Anda di halaman 1dari 23

TASAWUF DAN PEMIKIRAN IMAM AL GHAZALI

MAKALAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu Muchamad Toif Chasani, M.A
Program Studi Ekonomi Syariah

Oleh:
Semester II (Dua)

Amelia Sari
NPM: 22420311438
FAKULTAS SYARIAH, DAKWAH DAN USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TAKENGON
2023
KATA PENGANTAR

﴾ ‫﴿ِبۡس ِم ٱِهَّلل ٱلَّر ۡح َٰم ِن ٱلَّر ِح يِم‬


Segala puji dan syukur hanya tercurah kepada Allah Subhanahu
Wata’ala Dzat yang Maha Agung yang kekuasaan-Nya meliputi langit dan
bumi serta isinya yang membukakan jalan yang terang pada penulis sehingga
dapat merampungkan makalah ini. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa
keberhasilan penulis menuntaskan mata kuliah Akhlaq Tasawuf dengan
sebuah karya berbentuk makalah sederhana ini merupakan bentuk campur
tangan dari Allah SWT berupa Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya. Untaian
salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu
Alayhi Wasallam Nabi yang telah mengantarkan ilmu dan pengetahuan bagi
kita manusia sehingga dapat mengantarkan manusia menuju jenjang
kehidupan yang lebih mulia. Salawat juga disampaikan kepada para keluarga,
para sahabat dan orang-orang yang tetap istiqomah dijalan-Nya.
Penulisan makalah yang berjudul “Pemikiran Imam Al Ghazali”. ini
tidak lepas dari bimbingan Bapak Muchamad Toif Chasani, M.A selaku
dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf.
Dengan penuh pengharapan, semoga penulisan makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi penulis khususnya, semua pembaca pada
umumnya, Penulis ucapkan banyak terimah kasih dan semoga diberikan
balasan berupa kebaikan dari Allah Subhanahuwata’ala.

Jazakillah khairal jazaa

Takengon, 25 Mei 2023


Amelia Sari

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Nama, Nasab dan Kelahiran Al-Ghazali............................................2
B. Kehidupan dan Perjalanannya dalam Menuntut Ilmu........................2
C. Karya-karya Imam Al-Ghazali...........................................................7
D. Aqidah dan Madzhab Imam Al-Ghazali.............................................9
E. Al-Aqabah Imam Al-Ghazali.............................................................10

BAB III PENUTUP.........................................................................................18


A. Kesimpulan.........................................................................................18
B. Saran...................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Imam Al Ghazali, sebuah nama yang tidak asing di telinga kaum
muslimin termasuk kaum muslimin Indonesia. Tokoh terkemuka dalam kancah
filsafat dan tasawuf. Memiliki pengaruh dan pemikiran yang telah menyebar ke
seantero dunia Islam.Ironisnya sejarah dan perjalanan hidupnya masih terasa
asing. Kebanyakan kaum muslimin belum mengerti.Berikut penyusun makalah
berusaha untuk menyampaikan sebagian sisi kehidupannya.Sehingga setiap
kaum muslimin yang mengikutinya, hendaknya mengambil hikmah dari
sejarah hidup beliau rahimahullah al-Imam al-Ghazali.

B. RumusanMasalah
1. bagaimanakah nasab Imam Al-Ghazali ?
2. Bagaimanakah Imam Al-Ghazali dahulu menuntut ilmu ?
3. Apa sajakah karya-karya Imam Al-Ghazali ?
4. Seperti apakah aqidah dan mazhab beliau ?

C. TujuanPenulisan
1. Untuk mengetahui tempat lahir serta nasab Imam Al-Ghazali.
2. Untuk mengetahui jejak Imam Al-Ghazali dalam menuntut ilmu.
3. Untuk mengetahui karya-karya Imam Al-Ghazali.
4. Untuk mengetahui aqidah dan manhaj Imam Al-Ghazali.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Nama, Nasab dan Kelahiran Al-Ghazali
Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad
Ath-Thusi, Abu Hamid Al Ghazali. Para ulama nasab berselisih dalam
penyandaran nama Imam Al-Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa
penyandaran nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran
beliau. Ini dikuatkan oleh Al-Fayumi dalam Al-Mishbah Al-Munir. Penisbatan
pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al-Ghazali, yaitu Majdudin
Muhammad bin Muhammad bin Muhyiddin Muhamad bin Abi Thahir
Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah anak dari Situ Al-Mana bintu
Abu Hamid Al-Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang
menyandarkan nama kakek kami tersebut dengan ditasydid.1
Sebagian lagi mengatakan penyandaran nama beliau kepada pencaharian
dan keahlian keluarganya yaitu menenun. Sehingga nisbatnya ditasydid.
Demikian pendapat Ibnul Atsir.Dan dinyatakan Imam Nawawi, “Tasydid
dalam Al-Ghazzali adalah yang benar.” Bahkan Ibnu Assam’ani mengingkari
penyandaran nama yang pertama dan berkata, “Saya telah bertanya kepada
penduduk Thusi tentang daerah Al-Ghazalah, dan mereka mengingkari
keberadaannya.” Ada yang berpendapat Al-Ghazali adalah penyandaran nama
kepada Ghazalah anak perempuan Ka’ab Al-Akhbar, ini pendapat Al-Khafaji.
Yang dijadikan sandaran para ahli nasab mutaakhirin adalah pendapat Ibnul
Atsir dengan tasydid. Yaitu penyandaran nama kepada pekerjaan dan keahlian
bapak dan kakeknya. Dilahirkan di kota Thusi tahun 450 H dan memiliki
seorang saudara yang bernama Ahmad.2

