Anda di halaman 1dari 48

BUKU PANDUAN SKILL’S LAB

SISTEM THT (TELINGA HIDUNG TENGGOROK)


BLOK 7

TIM BLOK 7
SISTEM THT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH PURWOKERTO
2023-2024
STRUKTUR ORGANISASI
BLOK 7
SISTEM THT

Koordinator Kurikulum
dr. Anis Kusumawati, M.Sc, M. Med. Ed

Koordinator Blok
dr.M. Nurrizki Haitamy, Sp.T.H.T.B.K.L

TIM BLOK 7
SISTEM THT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2023-2024
DAFTAR ISI

Halaman Cover ..................................................................................................... 1

Struktur Organisasi ............................................................................................... 2

Daftar Isi ............................................................................................................... 3

Kata Pengantar...................................................................................................... 4

Petunjuk Teknis Pelaksanaan ............................................................................... 5

Tata Tertib Skills Lab ........................................................................................... 6

SKILL I PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN TELINGA .... 9

SKILL II PEMBERSIHAN MAE........................... ......................................... 10

SKILL III PENILAIAN KETERAMPILAN RHINOSKOPI ANTERIOR ...... 22

SKILL IV PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN

TRANSILUMINASI ........................................................................ 28

SKILL V PENILAIAN KETERAMPILAN TONSIL DAN INDERA

PENGECAPAN ................................................................................ 35
KATA PENGANTAR

Blok ini mempelajari berbagai aspek klinik yang berhubungan dengan sistem
THT yang terdiri dan 5 skenario yang membahas tentang penyakit pada telinga,
hidung dan tenggorokan. Kuliah pakar, tutorial, skills lab, dan praktikum
merupakan metode yang digunakan untuk memahami Blok ini.
Untuk menunjang pembelajaran pada blok ini dan sesuai dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia, maka diwajibkan seluruh mahasiswa dapat
melakukan ketrampilan klinis/ skill’s lab dengan baik, benar dan terampil. Hal ini
berguna saat berada di kepaniteraan klinik dan saat menjadi seorang dokter.
Ketrampilan klinis akan diujikan kembali saat pelaksanaan OSCE di tiap
semester. Hal ini bertujuan agar ketrampilan /skills yang sudah didapat bisa
dipraktekkan.
Diharapkan kepada mahasiswa untuk memahami sistem THT ini dengan baik
sehingga dapat menunjukkan kompetensi yang baik di masa yang akan datang.

Purwokerto, September 2023


Penanggung Jawab Blok 7

dr. M. Nurrizki Haitamy, Sp. T.H.T.B.K.L.


PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN

Petunjuk tekhnis pelaksanaan skill’s lab :


1. Skill’s dibagi menjadi 2x pertemuan yaitu sesi terbimbing dan sesi responsi.
2. Pada pertemuan pertama, mahasiswa melakukan pretest selama 10 menit
sebagai persiapan skill’s lab.
3. Satu mahasiswa melakukan role play dengan instruktur atau dengan mahasiswa
yang lain atau mencoba ketrampilan yang sedang diajarkan
4. Seluruh mahasiswa mencoba skills sesuai dengan topik yang sudah ditetapkan.
5. Pada pertemuan kedua, yaitu sesi responsi, mahasiswa diuji oleh instruktur
mengenai skill yang telah diajarkan di pertemuan sebelumnya dan dinilai
(responsi).
6. Nilai ujian skill mingguan (responsi) harus lulus dengan nilai minimal 70, bila
tdk lulus mahasiswa wajib melakukan ujian skill remidial dengan instruktur
yang bersangkutan sebelum topik berikutnya berlangsung.
7. Penilaian akan dilakukan kembali saat pelaksanaan ujian OSCE di akhir
semester dan OSCE kompre di akhir tahun ke 4.
TATA TERTIB SKILL’S LAB

A. Ketentuan umum bagi seluruh mahasiswa/ peserta adalah sebagai berikut :


1. Mahasiswa wajib hadir di Ruang Skills Lab 15 menit sebelum waktu skills
lab. Terlambat lebih dari 15 menit dilarang mengikuti skills lab.
2. Apabila ada yang tidak hadir, harus memperoleh izin dari instruktur yang
mengampu. Apabila sakit harus dibuktikan dengan surat keterangan sakit
dari dokter maximal 1x 24 jam (untuk dilampirkan pada daftar presensi
mahasiswa). Presentase presensi yang boleh mengikuti ujian minimal dengan
kehadiran 100%.
3. Mahasiswa yang berhalangan hadir karena sebab yang dapat dimaklumi
(sakit dibuktikan dengan surat keterangan dokter max 1x24 jam, orang tua/
kerabat dekat meninggal dunia, tugas Fakultas/ Universitas dibuktikan
dengan surat tugas) wajib mengganti di hari lain dengan berkoordinasi
dengan instruktur yang bersangkutan.
4. Mahasiswa wajib memakai jas skills lab, dilengkapi dengan tanda pengenal,
memakai dan melepaskan jas skills lab harus diluar ruangan.
5. Mahasiswa wajib memakai sepatu selama skills lab, berpakaian rapi, sopan
dan menutup aurat.
6. Dilarang menyalahgunakan pemanfaatan fasilitas yang telah tersedia.
7. Menjaga ketenangan, ketertiban dan kebersihan.
8. Mahasiswa pria berambut pendek disisir rapi dan perempuan mengenakan
jilbab.
9. Tidak diperkenankan menggunakan handphone atau alat komunikasi selama
pelaksanaan skills lab, handphone atau alat komunikasi lain harap dimatikan.
10. Wajib membawa buku panduan Skills Lab dan menguasai materi (topik
keterampilan) yang akan diajarkan.
11. Memperhatikan serta melaksanakan instruksi dan pelatihan yang diberikan
oleh instruktur.
12. Jika menggunakan Ruang Skills Lab secara mandiri, harus dengan izin
terlebih dahulu dengan Laboran skills lab.
13. Mahasiswa wajib mengikuti pretest sebelum kegiatan skills lab sesi
terbimbing berlangsung
14. Mahasiswa yang tidak lulus pretes (nilai <70) tetap diperbolehkan mengikuti
sesi terbimbing, dengan konsekuensi diberikan tugas tambahan oleh
instruktur yang bersangkutan.
15. Mahasiswa yang tidak lulus responsi wajib mengikuti remidi responsi
dengan instruktur yang bersangkutan setelah sesi responsi selesai/ di lain hari
sebelum topik berikutnya berlangsung, dengan nilai maksimal 70.
B. Ketentuan Selama Skills lab :
1. Mahasiswa wajib menjaga attitude, ketertiban, ketenangan dan kebersihan di
Ruang Skills Lab.
2. Mahasiswa wajib berperilaku sopan, santun dan saling menghargai antara
Mahasiswa dengan Mahasiswa, Mahasiswa dengan dosen, Mahasiswa
dengan Laboran Skills Lab.
3. Mahasiswa dilarang merokok, makan dan minum selama melaksanakan
kegiatan di area skills lab.
4. Tiap kelompok bergiliran mempelajari tindakan Skills Lab secara
berkelompok dengan alokasi waktu yang telah disepakati.
5. Mahasiswa mendapat bimbingan dari asisten dosen yang bertugas pada
tindakan Skills Lab yang bersangkutan.
C. Alat
1. Perwakilan masing – masing kelompok mahasiswa (maksimal 3 orang)
berkoordinasi dengan laboran skills lab dalam hal peminjaman ruangan dan
alat – alat skills lab 30 menit sebelum skills lab dilaksanakan, mengisi form
peminjaman alat dan bertanggung jawab terhadap ruangan dan alat – alat
yang akan digunakan.
2. Sebelum pelaksanaan Skills Lab, alat disusun di meja praktik sesuai dengan
keterampilan yang akan dipraktikan, minimal 15 menit sebelum praktik
dimulai.
3. Pemakaian ruang skills lab harus hati- hati dalam mengoperasikan alat- alat
dan manekin, kerusakan/ hilang ditanggung pemakai (kelompok) dengan
konsekuensi mengganti sesuai alat yang rusak/ hilang.
4. Pemakaian ruang skills lab harus seijin laboran skills lab (terutama praktik
mandiri) dan atau di dampingi instruktur/ pendamping.
5. Setelah selesai menggunakan ruang skills lab, alat-alat dan manekin serta
tempat tidur harap dibersihkan dan dirapikan.
6. Setelah selesai melaksanakan Skills Lab, alat – alat skills lab diserahkan
kepada Laboran skills lab dalam keadaan sudah bersih dan mengisi form
pengembalian alat dan bahan skills lab.
7. Jika terlambat mengembalikan maksimal 30 menit setelah skills lab selesai,
dikenakan denda Rp. 5000/item alat.
8. Jika hilang/ rusak mahasiswa (kelompok ) tersebut wajib mengganti barang/
alat sesuai jenis alat yang dihilangkan.
CLINICAL SKILLS
PETA KETERAMPILAN KLINIS THT (SKDI 2019)
A. DIAGNOSTIK
SUB KETERAMPILAN TINGKAT KETERANGAN
INSPEKSI AURIKULAR & OTOSKOPI 4A SKILL 1
MEATUS AKUSTIKUS EKSTERNUS
INDRA PENDENGARAN KESEIMBANGAN

(MAE)
OTOSKOPI MEMBRAN TIMPANI 4A
MENGGUNAKAN LAMPU KEPALA 4A
PEMERIKSAAN PENDENGARAN 4A
ANAK-ANAK
OTOSCOPY PNEUMATIC 2
TES PENDENGARAN, BERBISIK, 4A FAAL
GARPUTALA (WEBER, RINNE,
SCHWABACH)
INTERPRETASI AUDIOMETRI 3 RS PENDIDIKAN/
INTERPRETASI TIMPANOMETRI 2 KULIAH
PEMERIKSAAN VESTIBULAR 4A BLOK NEUROLOGI
SEDERHANA
TES EWING 2 TIDAK TERSEDIA
PALPASI ZYGOMA, MAKSILA, NASAL 3 BLOK ENDOKRIN
MANDIBULA
INSPEKSI BENTUK DAN LUBANG 4A SKILL 3
HIDUNG
PENILAIAN OBSTRUKSI HIDUNG 4A
INDRA PENGHINDU

RINOSKOPI ANTERIOR 4A
UJI PENGHINDU 4A BLOK NEUROLOGI
TRANSILUMINASI SINUS FRONTAL & 4A SKILL 4
MAKSILA
NASOFARINGOSKOPI 2 RS PENDIDIKAN/
KULIAH
USG SINUS 1 RADIOLOGI
RADIOLOGI SINUS 2
INTERPRETASI RADIOLOGI SINUS 3
PENILAIAN PENGECAPAN 4A SKILL 5
PENGECAP
INDRA

INSPEKSI BIBIR DAN KAVITAS ORAL 4A


G.I.

INSPEKSI TONSIL 4A
PEMERIKSAAN OROFARING 4A
PEMERIKSAAN FISIK

INSPEKSI LEHER 4A BLOK ENDOKRIN


PALPSI KELENJAR LUDAH, KGB 4A
RESPIRASI

LEHER, KELENJAR TIROID


RHINOSKOPI POSTERIOR 3 KULIAH/
LARINGOSKOPI INDIREK 4A
RS PENDIDIKAN
LARINGOSKOPI DIREK 3
RINOFARINGOLARINGOSKOPI 4A
USAP TENGGOROKAN 4A BLOK DIGESTIF
DIAGNOSTIK
RESPIRASI

B. TERAPEUTIK
SUB KETERAMPILAN TINGKAT KETERANGAN
MANUVER VALSAVA 4A FAAL
PENGHINDU & PENGECAP

INDERA PEMDEMGARAN

MANUVER POLITZER 2 KULIAH


KESEIMBANGAN,

PEMBERSIHAN MAE 4A SKILL 2


PENGAMBILAN SERUMEN 4A
PENGAMBILAN BENDA ASING 4A
TELINGA
PEMASANGAN TAMPON TELINGA 4A KURANG VIDEO
INSERSI GROMMET TUBE 1
MENYESUAIKAN ALAT BANTU 2 RS PENDIDIKAN/
DENGAR KULIAH
PARASENTESIS 2
3
PEMASANGAN TAMPON POSTERIOR
BILAS SINUS 2
ANTROSKOPI 1
PENGAMBILAN BENDA ASING 4A SKILL 3
HIDUNG
MENGHENTIKAN PERDARAHAN 4A
HIDUNG ANTERIOR KURANG VIDEO
TRAKEOSTOMI 3 RS PENDIDIKAN/
RESPIRASI

KULIAH
KRIKOTIROIDEKTOMI 3

TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM


1. Melakukan pemeriksaan fisik telinga dengan benar
2. Melakukan Skill teraupetik pada telinga dengan benar
3. Melakukan pemeriksaan fisik hidung dengan benar
a. Melakukan pemeriksaan Rhinoskopi Anterior untuk hidung
b. Melakukan pemeriksaan Transiluminasi untuk sinus
4. Melakukan pemeriksaan fisik tenggorok dengan benar

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Mahasiswa mampu melakukan:
a. Penilaian hasil pemeriksaan fisik pada telinga :
i. Inspeksi pada kedua telinga dan penggunaan lampu kepala
ii. Palpasi pada kedua telinga
iii. Penilaian meatus aurikula eksterna dengan menggunakan otoskop
iv. Penilaian membran timpani dengan menggunakan otoskop dan penmatik
otoskop
v. Pemeriksaan pendengaran anak-anak
vi. Interpretasi audiometri dan timpanometri

b. Penilaian Keterampilan Teraupetik pada Telinga


i. Inspeksi pada kedua telinga (penggunaan lampu kepala dan otoskop)
ii. Melakukan pembersihan saluran telinga (usap, irigasi dan alat)
iii. Melakukan pengambilan serumen
iv. Pengambilan benda asing di telinga berupa hewan, benda organik dan an organik
v. Pemberian obat tetes telinga
vi. Pemasangan tampon telinga

c. Penilaian hasil pemeriksaan fisik pada hidung


i. Melakukan inspeksi pada hidung
ii. Melakukan palpasi pada hidung
iii. Melakukan penilaian obstruki hidung
iv. Melakukan rhinoskopi anterior
v. Melakukan pengambilan benda asing hidung
vi. Melakukan tamponade pada hidung

d. Penilaian hasil pemeriksaan fisik sinus


i. Melakukan inspeksi pada sinus
ii. Melakukan palpasi pada sinus
iii. Melakukan penilaian sinus dengan menggunakan transiluminasi

e. Penilaian hasil pemeriksaan fisik pada tenggorokan


i. Melakukan inspeksi pada bibir kavum oris dan orofaring
ii. Melakukan inspeksi pada tonsil dan hasil penilaian pada tonsil
iii. Melakukan penilaian terhadap indera pengecapan

PENJADWALAN 2023
• Pertemuan pertama : Skill Lab Topik 1
• Pertemuan kedua : Skill Lab Topik 2 dan 4
• Pertemuan ketiga : Skill Lab Topik 3
• Pertemuan keempat : Skill Lab Topik 5
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu kelainan Telinga Hidung Tenggorok
(THT) diperlukan kemampuan dan keterampilan dalam melakukan anamnesis dan
pemeriksaan organ – organ tersebut.

A. TELINGA
Secara anatomi, telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi
oleh telinga luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi
getaran tersebut melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang
telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam dan di proyeksikan pada
membran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf 13ction13ium, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorium sampai ke korteks
pendengaran.

Gambar 1. Telinga Luar, Telinga Tengah dan Telinga Dalam


Anamnesis untuk telinga sedikitnya menanyakan tentang gangguan
pendengaran, kebisingan dalam kepala, pusing, sekret telinga dan nyeri telinga.
Bila menemui salah satu keluhan tersebut, maka perlu menggali keluhan
sebagai berikut :
1. Gangguan pendengaran
Gangguan pada telinga dapat terjadi pada satu ataupun kedua telinga yang
dapat timbul secara tiba-tiba ataupun bertambah secara bertahap. Perlu
ditanyakan pula adanya riwayat trauma (trauma kepala, trauma akustik).
Selain itu, gangguan pendengaran dapat timbul akibat adanya infeksi
(parotitis, influenza berat dan meningitis) atau sebagai efek samping dari
pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik. Perlu diketahui ada atau
tidaknya riwayat gangguan pendengaran pada keluarga. Bila gangguan
pendengaran diderita sejak bayi biasanya disertai gangguan bicara dan
komunikasi.
2. Tuli (deafness)
3. Pusing yang berputar (vertigo)
4. Rasa nyeri di telinga (otalgia)
5. Keluar cairan dari telinga (otore)
6. Benda asing dalam telinga (Corpus alienum)
7. Telinga Gatal (itching)
Pertanyaan pembuka tentang telinga adalah di awali dengan gangguan
pendengaran. Contoh pertanyaan tersebut adalah “Bagaimana pendengaran
Anda?” atau “Apakah Anda pernah mengalami permasalahan dengan telinga
Anda?”. Jika pasien tersebut pernah mengalami gangguan pendengaran,
ditanyakan lebih lanjut “Apakah gangguan tersebut mengenai salah satu atau
kedua telinga?”; “Apakah gangguannya dimulai secara mendadak ataukah
berangsur-angsur?”; “Apakah ada keluhan atau gejala lain yang menyertai?”.
Keluhan yang menyertai gangguan pendengaran, seperti nyeri telinga atau
vertigo, dapat membantu Anda memeriksa keadaan yang mungkin menjadi
penyebabnya. Di samping itu, ajukan pertanyaan yang spesifik mengenai obat-
obatan yang dapat mengganggu pendengaran dan tanyakan pula tentang riwayat
pajanan dengan bunyi-bunyian yang sangat berisik. Keluhan otalgia atau nyeri
dalam telinga sering dijumpai pada kunjungan pasien di klinik. Tanyakan
tentang demam, sakit tenggorokkan, batuk, dan infeksi saluran nafas atas yang
menyertai keluhan tersebut. Tanyakan tentang sekret yang keluar dari dalam
telinga, khususnya bila disertai nyeri telinga atau riwayat trauma pada telinga.
Tinitus merupakan bunyi yang terdengar tanpa rangsangan dari luar,
umumnya bunyi tersebut berupa dering musikal atau bunyi berdesir atau
bergemuruh. Keluhan tinitus dapat mengenai satu atau kedua telinga. Keluhan
vertigo mengacu pada persepsi seolah-olah tubuh pasien atau lingkungannya
berputar. Tanyakan “Apakah Anda merasa lainta bergoyang-goyang?” atau
“Apakah Anda merasa seolah-olah ruangannya berputar?”. Lakukan pengecekan
apakah terdapat pemakaian obat yang mungkin menimbulkan vertigo.
B. HIDUNG
Manusia bernapas dimulai dari lubang hidung. Usaha bernapas
menghantarkan udara lewat saluran pernapasan atas dan bawah kepada alveoli
paru dalam volume, tekanan, kelembaban, suhu dan kebersihan yang cukup,
untuk menjamin satu kondisi ambilan oksigen yang optimal dan pada proses
sebaliknya, juga menjamin proses eliminasi karbon dioksida yang optimal,
yang diangkut ke alveoli lewat aliran darah.
Bulu hidung di dalam kavitas hidung berfngsi sebagai penapis debu dan
mikroorganisme dari udara yang masuk dan lapisan mukus yang
memerangkapnya. Selain itu hidung juga berfungsi sebagai organ untuk
membau karena reseptor bau terletak di mukosa bagian atas hidung. Hidung
juga membantu menghasilkan dengungan (fonasi). Pembentukan bicara
merupakan suatu proses yang kompleks, melibatkan paru-paru sebagai sumber
tenaga, laring sebagai generator suara dan struktur kepala dan leher seperti
bibir, lidah, gigi dan lain-lain sebagai artikulator untuk mengbah suara dasar
dari laring menjadi pembicaraan yang dapat dimengerti.
Gambar 2. Anatomi Hidung

Keluhan utama yang sering muncul pada hidung antara lain pilek atau
keluarnya sekret dari hidung (rinorhoe), bersin-bersin (sneezing), hidung
berdarah (epistaksis), hidung tersumbat, benda asing dalam hidung (Corpus
allineum), hidung berbau, dan suara sengau.
Rhinorrhea mengacu pada pengeluaran sekret dari dalam hidung dan
keadaan ini sering berkaitan dengan kongesti nasal yang merupakan perasaan
tersumbat atau obstruksi dalam hidung. Semua gejala tersebut sering disertai
dengan bersin-bersin, mata berat, serta rasa tidak nyaman dalam tenggorok
disertai dengan rasa gatal pada mata, hidung dan tenggorok. Epistaksis atau
mimisan berarti perdarahan dari dalam hidung. Biasanya darah berasal dari
hidung sendiri kendati dapat pula mengalir dari sinus paranasalis atau
nasofaring.
C. TENGGOROK
Tenggorok dibagi atas menjadi faring dan laring. Fungsi faring terutama
untuk respirasi, proses menelan, resonansi suara dan artikulasi. Laring
merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Fungsi laring
adalah untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fondasi.
Gambar 3. Bagian dari Faring dan Laring

Keluhan yang dapat ditemui pada penyakit tenggorok antara lain, batuk,
tenggorok kering atau berlendir, nyeri saat menelan (odynophagia), benjolan di
leher, sulit menelan (dysphagia), suara sengau (rhinolalia), suara serak
(hoarsness), benda asing di tenggorok, amandel (tonsilitis), dan bau mulut
(halithosis). Suara parau mengacu pada perubahan kualitas suara berupa serak,
berat dan kasar (hoarsness). Nada suara mungkin lebih rendah daripada
sebelumnya. Biasanya suara parau timbul dari penyakit laring, namun dapat
terjadi sebagai lesi di luar daerah laring yang menekan nervus laringeus.

PEMERIKSAAN THT
Alat dan Bahan :
1. Lampu Kepala
2. Spatel lidah
3. Spekulum hidung
4. Corong telinga
5. Bayonet
6. TRansiluminator
7. Forcep Alligator
Gambar 4. Alat-alat yang dipergunakan pada pemeriksaan THT

Prosedur Tindakan/ Pelaksanaan


1. Pemeriksaan Telinga
a. Inspeksi aurikula, posisi telinga dan mastoid
Telinga Luar :
1. Kulit Daun Telinga : normal / abnormal
2. Muara/Lubang Telinga : ada / tidak
3. Apakah ada kelainan seperti hematoma atau massa
4. Liang telinga : mengenal pas ossea, isthmus, dan pars
kartilago dari liang telinga; mengenal ada
tidaknya tanda radang; adanya cairan yang
keluar dari liang telinga atau tidak.
Cara pemeriksaan meatus auditorium adalah daun telinga atau yang dapat
disebut dengan pinna, ditarik ke atas dan ke belakang dengan tujuan agar
liang telinga lebih lurus. Setelah itu, palpasi bagian sekitar telinga ada atau
tidaknya rasa nyeri di bagian depan (tragus pain) dan belakang daun
telinga (retroauricular pain).
b. Pemeriksaan meatus aurikula ekstern (MAE) dan membran timpani
dengan otoskop
Cara menggunakan otoskop :
1. Persiapan alat otoskop, pastikan lampu otoskop dapat menyala terang.
2. Informed Consent terhadap pasien bahwa prosedur ini tidak menyakitkan
dan pasien diminta untuk tidak bergerak selama pemeriksaan.
3. Otoskop dipegang menggunakan tangan yang sesuai dengan sisi
telinga yang akan diperiksa. Bila akan memeriksa telinga kanan maka
otoskop dipegang menggunakan tangan kanan. Bila akan memeriksa
telinga kiri, maka otoskop dipegang menggunakan tangan kiri.
4. Otoskop dapat dipegang dengan dua cara yaitu dapat dipegang seperti
memegang pensil atau seperti memegang pistol. Kedua teknik ini
memastikan otoskop dan pasien bergerak sebagai 1 unit.

Gambar Cara Memegang Otoskop


seperti memegang pensil.
Memegangnya menggunakan ibu
jari dan telunjuk, jari kelingking
dan jari manis menempel pada sisi
wajah pasien.

Gambar Cara Memegang Otoskop


seperti
Gambarmemegang pensil. Otoskop
Cara Memegang
Memegangnya
seperti memegang menggunakan ibu jari
pistol. Bagian
dan telunjuk,
dorsal jari
telunjuk kelingking
menempel dansisi
pada jari
manis
wajah menempel
pasien. pada sisi wajah
pasien.
Gambar 5. Cara memegang otoskop
5. Meluruskan kanal telinga dengan cara tangan pemeriksa yang bebas dari
alat, menarik daun telinga pasien ke atas, luar, dan belakang. Tujuan
untuk meluruskan kanal agar mudah memeriksa bagian kanalnya. Selain
itu, pasien akan merasa nyaman dengan pemeriksaan telinga ini.
Sedangkan pada anak-anak cara pemeriksaannya adalah kanal harus
diluruskan dengan cara menarik daun telinga ke bawah dan ke belakang.

Gambar 6. Cara Meluruskan Kanal Telinga


6. Bila terdapat serumen yang menghalangi visualisasi liang telinga dan
membran timpani, lakukan pembersihan serumen terlebih dahulu.
7. Menilai kanalis eksternus yaitu ada tidaknya kemerahan dan bengkak,
serta ada tidaknya cairan.
8. Penilaian gendang telinga atau membran telinga dengan melihat
warnanya, ada atau tidaknya refleks cahaya (cone of Light), ada atau
tidaknya perforasi, sikatrik dan atraksi.
Gambar 7. Membran Timpani yang normal dan perforasi
c. Pembersihan MAE dengan usapan
Sebelum melakukan pembersihan serumen atau pengambilan serum, terlebih
dahulu lakukan anamnesis mendalam untuk mengetahui riwayat perforasi
membran timpani, infeksi telinga tengah atau keluarnya discharge dari dalam
telinga. Kemudian melakukan pemeriksaan analis auditorium eksternus
dengan seksama untuk menilai bentuk dan ukuran liang telinga, mengetahui
ada tidaknya infeksi liang telinga, perkiraan beratnya sumbatan dan keadaan
membran timpani (bila memungkinkan). Menilai tipe serumen
(kering/basah/keras/padat/lunak/lengket) dan menentukan teknik
pengambilan yang akan dipakai. Menilai perlu tidaknya penggunaan
seruminolitik sebelum pengambilan serumen. Menjelaskan kemungkinan
komplikasi tindakan kepada pasien. Memastikan peralatan dalam keadaan
baik dan lengkap serta siap dipakai (misalnya untuk irigasi dengan mengecek
kondisi syringe, suhu air, arah dan kuatnya pancaran air dari syringe).

