernihkan air serta mengendapkan lumpur dan bahan untuk netralisasi berupa kapur tohor yang
berfungsi untuk menetralkan air sehingga pH memenuhi baku mutu pemerintah yaitu 6-9, kapur juga
berfungsi menghilangkan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) sehingga air yang keluar melalui outlet kebadan
sungai memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Kondisi flora lokasi pemantauan dilakukan pada
areal sarana prasarana bekas tambang yang telah direvegetasi. Beberapa tipe penutupan vegetasi
yang terdapat pada lokasi pemantauan adalah hutan skunder dan vegetasi belukar, vegetasi kebun
karet rakyat dan alang-alang dan vegetasi tanaman yang terdapat pada areal revegetasi. Lokasi flora
didalam proyek terdapat vegetasi jenis pepohonan peneduh dan tanaman hias. Kekayaan jenis pada
lokasi ini masih termasuk sedikit. Berdasarkan hasil survey yang dicatat terdapat 9 jenis. Tabel 1.
Flora di dalam lokasi No Nama Tanaman Nama Latin 1 Alaban Vitex pubescent 2 Jati Tektona grastis 3
Palam Palmae spp 4 Ketapang Terminalia 5 Akasia daun kecil Acacia 6 Karet Hevea 7 Pinus Pinus
mercusi 8 Jenis tanaman - 9 Akasi daun lebar Accacia decurens Tabel 2. Flora darat yang ditemukan
diluar/disekitar lokasi No NAMA NAMA LATIN 1 Kelapa Cocos mucifera 2 Nangka Artocarfus integra 3
Kuini Mangifera odorata 4 Hampalam Licuala spinas 5 Keladi Colocasia escolenta 6 Jeruk Citrus SP 7
Rambutan Nephelium 8 Mengkudu Morinda citrifolia 9 Paku-pakuan Nephrolepis exaltata 10 Ubi
kayu Manihot utilisima Kondisi fauna darat secara keseluruhan memberikan gambarn fauna yang
menempati lokasi penambangan dan sekitarnya seperti jenis mamalia, reftil dan ampibi dapat dilihat
pada tabel berikut : Tabel 3. Jenis Burung yang terdapat pada areal penambangan No Nama local
Nama latin 1 Burung Hantu Strix leptogrammice 2 Bubut Centropus sinensis 3 Cekaka kecil
Todirhampus 4 Codet Lanius sach 5 Curiak Gerygone sulphurca 6 Darakuku Streptopelia chinensis 7
Elang Harliantos Indus 8 Keruang Pycnonotus goiavier 9 Layang-layang Delichon dasypus 10 Pipikau
Coturnik chinensis 11 Pilatuk Dryocopus jevensis 12 Pipit habang Lonchura mallanca 13 Pipit hirang
Neiglyptes triptis 14 Punai Triton vernan 15 Burung Sikatan Ficedula dumetoria 16 Burung Tinjau
Copsychus saularis Berdasarkan tabel diatas memberikan gambaran bahwa habitat daerah
pertambangan dan sekitarnya merupakan rumah tinggal burung. Beberapa jenis dari burung tersebut
bersifat migran, sehingga pada saat pengamatan jenis tersebut tidak ditemukan. Tabel 4. Fauna jenis
mamalia yang terdapat di wilayah studi No NamaLokal Nama Latin 1 Babihutan Sus barbutas 2
Cerucut Suncus sp. 3 Kelelawar Suku pretopodidae 4 Musang Paradaxarus sp. 5 Warik Macaca
fascicularis 6 Trenggiling Manis javanica 7 Tupai Glyphates sumus 8 Kukang Nycticebus caucang 9
Bekantan Nasalis larvatus Jenis reptil yang ditemukan setempat adalah Biawak (Varanus Salvator),
Ular Daun (Bungarus Fasiatus), Bunglon (Mabouyo Multifasciata) dan Bingkarungan (Tiliqua sp).
Jurnal ADHUM Vol. VII No. 1, Januari 2017 47 Tabel 5. Fauna jenis reptil yang terdapat diareal studi
No Jenis reptile Namalatin 1 Biawak Varanus salvator 2 Bingkarungan/Kadal Tiliqua sp. 3
Angui/Bunglon Gonychepalus sp 4 Ular Naja saputrik 5 Ular sawa Phyton sp. 6 Ular tadung Bungarus
7 Ularpucuk Trimeresurus 8 Ular daun Leptphis Jenis-jenis Ampibi dan Insekta yang ditemukan adalah
seperti tertera dalam tabel berikut. Tabel 6. Fauna jenis Amphibi yang terdapat di areal studi No Jenis
Amphibi Nama Latin 1 Katak hijau Rana sp. 2 Katak hijau teratai Rana limnocharis 3 Katak cokelat
Rana sp. Tabel 7 Fauna jenis Insekta yang terdapat diareal studi No Jenis Insekta Nama latin 1 Capung
- 2 Semut salimbada Suku formicidae dan Isotera 3 Kupu-kupu - III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Tentang
Air Asam Tambang Air asam tambang (AAT) atau disebut juga dengan Acid Mine Drainage (AMD)
adalah air yang bersifat asam (tingkat keasaman yang tinggi) dan sering ditandai dengan nilai pH yang
rendah yaitu dibawah 6,karena sesuai dengan baku mutu air pH normal adalah 6-9 sebagai hasil dari
oksidasi mineral sulfida yang tersingkap oleh proses penambangan dan terkena air. Air asam
tambang (AAT) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada air asam tambang yang timbul
akibat kegiatan penambangan serta sering juga disebut air rembesan (seepage), atau aliran
(drainage). Air ini terjadi akibat pengaruh oksidasi alamiah mineral sulfida (mineral belerang) yang
terkandung dalam batuan yang terpapar selama penambangan. Perlu diketahui air asam tambang
sebenarnya tidak terbentuk akibat kegiatan penambangan saja tetapi setiap kegiatan yang
berpotensi menyebabkan terbuka dan teroksidasinya mineral sulfida akan menyebabkan
terbentuknya air asam tambang. Beberapa kegiatan seperti pertanian, pembuatan jalan, drainase
dan pengolah tanah lainnya pada areal yang mengandung mineral belerang akan menghasilkan air
asam, karateristiknya pun sama dengan air asam tambang. Air asam tambang dicirikan dengan
rendahnya pH dan tingginya senyawa logam tertentu seperti besi (Fe), mangan (Mn), cadmium (Cd),
aluminium (Al), sulfate ( ). Pyrite ( ) merupakan senyawa yang umum dijumpai dilokasi
pertambangan. Selain pirit masih ada berbagai macam mineral sulfida yang terdapat dalam batuan
dan mempunyai potensi membentuk air asam tambang seperti : marcasite ( ), pyrrotite ( ), chalcocite
( S), covellite (CuS) molybdenite ( ), chalcopyrite ( ), galena (PbS), sphalerite (ZnS), dan arsenopyrite
(FeAsS). Air asam yang mengandung logam berat yang mengalir ke sungai, danau atau rawa akan
merusak kondisi ekosistem yang ada di sungai tersebut. Hal ini tentu saja akan menyebabkan adanya
penurunan kualitas air. Air asam tambang dapat juga mempengaruhi bentang alam, perubahan
struktur tanah, perubahan pola aliran permukaaan dan air tanah serta komposisi kimia air
permukaan. Komponen pembentukan air asam tambang lainnya adalah air dan oksigen. Air yang
masuk kedalam cekungan berasal dari air permukaan terutama dari air hujan. Curah hujan yang
tinggi menyebabkan volume air dalam cekungan semakin besar, sehingga cekungan membentuk
kolam besar. Proses terjadinya air asam tambang yaitu bila teroksidasinya mineral-mineral sulfida
yang terdapat pada batuan hasil galian dengan air ( O) dan oksigen ( ). Oksidasi logam sulfida dalam
membentuk asam terjadi dalam persamaan reaksi sebagai berikut : Reaksi pertama adalah reaksi
pelapukan dari pirit disertai proses oksidasi. Pirit dioksidasi menjadi sulfat dan besi ferro. 1. 2 + 7 + 2
→ 2 + 4 + 4 Jurnal ADHUM Vol. VII No. 1, Januari 2017 48 (Pyrite + oxygen + water → ferrous iron +
sulfate + acidity) Reaksi lanjutan dari pirit oleh besi ferri lebih cepat (2-3 kali) dibandingkan dengan
oksidasi dengan oksigen dan menghasilkan keasaman yang lebih banyak. 2. + 14 + 8 15 + 2 + 16
(Pyrite + ferric iron + water → ferrous iron + sulfate + acidity) Air asam tambang dapat terjadi pada
kegiatan penambangan baik itu tambang terbuka maupun tambang bawah tanah. Umumnya
keadaan ini terjadi karena unsur sulfur yang terdapat di dalam batuan teroksidasi secara alamiah
didukung juga dengan curah hujan yang tinggi semakin mempercepat perubahan oksidasi sulfur
menjadi asam. Sumber-sumber air asam tambang antara lain berasal dari : 1. Air Dari Tambang
Terbuka Lapisan batuan akan terbuka sebagai akibat dari terkupasnya lapisan penutup, sehingga
unsur sulfur yang ada dalam batuan sulfida akan terpapar oleh udara maka terjadilah oksidasi yang
apabila hujan atau air tanah mengalir di atasnya maka jadilah air asam tambang. 2. Air Dari Unit
Pengolah Batuan Buangan Material yang banyak terdapat limbah kegiatan penambangan adalah
batuan buangan (waste rock). Jumlah batuan buangan ini akan semakin meningkat dengan
bertambahnya kegiatan penambangan. Akibatnya batuan buangan yang banyak mengandung sulfur
akan berhubungan langsung dengan udara membentuk senyawa sulfur oksida, selanjutnya dengan
adanya air akan membentuk air asam tambang. 3. Air Dari Lokasi Penimbunan Batuan Timbunan
batuan yang berasal dari batuan sulfida dapat menghasilkan air asam tambang karena adanya kontak
langsung dengan udara luar yang selanjutnya terjadi pelarutan akibat adanya air. 4. Air Dari Unit
Pengolahan Limbah Tailing Kandungan unsur sulfur di dalam tailing diketahui mempunyai potensi
dalam membentuk air asam tambang, pH dalam tailing pond ini biasanya cukup tinggi karena adanya
penambahan hydrated lime untuk menetralkan air yang bersifat asam yang dibuang kedalamnya. 5.
Air Dari Tempat Penimbunan Bahan Galian/Stockpile Bahan galian batubara yang dihasilkan dari
kegiatan penambangan diangkut dan dikumpulkan di stockpile untuk diolah dan dipasarkan. Pada
proses pengiriman batubara ke konsumen terlebih dahulu dikecilkan ukurannya dengan metode
penghancuran (crushing). Dalam proses penghancuran batubara disiram dengan air untuk
mengurangi debu,dimana terkadang didalam lapisan batubara terdapat mineral sulfida. Hal ini
berpotensi membentuk air asam tambang. 3.2. Dampak Buruk Air Asam Tambang Terbentuknya air
asam tambang dilokasi penambangan akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Adapun dampak negatif dari asam tambang tersebut antara lain yaitu : 1. Bagi masyarakat sekitar
Dampak terhadap masyarakat disekitar wilayah tambang tidak dirasakan secara langsung karena air
yang dipompakan kesungai telah dinetralkan dan selalu dilakukan pemantauan setiap hari untuk
mengetahui temperatur, kekeruhan, dan pH. Namun apabila terjadi pencemaran dan biota perairan
terganggu maka binatang seperti ikan akan mati akibatnya mata pencaharian penduduk akan
terganggu. 2. Bagi biota perairan Dampak negatif untuk biota perairan adalah terjadinya perubahan
keanekaragaman biota perairan seperti plankton dan benthos, kehadiran benthos dalam suatu
perairan dijadikan sebagai indikator kualitas perairan. Pada perairan yang baik dan subur benthos
akan melimpah, sebaliknya pada perairan yang kurang subur bentos tidak akan mampu bertahan
hidup. 3. Bagi kualitas air permukaan Terbentuknya air asam tambang hasil oksidasi pirit akan
menyebabkan menurunnya kualitas air permukaan. Parameter kualitas air yang mengalami
perubahan diantaranya pH, padatan terlarut, sulfat, besi dan mangan. 4. Kualitas air tanah
Ketersediaan unsur hara merupakan faktor yang paling penting untuk pertumbuhan tanaman. Tanah
yang asam banyak mengandung logamlogam berat seperti besi, tembaga, seng yang semuanya ini
merupakan unsur hara mikro. Akibat kelebihan unsur hara mikro dapat Jurnal ADHUM Vol. VII No. 1,
Januari 2017 49 menyebabkan keracunan pada tanaman, ini ditandai dengan busuknya akar tanaman
sehingga tanaman menjadi layu dan akhirnya akan mati. 3.3. Pencegahan dan Pengelolaan Air Asam
Tambang Mengingat bahaya dari air asam tambang bagi lingkungan maka perlu dilakukan upaya
pencegahan dan penanganan air asam tambang. Berikut ini ada beberapa cara untuk mencegah dan
menghambat terbentuknya air asam tambang. 1. Penempatan Selektif Menempatkan batuan yang
berpotensi membentuk air asam tambang PAF (Potencial Acid Forming) dengan batuan yang tidak
berpotensi NAF (Non Acid Forming) ke tempat yang terpisah dengan cara ditimbun. Kemudian lokasi
penimbunan batuan yang berpotensi membentuk air asam tambang ditempatkan sejauh mungkin
dari aliran air, selanjutnya rembesan-rembesan dikumpulkan pada satu lokasi. 2. Manajemen Tanah
Manajemen tanah ini bertujuan untuk : 1) Memisahkan tipe tanah secara benar, sehingga
pencampuran dan degradasi kualitas tanah pucuk tidak terjadi. 2) Menjamin kualitas tanah pucuk
sebagaimana adanya struktur, nutrisi, tersedia digunakan dalam rehabilitasi. Pencegahan
pembentukan AAT dilakukan dengan mengurangi kontak antara mineral sulfida dalam reaksi tersebut
sebagai pirit dengan air dan oksigen di udara. Secara teknis, hal ini dilakukan dengan menempatkan
batuan PAF (Potentially Acid Forming) dalam kondisi dimana salah satu faktor tersebut relatif kecil
jumlahnya. Secara umum dikenal dua cara untuk melakukan hal tersebut, yaitu dengan
menempatkan PAF (Potentially Acid Forming) di bawah permukaan air di mana penetrasi oksigen
tehadap lapisan air sangat rendah atau dikenal dengan wet cover system, atau dibawah lapisan
batuan atau material tertentu dengan tingkat infiltrasi air . Metode lainnya dengan cara
pencampuran (blending) beberapa tipe batuan PAF dan NAF atau bahkan dengan batu kapur,
sehingga menghasilkan suatu timbunan yang dapat menimbulkan air penyaliran dengan kualitas yang
memenuhi baku mutu. Diharapkan dengan menerapkan metode ini pembentukan AAT dapat
dihindari. Secara umum penanganan AAT yang telah terbentuk berpotensi keluar dari lokasi
penambangan, dilakukan untuk mengembalikan nilai-nilai parameter kualitas air menjadi seperti
kondisi normalnya atau kondisi yang disyaratkan dalam Keputusan Pemerintah Pertambangan dan
Energi No. 1211/K/008/M.PE/1995 tentang pencegahan dan penanggulangan perusakan serta
pencemaran lingkungan pada usaha pertambangan. Secara umum pengolahan air asam tambang
dapat digolongkan menjadi 2 yaitu : Active treatment dan Passive treatment. 1. Active Treatment
Technologies Adalah teknologi yang memerlukan operasi, perawatan dan pemantauan oleh manusia
berdasarkan pada sumber energi eksternal dan menggunakan infrastruktur dan sistem yang
direkayasa. Terdiri dari : Netralisasi (yang sering termasuk presipitasi logam), penghilangan logam,
presipitasi kimiawi, dan penghilangan sulfat secara biologi. Penetral yang paling umum digunakan
pada perlakuan AAT skala besar adalah kapur, ini karena bahan tersebut tersedia secara komersial,
mudah digunakan, teknologi telah terbukti, biayanya murah dan efektif digunakan serta dikelola
dengan baik dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja bagi penerapan skala besar. Menambahkan
tawas pada air asam tambang sebelum dialirkan kesungai tujuannya untuk menjernihkan air. 2.
Passive treatment technologies Merupakan proses pengolahan yang tidak memerlukan intervensi,
operasi atau perawatan oleh manusia secara reguler bahan yang biasanya digunakan adalah
memakai tumbuhan yang dapat menetralkan pH, yakni purun tikus. IV. PEMBAHASAN 4.1. Proses
Pengaliran Awal Air Asam Tambang Tahapan proses pengelolaan air asam tambang pada PT. Bhumi
Rantau Energi, pengaliran yang berasal dari pit (lubang bukaan tambang tambang) dan juga dari unit
pengolahan (crusher) sampai akhirnya dikembalikan lagi ke lingkungan. Lubang bukaan tambang (Pit)
merupakan areal penambangan, lubang bukaan (Pit) ini berukuran sangat luas dan terbuka sehingga
apabila hujan turun. Air yang berasal dari lubang Jurnal ADHUM Vol. VII No. 1, Januari 2017 50
bukaan tambang (Pit) akan bereaksi dengan mineral sulfida (pirit) dan oksigen yang akhirnya
teroksidasi sehingga terbentuk air asam tambang (AAT). Air yang berasal dari lubang bukaan
tambang (Pit) ini selanjutnya dialirkan menuju sumuran (sump). Sump merupakan kolam
penampungan air yang dibuat sementara sebelum air itu dipompakan serta dapat berfungsi sebagai
kolam pengendapan lumpur. Pengaliran air dari sump dilakukan dengan cara pemompaan. Sump ini
dibuat secara terencana dalam pemilihan lokasi maupun volumenya. Penempatannya pada jenjang
tambang dan biasanya dibagian lereng tepi tambang. Sump ini disebut dengan sump permanen
karena dibuat untuk jangka waktu lama, biasanya terbuat dari bahan kedap air dengan tujuan untuk
mencegah peresapan air supaya tidak menyebabkan jenjang tambah longsor karena sump ini yang
pertama menerima air. 4.2. Proses Pemompaan Air Asam Tambang Pemompaan dalam hal ini
berfungsi untuk memindahkan atau membuang air dari tempat yang rendah yaitu dari sumuran
(sump) pada lantai kerja penambangan ketempat yang lebih tinggi/keluar tambang. Volume air yang
tertampung dalam sumuran (sump) jumlahnya akan semakin bertambah jika sejumlah air tersebut
tidak dipindahkan ke kolam pengendapan yang akhirnya dapat menghambat kegiatan penambangan.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemompaan menuju kolam pengandapan (settling pond). Limbah
cair yang berada di tambang atau dari tempat pengolahan (crusher) terlebih dahulu dipompa
kesettling pond (kolam pengendap I). Air yang berada pada kolam pertama mengalir ke kolam dua
melalui saluran yang dibuat zig zag antara kolam yang satu dengan saluran kekolam yang lain. Pada
kolam yang kedua dilakukan proses pengolahan limbah atau yang disebut dengan kolam penawasan
atau pengapuran. Cara penawasan yaitu dengan memasukkan bahan tawas/aluminium sulfate
(〖AL〗_2 O_3) kedalam tandon yang sudah berisi air, kemudian diaduk-aduk setelah tawas sudah
mencair selanjutnya air tawas dalam tandon disemprotkan kekolam dua dengan menggunakan
pompa. Selain dilakukan penawasan juga dilakukan pengapuran yaitu dengan cara ditaburkan pada
setiap kolam. Pada kolam kedua air di alirkan menuju kolam ketiga, dan pada kolam ini air sudah
mulai jernih. Pada kolam terakhir/kolam ke empat inilah kolam tempat penampungan air yang sudah
jernih dan sudah siap untuk dibuang kebadan sungai. Selain dilakukan penawasan maupun
pengapuran juga dilakukan pemantauan pH air yang keluar dari kolam ke empat (outlet). Jenis
pompa yang digunakan adalah Multiflo MF 380 yang menggunakan tenaga mesin diesel. Sebelum
dilakukan proses penawasan atau penetralan, pada kolam pertama terlebih dahulu dilakukan
pengukuran pH dengan menggunakan pH meter. Dari pengukuran pada outlet settling pond crusher
PT. Bhumi Rantau Energi diperoleh hasil pH atau tingkat keasaman yang rendah. Dan untuk
penjernihan dilakukan penawasan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses penetralan dengan
menggunakan kapur. 4.3. Proses Penetralan Pada Kolam Pengendap Kolam pengendapan (Settling
pond) merupakan kolam yang berfungsi untuk menyaring dan mengendapkan lumpur-lumpur hasil
dari penambangan yang terlarutkan oleh air serta sebagai tempat mengolah air sebelum dialirkan
kesungai, terutama menetralkan pH air yang bersifat asam. Air Asam Tambang tidak hanya berasal
dari kegiatan penambangan bisa juga dari proses penghancuran batubara. Sebelum batubara masuk
kedalam alat penghancur (Crusher) maka batubara tersebut disiram dengan air, yang bertujuan
untuk mengurangi debu yang dihasilkan ketika proses penghancuran dilakukan serta pada saat
krusher (crusher)beroperasi juga dilakukan penyiraman untuk membersihkan krusher (crusher) dari
partikel-partikel batubara. Air limpasan inilah yang berpotensi membentuk air asam tambang(AAT)
karena adanya mineral sulfida yang berada dalam batubara juga berpotensi merusak lingkungan.
Sehingga sebelum dibuang kelingkungan dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Hasil pemompaan
yang berasal dari kegiatan krusher (crusher) dialirkan ke kolam pengendapan (Settling pond) melalui
paritan yang dibuat Jurnal ADHUM Vol. VII No. 1, Januari 2017 51 mengelilingi tempat pengolahan
(Stockpile). Pada PT. Bhumi Rantau Energi terdapat dua settling pond crusher yaitu settling pond
crusher 1 dan settling pond crusher 2. Di settling pond crusher 1 terdapat empat kolam dan settling
pond crusher 2 terdapat lima kolam. Kolam pertama berfungsi sebagai kolam pengendapan lumpur
atau sedimentasi, kolam kedua dan ketiga berfungsi sebagai kolam untuk penambahan tawas dan
kapur, kolam ke 4 difungsikan sebagai kolam parameter/acuan, karena air di kolam terakhir ini akan
langsung dialirkan ke badan sungai. V. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Dari uraian pada bab-bab
sebelumnya dapat diambil kesimpulan, yaitu : 1. Sumber-sumber Air Asam Tambang (AAT) adalah air
dari tambang terbuka dari unit pengolahan batuan buangan, air dari unit pengolahan limbah dan dari
tempat penimbunan bahan galian. 2. Metode pengolahan air asam tambang yang ada di PT. Bhumi
Rantau Energi adalah dengan metode active treatment. 3. Air yang berpotensi air asam tambang
tidak hanya berasal dari pit tapi juga yang berasal dari unit pengolahan (crusher). 4. Air yang
berpotensi menjadi air asam tambang yang berasal dari pit dialirkan menuju sumuran (sump), lalu
dipompa menuju settling pond. 5. Sebelum dilakukan proses penetralan, terlebih dahulu dilakukan
pengukuran pH menggunakan pH meter. 6. Proses menurunkan tingkat kekeruhan pada settling pond
crusher adalah dengan cara menambahkan larutan tawas. 5.2. Saran 1. Proses pengelolaan air asam
tambang agar dapat dilakukan lebih efektif untuk menghindari dampak negatif bagi lingkungan
maupun masyarakat yang bermukim di sekitar tambang. 2. Pemantauan pH dan debit air limbah
harus dilakukan secara berkesinambungan untuk memastikan tingkat keamanan lingkungan perairan.
3. Tanggul-tanggul yang ada disettling pond sebaiknya ditanami pepohonan agar lebih kuat. 4. Untuk
penambahan kapur dan tawas dikolam (settling pond) supaya dapat dilakukan penelitian/pengujian
lebih lanjut agar dalam penambahannya dapat mengetahui dosis yang optimum. *) Dosen Tetap
Politeknik Syakh Salman Al Farisi Rantau. Kab. Tapin. Kalimantan Selatan DAFTAR PUSTAKA Arliani,
Nurul. 2012. Aktivitas Pengolaan Air Asam Tambang PT. Bhumi Rantau Energi. Rantau Sari, Intan
Lianita. 2012. Teknologi Pengolahan Air Asam Tambang. [online] dari www. blogspot. Com
Pengelolaan Air Asam Tambang. [online] dari www. scribd. Com Abfertiawan. 2011. Konsep
Pencegahan Air Asam Tambang. [online] dari http//abfertiawan. blog. com Metode Pengolahan
Tambang Umum. 2013. [online] dari sintaloh. blogspot. com Air Asam Tambang dan Pengelolaannya.
2013. [online] dari Tambangunsri. blogspot. com Kerusakan Lahan Akibat Aktivitas Penambangan.
2012. [online] dari pabrisianturi. blogspot. com Kamus Istilah Pertambangan. Energi dan Sumber
Daya Mineral Sipahutar, Renni. 2013. Analisis Pengelolaan Limbah Air Asm Tambang di IUP Tambang
Air Laya PT. Bukit Asam. Universitas Sriwijaya. Palembang Dkk, Herniwanti. 2012. Simulasi Aliran Air
Asam Tambang. Universitas Brawijaya. Malang Gautama, R. S. 2012. Pengelolaan Air Asam Tambang.
ITB. Bandung Gautama, R. S. 2012. Pelatihan Tentang Air Asam Tambang Februari 2012. Bandung
Gautama, R. S. 2004. Pengantar Air Asam Tambang. ITB. Bandung Nugraha, Candra. Upaya
Pencegahan Pembentukan Air Asam Tambang. 2012. ITB. Bandung Jurnal ADHUM Vol. VII No. 1,
Januari 2017 52 Dkk, Wulan, Praswati. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Kougulan pada Unit
Pengolahan Air Limbah Batubara. Depok Notosiswoyo, sudarto. 3003. Upaya Penanganan Air Asam
Pada Lahan Bekas Tambang (Kecil) Batubara. Dkk, Enggal, Nurisman. 2012. Studi Terhadap Dosis
Penggunaan Kapur Tohor pada Proses Pengolahan Air Asam Tambang pada Kolam Pengendap
Lumpur Tambang Air Laya PT. Bukit Asam Tbk. Jurnal Teknik Patra Akedemika. Palembang Sum-Sel.
Iman, M. S. 2010. Dampak Air Asam Tambang Terhadap Kualitas Air Tanah Disekitar Area
Pertambangan. Banjarbaru Peraturan Menteri ESDM No. 113 tahun 2003 UU No. 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup AMDAL pasal 22-23 www.airasamtamba
Oase Batubara untuk PLTU Bisakah Dihentikan?
March 13, 2017 Donny Iqbal, Cirebon Energi

