Anda di halaman 1dari 16

NOTA PEMBELAAN/PLEDOI

Dalam Perkara Pidana umum


Nomor Register: 2778/Pid. B/2020/PN.Mdn

Kepada Yang Terhormat


Majelis Hakim Yang Memeriksa Dan Mengadili
Perkara Pidana No. REG: 2778/Pid. B/2023/PN.Mdn
Di-
Medan

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini:

1. MUHAMMAD MAULAN, S.H


2. SALSABILA PUTRI, S.H

Kesemuanya merupakan, Advokat Konsultan Hukum pada kantor hukum MUHAMMAD


MAULANA & REKAN yang beralamat di jalan. A.H. Nasution No. 82 B Kel. Pangkalan
Mansyhur Kec. Medan Johor, Kota Medan HP: 085296441377 E-mail:
johnen.naibaho@yahoo.com Berdasarkan Surat Kuasa tanggal 06 Agustus 2020 kami
selaku Penasihat Hukum Terdakwa dengan segala kerendahan hati dengan ini
mengajukan Nota Pembelaan/Pledoi dalam perkara pidana dengan Register Perkara
Nomor: 2778/ Pid. B/2020/PN.Mdn di Pengadilan Negeri Medan atas diri terdakwa:

Nama Lengkap : Salasokhi Zatulo Ndruru


Tempat lahir : Pakkat
Umur/Tgl.Lahir : 23 tahun/29 September 1999
Jenis kelamin` : LAKI-LAKI
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jl. Abdul Haris Nasution Gg. Horas No. 5 B Lk.
XIV Kel. Pangkalan Mansyur Kec. Medan
Johor
Agama : Kristen
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : S1

PENDAHULUAN

Majelis Hakim yang kami muliakan Rekan Jaksa Penuntut Umum yang kami
hormat, Pertama-tama marilah kita panjatkan puj dan syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa penguasa seluruh alam semesta, karena berkat rahmat Nya persidangan
pada hari ini dengan agenda pembacaan Nota Pembelaan oleh Penasihat Hukum atas
Terdakwa Salasokhi Zatulo Ndruru (untuk selanjutnya disebut "Terdakwa") bisa berjalan
dengan lancar sebagaimana mestinya sesuai dengan yang dijadwalkan sebelumnya,
meskipun Terdakwa merasa kurang puas dengan persidangan Daring karena faktor
jaringan atau yang lainnya membuat Terdakwa tidak jelas mendengar apa yang ada
dipersidangan, akan tetapi Terdakwa selalu semangat dalam mengikuti dan senantiasa
menebarkan aura positif yang seakan-akan berbicara bahwa "saya tidak bersalah,
maka beranilah".

Hal tersebut membuat kami, Penasihat Hukum Terdakwa menjadi lebih yakin
untuk mencari siapa sebenarnya yang bertanggung jawab terhadap perkara ini.
Semangat seperti itu juga dirasakan oleh isteri dan keluarga Terdakwa, yang selalu
setia hadir pada setiap persidangan melihat proses persidangannya dengan penuh
kesabaran dan penuh keyakinan bahwa Terdakwa memang tidak bersalah. Nuansa
seperti ini membuat kami. Penasihat Hukum Terdakwa menjadi kagum akan sikap dan
spirit serta keyakinan isteri dan keluarga Terdakwa.

Tidak lupa kami ucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Majelis Hakim Yang Mulia karena telah memimpin persidangan ini dengan penuh
kemandirian, keseimbangan dan jiwa kepemimpinan yang kental. Kami juga
memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada rekan Jaksa Penuntut
Umum, karena telah sangat berupaya menjalankan kewajibannya dengan sangat amat
baik untuk menemukan kebenaran formil dan materil ke arah tercapainya prinsip dan
tujuan hukum demi tegaknya keadilan.

