Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) adalah peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam ikhwal kegentingan yang memaksa. Presiden bisa mengeluarkan Perppu atas dasar tiga hal. Pertama adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasar undang-undang. Undang-undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau terdapat Undang-undang tapi tak memadai. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-undang secara prosedur karena memerlukan waktu yang cukup lama. Pemerintah menjamin bahwa Perppu tak mengancam kebebasan berekspresi karena hal itu sudah dijamin dalam pasal 28 UUD 1945.
2. Naskah Akademik merupakan bahan baku yang dibutuhkan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan Daerah. Dengan dukungan naskah akademik yang memadai diharapkan dapat dibentuk peraturan perundang- undangan yang baik, dalam arti aplikatif dan futuristik. Hal tersebut diterangkan Hasbullah Fudail Kepala Bidang Hukum Kementerian Hukum dan HAM selaku narasumber dalam acara sosialisasi Evaluasi Program Legislasi Daerah 2011 dan Inventarisasi Program Legislasi Daerah 2012 Pemerintah Kota Bandung, yang dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 22 September 2011 di Hotel Royal Corner Bandung. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Pasal 56 ayat (2), Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (sebagai undang-undang pengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004) menetapkan “Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik”. Pencantuman klausul “... dan/atau...” berdampak pada tidak adanya ketegasan pembuatan Naskah Akademik dalam proses pembuatan rancangan peraturan daerah (raperda). Hal ini sangat disayangkan karena Naskah Akademik seharusnya dipandang sebagai hal yang krusial bukan sebagai hal yang parsial dari suatu pembuatan raperda, karena dalam pembuatan Naskah Akademik tersebut akan termuat dengan cermat landasan filosofis, sosiologis dan yuridis sebagai dasar yang baik untuk suatu raperda. Hambatan muncul apabila dalam suatu pemerintah daerah tidak mempunyai cukup biaya untuk pembuatan Naskah Akademik oleh pihak yang berkompeten dalam suatu bidang yang terkait raperda yang akan dibuat. Dalam diskusi dinatakan bahwa Naskah Akademik sebagai suatu hasil rumusan ilmiah tidak mewajibkan pembuatnya berasal dari kalangan perguruan tinggi, tetapi juga bisa dihasilkan dengan cara mengadakan seminar yang mengundang narasumber, pakar/ahli yang berkompeten dalam pembuatan suatu raperda yang terkait. Lebih lanjut Hasbullah Fudail berpendapat bahwa pembuatan Naskah Akademik dengan cara pengadaan seminar dapat meminimalisasi biaya yang dikeluarkan, serta memberi jalan keluar bagi pemerintah-pemerintah daerah yang tidak memiliki akademisi-akademisi yang berkompeten dalam suatu bidang tertentu di daerahnya. Beberapa hal tersebut yang sering membuat Naskah Akademik dikesampingkan dalam pembuatan raperda. Sosialisasi yang dilakukan sehari ini diadakan untuk memberikan penjelasan kepada organisasi perangkat daerah yang akan membuat raperda, agar proses pembuatan raperda menjadi perda tersebut dapat disusun secara terpadu, terencana dan tersistematis. Tentu hal ini dapat tercapai apabila terbina komunikasi di antara para stakeholder (unsur masyarakat sebagai pemangku kepentingan), pembentuk UU (DPRD dan Pemerintah), dan Perancang Peraturan Perundang-undangan