Anda di halaman 1dari 3

1. Jelaskan tujuan dan manfaat mempelajari ilmu hukum !

Jawab :
 Tujuan
Untuk mengantar setiap orang yang ingin mempelajari aturan-aturan hukum yang
berlaku. Tujuan mempelajari ilmu hukum juga agar kita mengerti dan memahami
sistematika dan susunan hukum yang berlaku di Indonesia termasuk
mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan tata tertib dikalangan anggota
masyarakat dan peraturan-peraturan yang diadakan oleh negara. Sehingga kita
dapat mengetahui perbuatan atau tindakan apa saja yang memiliki akibat hukum
atau melawan hukum serta mengetahui bagaimana kedudukan seseorang dalam
menjalankan kewajiban dan wewenang menurut hukum Indonesia.
 Manfaat
1. Memberikan pengetahuan mengenai peraturan perundang-undangan, terutama
yang berkaitan dengan dunia ekonomi dan perdagangan
2. Menambah bekal mahasiswa setelah lulus dan masuk dalam dunia kerja maupun
berwirausaha
3. Agar mahasiswa tidak buta hukum sehingga mengurangi resiko melakukan
pelanggaran hukum baik hukum pidana maupun perdata
4. Menghindari pembodohan hukum/penipuan dari pihak-pihak yang mencari
keuntungan dari ketidaktahuan orang lain
5. Menambah wawasan hukum anak bangsa(mahasiswa).
6. meningkatkan pengetahuan peraturan yang berlaku.
7. meningkatkan kesadaran hukum
8. Menghindari penipuan hukum

2. A. Aristoteles (384-322 SM) seorang ahli filsafat Yunani kuno menyatakan dalam
ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon
Penjelasan: artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk, pada dasarnya selalu ingin
bergaul dalam masyarakat. Karena sifatnya ingin bergaul satu sama lain, maka
manusia disebut sebagai makhluk sosial.
Dinamika masyarakat untuk berpolitik merupakan penanda kehidupan manusia
untuk mendapatkan kedudukan dan memperjuangkan aspirasinya. Fakta tersebut
dapat dipahami karena manusia adalah zoon politicon. Zoon Politicon merupakan
sebuah istilah yang digunakan oleh Aristoteles untuk menyebut makhluk sosial. Kata
Zoon Politicon merupakan padanan kata dari kata Zoon yang berarti "hewan" dan
kata politicon yang berarti "bermasyarakat". Secara harfiah Zoon Politicon berarti
hewan yang bermasyarakat. Dalam pendapat ini, Aristoteles menerangkan bahwa
manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain,
sebuah hal yang membedakan manusia dengan hewan.
Sedangkan menurut Adam Smith, ia menyebut istilah mahkluk sosial dengan Homo
Homini socius, yang berarti manusia menjadi sahabat bagi manusia lainnya.
Bahkan, Adam Smith menyebut manusia sebagai makhluk ekonomi (homo
economicus), makhluk yang cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang
diperolehnya dan selalu berusaha secara terus menerus dalam memenuhi
kebutuhannya. Sedangkan Thomas Hobbes menggunakan istilah Homini Lupus
untuk menyebut manusia sebagai makhluk sosial, yang berarti manusia yang satu
menjadi serigala bagi manusia lainnnya.
Antara etika dan politik dapat dilihat dari dua kemungkinan. Kemungkinan pertama,
etika dan politik sebagai kesatuan konsep yang menghasilkan definisi praktis, yaitu
bagaimana seseorang dalam berpolitik mempunyai etika, bagaimana masyarakat
diberi pemahaman bahwa untuk mempengaruhi masyarakat agar mengetahui dan
memahami program- program politiknya, diperlukan cara santun dan terhormat.
Cara- cara yang dipergunakan politisi perlu berpedoman pada etika yang berlaku di
tengah masyarakat. Untuk mendapatkan kekuasaan, misalnya menjadi calon
anggota legislatif, politisi perlu memahami sampai batas mana cara-cara tersebut
dapat dipergunakan. Politisi perlu menghindari cara- cara yang mendegradasikan
kehormatan politik, misalnya penggunaan politik uang, intimidasi, memberikan janji
palsu, dan cara negatif lain.
Kemungkinan kedua, antara etika dan politik perlu ditempatkan sebagai dua bidang
yang berbeda dengan struktur dan paradigma yang seimbang. Artinya, di kedua
bidang (etika dan politik) mempunyai paradigma struktur keilmuan, yaitu ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.

