Anda di halaman 1dari 13

Muhammad Athaillah

Tiara Elvi

Putri Salsabila

PENGARUH ISLAM DALAM KEBUDAYAAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Persentuhan agama Islam dengan kebudayaan asli Indonesia, tentu merupakan


pembahasan yang menarik, di mana Islam sebagai agama universal merupakan rahmat bagi
semesta alam, dan dalam kehadirannya di muka bumi ini, Islam berbaur dengan beragam
kebudayaan lokal (local culture), sehingga antara Islam dan kebudayaan lokal pada suatu
masyarakat tidak bisa dipisahkan, keduanya merupakan bagian yang saling mendukung dan
menguatkan. Islam sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT. untuk semua umat
manusia telah memainkan perannya di dalam mengisi kehidupan umat manusia di muka
bumi ini. Kehadiran Islam di tengah-tengah masyarakat yang sudah memiliki kebudayaan
tersendiri, menjadikan Islam dengan budaya setempat mengalami akulturasi, yang pada
akhirnya tata pelaksanaan ajaran Islam menjadi beragam. Namun demikian, al-Qur‘an dan
hadis sebagai sumber hukum Islam tetap menjadi ujung tombak pada masyarakat yang
mayoritas muslim, sehingga Islam begitu identik dengan keberagaman.

Al-Qur‘an sebagai wahyu Allah, dalam pandangan dan keyakinan umat Islam adalah
sumber kebenaran dan mutlak benarnya. Meskipun demikian, kebenaran mutlak itu tidak
akan tampak manakala al-Qur‘an tidak berinteraksi dengan realitas sosial, atau menurut
Quraish Shihab, dibumikan, dibaca, dipahami, dan diamalkan. Ketika kebenaran mutlak itu
disikapi oleh para pemeluknya dengan latar belakang kultural atau tingkat pengetahuan yang
berbeda akan muncul kebenaran-kebenaran parsial, sehingga kebenaran mutlak tetap milik
Tuhan.

Berdasarkan hal tersebut, maka kebenaran dalam Islam yang dikatakan kebenaran
yang mutlak itu bersumber dari Allah, sedangkan kebenaran yang parsial itu hadir pada
realitas sosial suatu masyarakat yang kebenarannya akan relatif. Demikian pula, bahwa Islam
tetap menghargai keberagaman kebenaran yang ada dalam masyarakat, termasuk
keberagaman budaya yang dimiliki suatu masyarakat. Quraish Shihab, dalam salah satu Kata
Pengantar sebuah buku, pernah menyatakan bahwa berdasarkan analisis MB. Hooker,
Robert Hefner, John L. Esposito, dan William Liddle, keberadaan Islam di Nusantara bercorak
sangat spesifik di mana ekspresinya secara intelektual, kultural, sosial, dan politik bisa jadi,
dan kenyataannya memang berbeda dengan ekspresi Islam yang berada di belahan dunia
yang lain. Islam Indonesia merupakan perumusan Islam dalam konteks sosio-budaya bangsa
yang berbeda dengan pusat-pusat Islam di Timur Tengah. Kenyataan ini bukanlah peristiwa
baru, melainkan berlangsung semenjak awal masuknya agama yang diserukan Muhammad
ini ke bumi Nusantara.2 Senada dengan pernyataan Quraish Shihab, Richard Bulliet pernah
menyatakan hipotesisnya bahwa,”Sekarang waktunya untuk melihat Islam dari jendela
Jakarta, Kuala Lumpur, atau Teheran, bukan lagi dari jendela Baghdad, Damaskus, atau Kairo.
Memperhatikan pernyataan di atas, yang secara substansi tidak jauh berbeda, maka
timbul suatu fakta sosial bahwa keberadaan Islam dan umat Muslim di bumi Nusantara telah
menjadi “ikon” yang memiliki kelebihan yang sangat unik dan spesifik bila dibandingkan
dengan Islam dan umat Muslim di belahan Negara lainnya. Kemudian, hal ini telah
menjadikan Islam di Nusantara menjadi kajian para Islamisis (orientalis) yang melihat adanya
perkembangan serta pengaruh yang cukup signifikan dalam kesejarahan Islam di Nusantara
ini. Ada hal yang menarik ketika budaya disandingkan dengan agama, menurut St. Takdir
Alisjahbana, bahwa budaya memiliki tiga nilai, yaitu nilai agama, seni dan solidaritas yang
berkaitan dengan rasa dan bersendi pada perasaan, instuisi, dan imajinasi. Budaya ekspresif
umumnya berwatak konservatif. Agama misalnya, jika tidak didukung oleh pemikiran yang
rasional, ia mudah terjerumus ke dalam penghayatan serba mistik dan ghaib yang ekstrem
dan irasional. Karena itu, yang utama bagi kemajuan umat manusia adalah bagaimana cara
mengembangkan budaya yang memiliki keserasian nilai progresif dan ekspresif.