Sekali lagi, kami sebagai Penasihat Hukum benar-benar bangga dan menaruh
hormat setinggi-tingginya kepada Terdakwa, tentang ketegarannya, tentang
kesabarannya, tentang bagaimana Terdakwa tetap kuat meski sedang didakwa dengan
kejahatan yang luar biasa yaitu dugaan Pencurian dengan Kekerasan. Kesabaran dan
ketegaran Terdakwa benar-benar mengajarkan kita semua di persidangan ini, bahwa
ketika Tuhan berkehendak maka manusia haruslah pasrah, tetap berusaha, menunduk
serendah debu dan tetap berdoa setinggi langit.

Bahwa tuntutan pidana dan pledoi (pembelaan) pada dasarnya merupakan suatu
rangkaian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana dan
sebenarnya dapatlah dikatakan bahwa keberadaan tuntutan pidana yang diajukan oleh
Jaksa Penuntut Umum, saling berkaitan dengan Nota Pembelaan yang diajukan oleh
Terdakwa atau Penasihat Hukum Terdakwa yang pada hakekatnya merupakan proses
dialogis jawab menjawab terakhir dalam suatu proses pemeriksaan suatu perkara
pidana. Pada kesempatan ini juga perlu kami tegaskan, karena pada hakikatnya
bertujuan untuk melumpuhkan dakwaan dan tuntutan pidana yang diajukan oleh
Pingajuan Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi perbedaan argumentasi, prinsip dan Nota
Pembelaan ini bukanlah pandanganlah yang menimbulkan kesenjangan di antara
kedua misi yang diemban, namun kesemuanya itu bermuara pada kesamaan tujuan
yaitu usaha dan upaya melakukan penegakkan hukum serta keinginan untuk
menemukan kebenaran hukum.

Bahwa persidangan ini pada akhirnya akan berakhir dengan putusan yang
MENGATAS-NAMAKAN KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA, tentu merupakan putusan yang sangat diharapkan menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan dan kebenaran dengan sumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang menurut
Bismar Siregar (Hukum Acara Pidana, Bina Cipta Bandung 1983) merupakan doa
hakim, hal ini tentu saja memberi arti bahwa Yang Mulia Majelis Hakim akan
menghadirkan Keadilan Tuhan penguasa seluruh alam di pengadilan ini, di dalam ruang
persidangan ini.

Akhirnya, melalui persidangan yang terbuka untuk umum ini, kita tentu dapat
menjawab pertanyaan yang paling mendasar atas perkara ini, yaitu apakah benar
Terdakwa, telah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan, yaitu
melakukan tindak pidana Pencurian dengan Kekerasan atau dalam tuntutan melakukan
tindak pidana Ancaman Kekerasan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 368.

Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita semua perlu meluruskan
dahulu niat dan menjernihkan pikiran agar dapat menemukan dari Yang Maha Kuasa
untuk mendapatkan kebenaran materil atas perkara ini.

II. DAKWAAN DAN TUNTUTAN

Bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sesuai dengan surat dakwaan dengan
nomor register perkara: PDM-618 /Eoh.1/10/2020 adalah sebagai berikut:

KESATU : Pasal 365 Ayat (2) ke 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

KEDUA : Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo. Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHPidana

KETIGA : Pasal 4 UU RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Bahwa sebelum kami membahas mengme takta-fakta yang muncul di persidangan dan
analisa yuridis serta penutup pada bagian akhir nota pembelaan ini, kami ingin terlebih
dahulu membedah secara krits m dari Jasa Penuntut Umum, yaitu: genai surat
dakwaan dan surat tuntutan

DALAM DAKWAAN

Bahwa di dalam dakwaannya, Jasa Penuntut Umum telah mencoba menggambarkan


suatu peristiwa pidana yang diduga dilakukan oleh Terdakwa, yang seakan-akan bahwa
memang benar Terdakwalah yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang
tercantum dalam surat dakwaan.
DALAM TUNTUTAN

Bahwa rekan Jaksa Penuntut Umum berkeyakinan Terdakwa telah terbukti melakukan
tindak pidana Ancaman Kekerasan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 368
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan menuntut agar Terdakwa dijatuhi pidana
penjara selama 3 (tiga) tahun

FAKTA-FAKTA PERSIDANGAN

A. Keterangan saksi-saksi :

1. M. JAFAR NASUTION

Bahwa saksi pada tanggal 27 Oktober 2020 dan 10 November 2020 memberikan
keterangan di bawah sumpah menurut agamanya dan akan memberikan keterangan
yang benar tidak lain dari pada yang sebenarnya, dengan ini saksi menerangkan
sebagai berikut:

 Bahwa saksi korban mengatakan tidak ada tertunggak angsuran mobilnya.


