Anda di halaman 1dari 10

https://sangkhakala.kemdikbud.go.id/ Berkala Arkeologi Vol. 23 No.

2 2020, 83-92
P-ISSN: 1410-3974; E-ISSN: 2580-8907 SANGKHAKALA 10.24832/bas.v22i1.412
© 2020 Berkala Arkeologi Sangkhakala –This is an open access article under the CC BY-NC-SA license

EKSISTENSI LELUHUR
DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT NIAS

ANCESTOR EXSISTENCE IN THE LIFE OF NIAS SOCIETY


Naskah diterima: Revisi terakhir: Naskah disetujui terbit:
25-01-2020 11-11-2020 12-11-2020

Ketut Wiradnyana
Balai Arkeologi Sumatera Utara
Jalan Seroja Raya Gang Arkeologi No. 1, Medan Tuntungan, Medan
ketut_wiradnyana@yahoo.com

Abstract
The Nias community adheres to patrilineal kinship patterns system, which in various aspects of their
culture are related to male bloodlines. The patrilineal concept is closely related to the idea of worshiping
ancestors. Ancestor worship is one of belief in Megalithic culture and in many communities this belief
affecting various aspects of cultural community life. In this regard, Nias culture can be recognized through
understanding the existence of ancestors in Nias people's lives. This study also describing the relation
of ancestor existence to economic and social aspects in Nias culture. Descriptive-qualitative approach
is used to examining archeological and ethnographic data. The conclusion of this study indicates that
the existence of ancestors is closely related to patrilineal and power.

Keywords: ancestors; folklore; social life; religion; identity

Abstrak
Masyarakat Nias menganut pola kekerabatan patrilineal, yang dalam berbagai aspek kebudayaannya
sangat terkait dengan konsepsi pemujaan leluhur. Konsepsi yang sudah dikenal ini berkaitan dengan
berbagai kehidupan. Berkenaan dengan itu maka upaya memahami kebudayaan Nias melalui
pemahaman tentang eksistensi leluhur dalam kehidupan masyarakat. Bahasan ini berkaitan dengan
eksistensi leluhur yang terkait juga dengan aspek ekonomi dan sosial. Adapun pendekatannya bersifat
kualitatif dengan mendeskripsikan hasil-hasil penelitian arkeologis dan etnografis. Hasil kajiannya
menunjukkan bahwa eksistensi leluhur sangat terkait dengan patrilineal dan kekuasaan.

Kata kunci: leluhur; folklor; kehidupan sosial; religi; identitas

PENDAHULUAN tulang dan lainnya yang kerap ditemukan


pada budaya materi masyarakat tradisional.
Leluhur merupakan identitas
Konsep leluhur dalam masyarakat
tradisional, yang terkait dengan genealogis
Nias ditemukan dalam folklor lisan, yang
maupun matrilineal. Identitas tradisional
tidak hanya berupa tuturan atau istilah
tersebut berlaku dari masa lalu hingga masa
dalam kaitannya dengan kekerabatan tetapi
kini. Dalam kebudayaan universal, konsepsi
juga berkaitan dengan aspek religi. Tuturan
tentang leluhur itu lebih banyak berkembang
dalam kaitannya dengan kekerabatan itu
pada tatanan patrilineal, sehingga konsepsi
memiliki keterbatasan, yaitu genealogi
itu mengacu pada sosok laki-laki. Metode
secara vertikal hanya dapat diingat dan
untuk mengenalkan konsep itu dilakukan
dikenali dalam empat atau lima generasi
dengan lisan ataupun tulisan (Wiradnyana
sebelumnya, sedangkan dalam konteks
2010, 221). Tradisi lisan merupakan
horisontal hanya dapat diidentifikasi sebagai
konsepsi yang paling sederhana untuk
kerabat hingga sampai pada tiga tingkatan
dipraktekkan, sehingga kerap bentuknya
kekerabatan. Berkenaan dengan itu maka
menjadi sebuah folklor lisan dan tulisan,
genealogi secara vertikal, kerap mengaitkan
seperti yang berkembang dalam berbagai
leluhur itu dengan tokoh-tokoh yang diingat
media seperti batu, logam, daun, bambu,

Eksistensi Leluhur dalam Kehidupan Masyarakat Nias 83


(Ketut Wiradnyana)
dalam folklor lisan, yang asal muasalnya tak sehingga folklor itu sendiri mengalami
dapat dibayangkan dalam konteks geografi perubahan setiap waktu di dalam kelompok
sehingga akhirnya konsep dunia lain masyarakat tertentu, sehingga folklor lisan
(dualisme) menjadi konsep tempat tinggal memiliki perbedaan satu dengan lainnya
awal para leluhur. Ketika konsep dualisme (Wiradnyana 2017, 100–103). Perbedaan
itu diterapkan maka dengan sendirinya itu, berkaitan dengan fungsi folklor secara
konsep religi ada di dalamnya, dan folklor sosial yaitu mengikat kelompok kerabat dan
leluhur masyarakat Nias menjadi bagian dari melegitimasi kekuasaan kelompok atau
konsep religi. Folklor lisan itu selalu individu khususnya kaum pria (Wiradnyana
diterapkan dalam berbagai prosesi upacara 2010, 206–24).

Gambar 1. Panil dan juga lapik patung leluhur (adu zatua)


di dalam rumah adat untuk pemujan leluhur (Sumber IRD 2007)

Keberadaan leluhur masyarakat Nias juga telah dikenali atas dasar DNA
Nias juga dapat dikenali dari tinggalan (deoxyribonucleic acid), sehingga
arkeologisnya. Penelitian arkeologis di situs pemahaman konsepsi leluhur itu dapat
Muzoi, di situs Gua Togi Ndrawa dan di situs didasarkan atas aspek-aspek budaya dan
Togi Bogi di Kota Gunung Sitoli, geneanologis. Berkaitan dengan peran
menemukan berbagai benda budaya yang konsepsi leluhur bagi masyarakat Nias yang
mencirikan teknologi Paleolitik dan budaya melingkupi berbagai aspek kehidupan baik
Hoabinh, serta dalam kajian etnografi itu sosial, religi, teknologi dan aspek lainnya
menunjukkan budaya Megalitik Nias terkait maka dapat dikatakan bahwa konsepsi itu
erat dengan budaya Austronesia terutama sangat berperan dalam kehidupan
Dong Son. Berkenaan dengan itu maka masyarakat Nias.
leluhur orang Nias itu mulai dapat Luasnya peran eksistensi leluhur
diidentifikasi atas dasar folklor dan atas dalam kehidupan masyarakat tradisional,
dasar data arkeologis. Data leluhur orang sehingga sangat menarik untuk diuraikan.

84 BAS VOL.23 NO.2/2020 Hal 83—92


Berkenaan dengan itu permasalahan yang yang diuraikan tersebut adalah deskriptif-
diidentifikasi dalam uraian ini menyangkut kualitatif. Hal tersebut digunakan dalam
siapa leluhur orang Nias dan bagaimana upaya pengungkapan berbagai aspek yang
konsep leluhur itu diterapkan dalam ada pada data arkeologis, etnografis dan
kehidupan sosial masyarakat Nias. data lainnya serta mengungkapkan peran
Untuk itu, aspek yang menyangkut konsepsi leluhur pada masyarakat Nias.
keberadaan leluhur dalam folklor lisan Metode tersebut dilakukan dengan
masyarakat Nias, data arkeologi ataupun observasi atas kehidupan masyarakat Nias,
data genetik menjadi data primer dari hasil penelitian arkeologis, dan hasil
pembahasan untuk mengidentifikasi leluhur penelitian lainnya. Keseluruhan data
masyarakat Nias. Sejalan dengan itu data dimaksud dideskripsi selain dilakukan
etnografi menjadi acuan dalam upaya wawancara terbuka. Studi kepustakaan juga
mengenali peran konsepsi leluhur sebagai dilakukan dalam upaya penerapan metode
latar belakang kehidupan masyarakat Nias. eksplanatif. Analisis yang dilakukan
Konsep leluhur merupakan sebuah sebelum data dinterprestasikan yaitu
simbol genealogis yang dihasilkan dari dengan mengkualitatifkan dan
kesepakatan seluruh masyarakat. Konsepsi mengkomparasikannya. Metode kualitatif
leluhur sebagai sebuah simbol dihasilkan dimanfaatkan untuk mengungkapkan
dari berbagai interaksi masyarakat. Setiap berbagai pola makna pada tingkahlaku
interaksi masyarakat khususnya yang terkait masyarakat. Sedangkan metode komparatif
dengan genealogi merupakan unsur dioperasionalkan dengan cara
kehidupan yang juga sebagai unsur membandingkan data arkeologis pada masa
kebudayaan. Keterkaitan antarunsur dan wilayah yang relatif dekat satu dengan
tersebut dilengkapi dengan mitos-mitos lainnya dan juga pada budaya yang sama
yang operasinalnya selalu dalam unsur atau setingkat. Hal tersebut akan
budaya lainnya. memudahkan memahami aspek-aspek
Leluhur sebagai sebuah simbol pada objek dan perilaku masyarakat Nias.
dimaknai sebagai genealogis tertua dan
dianggap memiliki kebenaran dalam setiap HASIL DAN PEMBAHASAN
unsur yang ada pada masyarakat. Oleh Folklor Lisan Leluhur Orang Nias
karena itu, konsepsi leluhur pada dasarnya
mengkomunikasikan tentang seseorang Folklor lisan leluhur orang Nias itu
ataupun sesuatu. Hal itu terserap dan ada beberapa versi, namun memiliki
menjadi bagian unsur budaya lainnya atau kesamaan yaitu diturunkan pertama kali
terlebur seperti religi, sosial, ekonomi dan dari langit di Sifalago, Boronadu, Kecamatan
lainnya (Koentjaraningrat 1990, 175). Gomo, dan tokoh yang bernama Hia
Artinya sebuah simbol yang sama dapat diturunkan di Nias Selatan yaitu di Sifalago,
digunakan dalam berbagai konteks, Boronadu Gomo, selain itu tokoh Gozo dan
termasuk dalam konteks politik, religi atau Hulu selalu muncul (Wiradnyana 2010, 166–
konteks lainnya (Abdullah 2006, 240–41; 68). Adapun folklor lisan dalam berbagai
Geertz 1992, 33–102). Dengan luasnya versi yang berkaitan dengan leluhur orang
peran konsep leluhur itu maka konsep Nias adalah sebagai berikut: Hia, diturunkan
tersebut menjadi sangat fungsional, di bagian selatan Pulau Nias; dan Gozo,
sehingga setiap anggota kelompok diturunkan di bagian utara Pulau Nias; dan
masyarakat akan melaksanakan tugas dan Hulu, diturunkan di bagian tengah Pulau
kewajibannya secara terus-menerus Nias. Folklor lainnya menyebutkan bahwa:
sehingga perilaku atau tindakan sosial yang Hia turun dari langit di Boronadu,
dilaksanakan itu dapat dibenarkan oleh Kecamatan Gomo. Tokoh Hia tersebut
masyarakatnya. merupakan leluhur dari Mado Telaumbanua,
Gulo, Mendrofa dan lainnya; Tokoh Gozo
METODE diturunkan di baratlaut Pulau Nias yaitu di
Tuhemberua dan menjadi leluhur Mado
Adapun metode yang
Baeha; Daeli diturunkan di Tolamaera dan
dioperasionalkan dalam upaya
menjadi leluhur Mado Gea, Daeli, Larosa
pengungkapan berbagai permasalahan
dan lainnya; Hulu diturunkan di Alasa dan

Eksistensi Leluhur dalam Kehidupan Masyarakat Nias 85


(Ketut Wiradnyana)
menjadi leluhur Mado Ndrundru, Bu’ulolo. Luaha Laraga dan kemudian di Tola Maera
Hulu dan lainnya. dan menjadi cikal bakal Mado (gabungan
dari keluarga luas patrilineal) Zebua (marga
zebua, zai, zega dan lainnya) (Harefa 1929,
12).

Data Arkeologis dan DNA


Awal kebudayaan di Pulau Nias
pada periode Paleolitik. Babakan masa
Paleolitik itu kerap dikaitkan dengan
teknologi alat batu paling sederhana serta
terkait dengan cara hidup berburu dan
pengumpulkan makanan yang paling
sederhana. Situs Paleolitik di Pulau Nias,
ditemukan di DAS Muzoi dan di Sungai
Sinoto. Keberadaan situs itu ditandai
dengan temuan peralatan masif dan non
masif di sungai dan tebingnya. Adapun alat
batu tersebut diidentifikasi sebagai: kapak
genggam, kapak perimbas, kapak penetak,
serpih, kerakal yang dipangkas, serut
samping, dan batu pukul. Pada kapak
perimbas yang berbahan kerakal tersebut
teknik pemangkasannya sangat sederhana
dengan tajaman bifasial berbentuk
cembung. Kalau alat batu dimaksud
dibandingkan dengan morfologi dan
teknologi kapak batu dari Togi Ndrawa maka
alat batu dari masa Paleolitik di DAS Muzoi
Gambar 2. Monumen turunnya leluhur Nias di
Boronadu, Sifalago, Gomo dan di Sungai Sinoto menunjukkan teknologi
(sumber: IRD 2007) yang lebih tua dari 12.000 BP (Before
Folklor lainnya menyebutkan Present) dari pendukung budaya
pembagian wilayah menurut fondrako Australomelanesid (?) di Situs Togi Ndrawa.
(prosesi upacara di antaranya berkaitan Pada 12.000 BP (Before Present)
dengan penegakkan hukum adat): Hia, diketahui telah ada aktivitas manusia di situs
wilayahnya di Nias bagian Selatan; Gozo Gua Togi Ndrawa. Tinggalannya
wilayahnya di Idanoi hingga di ujung Nias mengindikasikan adanya kelompok
bagian utara; Daeli wilayahnya di bagian pendukung budaya Hoabinh yang cukup
selatan berbatasan dengan wilayah Hia intensif pernah beraktivitas di gua dimaksud.
sampai dengan Idanoi Ndrawa, dan Hulu Aktivitas dimaksud berlangsung paling tidak
wilayahnya di Lolombuyuwu. dari 12170 ± 400 BP hingga 850 ± 90 BP.
Di wilayah Boronadu, folklor Adapun artefak dimaksud teridentifikasi
lisannya menyebutkan bahwa tokoh sebagai alat serpih, pelandas/pemukul,
pertama yang diturunkan Sirao di Sifalago, lancipan, spatula fragmen gerabah. Atas
Boronadu adalah Hia. Dalam folklor lainnya morfologi dan teknologi artefak batu
disebutkan bahwa: Ho, merupakan leluhur dimaksud diindikasikan bahwa manusia
Hia diturunkan di Lahemo, dan Hia memiliki yang hidup di Gua Togi Ndrawa berbudaya
saudara yaitu Gido Hoabinh dengan ras Australomelanesid.
Faogoli Harefa menyebutkan bahwa Gua lainnya yang memiliki tinggalan
Sirao merupakan leluhur yang diturunkan arkeologis yaitu Gua Togi Bogi. Gua ini
pertama di Nias kemudian diikuti oleh menyimpan berbagai alat serpih, pelandas/
keturunanya yaitu Silogu yang bertempat pemukul. Selain itu juga ditemukan di situs
tinggal di Mandrehe, cucunya yang bernama ini fragmen ekofaktual (moluska) dan
Lari Sumola tinggal di DAS Idanoi yaitu di fragmen gerabah.

86 BAS VOL.23 NO.2/2020 Hal 83—92


Masa Neolitik di Nias hingga saat ini folklor bahwa Boronadu merupakan tanah
datanya masih sangat terbatas. Adapaun awal hunian leluhur orang Nias. Folklore
data arkeologis yang mendominasi di tersebut mengisyaratkan adanya migrasi
wilayah itu adalah tradisi Megalitik yang yang disertai dengan budaya, teknologi,
berciri Dong Son. Hal tersebut didasarkan mata pencaharian dan religi yang lebih maju
atas kronologi budaya Megalitik yang relatif serta lebih kompleks dibandingkan budaya
muda sekitar kurang dari 1000 BP, dan sebelumnya. Selain itu folklor itu juga
banyaknya pahatan benda logam pada menggambarkan proses migrasi dan
tinggalan megalitik dan rumah adat yang struktur dalam masyarakat, organisasi
tersebar di seluruh wilayah Pulau Nias. sosial. Aspek lain yang terpenting adalah
Pendukung budaya Megalitik umumnya penggunaan logam dan dikenalnya
adalah dari penutur bahasa Austronesia budidaya padi yang mengisyaratkan
dengan ras Mongolid, seperti masyarakat terjadinya migrasi pada periode masa logam
Nias sekarang ini. (Wiradnyana 2010, 164–89).
Sampel DNA yang diambil di Nias Mengingat hasil analisis DNA
Selatan dari kelompok siulu yang berasal masyarakat Nias yang sekarang, tidak
dari marga Fau, dan Sarumaha. Sampel menunjukkan adanya ciri ras pra-mongolid,
yang diambil di Nias Utara yang terkait maka diduga kelompok pendukung budaya
dengan leluhur Hia, Ho, Daeli, Laoya, Hoabinh hanya sedikit sekali berbaur
Zebua, Hulu, Zalukhu dan Gozo. Melalui dengan kelompok migrasi penutur
hasil analisis keragaman genetik yang ada Austronesia. Hal tersebut didasarkan atas
di Asia Tenggara menunjukkan kesamaan adanya perbedaan budaya materi dari
dengan keragaman genetik di seluruh dunia. bentuk rumah adat, bahasa dan kosmologi
Keragaman genetik manusia di Nias sangat atara masyarakat Nias Utara dengan Nias
kurang, yang mungkin akibat dari Selatan (Wiradnyana 2010, 146; Hammerle
terisolasinya pulau juga diakibatkan oleh 2001, 49). Kemungkinan pembawa DNA
cara kehidupan sosial yang patrilokal atau pra-mongolid tersingkir akibat konflik
juga karena perdagangan budak. Genetik dengan pendatang yang baru (penutur
orang Nias sama dengan genetik penutur Austronesia) atau juga keluar dari Nias
Austronesia yang berasal dari Taiwan akibat adanya perdagangan budak. Jadi
melalui Filipina (Oven 2010, 1350, 1359). masyarakat Pulau Nias sekarang ini adalah
para imigran yang datang pada kisaran
Leluhur Orang Nias Milenium kedua Masehi ke Pulau Nias dan
menyebar dari Selatan ke Utara Pulau.
Data arkeologis menunjukkan
Berkaitan dengan aspek organisasi
bahwa telah ada penghuni di Pulau Nias
sosial tampaknnya folklor lisan yang terurai
bagian utara, yaitu di DAS Muzoi sebelum
di atas memiliki periode perkembangan
12.000 BP (Before Present). Pada masa
yang berbeda. Bentuk sederhana dari folklor
selanjutnya yaitu Mesolitik sekitar 12.000 BP
tersebut dapat dibagi dua yaitu folklor yang
di ketahui adanya hunian yang berciri
lebih awal yang menyebutkan bahwa Sirao
budaya Hoabinh dengan ras
menurunkan Hia di Sifalago, Boronadu,
Australomelanesid di Gua Togi Ndrawa dan
Gomo. Periode selanjutnya yaitu folklor
Togi Bogi. Hunian di kedua gua tersebut
yang hanya menyebutkan adanya leluhur
berlangsung cukup intens dari periode
Hia, Gozo dan Hulu. Sedangkan folklor yang
Mesolitik hingga memasuki masa sejarah
terakhir yaitu yang menyebutkan leluhur
yaitu antara 950 ± 110 BP hingga 850 ± 90
lainnya di luar ketiga tokoh dimaksud.
BP (Wiradnyana 2010, 25). Aktivitas dari
Adapun alasan pembagian periode
budaya Megalitik pada periode sejarah juga
berkembangnya folklor dimaksud adalah
diketahui dari hasil analisis radiokarbon
kesederhanaan folklor, yaitu hanya satu
pada sampel arang di Boronadu yang
tokoh yang diturunkan di Boronadu yaitu
menunjukkan kisaran 576 ± 30 BP yaitu
Hia. Artinya dalam sistem kekuasaan
berkisar 274 tahun dari hunian di Togi
masyarakat Nias hanya mengenal satu
Ndrawa menggambarkan bahwa Boronadu
tokoh yang paling tinggi, sehingga dalam
baru dihuni sekitar 300 tahun setelah hunian
sistem organisasi sosial hanya mengenal
di Togi Ndrawa. Seperti diungkapkan dalam

Eksistensi Leluhur dalam Kehidupan Masyarakat Nias 87


(Ketut Wiradnyana)
satu balo siulu, hanya satu omo hada, dan hingga ke hulu dan sampailah dia di daerah
sesuai dengan folklor datangnya leluhur Boronadu, Gomo....” (Hammerle 2008, 81).
Nias yang menyebutkan bahwa “Ada Folklor lisan masyarakat Nias juga
seorang perempuan yang memiliki seorang disebutkan bahwa Boronadu sebagai pusat
anak terdampar perahunya di muara Susua, dari perkampungan yang ada di Nias.
terus kedua orang itu menyusuri sungai

Gambar 4. Keterampilan kemaritiman yang berkaitan dengan struktur social


(Sumber: Balai Arkeologi Sumatera Utara 2000)

Adanya leluhur orang Nias yang membangun sistem kekuasaan tersendiri


lebih dari satu mengakibatkan adanya atau juga kelompok imigran penutur bahasa
pembangunan pusat hunian yang baru. Austronesia yang bermigrasi ke bagian lain
Hunian dan pemimpinnya (big man) yang membangun sistem organisasi sosial yang
baru tersebut menjadi cikal bakal dari baru yang diikuti dengan pembuatan folklor
perkampungan dan marga. Hal itu terjadi lisan.
akibat adanya faktor internal dan eksternal, Jadi masyarakat Nias yang
yang mengakibatkan terbentuknya struktur sekarang itu memiliki leluhur yang
masyarakat yang baru, dan pada akhirnya merupakan penutur bahasa Austronesia
menjadikan fungsi organisasi di dalam dengan ras Mongolid yang bermigrasi dari
masyarakat yang baru tersebut disesuaikan Taiwan ke Filipina terus ke bagian pesisir
dengan kondisinya yang baru. Perubahan timur Pulau Nias, yaitu ke muara Sungai
folklor lisan berkaitan dengan Susua untuk kemudian ke arah hulu yaitu ke
berkembangnya leluhur orang Nias itu Boronadu, Gomo. Dari Boronadu ini
terjadi karena adanya perubahan struktur kemudian menyebar ke berbagai wilayah di
dan fungsi di dalam masyarakat dalam Pulau Nias.
upaya menyeimbangkan kondisi
masyarakatnya (Wiradnyana 2015,95). Eksistensi Leluhur Pada Masyarat Nias
Selain itu pengembangan folklor leluhur Saat Ini
Nias itu juga tidak lepas dari adanya
Religi Dan Hukum Adat
kelompok masyarakat yang berbeda budaya
dan ras dengan kelompok imigran penutur Bagi masyarakat tradisional,
bahasa Austronesia. Sehingga eksistensi leluhur merupakan bagian dari
dimungkinkan kelompok yang merupakan kehidupan keseharian yang melingkupi
pembauran antara kedua ras tersebut seluruh kehidupan masyarakat. Berkenaan

88 BAS VOL.23 NO.2/2020 Hal 83—92


dengan itu, eksistensi leluhur memiliki peran hidup dan begitu sebaliknya. Penghormatan
yang sangat penting dalam seluruh terhadap leluhur juga bagian dari upaya
kehidupan bermasyarakat. Konsepsi leluhur mendapatkan perhatian dari leluhur
tidak hanya menyangkut aspek genealogi (resiprositas) dan sangat mungkin
semata tetapi juga organisasi sosial, struktur merupakan bagian dari upaya untuk
sosial, religi, mata pencaharian dan juga mendapatkan kualitas-kualitas seorang
aspek identitas. Dalam kaitannya dengan leluhur, yang benar-benar terkait dengan
religi, leluhur merupakan bagian dari prosesi genealogisnya (Sellato 2006, 7).
upacara, mengingat keberadaan kelompok Penghormatan terhadap leluhur juga dapat
dengan kebudayaannya adalah berkat dari dilihat dari sistem pemberian nama bagi
leluhur. Konsepsi leluhur berkaitan erat bapak yang telah memiliki anak, yaitu
dengan konsep patrilineal sehingga menjadi dengan merubah nama panggilan bapak
identitas dari kelompok tertentu. Karena tersebut dengan gelar seperti Ama Budi
leluhur itu memiliki berbagai pengetahuan misalnya, yang berarti bapaknya si Budi. Hal
yang sangat penting dalam masyarakat tersebut selain berasosiasi dengan struktur
sehingga dihormati maka dalam sosial (senioritas) juga berkaitan dengan
kematiannyapun prosesinya akan berbeda, aspek genealogis (bapak-anak) dan
begitu juga dalam dunia arwah rohnya juga identitas (mado). Berkenaan dengan itu
akan dihormati oleh roh-roh lainnya. aspek penghormatan terhadap leluhur itu
Konsepsi ini tidak membedakan akan terus berlanjut dalam koridor religi,
status sosial yang masih hidup dengan mengingat sangat fungsional di dalam
statusnya ketika sudah meninggal. Selain itu kehidupan masyarakat Nias yaitu sebagai
adanya hubungan yang kuat antara roh upaya melegitimasi struktur sosial, status
orang yang meninggal dengan sanak sosial di antara keluarga batih dan juga
saudara yang ditinggalkan maka hubungan keluarga luas, yaitu mampu memberikan
itu akan terus dijaga. Hal itu juga terkait keturunan dan juga merupakan bentuk dari
dengan adanya ide bahwa si mati akan status sosial di lingkungan masyarakat.
memberlakukan sanak saudara yang masih

Gambar 4. Keterampilan kemaritiman yang berkaitan dengan legalitas struktur sosial


(sumber: Balar Sumut 2000)

Dalam upaya melegalkan aspek- perangkat/lembaga yang dapat


aspek hukum adat maka ada dua cara yang menjalankan seluruh fungsi ketetapan-
dilakukan masyarakat Nias yaitu melalui ketetapan (aturan) yang diturunkan.
folklor lisan dan rangkaian upacara. Sejalan Bentuknya berupa sistem lembaga yang
dengan itu disusunlah berbagai berkaitan dengan pemerintahan dan adat
Eksistensi Leluhur dalam Kehidupan Masyarakat Nias 89
(Ketut Wiradnyana)
(Wiradnyana 2010,223). Hal tersebut masyarakat sangat tergantung pada
menggambarkan bahwa aspek-aspek eksistensi organisasi sosial yang
pemerintahan berbeda dengan aspek adat. difungsikan dalam kaitannya dengan
Sehingga penyusunan aturannyapun akan pemerintahan dan adat. Sedangkan
berbeda. Sistem pemerintahan disusun dan keberadaan nilai budaya pada konsep
diatur di rumah raja (omo hada) sedangkan tersebut tidak banyak ditemukan pada
sistem dan pusat dalam menjalankan adat masyarakat periode budaya masa Neolitik di
disusun dan dijalankan di Balai Adat. tempat dan masyarakat lainnya di
Masyarakat Nias memiliki konsep Indonesia. Kelebihan itu semakin sempurna
hukum yang keberlangsungan dengan adanya upaya untuk selalu
penerapannya telah cukup lama dan selalu memperbaharui hukum tersebut, yaitu
dilaksanakan dalam kehidupan dari masa ke dengan konsepsi fondrako. Konsepsi itu
masa. Hal tersebut merupakan cerminan merupakan upaya masyarakat Nias yang
keinginan masyarakat Nias untuk hidup sudah sejak lama menata diri dalam
dengan teratur yang sesuai dengan norma landasan hukum sehingga sudah sangat
dan nilai budaya yang berkembang di teratur hidupnya. Segala penataan tersebut
masyarakat. Kearifan lain yang tergambar itu bersumber dari folklor yang dibawa serta
pada aktivitas budaya khususnya aspek oleh leluhur ketika bermigrasi ke Pulau Nias.
hukum pada masyarakat Nias yaitu adanya Jadi dapat dikatakan bahwa folklor itu
prosesi fondrako yaitu pembaharuan aspek- adalah sumber hukum adat masyarakat
aspek hukum dengan selalu menyesuaikan Nias atau dapat juga berarti si’ulu/salawa
dengan kondisi masyarakatnya. Nilai-nilai merupakan sumber dari sumber hukum adat
budaya yang ada pada masyarakat Nias yang hidup di antara masyarakat dan
dalam aspek hukum tersebut merupakan berfungsi sebagai pengawal dari hukum
salah satu bentuk kearifan lokal adat yang telah digariskan oleh leluhur
(Wiradnyana 2013,77). Sebuah folklor yang
menyangkut leluhur masyarakat Nias juga di Mata Pencaharian dan Identitas
dalamnya memuat berbagai aturan adat dan
Dalam kehidupan masyarakat
pemerintahan, sehingga apa yang menjadi
tradisional sekarang ini, nampak jelas
aturan yang diterapkan oleh penguasa
bahwa leluhur itu dihormati karena perannya
merupakan bagian dari aturan yang
yang sangat penting dalam mata
diterapkan oleh leluhur. Jadi berbagai aturan
pencaharian masyarakat. Hal itu
itu telah mendapatkan legitimasi dari leluhur
dimungkinkan mengingat pembuka
sehingga harus dipatuhi. Begitu juga dengan
kampung/leluhur itu berkaitan erat dengan
sistem struktur sosial yang ada,
sistem pertanian, maka leluhur itu kerap
menunjukkan bahwa penguasa adalah
juga menjadi bagian dari prosesi dalam
keturunan dari leluhur yang merupakan
upacara pertanian. Tampaknya, ada kaitan
bangsawan dan pertama kali turun untuk
yang kuat antara sistem pertanian dengan
bertempat tinggal di Pulau Nias. berkenaan
sistem pemujaan terhadap leluhur. Hal
dengan itu maka pemimpin tertinggi
tersebut dapat dilihat pada sistem
(penguasa) mendapatkan kekuasan yang
kepemilikan lahan. Kerap pendiri kampung
setingkat dengan leluhur dan berlaku
yang juga petani selain memiliki status
mutlak.
sosial yang tinggi, juga merupakan bagian
Terjadinya perubahan pada
dari roh yang dipuja dalam prosesi pertanian
berbagai aspek di kehidupan masyarakat
ketika dia sudah meninggal. Konsep
Nias, baik itu menyangkut lingkungannya,
semacam ini dapat kita lihat dalam
norma sosial dan tata nilai, memerlukan
masyarakat Sumatera Barat (Gumai) (Sakai
seperangkat hukum yang adaktif sebagai
2006, 211–13), masyarakat Batak Toba,
landasannya. Konsep hukum itu haruslah
masyarakat Karo, masyarakat Gayo, dan
berakar dari strategi adaptasi
lain-lain. Leluhur itu masih dianggap sebagai
masyarakatnya jauh sebelum masa kini.
pemilik lahan, pelindung daerah dan
Norma hukum yang disertai sanksi
pertanian terutama dalam kaitannya dengan
merupakan bentuk hukum yang cukup
prosesi pertanian dan leluhur itupun
lengkap. Keteraturan dalam kehidupan

90 BAS VOL.23 NO.2/2020 Hal 83—92


mendapat perlakuan khusus dalam prosesi imigran penutur bahasa Austronesia dengan
upacara tertentu (Pelras 2006, 220–21). ras Mongolid yang datang dari Taiwan.
Dalam kaitannya dengan identitas, Sistem kekerabatan masyarakat
faktor-faktor internal memegang peran yang Nias yang patrilineal itu, menunjukkan
sangat penting. Sistem sosial yang berlaku bahwa genealogis menjadi dasar dalam
pada masyarakat Nias menunjukkan bahwa pembentukan organisasi dan struktur sosial.
dalam konteks struktur organisasi sosial Genalogis para bangsawan adalah yang
maupun dalam konteks struktur religi, memiliki berbagai pengetahuan, sehingga
penguasa dianggap sebagai tokoh tertinggi. kekuasaan tidak hanya didapatkan
Berkenaan dengan itu dimungkinkan berdasarkan genealogis semata tatapi juga
berbagai aspek yang berkaitan dengan mata didasarkan atas pengetahuan yang dimiliki.
pencaharian, religi dan kehidupan sosial Jadi leluhur adalah sosok penguasa yang di
atau juga perubahan sebuah kebudayaan itu dalam kehidupannya memiliki berbagai
berasal dari ide penguasa. Karakter dan keterampilan/pengetahuan yang mampu
seluruh norma dan nilai yang ada pada mengontrol berbagai aspek dalam
penguasa dapat menjadi model bagi bentuk kehidupan masyarakat. Berkenaan dengan
dan perubahan kebudayaan sebuah itu, leluhur adalah sebuah identitas
masyarakat. Adanya komunikasi yang kelompok yang disimbolkan dalam bentuk
intens menjadikan pemikiran-pemikiran konsepsi leluhur.
penguasa mendominasi pemikiran-
pemikiran yang ada pada masyarakat. DAFTAR PUSTAKA
Berkenaan dengan itu sistem struktur sosial
itu berlaku ketat dan menjadi bagian penting Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan
dalam sistem kekuasaan. Selain itu, ikatan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta:
genealogis berfungsi menguatkan pustaka pelajar.
solidaritas kelompok yang pada akhirnya
menguatkan sistem pada perkampungan. Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan
Penguatan sistem itu diperlukan atas upaya Agama. Yogyakarta: Kani.
menghadapi berbagai permasalahan
(Wiradnyana 2015,93-94). Hammerle, P. Johannes. 2001. Asal Usul
masyarakat Nias: Suatu Interpretasi.
KESIMPULAN Gunung Sitoli: Yayasan Pusaka Nias.
Pulau Nias itu telah di huni sebelum ———. 2008. Tuturan Tiga Sosok Nias.
12.000 BP dan sesudahnya dihuni oleh Gunung Sitoli: Yayasan Pusaka Nias.
kelompok manusia yang berbudaya
Hoabinh. Hasil analisis DNA tidak Harahap, Basyaral Hamidy, dan Hotman M.
menunjukan adanya ciri ras pra-mongolid, Siahaan. 1987. Orientasi Nilai-Nilai
sehingga diindikasikan ras ini sangat sedikit Budaya Batak. Jakarta: Sanggar
jumlahnya. Willem Iskandar.
Ketika berlangsung migrasi
kelompok penutur bahasa Austronesia Harefa, Faogoli. 1929. Hikayat dan Cerita
dengan ras Mongolid, kemungkinan kedua Bangsa Serta Adat Nias. Sibolga:
kelompok manusia itu sempat berbaur di Rapatfonds Residentie Tapanuli.
Pulau Nias bagian utara. Pembauran itu
menghasilkan budaya (rumah adat, bahasa Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu
dan kosmologi) yang berbeda antara Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
masyarakat Nias Selatan dengan
masyarakat Nias Utara. Oven, Manis van. 2010. “Unexpected Island
Adanya sistem budaya patrilokal Effects an Extreme: Reduced Y
dan perbudakan itu, kemungkinan menjadi Chromosome and Mitochondrial DNA
penyebab tidak ditemukannya DNA Diversity in Nias.” Molecular Biology
Australomelanesid pada masyarakat Nias and Evolutions 28 (4): 1349–61.
sekarang ini, sehingga data yang berkaitan
dengan leluhur orang Nias adalah para Pelras, Christian. 2006. “Darah Nenek
Eksistensi Leluhur dalam Kehidupan Masyarakat Nias 91
(Ketut Wiradnyana)
Moyang: Memori Genealogis, Amnesia Hingga 1945. Jakarta: Yayasan Obor
Genealogis, dan Hierarki Diantara Indonesia.
Orang-Orang Bugis.” In Kuasa Leluhur,
Nenek Moyang, Orang Suci, dan Simanjuntak, B. Antonius, dan Saur Timiur
Pahlawan di Indonesia Kontemporer, Situmorang. 2004. Arti dan Fungsi
220–48. Medan: Bina Media Perintis. Tanah Bagi Masyarakat Batak. Medan:
Kelompok Studi Pengembangan
Ritzer, George, dan Barry Smart. 2011. Masyarakat.
Hand Book Teori Sosial. Jakarta: Nusa
Media. Wiradnyana, Ketut. 2010. Legitimasi
Kekuasaan Pada Budaya Nias,
Sakai, Minako. 2006. “Modernisasi Tempat Paduan penelitian Arkeologi dan
Suci di Sumatera Selatan : Islamisasi Antropologi. Jakarta: Yayasan Pustaka
TempatNenek Moyang Gumai.” In Obor Indonesia.
Kuasa Leluhur, Nenek Moyang, Orang
Suci, dan Pahlawan di Indonesia ———. 2013. “Kearifan Lokal Pembentuk
Kontemporer, 194–219. Medan: Bina Karakter Masyarakat Nias.” In
Media Perintis. Arkeologi dan Karakter Bangsa, 55–86.
Yogyakarta: Ombak.
Sellato, Bernard. 2006. “Orang tak berdaya
yang meninggal : Peniadaan Nenek ———. 2015. “Paradigma Perubahan
Moyang di Kalangan Suku Aoheng, dan Evolusi Pada Budaya Megalitik di
Beberapa Pertimbangan tentang Wilayah Budaya Nias.” Kapata
Kematian dan Nenek Moyang di Arkeologi 11 (2): 87–96.
Kalimantan.” In Kuasa Leluhur, Nenek
Moyang, Orang Suci, dan Pahlawan di ———. 2017. “Sistem Kekuasaan Dalam
Indonesia Kontemporer, 1–32. Medan: Tradisi Prasejarah Masyarakat Nias.”
Bina Media Perintis. Pradnyamaramita, Jurnal Museum
Nasional 5: 87–105.
Simanjuntak, B. Antonius. 2006. Struktur
Sosial dan Sistem Politik Batak Toba

92 BAS VOL.23 NO.2/2020 Hal 83—92

Anda mungkin juga menyukai