Anda di halaman 1dari 21

GAMBAR CADAS DI NGALAU TOMPOK SYOHIAH I DALAM

KAITANNYA DENGAN BUDAYA PERTANIAN


ROCK ART IN NGALAU TOMPOK SYOHIAH I IN THE
CONNECTION TO AGRICULTURAL CULTURE

Naskah diterima: Revisi terakhir: Naskah disetujui terbit:


15-02-2018 03-03-2018 17-03-2018

Ketut Wiradnyana
Taufiqurrahman Setiawan
Diah Hidayati
Balai Arkeologi Sumatera Utara
Jalan Seroja Raya Gang Arkeologi No 1
Tanjung Selamat, Medan Tuntungan, Medan
ketut_wiradnyana@yahoo.com
taufiqurrahman.setiawan@kemdikbud.go.id
d.hidayati@kemdikbud.go.id

Abstract
The meaning of rock art in Ngalau Tompok Syohiah I must be accompanied by the context of
form, space, and time, as well as the culture that supports its existence, including technology,
religion, or the traditions of the community and the surrounding environment. This paper aims
to interpret rock art found in Ngalau Tompok Syohiah I, especially those related to the traditions
or agricultural culture of the surrounding community. The method used is descriptive-
qualitative, in order to reveal various aspects contained in archaeological objects and rock art in
the cave. Ethnographic studies are used to find out traditions and folklore related to
archaeological sites and objects, especially rock art related to agriculture and local beliefs. In
contextual caves and archaeological objects such as rock art, menhirs, and pseudo tombs
related to the environment and agricultural activities. Likewise the behavior of people who come
to these caves varies greatly, depending on their respective goals. Some people even though
they have embraced Islam, some still undergo long- standing traditions especially those related
to agricultural activities.

Keywords: rock art; menhir; folklor; agricultural traditions

Abstrak
Pemaknaan seni gambar cadas di Ngalau Tompok Syohiah I harus disertai konteks bentuk,
ruang, dan waktu, serta budaya yang mendukung keberadaannya, meliputi teknologi, religi,
atau tradisi masyarakat maupun lingkungan sekitarnya. Tulisan ini bertujuan untuk memaknai
gambar cadas yang terdapat di Ngalau Tompok Syohiah I, terutama yang berkaitan dengan
tradisi atau budaya pertanian masyarakat sekitarnya. Metode yang digunakan adalah
deskriptif-kualitatif, guna mengungkapkan berbagai aspek yang terkandung pada objek
arkeologis maupun gambar cadas di gua tersebut. Kajian etnografi dimanfaatkan untuk
mengetahui tradisi dan folklor yang terkait dengan situs dan objek arkeologisnya, terutama
gambar cadas yang berkaitan dengan pertanian dan kepercayaan lokalnya. Secara kontekstual
gua dan objek arkeologis seperti gambar cadas, menhir, dan makam semu berkaitan dengan
lingkungan dan kegiatan pertaniannya. Demikian juga perilaku orang yang datang ke gua
tersebut sangat beragam, tergantung pada tujuan masing-masing. Sebagian orang walaupun
sudah memeluk agama Islam, ada yang masih menjalani tradisi lama terutama yang berkaitan
dengan kegiatan pertanian.
Kata Kunci: gambar cadas; menhir; folklor; tradisi pertanian

Gambar Cadas di Ngalau Tompok Syohihah I dalam Kaitannya dengan Budaya Pertanian 35
(Ketut Wiradnyana, Taufiqurrahman Setiawan, dan Diah Hidayati)
PENDAHULUAN pembuatan gambar cadas di gua tersebut.
Religi juga menjadi aspek penting yang
Gambar cadas merupakan produk
dapat menjelaskan kondisi pemikiran
budaya yang telah dikenal pada masa
manusia masa itu.
prasejarah yaitu sekitar 40.000 tahun yang
lalu di Nusantara. Salah satunya terdapat Sebuah karya seni baik itu dibuat
di Kawasan Leang-leang Maros yang dalam kaitannya dengan seni semata,
teridentifikasi pertanggalan absolutnya atau juga berkaitan dengan makna religius
pada 40.000 hingga 17.000 tahun yang atau bahkan tanpa makna tertentu dapat
lalu (Aubert et al 2014, dalam Oktaviana mewarnai dari seluruh hasil karya cipta
2015). Sebagai hasil produk budaya dari manusia baik itu pada masa prasejarah,
Homo sapiens, maka gambar cadas selain sejarah, atau pada masa kini. Hal tersebut
memiliki nilai estetika yang menggambarkan ada karya-karya
menggambarkan kehidupan pada masa manusia yang digunakan dalam kaitannya
itu, juga bersifat simbolik – magis, atau dengan aspek estetika semata, ada yang
berkaitan dengan religi yang dipahami terkait dengan aspek ekonomi, teknologi,
pada masa itu. dan aspek religi, dan teknologi. Kondisi itu
menyulitkan dalam memahami sebuah
Dalam memahami makna atau
karya budaya, sehingga latar belakang
konsepsi yang terkandung dalam ide
budaya ataupun konteks yang melingkupi
pelukisnya, tentunya juga
gambar cadas tersebut dapat membantu
mempertimbangkan berbagai aspek yang
dalam memaknai karya itu.
melatarbelakangi pembuatan gambar
cadas pada masa prasejarah. Salah satu gambar cadas terdapat
Latarbelakang lingkungan alam, di Ngalau Tompok Syohiah I Nagari
matapencaharian (pemburu-meramu), Situmbuk, Kecamatan Salimpaung,
maupun religi yang berkembang pada Kabupaten Tanah Datar, Provinsi
masa itu, tentunya menjadi pertimbangan Sumatera Barat. Gambar cadas itu berada
di dalam upaya memahami makna pada dinding gua yang sekonteks dengan
simbolik yang ada pada gambar menhir dan makam semu yang
cadasnya. Demikian halnya dengan berorientasi timur-barat. Keberadaannya
gambar cadas yang dibuat pada masa dalam satu ruangan gua tentunya memiliki
sejarah, seperti yang ditemukan di kaitan satu sama lain. Permasalahan yang
Ngalau Tompok Syohiah, tentunya juga diangkat adalah apakah makna gambar
harus memperhatikan latarbelakang cadas di Ngalau Tompok Syohiah I
masyarakat ketika itu. Mata pencaharian dikaitkan dengan tradisi atau budaya
hidup sebagai petani menjadi salah satu pertanian masyarakat sekitarnya ?
latarbelakang dalam memaknai Bagaimana kaitan antara gambar cadas

36 BAS VOL.21 NO.1/2018 Hal 35—55


dan tinggalan arkeologis lain di dalam gua adalah deskriptif - kualitatif dalam upaya
tersebut ?. Adapun tujuannya adalah pengungkapan berbagai aspek yang
memahami makna gambar cadas di terkandung pada objek arkeologis berupa
Ngalau Tompok Syohiah I dalam menhir, makam dan gambar cadas yang
kaitannya dengan tradisi atau budaya ada di Ngalau Tompok Syohiah di
pertanian masyarakat sekitar. Kemudian Kenagarian Situmbuk, Kecamatan
juga mengetahui kaitan antara gambar Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar.
cadas dengan tinggalan arkeologis lain di Metode tersebut dilakukan dengan
gua itu. observasi yaitu melalui pengamatan
langsung untuk kemudian dilakukan
Pemahaman terhadap tinggalan
pendeskripsian. Selain itu juga dilakukan
budaya masa lalu berupa gambar cadas,
wawancara terbuka yang berkaitan
serta tinggalan lain berupa menhir, dan
dengan aspek-aspek pertanian. Studi
makam semu, seluruhnya dipandang
pustaka juga dilakukan dalam upaya
sebagai sebuah simbol. Guna memahami
mendapatkan informasi melalui berbagai
tinggalan budaya itu sebagai sebuah
literatur yang relevan dengan objek dan
simbol, maka konsepsi masing-masing
permasalahan.
tinggalan budaya itu dianggap saling
terkait dan mengkomunikasikan makna Analisis dilakukan dengan metode
yang sesungguhnya tentang seseorang kualitatif dan juga komparatif.
atau tentang sesuatu (Geertz 1973, dalam Pemanfaatan metode kualitatif diharapkan
Abdullah 2006, 240-1) dan digunakan dapat mengungkap berbagai pola makna
dalam berbagai aspek sosial termasuk yang terkandung dalam objek penelitian
dalam konteks religi (Geertz 1995,102). maupun tingkah laku masyarakat.
Berbagai aspek yang ada tersebut Perbandingan data yang dilakukan melalui
merupakan unsur budaya yang berada metode komparatif dengan data yang lain
dalam sebuah sistem (Ritzer dan baik pada masa dan wilayah yang relatif
Goodman 2004, 238-63), sehingga dekat serta budaya yang relatif sama,
tinggalan budaya itu saling terkait dan akan sangat membantu memahami
merupakan subsistem-subsistem yang keberadaan gambar cadas.
diantaranya teridentifikasi sebagai sebuah
HASIL DAN PEMBAHASAN
menhir, makam dan gambar cadas
Gambar Cadas Tompok Syohihah
merupakan hasil dari pencapaian tata dan Tradisi Pertanian
kebudayaan atau simbol-simbol kolektif. Pada wilayah Nagari Situmbuk,
terdapat sebuah gua yang dikenal dengan
METODE
nama Ngalau Tompok Syohiah. Tompok
Metode yang digunakan dalam Syohiah dalam bahasa setempat
pengungkapan permasalahan di atas

Gambar Cadas di Ngalau Tompok Syohihah I dalam Kaitannya dengan Budaya Pertanian 37
(Ketut Wiradnyana, Taufiqurrahman Setiawan, dan Diah Hidayati)
bermakna sebagai tempat yang sahih atau menhir terdapat goresan simbol motif
juga bermakna mampu memenuhi geometris, berupa dua bentuk segiempat
keinginan atau dimaknai juga sebagai saling bertumpuk, yang setiap sisinya
tempat yang didiami atau tempat untuk saling berkaitan seperti simpul. Bentuk
memanjatkan doa atau syukuran. tersebut dikenal dengan sebutan tapak
Raja Sulaiman (pada masyarakat Karo).
Gua itu terletak di lereng bukit, di
bagian depan adalah tanah yang datar Tinggalan arkeologis tersebut
yang merupakan areal persawahan. Di masih dimanfaatkan hingga kini,
bagian barat Ngalau Tompok Syohiah itu mengingat di atasnya masih dijumpai
terdapat tempuran Sungai Lingkimek dan berbagai sisa sesaji diantaranya lemang,
Sungai Batang Air Tumbuk, aliran sirih pinang, telur, dan juga rokok.
tempurannya disebut dengan Sungai Sesajian lainnya berupa uang, disertai
Talau. Penyebutan aliran sungai ini hanya pulut kuning, atau gulai ayam jantan.
sampai wilayah Kenagarian Situmbuk, Tidak jarang juga ayam hidup yang
sedangkan aliran Sungai Talau yang dilepaskan pada saat prosesi dilakukan.
berada di wilayah Kenagarian Patai
Pada prosesi yang besar atau
disebut dengan Sungai Patai. Tampaknya
bersifat komunal biasanya sesajian yang
kondisi lingkungan Ngalau Tompok
diletakkan berupa gulai yang terdiri dari
Syohiah yang relatif datar dan
tujuh bagian dari hewan berukuran besar
menyediakan sumber air yang melimpah
(kambing, sapi, dan kerbau). Adapun
menjadikan wilayah ini sangat ideal
ketujuh bagian tersebut terdiri dari bagian
sebagai areal pertanian. Berkenaan
daging paha, limpa, hati, usus/paru, usus
dengan itu pertanian menjadi pekerjaan
besar, lidah, dan jantung. Hewan ini
pokok masyarakat di sini.
disembelih pada saat pesta besar seperti
Di dalam Ngalau Tompok Syohiah pesta perkawinan dan saat prosesi
terdapat menhir dari batuan karst dan menanam padi atau memohon hujan.
dikelilingi oleh susunan batu membentuk Gulai tersebut juga diletakkan di makam
makam yang dipercaya sebagai makam Keramat Gurun (masih di wilayah
Datuk Syohiah. Secara keseluruhan Kenagarian Situmbuk), dan disiapkan
bentuk makam semu tersebut berorientasi semangkok untuk tokoh masyarakat
timur-barat, disertai dengan nisan yang (dukun) agar mendoakan kegiatan yang
berjajar di bagian timur dengan orientasi akan dilakukan agar berjalan lancar, serta
yang sama. Orientasi timur-barat dibagikan kepada para datuk.
menjelaskan bukan orientasi yang sama
Gambar cadas di Ngalau Tompok
dengan makam Islam yang mengarah ke
Syohiah, digambarkan dengan teknik
utara-selatan. Di bagian bawah bidangan
polesan dan goresan (lihat gb.1). Adapun

38 BAS VOL.21 NO.1/2018 Hal 35—55


teknik polesan (dengan jari tangan) yang tindih dengan tulisan yang lebih baru
teridentifikasi pada dinding gua sehingga banyak yang aus tidak dapat
diantaranya didominasi oleh bentuk bulat ( dikenali lagi. Teknik goresan diketahui
), tanda silang( ), profil manusia pada gambar atau tulisan baru, seperti
kangkang, dan berdiri, bentuk matahari, bentuk geometris Tapak Raja Sulaiman
serta pertulisan aksara Pasca Palawa yang terdapat di bagian bawah menhir
(Melayu/ Jawa Kuna, aksara Batak kuna), (lihat gb. 2). Bentuk ini sering dikaitkan
serta Aksara Arab dan Arab-Melayu dengan simbol penolak bala (Tim
(Susilowati 2017, 62). Sebagian besar Penyusun 1991/1992, 44).
gambar-gambar tersebut bertumpang

Gambar 1. Gambar cadas di dinding Gambar 2. Goresan bentuk Tapak Raja


Ngalau Tompok Syohiah I Sulaiman
(Dokumentasi Balar Sumut 2017; (Dokumentasi: Balar Sumut 2017)

Adapun pertulisan Aksara Pasca ruang/ garis-garis pembatas. Juga


Pallawa dan pertulisan Aksara Arab yang terdapat gambar simbol matahari dengan
dapat dikenali diantaranya adalah empat sinar (Susilowati 2017, 57-62).
(khudha) pada panel 4, ... (Allah...), Pertanggalan Batak banyak dimanfaatkan
untuk menghitung dalam kegiatan
... (Al ‗alamin...) pada panel 5,
pertanian, kemungkinan bentuk-bentuk
Selain itu terdapat gambar bentuk bulat
tersebut juga dimanfaatkan di dalam
bersusun dua buah , dan gambar bulat
penghitungan hari baik maupun hari
(sebagian sudah aus) dan tanda silang
buruk dalam kegiatan pertanian di wilayah
pada panel 3. Kedua bentuk ini mirip
Situmbuk, Sumatera Barat. Demikian juga
dengan bentuk pertanggalan Batak yang
dengan simbol-simbol matahari, matahari
berkaitan dengan hari baik dan hari buruk
merupakan sumber kehidupan manusia
untuk melakukan kegiatan. Hanya saja di
dan kegiatan pertanian pada khususnya.
dalam pertanggalan Batak bentuk-bentuk
sejenis digambarkan dalam sekat-sekat

Gambar Cadas di Ngalau Tompok Syohihah I dalam Kaitannya dengan Budaya Pertanian 39
(Ketut Wiradnyana, Taufiqurrahman Setiawan, dan Diah Hidayati)
Folklor Terbentuknya Suku Kutiantir Nagari Tanjung
Sistem Kenagarian Situmbuk
Sungayang, kedua orang itu memudiki
dan Ngalau Tompok Syohihah
sungai dan tersesat di wilayah
Folklor yang ada menyebut
Parupuk. Pada saat bersamaan ada
tentang duapuluh orang dari Pariangan
juga suami istri yang bernama
Nagari Tuo yang terdiri dari empat
Jamanggarai dan Datuk Uban
orang datuk, empat orang hulubalang,
melakukan perjalanan dari Talang
empat orang pegawai dan delapan
Dasun melalui Negeri Rao-Rao dan
orang perempuan/ibu-ibu datang ke
sampai di Mudik Patir. Mendengar ada
wilayah Kenagarian Situmbuk. Setelah
yang memasuki wilayah ulayatnya
beberapa lama tinggal di wilayah
Datuk Makhudum Sebagai Basa
kanagarian ini, ketiga datuk itu mencari
Ampek Balai Kerajaan Pagaruyung
wilayah baru untuk mengembangkan
mengutus salah satu Datuk Nan
kelompoknya, namun ketua dari
Batujuah yaitu Datuk Rajo Mangkuto
kelompok tersebut yang bernama
untuk menemui pendatang di Mudik
Datuk Tunaro tetap di wilayah awal
Patir. Hal yang sama dilakukan oleh
yaitu Sawah Duapuluh. Wilayah-
Datuk Tianso dari Taratak Sungai Patai
wilayah yang ditempati oleh keempat
atas perintah Datuk Mangkhudum
datuk tersebut kemudian menjadi
mengutus Datuk Rajo Palawan
empat taratak, yang menjadi dasar
menemui pendatang di Parupuk.
organisasi sosial pembentukan
Berkitan dengan itu kemudian tokoh–
Kanagarian Situmbuk. Adapun taratak
tokoh tersebut bersepakat
tersebut adalah Taratak Parupuk,
memperlebar daerah hunian setelah
Taratak Mudiak Patiah, Taratak Pabatu
mendapatkan perijinan dari Rajo Alam
dan Taratak Batang Aia. Keberadaan
Pagaruyung.
delapan ibu-ibu itu juga ditandai
dengan adanya areal yang disebut Kesepakatan tersebut
dengan sawah delapan, di wilayah kemudian menjadikan Datuk Rajo
Kanagarian Situmbuk. Mangkuto dan istrinya menempati
wilayah Lakuak Batang Aia dan Datuk
Folklor berkaitan pembentukan
Rajo Palawan dan istri menetap di
Nagari Situmbuk juga disebutkan oleh
Pabatu. Dalam perkembangannya
Bus Yan Fitri (48 th) yang bertempat
wilayah-wilayah itu menjadi empat
tinggal di Jorong Bodi yaitu: Pada
Taratak yaitu: 1. Taratak Parapuak; 2.
jaman dahulu ada sepasang suami istri
Taratak Mudiak Patiah; 3. Taratak
yang bernama Reno Saudah dan
Pabatu ; dan 4. Taratak Lukuak Batang
Ambang Sudio dari kampung Palagan,
Aia. Dalam perkembangannya, Rajo

40 BAS VOL.21 NO.1/2018 Hal 35—55


Adat Pagaruyung membentuk empat waktu kelompok ini berpindah ke
dusun dengan panghulu pertama wilayah Kenagarian Situmbuk mereka
disebut Datuk Nan Ampek, Dubalang telah mengenal pertanian, dan ketika
Adat, Pegawai Adat dan Malin. Adapun kerajaan Pagaruyung masih ada.
empat dusun tersebut: 1. Dusun Talao; Kerajaan Pagaruyung dikenal pada
2. Dusun Pagoba; 3. Dusun Tapi Selo; kisaran abad ke- 14 (masa
4. Dusun Koto Tuo. Adityawarman--Hindu Buddha) hingga
abad ke- 17 (berubah menjadi
Selanjutnya dusun-dusun ini
Kesultanan/ Islam), sedangkan
dikembangkan menjadi empat Koto
Kenagarian Situmbuk dibentuk pada
yaitu: 1. Koto Tigo, yang terdiri dari:
tanggal 1 Muharam 1237 H atau 28
Koto Mandahiliang, Kayu Balenggek,
September 1821 Masehi. Kronologi
dan Talao; 2. Koto Panjang; 3. Koto
tersebut memungkinkan wilayah
Sikupang; 4. Koto Gurun Sikampuang.
Situmbuk terutama aktivitas di Ngalau
Kemudian wilayah koto ini disatukan
Tompok Syohiah I telah ada pada
dalam sebuah Kenagarian yaitu
sekitar 400 tahun yang lalu (abad ke-
Kenagarian Situmbuk pada hari Jumat,
16). Hal ini berkaitan dengan aksara
tanggal 1 Muharam 1237 H. Adapun
Pasca Pallawa yang tertulis pada
empat buah suku yang ada dalam
dinding guanya.
nagari tersebut, yaitu: 1. Suku Patir
dari Koto Gurun Sakampuang; 2. Suku Adapun terbentuknya
III Ninik dari Koto Tigo; 3. Suku Bodi organisasi sosial tradisional
dari Koto Sikumpang; 4. Suku Piliang Minangkabau di wilayah itu pada
dari Koto Panjang. Sampai sekarang kisaran 200 tahun yang lalu. Hal itu
para datuk yang ada di kenagarian diperkuat oleh genealogis (garis
Situmbuk adalah dari keempat suku keturunan) yang dituliskan oleh
tersebut. keluarga Datuk Sariagar dan Datuk
Makhudum hingga keturunannya kini,
Folklor terbentuknya organisasi
sekitar sepuluh generasi (sekitar 250
sosial Kenagarian Situmbuk
tahun). Jadi kalau yang dimaksud
menggambarkan adanya kelompok
pejabat Kerajaan Pagaruyung adalah
orang yang datang ke wilayah itu,
Datuk Makhudum adalah orang yang
berasal dari puncak Merapi yang
sama dengan silsilah tersebut maka
kemudian turun untuk menghuni di
yang dimaksud sebagai Kerajaan
wilayah Pariangan Nagari Tuo. Dari sini
Pagaruyung adalah yang berlangsung
kemudian ada yang menyebar ke
pada kisaran 250 tahun yang lalu
wilayah Kenagarian Situmbuk. Pada

Gambar Cadas di Ngalau Tompok Syohihah I dalam Kaitannya dengan Budaya Pertanian 41
(Ketut Wiradnyana, Taufiqurrahman Setiawan, dan Diah Hidayati)
(masa Kerajaan Pagaruyung dengan merupakan roh halus. Ketika Datuk
religi Islam). Pertanggalan Hijriyah Angku mengejar babi ke dalam
yang digunakan memberi gambaran tompok, kuburan yang terdapat di
kondisi religi ketika itu. Kronologi 250 dalam gua kini belum ada.
tahun yang lalu juga menggambarkan
Interpretasi terhadap folklor
perpindahan struktur sosial dari wilayah
tersebut adalah dahulu pernah terdapat
Pariangan Nagari Tuo ke wilayah
kepercayaan lokal yang dikenal dalam
Situmbuk.
budaya megalitik atau kepercayaan
Beralih pada folklor yang pada roh-roh (seperti roh leluhur atau
menguraikan keberadaan Tompok roh penghuni Ngalau Tompok Syohiah
Syohiah diantaranya disebutkan oleh (animisme). Folklor yang berkembang
Ustad Idrus (87 th) yang bertempat juga menyebutkan bahwa penghuni itu
tinggal di Jorong Bodi menyebutkan yang melukiskan gambar-gambar yang
bahwa: ada seorang angku/ alim ulama berwarna putih. Kepercayaan yang
yang dianggap mampu berkomunikasi tergambar pada folklor menyiratkan
dengan penghuni gua tompok. Hal bahwa dahulu terdapat kelompok
tersebut dimulai ketika pada saat padi penganut religi lama (animisme) yang
menguning ada hama babi yang terlebih dahulu bertempat tinggal di
merusak tanaman padi beliau. Ketika wilayah itu, sehingga tradisi yang
hama babi itu dikejar oleh angku, hama mempercayai adanya roh di Ngalau
babi tersebut lari ke dalam gua. Tompok Syohiah masih berlanjut
Kemudian Datuk Angku berkomunikasi hingga kini. Hal tersebut juga
dengan penghuni gua yaitu Tuanku menyiratkan bahwa kemudian antara
Gagok/bisu, agar Datuk Angku kelompok penganut religi lama
menanam pohon puding hitam di (animisme) dan kelompok penganut
tengah sawah untuk mengusir hama Agama Islam bertempat tinggal di
babi tersebut. Setelah dilaksanakan wilayah yang sama.
saran tersebut maka hama babi tidak
Cerita rakyat yang
muncul kembali. Hingga sekarang
menggambarkan ketika Angku
tradisi menggunakan pohon puding
mengejar hama babi hingga ke dalam
hitam masih dijalani oleh sebagian
Ngalau Tompok Syohiah, serta
masyarakat Kenagarian Situmbuk guna
disebutkan bentuk makam belum ada.
mengusir hama padi. Selain itu
Hal ini menggambarkan bahwa dahulu
disebutkan juga bahwa lukisan-lukisan
konsentrasinya berada pada menhir,
berwarna putih yang ada di dalam gua
sedangkan susunan bebatuan maupun
itu dibuat oleh penghuni gua yang

42 BAS VOL.21 NO.1/2018 Hal 35—55


nisan-nisannya merupakan bentukan Kepemilikan Lahan
pada Masyarakat Pertanian
baru yang dilakukan oleh orang-orang
Dalam masyarakat petani
yang masih dipengaruhi oleh religi
tradisional, selalu muncul sistem
lama. Karena berorientasi pada arah
kepemilikan lahan yang serupa, yaitu
timur-barat yang identik dengan
orang yang membuka lahan (hutan)
orientasi Gunung Marapi dan Gunung
pertama kali merupakan orang yang
Sago di sekitar gua itu, atau terkait
memiliki lahan tersebut. Seberapa luas
dengan konsep arah matahari terbit
lahan yang dapat dibuka terkait dengan
dan tenggelam. Gambaran tentang
seberapa luas lahan yang dapat
lingkungan alam sekitar gua juga ada
dimiliki. Tokoh pembuka lahan yang
dalam cerita rakyat itu, yaitu
pertama tersebut ketika sudah
lingkungannya telah dimanfaatkan
meninggal kerap mendapatkan
sebagai lahan pertanian yang
penghormatan di dalam kehidupan
lokasinya berdekatan dengan
masyarakat berikutnya. Bahkan bagi
lingkungan hutan, sehingga
masyarakat Batak Toba nama tokoh
bersentuhan dengan jarak jelajah
pembuka lahan tersebut diabadikan
hewan liar, terutama babi hutan.
menjadi nama marga, dan marga itu
Secara umum gambar cadas
dijadikan marga raja (pemilik lahan)
yang terdapat pada dinding Ngalau
bagi penghuni dari marga-marga
Tompok Syohiah I merupakan hasil
lainnya. Sistem seperti itu juga berlaku
budaya Pra Islam kemudian berlanjut
bagi masyarakat Gayo dan Karo,
hingga masa Islam dan masa kini.
dimana tokoh pembuka lahan yang
Keberadaan menhir di dalam gua yang
pertama dihormati, bahkan di dalam
kemudian ditata dengan nisan-nisan
kegiatan pertanian diberi persembahan
yang lebih kecil dan susunan batu-batu
yang diletakkan pada makam atau
karst sehingga membentuk orientasi
pohon sebagai media pemujaan
timur-barat menggambarkan religi lama
terhadap tokoh tesebut. Konsepsi
(animisme). Proses budaya yang telah
seperti itu merupakan upaya
berlangsung di dalam gua tersebut
melegitimasi kelompoknya, terutama
meliputi religi lama/ pra Islam
kelompok pihak ayah (patrilineal).
(animisme), masa Islam, dan masa
Penghormatan terhadap tokoh yang
kini.
pembuka/ pemilik lahan itu lambat laun
berkembang menjadi pemujaan
terhadap leluhur. Pemujaan ini
berkaitan dengan kepercayaan bahwa

Gambar Cadas di Ngalau Tompok Syohihah I dalam Kaitannya dengan Budaya Pertanian 43
(Ketut Wiradnyana, Taufiqurrahman Setiawan, dan Diah Hidayati)
roh si mati atau roh leluhur akan Ritual yang dilakukan dahulu di gua itu
membantu keturunannya yang masih ditujukan kepada roh leluhur dalam
hidup. kaitannya dengan pemanfaatan lahan
sekitarnya sebagai areal pertanian.
Tampaknya konsepsi yang
Ritual juga dimaksudkan untuk
berkaitan dengan penghormatan tokoh
mendapat berkah agar kegiatan
gaib dalam kaitan dengan kegiatan
pertanian berjalan dengan baik, dan
pertanian juga tampak pada
tanaman padi dijauhkan dari hama.
masyarakat Kanagarian Situmbuk di
masa lalu yang tradisinya sebagian Pada kisaran abad ke- 19
masih muncul sekarang. Secara umum Masehi karena semakin kuatnya
masyarakat Situmbuk (Minangkabau) pengaruh Agama Islam di wilayah
berbasis matrilinel (pihak ibu), tetapi Kenagarian Situmbuk, maka konsepsi
segala urusan menyangkut keluarga kepercayaan lama (animisme) dalam
atau kaum diserahkan kepada Ninik kegiatan pertanian itu tidak sesuai lagi,
Mamak. Ninik Mamak adalah lembaga sehingga secara perlahan kegiatan
adat yang terdiri dari beberapa orang yang tidak sesuai dengan kaidah
penghulu yang berasal dari berbagai Agama Islam mulai dihilangkan.
kaum atau klan yang ada dalam suku Namun demikian beberapa ritual
Minangkabau. Jabatan penghulu seperti meletakkan sesajian ke dalam
dipangku oleh seorang laki-laki gua dalam kaitan dengan pertanian
Minangkabau yang dituakan dan maupun kegiatan lainnya sebagian
dipandang mampu memimpin dengan masih berlangsung hingga kini.
bijaksana. Perlakuan membuat makam semu
dengan cara menyusun bebatuan, dan
Persembahan pertanian
menambahkan nisan-nisan yang lebih
diketahui diletakkan di dalam Ngalau
kecil sejajar dengan menhir merupakan
Tompok Syohiah, yang dianggap
hasil budaya yang lebih baru (lihat gb.
sebagai tempat yang gaib, atau roh-roh
3). Sebutan makam semu karena di
leluhur yang menguasai lahan-lahan
dalamnya tidak ada jasad yang
pertanian di sekitarnya. Penganut religi
dimakamkan di sana. Ide pembuatan
lama (animisme) dahulu melakukan
makam merupakan perubahan yang
kegiatan ritual pertanian dengan
mengadopsi pembuatan makam Islam
meletakkan persembahan di sekitar
pada masa perkembangan Islam di
menhir. Menhir digunakan sebagai
wilayah itu. Hal itu dilakukan, untuk
jembatan untuk menghubungkan orang
mengarahkan prosesi itu tidak lagi
yang masih hidup dengan leluhurnya.
kepada menhir, tetapi ditujukan

44 BAS VOL.21 NO.1/2018 Hal 35—55


kepada makam (makam keramat) yang yang makamnya juga dipercaya
dianggap bersemayam di makam itu, terdapat di Keramat Gurun.

Gambar 3. Menhir dan makam semu di Ngalau Tompok Syohiah 1


(Dokumentasi Balar Sumut 2017)

Pengelolaan Pertanian berada di sebelah kanan aliran sungai.


dan Prosesi Religinya
Kelompok Muaro Lakim ini sekarang
Pengelolaan organisasi
terbagi atas dua kelompok yaitu
pertanian di Kenagarian Situmbuk,
Muarao Lakim dan Batu Pelano.
bapak Firman (61th) menyebutkan
Masing-masing kelompok itu memiliki
bahwa dulu keseluruhan organisasi
struktur Ketua, Sekretaris, Bendahara
pertanian yang ada di sekitar tempuran
dan Anggota. Setiap organisasi itu
Sungai Lingkimek dan Sungai Batang
hanya memiliki wilayah pengelolaan
Air Tumbuk adalah kelompok Muaro
irigasi di wilayahnya saja tidak dapat
Lakim. Kemudian kelompok itu dipecah
melewati batas kenegarian/administratif
menjadi dua yaitu Muaro Lakim dan
atau kelompok lainnya. Artinya setiap
Piliang Panjang, dengan wilayahnya
permasalahan yang dihadapi pada
kelompok Muaro Lakim berada di
saluran irigasi di wilayah kelompok
sebelah kiri aliran Sungai Talau atau
petani itu hanya diselesaikan oleh
kerap disebut dengan Muaro dan
kelompok itu sendiri.
organisasi pertanian Piliang panjang

Gambar Cadas di Ngalau Tompok Syohihah I dalam Kaitannya dengan Budaya Pertanian 45
(Ketut Wiradnyana, Taufiqurrahman Setiawan, dan Diah Hidayati)
Adapun sistem irigasi di sekitar Kearifan yang ada pada
Ngalau Tompok Syohiah yaitu dengan masyarakat Kenagarian Situmbuk pada
memecah aliran Sungai Muaro Lakim aspek perkawinan yaitu dengan
dalam upaya pembuatan tali air utama mewajibkan calon pengantin untuk
(saluran primer). Saluran primer itu menanam pohon-pohon produktif
relitif sempit yang mungkin diupayakan seperti cengkeh, kelapa, kayu manis,
mempercepat proses pembagian air ke duren atau menanam pohon kayu
wilayah hilir yang selevel dengan surien di hutan. Pohon kayu suren ini
saluran air primer tersebut. Sedangkan digunakan sebagai lantai rumah adat
di bagian bawah sudah ada Sungai ataupun dinding depan rumah adat.
Talau sebagai penampung limpahan air Tradisi menanam pohon ini tidak
dari saluran primer dan juga dilakukan lagi ketika sistem organisasi
mempercepat pembagian air ke sosial kenagarian diubah oleh
wilayah hilir yang selevel dengan posisi pemerintah menjadi desa. Kearifan
sungai atau juga wilayah pertanian lainnya yaitu pada waktu padi mulai
yang ada di kenagarian lainnya yang berbulir dipantangkan untuk menebang
selevel. Tali air besar ini berada di kaki pohon di hutan. Kearifan tersebut
bukit yaitu pada areal tertinggi dari menggambarkan adanya sistem yang
persawahan hingga ke batas akhir terkait dengan pertanian, dimana
wilayah Kenagarian Situmbuk. sumber air akan selalu tersedia jika
Sedangkan untuk tali air yang lebih wilayah hunian dan hutan selalu
kecil penamaannya disesuikan dengan terjaga kelestariannya. Konsepsi
nama areal seperti di ujung wilayah seperti ini juga ditemukan pada
Kenegarian Situmbuk disebut dengan masyarakat di Desa Medalsari, dan
Tali Talao dan di dekat tempuran Desa Mekar Buana, Kecamatan
Sungai disebut dengan Tali Ganting. Pangkalan, Kerawang (Tim Penelitian
Sistem pengairan seperti ini dibuat 2016, 72) ataupun masyarakat di Pulau
mengingat kondisi geografis yang tidak Bali yang memiliki hari bagi tumbuhan
datar dan debit air yang selalu untuk tidak dipotong/tebang.
melimpah. Sedangkan dalam kasus
Tahapan pertanian yang
pada teras sawah, dimana pada sawah
dilakukan masyarakat petani relatif
bagian bawah itu tidak memerlukan air
sama di wilayah satu dengan lainnya,
maka akan dibuatkan tali air
yang juga menggunakan hari baik dan
sementara. Jadi dalam pembagian air
buruk dalam melakukan pekerjaan.
tidak ada sistem sanksi, mengingat air
Pada masyarakat Kenagarian
selalu tersedia di wilayah ini.
Situmbuk dikenal pembagian hari

46 BAS VOL.21 NO.1/2018 Hal 35—55


tersebut atas empat yaitu langkah, disiapkan atau di atas pohon setelah
rezeki, pertemuan/jodoh dan maut. itu barulah bibit itu disebar.
Perhitungan tersebut didasarkan atas Persembahan yang sama juga
Bulan Arab yaitu yang digunakan diletakkan di tengah areal pembibitan
hanya bulan ke dua, enam, sepuluh ketika bibit telah disebar. Ketika bibit
dan bulan ke empatbelas. Dalam telah siap ditanam maka dilakukan
hitungan yang disepakati selalu persembahan di Tompok Syohiah yang
menghindari hari Rabu, artinya berupa tujuh batang padi, batok
kegiatan tidak baik mulai dilakukan kelapa yang berisi air dan tujuh daun
pada hari Rabu (Irnaldi 52 th). puding serta sabut kelapa untuk wadah
Pelaksanaan kegiatan–kegiatan besar menghidupkan kemenyan. Setelah
masih menggunakan sistem hari ritual dilakukan maka batok kelapa
seperti ini hingga sekarang. yang berisi air dan tujuh daun puding
itu dibawa kembali ke sawah untuk
Adanya prosesi religi yang
kemudian dipercikkan ke seluruh
menyertai adanya aktivtas pertanian itu
sawah dan daun puding ditanam di
tidak lepas dari kepercayaan adanya
setiap sudut sawah. Bibit padi yang
roh pada padi ataupun adanya
tujuh batang itu kemudian ditanam
penguasa padi seperti Dewi Sri,
berjajar untuk kemudian diikuti dengan
Nipohaci (Tim Penelitian 2016, 89) atau
bibit lainnya. Biasanya kurban kambing
juga Ande Puti atau Ande Gadi bagi
sebagai bahan persembahan
masyarakat Kenagarian Situmbuk di
disembelih di persawahan untuk
Tanah Datar. Adapun tahapan kegiatan
kemudian dimasak gulai. Dari tujuh
pertanian dengan prosesi religinya:
bagian hewan yang juga
Sebelum bibit dibuat maka
dipersembahkan ke Ngalau Tompok
dilakukan pengambilan tanah di sekitar
Syohiah 1 di peruntukkan bagi roh
menhir yang ada di Tompok Syohiah
penguasa hama (babi, burung, tikus
untuk digabungkan dengan tanah
dan lainnya). Prosesi ini biasanya
sawah tempat menyemai bibit. Pada
dilakukan antara kelompok petani yang
ritual ini disertai dengan persembahan
pembagiannya didasarkan atas
yang berupa nasi kuning, telur masak,
pembagian saluran irigasi.
labu, lima macam daun-daunan dan
Prosesi sebelum padi berbuah
tujuh macam bagian dalam dari hewan
atau juga padi baru berbuah adalah
kurban yang telah digulai. Di sawah
prosesi mengusir hama. Pada prosesi
disiapkan persembahan yang sama
ini dilakukan oleh dukun dengan
dan diletakkan pada bale-bale yang

Gambar Cadas di Ngalau Tompok Syohihah I dalam Kaitannya dengan Budaya Pertanian 47
(Ketut Wiradnyana, Taufiqurrahman Setiawan, dan Diah Hidayati)
membuatkan daun pisang kering yang ada pantangan yaitu tidak boleh
dimantrai atau dituliskan mantra (huruf membersihkan rumput di sekitar sawah
Arab) dan dimasukkan ke dalam dan ada juga memotong kayu di hutan.
potongan bambu. Kemudian potongan Pantangan lainnya yang disebutkan
bambu itu ditanam di setiap sudut oleh Datuk Paduko Majo Kayo yaitu
sawah. Prosesi ini dapat juga dilakukan pada waktu menanam padi tidak boleh
langsung ke Ngalau Tompok Syohiah buang hajat di sekitar sawah dan juga
dengan membawa persembahan wanita yang sedang haid tidak boleh
diantaranya berupa lima bahan pokok; ikut bekerja di sawah.
daun sikumpai, daun sikoro, daun
Prosesi sebelum dilakukan
sedingin, daun sitawar dan mmbut
panen dengan menyiapkan tujuh
pisang/anak pisang dengan
batang padi dan tujuh daun puding
permohonan sesuai kehendak,
(tujuh jenis dedaunan), batok kelapa,
umumnya dijauhkan dari hama (Ani, 91
kemenyan dan sabut kelapa. Setelah
tahun). Bentuk lainnya berupa beras
bahan tersebut di bawa ke Ngalau
kuning, telur, beras yang digongseng
Tompok Syohiah dan dipersembahkan,
(rendang), rokok, sirih pinang, pulut
lalu batok kelapa yang berisi air
kuning. Keseluruhan persembahan itu
dipercikkan ke seluruh padi dan tujuh
diberi wadah daun dan kemenyan
daun puding di tanam di setiap sudut
dibakar di sekitar makam di dalam
sawah dan diantaranya menyebutkan,
Ngalau Tompok Syohiah I. Dipercayai
―hai tanah......‖ hal ini menggambarkan
bahwa beras yang digongseng
bahwa tanah dianggap memiliki roh,
diperuntukkan bagi roh penjaga
serta menyebut Ande Puti atau Ande
binatang dan pulut kuning
Gadi (perempuan) yang merupakan roh
diperuntukkan bagi roh di gua tersebut.
penguasa padi.
Selain itu ada juga sarana untuk
Penghormatan kepada roh
menolak hama yaitu: daun gulundi,
penguasa padi disebutkan padi telah
daun jeluang, daun setawar, daun
tumbuh dengan baik dan telah
sedingin, dan daun pisang kering.
dijauhkan dari hama, untuk itu
Keseluruhan daun-daun itu merupakan
diucapkan terimakasih. Tujuh tangkai
bahan baku bagi obat-obatan yang
padi yang disiapkan tersebut kemudian
biasa digunakan oleh masyarakat
diikat dengan rumput untuk di gantung
setempat. Kerap juga daun daun yang
di tiang rumah yang paling lama (tiang
digunakan tidak menyertakan daun
tuo). Sedangkan padi yang lainnya
pisang kering sehingga tawar disebut
akan dikumpulkan di sawah dan di
dengan tawar empat. Pada masa ini

48 BAS VOL.21 NO.1/2018 Hal 35—55


bagian puncaknya diletakkan Gurun itu dianggap tokoh awal yang
tempurung yang berisi lada, jintan, berkiprah di Kenagarian Situmbuk.
dasun (bawang putih tunggal), dan
Gambar Cadas dan Pertanian
jeruk nipis (limau sundai). Di sebelah
bahan bahan tersebut terdapat tujuh Ngalau atau gua merupakan sebuah
batu dari tujuh muara sungai, pangal tempat yang sangat penting pada masa
sabit yang patah, tujuh jarum yang prasejarah. Di ngalau itu manusia
dibungkus dari bagian pelepah kelapa bertempat tinggal dan melakukan
yang digunakan sebagai penolak berbagai aktivitas ke seharian. Pada
pencuri. Setelah itu padi dibawa untuk masa bercocok tanam, gua merupakan
disimpan di lumbung dan di atas padi salah satu bentuk hunian manusia
tersebut juga diberi persembahan. masa itu. Indikasi itu ditemukan di Gua
Niah, Malaysia berupa biji tumbuhan
Pada musim kemarau dilakukan
antara lain biji kepayang (Pangium
prosesi upacara di sungai, atau di tali
edule), kusap (Elaeocarpus sp), belian
air irigasi pertanian atau juga dilakukan
(Eusideroxylon zwageri) dan rotan
di persawahan, di pohon besar atau di
(Rottan sp). Temuan biji kepayang dan
pinggir hutan. Selain itu juga dilakukan
kusap berasosiasi dengan penguburan
di Tompok dan juga di mata air yang
dan fragmen gerabah pada
terletak di Jorong Patir (Amril Bastian).
pembabakan awal neolitik. Temuan biji
Pada prosesi komunal ini disertai
kepayang itu membuktikan
dengan pemotongan seekor kambing
kemampuan kelompok manusia untuk
yang dilakukan di sawah,
mengolah buah tersebut agar tidak
Masyarakat Kenagarian
mabuk jika dikonsumsi. Untuk biji
Situmbuk dalam upacara pertanian
belian dan rotan ditemukan pada
kerap meletakkan sesaji berupa tawar
lapisan yang lebih tua dari masa
empat di Keramat Gurun. Keramat ini
neolitik (Majid 1998, 62; 1982, 110).
kerap dikaitkan dengan tokoh yang
Untuk pertanian yang sistematis di Asia
menguasai Ngalau Tompok Syohiah
Tenggara diketahui telah
sehingga ketika melakukan prosesi
membudidayakan padi dan jewawut
pertanian di keramat sama dengan
pada masa Yao-shao (China Tengah)
melakukan prosesi di Ngalau Tompok
pada sektar 5.000 BC dan
Syohiah. Wilayah Gurun kerap disebut
dikutivasikan di Asia Tenggara. Di Uai
dengan wilayah koto tua, yaitu awal
Bobo, Timor Timur tanaman jewawut
hunian sehingga diinterpretasikan
diketahui keberadaannya pada 1000
tokoh yang dikaitkan pada Keramat

Gambar Cadas di Ngalau Tompok Syohihah I dalam Kaitannya dengan Budaya Pertanian 49
(Ketut Wiradnyana, Taufiqurrahman Setiawan, dan Diah Hidayati)
BC. Sedangkan padi yang merupakan manusia dalam pembudidayaan padi
tanaman domestikasi pertama di sekitar 4.000 tahun lalu terdapat di Gua
kawasan beriklim muson (dari India Jarie, Simbang, Kabupaten Maros,
Timurlaut, sebelah utara Vietnam Sulawesi Selatan. Pada situs tersebut
hingga China bagian selatan). Bukti ditemukan polen padi (Taufiqurrahman,
awal tanaman padi didapatkan dari 2018). Penemuan tersebut
situs Kiangsu dan Chekiang di China menggambarkan bahwa pertanian
(c.3.300-4.000 BC) serta situs Non Nok sejak lama dikenal di Nusantara.
Tha dan Ban Chiang di sebelah
Masyarakat Batak Toba dan
timurlaut Thailand yang ditemukan
Karo juga melakukan upacara yang
pada sekam padi pada temper gerabah
berkaitan dengan pertanian. Bagi
yang bertarikh sekitar 3.500 BC
masyarakat Batak Toba ritual
(Soejono & Leirissa 2009,182).
matumona dilakukan agar panen
Situs-situs neolitik juga tersebar berhasil dengan baik. Upacara ini
di beberapa daerah di Indonesia dilakukan pada saat padi mulai
dengan temuannya gerabah berslip menguning dan pada saat panen
merah, kapak persegi, kapak lonjong dilakukan ritual mamele homban
dan peralatan lainnya. Budaya neolitik (Sipayung 1995/1996, 30-31) dan
cenderung dikaitkan dengan kehidupan setelah panen biasanya kerabat
menetap dan mengusahakan berkumpul untuk mengucapkan
pertanian. Situs neolitik yang dikenal di terimakasih kepada leluhur dengan
Indonesia antara lain Kalumpang dan memotong hewan kurban dan bagian
Minanga Sipakko di Sulawesi Barat, jantung dan ginjalnya dimasak secara
(3500-2500 BP) serta Punung di Jawa khusus untuk dipersembahkan kepada
Tengah ( 2100-1100 BP) dan Kendeng leluhur dan kepala kerbau diletakkan di
Lembu, Jawa Timur (Simanjuntak kuburan leluhur (Siahaan 1982,29).
2001; 2008 dalam Noerwidi, 2009, 26). Ritual itu didasarkan atas kepercayaan
Neolitik di Kendeng Lembu memiliki bahwa padi memiliki roh dan
banyak kesamaan dengan situs penguasa, begitu juga tanah sebagai
Kalumpang di Sulawesi Barat, yang media untuk bertanam juga memiliki
terakhir berasal dari sekitar 3500 BP penguasa, sehingga seluruh rangkaian
(Simanjuntak et al. 2008 Noerwidi, kegiatan pertanian merupakan aktivitas
2009, 31). religius. Pada waktu musim kemarau
ritual dilakukan di mata air, sungai atau
Salah satu situs di Indonesia
danau yang diiringi musik dan laki-laki
yang mengindikasikan adanya aktivitas
dan perempuan akan mandi bersama–

50 BAS VOL.21 NO.1/2018 Hal 35—55


sama sambil menyembur-nyemburkan permohonan kesehatan kepada leluhur
air dengan harapan penguasa air dengan medium pemujaan menhir
menurunkan hujan (Sipayung yang ada di dalam Ngalau Tompok
1995/1996, 30). Syohiah. Sebagian dari ritual yang
berkaitan dengan pertanian juga
Masyarakat Karo juga
dilakukan di dalam Ngalau Tompok
melakukan ritual pertanian yaitu pada
Syohiah, dalam kaitannya dengan
musim kemarau akan dilakukan ritual
berkah yang diharapkan dalam
mandi bersama di sungai baik itu laki-
kegiatan pertanian. Hal tersebut
laki dan perempuan. Dalam ritual
menggambarkan bahwa menhir di
tersebut dilakukan saling
dalam Ngalau Tompok Syohiah
menyemburkan air. Laki-laki dan
sebagai medium bagi pemujaan leluhur
perempuan adalah simbol kesuburan,
dalam kaitannya dengan pertanian dan
sebuah konsep yang serupa dengan
kemungkinan juga dalam kaitannya
ritual pada masyarakat penganut
dengan berbagai aspek sosial lainnya.
Hindhu Siwaisme. Ritual tersebut
Sedangkan ritual pertanian yang
dimaksudkan untuk memberikan
dilaksanakan di sawah ditujukan bagi
kesuburan bagi manusia dalam
penguasa tanah dan penguasa padi.
kaitannya dengan jumlah anak yang
dimiliki. Di dalam perkembangan
sebagian masyarakat Situmbuk,
Konsepsi tersebut di atas tidak
sebagian ritual pertanian juga
lepas dari konsepsi Animisme , dimana
dilakukan di rumah tokoh masyarakat
tanah, pohon, langit memiliki penguasa
(dukun), yaitu dengan meminta berkah
bahkan secara spesifik dipercayaian
yang disimbolkan dengan berbagai
bahwa seluruh isi alam itu memiliki roh.
bentuk sesajian. Sesajian tersebut
Oleh karena itu perlakuan terhadap
berupa air yang diberi mantra,
tumbuh-tumbuhan, seperti padi
dedaunan, dan beras. Sesajen tersebut
misalnya diperlakukan sama seperti
kemudian dibawa ke lahan persawahan
perlakuan pada manusia, dalam arti
untuk dipendam di setiap pojok sawah
memiliki sifat dan kondisi yang sama
atau di tengah sawah, dan air yang
seperti manusia seperti sakit.
dimantrai di percikkan ke sebagian padi
Masyarakat Situmbuk memperlakukan
yang baru ditanam. Pada waktu
padi yang sakit sama dengan
pelaksanaan ritual di rumah tokoh
memperlakukan manusia, yaitu dengan
masyarakat (dukun), maka dukun
memberi obat-obatan yaitu berupa
tersebut berkomunikasi dengan roh
daun puding yang disertai dengan

Gambar Cadas di Ngalau Tompok Syohihah I dalam Kaitannya dengan Budaya Pertanian 51
(Ketut Wiradnyana, Taufiqurrahman Setiawan, dan Diah Hidayati)
leluhur yang ada di Ngalau Tompok unsur penting, demikian juga air yang
Syohiah. Komunikasi yang terjalin banyak mengalir dari sungai-sungai
antara dukun dan roh leluhur di gua maupun mata air yang ada di
tersebut menggambarkan adanya lingkungan area pertanian di
pengaruh religi lama di wilayah itu. Kenagarian Situmbuk.
Kepercayaan adanya roh atau sesuatu
Penghormatan pada Roh/
yang gaib di Ngalau Tompok Syohiah Roh Leluhur
masih mempengaruhi alam pemikiran Tradisi masyarakat petani
sebagian orang melalui dukun, namun diantaranya adalah menyembelih
tidak lagi meminta berkah dengan hewan sebagai kurban agar darah
melakukan ritual pertanian di gua itu hewan tersebut membasahi tanah.
seperti dahulu. Demikian juga dengan masyarakat
Situmbuk, pada waktu membangun
Beberapa simbol seperti
rumah adat ataupun rumah hunian
bentuk-bentuk bulat ( ), tanda silang(
baru biasanya menyembelih kambing
) kemungkinan berkaitan dengan
di atas tanah pada lokasi rumah yang
penghitungan hari baik atau buruk
akan dibangun. Hewan lainnya seperti
untuk berkegiatan. Seperti halnya
ayam juga disembelih dan darahnya
dengan simbol bentuk bulat bersusun
dibiarkan membasahi tiang utama/tiang
dua buah , dan gambar bulat
tuo pada saat rumah sudah selesai
(sebagian sudah aus) dan tanda silang
dibangun. Tradisi tersebut merupakan
yang mirip dengan bentuk
prosesi yang berakar pada religi lama
pertanggalan Batak yang banyak
masyarakat petani di Situmbuk.
dimanfaatkan untuk menghitung waktu
Demikian juga yang dilakukan
dalam kegiatan pertanian.
masyarakat Batak Toba di Pulau
Kemungkinan bentuk-bentuk tersebut
Samosir, Sumatera Utara. Darah
juga dimanfaatkan di dalam
kerbau yang dikurbankan akan
penghitungan hari baik maupun hari
membasahi tanah (dunia bawah)
buruk dalam kegiatan pertanian di
sebagai simbol persembahan dan juga
wilayah Situmbuk, Sumatera Barat.
menghidupkan dunia bawah (karena
Demikian juga dengan simbol-simbol
darah sebagai simbol kehidupan).
matahari , sebagai sumber cahaya
Darah yang membasahi tanah
pada kehidupan manusia dan kegiatan
merupakan persembahan kepada
pertanian pada khususnya. Di dalam
penguasa tanah dan diyakini akan
kegiatan pertanian sumber cahaya/
menjauhkan hama pertanian
panas seperti matahari merupakan
(Wiradnyana 2017,45).

52 BAS VOL.21 NO.1/2018 Hal 35—55


Adapun sisa sesajian yang Payakumbuh untuk melaksanakan
beragam dan ditemukan di Ngalau ziarah kubur dan berdoa di lokasi
Tompok Syohiah merupakan bentuk tersebut, termasuk memohon
persembahan yang terkait dengan keberhasilan dalam pertanian. Kondisi
permohonan individu (terutama orang itu menggambarkan bahwa prosesi
dari luar kampung) untuk meminta pertanian tidak hanya dilakukan di
berkah. Sebagian masyarakat areal persawahan, tetapi juga dapat
Situmbuk juga mempercayai bahwa di dilakukan di tempat lainnya. Selain itu
dalam gua itu bersemayam roh-roh sebagian masyarakat dalam kaitannya
yang secara langsung atau tidak dengan pertanian, ada yang
langsung keberadaannya berkaitan melaksanakan doa bersama di rumah,
dengan kegiatan pertanian yang kemudian melaksanakan kurban
diusahakan di sana. Oleh sebab itu kambing atau makan bersama di
tradisi lama seperti meletakkan wilayah Taram, Payakumbuh.
sebagian hewan yang disembelih
Perilaku sebagian orang/
dalam kegiatan pertanian atau
kelompok orang di Situmbuk tersebut
menyelenggarakan pesta (dalam
menggambarkan adanya pengaruh
wadah tempurung atau bambu),
religi lama pada tradisi yang berkaitan
sebagian masih berlangsung dan
dengan pertanian. Kepercayaan itu
dilakukan oleh sebagian
berakar pada penghormatan roh
masyarakatnya.
leluhur/ penguasa tanah, sehingga
Tradisi yang berakar pada religi dapat membantu dalam kehidupan
lama (animisme/dinamisme) sebagian nyata terutama bidang pertanian.
masih mempengaruhi perilaku Kepercayaan tersebut merupakan
kelompok petani di wilayah Situmbuk resiprocity (hubungan timbal balik) atas
atau Supayang. Perlakuan istimewa tindakan seseorang/ kelompok dalam
misalnya, dengan berziarah dan memperlakukan roh leluhur dengan
meletakkan sesajian pada makam baik.
tokoh atau pohon besar (beringin) yang KESIMPULAN
dianggap menjadi tempat yang
Rock art yang terdapat di
istimewa, sehingga dikeramatkan
Ngalau Tompok Syohiah 1 sebagian
masih dilakukan oleh sebagian orang di
memiliki kemiripan dengan simbol-
wilayah tersebut. Pada masa sekarang,
simbol pada pertanggalan Batak,
sebagian masyarakat Situmbuk ada
seperti bentuk bulat dan silang. Simbol-
yang pergi ke wilayah Taram,

Gambar Cadas di Ngalau Tompok Syohihah I dalam Kaitannya dengan Budaya Pertanian 53
(Ketut Wiradnyana, Taufiqurrahman Setiawan, dan Diah Hidayati)
simbol tersebut sering dikaitkan dalam Keberadaan tulisan Arab dan
penghitungan hari baik dan hari buruk Arab –Melayu bagian dari rock art di
dalam berkegiatan, terutama memilih Ngalau Tompok Syohiah
masa tanam dan masa panen dalam menggambarkan bahwa orang-orang
kegiatan pertanian. Demikian juga yang datang ke gua itu ada yang sudah
simbol matahari, sebagai sumber beragama Islam, terlihat dari
cahaya yang penting dalam kegiatan penggalan kalimat yang menyebut
pertanian di wilayah Situmbuk. Allah dan Al‘alamin, serta nama-nama
Keberadaan rock art sekonteks dengan orang dalam huruf Arab dan Latin. Hal
keberadaan tinggalan arkeologis lain, ini menggambarkan bahwa gua
seperti menhir dan makam semu, yang tersebut merupakan tempat yang
hingga kini menjadi bagian penting istimewa. Perilaku orang yang datang
dalam tradisi yang berkaitan dengan ke gua tersebut sangat beragam,
pertanian. tergantung pada tujuan masing-
masing. Sebagian orang walaupun
Folklor (cerita rakyat) Situmbuk
sudah memeluk Islam, ada juga yang
dan tradisi yang masih berlangsung di
masih menjalani tradisi yang berakar
Ngalau Tompok Syohiah 1
pada religi lokal, terutama berkaitan
menggambarkan adanya pegaruh religi
dengan kegiatan pertanian.
lama yang berakar pada kepercayaan
terhadap roh leluhur/ orang yang
dihormati (animisme) atau tempat– DAFTAR PUSTAKA

tempat yang memiliki keistimewaan Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan


Reproduksi Kebudayaan.
(dinamisme). Seperti halnya ruangan Yogyakarta: Pustaka
gua serta menhir dan makam semu Pelajar

sebagai pusatnya, merupakan tempat Majid, Zuraina. 1982. ―The West


yang istimewa untuk berdoa atau Mouth, Niah In The
Prehistory of Southeast
memohon berkah. Melalui folklor (cerita Asia‖ The Serawak
rakyat) dan tradisi yang masih hidup Museum journal, Vol. XXXI.
No.52 (New Series).
hingga kini, menggambarkan adanya Kuching: Museum Kuching
hubungan antara budaya masa lalu Serawak

dengan tradisi yang berlangsung Majid, Zuraina. 1998. ―Sumbangan


hingga masa kini, seperti meletakkan Arkeologi terhadap Sejarah
Negara‖ Archaeological
sesajian berupa bahan makanan Research and Museum in
maupun perlengkapan sirih. Malaysia, Malaysia
Museum Journal, Vol. 34.
Zuraina Majid. Ed. Kuala
Lumpur : Departement of

54 BAS VOL.21 NO.1/2018 Hal 35—55


Museums and Antiquities Noerwidi, Sofwan. Archaeological
Malaysia. Hal 59-64 Research at Kendeng
Lembu, East Java,
Oktaviana, Adhi Agus. 2015. Indonesia. Bulletin of the
―Pengaplikasian Dstretch Indo-Pasific Prehistory
pada Perekaman Gambar Association 29,
Cadas di Indonesia‖, https://journals.lib.washingt
Diskusi Ilmiah Arkeologi. on.edu/index.php/BIPPA/art
Jakarta: icle/viewFile/9474/8461
IAAI.https://www.researchg
ate.net/ Taufiqurrahman, Muhammad. 2018.
―Peradaban Manusia 4.000
Tim Penyusun, 1991/1992. Arsitektur tahun lalu di GuaJarie
Tradisional Batak Karo, sudah tanam padi‖, Detik
Pustaka Wisata Budaya. news, Rabu 30 mei 2018.
Jakarta: Departemen https://news.detik.com
Pendidikan dan
Kebudayaan Tim Penelitian. 2016. ―Karawang
Dalam Lintasan
Ritzer, George dan Goodman, Douglas Peradaban‖ dalam Seri
J. 2004. Teori Sosiologi Laporan Penelitian
Modern. Jakarta: Kencana. Arkeologi No.1, 2016.
Siahaan, Nalom. 1982. Adat Dalihan Jakarta: Puslit Arkenas
Natolu Prinsip dan
Pelaksanaannya. Jakarta: Wiradnyana, Ketut. 2017. ―Mereposisi
Tulus Jaya Fungsi Menhir Dalam
Tradisi Megalitik Batak
Sipayung, Hernauli. 1995/1996. Toba‖ dalam Berkala
Peralatan Upacara Religi Arkeologi Sangkhakala Vo.
Batak Toba. Medan: 20 No.1 Mei 2017. Medan
Museum Negeri Sumatera Balai Arkeologi Sumatera
Utara Utara. Hal.33-47

Soejono, R.P. & RZ. Leirissa. 2009.


Sejarah Nasional Indonesia
I, Jaman Prasejarah di
Indonesia (edisi
pemutahiran). Jakarta:
Balai Pustaka

Susilowati, Nenggih, dkk. 2017.


Penelitian Arkeologi
Prasejarah di Kabupaten
Tanah Datar, Provinsi
Sumatera Barat (Ekskavasi
di Ngalau Tompok Syohiah
1, Nagari Situmbuk,
Kecamatan Salimpaung
dan Survei di Sekitarnya).
Medan: Balai Arkeologi
Medan (belum terbit)

Gambar Cadas di Ngalau Tompok Syohihah I dalam Kaitannya dengan Budaya Pertanian 55
(Ketut Wiradnyana, Taufiqurrahman Setiawan, dan Diah Hidayati)

Anda mungkin juga menyukai