Pemerintah telah menargetkan pengadaan listrik 35.000 megawatt untuk memenuhi


kebutuhan energi nasional yang meningkat. Akan tetapi, pemenuhan energi tersebut sebagian
besar masih bersumber dari batubara.

Ketersedian batubara di Indonesia terbilang cukup besar. Berdasarkan Pusat data dan
informasi Kementerian ESDM tahun 2015 dari hasil riset tahun 2014 oleh Handbook of
Energy and Economic Statistic of Indonesia memperkirakan bahwa kandungan sumber
daya batubara dimiliki Indonesia berkisar 120 miliar ton. Sehingga dalam Rencana Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2016-2025 diasumsikan bahwa secara kuantitas
batubara selalu tersedia untuk pembangkit listrik.

Data ESDM disimpulkan tingkat produksi pertambangan batubara di Indonesia dalam 5 tahun
terakhir berkisar 400 juta ton per tahun, dimana hampir 90% diekspor ke luar negeri dan
sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon I di Desa Kanci,
Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Beberapa waktu lalu.
Masyarakat menggugat perihal izin PLTU II yang akan dibangun tahun ini
ke PTUN Bandung. Gugatan tersebut dilatarbelakangi akibat dampak yang
ditimbulkan PLTU I terhadap lingkungan dan ekonomi masyarakat
setempat. Foto : Donny Iqbal
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional,
batubara ditargetkan menjadi penyedia energi terbesar sampai dengan tahun 2050. Pada 2025,
target peran batubara dalam energi primer khusus untuk kelistrikan sebesar 115 Giga Watt
dan 430 Giga Watt pada tahun 2050.

Target tersebut belum termasuk pemakaian batubara yang dicairkan dan batubara yang
digaskan, dalam peraturan tersebut diproyesikan minimal 30% tahun 2025 juga peran Energi
Baru Dan Terbarukan yang ditargetkan mencapai 22% pada tahunyang sama. Dalam PP
tersebut, juga disebutkan target pemakaian energi primer total sebesar 400 juta TOE (ton oil
equivalent) tahun 2025 dan 1.000 juta TOE tahun 2050.

Andaikan target 35000 MW adalah hal yang ingin dicapai, menurut data Ditjen Listrik dan
Pemanfaatan Energi ESDM pemerintah berencana membangun kelistrikan dari 68% PLTU,
19% pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLPT) dan 3% pembangkit listrik tenaga air
(PLTA).

Akan tetapi proses pembakaran batubara -menghasilkan emisi karbon dioksida yang
berpengaruh terhadap perubahan iklim. Disamping itu batubara juga menghasilkan polusi
partikel dan limbah kimia yang dapat menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan
sekitarnya.

Greenpeace memperkirakan bahwa jika semua pembangkit tenaga listrik berbahan bakar
batubara yang direncanakan jadi dibangun, maka emisi karbon dioksida dari batubara akan
meningkat 60 persen pada tahun 2030. Hal ini tentu akan mempengaruhi usaha pengendalian
perubahan iklim global, padahal sejumlah ilmuwan berargumentasi bahwa 95% dari
kebutuhan energi dunia dapat disediakan oleh sumber terbarukan.
Tumpukan batubara di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cirebon I di
Desa Kanci, Astanajapura, Cirebon, Jabar, pada awal Maret 2017.
Keberadaan PLTU membuat masyarakat setempat menjadi sulit mencari
ikan karena jumahnya yang terus menurun. Foto : Donny Iqbal
Pembangunan PLTU

Di tanah air, keberadaan PLTU masih menjadi pro dan kontra. Rakyat Penyelamat
Lingkungan mewakili masyarakat Cirebon yang didampingi 17 pengacara melayangkan
gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, bernomor
124/G/LH2016/PTUN/BDG.

Gugatan tersebut tertuju pada proyek pembangunan PLTU II yang akan dibangun di Desa
Kanci, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Rencananya lokasi pembangunan
PLTU Cirebon II tepat bersisian dengan PLTU Cirebon I.

Saat ini, proses sidang telah memasuki agenda ke-8 dengan tahapan sidang pemeriksaan
setempat oleh PTUN Bandung. Dengan gugatan terkait surat Keputusan Badan Penanaman
Modal dan Perijinan Terpadu Provinsi Jawa Barat Nomor 660/10/191020/BPMPT/2016
tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan dan Operasional PLTU Kapasitas 1×1000
MW oleh PT Cirebon Energi Prasarana, tertanggal 11 Mei 2016.

Ketua Majelis Hakim, Sutiyono menjelaskan tujuan dari sidang pemeriksaan setempat ini
untuk memeriksa fakta – fakta sebagai rujukan yang diajukan tergugat menganai izin
lingkungan.

“Rencananya masih ada beberapa agenda persidangan yang akan dilakukan dengan
menghadirkan saksi ahli dari penggugat maupun pemerintah terkait soal izin PLTU. Terkait
putusan, kami kejar untuk akhir Maret ini dengan rentan waktu 150 hari harus selesai kecuali
rumit . Perkara tentang lingkungan termasuk pembuktiannya tidak sederhana dan soal
perizinnya bersifat derivative,” kata dia saat ditemui Mongabay di lokasi PLTU Cirebon I,
Jumat, (03/03/2017) lalu.
Karena PLTU termasuk proyek nasional, Mongabay menanyakan ihwal intimidasi, menurut
pengakuan Sutiyono sejauh ini tidak ada intimidasi. Dia menuturkan intimidasi sudah menjadi
konsekuensi dari hakim. “Yang terpenting hakimnya kuat atau tidak? Saya harapkan proses
ini bisa selesai sampai putusan nanti,” pungkasnya.
Dua orang anak berjalan di kawasan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
Cirebon I di Desa Kanci, Astanajapura, Cirebon, Jabar, pada awal Maret
2017. Menurut Greenpeace, PLTU berbahan batubara berpengaruh pada
kesehatan karena mencemari udara karena asapnya mengandung polutan
berbahaya. Foto : Donny Iqbal
Sementara itu, Willy Hanafi salah satu kuasa hukum yang mendampingi gugatan masyarakat
menerangkan bahwa pembangunan PLTU sendiri berdampak pada hak warga atas lingkungan
baik, sehat dan memeperoleh mata pencaharian untuk sumber kehidupannya.

Dia menuturkan secara administratif adanya perbedaan RTRW yang terjadi antara Pemerintah
Kabupaten Cirebon dengan Provinsi Jawa Barat. Tapi secara prinsip keberadaan PLTU
seharusnya tidak merenggut hak hidup warga sekitar yang menggantungkan diri dilingkungan
terutama pantai.

“Yang kami gugat sebetulnya izin pembangunan PLTU II. Karena dengan adanya PLTU I
saja dampaknya sudah terasa terutama dari segi lingkungan menjadi rusak. Contohnya
keberadaan ikan yang dulunya ada sekarang sudah jarang sehingga berimplikasi pada
perekonomian warga,” tutur dia.

Dia berujar pembangunan proyek PLTU di Cirebon diwacanakan akan di bangun sebanyak 5
buah. Untuk itu, perizinan soal AMDAL dan perizinan lainya dinilai perlu dilakukan secara
komperhensif agar tidak merugikan rakyat yang sudah dari dulu mengandalkan laut sebagai
tumpangan hidup.

Di tempat yang sama, Surip (42) warga sekitar mengaku resah dengan adanya rencana
pembanguan PLTU II. Pasalnya sejak pembanguan tahun 2005 dan mulai beroprasi PLTU I
tahun 2012, menurut Surip telah berpengaruh pada lingkungan.

“Dulu sebelum ada PLTU tidak jauh dari pesisir pantai dan hanya menggunakan pelampung
bisa dapat ikan paling minimal 20 – 30 kilo dalam sehari. Lumyan kalau dirupiahkan bisa
bawa pulang uang 300.000,” ujarnya.

Dia menyebutkan ikan kakap, ikan sembilang dan ikan lainnya kadang mudah didapat dengan
jaring. Namun, semenjak PLTU membuang air panas bekas pembakaran batubara langsung ke
pantai berpengaruh terhadap ketersediaan biota laut. Sehingga ikan yang dulunya mudah
didapat sekarang menjadi sulit.

“Dulu pas proses pembangunan pernah ada santunan dari PLTU sebesar Rp4 juta. Katanya
sebagai biaya tambak kerang warga yang mati keracunan. Tapi itu hanya sekali dan tidak ada
lagi santunan warga ataupun berbaikan pantai,” kata dia.

Sarnah (43) warga sekitar yang berprosesi sebagai nelayan juga mengeluhkan hal yang sama
yakni susahnya mencari ikan. “Perahu saya kecil jadi tidak bisa melaut terlalu jauh. Dulu
berangkat jam 7 malam pulang pagi dapatnya lumayan. Duh kalo sekarang susah kadang
dapet sedikit,” keluhnya.

Dia berujar ada 2 desa yang lokasinya berdekatan dengan PLTU. Diantarannya Desa Kanci
Kulon yang dihuni sekitar 4000 Kepala Keluarga dan sebagian besar masyarakat bermata
pencaharian nelayan dan petani. Dia berharap pemerintah memikirkan nasib kehidupan
masyarakat kecil yang sejak dulu hidup dari hasil alam pantai Cirebon.

Batubara, Tantangan Ketahanan Energi Serta Persoalan Sosial dan


Lingkungan (Bagian-1)
October 22, 2014 David Fogarty Uncategorized

Tongkang pengangkut batubara lewat di sungai Mahakam, Kaltim (Agustus


2014). Foto: David Fogarty

Dari hutan Kalimantan Timur, berawal sumber bahan bakar pertumbuhan perekonomian di
negara-negara Asia yang sedang berkembang: Batubara.

Penambang menggali lubang terbuka, membersihkan hutan dan lahan pertanian untuk
mengambil batubara, lapisan hitam tebal dari dalam tanah, yang kemudian dihancurkan dan
dimuat ke truk dan tongkang untuk dikirimkan ke Tiongkok, India, Jepang dan tujuan lainnya
di Asia.

Indonesia sendiri merupakan produser batubara terkemuka dunia, menghasilkan 421 juta
metrik ton tahun lalu, -menurut angka resmi pemerintah, dengan sekitar 350 juta metrik ton
diantaranya diekspor untuk memenuhi permintaan energi dunia. India dan Cina adalah dua
pembeli terbesar.

Dalam satu dekade terakhir, produksi batubara Indonesia telah meningkat tiga kali lipat yang
membuat Indonesia menjadi negara eksportir teratas batubara yang digunakan untuk
pembangkit listrik, yang menghasilkan miliaran dolar dalam royalti pemerintah. Pajak
batubara merupakan sumber penting pendapatan, membantu menutupi defisit anggaran
berjalan sekitar 3 persen dari PDB.

Tetapi dibalik keberhasilan ini telah datang banyak permasalahan, termasuk deforestasi besar-
besaran, polusi air, konflik konsesi dengan masyarakat lokal dan adat dan biaya kesehatan
dari debu batubara yang muncul.

Dalam daftar di atas perlu ditambahkan masalah korupsi, penggelapan pajak, penambangan
liar dan ekspor ilegal, yang besarnya hingga mencapai jutaan dolar. Industri ekstraktif
batubara yang tak tekendali telah menjadi ancaman bagi dirinya sendiri, ekonomi dan
lingkungan nasional dan global.

***

Sekitar setengah batubara berasal dari provinsi yang kaya dengan sumber daya alam yaitu
Kalimantan Timur. Untuk membayangkan skala industri ini, anda cukup hanya berdiri di
jembatan utama di pinggir sungai Mahakam, Samarinda dan melihat banyaknya tongkang
yang lewat di sungai setiap beberapa menit.

Tongkang seukuran kolam renang olimpiade akan melewati aliran sungai yang berwarna
kecoklatan. Tongkang ditarik oleh kapal tunda untuk dikirim ke kapal curah yang menunggu
di sepanjang pantai selat Makassar. Setiap tongkang membawa sekitar 8.000 metrik ton
batubara, yang diisikan dari terminal batubara yang menjulur ke pinggir sungai. Kota
Samarinda sendiri dikellilingi oleh konsesi tambang batubara dan lokasi penimbunan batubara
yang terus-menerus memberi makan tongkang melalui sabuk conveyer.
Tambang terbuka PT Kitadin coal mine, yang sebagian besar dimiliki oleh
perusahaan Thailand, Banpu, dekat dengan Samarinda, Kalimantan Timur
(Agustus 2014). Foto: David Fogarty,
Ketahanan Energi

Ekstraksi sumber daya telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dan ekspor
Indonesia. Saat cadangan minyak Indonesia terus menurun, ekstraksi batubara tumbuh dan
bermunculan.

“Idenya yaitu kita harus mempertimbangkan keamanan energi. Kami menganggap batubara
adalah [alternatif] calon energi kami dalam waktu dekat,” kata Bambang Tjahjono Setiabudi,
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara di Kementerian ESDM.

Sekitar 60-an juta penduduk Indonesia tidak terhubung terhadap sumber kelistrikan dan
pemerintah mendorong investasi yang cepat dalam membangun pembangkit listrik tenaga
batubara untuk memperbaiki kekurangan listrik guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang
kuat.

Seperti booming sumber daya minyak dan gas yang lalu, penebangan hutan dan pembangunan
kelapa sawit, batubara dianggap sebagai sebuah solusi, dengan berbagai masalah lingkungan
yang dihasilkannya sering masih dianggap sebagai masalah sekunder.
“Indonesia berada di level yang berbeda jika bicara masalah dampak lingkungan
dibandingkan dengan negara lain,” jelas Sacha Winzenried, penasihat senior bidang energi,
utilitas dan pertambangan PwC, sebuah perusahaan jasa bisnis global.

Sebaliknya bagi kalangan LSM, sektor ekstraktif ini perlu dikekang. Mereka menunjuk
ancaman dari pembakaran batubara dalam mendorong perubahan iklim. Mereka mengatakan
Indonesia perlu lebih fokus pada investasi energi terbarukan dan membatasi konflik antara
tambang dan masyarakat lokal, yang tanahnya semakin terancam.

Area yang dialokasikan untuk pertambangan batubara, berdasarkan pulau


(sumber: diolah dari Kementerian ESDM)
Alokasi lahan untuk pertambangan batubara di propinsi-propinsi
Kalimantan (sumber: diolah dari Kementerian ESDM).

Untuk membuat kejelasan terhadap sektor ini, pemerintah meminta KPK (Komisi
Pemberantasan Komisi), untuk memimpin evaluasi terhadap berbagai izin pertambangan.

“Fokus kerja KPK adalah untuk meningkatkan pendapatan pemerintah dan menghindari
kebocoran pendapatan,” tutur Tjahjono. Diapun berharap hal ini akhirnya akan mendorong
penegakan yang lebih baik dari peraturan lingkungan.

Dalam inisiatif lainnya, menurutnya aturan perdagangan baru yang mulai berlaku 1 Oktober
ini akan menargetkan sanksi yang tegas terhadap ekspor batubara ilegal. Tjahjono berharap
kedua inisiatif ini akan menyebabkan semakin ketatnya pengelolaan sektor pertambangan.

Namun, bagi kalangan LSM, kebijakan pemerintah yang diambil bisa jadi penting, tetapi yang
lebih penting lagi adalah bagaimana menghadang berbagai masalah lingkungan dan sosial
yang terjadi akibatnya maraknya pemberian ijin dan pertambangan yang ada.

“Saya pikir akan ada lebih banyak masalah karena setengah izin pertambangan selesai dalam
10 atau 15 tahun ke depan. Prediksi saya pada tahun 2020, kita akan memiliki kerusakan
lingkungan yang sangat serius. Itu baru satu masalah. Juga akan ditambah dengan berbagai isu
lain, seperti masalah kesehatan dan konflik lahan,” papar Merah Johansyah, Koordinator
Jatam Kaltim, LSM yang fokus terhadap masalah pertambangan.
Menurut data Kementerian ESDM, terdapat 3.922 ijin eksplorasi,operasi dan produksi
batubara di seluruh Indonesia. Sebagian besar berada di Kalimantan dan Sumatera, yang
memiliki sebagian besar cadangan batubara Indonesia. Namun, baik Pemerintah pusat dan
daerah tidak memiliki sumber daya untuk secara aktif memantau dan menganalisis ijin ini.

Dari total ijin yan ada, 1.461 terdaftar sebagai lokasi tambang yang tidak clean and
clear karena berbagai penyimpangan, seperti area tumpang tindih dengan konsesi
pertambangan lain atau dengan konsesi pertanian.

Sebuah analisis independen terhadap ijin batubara menunjukkan jumlah perijinan batubara
yang telah dikeluarkan di seluruh Indonesia telah mencapai lebih dari 21 juta hektar pada
tahun 2013, kira-kira seukuran hampir 1,9 kali luas pulau Jawa. Dari seluruh total area ini
dapat disoroti bagaimana risiko konflik sosial dan kerusakan lingkungan di negara
berpenduduk 250 juta orang, yang sebagian besar masyarakatnya masih bergantung pada
lahan pertanian, hutan dan sungai untuk mata pencaharian mereka.

Tongkang sedang diisi batubara di terminal pengisian di pinggir sungai


Mahakam (Agustus 2014). Foto: David Fogarty
Tantangan Utama
Sebagian besar masalah berasal dari tingkat kabupaten. UU otonomi daerah pada tahun 2001
memberi kabupaten kekuatan jauh lebih besar, dan ini memicu ledakan bagi ijin
pertambangan. Di Kalimantan Timur misalnya, bupati telah mengeluarkan sekitar 70 persen
dari semua izin pertambangan. Pemasukan dari batubara, sebagian digunakan untuk
peningkatan pendapatan daerah, namun sebagian digunakan untuk pembiayaan dana
kampanye ulang bupati, dan -merujuk kasus korupsi baru-baru ini, masuk ke kantong pribadi
bupati dan kroninya.

“Salah satu tantangan utama bagi industri adalah koordinasi antar departemen pemerintah dan
antara pemerintah pusat dan daerah, karena ini adalah salah satu kunci untuk pembangunan
berkelanjutan yang memenuhi kebutuhan investor,” kata Winzenried di kantornya di Jakarta.

“Bupati memiliki kepentingan yang berbeda dengan pemerintah pusat, atau apakah itu
lingkungan, kesehatan dan keselamatan, tingkat koordinasi tidak bekerja sebagaimana
mestinya.” Winzenried menambahkan bahwa kantor pertambangan pemerintah daerah sering
kekurangan sumber daya, anggaran atau kemauan untuk mereformasi diri.

Kurangnya pengawasan telah menyebabkan pemerintah pusat dan daerah tidak tahu persis
jumlah tambang yang memproduksi batubara di Indonesia, yang dalam hitungan kasar
berkisar angka 400.

Dan tidak ada yang tahu berapa banyak batubara ilegal yang diproduksi dan diekspor.
Sementara 421 juta metrik ton adalah angka produksi resmi untuk 2013, sumber lain
menyebutkan bahwa produksi batubara hampir 500 juta metrik ton, dengan kelebihan 50-60
juta adalah yang disebut dengan “ekspor hilang”. Pihak lain bahkan berani menyebutkan
produksi ilegal yang lebih tinggi lagi.
Jumlah peruntukan lahan (dalam hektar) yang dialokasikan untuk aktivitas
usaha pertambangan batubara di Indonesia. (sumber: diolah dari
Kementerian ESDM)

Bekerjasama dengan BPK dan KPK, Kementerian ESDM saat ini bekerja untuk fokus pada
12 provinsi dengan angka tertinggi ijin pertambangan.

Tujuannya adalah untuk meninjau legalitas ijin, memeriksa apakah perusahaan tambang
memiliki nomor identitas pajak yang valid, membayar pajak mereka secara penuh dan apakah
terdapat ijin tambang tumpang tindih dengan perkebunan kelapa sawit dan konsesi
pertambangan lainnya dan kawasan hutan lindung, sebuah masalah yang umum dijumpai di
Indonesia.

Sampai saat ini, program ini telah menyebabkan penangguhan lebih dari 300 izin
pertambangan yang dikeluarkan oleh pejabat setempat.

Aturan perdagangan baru menyatakan bahwa hanya perusahaan tambang batubara yang
memiliki ijin usaha dinilai sebagai bersih dan jelas dapat mengekspor batubara. Kementerian
mengeluarkan masing-masing disetujui perusahaan sertifikat, yang Kementerian Perdagangan
menggunakan untuk menyetujui lisensi ekspor. Ekspor juga akan harus melalui pelabuhan
yang ditunjuk.
“Upaya ini untuk mengurangi praktik pertambangan yang buruk, yang tidak aman dan non-
compliant dengan aturan lingkungan. Itu berarti kita bisa menutup perusahaan-perusahaan,”
jelas Tjahjono.

Dia berharap aturan perdagangan baru akan berpengaruh terhadap ekspor. Selain kebijakan
pemerintah, maka harga batubara dunia yang melemah juga berdampak, dan ini akan
memaksa beberapa pemain yang lebih kecil untuk menyingkir. Saat ini harga batubara ekspor
telah jatuh separuhnya sejak puncaknya terjadi pada tahun 2009.
Persoalan Batubara di Kaltim: Peraturan Ada, Penegakan Hukum
Lemah (Bagian-2)
October 23, 2014 David Fogarty Hutan, xLingkungan Hidup

Pertambangan batubara terbuka di Makroman, Samarinda, Kaltim. Foto:


Yustinus S. Hardjanto

Masalah dalam pertambangan batubara adalah tidak seluruh industri bekerja pada skala
pertambangan yang sama, ada yang besar dan ada yang sangat kecil. Sebagian usaha
pertambangan beroperasi secara singkat, kurang memperhatikan masyarakat setempat dan
meninggalkan lubang bekas galian saat mereka berhenti beroperasi.

Tulisan pertama artikel ini dapat dilihat pada tautan ini:


http://mongabaydotorg.wpengine.com/2014/10/22/batubara-tantangan-ketahanan-energi-serta-persoa
sosial-dan-lingkungan-bagian-1-dari-2-tulisan/

Di sisi yang lain, sebagian besar batubara Indonesia diproduksi oleh segelintir perusahaan
besar yang memiliki kontrak langsung dengan pemerintah pusat. Raksasa pertambangan
Indonesia PT Adaro dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) misalnya, memiliki kontrak jangka
panjang dan bertanggung jawab untuk sekitar seperempat dari total produksi batubara resmi
tahun lalu di Indonesia. Produksi dan operasi mereka secara hati-hati dipantau dan ditinjau
setiap tahun oleh kementerian.
Menurut data pemerintah total terdapat sekitar 80 kontrak batubara langsung. Mereka
membayar royalti lebih tinggi dan diberikan ijin pertambangan yang disebut IUP (Ijin Usaha
Pertambangan).

“Di Indonesia, anda dapat melihat perbedaan yang nyata antara yang disebut formal dan yang
kurang formal. Di sana jelas ada masalah lingkungan untuk sektor yang kurang diatur, seperti
penambang ilegal atau pemain skala kecil,” jelas Sacha Winzenried, penasihat senior bidang
energi, utilitas dan pertambangan PwC.

Sebaliknya, menurut laporan Jatam beberapa pemain besar juga bekerja tidak sempurna.
Dalam laporan bersama dengan Greenpeace yang dikeluarkan pada bulan Agustus tahun ini,
Jatam menuduh Kaltim Prima Coal (KPC) melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan
pencemaran air. Namun, KPC tidak memberikan tanggapan terhadap permintaan untuk
mengunjungi tambang mereka dan tidak memberikan jawaban rinci atas pertanyaan yang
diajukan.

***

Sebenarnya Indonesia telah memiliki sejumlah aturan lingkungan yang ketat yang mengatur
praktik pertambangan, tetapi kelemahan terjadi di dalam penegakan hukumnya. Demikian
kesimpulan yang terungkap dari wawancara dengan para pejabat pemerintah, analis dan pihak
LSM.

Perusahaan harus menyerahkan penilaian dampak lingkungan dan menyiapkan rincian dan
rencana reklamasi pasca tambang. Perusahaan harus menempatkan deposito besar ke rekening
bank untuk memastikan mereka melakukan rehabilitasi wajib dan reklamasi daerah yang
terkena.

Tapi kurangnya inspektur pertambangan berkualitas, kurangnya keahlian di tingkat kabupaten


dan provinsi dan, -kemungkinan besar korupsi, menyebabkan area pertambangan tidak
diperiksa sesering yang seharusnya. Hukum tidak ditegakkan secara penuh dan ijin jarang
dihentikan jika dijumpai praktek yang buruk.
Kolam bekas tambang batubara yang ditinggalkan di Makroman,
Samarinda. Foto: David Fogarty

“Masalahnya tidak banyak insinyur tertarik ikut dalam pelatihan inspeksi pertambangan ini,”
jelas Bambang Tjahjono Setiabudi, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara di
Kementerian ESDM.

Kurangnya pengawasan ijin pertambangan tetap menjadi isu utama. Secara total, data ESDM
mengatakan terdapat 10.992 ijin dari semua jenis pertambangan di seluruh negeri.

Menurut sumber yang terlibat dalam penyelidikan yang dipimpin oleh KPK, 10.922 izin ini
dimiliki oleh 7.834 perusahaan. Dari jumlah tersebut, 17 persen diantaranya tidak memiliki
nomor pajak. Konsesi pertambangan juga bekerja di dalam kawasan hutan negara. Tumpang
tindih terjadi untuk sekitar 26 juta hektar kawasan hutan yang ironisnya tidak lagi berhutan.

Menurut sumber ini, ijin yang dikeluarkan ini juga mencakup 1,3 juta hektar hutan
konservasi, yang sama sekali tidak diijinkan untuk pertambangan. Selain itu, izin juga
mencakup lima juta hektar hutan lindung, yang secara aturan hukum terlambang untuk
pertambangan terbuka.
Sebuah studi yang diterbitkan pada awal tahun ini menemukan bahwa pertambangan batubara
adalah salah satu penyebab utama deforestasi, selain penyebab lain karena pembukaan
perkebunan sawit, dan pembukaan hutan untuk kepentingan pulp.

Studi ini meneliti hilangnya hutan untuk konsesi industri diantara tahun 2000 dan 2010 dan
menemukan bahwa pertambangan batubara telah menyebabkan 300.000 hektar hutan hilang
dibandingkan 1,6 juta hektar konsesi kelapa sawit.

Mengubah Cara Pandang

Jatam mengambil posisi garis keras melihat fenomena pertambangan batubara daripada
kebanyakan LSM. Mereka ingin pertambangan batubara berhenti sama sekali, suatu skenario
yang tidak mungkin karena pemerintah Indonesia mengharapkan permintaan domestik
batubara untuk pembangkit listrik meningkat dua kali lipat pada 2022, dari saat ini yang
membutuhkan batubara 73 juta metrik ton per tahun.

“Kami setuju bahwa setiap orang membutuhkan energi. Tapi kami tidak ingin energi datang
dari mengancam orang-orang, yang berasal dari perampasan tanah. Kita perlu mengubah pola
pikir orang,” jelas Hendrik Siregar dari Jatam, dalam sebuah wawancara baru-baru ini di
Samarinda. Pola pandang Jatam dapat dipahami jika melihat dampak lingkungan yang timbul
dari pertambangan batubara yang terjadi di Kaltim.

***

Di luar Samarinda di pinggir sungai Mahakam, Rumansi (35 tahun) adalah seorang nelayan
sungai dengan keramba yang membentang ke sungai di belakang rumahnya. Di dekat tempat
tinggalnya terdapat terminal pemuatan batubara.
Aksi tolang tambang CV Arjuna oleh warga Makroman, Samarinda. Foto:
Yustinus S. Hardjanto

Rumansi menyebutkan jumlah tangkapannya telah turun sekitar 30 persen dalam beberapa
tahun terakhir, dengan semakin banyaknya dia temui ikan yang sekarat dan berkurangnya ikan
yang memiliki anak. Atas kerugiannya, perusahaan tambang memberikan 250 ribu rupiah per
bulan sebagai kompensasi yang diderita. Bagi Rumansi kompensasi ini tidak menutup
kerugian yang sebenarnya.

Cerita lain datang dari Samarinda, ibukota Kalimantan Timur. Sekitar 70 persen dari kota dan
daerah sekitarnya berada di bawah ijin konsesi pertambangan dengan lanskap dipenuhi
dengan ‘bekas luka’ dari tambang dan lubang batubara ditinggalkan, yang sekarang banyak
terisi air. Hanya sedikit orang di Samarinda yang mendapat manfaat besar dari keberadaan
tambang batubara, termasuk yang tinggal di wilayah desa.

Sekitar 40 menit berkendara dari pusat kota adalah desa Makroman. Para petani mencari
nafkah dengan menanam padi dan buah-buahan seperti rambutan dan durian. Desa ini berada
di bawah ancaman tambang yaitu CV Arjuna, yang melakukan pembersihan area lahan untuk
operasi tambang terbuka mereka.

Sekitar enam tahun yang lalu, seorang pejabat perusahaan datang ke desa untuk mengambil
sampel tanah dan pengukuran. Ini adalah pertama penduduk desa mendengar tentang
perusahaan atau tambang yang direncanakan.

“Dia datang seperti pencuri saja,” kata Niti Utomo (66 tahun), seorang petani di Makroman
yang seperti banyak warga desanya menolak upaya CV Arjuna untuk membeli tanah mereka.
Niti Utomo, adalah seorang petani padi dan buah di desa Makroman. Dia mengatakan
tambang batubara yang berdekatan dengan lahannya telah menghancurkan persediaan air
setempat, yang menyebabkan turunnya hasil panen. Utomo mengeluh hasil panen padinya
turun akibat kurangnya air dan maraknya hama. Penduduk desa lainnya mengatakan hal yang
sama.

Niti Utomo, petani dari Desa Makroman yang desanya terancam oleh
tambang CV Arjuna. Foto: David Fogarty
Perusahaan mulai mengembangkan tambang beberapa tahun yang lalu dan sekarang
mengelilingi desa dan lahan pertanian pada dua sisi. Lubang besar telah digali untuk
mengekstrak batubara, meratakan bukit-bukit dan hutan dan mengganggu pasokan air untuk
sawah. Warga desa mengeluh secara teratur kepada pemerintah kota tentang praktik
pertambangan perusahaan tapi pemerintah tidak pernah mendengarkan.

Sementara itu perusahaan tambang telah membangun bendungan untuk irigasi, meskipun
pada saat musim kemarau bendungan ini mengering dan meninggalkan tanaman padi layu di
musim kemarau. Pada akhirnya, CV Arjuna ingin mengambil alih seluruh 365 hektar di desa
dengan menawarkan sejumlah besar uang kepada pemilik, beberapa di antaranya telah
diterima.
Utomo menolak untuk menjual tanahnya kepada perusahaan pertambangan untuk tanah yang
telah lebih dari 40 tahun ini dia budidayakan. “Saya akan berjuang sampai mati untuk
menjaga tanah,” tegas Utomo ketika berbicara di samping sawahnya.

Dalam respon lewat email, seorang pejabat di CV Arjuna menyebutkan bahwa ijin yang
dimiliki perusahaannya legal diberikan oleh Pemkot pada tahun 2011. Menurut pejabat
tersebut, perusahaan telah memenuhi status clean and clear dari Kementerian ESDM, diapun
menyebutkan bahwa perusahaan berkomitmen untuk merehabilitasi tambang bekas galian
batubara di area desa sebelahnya.

Namun demikian, dia tidak menjawab mengapa masyarakat tidak pernah bertemu dengan
pihak perusahaan untuk mengkonsultasikan rencana pembangunan tambang.

Konsesi tambang di seluruh Kalimantan. Courtesy: Jatam


Masalah Pemantauan dan Kepatuhan Hukum

Bersama-sama, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara telah kehilangan 1,7 juta hektar
tutupan hutan diantara tahun 2001 sampai 2013, yang mewakili sekitar 10 persen dari hutan.
Selain lebih dari tujuh juta hektar lahan telah dialokasikan untuk perijinan pertambangan
batubara, maka area Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara penuh dengan ijin usaha
penebangan, kelapa sawit, dan konsesi serat kayu.

Dari sekitar 200 ijin usaha tambang batubara yang beroperasi di Kalimantan Timur,
berdasarkan data dari kantor LH provinsi, sekitar 20 persennya tidak sesuai dengan peraturan
lingkungan pemerintah.

“Tidak baik,” jawab Wiwit Mei Guritno, birokrat pada Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Kaltim ketika ditanya tentang pemantauan pertambangan batubara. Hal ini diamini oleh Priyo
Harsono, Kabid Pengkajian Dampak Lingkungan, BLH Kaltim, kolega Wiwit yang
menyebutkan masalah utama pemantauan kinerja tambang adalah terkait dengan kualitas
pemantauan yang ada di tingkat kabupaten yang hingga saat ini dirasa lemah.

Menurut Harsono, Kantor BLH memiliki kewenangan untuk memeriksa tambang dan saat ini
memiliki enam inspektur lingkungan. Mereka bekerjasama dengan delapan orang inspektur
pertambangan di kantor pertambangan provinsi untuk melakukan pemeriksaan.

Pemantauan dilakukan lewat bagaimana perusahaan tambang melakukan pengelolaan kualitas


air, pengelolaan limbah padat dan berbahaya serta terutama pemantauan untuk memastikan
apakah perusahaan tambang telah mengikuti aturan reklamasi yang dibuat oleh pemerintah
dan melakukan penanaman kembali vegetasi di tambang yang ditinggalkan. Perusahaan yang
tidak memenuhi aturan diberi peringatan dan BLH dapat merekomendasikan tindakan
penegakan hukum.
“Kami telah memberikan informasi kepada Bupati, tetapi mereka belum menutup
pertambangan,” tambah Harsono.
Menurut Wiwit Guritno, lubang bekas tambang batubara yang ditinggalkan tetap menjadi
masalah besar di Kaltim. Meskipun perusahaan pertambangan telah melakukan penyetoran
sejumlah besar dana untuk reklamasi wajib, namun banyak pula uang yang ada tidak segera
digunakan untuk merehabilitasi lubang ditinggalkan, dan sering dialihkan untuk pengeluaran
pemerintah lainnya.

Harsono mengatakan dia berharap peraturan baru yang disahkan pada bulan Februari tahun ini
akan mengatasi masalah lubang yang ditinggalkan. Perusahaan tambang batubara yang ingin
meningkatkan produksi harus menutup dan merehabilitasi 70 persen dari lubang tambang
sebelum mereka dapat memperluas usahanya.

Masalahnya, tampaknya sekali lagi akan kembali ke persoalan pengawasan dan penegakan
hukum.

“Yang sedang dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah berupaya untuk menempatkan
kontrol yang lebih kuat, seluruh elemen proses akan menjadi lebih lambat, tetapi itu sebuah
proses yang harus terjadi,” ujar seorang eksekutif pertambangan senior.

Di sisi lain, LSM lingkungan Greenpeace, merasa perlu ada alternatif daripada melulu hanya
berkutat mengandalkan batubara sebagai sumber energi. Operasi pembukaan tambang
batubara yang membersihkan hutan dinilai menghasilkan emisi yang berakibat terhadap
perubahan iklim. Demikian pula ketika pembangkit listrik tenaga batubara dioperasikan.
Lubang tambang batubara juga dapat menghasilkan sejumlah besar metana, -gas rumah kaca
yang potensial sebagai emiter.

“Saya pikir pertambangan batubara adalah pembunuh diam-diam untuk Indonesia, tidak
hanya bagi lingkungan, tetapi juga untuk orang-orang dalam jangka panjang,” kata Arif
Fiyanto, juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia.

“Pemerintah selalu menggunakan argumen batubara merupakan kontributor kunci untuk


pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kenyataannya, kontribusi ekspor batubara terhadap PDB
kita hanya sekitar tiga persen. Manfaatnya tidak sebanding dengan dampak batubara sebagai
penyebab kerusakan.”

Dengan pemikiran ini, maka diperlukan suatu cara pandang baru untuk mencari energi
terbarukan yang dapat diandalkan dan ramah lingkungan.
Indonesia Targetkan Penurunan Emisi Karbon 29% pada 2030
September 2, 2015 Sapariah Saturi dan Indra
Nugraha Hutan, Laut, xkonservasi, xLingkungan Hidup, xPertanian

Batubara, tampaknya masih akan banyak digunakan dalam pemenuhan


energi dalam negeri. Hingga, tak ini dinilai tak sejalan dengan niatan
pemerintah menurunkan emisi karbon dari energi. Foto: David Fogarty

Pemerintah Indonesia sudah menyelesaikan dokumen Intended Nationality Determined


Contribution (INDC) dengan target penurunan emisi karbon pada 2030 sebesar 29%. Pasca
2020, pembangunan rendah emisi negeri ini akan fokus pada sektor energi, pangan dan
sumber daya air serta memperhatikan Indonesia sebagai negara kepulauan. Masyarakat adat
disebut-sebut sebagai bagian penting dalam mengatasi perubahan iklim. Draf INDC ini
diumumkan di website Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selama dua minggu
ke depan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat.

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan dan Kehutanan di Jakarta, Rabu (2/9/15) mengatakan,
angka 29% itu diperoleh dari hasil analisis baik dengan pendekatan teoritik metodik maupun
empirik dalam waktu cukup panjang. “Angka 29% ini, angka relatif yang dihitung
berdasarkan perkiraan dari kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan, dan kebijakan Indonesia
dalam membangun bangsa,” katanya dalam diskusi yang dipandu Wimar Witoelar, pendiri
Yayasan Perspektif Baru, ini.

Meskipun dari 2030-2030, perkiraan penurunan emisi sebesar tiga persen menjadi 29%,
tetapi dalam metrik ton itu angka besar. Siti belum berani menyebutkan besaran metrik ton
total Indonesia karena masih dalam perhitungan. Namun, dia memperkirakan di bawah China,
yang menetapkan 1,2-1,4 giga pada 2030. “Amerika Serikat saja, hanya turunkan 0,87 giga.
Indonesia sudah ada range, belum bisa disebut tapi perkiraan saya lebih kecil dari China.”
Kini, katanya, antar sektor, masih negoisasi berapa angka yang realistis untuk Indonesia.
“Karena kan kita punya industri manufaktur, maritim kita kalau hidup, berarti transportasi laut
juga makan emisi banyak. (Di sektor) kehutanan ada angka tapi masih berantem, masih
dikompromikan, sekitar range 0,4-0,7 giga.”

Dokumen INDC, kata Siti, akan diserahkan ke Sekretariat United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC), pada minggu kedua atau ketiga September ini.
“Ini sebagai langkah Indonesia ikut serta dalam upaya global dalam mengatasi perubahan
iklim di COP 21 Paris,” katanya. Conference of the Parties (COP) 21 akan digelar di Paris,
pada 30 November sampai 11 Desember 2015.

Dokumen ini, katanya, disusun dengan kerja keras bersama Kementerian LHK, dengan
Dewan Pengarah Perubahan Iklim, utusan khusus Presiden, Bappenas dan berbagai
kementerian dan lembaga. Dari hasil pemikiran itu, keluar ketahanan nasional terhadap
perubahan iklim dalam hal utama yakni, pangan, energi dan penyelamatan sumber daya air.

Siti mengatakan, pada 2030, penekanan emisi terbesar dari sektor energi tak lagi kehutanan.
“Mengapa dari land base ke energi karena energi ada transportasi, industri juga gaya hidup.
Ke depan kita punya kehidupan berbeda, hingga diperkirakan penyediaan dan langkah-
langkah pembangunan akan ke sana. Sekaligus gaya hidup dan cara pahami konservasi dan
aktualisasi diharapkan sudah lebih baik,” katanya.

INDC ini, katanya, merupakan dokumen kontribusi niatan formal dari negara yang
didokumentasikan secara nasional. Niatan ini, katanya, dalam bentuk program dan kegiatan
yang sudah ada dan yang akan dilakukan Indonesia. “Jadi didasarkan pada kebijakan
pemerintah, Nawacita, rencana pembangunan jangka menengah dan lain-lain,” ujar dia.

Guna mendapatkan masukan, termasuk dari kementerian-kementerian dan lembaga, draf


INDC ini diumumkan dan disirkulasikan ke berbagai pihak. “Tunggu dua minggu untuk
diberi catatan-catatan oleh masyarakat. Kita sirkulasikan juga kepada kementerian-
kementerian kalau masih ingin diperbaiki.”

Sarwono Kusumaatmadja, Ketua Dewan Pengarah Perubahan Iklim mengatakan, United


Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) telah mengambil keputusan
berbeda dalam mengumpulkan niat semua pihak lewat penyerahan INDC ini. “Niat ini lalu
dianalisis. Dari situ mereka bisa mengetahui apakah target stabilisasi iklim bisa tercapai atau
tidak. Jadi negara pihak, diberi kesempatan menyampaian niatan. Panduan ada, hingga negara
bisa tentukan senidir apa yang akan dicantumkan.”
Untuk Indonesia, tim sepakat yang terpenting konteks dengan mengajukan INDC ini,
memberikan gambaran kepada dunia luar bahwa negeri ini punya warna geografi, lingkungan
khas hingga harus punya jurus tersendiri dalam mengatasi perubahan iklim. “Yang kita incer
ketahanan iklim dalam menjamin tiga penyangga kehidupan yakni, pangan, energi dan air. Ini
sengaja ditajamkan. Kita juga lihat, apa sih keperluan kita? Ini penting dikemukakan
Indonesia.”

Negara lain, katanya, dalam INDC ada yang hanya menekankan mitigasi, hampir tidak ada
adaptasi. “Indonesia mau berimbang. Adaptasi dan mitigasi berimbang.” Mengapa adaptasi
penting, katanya, karena Indonesia, memiliki pantai terpanjang kedua setelah Kanada dan
layak huni.

“Sebagian besar penduduk, kegiatan-kegiatan ekonomi kita itu di pantai. Pantai sangat rentan
dengan perubahan iklim. Kita perkirakan kenaikan permukaan laut bisa sampai akhir enam
meter di akhir abad ini. Adaptasi penting, kalau pantai terganggu orang banyak akan
kesulitan, baik pemukiman, kesehatan, air dan macam-macam,” ucap Sarwono.

Dengan begitu, problem khas Indonesia harus dikemukakan dalam dokumen ini. Kalau tidak,
Indonesia hanya akan didorong mitigasi saja. Selain itu, katanya, Indonesia negara kepulauan
dan banyak pulau-pulau kecil. Dari prediksi Kementerian Kelautan dan Perikanan, sampai
akhir abad ini bisa 1.500 pulau kecil tenggelam oleh peningkatan permukaan air laut. “Kita
punya apa sebagai bangsa itu harus dioperasionalkan dalam perjuangan ini. Presiden juga ada
Nawacita. Kita bisa formulasikan itu. Ujung-ujungnya, harus lindungi kesejahteraan rakyat
dengan konsep ketahanan iklim.”

Dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Senin (31/8/15), Presiden menyambut baik
dokumen ini dan menekankan peran masyarakat adat dalam menghadapi itu. “Kita punya latar
belakang budaya yang bikin jadi petarung dalam perubahan iklim.”

Senada diungkapkan Utusan Khusus Presiden, Rahmat Witoelar. Menurut dia, masing-masing
negara punya kekhususan tersendiri dan tak bisa dikelompok-kelompokkan. Kesalahan lalu
PBB, dengan mengelompokkan negara-negara dalam kelompok yang sebenarnya tak tepat.
Hal inilah, yang coba diubah dan disadari hingga masing-masing negara diminta
memasukkan INDC sesuai dengan karakteristik. INDC ini, katanya, dibuat dengan tak
mengada-ngada, mendukung perjuangan dunia tetapi tak mengabaikan kondisi pembangunan
di dalam negeri.
Sarwono K (Ketua DPPI, paling kiri), bersama Siti Nurbaya, Menteri LHK,
Rahmat Witoelar, Urusan Khusus Presiden dan Wimar Witoelar (Pendiri
YPB) dalam diskusi soal CPO 21 dan INDC di Manggala Wanabhakti, Rabu
(2/9/15). Foto: Sapariah Saturi
Belum sejalan dan tak jelas

Dokumen INDC yang diumumkan KLHK mendapat tanggapan organisasi lingkungan.


Mereka menilai langkah-langkah yang tercantum belum sejalan dengan agenda pengurangan
emisi. Terutama dalam dokumen itu, pemerintah masih terlihat menggantungkan batubara
sebagai alat memenuhi kebutuhan energi.

“Dokumen itu memperlihatkan kondisi business as usual. Sebenarnya ada potensi kita keluar
dari kondisi itu. Hampir semua argumentasi INDC, aspek-aspek ekonomi jadi referensi
utama. Padahal, keluar dari referensi mainstream ekonomi sebenarnya menjadi tantangan,”
kata Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional dalam diskusi di Jakarta, Rabu
(2/9/15).

Menurut dia, Indonesia akan terperangkap dalam konsep energi yang sudah ada. “Penggunaan
batubara di banyak PLTU tak seperti yang kita harapkan.”

Abetnego menyoroti rencana pemerintah membangun pembangkit listrik 35.000 MW,


mayoritas dari batubara yang akan membuat emisi makin besar.
“Dalam dokumen INDC, soal energi, pemerintah mengandalkan dua hal, efisiensi dan
renewble. Tapi tak jelas. Energi terbarukan juga tak jadi isu sentral dalam RPJMN. Lebih
banyak batubara dan hidropower.”

Dia menilai, dokumen INDC hal yang berbau politis karena baru efektif 2020. Pemerintah
yang berkuasa saat ini tak akan terlibat kecuali mencalonkan kembali dan terpilih.

“Jadi ini praktik jangka pendek. Komitmen pemerintah sebelumnya menurunkan emisi 26%
dan 41% dengan bantuan luar seharusnya jadi landasan. Dalam INDC tidak jelas bagaimana
peran Indonesia melawan perubahan iklim.”

Pius Ginting, Kepala Unit kajian WalhiNasional mengatakan, seharusnya dokumen INDC
bisa memperjuangkan pengurangan emisi dalam batubara. Sebab, emisi terbesar selain
deforestasi juga energi.

“Bappenas bilang, pada 2030, emisi energi akan mengalahkan alihfungsi lahan dan hutan.
Kita lihat di PLTU Paiton, misal. Disana ada sembilan unit pembangkit batubara.
Dampaknya membuat nelayan mengalami penurunan tangkapan ikan akibat kerusakan
terumbu karang. Warga dekat PLTU mengalami pencemaran udara. Sayuran juga terpapar
debu batubara. Akibatnya produksi turun.”

Begitu juga di PLTU Cirebon. Hasil tangkapan ikan nelayan menurun, dan tanah tercemar.
Garam petani berubah menjadi kehitaman.

Indonesia, katanya, emitor CO2 terbesar keenam dunia. Sekitar 25% dari energi. Ada 50
PLTU terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera dengan kapasitas 19.404 MW.

“Penggunaan batubara paling besar untuk pembangkit listrik. Ini menimbulkan emisi lebih
besar dibandingkan transportasi dan pemukiman,” katanya.

Sisi lain, kini terjadi fenomena penurunan permintaan batubara secara global. Termasuk
permintaan dari China dan India, yang menjadi tujuan utama ekspor. Tren berubah,
perusahaan batubara ramai-ramai memasok untuk dalam negeri.

Pius meminta pemerintah merevisi kebijakan energi nasional. Dalam dokumen KEN,
penggunaan batubara akan dikurangi mulai 2030. “Batubara harus segera dikurangi.” Melihat
dokumen INDC, Pius pesimis Indonesia bisa menurunkan emisi sektor energi.

Arif Fiyanto, Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia mengatakan,
mengacu pada draf INDC, menyebut teknologi batubara ramah lingkungan.

“Di dokumen INDC jelas disebutkan green coal technology yang dimaksud Bappenas dan
penyusun dokumen adalah teknologi ultra super critical untuk pembangkit baru. Efesiensi
meningkat 32% ke 42%,” katanya.
Saat ini, ada tiga teknologi PLTU global: sub-critical, super-critical, dan ultra-super-critical.
Teknologi ultra-super-critical ini, katanya, diklaim digunakan di Batang dan sekarang di
Jepara. Targetnya, 60% PLTU menerapkan teknologi ini 2030. “Teknologi batubara bersih itu
mitos.”

Klaim teknologi batubara bersih, katanya, mengacu pembakaran lebih efisien. Sederhananya,
kalau PLTU dengan teknolohi sub critical, menghasilkan 100 watt, katakanlah perlu
membakar satu ton batubara, dengan teknologi ini perlu 600 kg.

“Jadi pembakaran batubara lebih efisien tetapi sama sekali tidak berbicara pengurangan emisi
signifikan atau tidak. Jadi antara sub-critical dan ultra super-critical, pengurangan emisi hanya
10-12%. Akhirnya ini hanya berbicara bagaimana PLTU batubara mendapatkan keuntungan
maksimal dengan memanfaatkan teknologi ini.”

Dalam konteks pembangunan 35.000 MW, akan menghasilkan 90,37 juta ton emisi karbon
pada 2019. Jika semua PLTU menggunakan teknologi mutakhir sekalipun, emisi dihasilkan
sangat besar. Dari setiap 1.000 MW, emisi karbon 5,4 juta ton per tahun. Dengan kapasitas
22.000 MW, berarti emisi karbon 119 juta ton. Pada 2030, terakumulasi menjadi 1.309 juta
ton. “Tambahan luar biasa.”

Togu Pardede, Direktorat Energi, Tambang dan Geothermal Bappenas mengatakan, dalam
kaitan pengurangan emisi, penting melihat hal itu secara terintegrasi dan komprehensif. Tak
hanya sektor energi, juga kehutanan dan lain-lain sebagai penyumbang emisi.

“Jadi kita bisa menghitung kapan mengembangkan energi sekaligus menurunkan emisi
realistis. Sekarang, sedang digarap Bappenas merevisi RAN GRK di berbagai sektor. Agar
bisa melihat kapan bisa menurunkan emisi.”

Dia menyadari, belum ada teknologi penggunaan batubara PLTU benar-benar bersih. Hal ini,
seharusnya, jadi pertanyaan negara maju.
Sungai dan Lahan Warga Barito Timur Tercemar Limbah Tambang
Batubara, Respon Pemda Mengecewakan
September 26, 2016 Indra Nugraha, Palangkaraya Energi

Alfrid, warga Barito Timur, yang mengadukan kasus lahan taninya


tercemar diduga limbah tambang batubara. Lapor ke berbagai instansi
pemerintah Bartim, tetapi tak mendapatkan penyelesaian tuntas. Foto:
Iman Nurhidayat
Kala berbagai upaya penyelesaian tak berhasil baik, Alfrid, berusaha mendapatkan berbagai
dokumen perusahaan. Sayangnya, tak mendapat tanggapan positif instansi pemerintah
Bartim. Akhirnya, dia mengajukan gugatan melakui KIP Kalteng.

Lahan pertanian Alfrid sekitar dua hektar rusak parah. Warga Desa Danau, Kecamatan
Awang, Barito Timur, Kalimantan Tengah ini menduga kerusakan lahan karena tercemar
limbah perusahaan batubara, PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM) dan PT Wings
Sejati. Dia berusaha mencari keadilan. Alfrid melapor ke Badan Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD), Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben), DPRD hingga Bupati Barito Timur.
Sayangnya, hingga kini tak ada penyelesaian berarti.

Diapun ingin memastikan izin usaha, Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), sampai
izin pembuangan limbah cair, perusahaan-perusahaan ini. Bukan urusan mudah mendapatkan
berbagai dokumen itu, akhirnya dia memilih mengajukan sengketa informasi ke Komisi
Informasi Publik (KIP) Kalteng.
“Ladang saya jarak hanya 100 meter dari Sungai Benuang. Di sungai itu limbah datang dari
perusahaan menuju DAS Paku. Limbah langsung ke ladang saya. Akibatnya, 2015-2016, saya
gagal panen karena limbah Wings Sejati dan BNJM,“ katanya di Palangkaraya, Minggu
(25/9/16).

Dia mengatakan, ladang rusak parah karena tertimbun lumpur kental menyerupai semen.
Sebelumnya, lahan itu buat menanam padi, sayur-mayur, buah-buahan dan karet. Pada Juni
lalu, dia sudah menghubungi perusahaan tetapi pengamanan ketat kepolisian dan TNI di
lokasi pertambangan.

“Saya tak bisa masuk ke camp induk karena dicegah sama TNI, tak boleh masuk. Saya
terpaksa pulang,” katanya.
Setelah sampai di rumah, dia berdiskusi dengan keponakan, Boy, kebetulan aktivis
dari Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL). “Boy menyarankan kalau bisa buat
pengaduan. Saya buat pengaduan mulai 30 Mei 2016 dengan keluhan ke DPRD Bartim,”
katanya.

Pada 9 Juni 2016, diadakan mediasi di DPRD Bartim. Hasil mediasi, keeseokan hari keluar
rekomendasi. Isi rekomendasi, antara lain meminta Bupati Bartim melalui dinas teknis terkait
seperti Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan, Distamben dan BLHD turun lapangan,
meninjau Sungai Paku dan Sungai Benuang. Selain itu menyarankan ada pertemuan antara
masyarakat, manajemen BNJM, Wings Sejati difasilitasi oleh kecamatan.

Rekomendasi itu juga meminta BLHD menganalisa dampak lingkungan terkait dugaan
pencemaran oleh dua perusahaan itu. Juga meminta peninjauan kembali pertambangan dan
reklamasi di seluruh perusahaan pertambangan di Bartim. Dewan meminta dana CSR untuk
masyarakat sekitar tambang. Kingga kini, rekomendasi tak jalan.

“Pada 14 Juni 2016, saya mengadu ke Bupati Bartim. Tak dapat tanggapan serius. DPRD
Bartim sudah keluarkan rekomendasi, namun pemda tak menanggapi,” katanya.
Perusahaan tambang di Bartim, diduga penyebab pencemaran air sungai
dan lahan. Warga kesulitan sumber air, dan lahan tani pun rusak. Foto:
Hendar

Merasa tak kunjung mendapatkan respon berarti, dia mengajukan permohonan informasi
dokumen kepada BLHD untuk menganalisa Amdal, izin lingkungan, serta izin pembuangan
limbah cair. Upaya inipuntak direspon baik. Kepada Distamben, dia mau memperoleh IUP
dan bukti penempatan dana jaminan reklamasi pasca tambang.
“Saya memasukkan keberatan informasi 29 juni 2016 karena mereka tak memberikan
tanggapan. BLHD malah mengatakan, tak bisa memberikan dokumen karena khawatir
disalahgunakan. Juga mempengaruhi saya dengan mengatakan saya ini guru, sebagai PNS tak
boleh ikut campur urusan ini. Saya memang PNS tapi saya tak pernah meninggalkan tugas
dan kewajiban saya sebagai guru ketika mengurus soal ini,” katanya.

Akhirnya, dia mengajukan gugatan sengketa informasi kepada Komisi Informasi Publik (KIP)
Kalteng. Sidang perdana sengketa informasi ini pada Senin, (25/9/16).

Alfrid merasa perlu mendapatkan dokumen-dokumen itu untuk memastikan tindakan


perusahaan. Menurut dia, pencemaran itu merugikan banyak pihak. Ladang tercemar berat
bukan hanya miliknya. Ada sekitar 15 hektar milik tetangga mengalami hal serupa.

“Banyak gagal panen, di pinggir lahan saya juga rusak. Dulu, sebelum ada pertambangan, air
sungai aman konsumsi. Untuk keperluan lain seperti mandi dan mencuci. Sekarang setelah,
kami tak ada pilihan lain. Meski tercemar, tetap pakai air sungai. Untuk mandi meski
menimbulkan gatal-gatal,” ujar dia.

Mardiana, aktivis Perempuan Adat Bartim mengatakan, pencemaran dampak perusahaan


tambang juga berimbas pada beberapa desa lain, seperti Desa Amparibura, Lalap, Bahalang,
Bentot, Gunung Karasik, Janaman Sihui, Amparihawa, Patu betu, Putu Tabuluh, Tampa,
Ipumea dan Wuran.

“Kalau ada warga keberatan dengan limbah ke halaman rumah sampai ke teras, masuk sumur,
kolam karet, diintimidasi. Beberapa waktu lalu, ada satu orang dipukul empat anggota polisi.
Disana jika masyarakat berani menyuarakan keberatan selalu berhadapan dengan petugas
polisi dan tentara,” katanya.

Menanggapi ini, Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Kalteng Aryo Nugroho berharap,
jika gugatan sengketa informasi dikabulkan bisa mengetahui daya tampung dan dukung
lingkungan sampai ingga layak atau tidak. Kalau tak sesuai, perusahaan seharusnya tak bisa
beroperasi.

“Berkaitan dengan IPAL, untuk memulihkan limbah sebelum dibuang ke sungai, berdasarkan
cerita masyarakat, juga tak ada,” katanya.

Pemerintah dan aparat hukum terutama dinas terkait harus segera mendalami persoalan ini,
jangan sampai terlambat, ketika sudah ada korban baru ribut.

“Dengan ada persoalan ini seharusnya BLH tanggap dan cepat. Ini masalah serius. Kalau
berbicara soal limbah tambang memang tak sedikit menimbulkan korban. Terakhir di Gunung
Mas, ada bekas tambang tak direklamasi, jadi wisata Danau Biru, ada yang meninggal disana.
Jangan sampai warga jadi korban,” ucap Aryo.

Aryo mengingatkan, polisi maupun TNI tak berlebihan dalam mengamankan wilayah privat
perusahaan.
“Kalau dia masih merasa dir penegak hukum, wajib melindungi warga. Bukan sebaliknya.”

Menurut dia, masyarakat harus mendapatkan jaminan lingkungan sehat. “Sekarang lahan dan
ladang masyarakat menjadi korban. Air sudah tak layak, merusak kesehatan dan mata
pencaharian. Ini bencana ekologis serius, tak bisa disepelekan,” ujar dia.
Bercermin 2016, Benahi Kelola Lingkungan Tahun Ini
January 1, 2017 Della Syahni dan Sapariah Saturi, Jakarta Hutan

Plang segel KLHK yang dipaksa dicabut oleh sekelompok orang. Hingga
kini, penanganan kasus kebun sawit lahan warga kelolaan ‘bapak angkat’
perusahaan ini tak jelas. Foto: KLHK

Pemerintah berkomitmen memperhatikan aspek lingkungan dalam gerak pembangunan.


Antara lain, janji pembenahan tata kelola lingkungan seperti hutan dan lahan, sampai
penegakan hukum bagi pelanggar aturan. Selama 2016, mulai ada upaya baik dan
perkembangan positif, tetapi tak dipungkiri masih banyak catatan kelam.

Kalangan organisasi masyarakat sipil masih melihat, pemerintah lebih berpihak proyek
pembangunan, minim perhatian perlindungan fungsi lingkungan dan hak masyarakat atas
lingkungan baik dan sehat. Penegakan hukum lingkungan dan sumber daya alam belum
berjalan transparan, akuntabel dan sinergis antarinstitusi.

Indonesia Center For Environmental Law (ICEL) punya catatan soal kebijakan pemerintah
selama 2016. Raynaldo Sembiring, peneliti ICEL mengatakan, catatan ICEL, ada beberapa
hal positif hukum perlindungan lingkungan seperti gugatan nelayan dan organisasi lingkungan
menang atas SK Gubernur Jakarta tentang izin pelaksanaan Pulau G. Juga putusan PTUN
Bandung mencabut izin pembuangan limbah cair (IPLC) oleh Bupati Sumedang kepada tiga
perusahaan.

Lalu, gugatan nelayan terhadap reklamasi Pulau G dikuatkan gugatan Komite Gabungan
Pantai Utara Jakarta menyatakan reklamasi Pulau G harus dihentikan.
Catatan positif lain saat Agustus Pengadilan Tinggi Palembang membatalkan putusan
pengadilan tingkat pertama dan memenangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan atas PT. Bumi Mekar Hijau dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla)
2014.

Kanal dibuat menoreh gambut dalam di Ogan Komering Ilir, Sumsel. Lahan
gambut bekas terbakar yang izin pelepasan hutan buat tebu ini malah
ditanami sawit. Foto: Humas KLHK

Pada November Mahkamah Agung mencatat sejarah putusan ganti rugi lingkungan terbesar
kepada PT. Merbau Pelalawan Lestari (MPL) Rp16,2 triliun karena merusak hutan.

Meskipun begitu, sederet catatan negatif menjadi perhatian ICEl. Mulai penerbitan Perpres
No.18 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah,
penghentian penyidikan perkara karhutla terhadap 15 korporasi oleh Polda Riau. Juga,
kebijakan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan melanjutkan kembali reklamasi Pulau
G dan pembatalan putusan PTUN Jakarta— memberlakukan kembali SK Gubernur Jakarta
tentang izin reklamasi Pulau G.
“Terbitnya SP3 dan dua putusan ini menimbulkan reaksi keras dari nelayan dan pemerhati
lingkungan, ” kata Dodo, panggilan akrabnya.

Pada Oktober, MA mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali warga Rembang dan


membatalkan izin lingkungan PT. Semen Indonesia. “Namun euphoria kemenangan diciderai
kebijakan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.”

Kebakaran hutan dan lahan sebagai bentuk tata kelola lingkungan yang
buruk.
Tata kelola hutan dan lahan

Dia juga bertanya-tanya soal capaian Inpres No 11/2015 tentang peningkatan pengendalian
karhutla. Dodo menyoroti kejelasan target dan capaian terukur. Banyak tindakan responsif,
katanya, namun pencegahan seperti pengawasan kepatuhan perusahaan terhadap upaya
pencegahan dan kesiapan hadapi karhutla, masih belum terlihat.

Belum lagi, kebijakan satu peta dan evaluasi izin berbasis lahan tak lagi terdengar. Janji
pemerintah, mendesak pelaku usaha memulihkan ekosistem terbakar tetapi hingga kini juga
tak jelas.

“Sementara keringat dan pengorbanan petugas lapangan dan anggaran banyak terkuras.”
Kritikan keras lain ICEl soal UU Perkelapasawitan, dinilai tak penting dibahas terlebih begitu
bamyak pekerjaan rumah DPR terkait tata kelola hutan dan lahan, seperti RUU Pertanahan,
RUU Konservasi Sumber Daya Alam, RUU Masyarakat Hukum Adat, dan lain-lain.

“Masih banyak agenda lama belum tuntas, malah muncul RUU Perkelapasawitan. Menurut
kami, sama sekali tak perlu diatur,” kata Direktur Eksekutif ICEL, Henri Subagiyo.

Menurut ICEL, UU ini tak urgen karena pemanfaatan sawit di Indonesia, sebagai sumber
pangan masih terbentur masalah lingkungan dan lahan. Masih banyak perusahaan tak patuh
penanaman berkelanjutan. “Ini kurang diawasi pemerintah.”

Dari segi lingkungan, pembukaan lahan dengan cara bakar masih jadi pilihan karena
dianggap murah dan efisien. Padahal, pembakaran jelas penyumbang emisi utama dari
Indonesia.Belum lagi, katanya, penerimaan perpajakan dari sawit makin menurun,
pembahasan RUU ini pun makin tak relevan.

Menurut Henri, RUU ini bermasalah dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum
karena berbenturan dengan UU lain. “Dari 17 bab yang diatur dalam RUU, 13 bab sudah
diatur dan hanya merupakan pengulangan UU Perkebunan.”

Dengan kata lain, RUU justru hanya menfasilitasi kemudahan untuk pelaku usaha sawit dalam
menanam modal maupun perluasan lahan.

Sorotan ICEL lain soal realisasi capaian target perhutanan sosial, hingga November 2016 baru
1,6 juta hektar hutan sosial ditetapkan dari 12, juta hektar target.

“Realisasi izin masih sangat jauh dari target,” kata Dodo.


Aktivitas PT Merbau Pelalawan Lestari. Foto: Eyes on the Forest

Untuk pencemaran , ICEL menilai keberhasilan rencana strategis KLHK dalam pengendalian
pencemaran air, kurang ambisius. “Hanya fokus pada 15 dari 81 sumber air DAS yang
berstatus tercemar.”

Pada 2016, merupakan tahun kedua realisasi rencana strategis pengendalian pencemaran air,
hingga akhir tahun belum satupun daya tampung beban pencemaran dan alokasi beban pada
15 sungai ditetapkan.

“Ujung-ujungnya tak jelas. Perizinan pembuangan limbah harus berbasis daya tampung dan
daya dukung lingkungan.”

Upaya penegakan hukum kasus karhutla, juga belum menyentuh kerugian akibat pencemaran
udara, masih dominan aspek kerusakan lahan. Kerugian masyarakat, seperti ISPA atau
kegiatan sekolah dibiarkan tanpa pertanggungjawaban. “Banyak kasus pencemaran masih
sedikit yang mempertimbangkan dampak kesehatan publik,” katanya.

Perihal proyek PLTU batubara, juga menjadi sorotan penting karena terus menimbulkan
keresahan masyarakat seperti di Desa Celukan Bawang, Buleleng, Bali, menderita batuk,
mual dan pusing akibat debu PLTU Celukan. Warga Dukuh Sekuping, Jepara, terganggu debu
dan kebisingan PLTU Tanjung Pati. Petani, nelayan Desa Mekarsari dan Patrol, Indramayu,
merasa hasil kerja menurun karena PLTU.

“Masih ada 100 lebih PLTU lain kemungkinan besar menimbulkan dampak buruk serupa
yang terjadi karena tak ada pengkajian ulang baku mutu emisi dari PLTU.”

Serupa bisa terjadi dengan PLTSa (sampah). Dalam Perpres No 18 tahun 2016, pembangunan
PLTSa bisa mulai sebelum Surat Kelayakan Lingkungan Hidup dan izin lingkungan terbit.

“Artinya ketika kelayakan lingkungan masih dalam penilaian, konstruksi fisik dapat dimulai.”
Lubang tambang batubara di Kalimantan Timur yang sejak 2011 hingga
kini telah menelan korban 24 anak. Foto: Jatam Kaltim

Kilas balik 2016


Mongabay sendiri merekam sebagian momen-momen penting lingkungan pada 2016. Dari
kebijakan pemerintah, putusan pengadilan, sampai peristiwa-peristiwa dari lapangan. Berikut
beberapa petikan:
BRG terbentuk
Awal tahun, momen penting bagi Indonesia lewat pembentukan Badan Restorasi
Gambut. Nazir Foead, didapuk sebagai kepala setelah Presiden Joko Widodo, mengeluarkan
Peraturan Presiden pada 6 Januari 2016. Badan ini mendapat mandat merestorasi lahan
gambut sekitar 2 juta hektaran.
Janji moratorium sawit dan tambang
Pada 4 April 2016, Presiden Joko Widodo sedang di Kepulauan Seribu melakukan
pelepasliaran satwa. Dalam pidato dia menyampaikan kabar baik akam ada moratorium
sawit dan tambang batubara. Pengumuman ini membuka harapan baru perbaikan tata
kelola, sayangnya hingga akhir tahun, rencana itu masih baru bahasan alias belum terealisasi.
Tambang batubara
Tambang batubara, dari tahun ke tahun, termasuk 2016, masih memberikan sumbangan
masalah besar, dari kerusakan lingkungan, konflik sosial, ruang hidup warga hilang sampai
puluhan korban berjatuhan di lubang tambang yang ditinggalkan begitu saja. Kondisi di
Kaltim, hanya salah satu potret.
IPOP bubar, susun penguatan ISPO
Pada Juli 2016, sebuah komitmen para perusahaan sawit yang berusaha berkelanjutan
dan memperhatikan sosial masyarakat, tergabung dalam IPOP membubarkan diri setelah
mendapat tekanan dari berbagai kalangan, terutama Kementerian Pertanian dan DPR. Sejalan
dengan itu, pemerintah berjanji akan memperbaiki standar berkelanjutan sawit Indonesia,
ISPO, yang masih lemah. Kini, perbaikan standar ISPO masih berlanjut.
SP3 karhutla perusahaan
Polda Riau, Juli 2016, mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3)
untuk 15 perusahaan yang mengalami kebakaran pada konsesi mereka. Ada yang
menyebutkan, penghentian penyidikan sejak Januari dan diumumkan Maret lalu. Jaringan
Masyarakat Gambut Riau (JMGR) dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia
(PBHI) pun melaporkan masalah ini ke Kompolnas, Selasa (2/8/16). Kapolri sampai
mengeluarkan aturan polisi di daerah tak boleh keluarkan SP3 buat perusahaan. DPR pun
sampai memberikan panitia kerja bahas SP3 ini.
Ma’ani (40 ) dengan bayinya (6 bulan) di depan rumah yang ditutupi kain
tebal untuk melindungi mereka dari debu batubara PLTU di dekatnya,
Cilacap Jawa Tengah. Salah satu anaknya, Juniko Ade Putra meninggal
pada usia 2,5 tahun Juni 2011 dari penyakit pernapasan diyakini karena
debu batubara. Foto: dokumentasi Greenpeace/Kemal Jufri
Sawit babat hutan alam
Sebuah laporan dari beberapa organisasi masyarakat sipil memperlihatkan kalau PT
Korindo di Papua dan Maluku Utara, masih membabat hutan alam yang ada di konsesi
mereka.
Petugas KLHK Disandera
Ini cerita sungguh miris. Kala aparat Penegakan Hukum KLHK akan melakukan
penyelidikan ke kebun sawit di lahan gambut yang terbakar, dan mereka ingin
menyegel kebun itu, malah kena sandera selama beberapa jam. Massa yang mengaku
punya lahan protes dengan penyegelan, memaksa petugas menghapus semua dokumentasi.
Lahan gambut itu diklaim punya warga tetapi yang mengelola dan menanam sawit
perusahaan atas nama ‘bapak angkat’. Kasus penyanderaan sampai kebakaran lahannya pun
tak jelas hingga kini.
Pembangkit batubara
Batubara tak hanya bermasalah di hulu, juga hilir, tempat hasil tambang itu
digunakan, salah satu di PLTU. Kala pemerintah bikin komitmen tinggi kurangi emisi
karbon, kebijkan energi listrik malah bertumpu batubara. PLTU banyak dibangun, dari proyek
35.000 MW, sekitar 60% pembangkit batubara. Di lapangan, pembangkit ini menimbulkan
banyak masalah, dari polusi udara, air, ganggu ikan nelayan, sampai konflik lahan dan lain-
lain. Mengapa pemerintah tak seriusi bangun energi terbarukan yang begitu kaya di negeri
ini?
Banjir parah Garut
Bencana banjir dan longsor terus terjadi di berbagai daerah, salah satu yang menelan
korban banyak di Garut, puluhan orang tewas. Rumah, jalan dan infrastruktur lain hancur.
Banjir bandang ini disebut dampak dari kerusakan lingkungan seperti kerusakan di DAS
Cimanuk.
Konflik selesai
Satu kabar baik soal penyelesaian konflik antara masyarakat Suku Anak Dalam dengan
perusahaan HTI di Jambi. Setelah warga terusir, ada pembahasan dan upaya penyelesaian,
akhirnya, mereka mendapatkan wilayah kelola.
Warga Rembang menang
Hari bahagia bagi warga Rembang juga pengunungan Kendeng, karena Mahkamah
Agung memenangkan Peninjauan Kembali warga Rembang. MA memerintahkan
pencabutan izin lingkungan PT Semen Indonesia yang mau menambang dan bikin pabrik
semen. Sayangnya, hingga kini belum ada kejelasan soal eksekusi putusan MA, pembangunan
pabrik jalan terus. Malah Gubernur Jateng, bikin izin lingkungan baru, sambal kukuh kalah
bilang itu hanya addendum.
Gugatan informasi
Tahun ini juga kemenangan banyak memihak organisasi masyarakat sipil seperti Forest
Watch Indonesia, ICEL, dan Greenpeace, termasuk kasus-kasus di daerah atas gugatan kasus
informasi hingga pemerintah harus membuka data. Teranyar, Greenpeace memang
gugatan sengketa informasi, di tingkat I dan II (pemerintah banding).
Kebakaran di lahan PT Berkat Cipta Abadi (Korindo Group) pada 26 March
2013. ©Ardiles Rante/Greenpeace
Ratifikasi perjanjian Paris
Setelah sekitar 1,5 jam menanti dari jadwal, sekitar pukul 11.33, akhirnya, rapat paripurna
pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Perjanjian Paris untuk Perubahan Iklim,
dibuka pada Rabu (19/10/16). Pemberitahuan lewat pengeras suara menyebutkan, sudah
ada tanda tangan 314 anggota DPR, hingga rapat kuorum dan bisa mulai.
KLHK menang pengadilan
Pada November, kabar baik juga datang dari Mahkamah Agung atas kemenangan terbesar
sepanjang sejarah penegakan hukum. KLHK menang gugatan Rp16 triliunan atas
perusahaan kayu yang merusak hutan.
Menang arbitrase internasional
Kabar bahagia bagi lingkungan hidup hadir di penghujung tahun. Pada Desember 2016,
Indonesia menang kali pertama di pengadilan abritase internasional melawan perusahaan
tambang asing yang beroperasi di Kalimantan Timur. Kado indah di akhir tahun.
PP Gambut
Kabar baik di penghujung tahun dengan penandatanganan revisi PP Gambut, oleh
Presiden.Berbagai kalangan menilai, aturan ini lumayan bagus dan lebih kuat dari
sebelumnya kalau bisa dilaksanakan dengan baik.
Hutan adat
Kabar baik lagi baru datang beberapa hari ini dari masyarakat adat. Di penghujung
tahun, Kementeria Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menandatangani delapan penetapan SK
Hutan Adat dan mengeluarkan satu hutan adat (Pandumaan-Sipituhuta di Humbahas) dari
konsesi perusahaan. Kado manis di akhir tahun…

Persawahan dengan latar belakang hutan adat Serampas nan lebat dan
terjaga. Foto: Elviza Diana
Harapan 2017

Lantas bagaimana harapan 2017? ICEL berharap, kata Henri, ada strategi arah kebijakan
lingkungan oleh pemerintah mulai dari legislasi hingga pelaksanan.

“Hentikan pembahasan RUU Perkelapasawitan, lanjutkan PR lama legislatif. Kalau kita terus
genjot sawit, ia akan terus haus lahan dan terjadi konflik dimana-mana,” katanya.
Dari segi implementasi, katanya, pemerintah harus mengkaji ulang semua target, misal,
percepatan infrastruktur 2019. “Jika kebijakan fundamental belum siap tak ada salahnya
mundur.”

Soal penegakan hukum, pemerintah perlu menuntaskan kasus karhutla dengan menggeser
paradigma dari hilir ke hulu. Yakni, dengan memeberikan tindakan tegas terhadap semua
pemberi izin yang melanggar.

Selain itu, perlu pembenahan kelembagaan, sinergi antara KLHK, Kejaksaan, dan Kepolisian.
Kalau hanya satu institusi dalam penegakan hukum cenderung lemah karena tak
ada backup institusi la
Dampak Lingkungan Akibat Lahan Penambangan Batubara Di
Daerah Kalimantan Selatan

1. 1. KELOMPOK 1 Dampak Lingkungan akibat Lahan Penambangan


Batu Bara di daerah Kalimantan Selatan NEXT
2. 2. - Heru Nur Solih - Lia Novita Pratiwi - Dinda Khaerunnisa - Farhan
Luqmanul Hakim Disusun oleh : - Anisa Ramadhanti - Arvina Lutfiana
3. 3. BAB I PENDAHULUAN BAB III METODOLOGI BAB V PENUTUP BAB
II KAJIAN TEORITIK BAB IV PEMBAHASAN LAMPIRAN MAIN MENU
4. 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan
salah satu daerah penghasil tambang batu bara terbesar di dunia.
Salah satu daerah penghasil tambang terbesar di Indonesia adalah
Kalimantan Selatan. Pertumbuhan tambang di Kalimantan Selatan
sendiri semakin pesat karena semakin banyak lahan tambang baru
yang ditemukan. Namun pertumbuhan yang pesat tidak diseimbangi
dengan pengelolaan yang baik oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Kurangnya sosialisasi tentang pengelolaan
tambang dengan baik, menyebabkan banyak dampak buruk yang
dihasilkan terhadap lingkungan. Walaupun sekarang tidak terlalu
terasa, namun beberapa tahun lagi dampak pengelolaan tambang
yang salah bisa mengganggu stabilitas ekosistem. Perlunya usaha-
usaha yang dilakukan dari sekarang untuk mengatasi pengelolaan
tambang yang salah. Mulai dari sosialisasi sampai tindakan nyata.
Sehingga diharap keseimbangan alam akan terjaga. Setiap kegiatan
penambangan baik itu penambangan Batu bara, Nikel dan Marmer
serta lainnya pasti menimbulkan dampak positif dan negatif bagi
lingkungan sekitarnya. Dampak positifnya adalah meningkatnya
devisa negaradan pendapatan asli daerah serta menampung tenaga
kerja sedangkan dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat
dikelompokan dalam bentuk kerusakan permukaan bumi, ampas
buangan (tailing), kebisingan, polusi udara, menurunnya permukaan
bumi (land subsidence), dan kerusakan karena transportasi alat dan
pengangkut berat.
5. 5. Karena begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan penambangan maka perlu kesadaran kita terhadap
lingkungan sehingga dapat memenuhi standar lingkungan agar dapat
diterima pasar. Apalagi kebanyakan komoditi hasil tambang
biasanya dijual dalam bentuk bahan mentah sehingga harus hati-hati
dalam pengelolaannya karena bila para pemakai mengetahui bahan
mentah yang dibeli mencemari lingkungan, maka dapat dirasakan
tamparannya terhadap industri penambangan kita. Sementara itu,
harus diketahui pula bahwa pengelolaan sumber daya alam hasil
penambangan adalah untuk kemakmuran rakyat. Salah satu caranya
adalah dengan pengembangan wilayah atau community
development. Perusahaan pertambangan wajib ikut.
mengembangkan wilayah sekitar lokasi tambang termasuk yang
berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia. Karena
hasil tambang suatu saat akan habis maka penglolaan kegiatan
penambangan sangat penting dan tidak boleh terjadi kesalahan. 1.2
Rumusan Masalah 1. Bagaimana dampak lahan penambangan
batubara yang terbengkalai terhadap lingkungan? 2. Apa saja usaha-
usaha yang dapat mengurangi dampak lahan pertambangan terhadap
lingkungan ? 3.Apa solusi terhadap penambangan batu bara yang
berlebih di daerah Kalimantan Selatan ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui dampak lahan penambangan batubara yang terbengkalai
terhadap lingkungan. 2. Mengetahui usaha-usaha yang dapat
mengurangi dampak lahan pertambangan yang terbengkalai 3.
Mengetahui solusi-solusi bagi penambangan batu bara. MAIN MENU
6. 6. BAB II KAJIAN TEORITIK Pengertian Batu Bara Batu bara adalah
salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen
dan oksigen.Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki
sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam
berbagai bentuk. Jenis Batu Bara Berdasarkan tingkat proses
pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu,
batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus,
sub-bituminus, lignit dan gambut. A. Antrasit adalah kelas batu bara
tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik,
mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air
kurang dari 8%. B. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C)
dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling
banyak ditambang di Australia. C. Sub-bituminus mengandung sedikit
karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas
yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus. D. Lignit atau
batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya. E. Gambut, berpori dan
memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
7. 7. Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu
bara disebut dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara
ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni: • Tahap Diagenetik
atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan
biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi)
dan kompaksi material organik serta membentuk gambut. • Tahap
Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit
menjadi bituminus dan akhirnya antrasit. MAIN MENU
8. 8. BAB III METODOLOGI Dalam melakukan penelitian ini faktor
metodologi memegang peranan penting guna mendapatkan data
yang obyektif, valid dan akurat selanjutnya digunakan untuk
memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan. Jadi pengertian
metode adalah salah satu cara yang digunakan ketika mencapai
suatu tujuan dengan menggunakan teknik tertentu untuk
memperoleh suatu keberhasilan dalam penelitian maka harus
dilaksanakan dengan menggunakan metodologi yang tepat, istimewa
dan tujuan mengadakan penelitian berdasarkan fakta- fakta yang
ada untuk menguji kebenaran sesuatu secara ilmiah Maka dengan
demikian memecahkan metodologi sangat diperlukan dalam rangka
mengumpulkan data untuk memecahkan suatu masalah sehingga
dapat menyusun laporan ini yang dapat dipertanggung jawabkan
9. 9. . Untuk itu dalam penelitian ini penulis menetapkan langkah-
langkah sebagai berikut : • Waktu penelitian Kami melakukan
penelitian pada tanggal 8 November 2014 sampai dengan tanggal 15
November 2014. • Tempat penelitian observasi atau pengamatan di
tujukan pada daerah Kalimantan namun karena keterbatasan jarak
dan waktu maka kami melakukan penelitian di lingkungan SMA N 1
TEGAL. • Objek penelitian Objek penelitian makalah ini tepatnya di
daerah kalimantan selatan yaitu lahan batu bara yang terbengkalai. •
Sumber data Karena keterbatasan jarak dan ruang maka dalam
membuat makalah ini kami menggunakan berbagai sumber media
cetak, informasi, dan internet sebagai sumber data yang tersedia. •
Alat dan tekhnik Dalam menyusun makalah ini kelompok kami
menggunakan berbagai alat atau media untuk mempermudah
pekerjaan kami dengan mempertimbangkan isinya yaitu melalui
handpone, laptop, dan sumber- sumber buku. MAIN MENU
10. 10. BAB IV PEMBAHASAN A.Dampak Penambangan Batu Bara
bagi lingkungan Dampak Negatif yang ditimbulkan dari kegiatan
pertambangan adalah masalah lingkungan dan dapat diuraikan
sebagai berikut : Pertama, usaha pertambangan dapat menimbulkan
berbagai macam gangguan antara lain; pencemaran akibat debu dan
asap yang mengotori udara dan air, limbah air, tailing serta buangan
tambang yang mengandung zat-zat beracun. Gangguan juga berupa
suara bising dari berbagai alat berat, suara ledakan eksplosive
(bahan peledak) dan gangguan lainnya; Kedua, pertambangan yang
dilakukan tanpa mengindahkan keselamatan kerja dan kondisi
geologi lapangan, dapat menimbulkan tanah longsor, ledakan
tambang, keruntuhan tambang dan gempa.
11. 11. Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia,
Pertambangan batubara juga telah menimbulkan dampak kerusakan
lingkungan hidup yang cukup besar, baik itu air, tanah, Udara, dan
hutan, Air . Penambangan Batubara secara langsung menyebabkan
pencemaran antara lain ; 1. Pencemaran air, Permukaan batubara
yang mengandung pirit (besi sulfide) berinteraksi dengan air
menghasilkan Asam sulfat yang tinggi sehingga terbunuhnya ikan-
ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang sensitive terhadap
perubahan pH yang drastis. Batubara yang mengandung uranium
dalam konsentrasi rendah, torium, dan isotop radioaktif yang
terbentuk secara alami yang jika dibuang akan mengakibatkan
kontaminasi radioaktif. Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung
dalam konsentrasi rendah, namun akan memberi dampak signifikan
jika dibung ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi merkuri ke
lingkungan terkonsentrasi karena terus menerus berpindah melalui
rantai makan dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang merupakan
senyawa berbahaya dan membahayakan manusia. Terutama ketika
mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi merkuri. 2.
Pencemaran udara Polusi/pencemaran udara yang kronis sangat
berbahaya bagi kesehatan. Menurut logika udara kotor pasti
mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam
merangsang penyakit pernafasan seperti influensa,bronchitis dan
pneumonia serta penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.
3. Pencemaran Tanah Penambangan batubara dapat merusak
vegetasi yang ada, menghancurkan profil tanah genetic,
menggantikan profil tanah genetic, menghancurkan satwa liar dan
habitatnya, degradasi kualitas udara, mengubah pemanfaatan lahan
dan hingga pada batas tertentu dapat megubah topografi umum
daerah penambangan secara permanen. Disamping itu,
penambangan batubara juga menghasilkan gas metana, gas ini
mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi gas metana
yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, memberikan kontribusi
sebesar 10,5% pada emisi gas rumah kaca.
Dampak Pertambangan Batu Bara Terhadap
Lingkungan Sekitar

TUGAS MAKALAH

TENTANG

KEADAAN LINGKUNGAN DI SEKITAR AREA PERTAMBANGAN BATU BARA

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH :

GEOGRAFI LINGKUNGAN DAN SUMBER DAYA

YANG DI ASUH OLEH :

ELLYN NORMELANI,M.Pd.

DI SUSUN OLEH :

RINI RAHMIATI

A1A510231

A / 2010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2011 / 2012

DAMPAK PENAMBANGAN BATUBARA TERHADAP LINGKUNGAN

DAMPAK PENAMBANGAN BATUBARA PADA LINGKUNGAN

Batubara merupakan salah satu bahan galian strategis yang sekaligus menjadi sumber

daya energy yang sangat besar. Indonesia pada tahun 2006 mampu memproduksi batu bara

sebesar 162 juta ton dan 120 juta ton diantaranya diekspor. Sementara itu sekitar 29 juta ton

diekspor ke Jepang. indonesia memiliki cadangan batubara yang tersebar di Pulau Kalimantan
dan Pulau Sumatera, sedangkan dalam jumlah kecil, batu bara berada di Jawa Barat, Jawa

Tengah, Papua dan Sulawesi. Sedangkan rumus empirik batubara untuk jenis bituminous

adalah C137H97O9NS, sedangkan untuk antrasit adalah C240H90O4NS.

Indonesia memiliki cadangan batu bara yang sangat besar dan menduduki posisi ke-4

di dunia sebagai negara pengekspor batubara. Di masa yang akan datang batubara menjadi

salah satu sumber energi alternatif potensial untuk menggantikan potensi minyak dan gas

bumi yang semakin menipis. Pengembangan pengusahaan pertambangan batubara secara

ekonomis telah mendatangkan hasil yang cukup besar, baik sebagai pemenuhan kebutuhan

dalam negeri maupun sebagai sumber devisa.

Bersamaan dengan itu, eksploitasi besar-besaran terhadap batubara secara ekologis

sangat memprihatinkan karena menimbulkan dampak yang mengancam kelestarian fungsi

lingkungan hidup dan menghambat terselenggaranya sustainable eco-development. Untuk

memberikan perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup, maka kebijakan

hukum pidana sebagai penunjang ditaatinya norma-norma hukum administrasi ladministrative

penal law) merupakan salah satu kebijakan yang perlu mendapat perhatian, karena pada

tataran implementasinya sangat tergantung pada hukum administrasi. Diskresi luas yang

dimiliki pejabat administratif serta pemahaman sempit terhadap fungsi hukum pidana sebagai

ultimum remedium dalam penanggulangan pencemaran dardatau perusakan lingkungan hidup,

seringkali menjadi kendala dalam penegakan norma-norma hukum lingkungan. Akibatnya,

ketidaksinkronan berbagai peraturan perundang-undangan yang disebabkan tumpang tindih

kepentingan antar sektor mewarnai berbagai kebijakan di bidang pengelolaan lingkungan


hidup. Bertitik tolak dari kondisi di atas, maka selain urgennya sinkronisasi kebijakan hukum

pidana, diperlukan pula pemberdayaan upaya-upaya lain untuk mengatasi kelemahan

penggunaan sarana hukum pidana, dalam rangka memberikan perlindungan terhadap

kelestarian fungsi lingkungan hidup dan korban yang timbul akibat degradasi fungsi

lingkungan hidup.

 Jenis Batubara

Jenis dan kualitas batubara tergantung pada tekanan, panas dan waktu terbentuknya

batubara. Berdasarkan hal tersebut, maka batubara dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis

batubara, diantaranya adalah antrasit, bituminus, sub bituminus, lignit dan gambut.

1. Antrasit merupakan jenis batubara dengan kualitas terbaik, batubara jenis ini mempunyai

ciri-ciri warna hitam metalik, mengandung unsur karbon antara 86%-98% dan mempunyai

kandungan air kurang dari 8%.

2. Bituminus merupakan batubara dengan kualitas kedua, batubara jenis ini mempunyai

kandungan karbon 68%-86% serta kadar air antara 8%-10%. Batubara jenis ini banyak

dijumpai di Australia.

3. Sub Bituminus merupakan jenis batubara dengan kualitas ketiga, batubara ini mempunyai

ciri kandungan karbonnya sedikit dan mengandung banyak air.

4. Lignit merupupakan batubara dengan kwalitas keempat, batubara jenis ini mempunyai

cirri memiliki warna muda coklat, sangat lunak dan memiliki kadar air 35%-75%.

5. Gambut merupakan jenis batubara dengan kwalitas terendah, batubara ini memiliki ciri

berpori dan kadar air diatas 75%.


 Metode Penambangan Batubara

Kegiatan pertambangan batubara merupakan kegiatan eksploitasi

sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dan umumnya membutuhkan

investasi yang besar terutama untuk membangun fasilitas infrastruktur.

Karakteristik yang penting dalam pertambangan batubara ini adalah bahwa pasar dan

harga sumberdaya batubara ini yang sangat prospektif menyebabkan industri

pertambangan batubara dioperasikan pada tingkat resiko yang tinggi baik

dari segi aspek fisik, perdagangan, sosial ekonomi maupun aspek politik.

Kegiatan penambangan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan dua

metode yaitu (Sitorus, 2000) :

1. Penambangan permukaan (surface/ shallow mining) , meliputi tambang terbuka

penambangan dalam jalur dan penambangan hidrolik.

2. Penambangan dalam (subsurfarcel deep mining).

Kegiatan penambangan terbuka (open mining) dapat mengakibatkan gangguan seperti

a. Menimbulkan lubang besar pada tanah.

b. Penurunan muka tanah atau terbentuknya cekungan pada sisa bahan galian yang

dikembalikan ke dalam lubang galian.

c. Bahan galian tambang apabila di tumpuk atau disimpan pada stock fliling dapat

mengakibatkan bahaya longsor dan senyawa beracun dapat tercuci ke daerah hilir.
d. Mengganggu proses penanaman kembali reklamasi pada galian tambang

yang ditutupi kembali atau yang ditelantarkan terutama bila terdapat

bahan beracun, kurang bahan organiklhumus atau unsur hara telah tercuci .

Sistem penambangan batubara yang sering diterapkan oleh perusahaan-

perusahaan yang beroperasi adalah sistem

tambang terbuka (Open Cut Mining) . Penambangan batubara dengan sistem

tambang terbuka dilakukan dengan membuat jenjang (Bench) sehingga

terbentuk lokasi penambangan yang sesuai dengan kebutuhan penambangan.

Metode penggalian dilakukan dengan cara membuat jenjang serta membuang

dan menimbun kembali lapisan penutup dengan cara back filling per blok

penambangan serta menyesuaikan kondisi penyebaran deposit sumberdaya

mineral, (Suhala eta/., 1995).

Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi.

Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena

jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah

konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai

dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat

agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya

adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke

processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah

sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem

hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan

lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.
 Pengangkutan Batu Bara
Cara pengangkutan batu bara ke tempat batu bara
tersebut akan digunakan tergantung pada jaraknya.
Untuk jarak dekat, batu bara umumnya diangkut
dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk
jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri,
batu bara diangkut dengan menggunakan kereta api
atau tongkang atau dengan alternatif lain dimana batu
bara dicampur dengan air untuk membentuk bubur
batu dan diangkut melalui jaringan pipa.
Kapal laut umumnya digunakan untuk
pengakutan internasional dalam ukuran berkisar dari
Handymax (40-60,000 DWT), Panamax (about 60-
80,000 DWT) sampai kapal berukuran Capesize
(sekitar 80,000+ DWT). Sekitar 700 juta ton (Jt) batu
bara diperdagangkan secara internasional pada tahun
2003 dan sekitar 90% dari jumlah tersebut diangkut
melalui laut.
Pengangkutan batu bara dapat sangat mahal –
dalam beberapa kasus, pengangkutan batu bara
mencapai lebih dari 70% dari biaya pengiriman batu
bara. Tindakan-tindakan pengamanan diambil di setiap
tahapan pengangkutan dan penyimpan batu bara untuk
mengurangi dampak terhadap lingkungan hidup.
 Keselamatan pada Tambang Batu Bara
Industri batu bara sangat memperhatikan
masalah keselamatan. Tambang batu bara bawah tanah
yang dalam memiliki risiko keselamatan yang lebih
tinggi daripada batu bara yang ditambang pada
tambang terbuka. Meskipun demikian, tambang batu
bara moderen memliki prosedur keselamatan standar
kesehatan dan keselamatan serta pendidikan dan
pelatihan pekerja yang sangat ketat, yang mengarah
pada peningkatan yang penting dalam tingkat
keselamatan baik di tambang bawah tanah maupun
tambang terbuka (lihat grafik pada halaman 11 untuk
perbandingan tingkat keselamatan di tambang batu
bara AS dengan sektor-sektor industri lainnya).
Masih ada masalah dalam industri batu bara.
Kecelakaan dan korban jiwa dalam tambang batu bara
paling banyak terjadi di Cina. Sebagian besar
kecelakaan terjadi di tambang-tambang yang terdapat
di kota kecil dan desa, yang seringkali beroperasi
secara tidak sah dimana teknik penambangannya
merupakan tambang padat karya dan menggunakan
peralatan yang sangat sederhana. Pemerintah Cina
telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan
tingkat keselamatan, termasuk penutupan paksa
tambang-tambang kecil dan tambang-tambang yang
tidak memenuhi standar keselamatan.
 Kerusakan Lingkungan dan kaitannya dengan
pertambangan
Pertambangan adalah suatu kegiatan mencari,
menggali, mengolah, memanfaatkan dan menjual hasil
dari bahan galian berupa mineral, batu bara, panas
bumi dan minyak dan gas.Seharusnya kegiatan
pertambangan memanfaatkan sumberdaya alam
dengan berwawasan lingkungan, agar kelestarian
lingkungan hidup tetap terjaga.
Kegiatan penambangan khususnya Batubara dan
lain-lain dikenal sebagai kegiatan yang dapat merubah
permukaan bumi. Karena itu, penambangan sering
dikaitkan dengan kerusakan lingkungan. Walaupun
pernyataan ini tidak selamanya benar, patut diakui
bahwa banyak sekali kegiatan penambangan yang
dapat menimbulkan kerusakan di tempat
penambangannya.
Akan tetapi, perlu diingat pula bahwa dilain
pihak kualitas lingkungan di tempat penambangan
meningkat dengan tajam. Bukan saja menyangkut
kualitas hidup manusia yang berada di lingkungan
tempat penambangan itu, namun juga alam sekitar
menjadi tertata lebih baik, dengan kelengkapan
infrastrukturnya. Karena itu kegiatan penambangan
dapat menjadi daya tarik, sehingga penduduk banyak
yang berpindah mendekati lokasi penambangan
tersebut. Sering pula dikatakan bahwa bahwa kegiatan
penambangan telah menjadi lokomotif pembangunan
di daerah tersebut.
Akan tetapi, tidaklah mudah menepis kesan
bahwa penambangan dapat menimbulkan dampat
negatif terhadap lingkungan. Terlebih-lebih
penambangan yang hanya mementingkan laba, yang
tidak menyisihkan dana yang cukup untuk memuliakan
lingkungannya.
Hal ini dapat dipahami jika disadari bahwa
infestasi telah menelan banyak biaya, yang bila
semuanya dihitung dengan harga dana, yaitu bunga
pinjaman, maka faktor yang paling mudah dihapuskan
adalah faktor lingkungan. Kesadaran manusia untuk
meningkatakan kualitas lingkungan dan
memperhitungkannya sebagai baya dalam kegiatan
tersebut, atau dikenal sebagai Internasionalisasi biaya
eksternal, menyebabkan perhitungan cost-benefit suatu
penambangan berubah. Dalam hal ini, faktor harga
komoditas mineral sangat penting, tetapi lebih penting
lagi pergeseran cut off grade, yaitu pada tingkat mana
suatu jebakan mineral dapat disebut ekonomis. Upaya
lanjutan adalah penelitian untuk meningkatkan
teknologi proses.
Dampak negatif yang ditimbulkan kegiatan
penambangan berskala besar, baik dalam ukuran
teknologi maupun investasi, dapat berukuran besar
pula. Namun pengendaliannya lebih memungkinkan
ketimbang pertambangan yang menggunakan
teknologi yang tidak memadai apalagi danannya
terbatas.
Memang pada kenyataannya, perubahan
permukaan bumi yang disebabkan oleh kegiatan
penambangan terbuka dapat mempengaruhi
keseimbangan lingkungan. Hal ini disebabkan kerena
dengan mengambil mineral seperti Mangan tubuh
tanah atau soil harus dikupas sehingga hilanglah media
untuk tumbuh tumbuhan dan pada akhirnya merusak
keanekaragaman hayati yang ada di permukaan tanah
yang memerlukan waktu ribuan tahun untuk proses
pembentukannya.
Di samping pengupasan tubuh tanah atau soil
dan bopeng-bopengnya permukaan bumi,
penambangan juga menghasikan gerusan batu, mulai
dari yang kasar sampai yang halus yang merupakan
sisa atau ampas buangan disebut Tailing. Dan biasanya
selalu menggunung di lokasi penambangan atau
dibuang ke sungai sehingga menyebabkan banjir dan
sungai mengalami kedangkalan. Selain itu juga bisa
berakibat pada pencemaran sungai yang menyebabkan
ekosistem sungai bisa terganggu. Manusia yang
ditinggal disekitar sungai juga akan terkena dampak
dari pencemaran ini.
Dampak Negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan adalah masalah

lingkungan dan dapat diuraikan sebagai berikut :

 Pertama, usaha pertambangan dalam waktu yang relatif singkat dapat mengubah

bentuk topografi dan keadaan muka tanah (land impact), sehingga dapat mengubah

keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya;

 Kedua, usaha pertambangan dapat menimbulkan berbagai macam gangguan antara

lain; pencemaran akibat debu dan asap yang mengotori udara dan air, limbah air, tailing serta

buangan tambang yang mengandung zat-zat beracun. Gangguan juga berupa suara bising dari

berbagai alat berat, suara ledakan eksplosive (bahan peledak) dan gangguan lainnya;

 Ketiga, pertambangan yang dilakukan tanpa mengindahkan keselamatan kerja dan

kondisi geologi lapangan, dapat menimbulkan tanah longsor, ledakan tambang, keruntuhan

tambang dan gempa.


 DAMPAK PENAMBANGAN BATUBARA

Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi

tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan

kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda

asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat

perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti

semula (Susilo, 2003).

a. Dampak Terhadap Lingkungan


Setiap kegiatan penambangan baik itu
penambangan Batu bara, Nikel dan Marmer serta
lainnya pasti menimbulkan dampak positif dan negatif
bagi lingkungan sekitarnya. Dampak positifnya
adalah meningkatnya devisa negaradan pendapatan
asli daerah serta menampung tenaga kerja sedangkan
dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat
dikelompokan dalam bentuk kerusakan permukaan
bumi, ampas buangan (tailing), kebisingan, polusi
udara, menurunnya permukaan bumi (land
subsidence), dan kerusakan karena transportasi alat
dan pengangut berat.
Karena begitu banyak dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kegiatan penambangan maka perlu
kesadaran kita terhadap lingkungan sehingga dapat
memenuhi standar lingkungan agar dapat diterima
pasar. Apalagi kebanyakan komoditi hasil tambang
biasanya dijual dalam bentuk bahan mentah sehingga
harus hati-hati dalam pengelolaannya karena bila para
pemakai mengetahui bahan mentah yang dibeli
mencemari lingkungan, maka dapat dirasakan
tamparannya terhadap industri penambangan kita.
Sementara itu, harus diketahui pula bahwa
pengelolaan sumber daya alam hasil penambangan
adalah untuk kemakmuran rakyat. Salah satu caranya
adalah dengan pengembangan wilayah atau
community development. Perusahaan pertambangan
wajib ikut mengembangkan wilayah sekitar lokasi
tambang termasuk yang berkaitan dengan
pengembangan sumber daya manusia. Karena hasil
tambang suatu saat akan habis maka penglolaan
kegiatan penambangan sangat penting dan tidak boleh
terjadi kesalahan.
Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan batubara

juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup besar, baik itu air,

tanah, Udara, dan hutan, Air . Penambangan Batubara secara langsung menyebabkan

pencemaran antara lain ;

1. Pencemaran air,
Permukaan batubara yang mengandung pirit (besi sulfide) berinteraksi dengan air

menghasilkan Asam sulfat yang tinggi sehingga terbunuhnya ikan-ikan di sungai, tumbuhan,

dan biota air yang sensitive terhadap perubahan pH yang drastis.

Batubara yang mengandung uranium dalam konsentrasi rendah, torium, dan isotop

radioaktif yang terbentuk secara alami yang jika dibuang akan mengakibatkan kontaminasi

radioaktif. Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung dalam konsentrasi rendah, namun akan

memberi dampak signifikan jika dibung ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi

merkuri ke lingkungan terkonsentrasi karena terus menerus berpindah melalui rantai makan

dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang merupakan senyawa berbahaya dan

membahayakan manusia. Terutama ketika mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi

merkuri.

2. Pencemaran udara

Polusi/pencemaran udara yang kronis sangat berbahaya bagi kesehatan. Menurut

logika udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam

merangsang penyakit pernafasan seperti influensa,bronchitis dan pneumonia serta penyakit

kronis seperti asma dan bronchitis kronis.

3. Pencemaran Tanah

Penambangan batubara dapat merusak vegetasi yang ada, menghancurkan profil

tanah genetic, menggantikan profil tanah genetic, menghancurkan satwa liar dan habitatnya,
degradasi kualitas udara, mengubah pemanfaatan lahan dan hingga pada batas tertentu dapat

megubah topografi umum daerah penambangan secara permanen.

Disamping itu, penambangan batubara juga menghasilkan gas metana, gas

ini mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi gas metana yang diakibatkan oleh

aktivitas manusia, memberikan kontribusi sebesar 10,5% pada emisi gas rumah kaca.

Aktivitas pertambangan batubara juga berdampak terhadap peningkatan

laju erosi tanah dan sedimentasi pada sempadan dan muara-muara sungai.

Kejadian erosi merupakan dampak tidak langsung dari aktivitas pertambangan

batubara melainkan dampak dari pembersihan lahan untuk bukaan tambang dan

pembangunan fasilitas tambang lainnya seperti pembangunan sarana dan

prasarana pendukung seperti perkantoran, permukiman karyawan,Dampak penurunan kes

uburan tanah oleh aktivitas pertambangan

batubara terjadi pada kegiatan pengupasan tanah pucuk (top soil) dan tanah

penutup (sub soil/overburden). Pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup akan

merubah sifat-sifat tanah terutama sifat fisik tanah dimana susunan tanah

yang terbentuk secara alamiah dengan lapisan-lapisan yang tertata rapi dari

lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu dan terbongkar akibat

pengupasan tanah tersebut.

b. Dampak Terhadap manusia


Dampak pencemaran Pencemaran akibat penambangan batubara terhadap manusia,

munculnya berbagai penyakit antara lain :

1. Limbah pencucian batubara zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika

airnya dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.

Kaarena Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn),

Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), di samping itu debu batubara menyebabkan polusi

udara di sepanjang jalan yang dijadikan aktivitas pengangkutan batubara. Hal ini

menimbulkan merebaknya penyakit infeksi saluran pernafasan, yang dapat memberi efek

jangka panjang berupa kanker paru-paru, darah atau lambung. Bahkan disinyalir dapat

menyebabkan kelahiran bayi cacat.

2. Antaranya dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan yang

ditimbulkan oleh proses penambangan dan penggunaannya. Batubara dan produk

buangannya, berupa abu ringan, abu berat, dan kerak sisa pembakaran, mengandung berbagai

logam berat : seperti arsenik, timbal, merkuri, nikel, vanadium, berilium, kadmium, barium,

cromium, tembaga, molibdenum, seng, selenium, dan radium, yang sangat berbahaya jika

dibuang di lingkungan.

3. Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan batubara juga telah

menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah,

Udara, dan hutan, Air Penambangan Batubara secaralangsung menyebabkan pencemaran air,

yaitu dari limbah penducian batubara tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur.

Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh,
Asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut.

Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi

kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang ( b),

Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), dan Pb. Hg dan Pb

merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker

kulit.

c. Dampak Sosial dan kemasyarakatan

1. Terganggunya Arus Jalan Umum

a. Banyaknya lalu lalang kendaraan yang digunakan untuk angkutan batubara berdampak

pada aktivitas pengguna jalan lain. Semakin banyaknya kecelakaan, meningkatnya biaya

pemeliharaan jembatan dan jalan, adalah sebagian dari dampak yang ditimbulkan.

2. Konflik Lahan Hingga Pergeseran Sosial-Budaya Masyarakat

Konflik lahan kerap terjadi antara perusahaan dengan masyarakat lokal yang lahannya

menjadi obyek penggusuran. Kerap perusahaan menunjukkan kearogansiannya dengan

menggusur lahan tanpa melewati persetujuan pemilik atau pengguna lahan. Atau tak jarang

mereka memberikan ganti rugi yang tidak seimbang denga hasil yang akan mereka dapatkan
nantinya. Tidak hanya konflik lahan, permasalahan yang juga sering terjadi adalah

diskriminasi. Akibat dari pergeseran ini membuat pola kehidupan mereka berubah menjadi

lebih konsumtif. Bahkan kerusakan moralpun dapat terjadi akibat adanya pola hidup yang

berubah.

Nilai atau dampak positif dari batubara itu sendiri, Sumber wikipedia.com

mengatakan Tidak dapat di pungkiri bahwa batubara adalah salah satu bahan tambang yang

memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Indonesia adalah salah satu negara penghasil

batubara terbesar no.2 setelah Australia hingga tahun 2008. Total sumber daya batubara yang

dimiliki Indonesia mencapai 104.940 Milyar Ton dengan total cadangan sebesar 21.13 Milyar

Ton. Nanun hal ini tetap memberikan efek positif dan negatif, dan hal positifnya Sumber

wikipedia.com mengatakan. Hal positifnya adalah bertambahnya devisa negara dari kegiatan

penambanganya.

Secara teoritis usaha pertambangan ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Para

pekerja tambang selayaknya bekerja sama dengan masyarakat sekitar. Salah satu bentuknya

dengan cara memperkerjakan masyarakat sekitar dalam usaha tambang sekitar, sehingga

membantu kehidupan ekonomi masyarakat sekitar.

 Pembakaran batubara dan ancaman terbesar terhadap iklim kita


Pembakaran batubara meninggalkan jejak kerusakan yang tak kalah dasyat. Air dalam

jumlah yang besar dalam pengoperasian PLTU mengakibatkan kelangkaan air di banyak

tempat. Polutan beracun yang keluar dari cerobong asap PLTU mengancam kesehatan

masyarakat dan lingkungan sekitar. Partikel halus debu batubara adalah penyebab utama

penyakit pernapasan akut, merkuri perusak perkembangan saraf anak-anak balita dan janin

dalam kandungan ibu hamil yang tinggal di sekitar PLTU. Dan yang tak kalah penting,

pembakaran batubara di PLTU adalah sumber utama gas rumah kaca penyebab perubahan

iklim seperti karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan metana yang

memperburuk kondisi iklim kita.


 Pertambangan batubara yang ditinggalkan dan limbah pembakaran batubara

Jejak kerusakan yang ditinggalkan oleh batubara tidak berhenti di saat

pembakarannya. Di ujung rantai kepemilikannya, terdapat pertambangan batubara yang

ditinggalkan setelah dieksploitasi habis, limbah pembakaran batubara, dan hamparan alam

yang rusak tanpa pernah akan bisa kembali seperti sediakala.

Pertambangan yang ditinggalkan pasca dieksploitasi habis, meninggalkan segudang

masalah untuk lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Lubang-lubang raksasa, drainase

tambang asam, dan erosi tanah hanya sebagian dari masalah. Hamparan alam yang rusak

adalah adalah kondisi permanen yang tak akan pernah pulih , sekeras apapun usaha yang

dilakukan untuk mengembalikannya.


Limbah pembakaran batubara sangat beracun, dan membahayakan kesehatan

masyarakat, tembaga, cadmium dan arsenic adalah sebagian dari zat toksik yang dihasilkan

dari limbah tersebut, yang masing-masing memicu keracunan, gagal ginjal, dan kanker.

Setiap rantai dalam siklus pemanfaatan batubara meyumbangkan kerusakan yang

diakibatkan oleh energi kotor ini—masing-masing dengan caranya sendiri. Kerusakan ini

nyata dan mematikan.

 lingkungan pasca tambang

Kegiatan pasca tambang pembangunan yang berkelanjutan semestinya menghasilkan

output yaitu pemanfaatan yang optimal dan bijak terhadap sumberdaya alam yang tak

terbaharukan, serta berkesinambungan terhadap keseterdiaan sumber daya alam. Adanya

dampak ekologis dari kegiatan pasca tambang memacu untuk dipikirkan terlebih dahulu, serta

dilakukan penelitian dan penaatan ruang karena bila tidak dilakukan kompehensip, maka

penutupan tambang hanya akan meninggalakan kerusakan bentang alam dan lingkungan.

Untuk itu diperlukan upaya penanggulanan pencemaran dan kerusakan lingkungan pada saat

operasi maupun pasca ditutupnya usa tambang sebagai berkesinambungan yang pada intinya

adalah upaya yang bisa untuk menghilangkan dampak dari kegiatan tambang dengan

melakukan suaru gran desain dan krontruksi kegiatan tambang yang berdampak lingkungan

yang dikenal dengan AMDAL.

Dalam kaitan dengan hal ini pemerintah harus


meyeleksi secara ketat para pemegang Kuasa
Penambangan sehingga betul-betul melaksanakan
AMDAL sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Peraturan perundangan mengenai dampak lingkungan
berkembang sejak diundangkannya Undang-Undang
No. 4/1982, Undang-Undang No. 23/1997 serta Surat
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.
389K/008/MPE/1995 tentang Pedoman Teknis
Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
Untuk menyederhanakan prosedur, pemerintah
harus membuat daftar kegiatan yang sudah berjalan
atau yang disebut listing, yang didasarkan ada luas
jangkuan kegiatan dan skala produksinnya. Semua
kegiatan penambangan yang termasuk dalam daftar
diharuskan membuat AMDAL, sedangkan tidak
termasuk dalam daftar diharuskan membuat UKL dan
UPL. Kegiatan yang menyusun AMDAL adalah
kegiatan penambangan yang berada di lokasi yang
sensitif terhadap lingkungan seperti hutan lindung,
daerah cagar budaya dan cagar alam. Dalam undang-
undang No. 11/1967 mengenai pertambangan telah
dicantumkan pula daerah yang tidak diperkenankan
untuk dijadikan ajang kegiatan penambangan antara
lain kuburan, cagar budaya, bangunan penting seperti
jembatan, instalasi militer dan sebagainya.
 SOLUSI TERHADAP DAMPAK DAN PENGARUH PERTAMBANGA BATUBARA

Tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah mempunyai peran yang penting dalam

mencari solusi terhadap dampak dan pengaruh pertambangan batu bara yang ada di

indonesia. Pemerintah harus menyadari bahwa tugas mereka adalah memastikan masa depan

yang dimotori oleh energi bersih dan terbarukan. Dengan cara ini, kerusakan pada manusia

dan kehidupan sosialnya serta kerusakan ekologi dan dampak buruk perubahan iklim dapat

dihindari.

Sayangnya, Pemerintah Indonesia ingin percaya bahwa batubara jawaban

dari permintaan energi yang menjulang, serta tidak bersedia mengakui potensi luar biasa dari

energi terbarukan yang sumbernya melimpah di negeri ini.

Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh

penambang batu bara dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-

tindakan tertentu sebagai berikut :

1. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu

pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu bara sehingga akan

mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari
ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan risiko

terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).

2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar

dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan

penghijauan kembali bekas penambangan batu bara dapat mencegah perkembangbiakan

nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat

perindukan nyamuk (breeding place).

3. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan

penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law

enforcement)

4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina

dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan

membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.


KESIMPULAN

Setiap kegiatan pastilah menghasilkan suatu akibat, begitu juga dengan kegiatan

eksploitasi bahan tambang, pastilah membawa dampak yang jelas terhadap lingkungan dan

juga kehidupan di sekitarnya, dampak tersebut dapat bersifat negatif ataupun positif, namun

pada setiap kegiatan eksploitasi pastilah terdapat dampak negatifnya, hal tersebut dapat

diminimalisir apabila pihak yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pengolahan

sumber daya alamnya dan juga memanfaatkannya secara bijaksana.

Sebagai contoh adalah kegiatan pertambangan batubara di pulau Kalimantan yang bisa

dibilang telah mencapai tahap yang kronis, dengan menyisakan lubang-lubang besar bekas

kegiatan pertambangan dan juga dampak-dampak yang lainnya. Hal tersebut setidaknya dapat

diminimalisir dan dikurangi dampaknya apabila kita melakukan tindakan perbaikan dan juga

memanfaatkan SDA secara bijaksana

Anda mungkin juga menyukai