Anda di halaman 1dari 7

Journal Reading

Perineal Tears Incidence and Risk Factors; A Four Years


Experience in a Single Saudi Center

Oleh:

Rafif Mohammad Irsyad 2240312078

Preseptor:

dr. Pom Harry Satria, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD SUNGAI DAREH DHARMASRAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2023
Kejadian Robekan Perineum dan Fakto Resiko Yang
Mempengaruhi : Sebuah Penelitian Dalam 4 Tahun Pada
Saudi Senter

Abstrak
Latar Belakang: : trauma perineum merupakan kejadian umum di obsetri, yang
meliputi 90 persen dari primipara dan kadang kala dikaitkan dengan morbiditas dan
mortilitas pasca lahir [1]. Pasien-pasien ini memiliki risiko tinggi akan berulangnya
laserasi perineum yang lebih parah dikelahiranberikutnya [2]. Banyak dari pasien tersebut
berkembang menjadiyang adekuat [3].

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat frekuensi dan tingkat
keparahan robekan perineum saat melahirkan pervagina yang menyebakan masalah fisik,
psikologis dan sosial yang besar.

Desain dan Metode penelitian: studi kohort retrospektif digunakan untuk


menganalisis semua kelahiran pervagina dari Januari 2011 sampai Desember 2015 Security
Forces Hospital, Riyadh, Arab Saudi. Data dari Rumah Sakit terdapat 6000 kelahiran per
tahun. Data diambil dari software yang menunjukan databasepada perawatan antenatal
sekitar sistem rumah sakit (Rekam Medis Viewer MRV) danlaporan data dari Kepala
kebidan dan perawatan. Data yang telah tersedia dapat dianalisis sebagai laporan klinis dari
Obstetri dan Ginekologi Security Forces Hospital.

Hasil: Sebanyak 28.325 pasien dirawat persalinanpervagina. Diantaranya, 406


(1,4%) mengalami laserasi perineum derajat dua, tiga dan empat. Dari 406 pasien, 285
(70,1%) adalah primipara dan 121 (29,9%) adalah multipara. Usia rata-rata populasi
penelitian adalah 28,08 ± 7,47, berkisar antara 17-42 tahun (Tabel 1). Dari total sampel,
139 (32%) melahirkan secara spontan, sedangkan 276 (68%) melahirkan dengan bantuan
vakum. Primigravida secara signifikan berhubungan dengan kejadian laserasi yang berat (p
<0,006). robekan perineum tidak memiliki hubungan signifikan dengan episiotomi (p
<0,623). Robekan perineum terjadi 313 (44,3%) pada kelahiran denga berat lahir bayi> 4
Kg (p <0,001).

Kesimpulan : robekan perineum kemungkinan menyebabkan morbiditas pasca-


natal. Mengidentifikasi faktor risiko, pemantauan dan pengawasan oleh dokter senior
selama persalinan yang sulit dan komponen perineum yang baik diharapkan dapat
meminimalkan risiko trauma perineum serta morbiditas