Bahwa saksi korban mengatakan yang mencekek dan menarik kunci mobil dari
korban adalah orang yang turun dari dalam mobil.
 Bahwa saksi korban mengatakan terdakwa dibonceng naik sepeda motor.
Bahwa saksi Mengatakan uang sebesar Rp. 65.000.000-00 (Enam Puluh Lima
Juta Rupiah) diberikan di dalam Mobil dengan uang Pecahan Seratus Ribu
Rupiah. Bahwa uang Rp. 65.000.000-00 (Enam Puluh Lima Juta Rupiah)
tersebut untuk biaya Polis asuransi 2 Polis atas nama Sanggam Nainggolan
dengan Lenta 2 Tahun.
 Bahwa pada sidang selanjutnya pada tanggal 10 September saksi merubah
keterangannya yang mencekik dan mengambil kuncinya adalah yang turun dari
sepeda motor. Bahwa pada sidang selanjutnya pada tanggal 10 September 2020
keterangan Saksi merubah keterangannya mengatakan uang Rp. 65.000.000-.00
(Enam Puluh Lima Juta Rupiah) tersebut untuk biaya Biaya TOP UP 2 Polis
Asuransi atas nama Sanggam Nainggolan dan Lenta Bakara.
 Bahwa kedua Polis yang mau di TOP UP atas nama Sanggam Nainggolan dan
Lenta Bakara pada saat penerimaan uang Rp. 65.000.000-.00 (Enam Puluh
Lima Juta Rupiah) tersebut Polisnya masih aktif dan aturan harus aktif sampai
saat ini seandainya tidak ada kejadian tersebut.

Tanggapan Terdakwa:

Semua keterangan saksi tidak benar

2. ZIKRO
Bahwa saksi pada tanggal 10 November 2020 memberikan keterangan di bawah
sumpah menurut agamanya dan akan memberikan keterangan yang benar tidak lain
dari pada yang sebenarnya, dengan ini saksi menerangkan sebagai berikut:
 Bahwa uang yang diberikan senilai sebanyak Rp. 65.000.000-.00 (Enam Puluh
Lima Juta Rupiah) untuk Pembayaran asuransi Prudensial dan Diberikan di
Parkiran di bukan di dalam Mobil sebagaimana keterangan saksi Dista Ricky
Hasudungan Tanjung.
 Bahwa uang tersebut 2 macam pecahan Lima Puluh Ribu Rupiah dan Seratus
Ribu Rupiah. Bahwa saksi mengatakan Premi kedua Polis Tersebut tidak pernah
telat membayar kalaupun telat hanya telat hari aja tidak sampai 1 bulan.

Tanggapan Terdakwa:

Tidak mengetahui

3. RAIHAN, ST
Bahwa saksi pada tanggal 10 November 2020 memberikan keterangan di bawah
sumpah menurut agamanya dan akan memberikan keterangan yang benar tidak lain
dari pada yang sebenarnya, dengan ini saksi menerangkan sebagai berikut:
 Bahwa Melakukan penarikan mobil itu terhadap debitur yang Wanprestasi
(Menunggak angsuran) diperbolehkan sesuai dengan UU Fidusia. Bahwa untuk
penarikan mobil No. Pol: B 1084 WKJ Direktur PT. Olivia Jaya Nusantara
memberikan kuasa kepada atas nama Tony Hutauruk dkk. Bahwa beberapa kali
PT. Olivia Jaya Nusantara dilaporkan terkait Penarikan mobil yang dituduhkan
melakukan Pencurian sudah 2 kali menang Praperadilan dan akhimya
perkaranya Gugur.

Tanggapan Terdakwa

Benar UU Fidusia memperbolehkan Penarikan mobil yang Wanpretasi Benar Kuasa


Diberikan kepada Tony Hutauruk Dkk. Tidak mengetahui tentang Praperadilan

B. Keterangan Terdakwa

Bahwa Terdakwa tidak pernah ikut melakukan penarikan Mobil No Pol. B 1084 WKJ.
Bahwa Terdakwa bekerja sebagai melihat kendaraan yang menunggak di pinggir jalan
atau biasa disebut dengan Matel.

Bahwa terdakwa membawa sepeda motor bukan di bonceng. Bahwa terdakwa


langsung pergi menunggu di Bascamp setelah team penerima SK atau team pemutus
datang untuk melakukan penarikan terhadap mobil tersebut. Bahwa Terdakwa tidak
pernah melakukan perampasan kunci, memukul atau mencekek Saksi Korban. Bahwa
Terdakwa tidak pernah membawa mobil dari tempat kejadian. Bahwa Terdakwa hanya
mengantarkan Mobil dari Bascamp ke Gudang disuruh oleh Demo silaen dan dibuat
tanda terima penyerahan mobil tersebut pada saat di gudang.

Bahwa terdakwa tidak ada melihat uang senilai Rp. 65.000.000.-,00 di dalam mobil
ketika mengantarkan mobil ke gudang.

Analisa Fakta

A. TIDAK TERBUKTI ADANYA UANG SENILAI Rp. 65.000.000-,00 Terungkap sejak


awal persidangan bahwa saksi Korban menerangkan uang tersebut adalah uang
untuk pembayaran Premi asuransi untuk polis 2 orang sebanyak Rp.
65.000.000-,00 (enam puluh lima juta rupiah) untuk Premi selama 2 tahun dimana
saksi korban menerangkan Premi atas nama Lenta Bakara dengan premi
500.000,- 00 dan Sanggam nainggolan premi 1.000.000,-00, lalu pada sidang
Selanjutnya saksi Korban merubah keterangannya dengan mengatakan uang
tersebut untuk TOP UP Polis 2 asuransi dengan No Polis 11864111 atas nama
Sanggam Nainggolan dan juga No. Polis 12176522 atas nama Lenta Bakkara dan
mengatakan kedua polis tersebut Masih aktif dan sampai saat ini harusnya masih
aktif jika tidak ada kejadian tersebut sebagaimana keterangan saksi korban,
padahal jelas-jelas polis tersebut sudah lama tidak aktif ketika kami coba buktikan
dari ATM yang mana Polis 11864111 atas nama Sanggam Nainggolan sudah tidak
aktif lagi mulai tanggal 06 Juli 2017 dan Polis 12176522 atas nama Lenta Bakkara
sudah tidak aktif lagi mulai 04 September 2017 sebagaimana bukti yang kami
serahkan kepada Majelis artinya sebelum adanya kejadian pada tanggal 07
September 2017 yang di Laporkan saksi Korban kedua polis asuransi Prudential
tersebut sudah tidak aktif lagi, dan dimana keterangan dari Saksi ARIS WANDANA
NASUTION dari Prudential menerangkan Polis yang sudah tidak aktif tidak dapat
di TOP UP melainkan harus dipulihkan dan nasabah datang kekantor mengisi
formulir tidak bisa hanya menyerahkan uangnya kepada agen, jadi hemat kami
jelas hal ini dapat membantah terkait uang Rp.65.000.000,-00 yang disebut sebut
ada dalam mobil tersebut ditambah lagi keterangan saksi korban yang
mengatakan uangnya diberikan didalam mobil dan uangnya bentuk pecahan
seratus ribu rupiah jelas berbeda dengan keterangan saksi SANGGAM
NAINGGOLAN yang mengatakan uangnya diberikan diparkiran dan bukan dalam
mobil dan bentuk uangnya pecahan seratus ribu rupiah dan uang pecahan lima
puluh ribu rupiah hal ini makin menguatkan pembuktian terkait keberadaan uang
tersebut tidak terbukti, ditambah lagi kejadiannya tanggal 07 September 2017
tetapi dibuat Laporan Polisinya tanggal 17 Oktober 2017 artinya tunggu satu bulan
lebih setelah kejadian baru di buat Laporan Polisinya hal ini merupakan hal yang
janggal kami rasa padahal saksi korban mengatakan ada uang senilai Rp
65.000.000,-00 uang yang begitu banyak menurut kami tetapi kenapa dilaporkan
begitu lama jadi hal yang perlu dipertanyakan dan patut diragukan kebenarannya,
dan fakta di persidangan dari saksi saksi juga sangat banyak kejanggalan dalam
perkara ini dan keterangan saksi korban banyak yang berbelit belit dan patut kami
duga memberikan keterangan Palsu dibawah sumpah dan fakta fakta
dipersidangan jelas terbukti bahwa uang senilai Rp. 65.000.000-,00 (enam puluh
lima juta rupiah) itu tidak ada dan hanya akal akalan saja supaya Laporan
polisinya dapat diterima.
B. UU No 42 Tahun 1999 tentang FIDUSIA, Jika kita bahas terkait penarikan mobil
terkait FIDUSIA jelas ada undang-undang yang mengatur yaitu UU No 42 Tahun
1999 tentang Jaminan FIDUSIA jelas mengatur dalam BAB V EKSEKUSI JAMINAN
FIDUSIA Pasal 29 1. Apabila debitor atau Pemberi Fidusia Cidera janji, eksekusi
terhadap Pasal 15 benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat di lakukan".
1. Dalam SERTIFIKAT Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN MAHA ESA".
2. Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperolah kekuatan hukum tetap. Hemat kami jelas disini ada peraturan
undang undang yang mengatur hal tersebut jadi bukan merupakan perbuatan
pidana, kejadian dugaan tindak Pidana ini dilakukan pada tahun 2017 Sebelum
keluarnya Putusan MK Nomor 18/PUU- XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020
yang bunyinya demikian "Penerima Hak Fidusia (Kreditur) tidak boleh melakukan
eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan
eksekusi kepada Artinya pada tahun 2017 masih diperbolehkan melakukan
eksekusi tanpa harus adanya putusan pengadilan sesuai dengan UU No 42
Tahun 1999 tentang Fidusia tetapi kami tidak terlampau membahas kesana
karena terdakwa pada saat itu tidak ada ikut melakukan penarikan mobil tersebut
sebagaimana dalam Tuntutan dan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Terkait
penetapan tersangka kepada Terdakwa hemat kami sebagai penasehat
Pengadilan Negeri"

Hukum terdakwa belum cukup bukti dimana hanya saksi korban saja yang
menerangkan terkait adanya dugaan perbuatan pencurian dengan kekerasan atau
dengan sesuai tuntutan jaksa penuntut umum memaksa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan yang dilakukan terdakwa tersebut tidak ada saksi lain yang dapat
menerangkan atau alat bukti lain untuk meyakinkan terdakwalah pelakunya, padahal
pihak penyidik dapat menyita beberapa CCTV yang berada di lokasi kejadian untuk
mengungkap jelas terkait perkara ini tetapi hal itu tidak dilakukan oleh Penyidik, Jika
orang yang menerima kuasa untuk menjalankan UU FIDUSIA dan hanya menggunakan
bukti kertas kwitansi aja tanpa bisa dibuktikan terkait kebenaran uang tersebut seperti
fakta dipersidangan ini tetapi dinyatakan bersalah pastinya sudah ratusan bahkan
ribuan orang penerima kuasa yang menjalankan UU FIDUSIA yang sudah jadi
Terpidana tetapi sampai saat ini belum ada orang yang menjalankan UU FIDUSIA jadi
terpidana kami ketahui karena jelas ada UU yang Mengaturnya. Chandra M. Hamzah
mengutip pendapat dari Yahya Harahap yang menyatakan bukti permulaan yang cukup
setidaknya mengacu pada standart minimal dua alat bukti sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP yang berbunyi "Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti y
bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersala
melakukannya" yang sah ia memperoleh keyakinan

ANALISIS YURIDIS

Majelis Hakim Yang Mulia;

Rekan Jaksa Penuntut Umum yang terhormat,

Serta hadirin sidang sekalian

Bahwa proses peradilan pidana adalah suatu proses persidangan yang sangat berbeda
dengan proses persidangan lainnya, karena dalam suatu proses persidangan pidana
haruslah dapat diukur seberapa jauh kesalahan (schuld) yang terdapat pada diri
seorang terdakwa pada dugaan tindak pidana yang didakwakan tanpa ada sedikitpun
keraguan pada Majelis Hakim pemeriksa suatu perkara tentang hal tersebut. Untuk
kemudian berdasarkan hal ini, dapat pula diukur dan dimintakan seberapa besar
pertanggungjawaban pidana yang bisa dilekatkan pada seorang terdakwa.

Hal ini pula yang disampaikan Curzon LB Curzon dalam bukunya "Criminal Law"
(London; M&E Pitman Publishing: 1997) yang menjelaskan: "Bahwa untuk dapat
mempertanggung jawabkan seseorang dan karenanya mengenakan pidana
terhadapnya, tidak boleh ada keraguan sedikitpun pada diri hakim tentang kesalahan
terdakwa

Hal serupa juga disampaikan oleh Prof. Moelijatno dalam bukunya "Asas-Asas Hukum
Pidana" (Jakarta; Bina Aksara; 1987) yang menerangkan:

"Orang tidak mungkin mempertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak


melakukan perbuatan pidana".

Perbuatan terdakwa yang dapat dipidana (strafbarehandeling) terletak pada wujud


suatu perbuatan yang dirumuskan dalam ketentuan/pasal yang mengaturnya, bukan
pada akibat dari perbuatannya sebagai bentuk dari delik materil. Sebagai delik formil,
konsekuensi hukumnya adalah bahwa seorang penuntut umum wajib membuktikan
unsur esensial dari "strafbarehandeling" atau perumusan ketentuan yang didakwakan
tersebut, begitu pula pembuktian terhadap unsur yang merupakan "sarana penggunaan
dari strafbarehandeling tersebut. Berbicara pertanggung jawaban pidana, maka
semuanya akan bergantung dengan adanya suatu tindak pidana (delik). Tindak pidana
di sini, berarti menunjukkan adanya suatu perbuatan yang dilarang. Kata delik atau
delictum memiliki arti sebagai perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena
merupakan pelanggaran terhadap undang-undang, di mana dalam hal hukum pidana
sendiri kita mengenal adanya dua jenis yaitu delik formil yang perumusannya
menitikberatkan p diancam dengan pidana oleh undang-undang serta delik materil yang
perumusannya menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana
oleh pada perbuatan yang dilarang dan undang-undang.

Sementara itu Prof. Satochid Kartanegara sehubungan dengan pengertian delik ini
sendiri menyebutkan, unsur delik terdin atas unsur objektif dan unsur subjektif, di mana
unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri manusia, yaitu:

a. Suatu tindakan;
b. Suatu akibat, dan
c. Keadaan (omstandigheid)
Di mana kesemuanya itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-
undang. Sedangkan unsur subjektif adalah unsur-unsur dari perbuatan yang dapat
berupa:

a. Kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan (toerekenings vatbaarheid);


b. Kesalahan (schuld).

Bahwa untuk melihat suatu tindak pidana (delik) tersebut tidaklah bisa berdiri sendiri
karena maknanya baru akan muncul apabila ada suatu proses pertanggung jawaban
pidana, artinya setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana tidak dengan
sendirinya harus dipidana atau dijatuhkan hukuman pada dirinya, karena agar dapat
dijatuhi suatu pemidanaan atau hukuman terhadap diri seseorang maka pada diri orang
tersebut harus ada unsur dapat dipertanggung jawabkan secara pidana yang dapat
dimintakan ataupun dijatuhkan kepadanya sesuai dengan unsur-unsur perbuatan
sebagaimana ditegaskan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahwa rumusan delik dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
pembuktiannya tidak hanya sekedar melihat pertanggung jawaban pidana berdasarkan
"materiele feit", tetapi tetap harus berpegang pada asas pertangung jawaban pidana
yang berlaku secara universal (Geen Straf Zonder Schuld/tiada pidana tanpa
kesalahan). Dalam hal ini, apakah kesalahan tersebut berupa opzet (kesengajaan)
maupun berupa culpa (kealaian) dengan mengaitkan adanya suatu prinsip "formeele
wedderechtelijkheid" dan adanya suatu alasan penghapusan pidana berdasarkan
fungsi negative.

Bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam uraian tuntutannya mengenai unsur "dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan
barang sesuatu telah keliru dalam menerapkan unsur tersebut. Dimana terdakwa tidak
ada melakukan hal tersebut karena bukan kapasitas terdakwa untuk melakukan
eksekusi kendaraan tersebut Juga berdasarkan fakta persidangan, hanya saksi korban
yang mengatakan bahwa terdakwa pelakunya tidak ada saksi-saksi yang melihat,
mendengar dan mengetahui secara langsung perbuatan yang diduga dilakukan oleh
Terdakwa yang memenuhi unsur tersebut di atas.

Majelis Hakim Yang Mulia; Rekan Jaksa Penuntut Umum yan terhormat

Serta hadirin sekalian;

Kita semua mungkin pernah mendengar adanya Miscarriage of justice (kegagalan


penegakkan keadilan) yang merupakan dan membaca mengenal persoalan universal
yang dihadapi oleh hampir seluruh Negara dalam penegakkan sistem peradilan
pidananya. Menurut Clive Walker, terdapat empat hal penting yang terkandung dalam
makna miscarriage of justice, yaitu:

a. Kegagalan penegakkan keadilan tidak hanya terbatas pada produk pengadilan


atau dalam sistem hukum pidana, tetapi juga dapat terjadi di luar pengadilan,
terbentuk dari kekuasaan penegak hukum yang bersifat memaksa (coercive
power).
b. Kegagalan penegakkan keadilan dapat dilembagakan dalam hukum, misalnya
dalam bentuk legalisasi biaya-biaya yang tidak resmi.
c. Kegagalan penegakkan keadilan harus pula mencakup kelemahan Negara ketika
menjalankan tanggung jawabnya.
d. Kegagalan penegakkan keadilan harus ditegaskan pada hal-hal yang berkaitan
dengan hak asasi manusia.
e. Istilah miscarriage of justice terus berkembang dan dipergunakan untuk
menggambarkan bahwa dalam sistem hukum negara-negara di dunia terdapat
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam putusan pengadilan yang
menyebabkan seseorang harus menjalani hukuman atas kejahatan yang tidak
dilakukannya.

Berdasarkan hal tersebut, dalam pemeriksaan perkara Terdakwa, patutlah kita semua,
baik rekan Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim Yang Mulia atau pun kami sendiri
selaku Penasihat Hukum, harus berpegang teguh pada asas-asas yang terkandung
dalam penegakkan keadilan serta harus menghindari tindakan-tindakan yang dapat
merusak integritas sistem sebagai upaya menghindari miscarriage of Justice pada
perkara ini.

KESIMPULAN

Majelis Hakim Yang Mulia,


Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat
Hadirin sekalian Yang Juga kami Hormati

Bahwa kemandirian Majelis Hakim Yang Mulia begitu kental dalam persidangan ini,
kami sangat mengapresiasi hal tersebut dimana majelis Hakim Yang Mulia dua kali
mengatakan Supaya saksi korban memberikan keterangan yang benar karena
memberikan keterangan palsu dapat dipidana p 242 hal itu karena saksi korban sering
memberikan kesaksian yang berubah-ubah... Kewajiban hakim untuk bersikap mandiri
dapat diartikan bahwa hakim terikat untuk penjara 7 tahun sesuai dengan Pasal
memutus perkara hanya atas dasar ketentuan undang-undang. Menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sistem pembuktian yang dianut adalah Negatief
Wettelijk Stelsel, yaitu metode pembuktian yang paling sulit di antara empat ajaran atau
teori tentang pembuktian. Menurut KUHAP, untuk membuktikan seseorang bersalah
harus diperoleh 2 (dua) alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim. Artinya
jika terdapat bukti menurut undang- undang bahwa Terdakwa bersalah, namun hakim
tidak memperoleh keyakinan. maka Terdakwa harus dibebaskan. Demikian juga jika
seorang hakim berkeyakinan Terdakwa bersalah namun menurut undang-undang
terdakwa tidak terbukti bersalah maka terdakwa juga harus dibebaskan.

Intinya, meskipun seseorang jelas-jelas kelihatan bersalah, namun menurut KUHAP


adalah sangat sulit untuk membuktikan seorang bersalah. Dengan demikian,
seharusnya lebih banyak putusan bebas putusan untuk menghukum. Dengan kata lain,
jika hakim bersikap mandiri, maka sebetulnya akan lebih banyak terdakwa yang
dibebaskan daripada yang dihukum, karena sulitnya membuktikan kesalahan terdakwa.
Keadilan harus kita maknai sebagai keadaan yang netral dan proporsional. Perkara
yang masuk ke pengadilan harus memberi kemungkinan yang sama bagi terdakwa
untuk menerima hukuman atau dibebaskan dari hukuman. Jika tidak demikian maka
tidak ada kemandirian peradilan. Kemandirian atau independensi peradilan
memperoleh maknanya jika terdapat kenyataan bahwa lembaga peradilan adalah
tempat terjadinya keputusan penghukuman jika terdakwa bersalah dan pembebasan
jika terdakwa tidak bersalah. Sehingga statistiknya harus seimbang (50 banding 50)
antara mereka yang dihukum dengan mereka yang dibebaskan. Terdakwa yang saat ini
duduk dikursi pesakitan atau dibalik jeruji besi sebagai terdakwa, benar-benar menaruh
harapan di pundak Majelis Hakim Yang Mulia agar kiranya dapat menjatuhkan putusan
yang seadil-adilnya. Saat ini Terdakwa tidak ada harapan lain selain berharap kepada
Majelis Hakim yang dapat memutus perkara ini dengan putusan yang seadil-adilnya.
Dalam setiap kasus pidana, meskipun sudah cukup 2 alat bukti yang sah, jika sedikit
saja ada keraguan pada diri hakim, tentang apakah terdakwa pantas dihukum atau
tidak, maka terdakwa haruslah dibebaskan, inilah yang disebut dengan istilah "beyond
reasonable doubt yang ekuivalen dengan asas in dubio proreo. Prof. Oemar Seno Adji
dalam bukunya HUKUM, HAKIM PIDANA menulis "bahwa Hakim Pidana bebas dalam
mencari hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa secara tepat. la harus
memperhitungkan sifat dan seriusnya delik yang dilakukan, keadaan yang meliputi
perbuatan-perbuatan yang dihadapkan kepadanya, la harus melihat kepribadian dari
pelaku perbuatan........ Sekarang, kearifan dan harapan untuk mendapatkan keadilan
berada pada Majelis Hakim Yang sangat kami muliakan.

PERMOHONAN

Berdasar atas segala sesuatu yang kami uraikan di atas, kami mohon agar kiranya
Majelis Hakim dengan segala kewibawaannya berkenan menjatuhkan putusan sebagai
berikut:

Menyatakan seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum TIDAK TERBUKTI SECARA SAH
DAN MEYAKINKAN.
Membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum, atau setidak-
tidaknya melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum

Demikianlah Nota Pembelaan ini kami ajukan, semoga Tuhan Yang Maka Kuasa
memberikan perlindungan kepada kita semua.

Medan, 7 Februari 2024

Hormat kami,

Tim Penasihat Hukum Terdakwa

MUHAMMAD MAULANA, S.H

SALSABILA PUTRI, S,H

Anda mungkin juga menyukai