Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS BRONKOPNEUMONIA

DI RUANG IGD RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi


Keperawatan Gawat Darurat 1 (PPKGD 1)

Disusun Oleh :
KEKOMPOK 4
Relah Sinta Putri KHGD23023
Resti Salimatul Hayat KHGD23031
Sintiah KHGD23032
Neng Diana Putri KHGD23033
Cindi Rospitasari KHGD23036

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu peradangan
pada parenkim paru yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing
(Perdani & Sari, 2018).
Bronkopneumonia adalah radang yang terjadi di paru-paru yang
mengakibatkan meningkatnya produksi sekret sampai menimbulkan
manifestasi klinis yaitu batuk dengan akumulasi sputum, sesak, suara nafas
abnormal atau ronkhi (Adityo et al., 2015).
Jadi Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda asing lainnya, yang mengakibatkan sekret
menjadi meningkat dan ditandai dengan gejala klinis batuk berdahak, sesak
nafas, terdapat bunyi suara nafas tambahan ronkhi.
B. Klasifikasi
Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia lobularis yang terjadi pada
ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk
membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya. Berikut
merupakan klasifikasi bronkopneumonia (Samuel, 2014).
1. Bronkopneumonia sangat berat : bila terjadi sianosis sentral dan anak
tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat : bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan
masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotik.
3. Bronkopneumonia : bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotik. Adanya pernafasan yang cepat yakni >60 x/menit pada anak
usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit pada anak usia 2 bulan-1
tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun.
4. Bukan Bronkopneumonia : hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda
seperti di atas, tidak perlu dirawat dan diberi antibiotik.
C. Etiologi
Penyebab tersering bronkopneumonia pada anak dan bayi adalah
pneumokokus sedang penyebab yang lainnya adalah: Bakteri (seperti
streptoccocus, Staphylococcus, haemophillus influenza), virus (seperti
Legionella Pneumoniae), dan jamur (seperti Aspergillus Spesies, Candida
Albicans). Pada bayi dan anak kecil ditemukan stapilokokus aureus sebagai
penyebab terberat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi (Fajri
et al., 2020). Terjadinya bronkopneumonia bermula dari adanya peradangan
paru yang terjadi pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh
infeksi pada saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Faktor
penyebab utama adalah bakteri, virus, jamur dan benda asing (Rusdianti,
2019).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita bronkopneumonia yaitu :
1. Infeksi saluran pernapasan
2. Demam (39-40ᵒC), kadang disertai kejang karena demam tinggi
3. Anak sangat gelisah dan adanya nyeri dada seperti ditusuk-tusuk pada
saat bernapas dan batuk
4. Pernapasan cepat, dangkal disertai cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut
5. Adanya bunyi pernapasan seperti ronkhi dan wheezing
6. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia jika infeksi serius
7. Ventilasi yang berkurang karena penimbunan mukus yang
menyebabkan atelektasis absorbs
8. Batuk disertai sputum yang kental
9. Nafsu makan menurun (Fajri et al., 2020)
E. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia adalah mikroorganisme
(jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan
ludah (droplet) invasi ini dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan
menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. reaksi ini menyebabkan
peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh menyesuaikan diri
maka timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret
semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit
dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-
kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus paru dan mengganggu sistem
pertukaran gas di paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna ketika terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora
normal dalam usus menjadi agen patogen sehingga timbul masalah
pencernaan.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan adanya mekanisme,lpertahanan
paru. Terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya
tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui
berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-
bahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari
tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen (Nurarif & Kusuma, 2015)
Pathway
F. Komplikasi
Komplikasi bronkopneumonia umumnya lebih sering terjadi pada anak-
anak, orang dewasa yang lebih tua (usia 65 tahun atau lebih), dan orang-orang
dengan kondisi kesehatan tertentu, seperti diabetes (Akbar Asfihan, 2019).
Beberapa komplikasi bronkopneumonia yang mungkin terjadi, termasuk:
1. Infeksi Darah
Kondisi ini terjadi karena bakteri memasuki aliran darah dan menginfeksi
organ lain. Infeksi darah atau sepsis dapat menyebabkan kegagalan
organ.
2. Abses Paru-paru
Abses paru-paru dapat terjadi ketika nanah terbentuk di rongga
paru-paru. Kondisi ini biasanya dapat diobati dengan antibiotik. Tetapi
kadang-kadang diperlukan pembedahan untuk menyingkirkannya.
3. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu kondisi di mana cairan mengisi ruang di sekitar
paru-paru dan rongga dada. Cairan yang terinfeksi biasanya dikeringkan
dengan jarum atau tabung tipis. Dalam beberapa kasus, efusi pleura yang
parah memerlukan intervensi bedah untuk membantu mengeluarkan
cairan.
4. Gagal Napas
Kondisi yang disebabkan oleh kerusakan parah pada paru-paru, sehingga
tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen karena gangguan fungsi
pernapasan. Jika tidak segera diobati, gagal napas dapat menyebabkan
organ tubuh berhenti berfungsi dan berhenti bernapas sama sekali. Dalam
hal ini, orang yang terkena harus menerima bantuan pernapasan melalui
mesin (respirator).
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) untuk dapat menegakkan
diagnosakeperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis(meningkatnya jumlah neutrofil).
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan
dalam digunakan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen
infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa.
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.
e. Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi untuk
mendeteksiantigen mikroba
2. Pemeriksaan radiologi
1) Ronthenogram thoraks
Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus
2) Laringoskopi/bronskopi
Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh benda padat.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan
bronkopneumonia yaitu:
1. Pemberian obat antibiotik penisilin ditambah dengan kloramfenikol 50-
70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotic yang memiliki spectrum luas
seperti ampisilin, pengobatan ini diberikan sampai bebas demam 4-5 hari.
Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spectrum luas seperti
kombinasi beta laktam/klavulanat dengan aminoglikosid atau
sefalosporin generasi ketiga(Ridha, 2014)
2. Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi O2, terapi
cairan dan, antipiretik. Agen antipiretik yang diberikan kepada pasien
adalah paracetamol. Paracetamol dapat diberikan dengan cara di tetesi
(3x0,5 cc sehari) atau dengan peroral/sirup. Indikasi pemberian
paracetamol adalah adanya peningkatan suhu mencapai 38ºC serta untuk
menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk.
3. Terapi nebulisasi menggunakan salbutamol diberikan pada pasien ini
dengan dosis 1 respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai dosis yang dianjurkan
yaitu 0,5 mg/kgBB. Terapi nebulisasi bertujuan untuk mengurangi sesak
akibat penyempitan jalan nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi
mukus. Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta-2 adrenegik yang
selektif terutama pada otot bronkus. Salbutamol menghambat pelepas
mediator dari pulmonary mast cell 9,11. Namun terapi nebulisasi bukan
menjadi gold standar pengobatan dari bronkopneumonia. Gold standar
pengobatan bronkopneumonia adalah penggunaan 2 antibiotik
(Alexander & Anggraeni, 2017).
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, diagnosa medis, nomor MR dan alamat. Identitas penanggung
jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan, suku/bangsa,
alamat, hubungan dengan klien.
2. Survey Primer (Primary survey)
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi yang diakibatkan
oleh penyakit yang mengancam kehidupan. Tujuan primary survey adalah
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primry survey
antara lain (Fulde, 2013) :
a. Jalan Nafas + Kontrol Servikal (Airway + Cervical Control)
Kaji kepatenan jalan napas, observasi adanya lidah jatuh, adanya
benda asing pada jalan napas (bekas muntahan, darah, dan secret yang
tertahan), adanya edema pada mulut, faring, laring, disfagia, suara
stridor, gurgling, atau wheezing yang mendadak adanya masalah jalan
napas.
b. Breathing
Kaji keefektifan pola napas, respiratory rate, abnormalitas pernapasan,
pola napas bunyi napas tambahan, penggunaan otot bantu napas,
pernapasan cuping hidung dan saturasi oksigen.
c. Circulation
Kaji Heart Rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill time,
akral, suhu tubuh, warna kulit, kelembabab kulit, dan perdarahan
eksternal jika ada.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale), respon
nyeri, respon verbal dan reaksi pupil.
e. Exposure
Pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lainnya,
serta kondisi lingkungan yang ada disekitar pasien.
f. Foley Cathether
Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra jika
ada tidak dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter dipasang
untuk
memantau produksi urin yang keluar.
g. Gastric Tube
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung dan
mengurangi resiko muntah.
h. Heart Monitor
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut
jantung.
3. Survey Sekunder (Secondary Survey)
Pengkajian sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara per sistem. Pengkajian sekunder hanya dilakukan setelah
kondisi pasien mulai membaik, dalam artian tidak mengalami syok atau
tanda-tanda syok mulai membaik.
a. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan atau Penampilan Umum
Secara umum bisa terlihat sakit ringan, gelisah sampai sangat
lemah. Tanda-tanda vital bisa normal atau bisa didapatkan
perubahan, seperti takikardi atau peningkatan pernapasan.
b. Tingkat Kesadaran
Observasi tingkat kesadaran klien.
c. Pemeriksaan Fisik Persistem
1) Sistem Pernafasan
Pada klien dengan bronchopneumonia terdapat keluhan pada
pemeriksaan sistem pernapasan antara lain : Klien sesak
napas, terdapat pernapasan cuping hidung, adanya sianosis
pada mulut dan hidung, mukosa tampak kering, dyspnea,
takipneu, adanya produksi sekret, terdapat bunyi suara napas
tambahan ronchi atau wheezing.
2) Sistem Kardiovaskular
Pada klien dengan bronchopneumonia tidak terdapat keluhan
pada pemeriksaan kardiovaskuler yaitu : Konjungtiva klien
anemis, takikardi.
3) Sistem Persyarafan
Pada klien dengan bronchopneumonia tidak terdapat keluhan
pada pemeriksaan persyarafan.
4) Sistem Pencernaan
Pada klien dengan bronchopneumonia terdapat keluhan pada
pemeriksaan sistem pencernaan yaitu : Klien tidak nafsu
makan, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
5) Sistem Genitourinaria
Pada klien dengan bronchopneumonia tidak terdapat keluhan
pada pemeriksaan genitourunaria.
6) Sistem Endokrin
Pada klien dengan bronchopneumonia tidak terdapat keluhan
pada pemeriksaan endokrin.
7) Sistem Integumen
Pada klien dengan bronchopneumonia terdapat keluhan pada
pemeriksaan integumen yaitu : Adanya sianosis pada ujung
jari, mulut, maupun pada hidung, turgor kulit lebih dari 3
detik.
8) Sistem Muskuloskeletal
Pada klien dengan bronchopneumonia tidak terdapat keluhan
pada pemeriksaan muskuloskeletal.
9) Wicara dan THT
Pada klien dengan bronchopneumonia terdapat keluhan pada
pemeriksaan yaitu : Pada bagian hidung terdapat adanya
pernapasan cuping hidung, tampak sianosis pada hidung,
adanya sekret pada hidung, pada bagian tenggorokan adanya
sekret/sputum, klien batuk, dan tidak ada keluhan pada
bagian telinga klien.
10) Sistem Pengelihatan
Pada klien dengan bronchopneumonia tidak terdapat keluhan
pada pemeriksaan pengelihatan yaitu : Konjungtiva klien
anemis. (Kusuma, 2020)
b. Pemeriksaan Tanda – Tanda Vital (Vital Sign Examination)
1) Tekanan Darah
2) Frekuensi Denyut Nadi
3) Frekuensi Pernafasan
4) Suhu
5) Saturasi Oksigen (SaO2)
c. Pengkajian Riwayat (Anamnesis)
1) Keluhan
Menguraikan saat keluhan pertama kali dirasakan, tindakan yang
dilakukan sampai klien dibawa ke rumah sakit, tindakan yang
sudah dilakukan di rumah sakit sampai klien menjalan perawatan.
Keluhan utama pada pasien dengan bronkopneumonia biasanya
terdapat demam, sesak nafas, batuk produktif, tidak nafsu makan,
gelisah, sakit kepala.
2) Riwayat Penggunaan Obat-obatan
Tanyakan kepada klien apakah klien sering mengkonsumsi obat-
obatan dengan rutin.
3) Riwayat Konsumsi Makanan
Tanyakan kepada klien sebelum masuk ke RS apa makanan yang
sering dikonsumsi klien.
4) Riwayat Penyakit
- Riwayat penyakit saat ini :
Merupakan permulaan klien merasakan keluhan sampai dibawa
ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan
menggunakan PQRST.
P (Paliative) : faktor yang memperberat dan meringankan
keluhan utama dari sesak, apa yang dapat memperberat/
meringankan keluhan utama seperti sesak pada penderita
bronkopneumonia? Aktivitas apa yang dapat yang dilakukan
saat gejala pertama dirasakan, apa ada hubungan dengan
aktivitas.
Q (Quantity) : seberapa berat gangguan yang dirasakan klien,
bagaimana gejala yang dirasakan, pada saat dikaji apa gejala ini
lebih berat atau lebih ringan dari yang sebelumnya.
R (Region) : Dimana tempat terjadinya gangguan, apakah
mengalami penyebaran / tidak.
S (Scale ) : Seberapa berat sesak yang diderita klien.
T (Time) : Kapan keluhan mulai dirasakan? Apakah keluhan
terjadi mendadak atau bertahap, Seberapa lama keluhan
berlangsung ketika kambuh.
- Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat kesehatan menjelaskan tentang riwayat perawatan di
rumah sakit, alergi penyakit kronis, dan riwayat operasi. Selain
itu juga menjelaskan tentang riwayat penyakit yang ada
hubungan dengan penyakit yang diderita klien sekarang seperti
riwayat panas, batuk, pilek atau panyakit serupa pengobatan
yang dilakukan.
- Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat kesehatan keluarga menjelaskan keadaan kondisi
anggota keluarga apakah ada yang pernah menderita penyakit
serupa dengan pasien dengan periode 6 bulan terakhir, riwayat
penyakit menular, atau penyakit keturunan, dibuat genogram
minimal 3 generasi.
5) Riwayat Alergi
Kaji apakah klien mempunyai riwayat alergi sebelumnya.
6) Riwayat Kejadian
Kaji kejadian apa yang membuat kondisi klien seperti sekarang.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis(meningkatnya jumlah neutrofil).
b) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang
spontan dan dalam digunakan untuk kultur serta tes
sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
c) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi
dan status asam basa.
d) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.
e) Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi
untuk mendeteksiantigen mikroba
II. Pemeriksaan radiologi
a) Ronthenogram thoraks
Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai
pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat
multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan
haemofilus
b) Laringoskopi/bronskopi
Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh
benda padat.
- Laboratorium: hematologi (Hb, Ht, Leukosit), eritolit
(kalium, natrium, magnesium), analisa gas darah.
- EKG (elektrokardiogram)
- Ekokardiografi
- Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya
pembesaran jantung, penimbunan cairan di paru-paru
atau penyakit paru lainnya.
d. Analisa Data
1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001)
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab :
Fisiologis :
- Spasme jalan napas
- Hipersekresi jalan napas
- Benda asing dalam jalan nafas
- Sekresi yang tertahan
- Proses infeksi
Situasional :
- Merokok aktif
- Merokok pasif
- Terpajan polutan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : -
Objektif :
- batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk, sputum berlebih/obstruksi
dijalan napas/mekonium dijalan napas (pada neonatus),
mengi,wheezing dan /atau ronkhi kering.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Dyspnea, Sulit bicara
Objektif : Gelisah, Sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah,
pola napas berubah
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
Penyebab
- Depresi pusat pernafasan
- Hambatan upaya nafas
- Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
- Kecemasan