Kata kunci : Robekan perineum, keparahan, faktor resiko, kehamilan, kerusakan sphinter
ani.
Pendahuluan .
Trauma perineum merupakan kejadian yang umum di bagian obsetri, yang
terjadi hampir 90% pada primipara dan kadangkala dapat menyebakan morbiditas
dan mortalitas setalah melahirkan. Pasien-pasien ini memiliki risiko tinggi akan
berulangnya laserasi perineum yang lebih parah dikelahiranberikutnya [2]. Banyak
dari pasien tersebut berkembang menjadi inkonensia ani dan disfungsi sexuak
walaupun sudah dilakukan perbaikan spinter yang adekuatmenjadiyang adekuat
[3]. Klasifikasi yang dikenal pada robekan perineum adalah Royal College of
Obstetricians and Gynecologists (RCOG). Mereka membagi kedalam empat
derajat. Derajat pertama hanya mengenai mukosa vagina, derajat kedua mengenai
mukosa vagina dan otot perineum, derajat ketiga mencangkup hingga sphinter ani,
derajat ke empat mencangkup hingga mukosa rektum. Derajat tiga dibagi menjadi
beberapa bagian, 3A jika hanya mengenai kecil dari 50% sphinter ani eksterna, 3B
jika mengenai lebih dari 50%, dan 3C jika sudah mencapai spinther ani interna [3].
Hampir 3-4% wanita setelah melahirkan menderita inkontinensia ani karena
terdapatnya cedera sfingter anal yang salah didiagnosis dan hanya diklasifikasikan
sebagai robekan perineum derajat dua [4,5]. Beberapa faktor risiko seperti
nullipara, persalinan lama, bayi besar, episiotomi,instrumentabantuan persalinan,
induksi persalinan dan penggunaan analgesia epidural telah dilaporkan
berhubungan dengan terjadinya laserasi perineum yang berat [6]. Studi
menunjukkan bahwa ras merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya
laserasi perineum berat setelah persalinan pervaginam, dengan wanita Asia
memiliki risiko yang tertinggi [7]. Perlunya perhatian yang terfokus pada
peningkatan keterampilan obsetric untuk meminimalkan trauma perineum
kerusakan sfingter anipada persalinan serta permasalahan anorektal yang
muncul[8]. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmelihat frekuensi dan tingkat
keparahan robekan perineum saat melahirkan pervagina yang menyebakan masalah
fisik, psikologis dan sosial yang besar.
Desain dan Metode penelitian
Cara
Studi kohort retrospektif digunakan untuk menganalisis semua kelahiran
pervagina dari Januari 2011 sampai Desember 2015 Security Forces Hospital,
Riyadh, Arab Saudi. Data dari Rumah Sakit terdapat 6000 kelahiran per tahun. Data
diambil dari software yang menunjukan databasepada perawatan antenatal sekitar
sistem rumah sakit (Rekam Medis Viewer MRV) danlaporan data dari Kepala
kebidan dan perawatan. Data yang telah tersedia dapat dianalisis sebagai laporan
klinis dari Obstetri dan Ginekologi Security Forces Hospital.

Persetujuan Etis
Tatalaksan setiap kehamilan tidak dimodifikasi dalam penelitian, sehingga
dianggap dibebaskan dari persetujuan IRB. Departemen diperoleh sebelum proses
pengumpulan data.

Subjek

Terdapat 28.325 kelahiran dari januari 2011 hingga desember 2015. 7322
kelahiran (25,8%) secara seasar dikeluarkan dari sampel penelitian

a. Kriteria inklusi : kehamilan tunggal, presentasi kepala, dan


kehamilan pervagina yang dilahirkan sesuai usia kehamilan, pasien
yang terdapat laserasi perinuem derajat dua, tiga atau empat.
b. Kriteria eksklusi : setiap kehamilan yang tidak terdapat kriteria
inklusi dan persalinan dengan data yang tidak cukup.

Robekan derajat pertama terjadinya laserasi yang terbats hanya di


permukaan kulit atau mukosa vagina, derajat dua terjadinya laserasi yang meliputi
bagian luar forchette, kulit perineum, mukosa vagina, otot perineum dan fasia,
namu belum sampai ke spinter ani. Derajat tiga didefinisikan sebagai laserasi yang
melingkupi bagian terluar fourchete, kulit perineum, mukosa vagina, otot dan
spinter ani, sedangkan derajat ke empat laserasinya mencapai mukosa rektum.
Penelitian ini berjumlah 406 pasien, 350 pasien mempunyai laserasi perineum
derajat 2, 49 pasien dengan derajat 3, dan 7 pasien dengan derajat 4.
Penanganan seperti analagesik dan penggunaan oksitosin digunakan sesuai
dengan protokol dalam asuhan persalinan. Partogram digunakan secara rutin untuk
memantau persalinan, keadaan ibu, derajat fleksi kepala janin, merencakan kala
pertama dan kedua. Instrumen persalinan disiapkan jika terdapat indikasi tertentu,
seperti fetal distres.semua tindakan persalinan dilakukan dengan menggunakn
vakum ekstraksi ( pada semua kasus Kiwi Omnicup berdasarkan instruksi
manufaktur), tanpa tekanan fundus atau forseps, oleh enaga obsetri yang
berpengalaman dan terlatih.

Analisis Statistik

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS (Statistical


Package for the Social Sciences)) versi 17.0 (Chicago, IL, USA) untuk Windows.
Efek oksitosin yang digunaan dalampersalinan, episiotomi, cara persalinan, berat
lahir, dan yang membantu dalam persalinan pada tingkat robekan perineum diuji
dengan korelasi Spearman (2-tailed). Nilai p kurang dari atau sama dengan 0,05
dianggap signifikan.

Hasil

Sebanyak 28325 pasien yang dirawat karena persalinan pervaginam. Di


antara mereka, 406 (1,4%) pasien mendapatkan laserasi perineum derajat kedua,
ketiga atau keempat. Dari 406 pasien, 285 (70,1%) adalah primipara dan 121
(29,9%) adalah multipara. Usia rata-rata dari populasi penelitian adalah 28,08 ±
7,47, berkisar antara 17-42 tahun (Tabel 1). Dari total, 139 (32%) melahirkan secara
spontan, sedangkan 276 (68%) melahirkan dengan bantuan n vakum. Pada
primigravida secara signifikan berhubungan dengan frekuensi laserasi yang berat
(p <0,006). Laserasi perineum tidak signifikan terkait episiotomi (p
<0,623).Robekan perineum terjadi 313 (44,3%) pada kelahiran denga berat lahir
bayi> 4 Kg (p <0,001).
Tabel 1: KarakteristikKlinik dengan berbagai Derajat Robekan Perineum ( n=46)

Diskusi
Studi kami menunjukkan bahwa frekuensi robekan perineum adalah
(1,4%) yang sebanding dengan penelitian lain yang menunjukkan frekuensinya
mulai dari 1,3% hingga 5,8% [9]. Dalam penelitian kami wanita nulipara memiliki
risiko robekan yang lebih tinggi dibandingkan multipara. Ketidakelasstisan relatif
perineum pada nulipara, yaitu mana akan berkurang setelah satu atau lebih
persalinan, mungkin sebagai salah satu penyebabnya [10]. Haadem et al
mempunyai pendapat yang sama, dan berpendapat hal ini mungkin karena
peningkatan tekanan pada perineum atau inelastik jaringan vagina yang mungkin
menjadi penyebab [11]. Episiotomi tidak menunjukan risiko atau faktor pelindung
pada kerusakan perineum sementara Borgatta et al menemukan adanya penurunan
risiko robekan sfingter anal ketika episiotomi mediolateral digunakan pada wanita
nulipara, tetapi terjadi peningkatan risiko ketika digunakan pada wanita multipara
[12]. Persalinan menggunakan vakum dikaitkan dengan kejadian 32% robekan
perenium yang berat pada penelitian ini. Temuan serupa telah dilaporkan oleh
penulis lain [13]. Alasan adanya perbedaan ini mungkin dikarena kecepatan
ekstraksi,yang lebih tinggi dalam persalinan dengan vakum dan dapat
menyebabkan lebih banyak trauma.Studi saat ini menunjukkan hubungan positif
antara yang robekan perineum yang berat dengan berat lahir lebih dari 4000g,
hubungan yang sama juga dilaporkan oleh Bek et al. [14]. Semua wanita yang
mengalami trauma perineum harus diperiksa dengan teliti untuk menilai tingkat
keparahan dan kerusakan perineum, vagina dan dubur. Penatalaksanaan laserasi
perineum derajat tiga dan empat harus dilakukan atau langsung diawasi oleh
seorang praktisi yang terlatih dalam hal tersebut [15-20].
Kesimpulan
Laserasi perineum menyebabkan morbiditas pasca persalina yang cukup
besar. Pentingnya identifikasi faktor resiko, pengawasan oleh dokter yang terlatih
selama persalinan yang sulit dan penyokongan perineum yang baik
direkomendasikan untuk meminimalkan resiko trauma perenium dan morbiditas.
vjvj

Anda mungkin juga menyukai