ALKULTURASI KEBUDAYAAN ISLAM

Alkulturasi atau kulturisasi memiliki berbagai arti menurut para sarjana antropologi,
namun mereka memiliki pemahaman yang sama. bahwa Alkulturasi atau
kulturisasi merupakan proses sosial yang timbul bila satu kelompok manusia yang
memiliki satu kebudayaandihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, maka
dapat diterima dan diolah kedalam kebudayaan seendiri tanpa menghilangkan
kepribadian kebudayaan aslinya. Akulturasi dalam lapangan itu sendiri merupakan kata
pinjaman bagi “kontrak kultural”. Pengertiannya juga sangat spesifik yang tidak bisa
diberikan secara mudah atau tepat melalui formulasi ini. Dengan demikian
akulturasi merupakan fenomena modern yang tidak dapat dipungkiri.

Jauh sebelum Islam datang ke Indonesia, di Indonesia telah berkembang agama


Hindu, Budha dan agama-agama primitif animistis lainnya, serta tradisi sosial
kemasyarakatan. Manusia yang hidup dalam masyarakat tersebut sudah jelas di pengaruhi
oleh berbagai paham dan tradisi yang ada di masyarakatnya. Dengan masuknya Islam,
Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih)
kebudayaan karena percampuran bangsabangsa dan saling mempengaruhi), yang
melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut
tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang.

Islam merupakan salah satu agama yang masuk dan berkembang di Indonesia. Hal ini
tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi Anda, karena di mass media mungkin Anda sudah
sering mendengar atau membaca bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki penganut
agama Islam terbesar di dunia. Menilik sejarah Islam Indonesia, kita dapat melihat bahwa
Islam masuk dan menyebar ke Indonesia nyaris tanpa ada ketegangan dan konflik. Islam
dengan mudah diterima oleh masyarakat sebagai sebuah agama yang membawa
kedamaian , sekalipun kala itu masyarakat sudah mempunyai sistem kepercayaan tersendiri,
baik berupa animisme maupun agama HinduBudha.

Di Indonesia terdapat berbagai macam ras, suku, bahasa, kebudayaan, agama dan
kepercayaan. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika” merupakan ungkapan yang tepat untuk
menjelaskan realitas sekaligus harapan bangsa ini. Menurut Blaise Pascal seperti dikutip
Harold Coward, Pluralisme yang tidak diintegrasikan dalam bentuk kesatuan adalah
kekacauan, sedangkan kesatuan yang tidak menjaga pluralitas adalah tirani. Meskipun
Indonesia merupakan salah satu negara yang muslimnya mayoritas di dunia, namun paling
sedikit mendapat pengaruh arabisasi, dibandingkan dengan negara-negara muslim besar
lainnya. Selain itu, dalam proses Islamisasi di nusantara, penyebaran agama dan kebudayaan
Islam tidak menghilangkan kebudayaan lokal dan tidak menggunakan kekuatan militer.

SENI BANGUNAN

a. Mesjid

Mesjid di Indonesia dulunya atapnya berwujud tumpang, dengan kata lain atap yang
disusun semakin keatas semakin mengecil dan tingkatan atasnya berbentuk limas. Jumlah
susunan atapnya adalah ganjil yakni 1,3 atau 5. Biasanya ditambah dengan kemuncak untuk
memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka. Atap tumpang
sampai kini sering dijumpai di Bali dengan nama Meru yang digunakan khusus untuk
bangunan-bangunan suci di dalam pura. Atap tumapng dianggap sebagai bentuk
perkembangan dari dua unsur berlainan yaitu: atap candi yang denahnya bujur sangkar dan
selalu berundak-undak, dan puncak stupa yang ada kalanya berbentuk susunan payung-
payung terbuka. Pada surau-surau yang biasanya lebih kecil dan sederhana dari masjid,
atapnya mempunyai ciri tersendiri, yaitu seperti limas tetapi tidak bersusun melainkan
runcing pada puncaknya. Bentuk seperti ini sering dijumpai pada relief-relief di Jawa Timur.
Di Bali , selain hal diatas kita juga bisa menemukan atap yang runcing ke atas. Biasanya
hanya digunakan untuk Tempat suci tingkat rendah. Dekorasi yang ditemukan di atap masjid
dan surau disebut mustaka dan seringkali dibuat dari tanah yang terbakar atau benda
lainnya.

Mesjid mesjid terdahulu tidak memiliki menara. Seperti mesjid yang banyak kita
temui sekarang, namun didalamnya ada bedug yang dipergunakan untuk menyerukan
adzan . Bedug merupakan suatu contoh dari kebudayaan khas Indonesia . Selain itu
beberapa mesjid mesjid kuno memiliki bentuk menara yang unik,misalnya dapa dilihat dari
mesjid Kudus yang sebelumnya merupakan candi diubah menjadi mesjid dan disesuaikan
penggunaannya. Biasanya mesjid mesjid terdahulu dibangun berdekatan dengan istana yaitu
disebelah barat alun alun, selain dekat dengan istana mesjid mesjid kuno juga dibangun
ditempat yang dianggap keramat seperti di atas bukit ataupun didekat makam, contohnya
mesjid agung demak (Prima & Kebudayaan, n.d.).

b. Makam

Salah satu hasil budaya masa periode Islam adalah bangunan makam. Dalam pembuatan
makam, masyarakat lebih cendrung membuat bentuk-bentuk sendiri sehingga membawa
dampak tertentu pada kompleks makam, misalnya, suasana yang penuh kekeramatan dan
sakral. Hal tersebut merupakan budaya berlanjut dari kepercayaan asli masyarakat yang
memuja roh leluhur sedangkan makam dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh
leluhur, sehingga tempat tersebut sering dikeramatkan. Sebagai perwujudan adanya
pengkramatan tersebut muncul makam dalam bentuk-bentuk bangunan yang secara fisik
dapat dilihat, diraba, dan dipakai sebagai tempat kegiatan tertentu yang berhubungan
dengan kerohanian (Suhadi dan Hambali 1994-1995: 1-2).

Dalam agama Islam terdapat sejumlah peraturan tertentu berkaitan dengan keberadaan
makam. Dalam beberapa hadist dikatakan bahwa kubur lebih baik ditinggikan dari tanah di
sekitarnya agar dapat dikenal. Kubur diberi tanda batu atau benda lain di bagian kepala;
dilarang menembok kubur, dilarang membuat tulisan pada kubur, dan dilarang memberikan
hiasan pada kubur. Ada pula yang meriwayatkan bahwa kubur jangan ditinggikan, sedangkan
kubur yang sudah terlanjur di munjungkan sebaiknya didatarkan, dan dilarang menjadikan
kubur sebagai masjid (Ambary, 1991: 5-6)

Segi arsitektur dan filsafat, unsur-unsur pokok makam yang berupa nisan dan jirat
merupakan suatu kelanjutan dari masa-masa sebelumnya yaitu masa prasejarah dan Hindu.
Apabila ditinjau dari segi ilmu bangunan, makam memiliki tiga unsur yang menjadi
kelengkapannya, yaitu jirat, dasar atau subbasemen yang membentuk empat persegi
panjang yang kadang-kadang diberi tambahan sudut hiasan dalam bentuk simbar (antefix),
dan nisan yang terdapat di bagian atas jirat, yang terletak pada ujung utara dan selatan. Jirat
dan nisan tersebut kadang-kadang diberi bangunan pelindung yang dikenal dengan nama
cungkup (Ambary, 1998: 199). Fungsi nisan sebagai tanda untuk diketahui bahwa di tempat
tersebut telah dimakamkan seseorang yang meninggal.

Salah satu aspek dalam tata cara pemakaman di Jawa adalah penggunaan bukit atau gunung
sebagai tempat pemakaman yang dianggap suci. Tradisi berasal dari masa praIslam ini
berlanjut, bahkan sampai sekarang.

Berhubungan dengan nisan kubur, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki
banyak nisan kubur serta nisan nisan tersebut mengandung unsur unsur dan dekorasi
bentuk kelanjutan dari masa pra Islam. Salah satu contohnya adalah nisan yang
mengingatkan kita terhadap tradisi megalitik yaitu bentuk nisan kubur yang tegak silindrik.
Dimana bentuk nisan ini bisa dijumpai didaerah Sulawesi Selatan contohnya di
Bontobiraeng, tallo, Watan Lamuru.
Umumnya makam makam didaerah jawan dan Madura memiliki ragam hias pattr dan simbar
Simbar. Diatas Nisa ditandai dengan bentuk bentuk yang beragam. Ada yang berbentuk kala
makara,menhir dan berbentuk gunongan. Sedangkan bentuk nisan kubur dari bekas kota
Majapahit di daerah Troloyo itu lebih banyak menggunakan angka tahun dalam bentuk huruf
Jawa kuno,namun dari sekian banyaknya Nisan nisan yang memakai huruf Jawa kuno tetapi
ada barang sedikit pula yang menggunakan huruf arab dan angka tahun arab (Ditjen, 2016)

C. Istana

Istana para raja pada zaman Islam identik dengan bertahan lama atau tetap kokoh
dikarenakan pembuatannya sudah mulai menggunakan batu bata dengan bahan semacam
semen sebagai perekatnya. Atapnya pun sudah terbuat dari genteng. Arsitektur nya pun
telah terpengaruh dari budaya barat disebabkan pada masa itu telah banyak beredar gaya
arsitektur barat di Indonesia. Namun pada bangunan yang dibangun pada awal Islam corak
arsitekturnya masih memperlihatkan adanya unsur budaya Hindu Buddha contohnya istana
kesultanan Yogyakarta yang dilengkapi patung penjaga Dwarapala ( Hindu)

Pembagunan istana yang dicampuri arsitektur barat menyebabkan bangunan istana


seperti kastil yang dikelilingi parit parit, tembok tembok berlapis, tempat meriam, dan
asrama militer, contohnya pada istana Tirtayasa (Banten). Dengan tujuan agar
menggambarkan kebesaran dan kemegahan istana dan juga untuk menjunjung tinggi
martabat raja terhadap raja lain maupun rakyatnya sendiri (Prima & Kebudayaan, n.d.).

d. Aksara dan seni rupa

Penulisan aksara Arab Indonesia dipadukan dengan seni Jawa yang ada di Indonesia
, yang dikenal dengan seni kaligrafi. Walaupun seni kaligrafi sudah ada di Indonesia namun
perkembangannya kurang pesat dikarenakan :

1. Penggunaan hiasan kaligrafi di Indonesia masih terbatas

2. Bangunan kuno Islam di m awal berdirinya kurang melibatkan seni kaligrafi

3. Begitupun dengan mesjid mesjid kuno seperti contohnya mesjid Banten, Demak, dan
Kudus yang belum menambahkan unsur seni kaligrafi

Seni kaligrafi ini dulunya banyak terdapat pada keris, hiasan batik, batu nisan ,dinding
rumah dan bangunan mesjid. Namun penggunaan seni kaligrafi pada benda benda tersebut
dilarang dalam tradisi Islam dikarenakan tidak boleh menggambar atau membentuk sebuah
hewan ataupun manusia(Ningsih, 2021) .

Selain Seni kaligrafi terdapat juga seni ukir yang juga merupakan hasil akulturasi
budaya lokal dengan Islam. Hal tersebut bisa ditemukan dalam berbagai bentuk, contohnya
ukiran pada hiasan masjid, bangunan makam, nisan dan cungkup. Seni ini memiliki berbagai
motif yang unik antara lain seperti daun, bunga, pemandangan dan bukit kerang. Pada masa
perkembangan Islam seni ini mengalami perkembangan yang pesat. Faktor penyebabnya
adalah tidak diperbolehkan masyarakat muslim untuk melukis makhluk hidup, sehingga pada
akhirnya seni ukirlah yang dipilih sebagai alternatif lainnya. Bukti bukti dari adanya bentuk
akulturasi budaya antara pra Islam dengan Islam antara lain seperti: kompleks masjid
Mantingan, Jepara, Jawa tengah, mesjid gelgel, Klungkung, dan Bali (Putri, 2020)

e. Seni Sastra
Seni sastra pada zaman awal Islam berkembang pesat di daerah sekitar selat Malaka (daerah
Melayu) dan jawa. Melayu sebagai pusat awal perkembangannya sedangkan di Jawa sebagai
tempat perkembangan lebih lanjut dari seni sastra zaman Hindu. Seni sastra zaman Islam
lebih sedikit hasilnya yang nampak pada masyarakat dibandingkan seni sastra pada zaman
Hindu hal ini dikarenakan daerah daerah di Indonesia belum mampu menyimpan,
mengabadikan dan meneruskan hasi hasil karangan karya sastra kepada masyarakat.
Berbeda halnya dengan daerah Bali, mereka mampu meneruskan hasil hasil karangan sastra
zaman Hindu hingga terjaga sampai sekarang.

Seni sastra islam yang ada di Indonesia sebagian besar terpengaruh dari budaya Persia. Salah
satu contohnya adalah seni sastra yang ada di Melayu yakni syair seperti syair Ken
Tambunan, syair panji sumirang dan lain sebagainya. Selain syair terdapat juga kitab kitab
bercorak magis dan berisi ramalan ramalan, penentu hari baik dan buruk dan pemberian
pemberian makna terhadap suatu kejadian.

Pada zaman awal Islam di Indonesia banyak kesenian kesenian yang kehilangan daya
hidupnya dikarenakan adanya peraturan dalam Islam yang melarang untuk menggambar
makhluk hidup dan memperlihatkan kemewahan. Contoh dari dampak tersebut adalah seni
arca,seni tuang logam mulia dan seni lukis yang kurang berkembang pada saat itu. Namun
demikian ada juga seni dari Hindu Buddha yang terpengaruh dengan agama Islam namun
tetap terus berlangsung yakni ialah seni wayang. Seni wayang merupakan sebuah seni yang
menggabungkan seni pertunjukan, cerita epik, musik dan unsur unsur spiritual yang
mengambil tema tema Islam seperti Pandawa Lima,dan kalimasada, dengan teknik gambar
manusianya di dlsakarkan, tidak seperti manusia sempurna agar tidak menyalahi peraturan
islam. Wayang menjadi salah satu sarana penyampaian nilai nilai Islam yang efektif pada
masa itu. Selain itu mulai berkembang juga wayang wayang yang dimainkan oleh orang
orang, sehingga seni drama dan tari masih tetap ada dan disesuaikan dengan nilai nilai Islam.

Dari hal tersebut nampak adanya perpaduan dua atau lebih unsur kebudayaan dan interaksi
kebudayaan yang kemudian menghasilkan kebudayaan baru yaitu pertunjukan wayang yang
kebudayaan itu tidak terdapat aslinya di Hindu India tetapi hanya di dapat pada saat Islam
berkembang di Indonesia, dan ini merupakan karya inovatif sang wali Sunan Kalijaga dalam
menanamkan nilai-nilai Islam. Cerita wayang yang telah diisi dengan nilai-nilai Islam tersebut
kemudian dipentaskan sebagai sarana mengajarkan nilai-nilai Islam kepada para penonton,
yang telah masuk Islam karena telah mengucapkan dua kalimat syahadat.

Perkembangan dan pertumbuhan akulturasi kebudayaan diatas merupakan sebuah


peninggalan sejarah yang berkait dengan interaksi dan perpaduan manusia dalam
melakukan aktivitas yang bernuansa kebudayaan sebagai hasil cipta karya baik abstrak atau
konkrit (Maarif, 2023).

SISTEM PEMERINTAHAN
Posisi Islam Dalam Sistem Perpolitikan Di Indonesia Pengaruh Islam terhadap politik
Indonesia mempunyai akar sejarah yang sangat panjang Jauh sebelum penjajah kolonial
menetap di negara ini, negara ini adalah rumah bagi beberapa kerajaan Islam, termasuk
Majapahit, Sriwijaya, dan Demak, dari abad ke-13 hingga ke-16 Masehi Pada masa
penjajahan, Islam harus melawan ideologi kolonialisme, namun pada masa kemerdekaan,
Islam harus menghadapi ideologi tertentu seperti komunisme dan konspirasinya Tidak dapat
dipungkiri bahwa sejarah dengan jelas menunjukkan bahwa para pemimpin Islam
mempunyai kontribusi yang besar terhadap berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia
Mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga penulisan konstitusi negara.

Para pemimpin Islam, khususnya Sarekat Islam, sebelumnya menyarankan agar


Indonesia berpihak pada ISIS, sebagaimana diatur dalam Piagam Jakarta Namun format ini
hanya bertahan 57 hari karena mendapat protes dari umat agama lain Kemudian pada
tanggal 18 Agustus 1945 Indonesia menetapkan Pancasila sebagai falsafah nasionalnya
Pemerintahan Orde Baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di negaranya
Ideologi politik lainnya, termasuk ideologi politik Islam, bersifat terikat dan tidak dapat
diungkapkan Hal ini menyebabkan terjadinya depolitisasi dalam politik Islam Politik Islam
terbagi menjadi dua kelompok Kelompok pertama, yang disebut penganut Biblika, hidup
dalam suasana depolitisasi dan konfrontasi dengan pemerintahKelompok kedua adalah
kelompok substantif yang mendukung pemerintah dan menginginkan Islam tidak terlibat
dalam politik

Era reformasi dimulai pada bulan Mei 1998 Saat itu, masyarakat Indonesia bersatu
untuk menggulingkan pemerintahan tirani Soeharto Perjuangan reformasi tidak lepas dari
peran para pemimpin Islam saat itu Beberapa KH termasuk di antara tokoh Islam yang
mendukung reformasi Bapak Abdulrahman Wahid (Ketua PB NU) dan Bapak Amien Rais
(Ketua PP Muhammadiyah) Nurchoris Majid (Cak Nur), seorang ulama yang lahir di kalangan
santri di sebuah pesantren, juga muncul. Selama bertahun-tahun reformasi, peran umat
Islam di arena politik semakin diperhitungkan umat Islam mulai menampakkan diri mereka
kembali, tanpa rasa malu atau takut menggunakan label “Islam” Reformasi politik Islam
juga berhasil tidak menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas partai politik juga bisa
menerapkan prinsip Islam

Kemudian juga muncul beberapa partai politik dengan asal dan berlabel Islam. Partai- partai
politik yang berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain- lain.
Umat Islam Indonesia diharapkan tidak lagi terpinggirkan dalam kancah politik Politik Islam
harus mampu menampilkan idealismenya yang rahmatan lil alamin dan memberikan
kontribusi yang besar bagi negara. Pasca Pilpres 2014 yang mana Joko Widodo (Jokowi)
terpilih menjadi presiden Pencalonan Jokowi sebagai presiden didukung oleh PDIP, Partai
Nasdem, Partai Hanura, dan PKB Partai Islam seperti PKS, PPP, PAN, dan PBR saat ini
mendukung Prabowo Subianto. Hal ini dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah dan
hubungan antara Islam dan pemerintah melihat perkembangan terkini, banyak kebijakan di
era Jokowi yang terkesan mengarah pada anti-Islam dan sekularisme contohnya adalah
gagasan penghapusan bagian agama di KTP, gagasan doa yang tidak berdasarkan agama
tertentu, dan gagasan pemblokiran situs-situs Islam

Tampaknya ini adalah masa yang paling ironis bagi negara mayoritas Muslim ini
sejak awal masa jabatannya, berbagai isu terkait nasionalisasi (jika bukan sekularisasi)
mengemuka di berbagai sektor di tanah air. Sikap netral Jokowi terhadap isu agama
menginspirasi Abangan dan kelompok sekuler untuk melakukan diplomasi terbuka, peran
para pemimpin Islam dalam bersatu sebagai kelompok penekan dan membantu
menentukan arah pemerintahan harus segera diakui Jika hal ini tidak segera dilakukan, maka
hubungan antara Islam dan pemerintah akan serupa dengan masa Orde Baru, ketika Islam
dipinggirkan dan tertanam kembali dalam pemahaman bahwa umat Islam takut terhadap
ajaran Islam menjadi sesuatu. Melihat hal tersebut, tampaknya Islamofobia memang telah
menjangkiti pemerintahan saat ini ada kekhawatiran bahwa di masa depan, unsur-unsur
Islamofobia di pemerintahan akan semakin melarang semua kegiatan yang berhubungan
dengan Islam di negara tersebut

Radikalisme dan terorisme sedang dilawan secara intens akhir-akhir ini. Radikalisme
dan terorisme nampaknya lebih menyasar sebagian umat Islam. Padahal, dalam Islam sendiri
radikalisme dan terorisme ditentang berdasarkan teks Al-Qur'an dan Sunnah, serta sikap
keteladanan Nabi SAW, para sahabat, dan ulama terdahulu. Lalu ada ketakutan akan adanya
upaya acak yang tidak berdasar dan tidak berdasar untuk menuduh umat Islam lain sebagai
teroris atau radikal hanya karena orang takut terhadap ajaran Islam (Islamofobia).
Penerimaan hukum Islam dalam sistem hukum nasional terus berlanjut. Jika kita
memperhatikan dukungan pemerintah dalam penerapan produk hukum Islam seperti UU
Zakat, Wakaf, Halal dan Penyelenggaraan Ibadah Haji. Selain itu, sangat jelas bahwa
pemerintah berpihak pada upaya mendorong dan membantu lembaga pendidikan Islam,
seperti UU Pesantren, serta peraturan pemerintah lainnya yang mengatur lembaga
keagamaan Islam. Selain di tingkat nasional, penerapan syariat Islam juga didukung di
berbagai daerah, dan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota misalnya, banyak dikeluarkan
peraturan daerah tentang syariat Islam. Meski pemerintah pusat berupaya melakukan
intervensi terhadap pencabutan peraturan daerah syariah tersebut, namun hal tersebut
tidak menghalangi pemerintah daerah untuk terus menerapkannya.(Kewarganegaraan et al.,
2023).

SISTEM PENDIDIKAN

Pada saat kerajaan Islam berdiri di nusantara, pendidikan Islam di Indonesia mulai
mengalami kemajuan yang sangat pesat Hampir di setiap wilayah umat Islam terdapat
masjid, surau, langar, dan pesantren yang difungsikan sebagai tempat pendidikan Ini adalah
pusat tidak hanya untuk ibadah tetapi juga untuk kegiatan Islam, termasuk pendidikan
Demikian pula masjid-masjid seperti Masjid Demak, Qudus, Ampel dan Gili banyak yang
dibangun pada masa kerajaan Samudera Pasay, Perlak dan Demak Semua tokoh agama Islam
pada masa itu cenderung mengutamakan pembangunan masjid sebagai pusat kegiatan
keagamaan dibandingkan bangunan lainnya (Hasbullah: 46). Jika diamati lebih detail lagi,
penyelenggaraan pendidikan agama pada saat kerajaan tersebut berjaya dengan tujuan
untuk:

1. Merangkul manusia untuk berbuat baik, yaitu patuh dalam mengerjakan agama
secara bersungguh-sungguh, melaksanakan apa yang diperintahkan dan juga
meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.
2. Menjaga tradisi, maksudnya sesuatu yang diangap perlu dan penting bagi keluarga
dan masyarakat, harus diturunkan dan diajarkan kepada anak cucu secara turun-
temurun sebagai regenerasi (Hasbullah: 46)

Penyelenggaran pendidikan pada masa kerajaan Islam ditempuh dengan berbagai cara.
Diantara metode yang umum digunakan adalah:

1. Memberikan ceramah dan nasehat secara langsung Cara ini merupakan cara yang
paling luas dan umum digunakan Ceramah yang efektif diadakan di tempat-tempat
berkumpul umat Islam seperti masjid dan langar Kami dapat memberikan nasihat
langsung, terutama mengenai isu-isu sosial yang penting Cara ini dinilai efektif karena
memungkinkan Anda menyelesaikan masalah secara langsung dan situasional

2. Teladan yang baikCara ini cenderung menekankan kharisma individu Berpenampilan


luhur dan berkesan serta menonjolkan aspek perilaku yang baik dan terpuji dapat
menarik pesona dan perhatian yang besar di kalangan siswa, serta mendorong guru
untuk ditiru dan mengamalkan ajarannya Pada mulanya citra kepribadian ini
merupakan salah satu unsur yang memegang peranan sangat penting dalam dakwah
Islam Pasalnya, tampil dengan penampilan impresif efektif menciptakan idola yang
nantinya akan menjadi panutan.
3. Media seni dan permainan Seni secara tradisional menjadi metode dakwah yang
efektif Hal ini jelas serupa dengan apa yang dicapai penganut agama Jawa melalui
kesenian wayang Begitu pula Gamelan Sekaten yang digunakan pada acara-acara lain
seperti Solo dan Maulid Nabi Muhammad SAW di wilayah Yogyakarta Kata sekaten
berasal dari kata Arab syahdatain yang berarti dua rangkaian syahadat, satu
pernyataan Islam (Junaedi, 1990: 6). Beberapa penganjur agama di luar Jawa juga
menggunakan metode ini secara efektif.

Pada paruh pertama abad ke-19, muncul komunitas penelitian keagamaan yang diorganisir
oleh komunitas sosial Bentuk pendidikan ini didorong oleh intensitas perjumpaan antara
umat Islam nusantara dengan umat Islam dari negara lain, khususnya Timur TengahAda
beberapa generasi muda Indonesia yang menimba ilmu Islam di Mekkah, antara lain
sebagai berikut Nuruddin al-Ranili (1658) dari Aceh dan Muhammad Arshad al-Banjari
(1812) dari Martapura, Banjarmasin Format pengajiannya masih menggunakan sistem
Sorogan dan Halaka, namun format sebelumnya berbeda dalam beberapa Ciri-ciri tersebut
secara umum adalah: (1) dilaksanakan di suatu wilayah atau kawasan tertentu yang jauh
dari kebisingan kota, (2) adanya seorang kyai sebagai pimpinan suatu penelitian atau
universitas, (3) Peserta penelitian yang tergabung terikat dengan prinsip kejujuran, gotong
royong, semangat sosial dan saling menghormati, serta hidup mandiri dan sederhana.

Tujuan dari berbagai model pendidikan tersebut di atas secara umum adalah sebagai
berikut: (1) Pembinaan para ulama untuk menguasai ilmu-ilmu agama; (2) Pembinaan umat
Islam agar mampu menjalankan hukum-hukum agama; (3) Pembinaan umat Islam untuk
mengamalkan hukum-hukum agama. Siswa yang memiliki keterampilan yang sesuai
berkaitan dengan terbentuknya masyarakat Islam yang taat pada aturan agama Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa tujuan utama pendidikan Islam awal adalah untuk
menghasilkan ulama-ulama yang ahli di bidang agama, yang berasal dari masyarakat,
kembali ke masyarakat, dan mendorong masyarakat untuk mempelajari ajaran yang benar
Agama yang mengamalkan Islam Munculnya pengajian membawa perubahan kelembagaan
sistem pendidikan Islam dari pendidikan nonformal menjadi pendidikan formalMeski
kurikulumnya lebih terstruktur dibandingkan sebelumnya, namun tradisi pembelajaran Al-
Quran dan sistem pengajian Kitab Kuning tetap dipertahankan Berdasarkan informasi
sejarah, model lembaga pendidikan Islam ini hingga saat ini sulit ditinggalkan oleh
masyarakat Islam Indonesia, karena merupakan lembaga pendidikan unik yang lahir dari
budaya masyarakat Indonesia sendiri.
Sistem Kalender

Masyarakat indonesia telah mengenal kalender sebelum datangnya agama Islam yaitu
Kalender Saka (Kalender Hindu) yang dimulai pada tahun 78 M. Didalam kalender ini
terdapat naman ama hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Namun setelah
masuknya islam perubahan pun terjadi dalam penanggalan kalender dimana menggunakan
perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam) dan kalender ini
disebut dengan kalender Jawa. Adapun pencetus dari pembuatan kalender jaw aini adalah
Sultan Agung dari Mataram . Nama bulannya sama dengan penanggalan Hijriyah (Islam)
yakni berjumlah 12 dengan nama Muharram (Sura), Safar (Sapar), Rabiul Awal (Mulud),
Rabiul Akhir (Bakda Mulud), Jumadil Awal (Jumadilawal), Jumadil Akhir(Jumadilakhir),
Rajab(Rejeb), Syakban (Ruwah), Ramadhan (Pasa), Syawal (Sawal), Dzulqaidah (Sela) dan
Dzulhijjah (Besar). Namun penanggalan saka tetap tetap dipakai untuk penganggalan hari
dikarenakan masyarakat pada saat itu masih banyak menggunakan penanggalan saka dalam
menentukan hari (Pemikiran & Islam, 2017)

Tradisi

Hingga sekarang, masyarakat muslim indonesia masih melakukan upacara upacara ritual,
dimana upacara upacara tersebut masih dipengaruhi oleh tradisi tradisi sebelumnya, salah
satunya adalah Hari Raya Idul Fitri, yang dirayakan dengan cara bersilahturahmi antar
sesama masyarakat, baik dikelauarga sendiri maupun antar tetangga. Selain Hari raya Idul
Fitri masyarakat indonesia juga melakukan tradisi ziarah sebagai bentuk dari rasa hormat
terhadap orang yang lebih tua seperti orang tua dan nenek moyang. Selain itu, terkhusus
masyarakat Jawa mereka juga melakukan tradisi keselamatan berupa kenduri yang dilakukan
pada suatu waktu tertentu (Ningsih, 2021)
Daftar Pustaka

Ditjen, K. (2016, April). Pengaruh Islam pada Makam dan Nisan Kubur. 5 April 2016.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/makam-dan-nisan-kubur/

Kewarganegaraan, J., Basry, M. Al, Herliani, F., Studi, P., & Ekonomi, H. (2023). Kedudukan
Islam Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. 7(1), 530–539.

Maarif, D. S. (2023, July). Contoh Akulturasi Budaya Masyarakat Nusantara Dengan Ajaran
Islam. 31 July 2023, 18:35, 1. https://tirto.id/contoh-akulturasi-budaya-masyarakat-
nusantara-dengan-ajaran-islam-ga1B

Ningsih, L. W. (2021). Wujud Akulturasi Budaya Lokal dengan Islam. 28 Juny 2021, 11:00, 5.
https://amp.kompas.com/stori/read/2021/06/28/110000679/wujud-akulturasi-budaya-
lokal-dengan-islam

Pemikiran, J., & Islam, H. (2017). Al-Mizan. 13(1), 53–68.

Prima, C. V. B., & Kebudayaan, S. (n.d.). Sejarah kebudayaan indonesia.

Putri, A. S. (2020). Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam Seni Ukir. 21 April 2020,
20:00. https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/21/200000769/akulturasi-dan-
perkembangan-budaya-islam-seni-ukir

Anda mungkin juga menyukai