B. Hubungan antara manusia, masyarakat dan hukum adalah sama-sama saling


mempengaruhi. Di mana ada manusia pasti ada kumpulan masyarakat. Di mana ada
masyarakat disitulah keberadaan hukum.
Pembahasan
Manusia adalah makhluk sosial. Sudah menjadi kodratnya kalau manusia pasti
saling bergantung satu sama lain dan hidup dalam kebersamaan. Manusia tidak
dapat hidup seorang diri. Maka dari itulah manusia hidup dengan cara berkelompok
yang biasa kita sebut dengan masyarakat.
Di dalam masyarakat tersebut, masuklah hukum sebagai pengatur serta
penyeimbang kehidupan manusia secara individu, dan manusia sebagai kelompok
dalam hal ini adalah masyarakat. Bahkan ada sebuah ungkapan dari Cicero yaitu "di
mana ada masyarakat, disitu pasti ada hukum yang mengatur".
Hukum ada untuk menjamin keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Di dalam
masyarakat terdapat norma-norma yang mengatur, yaitu norma agama, norma
kesopanan, norma kesusilaan dan norma hukum. Dikarenakan ketiga norma selain
norma hukum tidak dapat memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya,
maka diperlukan norma hukum yang lebih tegas untuk mengatur keberlangsungan
hidup manusia dan masyarakat agar kehidupan sosial dapat lebih tertib, beradab,
dan teratur

3.A. Teori hukum stufentheorie qmerupakan teori yang dikemukakan oleh Hans
Kelsen yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga
dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang paling rendah harus
berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi
(seperti konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar
(grundnorm).[1] Menurut Kelsen grundnorm adalah :
“a statement from which all other duty statements ultimately get their validity
from”Dengan perkataan lain grundnorm adalah sumber tertinggi bagi validitas suatu
norma yang supremasi validitasnya diasumsikan seperti itu. Kelsen mengakui bahwa
bentuk grundnorm dalam setiap sistem hukum berbeda-beda.[3] Grundnorm dapat
berbentuk konstitusi tertulis atau perintah diktator. Berkaitan dengan grundnorm di
Indonesia dikenal dengan adanya konstitusi sebagai dasar dan hukum tertinggi.
Konstitusi tersebut yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (selanjutnya disebut UUD 45). Dalam teori hukum stufenbau, grundnorm
merupakan bagian kaidah tertinggi dalam hierarkinya.
Teori hukum berjenjang (stufenbau) juga dikenal dengan hierarki norma, dimana
sebuah norma tidak boleh bertentangan dengan norma yang diatasnya. Kelsen
menggambarkan suatu sistem hukum sebagai sebuah sistem norma yang saling
terkait satu sama lain (interlocking norms) yang bergerak dari suatu norma yang
umum (the most general ought) menuju ke norma yang lebih konkret (the most
particular or concrete).[4] Hal tersebut pada

akhirnya akan bermuara pada grundnorm. Relasi dan hierarki antara grundnorm dan
norma lainnya adalah sebagai berikut :
“Grundnorms-norms-subnorms”
Bagi Kelsen, hierarki norma hanya mengenal superordinasi dan subordinasi, tidak
mengakui adanya koordinasi.[5] Dalam perkembangan selanjutnya diuraikan Hans
Nawiasky dengan theorie von stufenfbau der rechtsordnung yang menggariskan
bahwa selain susunan norma dalam negara adalah berlapis-lapis dan berjenjang
dari yang tertinggi sampai terendah, juga terjadi pengelompokan norma hukum
dalam negara, yakni mencakup norma fundamental negara
(staatsfundementalnorm), aturan dasar negara (staatsgrundgesetz), undang-undang
formal (formalle gesetz), dan Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom
(verordnung en outonome satzung).
B. Teori hukum berjenjang (stufenbau) juga dikenal dengan hierarki norma, dimana
sebuah norma tidak boleh bertentangan dengan norma yang diatasnya. Kelsen
menggambarkan suatu sistem hukum sebagai sebuah sistem norma yang saling
terkait satu sama lain (interlocking norms) yang bergerak dari suatu norma yang
umum (the most general ought) menuju ke norma yang lebih konkret (the most
particular or concrete). Hal tersebut pada akhirnya akan bermuara
pada grundnorm. Relasi dan hierarki antara grundnorm dan norma lainnya adalah
sebagai berikut :
“Grundnorms-norms-subnorms”
Bagi Kelsen, hierarki norma hanya mengenal superordinasi dan subordinasi, tidak
mengakui adanya koordinasi. Dalam perkembangan selanjutnya diuraikan Hans
Nawiasky dengan theorie von stufenfbau der rechtsordnung yang menggariskan
bahwa selain susunan norma dalam negara adalah berlapis-lapis dan berjenjang
dari yang tertinggi sampai terendah, juga terjadi pengelompokan norma hukum
dalam negara, yakni mencakup norma fundamental negara
(staatsfundementalnorm), aturan dasar negara (staatsgrundgesetz), undang-undang
formal (formalle gesetz), dan Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom
(verordnung en outonome satzung).
Selain terkenal dengan teori stufenbau, Kelsen juga menjadi penggagas pentingnya
menjaga sebuah hukum dasar melalui sebuah lembaga agar konstitusi
(grundnorm) tidak tercederai. Lembaga tersebut adalah Mahkamah Konstitusi. Teori
stufenbau di Indonesia diadopsi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai