Anda di halaman 1dari 25

Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.

com
“Saya selalu percaya Kang Salman tidak hanya
brilian dalam membidani buku. Suatu ketika dia akan
melahirkan buku. Bagi mereka yang menganggap buku
sebagai oksigen, isu berakhirnya kejayaan buku adalah
kiamat. Tetapi, selama manusia-manusia langka macam
Salman Faridi masih percaya terhadap kebijaksanaan
buku, semoga Allah menunda kiamat itu beberapa waktu.”
—Tasaro GK, penulis tetralogi Muhammad

“Patutlah kita dengar apa yang dibicarakan oleh orang


yang telah 15 tahun di dunia penerbitan buku. Sebagai editor
maupun CEO, Salman telah membawa sebuah penerbit
kecil dengan 5 pegawai dan 3 ekor ikan hias yang menjadi
salah satu penerbit paling terkemuka di negeri ini. Selamat
kawanku, Salman Faridi.”
—Andrea Hirata

“Manusia bukan bentuk, melainkan isi. Itu pelajaran


dari Hanoman. Kemasannya monyet. Isinya manusia. Buku
tak harus berupa kertas, papirus, lontar, dan lain-lain.
Esensi buku, menurut Salman Faridi, belum kiamat. Selamat
membaca.”
—Sujiwo Tejo

“Salman Faridi, avant garde perbukuan nasional zaman


digital. Dia ngotot buku bisa bergandengan tangan dengan

Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com


gadget. Bersama timnya, dia mengemas buku jadi enak
dibaca tanpa kehilangan kedalaman.”
—J. Sumardianta, Guru SMA Kolese De Britto Yogyakarta.
Penulis buku Guru Gokil Murid Unyu, Habis Galau Terbitlah
Move On, dan Mendidik Pemenang Bukan Pecundang.

“Sebuah buku tentang dunia perbukuan yang ditulis


oleh orang dalam. Bagaimana penerbit bertahan di antara
tuntutan untuk idealis sekaligus pragmatis? Bagaimana
kesalahan satu huruf bisa menciptakan petaka? Salah satu
buku penting untuk siapa pun yang terjun dan akan terjun,
atau mungkin sudah pensiun dari dunia perbukuan.”
—Eka Kurniawan

“Ditulis dengan renyah, mengalir, dan tak pelit


informasi, buku ini bukan hanya memperkaya pengetahuan
kita tentang industri buku, melainkan juga menggugah benak
kita untuk merenungkan masa depan literasi. Melalui buku
ini, Salman Faridi berbagi pengalaman dan pengamatannya
sebagai pelaku industri buku yang secara intensif bertahun-
tahun bergaul dengan berbagai naskah dan tantangan yang
dihadapinya dari sudut pandang penerbit. Buku ini penting
dibaca oleh siapa saja yang ingin mengenal dunia buku
dengan lebih intim dan personal.”
—Dee Lestari

“Salah satu kitab rahasia urusan buku, materi penulisan,


hingga urusan hidup dalam satu genggaman yang harus
dimiliki buat calon pengarang dan pembaca! Jalan tol mudah

Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com


dicari, tetapi seluk-beluk dan jalan tikus untuk menghindar
dari kemacetan penerbitan? Di sini referensinya!”
—Wahyu Aditya, founder HelloMotion Academy dan
Praktisi Desain Komunikasi Visual

“Melalui buku ini, Salman Faridi mengingatkan kepada


kita bahwa buku sejatinya bukanlah huruf-huruf yang
tercetak di atas kertas. Cetak hanya semacam cara dan
kertas hanyalah medium. Buku adalah sebuah tempat untuk
mengabadikan gagasan dan perasaan manusia, cara membuat
dan mediumnya bisa bersalin rupa menjadi apa saja. Maka,
selama gagasan manusia masih dianggap berharga, buku tak
akan pernah mati … dan kiamat buku tak perlu ditunggu!”
—Fahd Pahdepie, penulis, CEO Inspirasi.co

“Sebagai pemimpin penerbit buku besar, Mas Salman


tetap meluangkan waktunya untuk membaca buku,
menggali ilmu, bahkan menulis buku sehingga dia memiliki
berbagai sudut pandang yang sangat menarik. Membaca
buku ini sama nikmatnya ketika saya berdiskusi langsung
dengan Mas Salman, yang aktivitas itu saya sebut sebagai
‘masturbasi intelektual’. Ketika selesai membaca, saya
merasa puas karena banyaknya wawasan dan pengetahuan
baru, terutama di dunia buku.”
—Trinity, penulis buku seri travel terlaris The Naked
Traveler

Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com


Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com


Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
50 KISAH TENTANG BUKU, CINTA, DAN CERITA-
CERITA DI ANTARA KITA
Resep Gado-Gado Koki Buku Selama 130.000 Jam

Karya Salman Faridi

Cetakan Pertama, November 2016

Penyunting: Iqbal Dawami & Nurjannah Intan


Perancang sampul: Fahmi Ilmansyah
Ilustrasi isi: Agung Budi Sulistya
Pemeriksa aksara: Yusnida N.A.
Penata aksara: M. Nichal Zaki
Foto sampul: @labusiam, Adit Hapsoro, Musthofa Nur Wardoyo, & N.Y.O
Foto isi: arsip Bentang Pustaka
Digitalisasi: F.Hekmatyar

Diterbitkan oleh Penerbit Bentang


(PT Bentang Pustaka)
Anggota Ikapi
Jln. Plemburan No. 1, Pogung Lor, RT 11, RW 48
SIA XV, Sleman, Yogyakarta – 55284
Telp.: 0274 – 889248
Faks: 0274 – 883753
Surel: info@bentangpustaka.com
Surel redaksi: redaksi@bentangpustaka.com
http://www.bentangpustaka.com

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Salman Faridi
50 Kisah tentang Buku, Cinta, dan Cerita-Cerita di Antara Kita: Resep
Gado-Gado Koki Buku Selama 130.000 Jam/Salman Faridi; penyunting,
Iqbal Dawami & Nurjannah Intan.—Yogyakarta: Bentang, 2016.
xx + 260 hlm.; 20,5 cm.
ISBN 978-602-291-264-4

E-book ini didistribusikan oleh:


Mizan Digital Publishing
Jl. Jagakarsa Raya No. 40
Jakarta Selatan - 12620
Telp.: +62-21-7864547 (Hunting)
Faks.: +62-21-7864272
Surel: mizandigitalpublishing@mizan.com

Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com


Untuk Tim Bentang Pustaka
yang luar biasa ....

Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com


Kata Pengantar~ xi

{BAGIAN 1}
Menyelami Pesona Buku

{1} Pasang Surut Dunia Literasi~ 3


Berurat dan Berakar dari Buku~ 5
Melawan dengan Buku~ 9
Membaca Emha Pasca-1998~ 14
Mencuri Masa Depan~ 19
Mendokumentasikan Ingatan~ 24
Petualangan Bahasa Indonesia~ 27
Sang Musafir: Bahasa Mistis Kaum Sufi~ 36
Membaca Buku Berat dan Sulit~ 41
Mengapa Saya Ngebet
Menovelkan Muhammad~ 45

{2} Warna-warni Dunia Penerbitan~ 49


Buku Gratis, Mungkinkah?~ 50
Masih Perlukah Diskusi Buku?~ 54
Memenangkan Ruang Display
di Benak Pembaca~ 60
Siapa Pewaris Kho Ping Hoo?~ 63
Permainan, Meditasi, dan Buku Mewarnai
untuk Orang Dewasa~ 67
Mengintai Pasar Buku di Indonesia~ 71
Pengumpul Tawa Asal Swedia yang Terobsesi
dengan Bom~ 76

Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com


Sekolah Perbukuan di Jerman: Manisnya Bisnis
Toko Buku Independen~ 81
Antara Pragmatis dan Idealis: Mode Bertahan
Penerbit Buku~ 86
Menuju Era Bisnis yang Semakin Interdisiplin~ 94
Merayakan Hidup~ 100
Petaka Huruf U~ 104
Pentingnya Kepuasan Pembaca~ 108

{3} Tantangan dan Masa Depan Perbukuan~ 111


Kiamat Buku (Belum Lagi) Tiba?~ 112
Belajar Gagal ala Jack Ma~ 117
Gaya Hidup Lambat Adalah Kecepatan Baru~ 121
Geliat Komikus Lokal di Panggung Nasional~ 125
Pendekar Maling Budiman~ 130
Terjebak dalam Labirin Dystopia~ 135
Ketika Pasar Fiksi Remaja Kolaps~ 140
Snack Culture: Pola Konsumsi Baru
Generasi Milenia~ 144

{BAGIAN 2}
Menziarahi Ketakjuban Bahasa

{1} Buku, Bahasa, dan Bangsa~ 153


Bangsa Tempe, Tauco, dan Bakpia~ 154
Jogja dan Visi Sebuah Kota~ 160
Berselingkuh Lewat Situs~ 165

ix
Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
Mensyukuri Hidup~ 169
Mendidik Ikan Terbang~ 172
Monotype vs Stereotype~ 177
Musafir~ 181
Rolls Royce 234~ 187
Khairunnisa: Kisah Cinta dan Pengkhianatan
pada Abad Ke-18 di India~ 189
Abang Nasi Kuning dan Istrinya~ 192
Adun, WNI yang Bermimpi
Jadi Warga Negara Malaysia~ 195

{2} Memahami Bahasa Agama~ 199


Noise Komunikasi ~ 200
Al-Quran dan Bahasa Arkaik~ 202
Al-Quran: Kitab Manual Teror?~ 208
Beragama Tanpa Menyakiti~ 216
Negara Islam Elektronik~ 222
Indonesiaku: Di Antara Puasa
dan Tujuh Belasan~ 227
Melihat Muhammad Saw., Sang Rasul
dari Jarak 14 Abad~ 232
Lebaran: Mudik (Jiwa-Jiwa) ke Rumah Allah~ 238
Makhluk Spiritual~ 242
Tujuh Pemuda dari Efesus~ 248
Melacak Jejak Monoteisme Firaun~ 252
Ketika Tuhan Berlibur~ 258

x
Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
Kata Pengantar

MENIKMATI “KEKAYAAN” SALMAN FARIDI

oleh Hernowo Hasim

“Manusia adalah makhluk ciptaan yang mencari makna


hidup. Kalau kita tidak dapat menemukan pola atau makna
dalam hidup kita, kita akan mudah sekali terjerembap ke
dalam jurang putus asa. Bahasa memainkan peranan penting
dalam upaya kita mencari makna. Bahasa tidak hanya
merupakan sarana komunikasi yang penting, tetapi juga
membantu kita mengucapkan dan menjelaskan kekacauan
yang membingungkan alam batin kita.”
—Karen Armstrong

Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com


S
etiap kali ingin membicarakan manusia dan
bahasa—yang di dalamnya ada buku, komunikasi,
dan kemuliaan—saya senantiasa mengingat kata-
kata dahsyat Karen Armstrong. Kata-kata itu saya temukan
dalam bukunya, Sejarah Alkitab (Mizan, 2013). Kata-kata
Armstrong—bersama kata-kata Sindhunata dan Fuad
Hassan—kemudian saya gunakan sebagai contoh kata-
kata yang bergizi (lihat buku saya “Flow” di Era Socmed:
Efek-Dahsyat Mengikat Makna [Kaifa, 2016]). Kata-kata itu
bergizi karena—sebagaimana makanan bergizi yang kita
makan setiap hari—mampu menumbuhkembangkan dan
menyehatkan pikiran.
Apa jadinya jika kita, manusia, tidak memiliki bahasa
atau tidak mampu berkata-kata (berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa)? Dalam ayat ke-30 hingga ke-34
Surah Al-Baqarah, manusia (yang disimbolkan dengan nama
“Adam”) tentu tidak akan diangkat menjadi “khalifah”-Nya
di muka bumi. Dalam ayat tersebut dikisahkan bahwa para
malaikat memprotes Tuhan karena ingin mengangkat Adam
sebagai “wakil”-Nya. Namun, protes malaikat itu segera saja
dibungkam oleh Tuhan dengan menunjukkan kelebihan
dan keistimewaan Adam. Adam menjadi istimewa karena
dapat “menyebutkan nama-nama (benda-benda)”. Setelah
itu, Tuhan pun meminta malaikat dan iblis bersujud kepada
Adam, tetapi iblis menolak—karena keangkuhannya.
Di buku “Flow” di Era Socmed: Efek-Dahsyat Mengikat
Makna, saya meletakkan kisah tentang Adam tersebut dalam
konteks kemuliaan manusia yang mampu berkomunikasi
dan—lewat kemampuan berbahasanya—manusia dapat
merumuskan sesuatu yang sangat penting dan berharga

xii
Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
(berilmu). Bagi saya, kemampuan berkomunikasi dan
memiliki ilmu ini menyebabkan derajat manusia menjadi
lebih tinggi dibandingkan makhluk lain ciptaan Tuhan.
Dengan berpijak pada prinsip-prinsip—sebagaimana sudah
saya ungkapkan—inilah saya kemudian membaca catatan-
catatan Salman Faridi yang berbicara tentang buku, literasi,
dan pernak-pernik di seputarnya.
Pengalaman Salman dalam bergaul dengan buku dan
penerbitan selama 15 tahun—serta, terutama, ketika
menjadi CEO Penerbit Bentang—sungguhlah amat kaya dan
banyak memercikkan cahaya. Seperti buku yang memiliki
“kekayaan” luar biasa—sebagaimana diungkapkan oleh Walt
Disney (“There is more treasure in books than in all the pirates’
loot on Treasure Island and best of all, you can enjoy these riches
everyday of your life.”)—pengalaman yang dimiliki Salman,
sebagaimana tersaji dalam buku ini, sungguh tak ternilai
harganya. Saya ingin menunjukkan beberapa hal penting
yang disampaikan Salman dan mengapresiasinya.
*
Ketika Salman mengisahkan tentang Romo Magnis—
yang menulis esai bagus berjudul “Bukuku Surgaku”—
dan Mochtar Pabottingi—yang menulis esai panjang dan
berkarakter berjudul “Dari Rumah, Karakter, Dari Buku,
Cakrawala …”—dalam Bukuku Kakiku, saya juga merasakan
apa yang dirasakan oleh Salman:
Dari Romo Magniz, saya belajar melalui masa kecilnya
yang dipenuhi buku layaknya surga. Semua tempat dalam
rumahnya adalah lemari buku. Semua sudut di rumahnya
diisi buku. Ke mana kaki melangkah, di situ ditemukan
buku. Dengan situasi seperti ini, tak heran jika sejak kecil

xiii
Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
kebiasaan membaca tumbuh dengan kuatnya. Dengan
cara yang sama, saya meniru pengalaman Romo Magniz
untuk menumbuhkan kebiasaan anak membaca. Cara ini
sedikitnya menjawab keluhan orangtua yang sering kali
mengeluh sulitnya membuat anak-anak membaca, ketika
fasilitas paling dominan di rumah adalah televisi. Sementara
itu, Mochtar Pabottingi membuat saya larut dalam impian
Amerika dan beasiswa. Semuanya bermula dari buku: sejak
kecilnya di Sulawesi Selatan, belajar di Pulau Jawa, dan
melanjutkan pascasarjana di Amerika. Bahkan, yang juga
cukup menarik, dari Mochtar, saya membaca tarikan-tarikan
antara menjadi Muslim kafah di tanah rantau atau menjadi
abangan. Mochtar memilih yang kedua “abangan rantau”
karena tidak mau terjebak menjadi Muslim garis keras ketika
itu. Tulisan Mochtar menyimpulkan dua faktor penting yang
memengaruhi hidupnya kelak: dari rumah; karakter dan dari
buku; cakrawala (lihat “Berurat dan Berakar dari Buku”).

Dalam Bukuku Kaki, sebagaimana Salman, saya juga


menemukan kekayaan pengalaman yang luar biasa ketika
membaca tulisan Yohanes Surya, Lin Che Wei, Melani
Budianta, dan Sindhunata. Romo Sindhu berkisah tentang
membaca sebagai kaki kita. Kisah tentang kaki itu diperoleh
Romo Sindhu dari tulisan Wolf Bierman yang berjudul Die
Fusse des Dichter (Kaki Penyair). Dari tulisan Romo Sindhu,
saya kemudian menemukan kata-kata yang memperkaya
batin saya: “Kaki itu membuat kita menyejarah. Namun,
pertanyaannya: dari mana kita dapat memperoleh kaki yang
demikian?

xiv
Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
“Kaki itu tidak turun dari langit, tidak ada dengan
sendirinya. Kaki itu harus kita bentuk dan adakan. Dan
caranya adalah dengan membaca. Makin kita gemar
membaca, makin kita memperoleh kaki yang kokoh dan
kuat. Makin kita membaca, makin hidup kita berkaki.” Dan
dari Yohanes Surya, saya memperoleh kata-kata yang sangat
sederhana, tetapi menghunjam dalam di hati saya hingga
kini: “Saya merasa bersyukur dan beruntung sekali dapat
membaca dan memiliki begitu banyak buku. Saya amat
menikmatinya. Saya merasa semua buku yang pernah saya
baca amat besar manfaatnya bagi saya. Walaupun buku-
buku itu hanya buku novel, dongeng, atau buku bacaan
ringan lainnya. Ada begitu banyak hal yang bisa saya peroleh
dari buku-buku ini.”
Dalam tulisannya yang lain yang berjudul “Petaka Huruf
U”, Salman menulis: “Peristiwa atau kesalahan yang terjadi
dalam proses editing sama sekali bukan sebuah kejadian
lucu. Saya sendiri pernah mengalaminya. Dan, ironisnya
di saat buku datang dengan cantiknya dari percetakan,
hanya untuk menemukan kesalahan di kover depan secara
teramat menyakitkan. Seperti Louis Vuittong yang ditulis
dengan huruf g berlebih, kesalahan saya cuma satu karakter
juga. Yaitu hilangnya huruf u pada teks yang seharusnya
tertulis foundation, tetapi dicetak fondation. Gara-gara
huruf u, hilang pula jutaan rupiah untuk menggantinya
dengan tulisan yang benar. Untunglah, huruf u tadi muncul
dalam sebuah teks yang menyerupai stiker sehingga untuk
mengakalinya, dicetak pulalah stiker sesungguhnya untuk
menyembunyikan petaka yang saya timbulkan.”

xv
Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
Setelah berkisah tentang masalah kecil—kehilangan
huruf u—yang menyebabkan munculnya masalah besar,
Salman membicarakan pengalaman saya ketika melatih
para editor Penerbit Mizan untuk menerapkan kegiatan
“mengeja dengan jari”. Ketika para editor bekerja, biasanya
yang mereka gunakan adalah sepasang matanya untuk
melihat huruf-kata-kalimat dan pikiran mereka agar yang
dilihat itu sesuai dengan kaidah-kaidah berbahasa dan tata
cara kepenulisan. Hanya, apa yang dilihat kadang tidak sama
dengan apa yang ada di dalam pikiran. Bisa jadi, yang dilihat
“kekafiran”, tetapi di dalam pikirannya tersembul makna
tentang “kefakiran” (dan sebaliknya). Atau yang paling
mudah adalah penulisan yang terkesan sama (ketika dilihat),
tetapi memiliki makna yang bertolak belakang: kelapa
dan kepala—misalnya. Kekeliruan ini bisa terjadi akibat
kelelahan atau distraksi (kehilangan fokus atau perhatian).
Lantas, saya menciptakan teknik “mengeja dengan
jari”—khususnya bagi para proofreader dan bisa dipakai juga
untuk para editor—agar fokus dan kecermatan kembali
dapat digunakan. Teknik itu bekerjanya demikian: ketika
Anda membaca setiap kata atau istilah—khususnya kata
atau istilah asing—letakkan jari telunjuk Anda di kata atau
istilah tersebut. Ada baiknya jika sebelumnya Anda memiliki
rujukan yang benar tentang kata atau istilah yang akan
Anda periksa. Setelah jari telunjuk diletakkan di kata atau
istilah tersebut, mulailah Anda mengeja secara lantang dan
huruf ditunjuk dengan jari secara satu per satu. Saya ingat
betul, pada saat menganjurkan teknik “mengeja dengan
jari” untuk para proofreader dan editor, majalah Time saat
itu menurunkan laporan tentang kekacauan finansial yang

xvi
Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
terjadi di Thailand. Di sampul majalah tersebut, penulisan
mata uang Thailand salah: semestinya baht ditulis bath.
Tentu saja teknik “mengeja dengan jari” tidak harus
dipakai setiap kali memeriksa sebuah naskah. Teknik
tersebut diterapkan sesekali sebagai selingan—untuk
melatih kemampuan memeriksa deretan teks—agar
kemampuan untuk fokus atau berkonsentrasi dapat kembali
bekerja secara normal. Teknik itu juga dapat melatih pikiran
yang tidak peka lagi terhadap makna sebuah kata atau
istilah. Membiasakan menggunakan teknik tersebut sesekali
akan membuat diri kita peka dan awas terutama ketika
memeriksa kata yang berada di sampul depan buku, di liflet
atau brosur, spanduk, dan banyak sekali tampilan publikasi
yang mencolok mata lainnya. Apabila Anda menemukan
kata “dikontrakan” untuk sebuah rumah dengan luas sekian,
Anda dapat mengatakan bahwa orang yang menulis kata
tersebut perlu menerapkan teknik “mengeja dengan jari”.
*
“Ada ancaman besar bahwa generasi muda kita, meski
memiliki keragaman informasi, akan menderita kekurangan
besar dalam hal kedalaman dan keluasan ilmu (bukan
sekadar informasi). Dan hal ini membawa kita kepada diskusi
tentang masa depan industri penerbitan di masa digital,”
demikian tulis Haidar Bagir, pendiri Penerbit Mizan, dalam
artikel menariknya, “Amnesia Buku” (lihat Kompas edisi 28
April 2016), ketika mencoba mendudukkan peran industri
penerbitan buku di era maraknya informasi digital pada
saat ini. Era digital memang memberikan keberlimpahan
informasi. Namun, keberlimpahan informasi ini sekaligus
secara diam-diam memunculkan kekacauan informasi.

xvii
Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
Goenawan Mohamad, dalam Catatan Pinggir yang
berjudul “TG” (lihat Tempo edisi 1—7 Februari 2016),
memberikan gambaran menarik tentang kekacauan
informasi tersebut: “Kita tatap layar kecil TG kita (TG=telepon
genggam). Informasi berdatangan, rapat, cepat. Pesan lalu-
lalang. Di Twitter, berita 29 orang terbunuh di Burkina Faso
disusul cerita seseorang yang kucingnya hamil. Praktis, tiap
tiga detik, sepanjang 24 jam. Balas-membalas, dari pelbagai
pojok bumi.” Keberlimpahan informasi itu begitu mudah
hadir lewat layar kecil yang ada di genggaman tangan kita.
Bahkan, lewat TG, semua orang dapat menyampaikan apa
saja secara tertulis dan visual tanpa sensor, tanpa penataan
untuk membuat hal yang ingin disampaikan enak dan logis
dibaca.
Haidar Bagir (terkait dengan penerbitan buku) dan
Goenawan Mohamad (terkait dengan penerbitan media
massa) tampak sepakat bahwa penataan informasi itu
penting. “Industri penerbitan pada dasarnya menjalankan
beberapa fungsi sekaligus. Pertama, fungsi kurasi, yakni
penyeleksian bahan-bahan bacaan yang dipandang layak
untuk dilempar ke pasar bebas gagasan. Dan, di dunia digital
masa depan, fungsi ini justru akan menjadi makin krusial
mengingat besarnya pasokan bahan bacaan, meskipun itu
hanya kita batasi dalam bentuk buku, yang akan membanjiri
kita. Dan kedua, industri penerbitan juga melakukan
fungsi distribusi buku. Akan ada lubang besar jika industri
penerbitan di suatu negara mengalami kolaps,” tulis Haidar
Bagir.
Goenawan Mohamad, dalam konteks yang lain, juga
menyampaikan hal penting ini, “Sementara, halaman surat
kabar ditata sang editor dengan hierarki antara yang penting

xviii
Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
dan yang kurang penting, dalam TG tak ada organisasi itu.
Tiap informasi sama posisinya. Dialog (pesan ‘interaktif’)
berlangsung tanpa moderator, tanpa otoritas. Siapa saja,
dari orang yang paling tahu sampai dengan yang paling tolol,
hadir di satu arena yang riuh.”
Memahami dan mendudukkan tulisan-tulisan Salman
Faridi dalam konteks keberlimpahan informasi yang dibawa
oleh era digital menjadi sangat menarik dan penting. Kita
jadi tahu bahwa menjadikan sebuah buku sebagai bacaan
yang memberdayakan diri pembacanya bukan pekerjaan
mudah. Ketika Salman menuliskan hal ini—“Betapa
pentingnya membuat pembaca nyaman dengan setiap buku
terbitan Bentang Pustaka. Kenyamanan itu direfleksikan
dengan bermacam hal; kepuasan terhadap seluruh isi buku,
kemasan yang ciamik, dan yang tidak kalah pentingnya
adalah jumlah kesalahan minimal, bahkan sampai NOL di
dalam isi buku. Parameter ini biasanya saya gunakan sebagai
acuan standar untuk menentukan kualitas buku (lihat
‘Pentingnya Kepuasaan Pembaca’)”—kita menjadi sadar
betapa berlikunya jalan yang ditempuh oleh sebuah penerbit
buku dalam memanjakan para pembacanya.
Selamat untuk Salman atas terbitnya buku ini.
_____________
Hernowo—di dunia maya dikenal dengan nama “Hernowo
Hasim”—adalah penulis 24 buku dalam 4 tahun (2001–
2005). Hingga 2009, telah menulis 35 buku. Buku best seller-
nya, antara lain, Mengikat Makna, Andaikan Buku Itu Sepotong
Pizza, Quantum Reading, Quantum Writing, dan Menjadi Guru
yang Mau dan Mampu Mengajar secara Menyenangkan. Buku
terbarunya, “Flow” di Era Socmed: Efek-Dahsyat Mengikat

xix
Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
Makna (Kaifa, 2016) selesai dicetak tepat pada 1 Juni 2016.
Kini sedang mempersiapkan buku tentang “free writing”
yang dalam rencana akan diberi judul, “Surga Dunia: Menulis
Mengalir Bebas untuk Mengejar Kebahagiaan” dan buku
tentang pendidikan pra-nikah. Pada saat ini Hernowo juga
menjadi dosen di Stikom (Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi)
Bandung dan STFI (Sekolah Tinggi Filsafat Islam) Sadra
Jakarta.

xx
Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
{BAGIAN 1}
Menyelami
Pesona Buku

Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com


Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com
{1}
Pasang Surut
Dunia Literasi

Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com


Versi Pdf Lengkapnya di ipusnas.com

Anda mungkin juga menyukai