Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Goal Setting Theory

Goal setting theory merupakan salah satu bagian dari teori

motivasi yang dikembangkan oleh Edwin Locke sejak 1978. Teori

penetapan tujuan (goal setting theory) menyatakan adanya hubungan

antara tujuan yang ditetapkan dengan prestasi kinerja. Konsep dasar teori

ini adalah seseorang yang memahami tujuan akan mempengaruhi

kerjanya. Teori ini mengisyaratkan bahwa seorang individu

berkomitmen pada tujuan. Jika seseorang berkomitmen untuk mencapai

tujuan maka hal ini akan mempengaruhi tindakannya dan konsekuensi

kinerjanya. Individu yang memiliki sikap kepercayaan diri akan

kemampuan yang dimilikinya mampu menumbuhkan rasa ingin

berkomitmen. Dengan menggunakan pendekatan goal setting theory,

kinerja pegawai yang baik dalam menyelenggarakan pelayanan publik

diidentikkan sebagai tujuannya.

2.1.2 Kinerja Karyawan

1. Pengertian Kinerja Karyawan

Menurut Fahmi (2018) kinerja adalah hasil yang diperoleh

suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan

non profit oriented yang dihasilkan selama satu priode waktu.

Kinerja karyawan diidentifikasi mampu dipengaruhi oleh beberapa


faktor yang dapat meningkatkan atau bahkan menurunkan kinerja

karyawan. Sedangkan menurut Afandi (2018) Kinerja adalah hasil

kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam

suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi secara

illegal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral

dan etika.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Karyawan

Menurut Kasmir (2018) bahwa faktor yang mempengaruhi

kinerja adalah :

1. Kemampuan dan keahlian atau skill yang dimiliki seseorang

dalam melakukan suatu pekerjaan.

2. Pengetahuan tentang pekerjaan, seseorang yang memiliki

pengetahuan yang baik akan menghasilkan pekerjaan yang baik.

3. Rancangan kerja merupakan rancangan pekerjaan yang akan

memudahkan karyawan dalam mencapai tujuannya.

4. Kepribadian yakni kepribadian seseorang atau karakter yang

dimiliki seseorang pegawai berbeda-beda.

5. Motivasi kerja merupakan dorongan bagi seseorang untuk

melakukan pekerjaan.

6. Budaya organisasi merupakan kebiasaan-kebiasaan atau norma-

norma yang berlaku dan dimiliki oleh sebuah organisasi atau

perusahaan.
7. Kepemimpinan merupakan perilaku seorang pimpinan dalam

mengatur, mengelola dan memerintah bawahanya untuk

mengerjalakan sesuatu tugas dan tanggungjawab yang

diberikannya.

8. Gaya kepemimpinan merupakan gaya atau sikap seorang

pemimpin dalam menghadapi atau memerintahkan bawahannya.

9. Kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau, gembira atau

perasaan suka seseorang sebelum dan setelah melakukan

pekerjaan.

10. Lingkungan kerja merupakan suasana atau kondisi di sekitar

lokas tempat bekerja seseorang.

11. Loyalitas merupakan kesetiaan seseorang untuk tetap bekerja dan

membela perusahaan dimana tempat bekerjanya.

12. Komitmen merupakan kepatuhan karyawan untuk menjalankan

kebijakan dan peraturan perusahaan dalam bekerja.

13. Disiplin kerja merupakan usaha karyawan untuk menjalankan

aktivitas kerjanya secara sungguh-sungguh.

3. Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Kasmir (2018) indikator kinerja karyawan adalah

sebagai berikut :

1. Kualitas (Mutu), pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan

melihat kualitas pekerjaan yang dihasilkan melalui suatu proses

tertentu.
2. Kuantitas (jumlah), untuk melihat kinerja dapat pula dilakukan

dengan melihat dari kuantitas (jumlah) yang dihasilkan oleh

seseorang

3. Waktu (jangka waktu), untuk jenis pekerjaan tertentu diberikan

batas waktu dalam menyelesaikan pekerjaannya

4. Penekanan biaya, biaya yang dikeluarkan untuk setiap aktivitas

perusahaan sudah dianggarkan sebelum aktivitas dijalankan.

5. Pengawasan, hampir seluruh jenis pekerjaan perlu melakukan

dan memerlukan pengawasan terhadap pekerjaan yang sedang

berjalan

6. Hubungan antar karyawan, penilaian kinerja sering kali dikaitkan

dengan kerjasama atau kerukunan antar karyawan dan atau antar

pimpinan.

2.1.3 Konflik Peran

1. Pengertian Konflik Peran

Menurut Utaminingsih (2017) konflik peran merupakan

kondisi dimana terjadinya konflik karena tekanan dari dua peran atau

lebih yang diharapkan, namun bisa saja terjadi dalam pemenuhan

satu peran akan bertentangan dengan peran lain. Sementara menurut

Hardiani et.al (2017), konflik peran merupakan suatu konflik yang

muncul dikarenakan adanya beberapa perintah/peran yang

dilaksanakan secara bersamaan sehingga mengabaikan perintah atau

peran yang lainnya.

2. Bentuk-bentuk Konflik Peran


Bentuk konflik peran ganda menurut Utaminingsih (2017)

adalah:

1. Konflik Antar Peran (Inter Role Conflict) yaitu konflik yang

muncul karena individu menghadapi peran ganda. Hal ini terjadi

karena individu memainkan banyak peran sekaligus, dan

beberapa peran itu mempunyai harapan yang bertentangan serta

tanggung jawab yang berbeda-beda.

2. Konflik Dalam Peran (Intra Role Conflict) yaitu konflik yang

terjadi karena beberapa indivdu yang berbeda beda menentukan

sebuah peran menurut rangkaian harapan yang berbeda beda,

sehingga tidak mungkin bagi individu yang menduduki peran

tersebut untuk memenuhinya. Hal ini dapat terjadi apabila peran

tertentu memiliki peran yang sangat rumit.

3. Konflik Peran Itu Sendiri (Person Role Conflict) Konflik ini

terjadi apabila persyaratan peran melanggar nilai dasar, sikap dan

kebutuhan individu tersebut.

3. Indikator Konflik Peran

Menurut Utaminingsih (2017) yang menjadi indikator konflik

peran yaitu :

1. Time-based conflict, yaitu konflik yang disebabkan oleh tekanan

waktu, karena waktu yang dimiliki digunakan untuk memenuhi

peran tertentu mengakibatkan kesulitan untuk memenuhi peran

yang lainnya.
2. Strain-based conflict, yaitu konflik yang disebabkan oleh

ketegangan atau tekanan atau kerancuan peran oleh suatu peran

yang mengganggu pean yang lain (tekanan keraja dan keluarga).

Strain-based conflict ini disebabkan karena seharian bekerja,

sehingga mengalami kelelahan yang pada akhirnya menyulitkan

untuk melakukan pekerjaan dalam ranah domestik, yang dapat

memicu kecemasan, kelelahan emosional sehingga cepat marah,

Perempuan yang bekerja cenderung mendapat tekanan pekerjaan

yang lebih berat dibandingkan dengan laki-laki, seperti

diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, superwoman sindrom,

sevaluasi usia pada pekerjaan yang menuntut penamoilan fisik

dan keterampilan tertentu.

3. Behavior-based conflict, yaitu kesulitan dalam perubahan

perilaku yang diakibatkan dari suatu peran ke peran yang lain.

Behavior-based conflict ini, muncul karena tekanan pola perilaku

dari suatu perilaku pada peran yang sedang dijalankan tidak

sesuai dengan harapan perilaku pada peran yang lainnya. Sebagai

contoh, seorang perempuan yang merupakan manajer eksekutif

dari suatu perusahaan, dituntut untuk bersikap agresif dan

objektif terhadap pekerjaanya, tetapi disisi lain, perannya sebagai

ibu rumah tangga dituntut untuk bersikap lembut dan hangat

dalam keluarganya. Sehingga, sebagai ibu mampu memberikan

kenyamanan pada seluruh anggota keluarga. Apabila Ia tidak bisa

menyesuaikan peran yang berbeda makan akan mengalami


konflik antar peran dalam berperilaku di lingkungan kerja yang

terbawa kedalam lingkungan keluarga.

2.1.4 Stres Kerja

1. Pengertian Stres Kerja

Menurut Sinambela (2017) stres kerja adalah perasaan

tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres

kerja ini tampak dari tampilan diri, antaralain emosi tidak stabil,

perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang

berlebihan, tidak bisa relaks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah

meningkat dan mengalami gangguan pencernaaan. Sedangkan

menurut Afandi (2018) stres kerja merupakan suatu proses yang

kompleks, bervariasi, dan dinamis dimana stressor, pandangan

tentang stres itu sendiri, respon singkat, dampak kesehatan, dan

variabel-variabelnya saling berkaitan. Stres dapat terjadi pada setiap

individu disetiap waktu.

2. Pendekatan Stres Kerja

Menurut Afandi (2018) ada empat pendekatan terhadap stres

kerja, yaitu:

1. Pendekatan Dukungan Sosial Pendekatan ini dilakukan melalui

aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada

karyawan. Misalnya bermain game dan bergurau.

2. Pendekatan Melalui Meditasi Pendekatan ini perlu dilakukan

karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran,

mengendorkan kerja otot, dan menenangkan emosi. Meditasi ini


dapat dilakukan selama 15-20 menit. Meditasi biasa dilakukan di

ruangan khusus. Karyawan yang beragama Islam biasa

melakukannya setelah shalat Dzuhur melalui doa dan zikir

kepada Allah SWT.

3. Pendekatan Melalui Biofeedback Pendekatan ini dilakukan

melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater

dan psikolog sehingga diharapkan karyawan dapat

menghilangkan stress yang dialaminya.

4. Pendekatan Kesehatan Pribadi Pendekatan ini merupakan

pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini

karyawan secara periode waktu yang selanjutnya memeriksa

kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi dan

olahraga secara teratur.

3. Indikator Stres Kerja

Indikator-indikator stres kerja menurut Afandi (2018) yaitu :

1. Tuntutan tugas, merupakan faktor yang dikaitkan pada pekerjaan

seseorang seperti kondisi kerja, tata kerja letak fisik.

2. Tuntutan peran, berhubungan dengan tekanan yang diberikan

pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang

dimainkan dalam suatu organisasi.

3. Tuntutan antar pribadi, tekanan yang diciptakan oleh para

pegawai lain.
4. Struktur organisasi, gambaran instansi yang diwarnai dengan

struktur organisasi yang tidak jelas, kurangnya kejelasan

mengenai jabatan, peran, wewenang, dan tanggung jawab.

5. Kepemimpinan organisasi memberikan gaya manajemen pada

organisasi. Beberapa pihak didalamnya dapat membuat iklim

organisasi yang melibatkan, ketegangan, ketakutan dan

kecemasan.

2.1.5 Beban Kerja

1. Pengertian Beban Kerja

Menurut Vanchapo (2020) beban kerja merupakan sebuah

proses atau kegiatan yang harus segera diselesaikan oleh seorang

pekerja dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Monika

(2018) beban kerja adalah proses yang dilakukan seseorang dalam

menyelesaikan tugas dari suatu pekerjaan atau suatu kelompok

jabatan yang dilakukan dalam keadaan normal dalam suatu jangka

waktu tertentu. Apabila seorang pekerja mampu menyelesaikan dan

menyesuaikan diri terhadap sejumlah tugas yang diberikan, maka hal

tersebut tidak menjadi suatu beban kerja. Namun, jika pekerja tidak

berhasil maka tugas dan kegiatan tersebut menjadi suatu beban kerja.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Beban Kerja

Menurut Koesomowidjojo (2017:24) faktor-faktor yang

mempengaruhi beban kerja yaitu faktor internal dan faktor eksternal:

1. Faktor Internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat

dari reaksi beban kerja eksternal seperti jenis kelamin, usia,

postur tubuh, status kesehatan, dan motivasi, kepuasan maupun

persepsi.

2. Faktor Eksternal

Merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh karyawan

seperti :

a. Lingkungan Kerja Lingkungan kerja yang nyaman tentunya

akan berpengaruh terhadap kenyamanan karyawan dalam

menyelesaikan pekerjaannya. Akan tetapi apabila lingkungan

kerja dalam hal penerangan cahaya yang kurang optimal,

suhu ruang yang panas, debu, asap, dan kebisingan tentunya

akan membuat ketidaknyamanan bagi karyawan.

b. Tugas-tugas Fisik Tugas-tugas fisik yang dimaksud adalah

hal-hal yang berhubungan dengan alat-alat dan sarana bantu

dalam menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan (sarana dan

prasarana dalam bekerja).

c. Organisasi Kerja Karyawan tentunya membutuhkan jadwal

kerja yang teratur dalam menyelesaikan pekerjaannya

sehingga lamanya waktu bekerja, shift kerja, istirahat.

Perencanaan karier hingga penggajian akan turut memberikan

kontribusi terhadap beban kerja yang dirasakan masing-

masing karyawan.

3. Indikator Beban Kerja


Menurut Koesomowidjojo (2017) indikator beban kerja

diantaranya :

1. Kondisi Pekerjaan Kondisi pekerjaan yang dimaksud adalah

bagaimana seorang karyawan memahami pekerjaan tersebut

dengan baik. Seperti contoh, karyawan yang berada pada divisi

produksi tentunya akan berhubungan dengan mesin-mesin

produksi. Sejauh mana kemampuan dan pemahaman karyawan

dalam penguasaan mesin-mesin produksi untuk membantu

mencapai target produksi yang telah ditetapkan.

2. Penggunaan Waktu Kerja Waktu kerja yang sesuai dengan SOP

dapat meminimalisir beban kerja karyawan. Namun, banyak

organisasi tidak memiliki SOP atau tidak konsisten dalam

melaksanakan SOP, penggunaan waktu kerja yang diberlakukan

kepada karyawan cenderung berlebihan atau sangat sempit.

3. Target yang Harus Dicapai Target kerja yang ditetapkan oleh

perusahaan tentunya secara langsung akan memengaruhi beban

kerja yang diterima oleh karyawan. Semakin sempit waktu yang

disediakan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu atau tidak

seimbangnya antara waktu penyelesaian target pelaksanaan dan

volume kerja yang diberikan, akan semakin besar beban kerja

yang diterima dan dirasakan oleh karyawan. Untuk itu,

dibutuhkan penetapan waktu baku/dasar dalam menyelesaikan

volume pekerjaan tertentu pada masing-masing organisasi yang

jumlahnya tentu berbeda satu sama lain


2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

1. Widjaja, Widhiyanti & Mubarok (2021) yang berjudul Pengaruh Konflik

Kerja Dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Di CV. Perdana Java

Creative Bandung dengan hasil bahwa konflik kerja berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap kinerja karyawan, stres kerja berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap kinerja karyawan, secara simultan konflik kerja

dan stres kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap

kinerja karyawan di CV. Perdana Java Creative Bandung.

2. Hasil penelitian Novianti (2022) yang berjudul Pengaruh Beban Kerja,

Stres Kerja Dan Konflik Peran Terhadap Kinerja Karyawan PT. Studio

Kreasindo Palembang dengan hasil bahwa bahwa beban kerja, stres kerja

dan konflik peran berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan secara

individual.

3. Hasil penelitian Irfad, Sanusi & Mukhsin (2021) yang berjudul

Manajemen Beban Kerja, Konflik Kerja Dan Stres Kerja: Pengaruhnya

Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Intervening

Di PT Harapan Teknik Shipyard dengan hasil bahwa pengaruh manajemen

konflik kerja terhadap kepuasan kerja karyawan, terdapat pengaruh

manajemen stres kerja terhadap kepuasan kerja karyawan, terdapat

pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan dan terjadi pengaruh

mediasi kepuasan kerja pada hubungan manajemen konflik kerja terhadap

kinerja karyawan. Terjadi pengaruh mediasi kepuasan kerja pada

hubungan manajemen stres kerja terhadap kinerja karyawan.


4. Hasil penelitian Napitu & Tarigan (2022) yang berjudul Dampak Konflik

dan Stress Kerja terhadap Kinerja pada PTPN IV Dolok Sinumbah dengan

hasil bahwa konflik berdampak pada kinerja pegawai di PTPN IV Dolok

Sinumbah. Stres kerja berdampak pada kinerja pegawai di PTPN IV Dolok

Sinumbah. Konflik dan stres kerja secara bersama-sama berdampak pada

kinerja pegawai di perusahaan PTPN IV Dolok Sinumbah dapat

meminimalisir konflik dan stres kerja dengan memberikan pelatihan

manajemen konflik dan manajemen stres di masing-masing perusahaan

yang dikelola dengan baik sub-unit sp yang berdampak positif bagi

karyawan, khususnya karyawan dengan preasure kerja terberat.

5. Hasil penelitian Febriyanti (2019) yang berjudul Pengaruh Beban Kerja

Dan Konflik Peran Terhadap Intensi Keluar Karyawan Dengan Stres Kerja

Sebagai Variabel Mediasi (Studi Empiris PD BPR Bank BAPAS 69

Magelang) dengan hasil bahwa beban kerja tidak berpengaruh terhadap

intensi keluar karyawan, konflik peran berpengaruh terhadap intensi keluar

karyawan, beban kerja berpengaruh terhadap stress kerja, konflik peran

berpengaruh terhadap stres kerja, stres kerja berpengaruh terhadap intensi

keluar karyawan, stress kerja tidak mampu memediasi beban kerja

terhadap intensi keluar karyawan, dan stres kerja mampu memediasi

konflik peran terhadap intensi keluar karyawan.

6. Hasil penelitian Komariyah, Prahiawan & Lutfi (2021) yang berjudul

Pengaruh Peran Ganda dan Beban Kerja Terhadap Kinerja Pegawai

Wanita Dengan Stres Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten) dengan hasil bahwa peran


ganda (work family conflict) berpengaruh signifikan terhadap kinerja

pegawai wanita dengan nilai coefisient R² 16.3 %, beban kerja

berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai wanita dengan

nilai coefisient R² 23.1 %, peran ganda (work family conflict) berpengaruh

signifikan terhadap stres kerja dengan nilai coefisient R² 21.8 %, beban

kerja berpengaruh signifikan terhadap stres kerja pegawai wanita dengan

nilai coefisient R² 47.6 % dan stres kerja berpengaruh signifikan terhadap

kinerja pegawai wanita. dengan nilai coefisient R² 57.8 %.

Anda mungkin juga menyukai