Skills Lab Blok 7 2023-2024
Skills Lab Blok 7 2023-2024
TIM BLOK 7
SISTEM THT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH PURWOKERTO
2023-2024
STRUKTUR ORGANISASI
BLOK 7
SISTEM THT
Koordinator Kurikulum
dr. Anis Kusumawati, M.Sc, M. Med. Ed
Koordinator Blok
dr.M. Nurrizki Haitamy, Sp.T.H.T.B.K.L
TIM BLOK 7
SISTEM THT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2023-2024
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... 4
TRANSILUMINASI ........................................................................ 28
PENGECAPAN ................................................................................ 35
KATA PENGANTAR
Blok ini mempelajari berbagai aspek klinik yang berhubungan dengan sistem
THT yang terdiri dan 5 skenario yang membahas tentang penyakit pada telinga,
hidung dan tenggorokan. Kuliah pakar, tutorial, skills lab, dan praktikum
merupakan metode yang digunakan untuk memahami Blok ini.
Untuk menunjang pembelajaran pada blok ini dan sesuai dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia, maka diwajibkan seluruh mahasiswa dapat
melakukan ketrampilan klinis/ skill’s lab dengan baik, benar dan terampil. Hal ini
berguna saat berada di kepaniteraan klinik dan saat menjadi seorang dokter.
Ketrampilan klinis akan diujikan kembali saat pelaksanaan OSCE di tiap
semester. Hal ini bertujuan agar ketrampilan /skills yang sudah didapat bisa
dipraktekkan.
Diharapkan kepada mahasiswa untuk memahami sistem THT ini dengan baik
sehingga dapat menunjukkan kompetensi yang baik di masa yang akan datang.
(MAE)
OTOSKOPI MEMBRAN TIMPANI 4A
MENGGUNAKAN LAMPU KEPALA 4A
PEMERIKSAAN PENDENGARAN 4A
ANAK-ANAK
OTOSCOPY PNEUMATIC 2
TES PENDENGARAN, BERBISIK, 4A FAAL
GARPUTALA (WEBER, RINNE,
SCHWABACH)
INTERPRETASI AUDIOMETRI 3 RS PENDIDIKAN/
INTERPRETASI TIMPANOMETRI 2 KULIAH
PEMERIKSAAN VESTIBULAR 4A BLOK NEUROLOGI
SEDERHANA
TES EWING 2 TIDAK TERSEDIA
PALPASI ZYGOMA, MAKSILA, NASAL 3 BLOK ENDOKRIN
MANDIBULA
INSPEKSI BENTUK DAN LUBANG 4A SKILL 3
HIDUNG
PENILAIAN OBSTRUKSI HIDUNG 4A
INDRA PENGHINDU
RINOSKOPI ANTERIOR 4A
UJI PENGHINDU 4A BLOK NEUROLOGI
TRANSILUMINASI SINUS FRONTAL & 4A SKILL 4
MAKSILA
NASOFARINGOSKOPI 2 RS PENDIDIKAN/
KULIAH
USG SINUS 1 RADIOLOGI
RADIOLOGI SINUS 2
INTERPRETASI RADIOLOGI SINUS 3
PENILAIAN PENGECAPAN 4A SKILL 5
PENGECAP
INDRA
INSPEKSI TONSIL 4A
PEMERIKSAAN OROFARING 4A
PEMERIKSAAN FISIK
B. TERAPEUTIK
SUB KETERAMPILAN TINGKAT KETERANGAN
MANUVER VALSAVA 4A FAAL
PENGHINDU & PENGECAP
INDERA PEMDEMGARAN
KULIAH
KRIKOTIROIDEKTOMI 3
PENJADWALAN 2023
• Pertemuan pertama : Skill Lab Topik 1
• Pertemuan kedua : Skill Lab Topik 2 dan 4
• Pertemuan ketiga : Skill Lab Topik 3
• Pertemuan keempat : Skill Lab Topik 5
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu kelainan Telinga Hidung Tenggorok
(THT) diperlukan kemampuan dan keterampilan dalam melakukan anamnesis dan
pemeriksaan organ – organ tersebut.
A. TELINGA
Secara anatomi, telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi
oleh telinga luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi
getaran tersebut melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang
telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam dan di proyeksikan pada
membran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf 13ction13ium, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorium sampai ke korteks
pendengaran.
Keluhan utama yang sering muncul pada hidung antara lain pilek atau
keluarnya sekret dari hidung (rinorhoe), bersin-bersin (sneezing), hidung
berdarah (epistaksis), hidung tersumbat, benda asing dalam hidung (Corpus
allineum), hidung berbau, dan suara sengau.
Rhinorrhea mengacu pada pengeluaran sekret dari dalam hidung dan
keadaan ini sering berkaitan dengan kongesti nasal yang merupakan perasaan
tersumbat atau obstruksi dalam hidung. Semua gejala tersebut sering disertai
dengan bersin-bersin, mata berat, serta rasa tidak nyaman dalam tenggorok
disertai dengan rasa gatal pada mata, hidung dan tenggorok. Epistaksis atau
mimisan berarti perdarahan dari dalam hidung. Biasanya darah berasal dari
hidung sendiri kendati dapat pula mengalir dari sinus paranasalis atau
nasofaring.
C. TENGGOROK
Tenggorok dibagi atas menjadi faring dan laring. Fungsi faring terutama
untuk respirasi, proses menelan, resonansi suara dan artikulasi. Laring
merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Fungsi laring
adalah untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fondasi.
Gambar 3. Bagian dari Faring dan Laring
Keluhan yang dapat ditemui pada penyakit tenggorok antara lain, batuk,
tenggorok kering atau berlendir, nyeri saat menelan (odynophagia), benjolan di
leher, sulit menelan (dysphagia), suara sengau (rhinolalia), suara serak
(hoarsness), benda asing di tenggorok, amandel (tonsilitis), dan bau mulut
(halithosis). Suara parau mengacu pada perubahan kualitas suara berupa serak,
berat dan kasar (hoarsness). Nada suara mungkin lebih rendah daripada
sebelumnya. Biasanya suara parau timbul dari penyakit laring, namun dapat
terjadi sebagai lesi di luar daerah laring yang menekan nervus laringeus.
PEMERIKSAAN THT
Alat dan Bahan :
1. Lampu Kepala
2. Spatel lidah
3. Spekulum hidung
4. Corong telinga
5. Bayonet
6. TRansiluminator
7. Forcep Alligator
Gambar 4. Alat-alat yang dipergunakan pada pemeriksaan THT
Pemakaian seruminolitik :
- Pemberian seruminolitik 1-30 menit sebelumnya dapat meningkatkan
efektivitas tindakan sampai 90%.
- Seruminolitik yang paling efektif dan sederhana adalah garam
fisiologis.
- Bila serumen sangat kering dan keras, berikan seruminolitik 2-3 hari
sebelum dilakukan pengambilan serumen. Seruminolitik diteeskan 2-3
kali sehari.
- Bila pasien menggunakan alat bantu dengar, setelah meneteskan
seruminolitik, jangan langsung memakai kembali alat bantu
dengarnya, biarkan liang telinga mengering lebih dahulu.
- Teknik :
1. Pastikan penerangan cukup, lampu diarahkan ke liang telinga
pasien.
2. Ujung syringe harus tumpul.
3. Cairan irigasi yang digunakan harus mempunyai suhu seperti
suhu badan (untuk mencegah stimulasi aparatus vestibular)
4. Lindungi baju pasien dengan handuk atau plastik. Minta pasien
untuk memegangi mangkuk bengkok di bawah daun telinganya.
5. Pasien diminta untuk sedikit menundukkan kepala. Daun telinga
(pinna) ditarik ke atas dan ke belakang supaya analis auditorium
eksternus lurus dan bagian dalam kanal terlihat jelas.
6. Cairan irigasi yang sudah dihangatkan (suhu 37 – 380C) diaspirasi
ke dalam syringe, tempatkan mulut syringe tepat di luar meatus
auditorius eksternus dan diarahkan ke atap liang telinga.
7. Air disemprotkan perlahan ke arah dinding/atap kanal bagian
posterior superior (jangan menyemprotkan ke arah membran
timpani, karena justru akan makin mendorong serumen masuk
lebih dalam).
8. Aliran air di antara membran timpani dan serumen akan
mendorong serumen keluar.
9. Bila belum berhasil, lakukan sekali lagi. Bila tetap belum
berhasil, lakukan pretrearment dengan seruminolitik selama 2-3
hari lebih dahulu, kemudian ulangi irigasi.
10. Hentikan bila pasien mengeluh nyeri, pusing atau mual.
11. Sebaiknya prosedur dilakukan secara lembut tapi cepat (dalam 2
menit)
12. Setelah serumen keluar, keringkan liang telinga menggunakan
kapas bertangkai, kemudian lakukan inspeksi untuk mencari
kemungkinan abrasi kulit liang telinga.
13. Jika perlu, tutup liang telinga dengan bola kapas untuk menyerap
air yang masih tersisa.
Kontraindikasi irigasi antara lain trauma, benda asing dalam
kanalis auditorium eksternus, vertigo, perforasi membran timpani, otitis
eksterna, otitis media, riwayat operasi, riwayat radioterapi telinga tengah/
mastoid, dan terdapat ganguan pendengaran di telinga kontralateral.
2. Tes Pendengaran
a. Pemeriksaan Garputala
1) Tes Rinne
Tes Rinne berguna untuk membandingkan hantaran udara dan
hantaran tulang, sehingga membantu menegakkan diagnosis tuli
hantaran (conductive haring loss). Hal yang dilakukan untuk menilai
hantaran udara, ujung lengan panjang garpu tala yang sudah
digetarkan di pasang 1 inchi di depan meatus auditorius eksternus.
Setelah itu, tanyakan kepada pasien apabila sudah tidak mendengar
bunyi garputala tersebut, maka garputala dipindah ke prosessus
mastoidea. Kemudian, prosedur diatas dibalik. Pemeriksaan dimulai
dengan menaruh garputala yang telah bergetar dari prosessus
mastoidea ke depan meatus auditorium eksternus.
Interpretasi hasil :
Tes Rinne positif, bila suara konduksi udara lebih keras dibandingkan
konduksi tulang yang artinya tidak ada tuli hantaran. Sedangkan tes
Rinne negatif, bila suara konduksi tulang lebih keras menyatakan
bahwa terdapat adanya tuli hantaran atau tuli sensorineural total (suara
garpu tala di transmisikan melalui konduksi tulang tengkorak dan
diterima oleh telinga kontralateral – tes Rinne fase negatif).
2) Tes Webber
Tes Webber dilakukan setelah tes Rinne, bertujuan untuk
membedakan tuli hantaran dan tuli sensorineural. Caranya adalah
dengan meletakkan garputala yang sudah digetarkan di verteks atau di
tengah dahi. Pasien ditanya “suara terdengar sama keras atau lebih
keras di satu sisi (kiri atau kanan)”.
Interpretasi hasil :
Suara terdengar sama keras di telinga kiri dan kanan artinya tidak ada
lateralisasi atau normal. Suara terdengar lebih keras di satu sisi berarti
terdapat lateralisasi. Jika lateralisasi ke arah telinga yang terganggu
menandakan adanya tuli hantaran. Jika lateralisasi ke arah telinga yang
kontralateral (telinga sehat) berarti mengiakan adanya tuli sensorineural.
3) Tes Schwabach
Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa
yang pendengarannya normal. Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan
pada processus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Bila pemeriksa dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar lagi pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya yaitu penala diletakkan pada processus mastoideus pemeriksa lebih
dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama mendengarnya
disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.
c. Manuver Valsava
Manuver Valsava adalah pembuangan napas paksa dengan menutup bibir
dan hidung untuk mendesak udara masuk ke telinga dalam ketika saluran
Eustachi terbuka. Manuver Valsava dengan sedikit modifikasi dapat juga
digunakan untuk menguji fungsi jantung dan kontrol saraf otonom jantung
atau untuk menyamakan tekanan di dalam telinga ketika terjadi perbedaan
tekanan pada olah raga selam dan dirgantara.
Manuver Valsava terdiri dari 4 fase:
- Kenaikan tekanan inisial
- Pengembalian darah vena yang tereduksi dan kompensasi
- Pelepasan tekanan
- Keluaran jantung kembali normal
Untuk menyamakan tekanan di dalam telinga, dapat juga dilakukan dengan cara
menguap. Menguap lebih aman dilakukan dibandingkan manuver Valsava.
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan dengan tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna
Instruktur,
(...............................................)
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN 2
PEMBERSIHAN TELINGA (MAE)
Nama :
NIM :
No. Keterampilan yang Di nilai Skor
0 1 2
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri
2. menanyakan identitas pasien, menjelaskan tentang tindakan
yang dilakukan, Mengucapkan Bismilah
3. Persiapkan alat : Headlamp, mangkuk bengkok
Obat : tetes telinga seruminolitik, tetes telinga antibiotik
4. Cuci Tangan Teknik WHO dan gunakan sarung tangan
5. Melakukan inspeksi telinga menggunakan headlamp, pastikan
penerangan cukup, lampu diarahkan ke liang telinga dan
melaporkan hasil
Nilai : adakah kelainan dari struktur telinga, ukuran lubang telinga, ada
tidaknya cairan yang keluar dari telinga, ada tidaknya bekas luka operasi,
adakah serumen atau tidak, adakah benda asing atau tidak, adakah luka
6. Serumen keras dilunakan terlebih dahulu atau Benda asing
berupa serangga dibunuh terlebih dahulu dengan menggunakan
air hangat, atau minyak kelapa, atau cairan seruminolitik, atau
obat tetes telinga lain.
7. Bila serangga sudah mati atau benda asing lain organik maupun
non organik atau serumen, maka dapat diambil dengan
menggunakan forcep telinga (Forcep alligator) atau cungkit
telinga atau suction atau irigasi air hangat
8. Nilai kembali kondisi MAE dan bersihkan kembali jika
diperlukan.
9. Lakukan pemasangan tampon telinga dengan pinset telinga jika
terdapat perdarahan hingga perdarahan teratasi
10. Bereskan alat dan mengucapkan Alhamdulillah.
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan dengan tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna
Nilai : Jumlah x 100% = ................................
20 Instruktur,
(...............................................)
3. Pemeriksaan Indra Penciuman
a. Menggunakan cermin dan lampu kepala
b. Inspeksi Hidung dan lubang hidung, penilaian obstruksi hidung
c. Rinoskop anterior
- Lakukan tamponade selama kurang lebih 5 menit dengan kapas yang
dibasahi larutan lidokain 2% dan efedrin
- Angkat tampon hidung
- Lakukan inspeksi, mulai dari : cuping hidung (vestibulum nasi), bangunan
di rongga hidung, meatus nasi Inferior : normal/ tidak, konka inferior :
normal/ tidak, meatus nasi medius : normal/ tidak, konkaf medius : normal/
tidak, keadaan septa nasi : normal/ tidak adakah deviasi septum?, keadaan
rongga hidung (normal/ tidak, sempit/ lebar, ada pertumbuhan abnormal
seperti polip, tumor, ada benda asing/ tidak, berbau/ tidak), adakah discharge
dalam rongga hidung, bila ada bagaimana deskripsi discharge (banyak/
sedikit, jernih, mucous, purulen, warna discharge, apakah berbau).
(...............................................)
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN 4
PEMERIKSAAN SINUS
(TRANSILUMINASI)
Nama : .......................................................................................................
NIM : .......................................................................................................
SKOR
NO. KETERAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri
2. Menanyakan identitas pasien, menjelaskan tentang tindakan yang
dilakukan, Mengucapkan Bismilah, cuci tangan
3. Melakukan pemeriksaan pada sinus
- Inspeksi
- Palpasi : apakah ada nyeri tekan atau tidak
- Perkusi
4. Persiapkan ruangan yang gelap dan persiapkan alat
5. Lakukan pemeriksaan transiluminasi pada sinus frontalis yaitu kita
menyinari dan menekan lantai sinus frontalis ke mediosuperior.
Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri.
Hasilnya sinus frontalis normal bilamana dinding depan sinus frontalis
tampak terang.
6. Lakukan pemeriksaan transiluminasi pada sinus maksilaris yaitu
Mulut pasien kita minta dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada
margo inferior orbita ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke
depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus maksilaris normal
bilamana palatum durum homolateral berwarna terang.
7. Membuat kesimpulan hasil yang didapat
8. Bereskan alat dan mengucapkan Alhamdulillah.
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan dengan tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna
Nilai : Jumlah x 100% = ................................
16 Instruktur,
(...............................................)
4. Penilaian Pengecapan
Pemeriksaan indera pengecapan dibutuhkan beberapa zat untuk mewakili empat
rasa utama yaitu manis, asin, asam, pahit. Zat tersebut dapat memiliki rasa :
- gula, untuk rasa manis
- garam meja, untuk rasa asin
- cuka, untuk rasa asam
- kinine, untuk rasa pahit.
Langkah pertama yang dilakukan adalah meminta penderita untuk
menjulurkan lidah. Bila perlu gunakan kasa steril untuk memegang ujung lidah
penderita. Kemudian teteskan zat atau larutan yang telah disiapkan pada tepi lateral
dua pertiga anterior lidah. Minta penderita untuk mengidentifikasi rasa yang
diteteskan. Setelah teridentifikasi rasa, sebaiknya kita berikan penderita untuk
berkumur dengan sebentar, kemudian lanjutkan dengan larutan berikutnya.
Identifikasi dari rasa lidah yang normal, dibandingkan bagian lidah kanan dan kiri.
Pemeriksaan Mulut
Inspeksi dan Palpasi
1. Amati bibir, untuk mengetahui kelainan konginetal ( labioseisis,
palatoseisis, atau labiopalatoseisis ), warna bibir pucat, atau merah, adakah
lesi dan massa.
2. Membuka mulut : Amati gigi, gusi, dan lidah, adakah caries, kotoran,
kelengkapan, gigi palsu, gingivitis,warna lidah, perdarahan dan abses. Nilai
apakah lidah mencong ke kanan atau ke kiri atau tepat pada tempatnya,
dengan menjulurkan lidah.
3. Amati rongga mulut, bau mulut, uvula simetris atau tidak
Gambar. Dinding Posterior Faring Gambar. Palatum Molle dan Palatum Durum
6. Nilai keadaan palatum. Palatum dalam mulut ada 2 yaitu palatum drum yang
melekat pada tulang yang berfungsi dalam proses mengunyah dan palatum
molle merupakan bagian yang bebas bergerak karena terdiri dari otot yang
berfungsi dalam proses menelan makanan.
Nilai : adakah palatum Bombans (+) atau (-), kelainan pada palatum, massa
atau tidak, adakah paresis pada palatum molle atau tidak. Cara menilai :
➢ Normal
- saat istirahat : uvula menunjuk ke bawah, konkavitas palatum mole
simetris
- ucapkan “aa, ee” : bergerak-gerak, tetap simetris
➢ Paresis Bilateral
- istirahat : seperti normal
- ucapkan “aaa, eee” : mungkin uvula sedikit bergerak
➢ Paresis unilateral
- istirahat : seperti normal
- ucapkan “aaa, eee” : palatum mole terangkat ke sisi sehat, uvula
miring, menunjuk ke sisi sehat, konkavitas asimetris → tumor
nasofaring, paresa N. X
7. Perhatikan suara klien ada perubahan atau tidak
8. Perhatikan adakah lendir dan benda asing atau tidak
(...............................................)
DAFTAR PUSTAKA