B. Kehidupan dan Perjalanannya dalam Menuntut Ilmu


Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf (yang dibuat dari kulit
domba) dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang wafat dia mewasiatkan

1
Sirajuddin, Filsafat Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007), hal.155
2
Hasyimiyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama.1999), hal.77

2
pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari kalangan orang yang baik.
Dia berpesan, “Sungguh saya menyesal tidak belajar khat (tulis menulis Arab)
dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya
ini. Maka saya mohon engkau mengajarinya, dan harta yang saya tinggalkan
boleh dihabiskan untuk keduanya.”3
Setelah meninggal, maka temannya tersebut mengajari keduanya ilmu,
hingga habislah harta peninggalan yang sedikit tersebut. Kemudian dia
meminta maaf tidak dapat melanjutkan wasiat orang tuanya dengan harta benda
yang dimilikinya. Dia berkata, “Ketahuilah oleh kalian berdua, saya telah
membelanjakan untuk kalian dari harta kalian. Saya seorang fakir dan miskin
yang tidak memiliki harta. Saya menganjurkan kalian berdua untuk masuk ke
madrasah seolah-olah sebagai penuntut ilmu. Sehingga memperoleh makanan
yang dapat membantu kalian berdua.”Lalu keduanya melaksanakan anjuran
tersebut.Inilah yang menjadi sebab kebahagiaan dan ketinggian mereka.
Demikianlah diceritakan oleh Al Ghazali, hingga beliau berkata, “Kami
menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali
hanya karena Allah ta’ala.”
Beliau pun bercerita, bahwa ayahnya seorang fakir yang shalih.Tidak
memakan kecuali hasil pekerjaannya dari kerajinan membuat pakaian
kulit.Beliau berkeliling mengujungi ahli fikih dan bermajelis dengan mereka,
serta memberikan nafkah semampunya. Apabila mendengar perkataan mereka
(ahli fikih), beliau menangis dan berdoa memohon diberi anak yang
faqih.Apabila hadir di majelis ceramah nasihat, beliau menangis dan memohon
kepada Allah ta’ala untuk diberikan anak yang ahli dalam ceramah nasihat.
Kiranya Allah mengabulkan kedua doa beliau tersebut. Imam Al Ghazali
menjadi seorang yang faqih dan saudaranya (Ahmad) menjadi seorang yang
ahli dalam memberi ceramah nasihat Imam Al Ghazali memulai belajar di kala
masih kecil. Mempelajari fikih dari Syaikh Ahmad bin Muhammad Ar
Radzakani di kota Thusi. Kemudian berangkat ke Jurjan untuk mengambil ilmu

3
Sirajuddin, Tasawuf Al-Ghazali, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal.89

3
dari Imam Abu Nashr Al Isma’ili dan menulis buku At Ta’liqat.Kemudian
pulang ke Thusi.
Beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru kepada Imam Haramain Al
Juwaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga berhasil menguasai dengan
sangat baik fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu perdebatan, ushul,
manthiq, hikmah dan filsafat.Beliau pun memahami perkataan para ahli ilmu
tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan yang
membuat kagum guru beliau, yaitu Al Juwaini.
Setelah Imam Haramain meninggal, berangkatlah Imam Ghazali ke
perkemahan Wazir Nidzamul Malik. Karena majelisnya tempat berkumpul
para ahli ilmu, sehingga beliau menantang debat kepada para ulama dan
mengalahkan mereka. Kemudian Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi
pengajar di madrasahnya di Baghdad dan memerintahkannya untuk pindah ke
sana. Maka pada tahun 484 H beliau berangkat ke Baghdad dan mengajar di
Madrasah An Nidzamiyah dalam usia tiga puluhan tahun. Disinilah beliau
berkembang dan menjadi terkenal.Mencapai kedudukan yang sangat tinggi.4
1. Pengaruh Filsafat dalam Diri Al-Ghazali
Pengaruh filsafat dalam diri beliau begitu kentalnya.Beliau menyusun
buku yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti kitab At Tahafut yang
membongkar kejelekan filsafat.Akan tetapi beliau menyetujui mereka dalam
beberapa hal yang disangkanya benar.Hanya saja kehebatan beliau ini tidak
didasari dengan ilmu atsar dan keahlian dalam hadits-hadits Nabi yang
dapat menghancurkan filsafat.Beliau juga gemar meneliti kitab Ikhwanush
Shafa dan kitab-kitab Ibnu Sina. Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata, “Al Ghazali dalam perkataannya sangat dipengaruhi
filsafat dari karya-karya Ibnu Sina dalam kitab Asy Syifa’, Risalah
Ikhwanish Shafa dan karya Abu Hayan At Tauhidi.” 5
Hal ini jelas terlihat dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin.Sehingga
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Perkataannya di Ihya Ulumuddin
4
Ahmad Hanafi, Jejak Akhlak Sufi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2015), hal.137
5
Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2011), hal. 67

4
pada umumnya baik.Akan tetapi di dalamnya terdapat isi yang merusak,
berupa filsafat, ilmu kalam, cerita bohong sufiyah dan hadits-hadits palsu. ”
Demikianlah Imam Ghazali dengan kejeniusan dan kepakarannya
dalam fikih, tasawuf dan ushul, tetapi sangat sedikit pengetahuannya tentang
ilmu hadits dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
seharusnya menjadi pengarah dan penentu kebenaran. Akibatnya beliau
menyukai filsafat dan masuk ke dalamnya dengan meneliti dan membedah
karya-karya Ibnu Sina dan yang sejenisnya, walaupun beliau memiliki
bantahan terhadapnya.Membuat beliau semakin jauh dari ajaran Islam yang
hakiki.
Adz Dzahabi berkata, “Orang ini (Al Ghazali) menulis kitab dalam
mencela filsafat, yaitu kitab At Tahafut. Dia membongkar kejelekan mereka,
akan tetapi dalam beberapa hal menyetujuinya, dengan prasangka hal itu
benar dan sesuai dengan agama. Beliau tidaklah memiliki ilmu tentang atsar
dan beliau bukanlah pakar dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang dapat mengarahkan akal.Beliau senang membedah dan
meneliti kitab Ikhwanush Shafa.Kitab ini merupakan penyakit berbahaya
dan racun yang mematikan.Kalaulah Abu Hamid bukan seorang yang jenius
dan orang yang mukhlis, niscaya dia telah binasa.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Abu Hamid condong kepada
filsafat.Menampakkannya dalam bentuk tasawuf dan dengan ibarat Islami
(ungkapan syar’i). Oleh karena itu para ulama muslimin membantahnya.
Hingga murid terdekatnya, (yaitu) Abu Bakar Ibnul Arabi mengatakan,
“Guru kami Abu Hamid masuk ke perut filsafat, kemudian ingin keluar dan
tidak mampu.”
2. Polemik Kejiwaan Imam Al-Ghazali
Kedudukan dan ketinggian jabatan beliau ini tidak membuatnya
congkak dan cinta dunia.Bahkan dalam jiwanya berkecamuk polemik
(perang batin) yang membuatnya senang menekuni ilmu-ilmu
kezuhudan.Sehingga menolak jabatan tinggi dan kembali kepada ibadah,
ikhlas dan perbaikan jiwa.Pada bulan Dzul Qai’dah tahun 488 H beliau

5
berhaji dan mengangkat saudaranya yang bernama Ahmad sebagai
penggantinya.
Pada tahun 489 H beliau masuk kota Damaskus dan tinggal beberapa
hari. Kemudian menziarahi Baitul Maqdis beberapa lama, dan kembali ke
Damaskus beri’tikaf di menara barat masjid Jami’ Damaskus. Beliau banyak
duduk di pojok tempat Syaikh Nashr bin Ibrahim Al Maqdisi di masjid
Jami’ Umawi (yang sekarang dinamai Al Ghazaliyah). Tinggal di sana dan
menulis kitab Ihya Ulumuddin, Al-Arba’in, Al-Qisthas dan kitab Mahakkun
Nadzar. Melatih jiwa dan mengenakan pakaian para ahli ibadah.Beliau
tinggal di Syam sekitar 10 tahun.
Ibnu Asakir berkata, “Abu Hamid rahimahullah berhaji dan tinggal di
Syam sekitar 10 tahun.Beliau menulis dan bermujahadah dan tinggal di
menara barat masjid Jami’ Al-Umawi. Mendengarkan kitab Shahih Bukhari
dari Abu Sahl Muhammad bin Ubaidilah Al-Hafshi.”
Disampaikan juga oleh Ibnu Khallakan dengan perkataannya, “An
Nidzam (Nidzam Mulk) mengutusnya untuk menjadi pengajar di
madrasahnya di Baghdad tahun 484 H. Beliau tinggalkan jabatannya pada
tahun 488 H. Lalu menjadi orang yang zuhud, berhaji dan tinggal menetap
di Damaskus beberapa lama. Kemudian pindah ke Baitul Maqdis, lalu ke
Mesir dan tinggal beberapa lama di Iskandariyah.Kemudian kembali ke
Thusi.”
Ketika Wazir Fakhrul Mulk menjadi penguasa Khurasan, beliau
dipanggil hadir dan diminta tinggal di Naisabur.Sampai akhirnya beliau
datang ke Naisabur dan mengajar di madrasah An Nidzamiyah beberapa
saat. Setelah beberapa tahun, pulang ke negerinya dengan menekuni ilmu
dan menjaga waktunya untuk beribadah. Beliau mendirikan satu madrasah
di samping rumahnya dan asrama untuk orang-orang shufi. Beliau habiskan
sisa waktunya dengan mengkhatam Alquran, berkumpul dengan ahli ibadah,
mengajar para penuntut ilmu dan melakukan shalat dan puasa serta ibadah
lainnya sampai meninggal dunia.6

6
Ahmad Syadani, Tasawuf Al-Ghazali, (Bandung: Pustaka Setia. 1997), hal.178

6
3. Masa akhir kehidupannya
Akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari
hadits dan berkumpul dengan ahlinya. Imam Adz-Dzahabi berkata, “Pada
akhir kehidupannya, beliau tekun menuntut ilmu hadits dan berkumpul
dengan ahlinya serta menelaah shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim).
Seandainya beliau berumur panjang, niscaya dapat menguasai semuanya
dalam waktu singkat. Beliau belum sempat meriwayatkan hadits dan tidak
memiliki keturunan kecuali beberapa orang putri.”
Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah meninggalnya beliau
dalam kitab Ats-Tsabat ‘indal Mamat, menukil cerita Ahmad (saudaranya),
“Pada subuh hari Senin, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu
berkata, ‘Bawa ke mari kain kafan saya.’ Lalu beliau mengambil dan
menciumnya serta meletakkannya di kedua matanya, dan berkata, “Saya
patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut. ’Kemudian beliau
meluruskan kakinya dan menghadap kiblat. Beliau meninggal sebelum
langit menguning (menjelang pagi hari). ” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam
Siyar A’lam Nubala, 6:34). Beliau wafat di kota Thusi, pada hari Senin
tanggal 14 Jumada Akhir tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan Ath
Thabaran.

C. Karya-karya Imam Al-Ghazali


Beliau seorang yang produktif menulis. Karya ilmiah beliau sangat
banyak sekali. Di antara karyanya yang terkenal ialah:
Pertama, dalam masalah ushuluddin dan akidah: 1. Arba’in fi Ushuliddin.
Merupakan juz kedua dari kitab beliau Jawahirul Qur’an. 2. Qawa’idul Aqa’id,
yang beliau satukan dengan Ihya’ Ulumuddin pada jilid pertama. 3. Al Iqtishad
fil I’tiqad. 4. Tahafut Al-Falasifah, yang berisi bantahan beliau terhadap
pendapat dan pemikiran para filosof dengan menggunakan kaidah mazhab
Asy’ariyah. 5. Faishal At-Tafriqah Bainal Islam Wa Zanadiqah.

7
Kedua, dalam ilmu ushul, fikih, filsafat, manthiq dan tasawuf, beliau
memiliki karya yang sangat banyak. Secara ringkas dapat kita kutip yang
terkenal, di antaranya:7
1. Al-Mustashfa min ‘Ilmil Ushul. Merupakan kitab yang sangat terkenal dalam
ushul fiqih. Yang sangat populer dari buku ini ialah pengantar manthiq dan
pembahasan ilmu kalamnya.
2. Mahakun Nadzar.
3. Mi’yarul Ilmi. Kedua kitab ini berbicara tentang mantiq dan telah dicetak.
4. Ma’ariful Aqliyah. Kitab ini dicetak dengan tahqiq Abdulkarim Ali Utsman.
5. Misykatul Anwar. Dicetak berulangkali dengan tahqiq Abul Ala Afifi.
6. Al Maqshad Al Asna Fi Syarhi Asma Allah Al Husna.Telah dicetak.
7. Mizanul Amal. Kitab ini telah diterbitkan dengan tahqiq Sulaiman Dunya.
8. Al-Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi. Oleh para ulama, kitab ini
diperselisihkan keabsahan dan keontetikannya sebagai karya Al-Ghazali.
9. Al-Ajwibah Al-Ghazaliyah Fil Masail Ukhrawiyah.
10. Ma’arijul Qudsi fi Madariji Ma’rifati An Nafsi.
11. Qanun At-Ta’wil.
12. Fadhaih Al-Bathiniyah dan Al-Qisthas Al-Mustaqim.
13. Iljamul Awam An Ilmil Kalam. Kitab ini telah diterbitkan berulang kali
dengan tahqiq Muhammad Al-Mu’tashim Billah Al-Baghdadi.
14. Raudhatuth Thalibin Wa Umdatus Salikin, diterbitkan dengan tahqiq
Muhammad Bahit.
15. Ar-Risalah Alladuniyah.
16. Ihya’ Ulumuddin. Kitab yang cukup terkenal dan menjadi salah satu rujukan
sebagian kaum muslimin di Indonesia.
17. Al-Munqidz Minad Dhalalah. Tulisan beliau yang banyak menjelaskan sisi
biografinya.
18. Al-Wasith.
19. Al-Basith.

7
Ibrahim Madkur, Fî Al Falsafah Al Islâmiyyât wan Manhaj wa Tathbiquh. (Kairo: Dâr
Al Ma’ârif. 1968), hal.56-57

8
20. Al-Wajiz.
21. Al-Khulashah. Keempat kitab ini adalah kitab rujukan fiqih Syafi’iyah yang
beliau tulis. Imam As-Subki menyebutkan 57 karya beliau dalam Thabaqat
Asy Syafi’iyah, 6:224-227.

D. Aqidah dan Madzhab Imam Al-Ghazali


Dalam masalah fikih, beliau seorang yang bermazhab Syafi’i. Nampak
dari karyanya Al-Wasith, Al-Basith, dan Al-Wajiz. Bahkan kitab beliau Al-
Wajiz termasuk buku induk dalam Mazhab Syafi’i. Mendapat perhatian khusus
dari para ulama Syafi’iyah. Imam Adz Dzahabi menjelaskan mazhab fikih
beliau dengan pernyataannya, “Syaikh Imam, Hujjatul Islam, A’jubatuz
Zaman, Zainuddin Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
bin Ahmad Ath-Thusi Asy-Syafi’i.”
Sedangkan dalam sisi akidah, beliau sudah terkenal dan masyhur sebagai
seorang yang bermazhab Asy’ariyah. Banyak membela Asy’ariyah dalam
membantah Bathiniyah, para filosof serta kelompok yang menyelisihi
mazhabnya. Bahkan termasuk salah satu pilar dalam mazhab tersebut. Oleh
karena itu beliau menamakan kitab aqidahnya yang terkenal dengan judul Al-
Iqtishad Fil I’tiqad. Tetapi karya beliau dalam aqidah dan cara pengambilan
dalilnya, hanyalah merupakan ringkasan dari karya tokoh ulama Asy’ariyah
sebelum beliau (pendahulunya). Tidak memberikan sesuatu yang baru dalam
mazhab Asy’ariyah. Beliau hanya memaparkan dalam bentuk baru dan cara
yang cukup mudah. Keterkenalan Imam Ghazali sebagai tokoh Asy’ariyah juga
dibarengi dengan kesufiannya. Beliau menjadi patokan marhalah yang sangat
penting menyatunya Sufiyah ke dalam Asy’ariyah.8

E. Al-Aqabah Imam Al-Ghazali

8
Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran,...hal.74

9
Adapun konsep al- aqabah Imam Al-Ghazali sebagai berikut:9
1. A’qabatul Ilmi (Peringkat Ilmu)
Kita disedarkan pentingnya Ilmu Fardhu Ain untuk difahami, diyakini
dan diamalkan. Ilmu fardhu Ain yang dituntut kita pelajari dan amalkan
ialah:
Ilmu Tauhid – Merangkumi persoalan rukun Iman dan kalimah
syahadah yang wajib dipelajari secara tafsili oleh setiap muslim. Dalam
perosalan beriman kepada Allah SWT. Sekurang-kurangnya seseorang
muslim mampu mendatangkan dalil aqli dan naqli kepada 20 sifat yang
wajib bagi Allah SWT, 20 sifat yang mustahil bagi Allah dan satu sifat yang
harus bagi Allah SWT. Seorang muslim wajib mampu mendatangkan dalil
aqli dan dalil naqli walaupun secara ijmali.
Dalam persoalan beriman dengan Rasul dn Nabi, seorang muslim
wajiblah mempelajari, memahami, meyakini akan Nabi & Rasul. Seorang
muslim wajib mampu mendatangkan dalil aqli dan naqli walaupun secara
ijmali (ringkas) akan 4 sifat yang wajib bagi Rasul/Nabi, 4 sifat yang wajib
bagi Rasul/Nabi dan satu sifat yang harus bagi Rasul/Nabi. Ada 25 Rasul
yang wajib diketahui oleh seseorang muslim. Dari Nabi Adam AS hinggalah
Nabi Muhammad SAW. Di antara 25 orang Rasul yang wajib diketahui itu,
ada pula 5 orang Nabi yang ulul azmi iaitu Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS,
Nabi Musa AS, Nabi Isa AS dan Nabi Muhammad SAW. Yang
dimaksudkan dengan ulul azmi ialah mempunyai keinginan yang teguh dan
kesabaran yang tinggi dalam mengejar cita-cita dan matlamat yang telah
diberikan oleh Allah SWT.
Dalam persoalan beriman dengan Malaikat, ada 10 malaikat yang
wajib dipelajari, difahami dan diyakini oleh setiap Muslim.
Dalam persoalan beriman dengan Kitab, ada 4 kitab yang wajib
diyakini oleh seseorang Muslim. Kitab Taurat diturunkan kepad Nabi Musa

9
Yedi Purwanto, “Konsep ‘Aqabah Dalam Tasawuf Al-Ghazali”, Jurnal Sosioteknologi,
Vol.8. No. 5,Tahun 2006, hal.92-97

10
AS. Kitab Zabur kepada Nabi Daud AS, Kitab Injil kepada Nabi Isa AS dan
Al Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup segala nabi.
Dalam persoalan beriman dengan hari kiamat, wajiblah seseorang
muslim yakin akan hari pembalasan, syurga dan neraka, mizan, titian sirat,
mahsyar dan sebagainya.
Dalam persoalan beriman dengan qadha dan qadar, wajiblah
seseorang muslim yakin dengan ketentuan yang baik dan buruk ke atas
dirinya.
Walaupun hanya Allah yang memberi bekas, tetapi usaha dan ikhtiar
adalah wajib bersesuaian dengan sunnatullah dan hukum adat.
Ilmu Fekah pula di dalamnya terkandung hal ehwal ibadah,
munakahat, muamalat dan jenayah. Melalui ilmu ini, seseorang Muslim
diajar bagaimana beribadah kepada Allah SWT. Diajar akan rukun dalam
setiap ibadah. Juga ditunjukkan syarat sah dan batal sesuatu ibadah dengan
jelas, sama ada ibadah solat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Ianya juga
menunjukkan jalan bagaimana menjalani hidup sebagai hamba Allah dan
bagaimana hidup sebagai sebuah masyarakat Islam, sama ada dari segi
kekeluargaan, dari segi hubungan kemasyarakatan dan dari segi menjaga hal
ehwal keamanan fitrah yang telah Allah kurniakan kepada setiap insan yang
bernama manusia.
Ilmu Tasauf adalah untuk menyuluh hal ehwal kerohanian atau hati
kita, agar tetap lurus mentaati Allah dan Rasul Nya tanpa di pesongkan oleh
bisikan yang sering mengajak ke arah kemungkaran. Oleh itu setiap muslim
perlu mempelajari, memahami, meyakini 10 jenis sifat mahmudah (sifat
terpuji) dan 10 jenis sifat mazmumah (terkeji).
Ketiga-tiga cabang ilmu inilah yang dituntut untuk kita pelajari,
fahami, yakini dan diamalkan serta diperjuangkan.
2. A’qabatut Taubah (Peringkat Taubat)
Peringkat ini seseorang wajiblah membersihkan dirinya dari dosa
zahir dan batin. Taubat diwajibkan agar:

11
a. Kita mendapat keringanan dalam beribadah dan tiada kegusaran dan
keresahan dalm hidup.
b. Ibadah kita diterima Allah SWT.
Ada dua jenis dosa yang dilakukan oleh seseorang muslim yaitu:
a. Dosa kepada Allah (melakukan larangan Nya atau meninggalkan suruhan
Nya)
b. Dosa sesama manusia (adalah yang berhubung dengan diri peribadi
seseorang atau berkaitan dengan hartanya atau berkaitan dengan
keluarganya atau berkaitan dengan agamanya)
Syarat taubat atas dosa kepada Allah SWT ada 3:
1) Menyesal atas dosa
2) Meninggalkan perkara yang mengundang dosa
3) Berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan yang mengundang dosa
Syarat taubat atas dosa sesama manusia ada 4:
1) Menyesal atas dosa
2) Meninggalkan perkara yang mengundang dosa
3) Berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan yang mengundang dosa
4) Memohon maaf dan kifarah kepada orang yang dilakukan dosa
3. A’qabatul A’waiq (Peringkat Berhadapan Dengan Penghalang Untuk
Beribadah)
Ada 4 perkara yang menghalang seseorang muslim untuk beribadah.
a. Dunia
b. Manusia (Fasiq, Munafiq, Kafir Harbi)
c. Syaitan
d. Nafsu (Nafsu Ammarah, Lauwamah, Mulhamah)
Untuk berhadapan dengan godaan duniawi. Hendaklah seseorang
muslim itu bersifat zuhud. Dalam menghadapi halangan yang ditimbulkan
oleh manusia yang fasiq, munafik dan kafir harbi, maka hendaklah
seseorang Muslim:
1. Bersabar dengan kesusahan dan kesukaran yang ditimbulkan oleh
mereka.

12
2. Melengkapkan diri dengan ilmu Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah
3. Beramala dengan ilmu Fardhu AIn dan Fardhu Kifayah
4. Berdakwah kepada mereka
5. Berhadapan dengan mereka sebagaimana mereka menyerang kita. Jika
diserang dengan ekonomi kuffar, kita perangi dengan ekonomi Islam
berlandaskan syariat.
6. Berdoa kepada Allah
Untuk berhadapan dengan halangan yang dilahirkan oleh syaitan ini,
maka hendaklah kita :
a. Melengkapkan diri dengan ilmu Fardhu Ain.
b. Gunakan ilmu Tauhid dan Feqah untuk mengenal halal dan haram.
b. Gunakanlah ilmu tasauf untuk menyuluh sifat mazmumah yang
terkandung di dalam diri kita dan kikislah sifat tersebut dengan
menggantinya dengan sifat mahmudah.
c. Sentiasa berlapar
d. Memohon perlindungan dengan Allah dari syaitan yang direjam
Bagi berhadapan dengan nafsu yang buruk iaitu Ammarah, Lauwamah
dan mulhamah serta mempertingkatkan quality nafsu ke tingkatan yang
lebih tinggi, maka seseorang itu hendaklah bermujahadatunnafsi melalui
proses mujahadatunnafsi. Proses mujahadatunnafsi ini melibatkan 3 perkara.
Yang pertama takhalli, iaitu mengikis/membuang sifat mazmumah (sifat
terkeji) dalam diri. Kedua ialah tahalli, iaitu mengisi/menggantikan sifat
mazmumah dengan sifat mahmudah (sifat terpuji). Dan yang ketiga tajalli,
setelah seseorang telah berusaha mengungkai sifat mazmumah dan bersabar
mengisi hatinya dengan sifat mahmudah, maka kemanisan dalam beribadah
akan hadir, inilah yang dinamakan tajalli.
4. A’qabatul A’warid (Peringkat Menghadapi Perkara Yang
Memesongkan Ibadah)
Andainya perkara yang menghalang seseorang muslim untuk
beribadah berjaya di atasi, namun masih ada lagi perkara yang
memesongkan dan melalaikan seseorang muslim untuk beribadah yaitu:

13
a. Rezeki – kerana kesibukan mencari rezeki, maka ibadah telah terlalai.
Solat di ta’akhirkan, zikir wirid disingkatkan, bacaan Al Quran
diabaikan.
b. Khuatir – kebimbangan yang melanda apabila melakukan ibadah.
c. Musibah
d. Qadha & Qadar
Jalan penyelesaian kepada keempat-empat masalah di atas:
1) Hendaklah kita bertawakal kepada Allah SWT setelah kita berusaha dan
berikhtiar.
2) Berserah diri kepada Allah SWT kerana sebagai Yang Maha Pencipta,
Allah lebih tahu akan masa depan kita. Allah yang Maha Mengathui
masa depan kita dan Allah yang mentadbir kehidupan kita.
3) Hendaklah bersabar dengan musibah yang melanda. Kuatkan pautan hati
dengan Allah, dan ingatkan diri bahwa sebagai makhluk yang lemah
tidak ada daya upaya kita untuk mengelakkannya melainkan dengan
kudrah dan iradah Allah SWT.
4) Sentiasalah mengucapkan Innalillahi wainna ilai hirajiun (Dari Allah
aku datang dan kepada Allah aku kembali.
5) Sentiasa mengucapkan La haula wala quwwata illah billah sebagai tanda
kelemahan kita sebagai makhluk.
6) Anggaplah musibah yang melanda sebagai kifarah dosa kita didunia dan
sebagai ujian dari Allah untuk meningkatkan darjat kita disisi Allah
SWT.
7) Apabila ketentuan Allah datang berbentuk nikmat, ucapkanlah istighfar
dan alhamdulillah. Syukurilah nikmat Allah dan ingatkan diri sendiri,
seandainya nikmat yang hadir gagal ditadbir dengan hukum Allah,
hakikatnya kita telah kufur nikmat.
8) Bersabar dan redha dengan ketentuan Allah yang tidak kita ingini.
Ingatkan diri bahwa kita adalah makhluk yang lemah dan Allah saja yang
menjamin keselamatan di dunia dan di akhirat.

14
5. A’qabatul Bawai’th (Peringkat Berhdapan Dengan Perkara Yang
Mendorong Ibadah)
Dalam menyelusuri jalan mendekatkan diri kepada Allah SWT, Allah
bekalkan buat hamba-hamba NYA 2 sifat yang mendorong untuk beribadah
yaitu:
a. Khauf (rasa takut atas ancaman Allah)
b. Raja’ (rasa harap atas ampunan dan rahmat Allah)
Kedua-dua sifat ini hyendaklah seimbang. Tidak boleh salah satu lebih
dominan yang satu lagi. Jika khauf lebih diberati, ditakuti akan lahir
manusia yang mudah berputus asa. Jika raja’ yang lebih diberati, maka akan
lahir manusia yang terlalu yakin dengan amalannya, dan merasa diri sudah
dijamin syurga. Namun tatkala sampai sakaratul maut, hendaklah seseorang
muslim itu meletakkan 100% rasa raja’ atas rahmat Allah. Berbaik sangka
dengan Allah.
Untuk mendapatkan dan menguruskan 2 perkara yang mendorong
ibadah, maka hendaklah:
1. Sentiasa mengingatkan diri dengan Akhirat. Ingatkan diri tentang azab
siksaan Allah. Ingatkan diri tentang kenikmatan syurga Allah.
2. Sentiasa ingatkan diri bahawa Allah Maha Hebat dan Allah Maha
Pengampun.
3. Sentiasa berzikir
4. Membaca kisah para Nabi, Rasul, Para Sahabat dan orang di zaman
salafussoleh.
6. A’qabatul Qawadih (Peringkat Berhadapan Dengan Perkara Yang
Mencacatkan Ibadah)
Ada dua sifat yang menjadi pokok kepada segala perkara-perkara
yang mencacatkan ibadah yaitu:
a. Ujub – merasa hairan dengan diri sendiri, merasa dirinya amat istimewa,
lain dari yang lain.
b. Riyak – melakukan sesuatu untuk mendapat anugerah dari makhluk dan
bukan dari Allah SWT.

15
Faktor yang boleh menjadi sebab untuk berlaku ujub dan riyak ialah:
a. Darah keturunan
b. Jawatan pangkat kebesaran
c. Harta yang menggunung
d. Ilmu yang banyak
e. Wajah dan paras rupa yang indah dan cantik
f. Pengikut yang ramai
g. Kelebihan-kelebihan yang pada kebiasaan yang tidak terdapat pada orang
lain
Manusia yang bersifat ujub dan riyak ini akan mendapat 2 keaiban dan
2 musibah yaitu:
a. Aib di hadapan malaikat dan aib di hadapan umat manusia di Padang
Mahsyar.
b. Musibah kerana tidak beroleh syurga dan musibah dimasukkan ke
neraka.
Obat Riyak dan Ujub serta Cara Membersihkan Hati Daripada Riyak
dan ujub:
1) Memperkemaskan ilmu Fadhu Ain dan beramal dengannya. Dengan itu
seseorang muslim akan sedar bahwa dirinya adalah hamba Allah yang
hina. Hanya Allah tempat dipersembahkan segala amalan, bukan kepada
makhluk. Hanya kepada Allah seseorang mengharapkan balasan dan
bukannya mengharap anugerah pemberian makhluk.
2) Apabila menerima nikmat, segeralah mengingati Allah dan ucapkan
kesyukuran atas nikmat yang diperolehi. Lantas segeralah beristighfar
kepada Allah kerana takut nikmat yang bakal diperolehi menjadikan kita
lupa bahawa nikmat itu merupakan ujian buat diri kita.
3) Bersegeralah mengucapkan la haula wala quwata illa billah sebagai tanda
kelemahan kita sebagai makhluk Allah.
4) Apabila menerima nikmat, segeralah juga kita bandingkan nikmat yang
kita perolehi itu dengan nikmat orang lain yang lebih besar dan berharga.
Agar kita sedar bahwa nikmat yang kita perolehi itu tidak seberapa dan

16
bila-bila masa sahaja Allah mampu menariknya semula. Dengan itu kita
mampu bersyukur.
5) Apabila ditimpa musibah, segeralah kita membandingkan musibah
tersebut dengan musibah orang yang lebih teruk dari kita. Agar nantinya
kita akan bersabar dan redha dengan ketentuan Allah atas kita.
6) Sentiasalah menggauli orang yang kurang bernasib baik seperti fakir
miskin dan anak-anak yatim. Kerana ianya menjadikan kita insaf akan
kedudukan kita sebagai makhluk Allah yang lemah.
7) Bermujahadatun nafsi melalui tiga peringkat yang pernah dibincang
dalam pertempuran yang lalu iaitu Takhalli, Tahalli dan Tajalli.
Bertafakur.
8) Memikir akan kebesaran Allah SWT.
7. Aqabatul Hamdi Wa Syukri (Mengucapkan Puji & Syukur)
Adalah menjadi kewajiban ke atas setiap muslim menyatakan
kesyukuran ke atas nikmat yang diperolehi atas dua sebab, yaitu:
a. Agar nikmat yang diperolehi dikekalkan Allah ke atasnya.
b. Agar Allah SWT mengurniakan nikmat-nikmat yang lain yang boleh
mendekatkan dirinya dengan Allah SWT lebih mudah.
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti KAMI akan menambah
nikmat ke atasmu. Seandainya kamu syukur, sesungguhnya azab KAMI
amat pedih. (Surah Ibrahim: 7) Nikmat Allah SWT ke atas hamba NYA ada
2 yaitu:
1) Nikmat dunia yang terkandung di dalamnya: Nikmat berbentuk manfaat
(sihat tubuh badan, sempurna sifat). Mengecapi berbagai kesenangan
fizikal seperti makan, minum, pakaian. Nikmat berbentuk perlindungan
dari mudarat.
2) Nikmat berbentuk agama: Nikmat mendapat taufik dari Allah SWT.
Nikmat pemeliharaan dari Allah yang mengancam dari segi dunia dan
akhirat.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad
Ath-Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’,
19:323 dan As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:191). Sedangkan para ulama
nasab berselisih dalam penyandaran nama Imam Al-Ghazali.
Di antara karyanya yang terkenal ialah: Pertama, dalam masalah
ushuluddin dan akidah: 1. Arba’in fi Ushuliddin. Merupakan juz kedua dari
kitab beliau Jawahirul Qur’an. 2. Qawa’idul Aqa’id, yang beliau satukan
dengan Ihya’ Ulumuddin pada jilid pertama. 3. Al Iqtishad fil I’tiqad. 4.
Tahafut Al-Falasifah, yang berisi bantahan beliau terhadap pendapat dan
pemikiran para filosof dengan menggunakan kaidah mazhab Asy’ariyah. 5.
Faishal At-Tafriqah Bainal Islam Wa Zanadiqah. Kedua, dalam ilmu ushul,
fikih, filsafat, manthiq dan tasawuf, beliau memiliki karya yang sangat banyak.
Konsep al aqabah Imam Al Ghazali ialah: A’qabatul Ilmi (Peringkat
Ilmu), A’qabatut Taubah (Peringkat Taubat), A’qbatul A’wai’q (Peringkat
Menghadapi Perkara Yang Menghalang Ibadah), A’qabatul A’warid (Peringkat
Menghadapi Perkara Yang Memesongkan Ibadah), A’qabatul Bawai’th
(Peringkat Berhdapan Dengan Perkara Yang Mendorong Ibadah), A’qabatul
Qawadih (Peringkat Berhadapan Dengan Perkara Yang Mencacatkan Ibadah),
A’qabatul Hamdi Wa Syukri (Peringkat Mengucap Puji dan Syukur).

B. Saran
Demikianlah makalah kami dapat kami selesaikan. Kami berharap agar
makalah yang kami susun ini menjadi bermanfaat bagi penulis maupun
pembaca dan menambah wawasan mengenai al quran khususnya tentang
materi ini. Namun dalam penyusunan ini, kami sadar terdapat banyak
kekurangan, karena kami pun masih dalam tahap belajar, dan menyusun. Maka
dari itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang konstruktif dari para
pembaca dan pembimbing.

18
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Yunasril. 2011. Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam. Jakarta:
Bumi Aksara

Hanafi, Ahmad. 2015. Jejak Akhlak Sufi. Jakarta: Bulan Bintang

Madkur, Ibrahim, 1968. Fî Al Falsafah Al Islâmiyyât wan Manhaj wa Tathbiquh.


Kairo: Dâr Al Ma’ârif.

Nasution, Hasyimiyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Purwanto, Yedi. “Konsep ‘Aqabah Dalam Tasawuf Al-Ghazali”, Jurnal


Sosioteknologi, Vol.8. No. 5,Tahun 2006

Sirajuddin. 2007. Filsafat Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

2007. Tasawuf Al-Ghazali. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

Syadani, Ahmad. 1997. Tasawuf Al-Ghazali. Bandung: Pustaka Setia.

19

Anda mungkin juga menyukai