Gejala dan Tanda Mayor

- Subjektif : Dispnea
- Objektif : Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspansi
memanjang, pola nafas abnormal

Gejala dan Tanda Minor


- Subjektif : Ortopnea
- Objektif : Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter
thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun,
kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi
menurun, ekskursi dada berubah.
3. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi
karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler
Penyebab :
- Perubahan membran alveolus-kapiler

Gejala dan Tanda Mayor

- Subjektif : dispneu
- Objektif : Po2 menurun, Takikardia, Bunyi napas tambahan

Gejala dan Tanda Minor

- Subjektif : pusing,penglihatan kabur


- Objektif : Sianosis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas abnormal

4. Hipertermia (D.0130)
Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Penyebab
- Proses penyakit (mis. infeksi)

Gejala dan Tanda Mayor

- Subyektif : -
- Obyektif : Suhu tubuh diatas nilai normal

Gejala dan Tanda Minor

- Subyektif : -
- Obyektif : Kulit merah, Kejang, Takikardi, Takipnea, Kulit terasa
hangat.
5. Defisit nutrisi (D.0019)
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
Metabolisme
Penyebab
- Kurangnya asupan makanan
- Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

Gejala dan Tanda Mayor

- Subjektif : -
- Objektif : Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

Gejala dan Tanda Minor

- Subjektif : Cepat kenyang setelah makan, Kram /nyeri abdomen,


Nafsu makan menurun
- Objektif : Bising usus hiperaktif, Otak pengunyah lemah, Otot
menelan lemah, Membran mukosa pucat, Sariawan, Serum albumin
turun, Rambut rontok berlebihan, Diare
6. Ansietas (D.0080)
Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab
- Krisis situasional
- Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan

Gejala dan Tanda Mayor

- Subyektif : Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dan


kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi
- Obyektif : Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

- Subyektif : Mengeluh pusing, merasa tidak berdaya


- Obyektif : Frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat,
tekanan darah meningkat, diaforesis, muka tampak pucat
7. Resiko Jatuh (D.0143)
Definisi : Berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan
akibat terjatuh
Faktor Resiko

- Usia >65 tahun (pada dewasa) atau <2 tahun (pada anak).
- Riwayat jatuh.
- Anggota gerak bawah prostesis (buatan).
- Penggunaan alat bantu berjalan.
- Penurunan tingkat kesadaran.
- Perubahan fungsi kognitif.
- Lingkungan tidak aman (mis. licin, gelap, lingkungan asing).
- Kondisi pasca operasi.
- Hipotensi ortostatik.
- Perubahan kadar glukosa darah.
- Anemia.
- Kekuatan otot menurun.
- Gangguan pendengaran.
- Gangguan keseimbangan.
- Gangguan penglihatan (mis. glaukoma, katarak, ablasio, retina,
neuritis optikus).
- Neuropati.
- Efek agen farmakologis (mis. sedasi, alkohol, anastesi umum)

Kondisi Klinis Terkait :


- Osteoporosis.
- Kejang.
- Penyakit sebrovaskuler.
- Katarak.
- Glaukoma.
- Demensia.
- Hipotensi.
- Amputasi.
- Intoksikasi.
- Preeklampsi.
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan mengenai klien, tentang masalah
kesehatan terdirir aktual, potensial dan resiko untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Herman & Kamitsuru,
2015).
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus-kapiler
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
5. Defisit nutrisi berhubungan peningkatan kebutuhan metabolisme
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
7. Resiko jatuh d.d usia anak kurang dari 2 tahun
III. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan (SIKI)


Keperawatan Hasil (SLKI)

1 (D.0001) (L.01001) Bersihan Jalan


Bersihan jalan Nafas (I.01014) Manajemen Jalan Nafas
nafas tidak Tujuan :
Observasi
efektif Setelah dilakukan
berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor pola napas
dengan spasme maka diharapkan
jalan napas bersihan 2. Monitor adanya produksi
jalan napas meningkat sputum
Dengan Kriteria Hasil
3. Monitor bunyi nafas tambahan
:
1. Batuk efektif Terapeutik
2. Produksi sputum
menurun 4. Posisikan semi fowler atau
3. Mengi menurun fowler
4. Wheezing menurun
5. Berikan oksigen jika perlu
5. Dispnea menurun
6. Ortopnea menurun Edukasi
7. Gelisah menurun
8. Frekuensi napas 6. Anjurkan asupan cairan
membaik 200ml/hari jika perlu
9. Pola napas membaik
7. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
bronkodilator jika perlu
2 Pola napas tidak Tujuan : Terapi Oksigen
efektif Setelah dilakukan
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan maka diharapkan 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
hambatan upaya ekspirasi/inspirasi dapat 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
napas memberikan ventilasi 3. Monitor aliran oksigen secara
yang adekuat. periodik dan pastikan fraksi yang
Dengan Kriteria Hasil : diberikan cukup
1. Ventilasi semenit 4. Monitor efektifitas terapi oksigen
2. meningkat (mis. Oksimetri, Analisa gas
3. Tekanan ekspirasi darah), jika perlu
4. meningkat 5. Monitor kemampuan melepaskan
5. Tekanan inspirasi oksigen saat makan
6. meningkat 6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Dyspnea menurun 7. Monitor monitor tanda dan gejala
8. Penggunaan otot toksikasi oksigen dan atelektasis
bantu napas 8. Monitor tingkat kecemasan akibat
menurun terapi oksigen
9. Ortopnea menurun 9. Monitor integritas mukosa hidung
10. Pernapasan pursed akibat pemasangan oksigen
11. lip menurun
12. Pernapasan cuping Terapeutik
hidung menurun
10. Bersihkan sekret pada mulut,
13. Frekuensi napas
hidung, dan trakea, jika perlu
membaik
11. Pertahankan kepatenan jalan
14. Kedalaman napas
napas
membaik
12. Siapkan dan atur peralatan
15. Ekskursi dada
pemberian oksigen
membaik
13. Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
14. Tetap berikan oksigen saat pasien
di transportasi
15. Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi

16. Ajarkan orang tua anak cara


menggunakan oksigen dirumah

Kolaborasi

17. Kolaborasi penentuan dosis


oksigen
18. Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur

3 Gangguan Tujuan :
pertukaran gas Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.01014)
berhubungan intervensi, maka
Observasi
dengan diharapkan pertukaran gas
perubahan meningkat (L.01003).
membrane Dengan kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi, irama,
alveolus-kapiler 1. Dispnea menurun kedalaman dan upaya napas
2. Bunyi napas
tambahan menurun 2. Monitor pola napas
3. Napas cuping 3. Monitor adanya produksi
hidung menurun sputum
4. PCO2 membaik
5. PO2 membaik 4. Monitor adanya sumbatan jalan
6. Takikardi membaik napas
7. Ph arteri membaik 5. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
6. Auskultasi bunyi napas
7. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik

8. Atur interval pemantauan


respirasi sesuai kondisi pasien
9. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi

10. Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
11. Informasikan hasil pemantauan
kepada orang tua pasien
4 Hipertermia Tujuan : Setelah dilakukan
berhubungan intervensi keperawatan, Observasi :
dengan proses maka termoregulasi 1. Identifikasi penyebab
penyakit membaik (L.14134) hipertermia
dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda vital
1. Menggigil menurun 3. Monitor suhu tubuh anak tiap
2. Kulit merah dua jam, jika perlu
menurun 4. Monitor intake dan output cairan
3. Kejang menurun 5. Monitor warna dan suhu kulit
4. Pucat menurun 6. Monitor komplikasi akibat
5. Takikardi menurun hipertermia
6. Takipnea menurun
7. Bradikardi menurun Terapeutik :
8. Hipoksia menurun 7. Sediakan lingkungan yang
9. Suhu tubuh dingin
membaik 8. Longgarkan atau lepaskan
10. Suhu kulit membaik pakaian
11. Tekanan darah 9. Basahi dan kipasi permukaan
membaik tubuh
10. Tingkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat
11. Berikan cairan oral
12. Ganti linen setiap hari jika
mengalami keringat berlebih
13. Lakukan pendinginan eksternal
(mis. kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen, aksila)

Edukasi :
14. Anjurkan tirah baring
15. Anjurkan memperbanyak
minum
Kolaborasi :
16. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
17. Kolaborasi pemberisn antibiotik,
jika perlu
5 Defisit nutrisi (L.030310) Status Nutrsi (I12397) Edukasi Nutrisi Bayi
berhubungan Bayi Observasi :
peningkatan Tujuan : 1. Identifikasi kesiapan dan
kebutuhan Setelah dilakukan kemampuan ibi dan pengasuh
metabolisme Tindakan menerima informasi
Keperawatan selam 2. Identifikasi kemampuan
2x7 jam diharapkan ibu atau pengasuh
STtua nutrisi bayi menyediakan nutrisi
membaik Terapeutik :
dengan kriteria hasil : 3. Sediakan materi dan media
1. Berat badan penkes
meningkat Edukasi
2. panjang badan 4. Jelaskan tanda awal rasa lapar (bayi
meningkat gelisah)
5. Anjurkan menghindari pemberian
pemanis buatan
6. Ajarkan cara memilih makanan
sesuai dengan usia bayi
6 ((D.0080) ((L.09093) Tingkat ( (I.093140) Reduksi Ansietas
Ansietas Ansietas Observasi
berhubungan Tujuan : 1. Monitor tanda-tanda ansietas
dengan krisis Setelah dilakukan 2. Identifikasi penurunan tingkat
situasional intervensi, maka energi, ketidakmampuan
diharapkan tingkat ansietas 3. berkonsentrasi
menurun. Dengan kriteria 4. Monitor respons terhadap terapi
hasil : relaksasi
1. Perilaku gelisah Teraupetik
menurun 5. Ciptakan suasana teraupetik untuk
2. Perilaku tegang menumbuhkan kepercayaan
menurun 6. Pahami situasi yang membuat
3. Diaforesis menurun ansietas
4. Konsentrasi membaik 7. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Pola tidur membaik 8. Gunakan pendekatan yang tenang
6. Frekuensi pernapasan dan meyakinkan
dan nadi membaik 9. Ciptakan lingkungan tenang dan
7. Tekanan darah tanpa gangguan
membaik 10. Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama
Edukasi
11. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
12. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7 ((D.0143) ((L.14138) Tingkat (I.14540) Pencegahan Jatuh
Resiko jatuh d.d
usia anak kurang Jatuh Observasi
dari 2 tahun Setelah dilakukan
1. Identifikasi faktor jatuh
intervensi
2. Identifikasi risiko jatuh sekali setiap
keperawatan selama shift atau sesuai dengan kebijakan
institusi
1 x 24 jam, maka
3. Identifikasi faktor lingkungan yang
tingkat jatuh
meningkatkan risiko jatuh (mis:
menurun, dengan lantai licin, penerangan kurang)
kriteria hasil: 4. Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis: fall morse
1. Jatuh dari tempat scale, humpty dumpty scale), jika
tidur menurun perlu
Terapeutik

5. Atur tempat tidur mekanis pada


posisi terendah
6. Tempatkan pasien berisiko tinggi
jatuh dekat dengan pantauan perawat
dari nurse station
IV. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang baik dengan menggambarkan kriteia hasil yang diharapkan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi (Dinarti dan Mulyani,2017).
Implementasi yang dilakukan pada penderita bronkitis adalah pemberian
fisioterapi dada dengan menggunakan teknik postural drainase, pekusi dan
vibrasi. Kemudian juga menganjurka kelarga untuk memberikan minuman
hangat kepada pasien.
V. Evaluasi keperawatan
Evaluasi atau taham penilaian meupakan tindakan perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien,
keluarga dan tenaga kesehatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien menapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada
tahap perencnaan (Sri Wahyuni,2016). Teknik penulisan SOAP menurut Zaidin
Ali (2009) adalah sebagai berikut:
a. S (Subjective) : data subjektif atau informasi didapatkan dari pasien
setelah mendapatkan tindakan, seperti saat klien menjelaskan tanda sakit
atau menyatakan keinginannya untuk mengetahui tentang pengobatan. Ada
tidaknya data sujektif dalam catatan perkembangan tergantung pada
keakutan penyakit klien.
b. O (Objective) : informasi yang didapatkan dari hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan perawat setelah tindakan. Misalnya
hasil laboratorium, pemeriksaan fisik, hasil observasi atau hasil radiologi.
c. A (Assessment) :membandingkan antara informasi subjektif dengan
informasi objektif dengan tujuan dan kriteria hasil yang kemudian dapat
ditarik kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah teratasi sbagian atau
masalah tidak teratasi.
d. P (planning) : perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang
dilakukan olrh tenaga kesehatan. Rencana dapat meliputi instruksi untuk
mengatasi masalah klien, pendidikan klien bagi individu atau keluarga dan
tujuan asuhan. Rencana yang terdengan dalam evaluasi atau catatan SOAP
dibandinngkan dengan rencana pada catatan terdahulu, kemudian dapat
ditarik keputusan untuk merevisi, memodifikasi atau meneruskan tindakan
yang lalu.
e. Rencana tindak lanjut dapat berupa : rencana diteruskan apabila masalah
tidak berubah, rencana dimodifikasi apabila masalah tetap dan semua
tindakan telah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan, rencana
dibatalkan apabila muncul masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada serta diagnose lama dibatalkan, rencana atau diagnose
selesai ika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah memelihara
dan mempertahankan kondisi yang baru (Hermanus, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Anita Yulia, (2019) Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi
Oksigen

dan Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma Jurusan Keperawatan, Poltekkes


Kemenkes Bengkulu, Indonesia

Dinarti, Mulyani. 2015. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta Selatan: pusdik SDM

kesehatan.

Hermanus MZ.,Arwan. (2015). Riset kesehatan. Yogyakarta:Ombak.

Muttaqin.,Arif.2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Imunologi. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA Internasional. (2015). Jakarta : EGC

Rukiyah, Yulianti. 2012. Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : CV. Trans Info

Media

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Udjianti, W.J, (2010). Keperawatan Kardivaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Wijaya,A,S & Putri. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:

Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai