Anda di halaman 1dari 2

Pengembangan Terapi Sel Punca dalam perspektif Bioetika, KODEKI dan Aturan

Regulasi
Dr.dr. Abd. Halim, SpPD SH MH MM
Baru baru ini beredar viral testimoni berbau iklan oleh seorang Tokoh masyarakat (DI) yang mendapat manfaat dari
pengobatan Sel Punca diklinik pengobatan sel punca di Surabaya. Dan menganjurkan dokter tersebut membuka
kliniknya dibeberapa daerah.

Perkembangan sel punca


Sel induk atau sel punca memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi 200 jenis sel yang berbeda, dari sel otot
hingga sel otak.. Dalam bidang kedokteran, sel induk disinyalir dapat mengobati berbagai penyakit, cedera, dan
kondisi terkait kesehatan lainnya. Sampai saat ini, penelitian dan uji klinis aplikasi sel punca pada bidang kedokteran
dan pengobatan masih terus dilakukan oleh para peneliti. Kemenkes RI telah melakulan uji klinik tahap 1 pada tahun
2020 pada pasien covid dengan ARDS.

Pemanfaatan Embryonic Stem Cells secara terbuka dinyatakan melalui hasil penelitian Thomson dan Gearhardt (1998.
Embrio yang tidak terpakai tersebut masih memiliki sifat pluripoten yang berpotensi membentuk sel-sel organ-organ
tertentu dalam tubuh manusia. Pemanfaatan sel punca yang berasal dari “sampah untuk terapi kedokteran
menimbulkan pro dan kontra.

Berdasarkan asal dan sifat dari sel induk tersebut, maka dikenal sel induk embrionik (embryonic stem cell), sel
germinal/benih embrionik (embryonic germ cells), sel induk non-embrionik (adult stem cells), stem cell
hematopoietic, dan stem cell mesenkimal.

Bioetika riset

Kontroversi pemanfaatan sel induk, telah muncul sejak pertama kali human embryonic cells (hESC) diisolasi dan
dikultur dari embrio “sisa” yang disumbangkan oleh pasangan pasien infertilitas tahun 1998. Kekhawatiran
masyarakat mengenai hESC merupakan dampak dari kegelisahan akan potensi negatif sains yang mungkin timbul dari
pengembangan sains yang sudah ada sebelumnya, seperti cloning, komodifikasi bahan biologis, pencampuran spesies
manusia dan hewan serta upaya manusia akan keabadian. hESC muncul dengan membawa semua kegelisahan yang
mungkin timbul akan sains dalam satu topik.

Kontroversi penelitian sel hESC mengenai penghancuran sel embrio saat ini sedikit teredam dengan munculnya sel
induk pluripotent diinduksi atau induced pluripotent cells (iPS) dari fibroblas kulit manusia yang direkayasa secara
genetis untuk berperilaku seperti sel-sel hESC. Teknik sel iPS dipelopori pada tahun 2006 oleh Kazutoshi Takahashi
dan Shinya Yamanaka, di Kyoto, Jepang Menggunakan retrovirus untuk memasukkan empat gen yang berhubungan
dengan sel induk ke dalam fibroblast dermal tikus, mereka menunjukkan bahwa sel-sel biasa ini dapat diprogram
ulang untuk berperilaku seperti sel induk embrionik tikus dan disebut sel-sel yang diprogram ulang ini menginduksi
sel-sel induk pluripotent (iPS cells). Kemudian, laboratorium Yamanaka dan tim peneliti independen sama-sama
mampu menunjukkan bahwa sel iPS manusia dapat dibuat dan memiliki perilaku sangat mirip sel hESC.

Regulasi sel punca


Dalam UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 70 yaitu : ayat 1 Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan
untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi dan
tidak boleh berasal dari sel punca embrionik (ayat 2). Dalam Permenkes Nomor 32 tahun 2018 tentang
penyelenggaraan pelayanan sel punca dan/atau sel Pada Pasal 3 harus dibentuk Komite ditetapkan oleh Menteri dan
memiliki tugas memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada Menteri dalam pengambilan kebijakan,
termasuk pembinaan dan pengawasan pelayanan serta penelitian Sel Punca dan/atau Sel di fasilitas pelayanan
kesehatan. Pasal 4 ayat 1 Pelayanan Sel Punca dan/atau Sel hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.
Sumber dan Jenis Sel Punca dan/atau Sel yang diperbolehkan pada Pasal 5 (1) Sel Punca dan/atau Sel yang digunakan
untuk kepentingan pelayanan kesehatan bersumber dari manusia, dan tidak diperbolehkan menggunakan sumber
yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. diambil dari Pendonor yang dilakukan secara sukarela tanpa
meminta imbalan.(ayat 2).

Jenis Sel Punca Sel Punca embrionik dilarang digunakan untuk penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan. Sel Punca nonembrionik berupa : a. Sel Punca mesenkimal; b. Sel Punca hematopoetik; dan c. Sel
progenitor. (pasal 6)

Kompetensi Tenaga Kesehatan


Dalam Pasal 19 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dan dilakukan oleh tenaga medis yang memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional..

Pelayanan terapi terstandar merupakan pelayanan yang berbasis bukti (evidence based) dan telah mempunyai standar
pelayanan. (pasal 21) dan Standar pelayanan disusun oleh Komite dan ditetapkan oleh Menteri. Pasal 22 (1) Pelayanan
Sel Punca dan/atau Sel pada pelayanan terapi terstandar harus dilakukan di : a. rumah sakit; dan b. klinik
utama. (2) Rumah sakit dan klinik utama harus diampu atau disupervisi, dan mempunyai perjanjian kerja sama dengan
rumah sakit yang memiliki penetapan dari Menteri untuk melakukan penelitian berbasis pelayanan terapi. Ayat
(5) Rumah sakit dan klinik utama harus memiliki tenaga kesehatan yang kompeten di bidang Sel Punca dan/atau
Sel, sarana, dan prasarana yang mendukung pelayanan terapi terstandar. Tenaga kesehatan yang kompeten dibuktikan
dengan surat keterangan kompetensi dari kolegium masing-masing. Dan apabila kolegium s belum dapat
memberikan surat keterangan kompetensi tenaga kesehatan, pembuktian kompetensi dilakukan melalui sertifikat
pelatihan yang diselenggarakan oleh Komite.

Institusi penyimpanan sel punca oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021: bahwa Bank sel adalah
suatu badan hukum yang bertujuan untuk menyimpan sel, sel punca dan/atau jaringan untuk keperluan pelayanan
kesehatan.

KODEKI

Dalam KODEKI 2012 pada Pasal 6 Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau
menerapkan setiappenemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang
dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Dalam Penjelasan cakupan pasal 6 nomer : (2) Setiap dokter yang
menerapkan penemuan teknik keilmuan, ketrampilan atau modalitas pengobatan baru yang dapat menimbulkan
keresahan masyarakat seharusnya memperoleh tanggapan dan saran dari mitra bestarinya masing-masing. (4) Setiap
dokter wajib menerapkan praktik kedokteran berbasis bukti ilmiah yang telah teruji kebenarannya dan diterima
dalam standar praktek kedokteran,demi kepentingan terbaik dan memperhatikan keselamatan pasien sesuaidengan
tujuan, cara dan ciri metodologi penelitiannya masing-masing sebagaimana yang lazim berlaku.

Apakah terapi sel punca sudah masuk PPK dan menjadi bagian terapi standar pengobatan yang sudah ditetapkan
perhimpunan Spesialis dan Evidence Base nya level A ?? Penulis belum menemukannya sampai saat ini.

Kesimpulan

Dalam Permenkes 32 tahun 2018 sangat jelas menerangkan tentang pemanfaatan sel punca dalam pengobatan dan
penelitian berbasis pengobatan dan dalam KODEKI pasal 6 juga apa yang dilakukan seorang dokter dalam praktek
kedokteran serta dalam UUPK seorang dokter dibatasi oleh kompetensi yang dikeluarkan KKI dan kewenangan klinik
yag diberikan faskes.

Anda mungkin juga menyukai