Ruptur Perineum - CSS - Rafif Mohammad Irsyad
Ruptur Perineum - CSS - Rafif Mohammad Irsyad
Oleh:
Preseptor:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
Kejadian Robekan Perineum dan Fakto Resiko Yang
Mempengaruhi : Sebuah Penelitian Dalam 4 Tahun Pada
Saudi Senter
Abstrak
Latar Belakang: : trauma perineum merupakan kejadian umum di obsetri, yang
meliputi 90 persen dari primipara dan kadang kala dikaitkan dengan morbiditas dan
mortilitas pasca lahir [1]. Pasien-pasien ini memiliki risiko tinggi akan berulangnya
laserasi perineum yang lebih parah dikelahiranberikutnya [2]. Banyak dari pasien tersebut
berkembang menjadiyang adekuat [3].
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat frekuensi dan tingkat
keparahan robekan perineum saat melahirkan pervagina yang menyebakan masalah fisik,
psikologis dan sosial yang besar.
Kata kunci : Robekan perineum, keparahan, faktor resiko, kehamilan, kerusakan sphinter
ani.
Pendahuluan .
Trauma perineum merupakan kejadian yang umum di bagian obsetri, yang
terjadi hampir 90% pada primipara dan kadangkala dapat menyebakan morbiditas
dan mortalitas setalah melahirkan. Pasien-pasien ini memiliki risiko tinggi akan
berulangnya laserasi perineum yang lebih parah dikelahiranberikutnya [2]. Banyak
dari pasien tersebut berkembang menjadi inkonensia ani dan disfungsi sexuak
walaupun sudah dilakukan perbaikan spinter yang adekuatmenjadiyang adekuat
[3]. Klasifikasi yang dikenal pada robekan perineum adalah Royal College of
Obstetricians and Gynecologists (RCOG). Mereka membagi kedalam empat
derajat. Derajat pertama hanya mengenai mukosa vagina, derajat kedua mengenai
mukosa vagina dan otot perineum, derajat ketiga mencangkup hingga sphinter ani,
derajat ke empat mencangkup hingga mukosa rektum. Derajat tiga dibagi menjadi
beberapa bagian, 3A jika hanya mengenai kecil dari 50% sphinter ani eksterna, 3B
jika mengenai lebih dari 50%, dan 3C jika sudah mencapai spinther ani interna [3].
Hampir 3-4% wanita setelah melahirkan menderita inkontinensia ani karena
terdapatnya cedera sfingter anal yang salah didiagnosis dan hanya diklasifikasikan
sebagai robekan perineum derajat dua [4,5]. Beberapa faktor risiko seperti
nullipara, persalinan lama, bayi besar, episiotomi,instrumentabantuan persalinan,
induksi persalinan dan penggunaan analgesia epidural telah dilaporkan
berhubungan dengan terjadinya laserasi perineum yang berat [6]. Studi
menunjukkan bahwa ras merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya
laserasi perineum berat setelah persalinan pervaginam, dengan wanita Asia
memiliki risiko yang tertinggi [7]. Perlunya perhatian yang terfokus pada
peningkatan keterampilan obsetric untuk meminimalkan trauma perineum
kerusakan sfingter anipada persalinan serta permasalahan anorektal yang
muncul[8]. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmelihat frekuensi dan tingkat
keparahan robekan perineum saat melahirkan pervagina yang menyebakan masalah
fisik, psikologis dan sosial yang besar.
Desain dan Metode penelitian
Cara
Studi kohort retrospektif digunakan untuk menganalisis semua kelahiran
pervagina dari Januari 2011 sampai Desember 2015 Security Forces Hospital,
Riyadh, Arab Saudi. Data dari Rumah Sakit terdapat 6000 kelahiran per tahun. Data
diambil dari software yang menunjukan databasepada perawatan antenatal sekitar
sistem rumah sakit (Rekam Medis Viewer MRV) danlaporan data dari Kepala
kebidan dan perawatan. Data yang telah tersedia dapat dianalisis sebagai laporan
klinis dari Obstetri dan Ginekologi Security Forces Hospital.
Persetujuan Etis
Tatalaksan setiap kehamilan tidak dimodifikasi dalam penelitian, sehingga
dianggap dibebaskan dari persetujuan IRB. Departemen diperoleh sebelum proses
pengumpulan data.
Subjek
Terdapat 28.325 kelahiran dari januari 2011 hingga desember 2015. 7322
kelahiran (25,8%) secara seasar dikeluarkan dari sampel penelitian
Analisis Statistik
Hasil
Diskusi
Studi kami menunjukkan bahwa frekuensi robekan perineum adalah
(1,4%) yang sebanding dengan penelitian lain yang menunjukkan frekuensinya
mulai dari 1,3% hingga 5,8% [9]. Dalam penelitian kami wanita nulipara memiliki
risiko robekan yang lebih tinggi dibandingkan multipara. Ketidakelasstisan relatif
perineum pada nulipara, yaitu mana akan berkurang setelah satu atau lebih
persalinan, mungkin sebagai salah satu penyebabnya [10]. Haadem et al
mempunyai pendapat yang sama, dan berpendapat hal ini mungkin karena
peningkatan tekanan pada perineum atau inelastik jaringan vagina yang mungkin
menjadi penyebab [11]. Episiotomi tidak menunjukan risiko atau faktor pelindung
pada kerusakan perineum sementara Borgatta et al menemukan adanya penurunan
risiko robekan sfingter anal ketika episiotomi mediolateral digunakan pada wanita
nulipara, tetapi terjadi peningkatan risiko ketika digunakan pada wanita multipara
[12]. Persalinan menggunakan vakum dikaitkan dengan kejadian 32% robekan
perenium yang berat pada penelitian ini. Temuan serupa telah dilaporkan oleh
penulis lain [13]. Alasan adanya perbedaan ini mungkin dikarena kecepatan
ekstraksi,yang lebih tinggi dalam persalinan dengan vakum dan dapat
menyebabkan lebih banyak trauma.Studi saat ini menunjukkan hubungan positif
antara yang robekan perineum yang berat dengan berat lahir lebih dari 4000g,
hubungan yang sama juga dilaporkan oleh Bek et al. [14]. Semua wanita yang
mengalami trauma perineum harus diperiksa dengan teliti untuk menilai tingkat
keparahan dan kerusakan perineum, vagina dan dubur. Penatalaksanaan laserasi
perineum derajat tiga dan empat harus dilakukan atau langsung diawasi oleh
seorang praktisi yang terlatih dalam hal tersebut [15-20].
Kesimpulan
Laserasi perineum menyebabkan morbiditas pasca persalina yang cukup
besar. Pentingnya identifikasi faktor resiko, pengawasan oleh dokter yang terlatih
selama persalinan yang sulit dan penyokongan perineum yang baik
direkomendasikan untuk meminimalkan resiko trauma perenium dan morbiditas.
vjvj