Anda di halaman 1dari 26

PELATIHAN PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

TINGKAT FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

MATERI INTI 3
MANAJEMEN PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
JAKARTA
2020

1
TIM PENYUSUN
Pelindung:
dr. Anung Sugihantoro, M.Kes (Direktur Jendral P2P)
Pengarah:
1. dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes (Direktur P2PML)
2. dr. Imran Pambudi, MPHM (Kepala Subdit TBC)
Sekretaris:
1. Nurjannah, SKM, M.Kes
2. Dr. Sulistya Widada
Editor
Dr. dr. Rina Handayani, M.Kes
Anggota:
1. dr. Irfan Ediyanto
2. Sarah, SKM
3. dr. Endang Lukitosari, MPH
4. dr. Hanifah Rizki Purwandani, SKM
5. H.D Djamal, M.Si
6. dr. Retno Kusuma Dewi, MPH
7. Saida N. Debataradja, SKM
8. dr. Setiawan Jati Laksono
9. drg. Siti Nur Anisah, MPH
10. Sulistyo, SKM, M.Epid
11. Suwandi SKM, M. Epid
12. dr. Wihardi Triman, MQIH
13. dr. Zulrasdi Djairas, SKM
14. Rudi Hutagalung
15. Suhardini, SKM, MKM
16. Novia Rachmayanti M.Biomed
17. Evi Natsir, SKM
18. Roro Antasari , SKM
19. Dela Pramesti, SKM
20. Triana Yuliarsih , SKM
21. Roni Chandra M.Biomed
22. dr Galuh Budhi Leksono Adhi M .Kes
23. Dangan Prasetya,S.IP
24. Mikyal Faralina SKM

2
25. Windy Oktavina SKM M.Kes
26. Sophia Talena Adoe SKM

3
DAFTAR SINGKATAN
AKMS = Advokasi Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BTA = Basil Tahan Asam
BKPM = Balai Kesehatan Paru Masyarakat
BBKPM = Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
BP4 = Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru
CNR = Case Notification Rate
DOTS = Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy

DPM = Dokter Praktek Mandiri


DUP = Daftar Usulan Pyoyek
ED = Expired Date
FDC = Fixed Dose Combination
FEFO = First expired first out
IFK = Instalasi Farmasi Kabupaten
KDT = Kombinasi Dosis Tetap
KIE = Komunikasi, Informasi dan Edukasi
LPLPO = Laporan pemakaian dan laporan permintaan obat
MDR = Multi Drug Resistance
POA = Plan Of Action
RO = Resistan Obat
SO = Sensitif Obat
PPM = Puskesmas Pelaksana Mandiri
PRM = Puskesmas Rujukan Mikroskopis
PS = Puskesmas Satelit
Puskesmas = Pusat Kesehatan Masyarakat
RS = Rumah Sakit
RSP = Rumah Sakit Paru
SMART = Smart, Measurable, Achievable, Realistic, Time Bound
TBC = Tuberkulosis
WHO = World Health Organization

4
I. DISKRIPSI SINGKAT
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Penularan melalui udara, sumber penularan adalah
pasien TBC yang dahaknya mengandung kuman TBC.
Sejak tahun 1995, program penanggulangan TBC nasional mengadopsi strategi
DOTS atau Directly Observed Treatment Shortcourse, yang direkomendasi oleh
WHO.Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang
paling cost effective.
Materi Program Penanggulangan TBC berisi target dan strategi nasional
penanggulangan TBC terutama elimanasi TBC tahun 2030 dan Indonesia bebas TBC
tahun 2050, sehingga diperlukan penguatan kepemimpinan program TBC;
peningkatan akses pelayanan TBC yang bermutu terintegrasi dengan PISPK
;pengendalian faktor risiko TBC; peningkatan kemitraan; peningkatan kemandirian
masyarakat dalam pengendalian TBC; dan penguatan manajemen program TBC.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


a. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu melakukan manajemen
penanggulangan TBC di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
b. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih mampu:
1. Menjelaskan pemetaan wilayah;
2. Melakukan Perencanaan program penanggulangan TBC
3. Melakukan Penggerakan program penanggulangan TBC

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Pemetaan wilayah
1. Peta wilayah
2. Data demografi
3. Kasus TBC
4. Jumlah kader TBC
5. Jarak tempuh dari fasyankes ke wilayah berisiko TBC

B. Perencanaan Program Penanggulangan TBC


1. Strategi Penemuan Kasus
2. Target
3. Logistik
4. Sarana dan Prasarana
5. Sumber Daya Manusia (SDM)
6. Rencana Kerja (POA)

C. Penggerakan Program Penanggulangan TBC


1. Jejaring Penyedia Layanan
2. Jejaring Layanan

5
IV. METODE PEMBELAJARAN
1. Curah pendapat,
2. CTJ,
3. Diskusi kelompok,
4. Studi kasus

V. ALAT BANTU/ MEDIA


1. Komputer, 6. Pedoman Studi Kasus,
2. LCD, 7. Bahan tayang,
3. Flipchart, 8. Meta plan,
4. Whiteboard, 9. Modul MI.3
5. Spidol,

VI. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun
langkah-langkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran
1. Kegiatan Pelatih
a. Pelatih memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas
b. Pelatih menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri, Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama
lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang apa yang dimaksud
dengan Manajemen Penanggulangan TBC.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran tentang
Manajemen Penanggulangan TBC.
f. Memfasilitasi pemilihan ketua.
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan Pelatih
c. Setiap peserta memperkenalkan diri
d. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
e. Mengajukan pertanyaan kepada Pelatih bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.
B. Langkah 2 : Pokok bahasan dan sub pokok bahasan
1. Kegiatan Pelatih
a. Menyampaikan Pokok Bahasan dan sub pokok bahasan A sampai
dengan F secara garis besar dalam waktu yang singkat
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal
yang kurang jelas
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting

6
b. Mengajukan pertanyaan kepada Pelatih sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan Pelatih.
C. Langkah 3 : Pendalaman pokok bahasan dan Sub pokok bahasan
1. Kegiatan Pelatih
a. Menugaskan kelompok untuk membaca materi inti 1 secara bergantian
b. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses
penyelesaian latihan, menyimpulkan hasil diskusi.
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang jelas pada
pelatih.
b. Melakukan proses membaca materi secara bergantian.
c. Mengikuti diskusi dalam kelompok.
D. Langkah 4 : Rangkuman dan evaluasi hasil belajar
1. Kegiatan Pelatih
a. Menugaskan peserta latih menjawab pertanyaan yang sudah disiapkan
termasuk evaluasi akhir materi dalam lampiran.
b. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing pertanyaan
c. Bersama peserta diskusi dan merangkum butir-butir penting dari hasil
proses pembelajaran.
d. Membuat kesimpulan.
2. Kegiatan Peserta
a. Menjawab pertanyaan yang ditugaskanPelatih.
b. Bersama Pelatih merangkum hasil proses pembelajaran koordinasi lintas
program dan lintas sektor.

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1
A. Pemetaan Wilayah
1. Peta wilayah
Yang dimaksud dengan peta wilayah adalah menggambarkan situasi
epidemiologi TBC di suatu area tertentu dapat berupa wilayah kerja
puskesmas atau wilayah kerja kabupaten/kota.
Peta wilayah secara umum dapat dilakukan oleh fasyankes tingkat pertama
(Puskesmas) sedangkan klinik pratama dan fasyankes tingkat lanjut tidak
mempunyai wilayah kerja sehingga tidak mempunyai kewajiban untuk
membuat peta wilayah.
2. Data Demografi
Data demografi adalah informasi yang bersifat dinamis tentang konfigurasi
kependudukan di dalam suatu wilayah kerja yang memuat karakteristik
jumlah penduduk, jenis kelamin, usia penduduk, pendidikan, dan pekerjaan.
3. Kasus TBC
Jumlah kasus TBC dewasa dan anak dapat diperoleh dari hasil kegiatan
selama satu tahun sebelumnya yang memuat jumlah terduga TBC, jumlah
pasien TBC yang terkonfirmasi bakteriologis, jumlah pasien TBC yang
terdiagnosis secara klinis, jumlah kasus TBC yang diketahui status HIV,
jumlah kasus TBC dengan HIV positif dalam pengobatan ART, jumlah kasus

7
TBC dengan komorbid DM/penyandang DM, jumlah kasus TBC melalui
pendekatan PAL (Practical Approach to Lung Health), dan jumlah pasien TBC
ekstra paru.
4. Jumlah Kader TBC
Yang dimaksud kader TBC adalah komunitas yang berasal dari masyarakat
dalam wilayah kerja tertentu yang telah mendapatkan pelatihan dan masih
aktif, baik yang dilakukan oleh Puskemas, UKBM, LSM (Aisyiyah, PPTI,
LKNU, dan lain-lain)
5. Akses Pelayanan Kesehatan dari FKTP di Wilayahnya
Jarak tempuh adalah suatu jarak yang akan ditempuh dan dapat dilakukan
dalam kegiatan penemuan secara aktif masif/PISPK dari FKTP ke sasaran
tiap desa/kelurahaan.

Pokok Bahasan 2
B. Perencanaan Program Penanggulangan TBC
1. Strategi Penemuan Kasus
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no.67 tahun 2016 terdapat tiga
Akselerasi program TBC, yaitu:
a. Melakukan penemuan pasif intensif dan aktif masif:
 Penguatan jejaring layanan pemerintah dan swasta berbasis
kabupaten/kota dan memberikan layanan standar serta wajib melaporkan
setiap pasien TBC yang dilayani kepada dinas kesehatan setempat.
 Melakukan pendekatan terpadu dengan layanan lain : HIV, DM, Gizi,
Penyakit paru lainnya, KIA, penanggulangan rokok, kesehatan lingkungan,
promosi dan penyuluhan kesehatan.
 Melakukan investigasi kontak pasien TBC ke rumah dan lingkungannya
dengan melakukan skrining gejala TBC.
 Penemuan aktif dan massal di daerah berisiko, seperti perumah padat dan
kumuh, rutan, lapas, pabrik, prsantren, sekolah, tambang, dll.
 Pemantauan minum obat sampai tuntas dan melakukan pacakan kasus
TBC yang mangkir / drop out.
b. Kerjasama secara multisektoral dengan membuat rencana aksi daerah
dalam bentuk perda/perkada untuk kesinambungan dan sinergitas program
TBC.
c. Penguatan monitoring dan evaluasi secara berjenjang ke pusat dengan
indikator :
 angka penemuan kasus TBC lebih dari 90% dan angka keberhasilan
pengobatan lebih dari 90%.
 Minimal 90% pasien TBC dilakukan investigasi kontak.
 Setiap kab/kota telah membentuk jejaring layanan kolaborasi pemerintah-
swasta dan berfungsi secara baik.
 Setiap kab/kota memiliki rencana aksi daerah dalam bentuk
perda/perkada

2. Target
Keberhasilan program penanggulangan TBC ditandai dengan tercapainya
sasaran yang telah direncanakan berdasarkan evidence based data (data

8
epidemiologi). Dalam menentukan beban TBC saat ini menggunakan metode
modeling dan selanjutnya ditentukan target penemuan kasus TBC yang
secara nasional telah diturunkan sampai ke kabupaten/kota. Sedangkan
target untuk fasyankes yang mempunyai wilayah kerja (puskesmas) akan
diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat secara
proporsional berdasarkan jumlah penduduk.

3. Logistik
Logistik sebagai bahan pendukung dalam tatalaksana pasien TBC di
fasyankes sangat diperlukan ketersediaannya untuk menjamin ketersediaan
logistik mulai dari kegiatan penemuan, pengobatan, dan pemantauan setelah
selesai pengobatan.
Logistik yang diperlukan dalam pelaksanaan penanggulangan TBC di
fasyankes adalah:
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
b. Logistik non OAT antara lain reagen Ziehl Nielsen (ZN), kaca sediaan,
mikroskop, pot dahak, minyak imersi, ether alkohol, tisu, ose/aplikator
bambu, lampu spiritus/bunsen, rak pengering, lysol, kertas lensa, dan lain-
lain.
c. Obat untuk pencegahan TBC dan IPT TBC HIV.
d. Larutan tuberkulin untuk tuberkulin tes.
e. Sarana dan bahan-bahan Laboratorium.
f. Formulir, kartu, dan buku register.

Program Penanggulangan TBC menyediakan Logistik OAT dan non-OAT


yang digunakan untuk TBC sensitif obat dan TBC resistan obat.
 OAT untuk TBC sensitif obat disediakan dalam bentuk paket
Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan obat lepasan (kombipak).
 OAT untuk TBC resistan obat disediakan dalam bentuk obat lepas.

1) Perhitungan Kebutuhan OAT untuk TBC Sensitif Obat


Penghitungan perencanaan kebutuhan obat pasien TBC dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

Jumlah OAT yang dibutuhkan = (Kb x Pp) + Bs – (Ss + Sp) + Bs

Keterangan:
Kb = Perkiraan kebutuhan OAT perbulan (dalam satuan paket)
Menghitung Kb adalah rata rata konsumsi perbulan tahun lalu
atau target yang akan dicapai pada tahun perencanaan.
Pp = Periode perencanaan (dalam satuan bulan), mulai saat
perencanaan sampai OAT diterima
Bs = Buffer stok (dalam satuan paket) = ...% x (Kb x Pp)
Ss = Stok sekarang (dalam satuan paket)
Sp = Stok dalam pesanan yang sudah pasti (dalam satuan paket)

2) Perhitungan Kebutuhan OAT untuk TBC Resistan Obat

9
Perhitungan kebutuhan obat pasien TBC Resistan Obat dihitung oleh
kabupaten/kota.

3) Perhitungan Kebutuhan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT)


Dalam proses perencanaan TPT, dilakukan penghitungan kebutuhan
TPT dari setiap level dengan penghitungan sebagai berikut:

Penghitungan paduan 6H
Tabel 1 Perhitungan Paduan 6H

Kelompok Cara Penghitungan Rumus


Anak < 5 1. Perkiraan jumlah kontak 1. Estimasi insiden TBC x 54%
tahun serumah x (4-1) orang
den- gan * Proporsi kasus TBC
asumsi terkonfirma- si bakteriologis
berat 10 – (54%), rata-rata ukuran
14 kg rumah tangga (4 orang),
perkiraan sakit TBC 1
orang
2. Perkiraan jumlah anak 2. Jumlah kontak serumah x 9%
usia dibawah 5 tahun yang *Proporsi populasi anak usia
layak mendapatkan TPT dibawah 5 tahun, 9%
6H/eligible (BPS)
3. Perkiraan jumlah INH 3. Perkiraan jumlah anak <5
100 mg yang dibutuhkan tahun yang eligible x 180 hari x
1 tablet
*180 hari = Durasi minum obat,
6 bulan (1 bulan = 30 hari)
Anak usia 5- 1. Perkiraan jumlah kontak 1. Estimasi insiden TBC x 54%
14 tahun serumah x (4-1) orang
dengan 2. Perkiraan jumlah 2. [Jumlah kontak serumah x
asumsi berat anak usia 5 - 14 9%] x 2
25 - 32 kg tahun yang layak *Rasio proporsi populasi anak
mendapatkan TPT 6H 5-14 dan <5 tahun = 2:1 (BPS)
3. Perkiraan jumlah INH 3. Perkiraan jumlah anak usia 5
100 mg yang dibutuhkan - 14 tahun eligible x 180 hari x 3
tablet
4. Perkiraan jumlah INH 4. Perkiraan jumlah anak usia 5
300 mg yang dibutuhkan - 14 tahun eligible x 180 hari x 1
tablet
Remaja dan 1. Perkiraan jumlah kontak 1.Estimasi insiden TBC x 54% x
de- wasa usia serumah (4-1) orang
diatas 15 2. Perkiraan jumlah 2.Jumlah kontak serumah –
tahun den- remaja dan dewasa usia jumlah anak usia dibawah 5
gan asumsi diatas 15 tahun yang tahun yang eligible – jumlah
berat >50 kg layak mendapatkan TPT anak usia 5-14 tahun yang
6H eligible
3. Perkiraan jumlah INH 3.Perkiraan jumlah remaja dan
100 mg yang dibutuhkan dewasa usia diatas 15 tahun

10
yang eligible x 180 hari x 3
tablet
4. Perkiraan jumlah INH 4. Perkiraan jumlah remaja dan
300 mg yang dibutuhkan dewasa usia diatas 15 tahun
yang eligible x 180 hari x 1
tablet
ODHIV 1. Perkiraan jumlah Jumlah ODHIV anak usia < 2
ODHIV anak usia < 2 tahun x proporsi ODHIV anak
tahun yang layak usia < 2 tahun x 100% target
mendapatkan capaian TPT ODHIV anak usia
TPT 6H < 2 pada tahun perencanaan
2. Perkiraan jumlah INH Perkiraan jumlah ODHIV anak
100 mg yang dibutuhkan usia
< 2 tahun yang eligible x 180
hari x 1 tablet

Penghitungan paduan 3(HR)

Tabel 2 Penghitungan Paduan 3(HR)

Kelompok Cara Penghitungan Rumus


Anak < 5 1. Perkiraan jumlah 1) Estimasi insiden TBC x 54% x
tahun kontak serumah (4-1) orang
dengan
asumsi
berat 10 –
14 kg
2. Perkiraan jumlah 2) Jumlah kontak serumah x 9%
anak usia < 5 *Proporsi populasi anak usia
tahun yang layak dibawah 5 tahun, 9% (BPS)
mendapatkan
TPT 3(HR)
(50mg/75mg)/eligib
le
3. Perkiraan jumlah 3) Perkiraan jumlah anak <5
3(HR) tahun yang eligible x 84 hari x 2
(50mg/75mg) yang tablet
dibu- tuhkan *84 hari = Durasi minum obat,3
bulan (1 bulan = 28 hari)
ODHIV < 2 1. Perkiraan jumlah 1) Jumlah ODHIV anak usia < 2
tahun ODHIV anak usia <2 tahun x pro- porsi ODHIV anak
tahun yang layak usia < 2 tahun x 100% target
mendapatkan TPT capaian TPT ODHIV anak usia
3(HR) (50mg/75mg) < 2 pada tahun perencanaan
2. Perkiraan jumlah 2) Perkiraan jumlah ODHIV anak
3(HR) usia < 2 tahun yang eligible x
(50mg/75mg) yang 84 hari x 2 tablet
dibu- tuhkan

11
Penghitungan paduan 3HP
Tabel 3 Penghitungan Paduan 3HP

Kelompok Cara Perhitungan Rumus


Anak usia 1. Perkiraan jumlah 1) Estimasi insiden TBC x 54% x
2-4 tahun kontak serumah (4-1) orang
dengan 2. Perkiraan jumlah 2) Jumlah kontak serumah x 9% x
asumsi anak 2-4 tahun yang 3/5
berat layak mendapatkan *Proporsi populasi anak usia
badan 10- TPT 3HP/ eligible dibawah 5 tahun, 9% (BPS);
14 kg rasio proporsi anak 2-4 tahun
dan anak 5 tahun = 3:5
3. Perkiraan jumlah INH 3) Perkiraan jumlah anak 2-4
300mg yang tahun yang eligible x 12 minggu
dibutuhkan x 1 tablet
*12 minggu = Durasi minum
obat,3 bulan (1 bulan = 4 minggu)
4. Perkiraan jumlah P 4) Perkiraan jumlah anak 2-4
150mg yang tahun yang eligible x 12 minggu
dibutuhkan x 2 tablet
Anak usia 1. Perkiraan jumlah 1) Estimasi insiden TBC x 54% x
5-14 kontak serumah (4-1) orang
deng
an asumsi
bera
t badan
25-32 kg
2. Perkiraan jumlah anak 2) Perkiraan jumlah anak <5
5-14 tahun yang layak tahun yang eligible x 2
mendapatkan TPT *Rasio proporsi populasi anak
3HP/ usia 5-14 tahun dan <5 tahun =
eligible 2:1
3. Perkiraan jumlah INH 3) Perkiraan jumlah anak 2-4
100mg yang tahun yang eligible x 12 minggu
dibutuhkan x 6 tablet
4. Perkiraan jumlah INH 4) Perkiraan jumlah anak 2-4
300mg tahun yang eligible x 12 minggu
x 2 tablet
5. Perkiraan jumlah P 5) Perkiraan jumlah anak 2-4
150mg yang tahun yang eligible x 12 minggu
dibutuhkan x 4 tablet
Remaja 1. Perkiraan jumlah 1) Estimasi insiden TBC x 54% x
dan kontak serumah (4-1) orang
dewasa
usia ≥15
tahun
dengan
asumsi
berat
badan

12
>50 kg

2) Perkiraan total kontak serumah


– perkiraan jumlah anak usia
15 tahun yang layak dibawah 5 tahun yang eligible
mendapatkan – perkiraan jumlah anak usia
TPT 3HP 5-14 tahun yang eligible
3. Perkiraan jumlah INH 3) Perkiraan jumlah remaja dan
300 mg yang dibutuhkan dewasa usia ≥ 15
tahun yang eligible x 12 minggu x
3 tablet
4. Perkiraan jumlah P 4) Perkiraan jumlah remaja dan
150mg yang dibutuhkan dewasa usia ≥15
tahun yang eligible x 12 minggu x
6 tablet
ODHIV 1. Perkiraan jumlah INH 1) Perkiraan jumlah ODHIV usia ≥
300mg yang dibutuhkan 2 tahun yang layak
mendapatkan TPT 3HP sesuai
target perkiraan ODHIV on
ART yg memenuhi syarat utk
terapi pencegahan
TPT (ODHIV diperiksa TBC
hasilnya BTA nya negatif) x 12
minggu x 3 tablet
2. Perkiraan jumlah P 2) Perkiraan jumlah ODHIV usia
150mg yang dibutuhkan ≥2 tahun yang layak
= mendapatkan TPT 3HP sesuai
target perkiraan ODHIV on ART
yg memenuhi syarat utk terapi
pencegahan TPT (ODHIV
diperiksa TBC hasilnya BTA
nya negatif) x 12 minggu x 6
tablet

Penghitungan Paduan Pengobatan Pencegahan TBC RO (Lfx+E)

Tabel 4 Penghitungan Paduan Lfx+E

Obat yang diberikan Dosis Durasi Pengobatan


- Levofloxacin (Lfx) + - Lfx 15-20 mg/kg/ hari
1 obat sesuai - E 15-25 mg/kg/hari
dengan
DST kasus indeks 6 bulan
- Lfx + Etambutol (bila
kasus indeks tidak
resistan Etambutol)

13
- Lfx saja

4. Sarana dan Prasarana


Dalam memberikan tatalaksana TBC yang baik diperlukan:
a. Ruangan yang sesuai standar PPI
b. Sistem pembuangan limbah/K3
c. Tempat mendahak (sputum booth)
d. Sistem ventilasi
e. Hands rub (cuci tangan dengan antiseptik)

5. Sumber Daya Manusia (SDM)


Setiap FKTP yang melakukan tatalaksana TBC harus mempunyai tenaga
terlatih TBC sebagai berikut:
 Dokter
 Paramedis (perawat/bidan)
 Petugas laboratorium
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan tatalaksana TBC perlu dilakukan
peningkatan kompetensi melalui pelatihan, on the job training (OJT),
workshop, studi banding, dan lain-lain.
Di dalam menentukan petugas yang perlu untuk ditingkatkan
kompetensinya maka FKTP harus membuat perencanaan peningkatan
kualitas SDM di bawah koordinasi dinas kesehatan kabupaten/kota.

6. Rencana Kerja (Plan of Action)


1) Jenis dan jadwal kegiatan:
1) Luar gedung dengan melakukan active massive case finding
dengan sasaran sebagai berikut:
 Kontak dengan pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis
 Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV)
 Penyandang DM
 Gizi buruk
 Daerah kumuh
 Populasi padat (pengungsi, imigran, lapas)
 Daerah perbatasan
2) Dalam gedung dengan melakukan passive intensive case finding
dilakukan dengan promotif aktif dan kolaborasi rutin program TBC
yang terintegrasi dengan HIV, PTM, PAL, dan MTBCS.
3) Menyusun jadwal kegiatan:
 Di dalam gedung
 Di luar gedung

14
4). Penanggung jawab
5). Sumber dana
6). Evaluasi dengan menggunakan indikator program
7).. Rencana Tindak Lanjut sesuai table sebagai berikut :

Tabel 1. Rencana Kerja FKTP ………… bulan……. tahun ……

Jenis/sub Sumber Penanggung


No. Lokasi Waktu Keterangan
Kegiatan dana jawab

*
dibuat per bulan

Pokok Bahasan 3:
C. Penggerakan Program Penanggulangan TBC
Penggerakan program penanggulangan TBC dilakukan bekerjasama dengan lintas
program dan lintas sektor. Lintas sektor yang dimaksud antara lain: tokoh agama,
tokoh masyarakat, Camat, Lurah/Kepala Desa, RW, RT, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), kader TBC, dokter praktek swasta, klinik swasta, laboratorium,
apotek, dll. Penggerakan program penanggulangan TBC di wilayah Puskesmas
menjadi tanggung jawab Camat berkoordinasi dengan Kepala Puskesmas.
Kegiatan jejaring penanggulangan TBC di tingkat FKTP
adalah:
1) melakukan manajemen uji silang sediaan.
2) melakukan penemuan kasus;
3) melakukan pengobatan TBC;
4) melakukan pengendalian faktor risiko;
5) meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam bentuk usulan SDM
yang akan mengikuti pelatihan, melatih kader bersama LSM;
6) melakukan KIE;
7) mengintegrasikan penanggulangan TBC;
8) melakukan rujukan.
Berdasarkan lingkup pelaksanaan, jejaring layanan tuberkulosis terdiri dari 2
jenis, yaitu jejaring internal dan jejaring eksternal termasuk pencatatan dan
pelaporan didalamnya.
1. Jejaring internal TBC adalah jejaring layanan TBC di dalam fasyankes yang
melibatkan semua poli/unit layanan yang diharapkan dapat menerapkan sistem
skrining TBC, penemuan terduga dan pasien TBC, rujukan penegakan diagnosis
terduga TBC, rujukan pengobatan pasien TBC antar poli/unit, pemberian terapi
pencegahan TBC, serta mekanisme pencatatan dan pelaporan TBC di fasilitas
kesehatan yang diawasi oleh manajeman fasyankes dan dikoordinasikan oleh tim
TBC di fasyankes.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan koordinasi layanan TBC dengan unit
kesehatan lain di suatu fasyankes, mengurangi terjadinya keterlambatan
diagnosis TBC, mengurangi keterlambatan pelaporan TBC serta memastikan
seluruh terduga dan pasien TBC dilaporkan ke sistem informasi nasional TBC.
2. Jejaring eksternal TBC adalah jejaring layanan TBC di antara semua fasyankes
di suatu kabupaten/kota yang dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan

15
Kabupaten/Kota yang diharapkan dapat mengawasi terselenggaranya akses
diagnosis TBC, rujukan pengobatan TBC antar fasyankes, sistem penemuan
terduga dan pelacakan pasien TBC mangkir (Lost to Follow Up/LTFU),
investigasi kontak dan akses logistik OAT dan non-OAT TBC untuk semua
fasilitas kesehatan di suatu kabupaten/kota.
Jejaring ini bertujuan untuk memastikan seluruh fasyankes memiliki akses untuk
memberikan layanan TBC yang sesuai standar agar semua pasien TBC
ternotifikasi, diobati dan terlaporkan ke sistem informasi TBC

1. Jejaring Internal Layanan Tuberkulosis di FKTP


a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di tingkat
kabupaten/kota terdiri atas puskesmas, DPM, dan klinik. Jejaring
internal di FKTP adalah jejaring internal TBC di puskesmas dan
fasyankes tingkat pertama lainnya. Jejaring internal TBC di FKTP
bertujuan untuk:
 Meningkatkan kegiatan kolaborasi layanan antar unit layanan,
misalnya antara unit pelayanan umum, gigi, MTBCS, KIA, HIV
dan unit lainnya di dalam puskesmas;
 Mengurangi terjadinya keterlambatan diagnosis TBC (delayed-
diagnosis) dan kasus TBC yang tidak terlaporkan (under-
reporting);
 Meningkatkan peran petugas TBCd dalam penemuan,
pencatatan dan pelaporan kasus TBC;
 Memastikan kasus TBC dilaporkan secara berkala melalui
sistem informasi program tuberkulosis
Mekanisme jejaring internal TBC di FKTP adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Alur jejaring Internal penanganan pasien TBC di FKTP:


a. Pasien dapat datang ke unit Pelayanan Umum, Pelayanan Gigi, Pelayanan
MTBCS, KIA atau langsung ke unit DOTS melalui loket pendaftaran.
b. Pada loket pendaftaran, petugas loket melakukan skrining TBC
berdasarkan gejala dengan menerapkan Strategi Temukan pasien
secepatnya, Pisahkan secara aman, dan Obati secara tepat (TemPO)
c. Jika ditemukan terduga TBC dari unit pelayanan, terduga TBC dikirim ke
unit pelayanan DOTS kemudian petugas DOTS mengisikan form TBC.06
dan menginputkan data terduga TBC kedalam SITB

16
d. Selanjutnya terduga TBC dikirim langsung atau diminta berdahak untuk
dikirim spesimen dahaknya ke laboratorium TCM dengan mengunakan
TBC.05. Petugas TBC melakukan input permohonan laboratorium pada
SITB sebelum melakukan pemeriksaan dahak.
e. Hasil pemeriksaan dahak dicatat di form TBC.04 kemudian dikirim ke dokter
yang bersangkutan. Petugas laboratorium menginput hasil pemeriksaan
dahak pada SITB
f. Penegakan diagnosis dan penentuan klasifikasi TBC dilakukan oleh dokter
di unit DOTS sesuai dengan alur diagnosis TBC terkini.
g. Bila diagnosis sudah ditegakkan, pasien TBC segera di registrasi dengan
menggunakan form TBC.01 dan TBC.02 kemudian dimasukkan ke TBC.03.
Unit DOTS memberikan penyuluhan dan tata cara pengambilan obat, serta
menentukan PMO.
h. Dalam kunjungan selanjutnya, pasien TBC yang telah terdaftar di loket
pendaftaran dapat langsung ke unit DOTS.
i. Setelah memulai pengobatan, petugas Puskesmas melakukan skrining
pemeriksaan HIV dan DM kepada masing-masing pasien TBC. Hasil
skrining dicatat dalam form TBC.01 dan TBC.03 serta menginputkannya
kedalam SITB
j. Puskesmas perlu memastikan mekanisme agar pasien-pasien TBC yang
berobat di puskesmas dapat berobat tepat waktu dan tidak mangkir. Salah
satu upaya tersebut adalah dengan cara memeriksa status pengobatan di
modul kasus SITB dan kartu TBC.01 serta jumlah obat di masing-masing
kotak OAT.
k. Unit pelayanan yang memerlukan logistik baik OAT maupun non-OAT,
seperti pot dahak, formulir pencatatan TBC, reagen, modul TCM dan
sebagainya, dapat diperoleh dari bagian logistik puskesmas.

2. Jejaring Eksternal Layanan Tuberkulosis


Jejaring eksternal TBC dilakukan oleh semua fasyankes, baik FKTP
ataupun FKRTL, di suatu kabupaten/kota yang dikoordinasikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Jejaring ekternal bertujuan untuk memastikan
seluruh fasyankes memiliki akses untuk memberikan layanan TBC yang sesuai
standar agar semua pasien TBC ternotifikasi, diobati dan terlaporkan ke sistem
informasi TBC.
Pada tingkat layanan primer, puskesmas merupakan penanggung jawab
di wilayah kerjanya, di mana wewenangnya untuk mengkoordinasikan dan
melaksanakan pembinaan FKTP. Jejaring layanan di tingkat layanan dasar yaitu
Puskesmas dengan DPM, Klinik Pratama, dan masyarakat (organisasi
kemasyarakatan).
.
Jejaring eksternal layanan TBC terdiri dari:
a. Jejaring Rujukan Diagnostik TBC
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis TBC terdiri dari pemeriksaan
bakteriologis dan pemeriksaan penunjang lain. Pemeriksaan bakteriologis
terdiri dari pemeriksaan mikroskopis, Tes Cepat Molekuler (TCM) dan
pemeriksaan biakan, sedangkan pemeriksaan penunjang lain terdiri dari
pemeriksaan foto toraks dan histopatologi. Berdasarkan Surat Edaran
Nomor HK.02.02/III.1/936/2021 tentang Perubahan Alur Diagnosis dan
Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia, alat diagnosis utama untuk
penegakan diagnosis tuberkulosis adalah menggunakan TCM.

17
Fasyankes yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan laboratorium dapat
merujuk pasien atau spesimen ke fasyankes lain untuk diagnosis maupun
follow up pasien TBC dan TBC Resistan Obat.
Fasyankes yang dapat melakukan pemeriksaan diagnosis TBC adalah
fasyankes yang memiliki TCM. Fasyankes yang dapat melakukan
pemeriksaan mikroskopis TBC adalah Puskesmas Rujukan Mikroskopis
(PRM), Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) dan RS DOTS. Beberapa
Puskesmas saat ini memiliki status sebagai Puskesmas Satelit (PS) yang
melakukan pemeriksaan mikroskopis sampai dengan fiksasi, kemudian
merujuk sediaan yang telah di fiksasi ke PRM sesuai pengaturan oleh
Dinas Kesehatan setempat. Fasyankes yang dapat melakukan
pemeriksaan biakan adalah laboratorium yang terpantau mutunya oleh
Laboratorium Rujukan Nasional TBC BBLK Surabaya.
Fasyankes yang dapat melakukan pemeriksaan TCM adalah RS,
Puskesmas maupun laboratorium. Pengaturan rujukan pasien/spesimen
ke fasyankes TCM dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sesuai beban kerja masing-masing laboratorium TCM. Jika kapasitas
laboratorium TCM masih rendah, Dinas Kesehatan dapat mengatur agar
fasyankes di sekitar laboratorium TCM merujuk spesimen dari terduga
TBC ke laboratorium TCM terdekat. Fasyankes tersebut merupakan
jejaring TCM dan hanya melakukan pemeriksaan mikroskopis untuk follow
up. Jumlah dahak yang diperlukan untuk pemeriksaan TCM sebanyak 2
(dua) dahak, yaitu Sewaktu - Sewaktu, Sewaktu - Pagi maupun Pagi –
Sewaktu dengan jarak 1 jam dari pengambilan dahak pertama ke
pengambilan dahak kedua. Standar kualitas dahak yang digunakan adalah
dahak dengan volume 3-5 ml dan mukopurulen.
Alur jejaring diagnosis laboratorium, pengobatan dan pencatatan
pelaporan TBC disesuaikan dengan jenis fasyankes dan ketersediaan alat
TCM.
b. Jejaring Rujukan Pengobatan Pasien
Pasien TBC dalam proses diagnosis dan pengobatan dapat
berpindah antar fasyankes, baik rujukan pasien pindah vertikal (FKTP-
FKRTL) maupun horizontal (FKTP-FKTP atau FKRTL-FKRTL). Pasien
TBC yang berpindah fasyankes harus dapat terinformasi dengan baik
antar fasyankes, sehingga pasien TBC mendapatkan pengobatan TBC
sesuai standar dan hingga tuntas. Secara umum, alur koordiasi pasien
pindah adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Alur Rujukan/Pindah Pasien TBC

i. Rujukan Terduga Pindah Sebelum Mulai Pengobatan

18
Bila terduga TBC sudah dilakukan pemeriksaan diagnostic TBC dan
pasien berpindah fasyankes sebelum pengobatan, maka:
a. Fasyankes perujuk menginformasikan kepada fasyankes yang dituju
serta Dinas Kesehatan dengan menyertakan hasil pemeriksaan
bakteriologis TBC pada TBC 05 dan TBC 09 serta menginput data
pasien di sistem informasi TBC nasional.
b. Fasyankes perujuk memindahkan status pasien pada sistem informasi
TBCnya untuk “Dirujuk ke Fasyankes” tujuan dan/atau mengirimkan
TBC.09 bagian bawah. Status pasien TBC akan berubah menjadi
“Belum lapor”
c. Fasyankes penerima rujukan melakukan konfirmasi menerima pasien
pada sistem informasi TBCnya. Dengan fasyankes penerima rujukan
melakukan konfirmasi, status pasien TBC fasyankes perujuk akan
berubah menjadi “Sudah lapor”
d. Fasyankes penerima rujukan melanjutkan inisiasi pengobatan terduga
TBC yang sudah terkonfirmasi bakteriologis TBC. Bila terduga belum
memiliki hasil pemeriksaan bakteriologis, maka fasyankes penerima
melakukan pemeriksaan diagnosis TBC bagi terduga.
e. Jika pasien berpindah pengobatan keluar kabupaten/kota asal dapat
menggunakan komunikasi lintas batas wilayah (antar Dinas
Kesehatan Kab/Kota atau antar Dinas Kesehatan Provinsi)

ii. Rujukan Pasien Pindah Setelah Mulai Pengobatan


a. Jika Pasien yang sudah memulai pengobatan pindah berobat antar
fasyankes, fasyankes tersebut menginformasikan kepada fasyankes yang
dituju dan Dinas Kesehatan dengan menginput pasien pindah di SITB dan
menyertakan OAT sisa, fotoKOPI TB 01 serta TBC 09;
b. Fasyankes yang menerima pasien pindah mengkonfirmasi ke fasyankes
pengirim melalui SITB dan/atau mengirimkan TBC.09 bagian bawah;
c. Bila pengobatan pasien pindah sudah selesai, fasyankes yang menerima
pasien pindah menginput hasil pengobatan pasien di sistem informasi
TBC serta menginformasikan dan mengirimkan TBC.10 ke fasyankes
pengirim;
d. Jika pasien pindah pengobatan keluar kabupaten/kota asal dapat
digunakan komunikasi lintas batas wilayah (antar Dinas Kesehatan
Kab/Kota atau antar Dinas Kesehatan Provinsi);
e. Rujuk balik dari layanan sekunder ke layanan primer. Unit TBC DOTS RS
dapat berkomunikasi secara aktif dengan poli DOTS Puskesmas.
c. Jejaring Pelacakan Pasien Mangkir
Pasien mangkir ataupun putus obat dapat menghambat penyelesaian
pengobatan. Untuk menjamin pasien TBC menyelesaikan pengobatannya
sampai tuntas, dibutuhkan jejaring eksternal di bawah koordinasi Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Mekanisme jejaring untuk pasien mangkir adalah sebagai berikut:

19
Gambar 4. Alur Pelacakan Pasien TBC Mangkir dari Fasyankes

a. Sebelum memulai pengobatan pada pasien TBC sebaiknya


ditentukan pengawas menelan obat (PMO), alamat dan nomor
kontak pasien TBC untuk dapat menindaklanjuti jika pasien TBC
mangkir dari pengobatan;
b. Pasien mangkir/putus obat milik DPM, Klinik maupun RS dapat
dikomunikasikan dengan Puskesmas sebagai Pembina layanan
primer/penanggung jawab wilayah dan menginformasikan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota;
c. Puskesmas dapat berkoordinasi dengan kader
kesehatan/organisasi kemasyarakatan untuk melacak pasien
mangkir/putus obat dan menginformasikan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

d. Jejaring Investigasi Kontak dan Pemberian Terapi Pencegahan TBC


Investigasi kontak dilakukan terhadap seluruh kontak dari semua
pasien TBC baru/kambuh yang terkonfirmasi bakteriologis (TBC Sensitif
Obat maupun TBC Resisten Obat) dan TBC anak di lingkungan rumah
tangga atau tempat-tempat lain (tempat kerja, asrama, sekolah, tempat
penitipan anak, lapas/rutan, panti, dsb). Sumber data kasus indeks
berasal dari data Puskesmas, rumah sakit, dan fasyankes lainnya baik
pemerintah maupun swasta. Hasil investigasi kontak dari pasien TBC
yang tidak memiliki penyakit TBC harus memulai pemberian terapi
pencegahan tuberkulosis (TPT).
Pemberian TPT merupakan kegiatan yang terintegrasi secara
komprehensif di layanan TBC dan sistem kesehatan. Pasien baru yang
terdiagnosis TBC, maka kontak serumah terutama anak dianggap sebagai
satu kesatuan penerima manfaat layanan TBC. Pemberian TPT bertujuan
untuk mencegah orang dengan infeksi laten tuberkulosis (ILTB) yang
berisiko untuk berkembang menjadi sakit TBC.
Fasyankes selain Puskesmas (Rumah Sakit/RS/DPM/Klinik) dapat
melaporkan dan mengirimkan kasus indeks kepada Puskesmas (sesuai
wilayah tempat tinggal) melalui menu investigasi kontak di SITB.
Puskesmas berkewajiban menerima rujukan indeks kasus, dalam proses
rujukan tersebut, dilakukan juga koordinasi dengan dinas Kesehatan
kabupaten/kota (wasor) sesuai dalam alur koordinasi data kasus indeks.
Puskesmas rujukan IK menerima indeks kasus dari Fasyankes non
Puskesmas dan petugas puskesmas melakukan IK kepada indeks kasus
yang dikirimkan oleh fasyankes tersebut bersama kader kesehatan
komunitas yang ada di wilayah kerja tersebut.

20
Kader diwajibkan untuk melaporkan hasil data IK kepada petugas
puskesmas, dan seluruh pencatatan dan pelaporan terkait kegiatan IK dan
pemberian TPT dicatat di sistem informasi TBC. Berikut adalah alur
jejaring investigasi kontak yang melibatkan seluruh fasyankes :

Gambar 5. Alur Jejaring Investigasi Kontak

e. Jejaring Pengelolaan Logistik


Pengelolaan logistik dilakukan diseluruh tingkat pelaksana program
penanggulangan TBC, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota
sampai dengan Fasyankes. Pengelolaan logistik dimulai dari tahap
perencanaan, pengadaan, permintaan, pendistribusian, penyimpanan,
monitoring dan evaluasi. Perencanaan secara nasional menggunakan
pendekatan bottom up planning yaitu usulan perhitungan kebutuhan
logistik dimulai dari tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi dan ditingkat Pusat. Puskesmas mengajukan
permintaan OAT maupun non-OAT ke Dinas kesehatan Kabupaten/Kota
sesuai kebutuhan. Puskesmas mendistribusikan OAT ataupun non OAT
ke Dokter Praktik Mandiri, Klinik Pratama, Poliklinik Lapas/Rutan, Poliklinik
di tempat kerja, Pos kesehatan pesantren (poskestren) atau lainnya
sesuai dengan Piagam Kerja Sama yang disepakati.

21
Gambar 6. Pengelolaan Logistik
Penyimpanan logistik baik obat maupun non obat harus
memperhatikan tata cara penyimpanan yang baik, sesuai dengan
spesifikasi barang logistik. Peyimpanan barang logistik harus
tersedia kartu stok yang berisi informasi jumlah barang, tanggal
kadaluarsa, tanggal penerimaan dan pengeluaran barang logistik.
f. Jejaring Pencatatan dan Pelaporan TBC
Informasi TBC yang telah diolah atau diproses menjadi bentuk yang
mengandung nilai dan makna yang berguna untuk meningkatkan
pengetahuan dalam mendukung program P2TBC. Informasi kesehatan untuk
program P2TBC adalah informasi dan pengetahuan yang memandu dalam
melakukan penentuan strategi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi program P2TBC.
Setiap fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan TBC wajib
mencatat dan melaporkan kasus TBC yang ditemukan dan/atau diobati
sesuai dengan format pencatatan dan pelaporan yang ditentukan.
Pelanggaran atas kewajiban ini bisa mengakibatkan sanksi administratif
sampai pencabutan izin operasional fasilitas kesehatan yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sistem notifikasi wajib dapat dilakukan melalui sistem elektronik sesuai
dengan tata cara dan sistem yang ditentukan oleh program penanggulangan
TBC. Seluruh fasyankes wajib mencatat dan melaporkan seluruh
penanganan kasus Tuberkulosis ke sistem informasi tuberkulosis melalui :
a. SITB
SITB merupakan sistem pencatatan dan pelaporan tuberkulosis
yang utama dan diperuntukkan untuk seluruh fasyankes (termasuk
DPM dan klinik) yang memiliki kapasitas untuk melakukan
pencatatan dan pelaporan TBC menggunakan SITB.

b. WIFI TB

22
WIFI TB merupakan alternatif sistem informasi pencatatan dari
DPM/Klinik, bagi DPM/Klinik yang tidak memiliki kapasitas dan
keterbatasan untuk melaporkan dengan SITB. DPM/Klinik dapat
melaporkan terduga dan kasus tuberkulosis menggunakan WIFI
TB yang sudah terintegrasi dengan SITB, kemudian secara
bertahap faskes dapat didorong untuk dapat menggunakan SITB.

g. Jejaring Pembinaan
Puskesmas melakukan jejaring pembinaan secara formal dan informal ke
lintas sektor seperti ke pemerintah daerah (camat, lurah, Dinas Pendidikan,
PLKB, Koramil, Babinsa, Polsek). Puskesmas juga melakukan pembinaan
ke lintas program penyedia pelayanan di wilayah kerjanya (RS, DPM, klinik
swasta, apotek, laboratorium, posyandu, posbindu, puskesmas pembantu,
polindes, pos obat desa, dll).

Pokok Bahasan 6:
D. Pemantapan Mutu Laboratorium Mikroskopis
Pemantapan mutu laboratorium adalah suatu sistem yang dirancang
untuk meningkatkan dan menjamin mutu serta efisiensi pemeriksaan
laboratorium secara berkesinambungan sehingga hasilnya dapat
dipercaya. Tujuan/manfaat pemantapan mutu laboratorium
mikroskopis TBC adalah:
1. Menjamin bahwa hasil pemeriksaan laboratorium mikroskopis yang
dilaporkan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, karena hasil
pemeriksaan mikroskopis berperan sebagai penentu diagnosis
(untuk wilayah tertentu yang memiliki kesulitan untuk mengakses
TCM) dan pemantauan pengobatan pasien TBC.
2. Mengidentifikasi berbagai tindakan yang berpotensi menimbulkan
kesalahan.
3. Menjamin bahwa tindakan-tindakan perbaikan yang tepat telah
dilakukan.

Komponen Pemantapan Mutu Laboratorium Tuberkulosis:


a. Pemantapan Mutu Internal (PMI) atau Internal Qualitty Control
b. Pemantapan Mutu Eksternal (PME) atau External Quality
Assurance (EQA)
c. Peningkatan Mutu atau Quality Improvement (QI)

Alur uji silang mikroskopis TBC sesuai gambar berikut:

23
Penjelasan:
(1) Sediaan uji silang dan file eTBC12 fasyankes mikroskopis TBC dikirimkan
dari masing masing fasyankes ke Lab Rujukan Intermediet atau Provinsi
(LRI/LRP).
(2) LRI/LRP mengirimkan umpan balik uji silang ke masing-masing fasyankes
baik secara langsung maupun melalui dinas kesehatan.
(3) LRI/LRP mengirimkan eTBC12 rekap kab/kota ke LRP dengan tembusan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota.
(4) LRP mengirimkan eTBC12 rekap Provinsi ke LRN Mikroskopis dengan
tembusan dinas kesehatan provinsi.
(5) LRN Mikroskopis mengirimkan laporan rekap Provinsi ke ke Substansi TBC
tembusan ke Unit Pembina Laboratorium.

Peran petugas TBC di faskes dalam kegiatan uji silang mikroskopis TBC adalah
sebagai berikut:
a) Pengambilan dan pemilihan sediaan untuk uji silang
Pengambilan dan pemilihan sediaan untuk uji silang dilakukan dengan
metode LQAS.
b) Mengisi formulir TBC 12 dan atau perangkat e TBC 12 sebagai berikut:
1) Pengisian formulir TBC 12
 Lembar 1: tanpa mengisi hasil pemeriksaan laboratorium TBC faskes
pada kolom no. 4, diserahkan kepada petugas pelaksana mikroskopis
uji silang di laboratorium intermediate/rujukan uji silang

24
 Lembar 2: mengisi hasil pemeriksaan fasyankes pada kolom no. 4,
diserahkan kepada penanggung jawab laboratorium uji silang/Ketua
tim uji silang/koordinator uji silang
2) Pengisian perangkat eTBC 12
Prinsip pengisian perangkat e TBC 12 sama denganpengisian formulir
TBC 12. Dengan menggunakan kata sandi, maka petugas laboratorium
intermediate tidak dapat melihat hasil pembacaan laboratorium
mikroskopis TBC di faskes sehingga blinded dapat terjaga.
c) Pengiriman sediaan uji silang ke laboratorium intermediate bersama dengan
formulir TBC 12 atau perangkat eTBC 12

VIII. REFERENSI
A. PP No. 2/2018 tentang SPM
B. Permenkes TBC nomor 67, tahun 2017
C. Juknis TBC Anak 2016
D. Juknis Logistik 2017
E. Strategi Nasional Penanggulangan TBC, tahun 2016-2019
F. Permenkes No. 75 tentang Puskesmas
IX. LAMPIRAN

LATIHAN KASUS
Petunjuk latihan kasus:
1.Latihan ini dikerjakan oleh dikerjakan oleh masing masing peserta menggunakan
data masing-masing dibantu Fasilitator/Pelatih.
Data yang dibawa sebagai berikut :
1. Target penemuan kasus TBC di wilayah tahun 2018
2. Data jumlah penduduk di wilayah (Kecamatan dan Kelurahan/Desa) tahun 2018
3. Peta buta per Kelurahan/Desa se-Kecamatan tahun 2018
4. Rekap TBC.01 dan/atau TBC.03 UPK tahun 2018 (data dipisahkan per
Kelurahan/Desa):
a. Kasus TBC paru baru terkonfirmasi bakteriologis
b. Kasus TBC paru baru terdiagnosis klinis
c. Kasus TBC baru ekstraparu
d. Kasus TBC baru anak
e. Kasus TBC baru kasus kambuh
f. Kasus TBC baru kasus default/loss to follow-up
g. Kasus TBC baru kasus gagal pengobatan
h. Kasus TBC baru kasus lain-lain
5. Hasil pengobatan tahun 2017
a. Total kasus TBC yang diobati dan dilaporkan tahun 2017
b. Kasus sembuh
c. Kasus pengobatan lengkap
d. Meninggal
e. Gagal pengobatan
f. Default/loss to follow-up

Tugas:
1. Buatlah mapping kasus TBC per desa tahun 2018

25
2. Hitunglah beban TBC per desa tahun 2018 berdasarkan proporsi penduduk!
3. Hitunglah capaian kecamatan dan per kelurahan untuk ketiga indikator!
4. Buatlah analisis dan Tindak Lanjut dari hasil penghitungan indikator!
5. Hitunglah kebutuhan OATdan non OAT TBC sensitif obat serta PP INH untuk tahun
berikutnya!

26

Anda mungkin juga menyukai