Pemakaian seruminolitik :
- Pemberian seruminolitik 1-30 menit sebelumnya dapat meningkatkan
efektivitas tindakan sampai 90%.
- Seruminolitik yang paling efektif dan sederhana adalah garam
fisiologis.
- Bila serumen sangat kering dan keras, berikan seruminolitik 2-3 hari
sebelum dilakukan pengambilan serumen. Seruminolitik diteeskan 2-3
kali sehari.
- Bila pasien menggunakan alat bantu dengar, setelah meneteskan
seruminolitik, jangan langsung memakai kembali alat bantu
dengarnya, biarkan liang telinga mengering lebih dahulu.

Prosedur membersikan serumen dengan cara irigasi :


- Irigasi dilakukan terhadap serumen yang keras dan kering
- Irigasi analis auditorium eksternus dapat dilakukan dengan atau tanpa
pemberian seruminolitik sebelumnya. Seruminolitik dapat diberikan
bila serumen keras atau menempel erat di dinding liang telinga.
- Instrumen : ear syringes, cairan irigasi (normal salin, akuades),
mangkuk bengkok.

Gambar 8. Ear Syringing

- Teknik :
1. Pastikan penerangan cukup, lampu diarahkan ke liang telinga
pasien.
2. Ujung syringe harus tumpul.
3. Cairan irigasi yang digunakan harus mempunyai suhu seperti
suhu badan (untuk mencegah stimulasi aparatus vestibular)
4. Lindungi baju pasien dengan handuk atau plastik. Minta pasien
untuk memegangi mangkuk bengkok di bawah daun telinganya.
5. Pasien diminta untuk sedikit menundukkan kepala. Daun telinga
(pinna) ditarik ke atas dan ke belakang supaya analis auditorium
eksternus lurus dan bagian dalam kanal terlihat jelas.
6. Cairan irigasi yang sudah dihangatkan (suhu 37 – 380C) diaspirasi
ke dalam syringe, tempatkan mulut syringe tepat di luar meatus
auditorius eksternus dan diarahkan ke atap liang telinga.
7. Air disemprotkan perlahan ke arah dinding/atap kanal bagian
posterior superior (jangan menyemprotkan ke arah membran
timpani, karena justru akan makin mendorong serumen masuk
lebih dalam).
8. Aliran air di antara membran timpani dan serumen akan
mendorong serumen keluar.
9. Bila belum berhasil, lakukan sekali lagi. Bila tetap belum
berhasil, lakukan pretrearment dengan seruminolitik selama 2-3
hari lebih dahulu, kemudian ulangi irigasi.
10. Hentikan bila pasien mengeluh nyeri, pusing atau mual.
11. Sebaiknya prosedur dilakukan secara lembut tapi cepat (dalam 2
menit)
12. Setelah serumen keluar, keringkan liang telinga menggunakan
kapas bertangkai, kemudian lakukan inspeksi untuk mencari
kemungkinan abrasi kulit liang telinga.
13. Jika perlu, tutup liang telinga dengan bola kapas untuk menyerap
air yang masih tersisa.
Kontraindikasi irigasi antara lain trauma, benda asing dalam
kanalis auditorium eksternus, vertigo, perforasi membran timpani, otitis
eksterna, otitis media, riwayat operasi, riwayat radioterapi telinga tengah/
mastoid, dan terdapat ganguan pendengaran di telinga kontralateral.

2. Tes Pendengaran
a. Pemeriksaan Garputala
1) Tes Rinne
Tes Rinne berguna untuk membandingkan hantaran udara dan
hantaran tulang, sehingga membantu menegakkan diagnosis tuli
hantaran (conductive haring loss). Hal yang dilakukan untuk menilai
hantaran udara, ujung lengan panjang garpu tala yang sudah
digetarkan di pasang 1 inchi di depan meatus auditorius eksternus.
Setelah itu, tanyakan kepada pasien apabila sudah tidak mendengar
bunyi garputala tersebut, maka garputala dipindah ke prosessus
mastoidea. Kemudian, prosedur diatas dibalik. Pemeriksaan dimulai
dengan menaruh garputala yang telah bergetar dari prosessus
mastoidea ke depan meatus auditorium eksternus.
Interpretasi hasil :
Tes Rinne positif, bila suara konduksi udara lebih keras dibandingkan
konduksi tulang yang artinya tidak ada tuli hantaran. Sedangkan tes
Rinne negatif, bila suara konduksi tulang lebih keras menyatakan
bahwa terdapat adanya tuli hantaran atau tuli sensorineural total (suara
garpu tala di transmisikan melalui konduksi tulang tengkorak dan
diterima oleh telinga kontralateral – tes Rinne fase negatif).

2) Tes Webber
Tes Webber dilakukan setelah tes Rinne, bertujuan untuk
membedakan tuli hantaran dan tuli sensorineural. Caranya adalah
dengan meletakkan garputala yang sudah digetarkan di verteks atau di
tengah dahi. Pasien ditanya “suara terdengar sama keras atau lebih
keras di satu sisi (kiri atau kanan)”.
Interpretasi hasil :
Suara terdengar sama keras di telinga kiri dan kanan artinya tidak ada
lateralisasi atau normal. Suara terdengar lebih keras di satu sisi berarti
terdapat lateralisasi. Jika lateralisasi ke arah telinga yang terganggu
menandakan adanya tuli hantaran. Jika lateralisasi ke arah telinga yang
kontralateral (telinga sehat) berarti mengiakan adanya tuli sensorineural.
3) Tes Schwabach
Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa
yang pendengarannya normal. Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan
pada processus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Bila pemeriksa dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar lagi pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya yaitu penala diletakkan pada processus mastoideus pemeriksa lebih
dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama mendengarnya
disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.

b. Tes Pendengaran Berbisik


Tes bisik dipergunakan untuk skrining adanya gangguan pendengaran dan
membedakan tuli hantaran dengan tuli sensorineural.
Prosedur :
- Pasien duduk di kursi pemeriksaan.
- Pemeriksa berdiri kurang lebih 60 cm di belakang pasien.
- Pemeriksa membisikkan serangkaian angka dan huruf (misal 8-J-0) dan meminta
pasien untuk mengulangi urutan kata dan huruf yang dibisiikkan. Sebelum
berbisik, sebaiknya pemeriksa mengeluarkan nafas (ekspirasi maksimal) secara
perlahan supaya nafas pemeriksa tidak mengganggu suara bisikkan.
- Jika pasien dapat mengulang bisikan dengan benar, berarti tidak ada
gangguan pendengan. Jika pasien tidak dapat mengulang rangkaian
kata dan huruf yang dibisikkan, ulangi pemeriksaan menggunakan
kombinasi angka dan huruf yang lain.
- Dilakukan pemeriksaan terhadap telinga kanan dan kiri, diawali dari
telinga yang normal (tidak ada gangguan pendengaran). Selama
pemeriksaan, lubang telinga kontralateral ditutupi dengan kapas.
- Telinga yang lain diperiksa dengan cara yang sama, tetapi dengan
kombinasi angka dan huruf yang berbeda.
- Pasien tidak mengalami gangguan pendengaran jika pasien dapat
mengulang dengan benar paling sedikit 3 dari kombinasi angka dan
huruf yang dibisikkan.

c. Manuver Valsava
Manuver Valsava adalah pembuangan napas paksa dengan menutup bibir
dan hidung untuk mendesak udara masuk ke telinga dalam ketika saluran
Eustachi terbuka. Manuver Valsava dengan sedikit modifikasi dapat juga
digunakan untuk menguji fungsi jantung dan kontrol saraf otonom jantung
atau untuk menyamakan tekanan di dalam telinga ketika terjadi perbedaan
tekanan pada olah raga selam dan dirgantara.
Manuver Valsava terdiri dari 4 fase:
- Kenaikan tekanan inisial
- Pengembalian darah vena yang tereduksi dan kompensasi
- Pelepasan tekanan
- Keluaran jantung kembali normal
Untuk menyamakan tekanan di dalam telinga, dapat juga dilakukan dengan cara
menguap. Menguap lebih aman dilakukan dibandingkan manuver Valsava.

d. Benda Asing di Telinga


Ada dua cara pengambilan benda asing di telinga, yaitu irigasi dan
menggunakan alat. Syarat saat dilakukan irigasi adalah apabila benda asing
tidak terjepit di dalam dinding liang telinga, tidak terdapat perforasi pada
membran timpani. Cara pengambilan benda asing di telinga menggunakan
alat, adalah sebagai berikut :
1) Pengambilan benda asing di telinga dapat dilakukan dengan atau tanpa
menggunakan anestesi. Anestesi yang digunakan adalah anestesi lokal
atau topikal, misal menggunakan spray anestesi.
2) Bila benda asing adalah berupa serangga, maka sebaiknya serangga
dibunuh terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol 70%, atau
xilocain atau minyak yang dituang ke dalam lubang telinga. Bila
terdapat perforasi pada membran timpani maka hal ini tidak boleh
dilakukan. Apabila serangga sudah mati, maka serangga dapat diambil
dengan menggunakan Forcep atau sucction. Penggunaan suction dapat
dipakai bila benda asing ukurannya kecil, ringan dan mudah berpindah.
3) Bila benda asing adalah berupa benda bulat, sehingga sulit untuk dijepit,
maka dapat dipergunakan Hook. Cara pengambilan yaitu Hook dilewatkan
sampai pada di belakang benda asing, sehingga ujung kait Hook berada di
belakang benda asing, kemudian perlahan-lahan kait ditarik keluar.

Gambar. Benda Asing di telinga pada bagian kanalis auditorius eksternus


4) Bila benda asing berukuran besar sehingga tidak ada cukup ruang
untuk menyisipkan alat atau benda asing berada terlalu dekat dengan
membran timpani maka dapat dipergunakan aplikator kayu dengan
ujung aplikator diberikan lem. Lem dibiarkan mengeras selama 10
detik, kemudian ditarik perlahan keluar benda asingnya.
5) Setelah pengambilan benda asing dalam luang telinga, sebaiknya
berikan tetes telinga antibiotik untuk mencegah infeksi.
6) Bila gagal mengeluarkan benda asing dalam liang telinga maka segera
rujuk. Indikasi rujuk, selain gagal mengeluarkan benda asing dalam
liang telinga adalah apabila terdapat trauma pada kanalis auditorius
eksternus dan membran timpani; benda asing tidak dapat dijepit
menggunakan Force atau dicurigai mengenai membran timpani; benda
tajam yang masuk dam liang telinga; pasien tidak kooperatif; atau
tindakan pengambilan benda asing di telinga memerlukan anestesi
umum atau sedasi.
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN 1
PEMERIKSAAN TELINGA & PENDENGARAN
Nama : ...........................................................................................................
NIM : ...........................................................................................................
SKOR
NO. KETERAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri
2. menanyakan identitas pasien, menjelaskan tentang tindakan
yang dilakukan, Mengucapkan Bismilah, Cuci Tangan
3. Mempersiapkan alat : menggunakan headlamp dan otoskop
4. Menggunakan Headlamp, atur fokus cahaya pada telinga,
informed Consent, dan posisikan pasien (pasien duduk tegak
lurus, tidak menyandar pada kursi)
Melakukan inspeksi dan palpasi pada aurikula dan sekitarnya
5. Melakukan inspeksi dan palpasi pada meatus aurikula ekstern
(MAE) dan membran timpani (MT)
Untuk melakukan inspeksi MAE dan MT, tarik daun telinga
ke arah arah posterosuperior (dewasa) atau anteroinferior /
lateroinferior (untuk anak – anak )
6. Melaporkan hasil
Nilai : pada aurikula → adakah kelainan dari struktur telinga,
ukuran lubang telinga, ada tidaknya cairan yang keluar dari
telinga, dan ada tidaknya bekas luka operasi
Adakah Nyeri tekan atau tidak pada tragus dan belakang
telinga/mastoideus?
Ada tidaknya pembengkakan dan pembesaran nodulus pada
belakang telinga (besar atau kecil, nyeri atau tidak, menetap
atau Mobile, keras atau lunak → contoh : nodus limfa yang
keras, tidak nyeri, menetap, ukuran besar mungkin mengarak
pada karakteristik tumor atau kanker)
Pada MAE → adakah serumen atau benda asing, adakah
cairan ( jernih, kental berbau, darah) atau tidak, apakah warna
kulit MAE ( hiperemis, laserasi, eksoriasi ) atau normal,
apakah ada Oedem MAE atau tidak
Inspeksi MT, nilai :
- Bentuk : Intak, retraksi, bulging, perforasi
- Warna : Putih mutiara → Normal
SKOR
NO. KETERAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
Hiperemis → OMA, Miringitis
Kuning/ Doff → Otitis eksterna, Otitis Serosa
Putih suram → Timpanosklerotik.
7. Menyiapkan alat yang akan digunakan dalam pemeriksaan
THT→otoskop, informed consent dan memposisikan diri
dengan pasien*
Posisi pemeriksa adalah duduk di depan pasien. Posisi pasien
adalah duduk dengan posisi badan condong sedikit ke depan
dan kepala pasien lebih tinggi dari pemeriksa. Tujuannya
adalah untuk memudahkan pemeriksa melihat liang telinga
dan membran timpani.
Apabila pasien memiliki gejala gangguan pada satu telinga,
maka sebaiknya periksa telinga yang tidak mempunyai
keluhan terlebih dahulu.
Inspeksi dan Palpasi aurikula terlebih dahulu.
8. Memegang otoskop dengan benar*
Pemeriksa memegang otoskop dengan tangan kanan untuk
memeriksa telinga kanan pasien sebaliknya untuk memeriksa
telinga kiri maka pemeriksa memegang otoskop dengan
tangan kiri.
9. Meluruskan kanal telinga
10. Memfokuskan cahaya lampu pada meatus aurikula ekstern
(MAE) dan memasukkan otoskop secara perlahan kemudian
di inspeksi pada analis tersebut
11. Otoskop dimassukkan lebih jauh ke dalam analis dengan arah
ke bawah dan ke depan. Lakukan inspeksi pada membran
timpani
12. Periksa telinga kanan dan kiri.
SKOR
NO. KETERAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
13. Melaporkan hasil
Nilai : pada aurikula → adakah kelainan dari struktur telinga,
ukuran lubang telinga, ada tidaknya cairan yang keluar dari
telinga, dan ada tidaknya bekas luka operasi
Adakah Nyeri tekan atau tidak pada tragus dan belakang
telinga/mastoideus?
Ada tidaknya pembengkakan dan pembesaran nodulus pada
belakang telinga (besar atau kecil, nyeri atau tidak, menetap
atau Mobile, keras atau lunak → contoh : nodus limfa yang
keras, tidak nyeri, menetap, ukuran besar mungkin mengarak
pada karakteristik tumor atau kanker)
Pada MAE → adakah serumen atau benda asing, adakah
cairan ( jernih, kental berbau, darah) atau tidak, apakah warna
kulit MAE ( hiperemis, laserasi, eksoriasi ) atau normal,
apakah ada Oedem MAE atau tidak
Inspeksi MT, nilai :
- Bentuk : Intak, retraksi, bulging, perforasi
Bila perforasi, nilai :
- letaknya (sentral ; marginal ; attic ).
- ukuran diameter (kecil, besar)
- tepi perforasi ( tipis tdk rata, tebal rata )
- jumlah (single, multiple → infeksi spesik)
- Warna : Putih mutiara → Normal
Hiperemis → OMA, Miringitis
Kuning/ Doff → Otitis eksterna, Otitis Serosa
Putih suram → Timpanosklerotik.
- Mobilitas (otoskop dgn pneumatik) atau valsava manuver
14. ⚫ Pemeriksaan pendengaran anak <12 bulan :
Pemeriksa membuat suara tajam secara cepat:menjentikan jari,
membunyikan bel, sumber suara lain sekitar 30cm dari telinga
anak, lalu perhatikan respon berkedip atau acoustic blink
reflex atau perubahan ekspresi gerakan tubuh & ekspresi
wajah atau memutar mata & kepala ke sumber bunyi
⚫ Pemeriksaan pendengaran anak lebih besar:
Tes bisik berupa pertanyaan atau perintah sederhana dengan
SKOR
NO. KETERAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
jarak sekitar 2,5 meter sebelah telinga anak kemudian nilai
respon anak
15. Bereskan alat dan mengucapkan Alhamdulillah.

Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan dengan tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna

Nilai : Jumlah x 100 = ................................


30

Instruktur,

(...............................................)
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN 2
PEMBERSIHAN TELINGA (MAE)
Nama :
NIM :
No. Keterampilan yang Di nilai Skor
0 1 2
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri
2. menanyakan identitas pasien, menjelaskan tentang tindakan
yang dilakukan, Mengucapkan Bismilah
3. Persiapkan alat : Headlamp, mangkuk bengkok
Obat : tetes telinga seruminolitik, tetes telinga antibiotik
4. Cuci Tangan Teknik WHO dan gunakan sarung tangan
5. Melakukan inspeksi telinga menggunakan headlamp, pastikan
penerangan cukup, lampu diarahkan ke liang telinga dan
melaporkan hasil
Nilai : adakah kelainan dari struktur telinga, ukuran lubang telinga, ada
tidaknya cairan yang keluar dari telinga, ada tidaknya bekas luka operasi,
adakah serumen atau tidak, adakah benda asing atau tidak, adakah luka
6. Serumen keras dilunakan terlebih dahulu atau Benda asing
berupa serangga dibunuh terlebih dahulu dengan menggunakan
air hangat, atau minyak kelapa, atau cairan seruminolitik, atau
obat tetes telinga lain.
7. Bila serangga sudah mati atau benda asing lain organik maupun
non organik atau serumen, maka dapat diambil dengan
menggunakan forcep telinga (Forcep alligator) atau cungkit
telinga atau suction atau irigasi air hangat
8. Nilai kembali kondisi MAE dan bersihkan kembali jika
diperlukan.
9. Lakukan pemasangan tampon telinga dengan pinset telinga jika
terdapat perdarahan hingga perdarahan teratasi
10. Bereskan alat dan mengucapkan Alhamdulillah.
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan dengan tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna
Nilai : Jumlah x 100% = ................................
20 Instruktur,

(...............................................)
3. Pemeriksaan Indra Penciuman
a. Menggunakan cermin dan lampu kepala
b. Inspeksi Hidung dan lubang hidung, penilaian obstruksi hidung
c. Rinoskop anterior
- Lakukan tamponade selama kurang lebih 5 menit dengan kapas yang
dibasahi larutan lidokain 2% dan efedrin
- Angkat tampon hidung
- Lakukan inspeksi, mulai dari : cuping hidung (vestibulum nasi), bangunan
di rongga hidung, meatus nasi Inferior : normal/ tidak, konka inferior :
normal/ tidak, meatus nasi medius : normal/ tidak, konkaf medius : normal/
tidak, keadaan septa nasi : normal/ tidak adakah deviasi septum?, keadaan
rongga hidung (normal/ tidak, sempit/ lebar, ada pertumbuhan abnormal
seperti polip, tumor, ada benda asing/ tidak, berbau/ tidak), adakah discharge
dalam rongga hidung, bila ada bagaimana deskripsi discharge (banyak/
sedikit, jernih, mucous, purulen, warna discharge, apakah berbau).

Gambar. Cara Pemeriksaan Posisi Rinoskopi Anterior


d. Transiluminasi sinus frontalis dan maxilla
• Persiapan ruangan (ruangan gelap). Syarat melakukan pemeriksaan
transiluminasi (diaphanoscopia) adalah adanya ruangan yang gelap.
Alat yang kita gunakan berupa lampu listrik bertegangan 6 volt dan
bertangkai panjang (Heyman).
• Menggunakan sumber cahaya yang kuat dan terfokus, arahkan sumber
cahaya di pangkal hidung bawah alis.
• Lindungi sumber cahaya dengan tangan kiri. Lihat bayangan
kemerahan di dahi karena sinar ditransmisikan melalui ruangan udara
dalam sinus frontalis ke dahi.
• Bila pasien menggunakan gigi palsu pada rahang atas, mintalah pasien
untuk melepasnya. Minta pasien untuk sedikit menengadahkan kepala
dan membuka mulut lebar-lebar. Arahkan sinar dari sudut mata bagian
bawah dalam ke arah bawah.
• Lihat bagian palatum drum di dalam mulut. Bayangan kemerahan di
palatum drum menunjukkan sinus maksilaris normal yang terisi oleh
udara. Bila sinus terisi cairan, bayangan kemerahan tersebut meredup
atau menghilang.
• Cara lain, sumber cahaya dimasukkan ke mulut diarahkan ke mata dan
diperhatikan keadaan pupilnya. Bila pupil midriasis (anisokor),
kemungkinan terdapat cairan atau massa pada sinus. Bila pupil isokor
maka artinya tidak terdapat cairan/massa.

Gambar. Tranilluminasi sinus maksilaris

Gambar. Transilluminasi sinus frontalis


e. Skill Teraupetik pada Hidung
Menghentikan perdarahan di Hidung
Penanganan awal pada perdarahan di hidung adalah melakukan tekanan
pada daerah septum dan melakukan tamponade anterior dengan memakai
kapas yang telah ditetesi dekongestan topikal. Penekanan dilakukan
minimal selama 5 – 20 menit. Minta pasien untuk kepala dalam posisi
agak menunduk. Hal ini berfungsi untuk mencegah darah terkumpul dalam
faring posterior yang dapat merangsang rasa mual dan dapat menimbulkan
sumbatan jalan napas.
Bila perdarahan belum berhenti, maka harus dicari sumber perdarahannya.
Cara pemeriksaan mencari sumber perdarahan yaitu pasien duduk dengan
setengah menengadahkan kepala. Pemeriksaan lebih baik dilakukan di
tuangan cukup terang, dokter menggunakan headlamp dan spekulum nasal
untuk dapat melihat kavum nasi secara menyeluruh. Kavum nasi anterior
dapat dibersihkan dari bekuan darah dan benda asing menggunakan irigasi,
Forcep, atau aplikator kapas (tampon kapas).

Tampon dijepit dengan pinset


bayonet dan dimasukkan ke
dalam kavum nasi anterior.

Lapisan pertama diinersikan di


sepanjang dasar kavum nasi,
kemudian pinset dan spekulum
di keluarkan.
Spekulum dapat berfungsi untuk
menekan lapisan bawah agar tidak
bergeser, lapisan berikutnya disisipkan
sampai padat, dan membentuk susunan
bertumpuk seperti akordeon, dan
dilakukan terus menerus sampai
kavum nasi anterior penuh.

Gambar. Pemasangan Tamponade Anterior atau nasal packing

Apabila menggunakan pemasangan tampon, maka prosedur yang


dilakukan pertama kali adalah tampon kapas dibasahi terlebih dahulu
dengan menggunakan vasokontriktor dan anestesi lokal, kemudian tampon
dimasukkan ke dalam kavum nasi anterior. Penekanan dilakukan langsung
pada daerah perdarahan minimal selama 5-20 menit, kemudian tampon
diangkat dan dilakukan inspeksi. Yang di lihat adalah apakah masih terjadi
perdarahan atau tidak. Bila perdarahan masih berlanjut atau masih terjadi
epistaksis anterior, maka dapat dilakukan tamponade anterior. Tampon
diinersikan dengan bantuan pinset bayonet dan spekulum nasi, membentuk
susunan berlapis seperti akordeon sejauh mungkin masuk ke dalam hidung
(lihat pada gambar nasal packing diatas). Tiap lapisan ditekan perlahan
sampai cukup padat sebelum lapisan berikutnya diinersikan.

Pengambilan Benda Asing di Hidung


Penderita yang datang dengan keluhan keluar discharge berbau busuk dari
salah satu lubang hidung perlu dicurigai adanya benda asing di dalam
salah satu hidung. Lokasi benda asing di hidung biasanya berada di bawah
konka inferior atau terjepit di sisi nasal superior fossa sebelan anterior
konka media. Benda asing yang di dalam hidung dapat berupa biji – bijian,
kancing baju, kelereng, baterai bulat kecil, atau bagian dari mainan.
Gambar. Benda Asing berada di Hidung, Nasofaring dan Trakea

Pengambilan benda asing di hidung pertama kali adalah mengambil


kapas yang sudah dibentuk sesuai ukuran lubang hidung dan sudah ditetesi
phenylephrine. Fungsi dari phenylepherine adalah untuk mengurangi
Udem mukosa dan lidokain topikal untuk mengurangi rasa sakit. Benda
asing dalam hidung dapat diangkat dengan menggunakan Forcep, Hook,
serumen lop atau suction cateter. Tidak disarankan menggunakan sedasi
dalam pengambilan benda asing di hidung. Hal ini dikarenakan efek sedasi
adalah menurunkan refleks batuk dan muntah, sehingga dikhawatirkan
meningkatkan risiko aspirasi.
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN 3
RHINOSKOPI ANTERIOR &
TATALAKSANA BENDA ASING-PERDARAHAN HIDUNG
Nama : .............................................................................................................
NIM : .............................................................................................................
SKOR
NO. KETERAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri
2. Menanyakan identitas pasien, menjelaskan tentang tindakan yang
dilakukan baik pemeriksaan maupun tindakan tatalaksana jika diperlukan,
Mengucapkan Bismilah, Cuci tangan, gunakan handscoon
3. Lakukan pemeriksaan hidung
- Inspeksi
- Palpasi
4. Rinoskopi anterior dengan spekulum hidung dan lampu kepala (bisa
bantuan otoskop):
✓ Alat dipegang tangan kiri pemeriksa dengan jempol pada sendi
spekulum nasal dan jari telunjuk kiri di ala nasi pasien sebagai fiksasi.
✓ Blade spekulum dimasukan sekitar 1 cm ke dalam vestibula
membentuk sudut 15 derajat pada bidang horizontal dengan leher
sedikit ekstensi
✓ Tangan kanan memegang kepala pasien dan memposisikan agar
struktur internal hidung tervisualisasikan.
✓ Buka blade spekulum nasal ke superior hingga vestibulum terbuka
lebar.Nilai kondisi meatus inferior, konka inferior, tanda inflamasi,
polip, tumor, sekret, deviasi septum, perdarahan atau benda asing.
✓ Jika telah dinilai, spekulum yang masih dipegang tangan kiri
dikeluarkan dengan menutup sebagian agar bulu hidung tidak terjepit,
lalu masukan ke lubang hidung satunya.
5. Bila terdapat pembesaran konka inferior hingga obstruksi (rongga terisi
konka hingga menempel pada septum):
✓ Gunakan kasa yang telah ditetesi obat efedrin (diencerkan).
✓ Gunakanlah spekulum hidung, tampon hidung (bayonet) dan lampu
kepala. Lalu nilai apakah pembesaran konka tersebut karena edema
atau hipertrofi.
6. Bila terdapat benda asing:
✓ Posisikan pasien terlentang atau duduk dengan sedikit elevasi kepala.
Jika tidak kooperatif lakukan fiksasi.
✓ Visualisai rongga hidung menggunakan spekulum hidung dan lampu
kepala.
✓ Berikan anastesi dan vasokontrikor mukosa contoh lidocain2% +
epinefrin 1:10.000 atau pantocain.
✓ Gunakan forcep aligator atau forcep bayonet pada benda asing yang
tidak bulat dan tidak mudah hancur .
✓ Gunakan hook yang diletakan ke belakang benda asing lalu ditarik ke
depan jika benda agak dalam atau bulat dan sulit dipegang instrumen.
SKOR
NO. KETERAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
✓ Lakukan suction untuk evakuasi sekret atau darah yang mengganggu
lapang pandang. (pilih alat sesuai benda asing).

7. Bila terdapat perdarahan anterior:


➢ Lakukan penekanan langsung bagian kartilaginosa anterior hidung
selama 20 menit dimana pasien posisi duduk tegak agak condong ke
depan serta mulut terbuka untuk membuang sisa darah. Pada anak
dapat dipangku dan fiksasi dibantu keluarga/asisten dimana badan dan
tangan anak dipeluk serta kepala dipegang tegak.
➢ Jika tidak berhasil, Lakukan tampon hidung dengan efedrin
terencerkan atau campuran (lidocain 2% + epinefrin 1:10.000) atau
pantocain. Gunakanlah spekulum hidung, tampon hidung (bayonet)
dan lampu kepala untuk memasang lapisan tampon kassa 1-2 lapisan.
Letakan kasa kering di bagian luar guna mencegah rembesan
pertahankan sekitar 10 menit, lalu evaluasi dengan evakuasi tampon
dan bekuan darah (dapat gunakan suction) lalu nilai.
➢ Jika tidak berhasil, Siapkan kassa roll vaselin atau salep antibiotik
untuk tampon anterior. Gunakan spekulum hidung dengan tangan kiri
seperti pada teknik rinoskopi anterior hingga rongga hidung terbuka.
Tangan kanan memegang forcep bayonet untuk memasang kassa roll
secara bertumpuk 2-4 lapis dari anterior hingga posterior sedalam
mungkin. Tutup bagian luar dengan kassa kering. Nilai orofaring
dengan spatula lidah apakah tampon terjatuh atau masih aktif
perdarahan. Jika diperlukan lakukan tampon dikedua lubang hidung.
Pertahankan tampon 48 jam disarankan pasien selalu posisi setengah
duduk. Jika masih perdarahan aktif segera rujuk.
9. Bereskan alat dan mengucapkan Alhamdulillah.
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan dengan tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna

Nilai : Jumlah x 100% = ................................


18
Instruktur,

(...............................................)
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN 4
PEMERIKSAAN SINUS
(TRANSILUMINASI)
Nama : .......................................................................................................
NIM : .......................................................................................................
SKOR
NO. KETERAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri
2. Menanyakan identitas pasien, menjelaskan tentang tindakan yang
dilakukan, Mengucapkan Bismilah, cuci tangan
3. Melakukan pemeriksaan pada sinus
- Inspeksi
- Palpasi : apakah ada nyeri tekan atau tidak
- Perkusi
4. Persiapkan ruangan yang gelap dan persiapkan alat
5. Lakukan pemeriksaan transiluminasi pada sinus frontalis yaitu kita
menyinari dan menekan lantai sinus frontalis ke mediosuperior.
Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri.
Hasilnya sinus frontalis normal bilamana dinding depan sinus frontalis
tampak terang.
6. Lakukan pemeriksaan transiluminasi pada sinus maksilaris yaitu
Mulut pasien kita minta dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada
margo inferior orbita ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke
depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus maksilaris normal
bilamana palatum durum homolateral berwarna terang.
7. Membuat kesimpulan hasil yang didapat
8. Bereskan alat dan mengucapkan Alhamdulillah.
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan dengan tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna
Nilai : Jumlah x 100% = ................................
16 Instruktur,

(...............................................)
4. Penilaian Pengecapan
Pemeriksaan indera pengecapan dibutuhkan beberapa zat untuk mewakili empat
rasa utama yaitu manis, asin, asam, pahit. Zat tersebut dapat memiliki rasa :
- gula, untuk rasa manis
- garam meja, untuk rasa asin
- cuka, untuk rasa asam
- kinine, untuk rasa pahit.
Langkah pertama yang dilakukan adalah meminta penderita untuk
menjulurkan lidah. Bila perlu gunakan kasa steril untuk memegang ujung lidah
penderita. Kemudian teteskan zat atau larutan yang telah disiapkan pada tepi lateral
dua pertiga anterior lidah. Minta penderita untuk mengidentifikasi rasa yang
diteteskan. Setelah teridentifikasi rasa, sebaiknya kita berikan penderita untuk
berkumur dengan sebentar, kemudian lanjutkan dengan larutan berikutnya.
Identifikasi dari rasa lidah yang normal, dibandingkan bagian lidah kanan dan kiri.

Pemeriksaan Indirect Laringoskop


Pada pemeriksaan laringoskop indirek memakai kaca laring (laryngeal mirror).
Adapun tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui kelainan di laring dan
faring, apakah ada infeksi akut atau kronis, atau adakah kelainan keganasan
baik beningna maupun maligna.
Prosedur yang dilakukan pada pemeriksaan laringoskop indeirek adalah
sebagai berikut :
• Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa, posisi penderita sedikit
lebih tinggi dibandingkan pemeriksa.
• Tubuh penderita agak sedikit condong ke depan. Kemudian penderita
disuruh untuk membuka mulutnya lebar-lebar dan menyuruh untuk
menjulurkan lidahnya keluar. Supaya kaca laring tidak berkabut oleh nafas
penderita, hangatkan kaca laring sampai sedikit di atas suhu tubuh.
• Pemeriksa memegang ujung lidah penderita dengan menggunakan kasa
steril. Hal ini berfungsi untuk lidah berada tetap di luar mulut. Pemeriksa
menyuruh penderita untuk tenang dengan cara mengambil nafas secara
lambat dan dalam melalui mulut.
• Pemeriksa memfokuskan sinar lampu kepala ke dalam orofaring penderita.
• Pemeriksa mengarahkan kaca laring ke dalam orofaring tanpa menyentuh
mukosa cavum Boris, palatum molle dan dinding posterior orofaring. Hal
ini berguna untuk mencegah timbulnya refleks muntah.
• Putar kaca laring ke arah bawah sampai dapat melihat permukaan mukosa
laring dan hipofaring. Pada laringoskop indirek, gambaran bayangan laring
dan faring terbalik : dimana pika vokalis kanan terlihat di sisi kiri kaca
laring dan pika vokalis kanan terlihat di sisi kiri kaca laring.
• Minta penderita untuk berkata “ahhh” dan amati pergerakan pika vokalis
dan kartilago arytenoid.
• Plika vokalis akan memanjang dan beraduksi sepanjang alinea median.
Amati gerakan pita suara (adakah paresis, asimetri gerakan, vibrasi dan
atenuasi pita suara, granulasi, nodul atau tumor pada pita suara).
• Untuk dapat melihat lebih banyak dan luas, pemeriksa dapat meminta
pasien untuk berdiri sementara untuk dapat mengamati daerah glotis,
supraglotis dan subglotis.

Gambar. Pemeriksaan Cara memegang Lidah dengan Kasa


Gambar. Pemeriksaan Laringoskop Indirek

Pemeriksaan Mulut
Inspeksi dan Palpasi
1. Amati bibir, untuk mengetahui kelainan konginetal ( labioseisis,
palatoseisis, atau labiopalatoseisis ), warna bibir pucat, atau merah, adakah
lesi dan massa.
2. Membuka mulut : Amati gigi, gusi, dan lidah, adakah caries, kotoran,
kelengkapan, gigi palsu, gingivitis,warna lidah, perdarahan dan abses. Nilai
apakah lidah mencong ke kanan atau ke kiri atau tepat pada tempatnya,
dengan menjulurkan lidah.
3. Amati rongga mulut, bau mulut, uvula simetris atau tidak

Gambar. Rongga Mulut


4. Adakah pembesaran tonsil, T : 0, Sudah dioperasi, T : 1, Ukuran normal, T :
2, Pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah, T : 3, Pembesaran sampai
garis tengah, T : 4 , Pembesaran melewati garis tengah

Gambar. Penilaian Pembesaran Tonsil


5. Nilai dinding posterior faring : apakah hiperemia atau tidak, apakah ada
granulasi atau tidak

Gambar. Dinding Posterior Faring Gambar. Palatum Molle dan Palatum Durum
6. Nilai keadaan palatum. Palatum dalam mulut ada 2 yaitu palatum drum yang
melekat pada tulang yang berfungsi dalam proses mengunyah dan palatum
molle merupakan bagian yang bebas bergerak karena terdiri dari otot yang
berfungsi dalam proses menelan makanan.
Nilai : adakah palatum Bombans (+) atau (-), kelainan pada palatum, massa
atau tidak, adakah paresis pada palatum molle atau tidak. Cara menilai :
➢ Normal
- saat istirahat : uvula menunjuk ke bawah, konkavitas palatum mole
simetris
- ucapkan “aa, ee” : bergerak-gerak, tetap simetris
➢ Paresis Bilateral
- istirahat : seperti normal
- ucapkan “aaa, eee” : mungkin uvula sedikit bergerak
➢ Paresis unilateral
- istirahat : seperti normal
- ucapkan “aaa, eee” : palatum mole terangkat ke sisi sehat, uvula
miring, menunjuk ke sisi sehat, konkavitas asimetris → tumor
nasofaring, paresa N. X
7. Perhatikan suara klien ada perubahan atau tidak
8. Perhatikan adakah lendir dan benda asing atau tidak

Benda Asing di dalam Tenggorok


Penderita datang dengan keluhan disfagi, odinofasi, riwayat tersedak atau
disfonia dapat merupakan gejala adanya benda asing di tenggorok.
Pemeriksaan penunjang seperti radiologi dapat membantu menentukan letak
benda asing yang bersifat radioopak (seperti koin, kancing baju atau batu
baterai), atau dapat pulabenda asing yang bersifat radiolusen (seperti duri ikan).
Pengeluaran benda asing di tenggorokan biasanya memerlukan penanganan
intervensi pemberian sedatif dan menggunakan endoskopi. Karena
pengambilan benda asing di tenggorokan sangat sulit disebabkan oleh adanya
refleks muntah. Komplikasi yang dapat ditimbulkan berupa obstruksi jalan
napas, Dean laring, benda asing semakin masuk ke daerah subglotis,
oeshopagus atau trakea.
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN 5
OROFARING DAN INDERA PENGECAPAN
Nama : .......................................................................................................
NIM : .......................................................................................................
SKOR
NO. KETERAMPILAN YANG DI NILAI
0 1 2
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri
menanyakan identitas pasien, menjelaskan tentang tindakan
2.
yang dilakukan,
Siapkan Alat (Headlamp, Handscoon, Masker, Spatel, Gula,
3.
Garam, Kinine), Mengucapkan Bismilah, cuci tangan
Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah leher.
Inspeksi : ada massa atau tidak, warna kulit sama dengan
4.
sekitar atau tidak
Palpasi : adakah pembesaran kelenjar getah bening atau tidak
Lakukan inspeksi pada bibir dan rongga mulut. Laporkan
hasilnya.
5. Bibir dan Rongga Mulut : bibir pecah-pecah atau tidak, ada
ulkus atau tidak, drolling (ngiler) atau tidak, ada trismus atau
tidak, ada tumor atau tidak
Memfokuskan headlamp, pasien di suruh membuka mulut,
6. Melakukan pemeriksaan lidah, dengan inspeksi : apakah ada
kelainan seperti tumor atau ulcerasi
kemudian nilai uvula dan tonsilnya dengan spatel tongue
Uvula : Bentuk normal, posisi di tengah
Tonsil : Membesar atau tidak, permukaan tonsil bagaimana
(apakah halus, apakah berbenjol-benjol, apakah terdapat
ulserasi, apakah ada detritus, apakah ada pelebaran kripte,
apakah ada mikroabses); tonsil berlobus atau tidak, apakah
7.
berwarna kemerahan atau tidak.
Dinding Faring Posterior : hiperemis atau tidak
Palatum : ada palatum bombans atau tidak, tampak massa
atau tidak, permukaan licin dan rata atau tidak.
Meminta pasien untuk mengucapkan kata “aahhhh” dan nilai
suara serak, cedal, sengau atau tidak.
Lakukan pemeriksaan indera pengecapan pada pasien.
8. Pertama, meminta pasien untuk menjulurkan lidah (bila
perlu, gunakan kasa steril untuk memegang ujung lidah
SKOR
NO. KETERAMPILAN YANG DI NILAI
0 1 2
pasien). Minta penderita untuk mengidentifikasi rasa yang
diteteskan. Misal, pasien diteteskan dengan gula, untuk rasa
manis. Setelah teridentifikasi rasa, sebaiknya kita berikan
penderita untuk berkumur dengan sebentar, kemudian
lanjutkan dengan larutan berikutnya.
- garam meja, untuk rasa asin; kemudian kumur; identifikasi
rasa
- cuka, untuk rasa asam; kemudian kumur; identifikasi rasa
- kinine, untuk rasa pahit; kemudian kumur; identifikasi
rasa.
Identifikasi dari rasa lidah yang normal, dibandingkan bagian
lidah kanan dan kiri.
9. Membuat kesimpulan hasil yang didapat
10. Bereskan alat dan mengucapkan Alhamdulillah.
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan dengan tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna
Nilai : Jumlah x 100% = ................................
20
Instruktur,

(...............................................)
DAFTAR PUSTAKA

Buku II Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Kesehatan Tingkat


Pertama: Jenis Keterampilan dalam Panduan Keterampilan Klinis. Kementrian
Kesehatan RI. 2016
Jackler, Robert (surgeon) and Christine Gralapp (artist). Otolaryngology Head Ana
Neck Surgery. Available at
http://med.stanford.edu/ohns/education/otologic_surgery_atlas/ear_anatom
y/. Diunggah pada tanggal 15 Januari 2015.
Higler, Adams Boies. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC.
Novrial, Dody. Fisik Diagnostik THT. Available at
http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Kuliah/modul%20/Ganjil%20II%20-
%20Fisik%20Diagnostik%20THT.pdf. Diunggah pada tanggal 15 Januari
2020.
Tim Skills Lab FK UNS, Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNS/RS dr.
Moewardi Surakarta. Keterampilan Pemeriksaan Telinga Hidung
Tenggorok. Available at
http://fk.uns.ac.id/static/file/GABUNGAN_MANUAL_SMT_5-2012-
ED.pdf. Diuggah pada tanggal 15 Januari 2015.
Human Nose Anatomy. http://www.harvard-wm.org/human-nose-body/human-
nose-anatomy-human-nose-anatomy-2. Diunggah pada tanggal 15 Januari
2015.
Nasopharyngeal Cancer. available at
http://www.headandneckcancerguide.org/teens/cancer-basics/explore-
cancer-types/throat-cancer/nasopharyngeal-cancer. diunggah pada tanggal
15 Januari 2015.
Anonim. Pemeriksaan Telinga. Available at
https://kpsfkunmul.files.wordpress.com/2014/03/trapmed-pemeriksaan-
telinga-blok-11.pdf. Diunggah pada tanggal 15 Januari 2015.
Bates. 2009. Bates Guide Physical Examination Ana History Taking. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai