Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Neo Societal; Vol. 4; No.

3; Juli 2019
ISSN: 2503-359X; Hal. 244-255

IMPLEMENTASI BANGKOK DECLARATION DALAM PENGURANGAN


SAMPAH LAUT (MARINE DEBRIS) DI INDONESIA TAHUN 2019-2020

Oleh: Salma Dhiacintia Salsabila1, Putri Hergianasari2, Christian H.J. De Fretes3


1,2,3
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Email: putri.hergianasari@uksw.edu

Abstrak

Beberapa negara di Asia Tenggara masuk kedalam penyumbang sampah laut


terbesar, sehingga isu mengenai sampah laut ini kemudian dibahas oleh
ASEAN dan menghasilkan deklarasi yang dikenal dengan Bangkok
Declaration on Combating Marine Debris yang merupakan komitmen dari
negara-negara anggota terkait isu sampah laut. Penelitian ini secara
keseluruhan membahas mengenai upaya Indonesia yang menyepakati
Bangkok Declaration on Combating Marine Debris untuk mengurangi
sampah laut yang ada di Indonesia. Penelitian menggunakan metode
kualitatif, hasilnya kemudian dijabarkan secara deskripsi eksplanasi bahwa
Deklarasi Bangkok dalam menangani isu sampah laut yaitu dikembalikan ke
masing-masing negara untuk kebijakan dan langkah-langkah yang diambil.
Upaya yang ditunjukkan oleh Indonesia dengan adanya Peraturan Presiden
RI serta upaya kerjasama dan aksi-aksi lainnya. Di dalam Peraturan
Presiden ini juga terdapat rencana aksi nasional dan dibentuknya tim
koordinasi nasional yang bertujuan untuk menangani isu sampah laut di
Indonesia. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
menunjukkan adanya penurunan persentase sampah laut yang ada di
Indonesia pada tahun 2020. Isu sampah laut dan upaya untuk menanganinya
mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) tujuan 14 mengenai
kehidupan di bawah laut atau life below water.

Kata Kunci: Sampah Laut, SDGs, Bangkok Declaration on Combating Marine


Debris, Indonesia, Life Below Water

PENDAHULUAN
Kerusakan lingkungan hidup tidak hanya berdampak pada manusia, akan tetap
seluruh makhluk hidup. Permasalahan sampah yang mendunia dapat mempercepat
kerusakan lingkungan, sehingga diperlukan upaya yang konkrit dan berkesinambungan
dalam mengatasinya.(Fatia & Sugandi, 2019) Agenda global yaitu Sustainable
Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu
upaya global dalam mengurangi kerusakan lingkungan. SDGs mempunyai 17 tujuan
yang berkaitan satu dengan yang lainnya, 17 tujuan ini diharapkan dapat diwujudkan
bersama-sama oleh negara-negara di seluruh dunia.(UNDP, 2022) Penelitian ini
membahas tujuan ke-14 dari SDGs yaitu Life Below Water atau kehidupan di bawah
laut.
Lautan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia, karena laut mencakup
tiga perempat permukaan bumi.(Lasabuda, 2013) Tetapi 40 persen lautan pada tahun
2019 terdampak oleh polusi yang mempengaruhi sektor perikanan, habitat di pesisir dan
juga aktivitas manusia lainnya.(Abdurrahim et al., 2016) Pada kehidupan manusia,
lautan juga merupakan bagian penting dengan mencakup tiga perempat permukaan
bumi, tetapi 40% lautan terdampak oleh polusi. Indonesia termasuk kedalam negara di
Asia yang berada di peringkat kedua sebagai penyumbang sampah plastik di dunia.
Banyaknya sampah di lautan menyebabkan adanya beberapa kasus kematian makhluk
laut yang disebabkan oleh sampah plastik.(Sano Hafizd et al., 2021) Di Thailand, pada
bulan Juni 2018 terdapat kasus kematian paus yang ternyata terdapat lebih dari 80
kantong plastik yang ditemukan di dalam tubuh paus.(Fathun, 2021) Tidak hanya di
Thailand, kejadian kematian paus dan temuan sampah di dalam tubuh paus juga
ditemukan di Indonesia, pada bulan November 2018, terdapat kasus kematian Paus
Sperma di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Kasus kematian paus ini disebabkan oleh
sampah plastik yang ditemukan di dalam tubuh paus seberat 5,9 kg.(Wismabrata, 2018)
Permasalahan inilah yang kemudian menjadi perhatian dan masuk kedalam program
kerja United Nations (UN) yaitu SDGs.
Selain sampah yang ditemukan di dalam tubuh makhluk laut, sampah di laut dapat
hanyut mengikuti arus yang kemudian ditemukan di perairan negara tetangga.
mongabay.co.id (2019). Pertengahan bulan Agustus tahun 2019, ditemukan banyak
sampah di wilayah Pantai di Phuket, Thailand, tumpukan sampah yang berada di pantai
tersebut, termasuk juga sampah yang berasal dari Indonesia.(Fajar, 2019)
Hal ini menjadi menarik untuk dibahas mengingat Indonesia yang merupakan
negara kepulauan, memiliki wilayah lautan yang luas serta sumber daya laut yang
melimpah terdampak oleh adanya sampah laut (marine debris) dan bagaimana
Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN mengatasi isu tersebut. Upaya
penanganan sampah laut atau marine debris oleh negara-negara anggota ASEAN
mencetuskan Bangkok Declaration on Combating Marine Debris pada tahun 2019.
(Bangkok Declaration on Combating Marine Debris in ASEAN Region, 2019) Negara-
negara yang tergabung dalam ASEAN menyatakan komitmen dalam menangani
masalah sampah yang ada di laut yang berdampak pada lingkungan dan ekosistem di
lautan.
Sampah laut ditemukan di berbagai wilayah, baik itu kawasan padat penduduk
maupun kawasan yang terpencil. Kepadatan sampah laut beragam tergantung dari
kegiatan yang dilakukan oleh manusia, kondisi perairan baik kondisi arus dan juga
kondisi cuaca, serta faktor lainnya. Sampah laut atau marine debris dapat diartikan
sebagai sesuatu yang diproduksi baik secara sengaja ataupun tidak sengaja, langsung
atau tidak langsung yang ditinggalkan di wilayah laut.(Sirajudin et al., 2022) Adanya
sampah yang ada di laut terpengaruh dari unsur kesengajaan manusia yang membuang
sampah di sekitar laut, ataupun ketidaksengajaan manusia. Manusia mungkin sudah
menerapkan membuang sampah pada tempatnya dalam kehidupan sehari-harinya, tetapi
pada proses pembuangan dan pengolahan sampah hingga proses akhirnya bisa saja tidak
dikelola dengan baik sehingga sampah kemudian terbawa ke laut.
Sampah laut bisa berasal baik dari darat maupun laut dan dapat berpindah-pindah
tempat bahkan dengan jarak tempat yang jauh. Adanya sampah laut ini tidak hanya

2
mengancam keberlangsungan hidup makhluk hidup yang ada di dalam laut, tetapi juga
dapat memberikan dampak kepada aspek sosial-ekonomi dan juga kesehatan manusia.
Berdasarkan Metadata Pilar Lingkungan, sampah laut dikatakan sebagai sebuah benda
padat yang hilang atau terbuang yang kemudian berakhir di wilayah laut maupun pesisir
lautan.(Kementrian PPN & Bappenas, 2020) Selain itu, sampah laut juga dapat diartikan
sebagai sampah berasal baik dari kegiatan yang ada di darat maupun pesisir dan terbawa
aliran air hingga berakhir di laut, maupun dari kegiatan yang ada di laut sendiri. Hal ini
sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang penanganan sampah
laut. Sampah yang terbawa atau berada di laut ini mencakup bermacam jenis, termasuk
juga sampah plastik yang diklaim menjadi salah satu penyumbang terbesar sampah laut.
(PERPRES No. 83 Tahun 2018 Tentang Penanganan Sampah Laut, 2018) Indonesia
sendiri disebutkan merupakan salah satu negara yang menyumbang sampah plastik
terbesar kedua setelah Tiongkok yang berada di peringkat pertama.

Gambar 1.
Negara Pemasok Sampah Plastik Terbesar di Laut

Sumber: disasterchannel.co

Sampah plastik merupakan salah satu sampah yang ditemukan di laut. Sampah
plastik ini biasanya berasal dari bungkus barang-barang yang biasa digunakan sehari-
hari, termasuk botol plastik dan kantong plastik, juga barang-barang keseharian seperti
tampon, popok, rokok, korek api. Selain plastik, kayu, logam dan gelas juga merupakan
jenis lain dari sampah plastik. Untuk mengurangi sampah plastik, dikampanyekan
penggantian plastik menjadi bahan-bahan lain,(daihatsu.co.id, 2020) misalnya,
masyarakat dihimbau untuk membawa kantong belanja sendiri yang biasanya berbahan
kain atau menggunakan kantong kertas atau kardus sebagai pengganti kantong plastik.
Menghindari penggunaan plastik sekali pakai memang menjadi salah satu upaya untuk
mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan, tetapi benda-benda ini juga termasuk
dalam jenis sampah laut. Begitu pula dengan barang-barang berbahan karet seperti ban
bekas, balon, dan sarung tangan, pakaian dan tekstil juga termasuk sepatu bahan-bahan
perabot seperti misalnya kain atau bahan pembungkus sofa, dan juga handuk.
Selain jenis, sampah laut tentu juga memiliki ukuran yang beragam. Mulai dari
ukuran yang besar, atau bisa juga disebut dengan mega-debris yang memiliki ukuran
panjang diatas 1 meter. Jenis sampah ini biasanya ditemukan di perairan lepas. Setelah
mega-debris, ada makro-debris yang ukurannya dibawah dari 1 meter. Sampah makro-
debris biasanya ditemukan di dasar ataupun permukaan perairan. Kemudian diikuti
dengan meso-debris yang ukurannya lebih dari 5 mm-2,5 cm. Setelah itu ada micro-
debris yang berukuran kecil yang sangat mudah hanyut mengikuti arus. Sampah jenis
ini yang berbahaya bagi makhluk hidup yang ada di dalam air, misalnya ikan, kura-kura.
Sampah dengan ukuran ini sangat mudah masuk ke dalam tubuh makhluk hidup yang
ada di air dan membahayakan kehidupanya. Masih ada sampah dengan ukuran yang
lebih kecil lagi, yaitu nano-debris yang juga berbahaya bagi kehidupan organisme yang
ada di air.(kkp.go.id, 2021)
Dampak dari sampah laut mempengaruhi ekonomi dan pariwisata. Wilayah pantai
atau wisata pesisir yang terdapat banyak sampah laut membuat wisatawan tidak tertarik
untuk datang. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi sektor ekonomi dari daerah
tersebut. Selain memberikan dampak bagi manusia, sampah laut juga mempengaruhi
kehidupan biota laut yang kemungkinan akan memakan sampah yang ada di laut, atau
bisa jadi terjerat plastik.
Adanya sampah, terutama sampah plastik juga dapat merusak ekosistem pantai.
Sangat memungkinkan sampah yang ada di laut termakan atau dikonsumsi oleh ikan
ataupun makhluk hidup lain yang ada di dalamnya, yang kemudian dapat berbahaya jika
dikonsumsi oleh manusia sehingga mempengarui produktivitas perikanan.(Widianarko
& Hantoro, 2018)
Sustainable Development Goals merupakan program kerja dari United Nations
yang menjadi tujuan bersama bagi seluruh negara yang tergabung di dalam United
Nations dan seluruh negara di dunia untuk mewujudkan 17 tujuan pada tahun 2030.
Tujuan ke 14 yaitu life below water berkaitan dengan permasalahan sampah laut atau
marine debris. Berdasarkan Metadata Pilar Lingkungan, dalam setiap tujuan di SDGs
terdapat target-target dan indikator didalamnya. Salah satu target dari tujuan ini
berfokus untuk mencegah dan mengurangi secara signifikan segala jenis pencemaran
yang terjadi di laut pada tahun 2025.(SDGs, 2018)
Green Theory menjadi alat analisis dalam penelitian ini. Menurut teori hijau,
adanya ketidakadilan lingkungan muncul ketika suatu pihak tidak bertanggung jawab
atau dapat dikatakan mengesampingkan masalah lingkungan dari suatu keputusan yang
diambil yang mana pihak lainnya tidak memiliki pengetahuan atas keputusan yang
diambil dapat menimbulkan resiko bagi lingkungan. (Mc Glinchey et al., 2017)Selain
itu juga terjadi ketika suatu kelas sosial dan negara mengambil lebih dari yang
seharusnya dari lingkungan dan meninggalkan jejak ekologi yang berlebihan. Akan
tetapi dalam penelitian ini akan lebih membahas mengenai decentralization of power
yaitu penyerahan kewenangan dari pihak yang memiliki kewenangan lebih kepada
pihak lain, dengan tanpa melepas tanggung jawabnya terhadap kewenangan tersebut.
Selain itu, disebutkan juga untuk menjaga kelestarian lingkungan, diperlukan peran dari
berbagai pihak dari berbagai lapisan masyarakat. Peran komunitas lokal juga diperlukan
dalam menjaga lingkungan. Keterlibatan komunitas lokal ini terkait dengan lingkungan
yang berpengaruh pada seluruh aktor internasional. Green theory menjelaskan tentang
tantangan-tantangan lingkungan dengan menawarkan solusi yang bersifat worldwide.
Solusi dalam misi penyelamatan lingkungan harus dikerjakan secara bersama-sama

4
dalam skala global. Teori ini mengatakan bahwa kita tidak harus menghargai dan
menjaga seluruh aspek kehidupan, tidak hanya menjaga hubungan manusia, tetapi juga
menjaga lingkungan tempat dimana manusia itu tinggal. Dalam mensukseskan misi
lingkungan, Green Theory menjelaskan bahwa harus ada keterlibatan dari berbagai
pihak, seperti negara-negara, dan komunitas.
Artikel jurnal dengan judul Hotspot Sampah Laut Indonesia oleh World Bank
Group, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Embassy of Denmark, Royal
Norwegian Embassy (2018) menyatakan bahwa, terdapat peningkatan krisis
pencemaran plastik di lautan. Negara-negara di Asia Timur yang di dalamnya termasuk
juga Indonesia, termasuk kedalam penyumbang sampah plastik di laut sehingga dirasa
perlu adanya penanganan sampah di negara-negara tersebut. Terdapat tantangan-
tantangan yang dihadapi dalam menangani kasus sampah laut, akan tetapi pemerintah
Indonesia sendiri memiliki rencana dalam mengatasi sampah laut di Indonesia, seperti
adanya Rencana Aksi yang diluncurkan pada 2017. (Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman, 2018)
Artikel jurnal dengan judul Distribusi dan Jenis Sampah Laut serta Hubungannya
terhadap Ekosistem Terumbu Karang Pulau Prmauka, Panggang, Air, dan Kotok Besar
di Kepulauan Seribu Jakarta oleh Assuyuti, Zikrillah, Tanzil, Banata, dan Utami (2018)
menyatakan bahwa ditemukan pengaruh adanya sampah laut dengan kerusakan
ekosistem laut yang terkhususnya ditemukan di beberapa pulau di Kepulauan Seribu,
Jakarta dan juga di Pantai Tongkaina dan Talawaan Bajo, Sulawesi Utara. Sampah
plastik menjadi penyumbang sampah laut tertinggi dan diikuti dengan sampah laut
lainnya seperti kayu dan turunannya, kaca, karet, dan logam.(Mardiansyah Assuyuti et
al., 2018)
Artikel jurnal dengan judul Ocean Plastic Crisis-Mental Models of Plastic
Pollution from Remote Indonesian Coastal Communities oleh Phelan, Ross, Setianto,
Fielding, dan Pradipta (2020) menyatakan bahwa banyak negara dengan pendapatan
rendah hingga menengah menjadi penyumbang sampah laut. Hal ini dikarenakan masih
kurangnya manajemen pengumpulan dan pengelolaan sampah di negara tersebut.
Wilayah di Timur Indonesia yang menjadi tempat penelitian ini adalah Pulau Selayar di
selatan Sulawesi dan Wakatobi di Sulawesi Tenggara. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan tidak semua masyarakat mengerti tentang daur ulang sampah dan juga
bagaimana pengaruh dari sampah plastik terhadap lingkungan. Berdasarkan temuan
yang ada dalam penelitian ini, dikatakan bahwa sampah yang terbawa ke laut
merupakan sampah dari kegiatan sehari-hari atau sampah rumah tangga.(Phelan et al.,
2020)
Artikel jurnal dengan judul Law and Policy in Addressing Marine Plastic Litter:
Indonesia Response and Recent Development oleh Maruf (2019) menyatakan bahwa
Secara spesifik, penelitian ini membahas mengenai sampah plastik yang ada di laut.
Sampah ini dapat menjadi ancaman bagi kehidupan yang ada di laut. Bahkan menurut
penelitian mikroplastik sudah ditemukan dalam garam laut, garam danau, dan juga
garam batu. Kandungan mikroplastik dapat berbahaya bagi manusia yang
mengkonsumsinya. Selain itu adanya sampah laut juga mempengaruhi turisme serta
pertumbuhan ekonomi. Dalam menangani masalah sampah laut, terdapat kerangka
hukum mengenai perlindungan lingkungan laut secara umum. Kerangka hukum ini
diantaranya adalah UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Laut, UU Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Laut/Pemusnahan, Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Kelautan, dan UU
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pada pertemuan G20 tahun 2017
yang bertempat di Hamburg, Jerman, Indonesia juga menyampaikan komitmennya
dalam mengurangi sampah laut dan membuat Rencana Aksi Nasional dalam mengatasi
sampah laut tahun 2017 hingga 2025. Sebagai implementasi dari Rencana Aksi Nasional
tersebut, juga disahkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018.(Maruf, 2019)
Jika dalam penelitian-penelitian terdahulu lebih membahas kepada jenis-jenis
sampah laut, penyebaran dari sampah laut, dan juga dampak yang ditimbulkan dari
adanya sampah laut tersebut, penelitian ini membahas bagaimana Deklarasi Bangkok
diimplementasikan oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan tujuan ke-14.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
kualitatif deskripsi eksplanasi. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali lebih
dalam terkait dengan topik pembahasan bagaimana Bangkok Declaration on Combating
Marine Debris diimplementasikan oleh Indonesia dalam mengatasi permasalahan
sampah plastik dan upaya untuk mencapai tujuan ke 14 SDGs dengan target mencegah
dan mengurangi pencemaran laut yang diakibatkan oleh sampah laut.
Unit amatan dalam penelitian ini adalah peraturan atau kebijakan dan langkah-
langkah yang diterapkan pemerintah Indonesia sebagai bentuk implementasi dari
disepakatinya Bangkok Declaration on Combating Marine Debris. Unit analisis yaitu
Indonesia mengimplementasikan Bangkok Declaration on Combating Marine Debris
sebagai bentuk kontribusi dalam mengurangi sampah laut untuk menjaga kehidupan
yang ada di dalam air.
Penelitian menggunakan data primer dan sekunder atau sumber data tidak
langsung. Data primer didapat dari wawancara dengan Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Sumber data skunder berupa laporan, buku, dokumen, jurnal, materi
pemaparan, dan bentuk lainnya. Sumber sekunder yang digunakan berkaitan dengan
bagaimana pemerintah Indonesia mengimplementasikan komitmennya dalam Bangkok
Declaration dalam mengatasi sampah laut di Indonesia.

PEMBAHASAN

Bangkok Declaration on Combating Marine Debris


Deklarasi Bangkok merupakan salah satu penanda terbentuknya organisasi
regional di Asia Tenggara yaitu ASEAN. Deklarasi ini ditandatangani pada tahun 1967
oleh lima perwakilan negara anggota ASEAN di Bangkok, Thailand. Deklarasi Bangkok
ini sendiri terus berkembang dan berubah mengikuti isu-isu yang juga terus berubah
seiring perubahan zaman. Pada 22 Juni 2019 dalam ASEAN Summit ke 34 yang
dilaksanakan di Bangkok, negara-negara anggota ASEAN yang diwakili oleh kepala

6
negara ataupun kepala pemerintahannya termasuk Indonesia menyepakati Bangkok
Declaration on Combating Marine Debris in ASEAN Region. Deklarasi ini sesuai
dengan ASEAN Community Vision 2025, yang terkhususnya ada pada Blueprint
ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) 2025 mengenai konservasi dan manajemen
keberlanjutan dari biodiversity dan sumber daya alam. Selain itu juga termasuk
didalamnya berbicara mengenai menjaga lingkungan terutama lingkungan laut dan
pesisir dari polusi dan resikonya terhadap kehidupan yang ada di pesisir dan juga
ekosistem laut. sampah laut merupakan salah satu jenis polusi yang mengancam
kehidupan dan ekosistem laut. Dalam deklarasi ini dinyatakan juga bahwa ASEAN
Community Vision 2025 berkaitan dan melengkapi dari agenda United Nations 2030
mengenai pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development).(Bangkok
Declaration on Combating Marine Debris in ASEAN Region, 2019)
Munculnya Deklarasi Bangkok mengenai sampah laut sebagai bentuk penegasan
dari keinginan negara-negara anggota ASEAN untuk mengambil aksi nyata dalam
mengatasi sampah plastik yang ada di laut yang disampaikan dalam East Asia Summit
Leaders’ Statement mengenai penanganan sampah plastik di laut pada 2018. Hal ini
memperhatikan dari penemuan-penemuan dan pelajaran dari Konferensi EAS mengenai
sampah plastik yang ada di laut yang dilaksanakan di Bali pada 2017, serta dari
rekomendasi yang didapatkan dari ASEAN Conference on Reducing Marine Debris in
ASEAN Region yang dilaksanakan di Phuket. (hubla.dephub.go.id, 2019) Munculnya
deklarasi ini dilatar belakangi oleh berbagai macam pertemuan dan kesepakatan lainnya
yang dilakukan oleh ASEAN. Selain dari kesepakatan dan pertemuan-pertemuan yang
membahas mengenai sampah laut, munculnya deklarasi ini juga dipengaruhi kesadaran
ASEAN sendiri bahwa kerjasama dari berbagai pemegang kepentingan, berbagi ilmu
pengetahuan, transfer teknologi, serta kesadaran publik dan inovasi dalam masalah
sampah laut. Perlu adanya peningkatan kerjasama antar negara-negara anggota ASEAN
untuk melindungi lingkungan laut dan memastikan penggunaan keberlanjutan dari
sumber daya laut.

Implementasi Bangkok Declaration on Combating Marine Debris di Indonesia


Pemerintah Indonesia sebagai upaya mengatasi permasalahan sampah laut
membuat Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 83 Tahun 2018 Tentang
Penanganan Sampah Laut. Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan jumlah
sampah laut hingga 70% yang ditargetkan dapat tercapai pada 2025, dalam rangka
mencapai target tersebut, pemerintah Indonesia membuat Rencana Aksi Nasional
Penanganan Sampah Laut Tahun 2018-2025. Rencana aksi ini adalah upaya pemerintah
Indonesia dalam mengurangi sampah laut dalam ranah nasional dan dibuat untuk
menjadi pedoman bagi menteri dan instansi terkait dalam menentukan kebijakan untuk
mengatasi sampah laut. Terdapat beberapa upaya yang dilakukan, diantaranya adalah
peningkatan kesadaran bagi pemangku kepentingan, pengelolaan sampah yang
bersumber dari darat, serta mengatasi sampah yang ada di pesisir dan juga laut, hal-hal
terkait pendanaan, penguatan kelembagaan, pengawasan dan juga penegakan hukum,
penelitian dan pengembangan. Selain dibentuknya rencana aksi, juga dibentuk tim yang
terdiri dari berbagai kementerian di Indonesia. Kementerian yang tergabung adalah
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan instansi lainnya yang disebut dengan
Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut. Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah ini juga berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015-2019. Rencana yang dibuat kemudian dapat berubah,
menyesuaikan dengan prioritas nasional.(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2017)
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 memiliki beberapa poin terkait
dengan upaya pengurangan sampah laut. Pertama adalah gerakan nasional peningkatan
kesadaran pemangku kepentingan, KKP berperan dalam penyelenggaraan pelatihan
mengenai memilah dan memanfaatkan kembali sampah plastik, melaksankan program
Sekolah Bahari Indonesia, serta melakukan kampanye mengenai kepedulian terhadap
sampah di laut yang dilakukan melalui berbagai bentuk media massa. Kedua adalah
mengenai pengelolaan sampah yang berasal dari daratan. Sampah yang terdapat di laut
sebagian besar dikarenakan adanya aktivitas di darat dan kemudian hanyut terbawa
aliran air yang berakhir di lautan lepas. KKP berperan dalam pengendalian sampah di
muara sungai. Salah satunya dengan membangun sarana untuk menangani sampah di
pelabuhan perikanan baik perikanan samudera maupun nusantara. Ketiga, meskipun
sebagian besar sampah laut berasal dari sampah darat yang hanyut, tetapi sampah laut
tentu tidak lepas dari aktivitas yang ada di lingkungan laut itu sendiri. Sebagai upaya
mengatasi hal ini, pengelolaan sampah dan limbah di setiap pelabuhan baik umum,
samudera, maupun nusantara dengan sertifikasi internasional mengenai manajemen
lingkungan. Keempat, mensosialisasikan kepada kru dan penumpang kapal serta pihak-
pihak yang berwenang di pelabuhan mengenai pembuangan dan pengelolaan sampah.
Kelima, membangun sarana prasarana pengelolaan sampah di wilayah wisata bahari
dan juga daerah pesisir dan pulau-pulau kecil. Keenam, menetapkan standar
operasional yang ramah lingkungan bagi aktivitas penangkapan dan budidaya
perikanan. KKP memiliki peran dalam persoalan sampah plastik yang ada di laut yang
melintasi batas negara, sampah yang hanyut di laut bisa jadi merupakan sampah yang
berasal dari luar Indonesia. KKP juga menyelenggarakan aksi bersih-bersih sampah
plastik bersama di lingkungan sekitar laut yang termasuk pesisir dan pulau-pulau kecil,
sebagai gerakan nasional bersih pantai dan laut. Ketujuh, pendanaan didapat dari
APBN/APBD tetapi bisa juga pendanaan dari luar. Selain itu juga adanya pembentukan
unit yang bergerak pada pengelolaan sampah di kawasan wisata. Terkoordinasinya
penindakan bagi pelanggaran yang terjadi terkait isu sampah laut juga ditingkatkan,
serta memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang menaati standar operasional
pengelolaan sampah di kawasan wisata, dan hukuman kepada pelanggarnya. Pemberian
penghargaan dan hukuman ini diberikan baik kepada pemerintah daerah, pengelola
kawasan wisata, maupun masyarakat. Delapan, adanya penelitian dan pengembangan,
didorong untuk penemuan bahan yang dapat menjadi pengganti dari plastik dan ramah
lingkungan. Selain itu untuk memantau dan menanggulangi sampah perlu adanya sistem
informasi yang saling mendukung, serta lebih banyak penelitian atau studi terkait
pencemaran yang ditimbulkan oleh sampah di laut serta dampak-dampak yang
ditimbulkannya.
Pemerintah Indonesia berperan dalam pemberian fasilitas dan juga pembekalan.
Diperlukan kerjasama dari pihak-pihak lain baik pemerintah daerah, instansi, pemangku
kepentingan, dan yang paling penting adalah kesadaran dan kemauan untuk bergerak
dari masyarakat. Berjalannya kerjasama diantara semua aspek ini, merupakan salah satu

8
upaya dalam penanganan sampah di laut serta untuk mencapai tujuan Indonesia dalam
mengurangi sampah laut sebanyak 70% di tahun 2025.
KKP memiliki program Gita Laut atau Gerakan Cinta Laut (Love Our Ocean by
MMAF) yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2002. Program Gita Laut memiliki tujuan
untuk menumbuhkan kecintaan dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian laut,
dan diharapkan masyarakat dapat lebih memahami tentang upaya mengendalikan dan
menanggulangi sampah.(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2002) Gerakan ini
memiliki beberapa program yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat.
Program-program tersebut diantaranya adalah; a. Gerakan bersih pantai dan laut yang
dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat, b. Jambore pesisir yang dilaksanakan
di beberapa wilayah di Indonesia, c. Sekolah pantai untuk memberikan wawasan kepada
anak-anak, d. penyediaan sarana prasarana untuk mengolah sampah, e. Ikut serta secara
aktif dalam forum terkait isu ini baik di level nasional maupun internasional.
Upaya KKP dalam mengurangi sampah laut dengan public-private partnership.
Bekerjasama dengan pemerintah daerah dan juga dengan pihak swasta. Bekerjasama
dengan Wahyu Segara Group di Nusa Lembongan. KKP dan Wahyu Segara Group
berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Klungkung, beneficiary group, organisasi
non-pemerintah (NGO), dan juga Danone sebagai pihak swasta. Pelaksaan dari program
yaitu memproses sampah yang dikumpulkan dari 200 villa, cottage, dan juga restoran
untuk kemudian dijual. Selain dari program yang ada di Nusa Lembongan, juga terdapat
satu program lagi yang dijalankan di Labuan Bajo yaitu KSU Sampah Komodo. KKP
berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Manggarai Barat, beneficiary group, NGO
dan juga Danone serta Wahyu Segara Group seperti program kolaborasi yang dijalankan
di Nusa Lembongan. Organisasi non-pemerintah (NGO) yang berperan dalam proram di
Labuan Bajo adalah Local WWF yang juga merupakan organisasi peduli lingkungan.
(Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2020)
Berdasarkan Perpres 83/2018 mengenai Penanganan Sampah laut memiliki
beberapa pencapaian. Strategi pertama, telah terlaksana pelatihan terkait pemilahan
sampah dan daur ulang, mengampanyekan gerakan bersih di beberapa kota dan
menyelenggarakan sekolah bahari serta bersama dengan 1751 sekolah menerapkan
budaya hidup sehat di sekolah. Strategi kedua, pengelolaan sampah yang bersumber
dari darat, capaiannya secara umum adalah bagaimana pengendalian sampah serta
pemanfaatan dan mendorong daur ulang sampah. Strategi ketiga, adanya arahan atau
pembekalan mengenai pengelolaan sampah plastik di Destinasi Wisata Bahari serta
dibangunnya sarana pengelolaan sampah di tempat-tempat seperti pelabuhan, destinasi
wisata, pulau kecil, serta adanya aksi membersihkan laut dan pantai bersama untuk
menaggulangi sampah tidak hanya yang berada di laut tetapi juga di lingkungan
sekitarnya. Strategi keempat pada 2019 dilakukan operasi oleh badan keamanan laut
dan National Plastic Action Partnership melakukan pemantauan terhadap pencemaran
laut sebagai upaya mencapai strategi keempat mengenai pengawasan, penegakan
hukum, penguatan lembaga dan pendanaan. Strategi terakhir mengenai penelitian dan
kelembagaan, adanya kajian, penyusunan data, serta publikasi terkait sampah laut.
(PERPRES No. 83 Tahun 2018 Tentang Penanganan Sampah Laut, 2018)
Pada Green Theory, seluruh aspek kehidupan perlu dijaga termasuk juga dengan
aspek lingkungan. Lingkungan dan makhluk hidup dapat terkena dampak negatif jika
kelestarian lingkungan tidak terjaga. Seperti dampak yang ditimbulkan oleh adanya
sampah di laut bagi lingkungan dan kehidupan di dalamnya. Bahkan manusia dapat
terkena dampak kesehatan. Adanya kolaborasi atau kerjasama secara nasional maupun
internasional diperlukan untuk mencapai tujuan berkurangnya sampah laut. Peraturan
Presiden yang dikeluarkan untuk tujuan penanganan sampah laut juga terdiri dari
kerjasama dengan berbagai kementerian yang ada di Indonesia. Kementerian-
kementerian ini kemudian bekerjasama dengan pihak-pihak lain, misalnya pihak swasta,
pemerintah maupun warga lokal dalam kegiatannya dalam upaya mengurangi sampah
laut.
Green theory dengan konsep decentralization of power dimana dapat diartikan
bahwa adanya limpahan kekuasaan dari pihak yang lebih tinggi kepada yang pihak lain
dibawahnya, hal ini terlihat dari adanya kesepakatan Bangkok Declaration on
Combating Marine Debris yang disepakati oleh negara-negara anggota ASEAN.
Meskipun adanya kesepakatan dan komitmen bersama negara-negara di Asia Tenggara,
peraturan dan kebijakan mengenai penanganan sampah laut diberikan kepada masing-
masing negara. Dengan kata lain, masing-masing negara yang mendeklarasikan
komitmennya dalam menanggulangi sampah laut kemudian membuat kebijakan,
peraturan, serta langkah-langkah penanggulangan.
Deklarasi ini hadir sebagai bentuk penegasan komitmen negara-negara Asia
Tenggara untuk mengurangi sampah laut mengingat beberapa negara Asia Tenggara
masuk kedalam penyumbang sampah laut terbesar. Selain itu, deklarasi ini sebagai
pendorong dan komitmen bersama dalam pembuatan kebijakan nasional, serta
pertukaran informasi. Oleh karena itu, Indonesia memiliki kebijakan nasional, serta
aksi-aksi nyata yang dilakukan sebagai perwujudan dari komitmennya mengurangi
sampah laut yang dimulai dari penanggulangan dan pengurangan sampah laut di
Indonesia. Selain upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui pembuatan
kebijakan serta berbagai kerjasama baik antar kementerian di dalam negeri, maupun
kerjasama internasional, pemerintah juga berupaya mengajak pemerintah daerah,
organisasi dan masyarakat lokal untuk ikut serta dalam gerakan-gerakan yang dibuat
sebagai upaya mengurangi sampah laut. Adanya keterlibatan komunitas dan masyarakat
lokal baik melalui gerakan bersih pantai bersama, keikutsertaan dalam penyuluhan, serta
melakukan pengolahan sampah yang benar dapat mengurangi angka sampah yang ada
di laut akibat aktivitas manusia yang dilakukan di darat maupun laut. Upaya-upaya yang
dilakukan oleh pemerintah tersebut tidak lepas dari upaya untuk mencapai target
pembangunan berkelanjutan (SDGs) ke 14 yang salah satu tujuannya adalah untuk
mengurangi semua jenis pencemaran laut termasuk di dalamnya sampah laut. Adanya
pengurangan sampah laut dapat dilihat melalui indikator berkurangnya persentase
sampah laut. Di Indonesia sendiri pada tahun 2019 dan 2020 menunjukkan penurunan
persentase sampah laut sebesar 8,1% dan 7,9% pada 2020.(sipsn.menlhk.go.id, 2020)
Adanya penurunan angka sampah laut ini dipengaruhi oleh upaya yang dilakukan
pemerintah Indonesia. Baik melalui kebijakan-kebijakan nasional, maupun kerjasama
yang terjadi dengan komunitas lokal, pihak swasta, pemerintah daerah, maupun dalam
kancah regional dan internasional dengan negara ataupun organisasi mitra.

PENUTUP

10
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah di dalam negeri bersama-sama
dengan kementerian atau instansi pemerintah baik pemerintah pusat, daerah, serta pihak
swasta dan juga masyarakat sebagai komitmennya dalam mengatasi sampah laut.
Kerjasama dalam negeri ini selain berupa kebijakan yang dikeluarkan mengenai isu juga
aksi seperti gerakan bersih pantai, pembekalan mengenai isu, dan juga pengelolaan
sampah. Pemerintah juga menunjukkan komitmen untuk mengatasi sampah laut di
kancah internasional yang ditunjukkan melalui pertemuan, baik bilateral maupun
multilateral. Indonesia yang menjadi salah satu negara yang menyumbang sampah laut
terbanyak, bersama dengan negara ASEAN lainnya menyepakati Bangkok Declaration
on Combating Marine Debris. Deklarasi ini berkaitan dengan ASEAN Community
Vision 2025 dan melengkapi agenda dari United Nations 2030 yang berbicara mengenai
Sustainable Development. Meskipun dengan adanya Bangkok Declaration on
Combating Marine Debris, kebijakan dan langkah-langkah penanganan sampah laut
dikembalikan kepada masing-masing negara. Indonesia komitmen dalam mengatasi
sampah laut diwujudkan melalui Peraturan Presiden RI No. 83 Tahun 2018 yang
didalamnya juga terdapat rencana aksi nasional dan juga adanya tim koordinasi nasional
yang dibentuk untuk penanganan sampah laut berisikan kerjasama antara kementerian-
kementerian dan badan yang ada di Indonesia.
Mencapai target pembangunan berkelanjutan atau SDGs ke 14, yang salah satunya
menargetkan berkurangnya pencemaran laut yang termasuk di dalamnya adalah sampah
laut. Data total sampah plastik yang ada di laut selama 2018-2020 mengalami
penurunan sebesar 15.3% Hal ini tentu tidak lepas dari adanya kerjasama yang
dilakukan. Baik kerjasama antar instansi dan masyarakat di Indonesia, maupun
kerjasama-kerjasama eksternal dengan negara-negara maupun organisasi di luar
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahim, A. Y., Triyono, Hartana, P., Telaumbanua, Ahd. S., Zalukhu, R., &
Telaumbanua, D. F. (2016). Monitoring Sosial Ekonomi Terumbu Karang dan Ekosistem
Terkait Di Kabupaten Nias Utara Tahun 2016.
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.17181.56809
Bangkok Declaration on Combating Marine Debris in ASEAN Region. (2019, June 22).
Asean.Org. https://asean.org/bangkok-declaration-on-combating-marine-debris-in-
asean-region/
daihatsu.co.id. (2020, November 3). Sampah Plastik : Jenis dan Cara Mengurangi
Dampaknya Bagi Lingkungan. Daihatsu.Co.Id.
https://daihatsu.co.id/tips-and-event/tips-sahabat/detail-content/sampah-plastik-jenis-
dan-cara-mengurangi-dampaknya-bagi-lingkungan/
Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. (2020). Peran Program
Pendayagunaan Masyarakat Melalui Bantuan Softskill dan Sarana Pengolah Sampah
di Wilayah Pesisir.
Fajar, J. (2019, September 8). Sampah Plastik Indonesia Nyasar sampai ke Pantai Phuket
Thailand. Kok Bisa? Mongabay.Co.Id.
https://www.mongabay.co.id/2019/09/08/sampah-plastik-indonesia-nyasar-sampai-ke-
pantai-phuket-thailand-kok-bisa/
Fathun, L. M. (2021). Sharing Knowledge Melalui Sosialisasi Pengelolaan Sampah Plastik
Di Propinsi Sulawesi Tenggara. Dharma: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(2), 25–48.
Fatia, D., & Sugandi, Y. S. (2019). Gerakan Tanpa Sedotan: Hindari Kerusakan Lingkungan.
Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Sosiologi, 3(2), 66–75.
hubla.dephub.go.id. (2019, October 2). Komitmen Indonesia Mengatasi Sampah Plastik Di
Laut Mendapatkan Apresiasi Dalam Pertemuan The 12Th Coope. Hubla.Dephub.Go.Id.
https://hubla.dephub.go.id/home/post/read/5392/komitmen-indonesia-mengatasi-
sampah-plastik-di-laut-mendapatkan-apresiasi-dalam-pertemuan-the-12th-coope
Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2002). Gerakan Cinta Laut (Gita Laut). Kkp.Go.Id.
https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/2633-gerakan-cinta-laut-gita-laut
Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2017). Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan
Perikanan Tahun 2015-2019.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. (2018). Hotspot Sampah Laut Indonesia.
Kementrian PPN, & Bappenas. (2020). Metadata Indikator Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (TPB) Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia (V. Yulaswati,
J. Rizal Primana, Oktorialdi, D. Sadia Wati, & Maliki, Eds.; II). Kedeputian Bidang
Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
kkp.go.id. (2021). KKP | Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kkp.Go.Id.
https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/1994-sampah-laut-marine-debris
Lasabuda, R. (2013). Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan dalam Perspektif Negara
Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax, 1(2), 92–101.
Mardiansyah Assuyuti, Y., Bayu Zikrillah, R., & Arif Tanzil, M. (2018). Distribusi dan Jenis
Sampah Laut serta Hubungannya terhadap Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pramuka,
Panggang, Air, dan Kotok Besar di Kepulauan Seribu Jakarta. Majalah Ilmiah Biologi
Biosfera: A Scientific Journal, 35(2), 91–102.
https://doi.org/10.20884/1.mib.2018.35.2.707
Maruf. (2019). Law and Policy in Addressing Marine Plastic Litter: Indonesia Response and
Recent Development. JILS (JOURNAL OF INDONESIAN LEGAL STUDIES), 4(2),
167–188. https://doi.org/10.15294/jils.v4i2.34757
Mc Glinchey, S., Walters, R., & Scheinpflug, C. (2017). Dasar-Dasar Kajian Teori Hubungan
Internasional. In Dasar-Dasar Kajian Teori Hubungan Internasional (Terjemahan, pp.
1–236). E-International Relation Publishing.
Phelan, A. I., Ross, H., Andri Setianto, N., Fielding, K., & Pradipta, L. (2020). Ocean plastic
crisis-Mental models of plastic pollution from remote Indonesian coastal communities.
Plos One. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0236149
PERPRES No. 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, Pub. L. No. 83,
peraturan.bpk.go.id (2018). https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/94716/perpres-no-
83-tahun-2018
Sano Hafizd, E., Purnaini, R., & Prio Utomo, K. (2021). Pemantauan Sampah Laut Di Pantai
Belacan Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Jurnal Rekayasa Lingkungan Tropis,
5(1).
SDGs. (2018). Sustainable Development Goals. Sustainable Development Goals.
https://www.sdg2030indonesia.org/#modalIconDefinition
sipsn.menlhk.go.id. (2020). Capaian kinerja Pengelolaan Sampah. Sipsn.Menlhk.Go.Id.
https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/
Sirajudin, I., Pelle, W. E., Djamaluddin, R., Sa’ada, D., Paransa, J., Schaduw, J. N. W., &
Sangari, J. R. R. (2022). Identifikasi Sampah Anorganik pada Ekosistem Mangrove
Pantai Tasik Ria Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa. Jurnal Pesisir Dan Laut
Tropis, 10(1), 8–16.

12
UNDP. (2022). Sustainable Development Goals | United Nations Development Programme.
Undp.Org. https://www.undp.org/sustainable-development-goals
Widianarko, B., & Hantoro, I. (2018). Mikroplastik dalam Seafood dari Pantai Utara Jawa.
Universitas Katolik Soegijapranata. www.unika.ac.id
Wismabrata, M. H. (2018, November 22). 5 Fakta Kematian Paus di Wakatobi, 5,9 Kg
Sampah Plastik di Perut hingga Ancaman Ekosistem Laut. Regional.Kompas.Com.
https://regional.kompas.com/read/2018/11/22/15452011/5-fakta-kematian-paus-di-
wakatobi-59-kg-sampah-plastik-di-perut-hingga?page=all

Anda mungkin juga menyukai