Anda di halaman 1dari 33

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA.

2.1. Jalan
Jalan raya merupakan prasarana pada transportasi jalau darat dimana
mencangkup semua bagian jalan termasuk bangunan yang akan difungsikan
sebagai bangunan pelengkap yang terletak dibawah dan diatas permukaan tanah
dimana dapat berpengaruh terhadap aktifitas lalu lintas , terkecuali jalan rel kereta
api,dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006). Pada
umumnya jalan diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu (Bina Marga 1997)
diataranya sebagai berikut:
1. Klasifikasi jalan menurut fungsinya terdiri atas 4 golongan (UU No. 22
Tahun 2009) yaitu :
- Jalan arteri adalah prasarana angkutan umum yang difungsikan untuk melayani
perjalanan dengan jarak tempuh yang cukup jauh, kendaraan dengan kecepatan
tinggi, dan juga adanya pembatasan jalan masuk yang diatur dengan efisien.
- Jalan kolektor merupakan prasarana angkutan umum pengumpul dan pembagi
yang difungsikan untuk melayani perjalanan dengan jarak tempuh sedang,
kendaraan dengan kecepatan rata-rata sedang, dan adanya pembatasan jumlah
jalan masuk.
- Jalan lokal merupakan sala satu prasarana angkutan umum setempat yang
difungsikan untuk melayani perjalanan jarak dekat, kendaraan dengan
kecepatan rendah, dan tidak adanya pembatasan jumlah jalan masuk
- Jalan lingkungan adalah prasarana angkutan umum yang difungsikan untuk
melayani perjalanan jarak dekat, dan juga melayani kendaraan dengan
kecepatan rata-rata yang rendah.

Peraturan pemerintah No. 34 tahun 2006 yang terdapat pada pasal 6 dan 9
menjelaskan tentang fungsi dari jalan yang dimana terdapat di dalam sistem
jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder yang memiliki satu kesatuan

6
7

jaringan jalan yang dibagi menjadi dua sistem jaringan jalan diantaranya sistem
jaringan jalan primer dan juga sistem jaringan jalan sekunder.

Yang di maksud dengan sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan
jalan yang menghubungkan antar kawasan antar kota, diatur secara
berkelanjutan yang disesuaikan dengan perkotaan yang memiliki potensi dan
akan dihubungkan. Pelayanan lalu lintas yang terus berkelanjutan dan semakin
berkembang harus adanya sistem jaringan primer yang tidak terputus pada setiap
ruas jalan walaupun ruas jalan tersebut termasuk dalam kawasan perkotaan. Dan
yang dimaksud dengan sistem jaringan jalan sekunder adalah sala satu sistem
yang dapat menggabungkan antar wilayah perkotaan dengan
mempertimbangkan peran dan potensi kawasan tersebut.

2. Klasifikasi. menurut kelas jalan


Pada Undang-Undang No.22 Tahun 2009. Kelas jalan dibagi menjadi
beberapa macam dengan mempertimbangkan:
- Fungsi dan intensitas lalu lintas yang berguna bagi kepentingan pengaturan
jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.
- Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan ukuran kendaraan
bermotor
Pengelompokan jalan menurut kelas jalan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Pembagian Kelas Jalan dan Daya Dukung Beban


Karakteristik Muatan Sumbu
Kelas Fungsi Jalan kendaraan (m) Terberat
jalan Panjang Lebar (MST)
I Arteri 18 2,50 >10 Ton
II Arteri 18 2,50 10 Ton
IIIA Arteri/Kolektor 18 2,50 10 Ton
IIIB Kolektor 12 2,50 10 Ton
IIIC Lokal 9 2,10 10 Ton
Sumber: Peraturan perundang-undangan Nomor. 22 Tahun 2009
8

a. Jalan kelas I adalah jalan yang difungsikan sebagai jalan arteri dan kolektor
yang dimana jalan tersebut bisa dilalui kendaraan bermotor yang memiliki
ukuran besar dengan ketentuan lebar motor harus lebih kecil dari 2500
milimeter, panjang harus lebih kecil dari 18000 milimeter dan memiliki muatan
sumbu yang terberat yaitu 10 ton.
b. Jalan kelas II adalah jalan yang difungsikan sebagai jalan arteri, kolektor, lokal
dan lingkungan dimana jalan tersebut bisa dilalui kendaraan bermotor yang
memiliki ukuran besar dengan ketentuan lebar motor harus lebih kecil dari
2500 milimeter, ukuran maksimal 4200 milimeter dan memliki muatan sumbu
yang terberat yaitu 8 ton
c. Jalan kelas III adalah jalan yang difungsikan sebagai jalan arteri, kolektor, lokal
dan lingkungan dimana jalan tersebut bisa dilalui kendaraan bermotor yang
memiliki ukuran besar dengan ketentuan lebar motor harus lebih kecil dari
2100 milimeter, panjang harus lebih kecil dari 9000 milimeter, ukuran
maksimal kendaraan 4200 milimeter dan memliki muatan sumbu terberat yaitu
8 ton
d. Jalan kelas khusus adalah jalan yang difungsikan sebagai jalan arteri dimana
jalan tersebut bisa dilalui kendaraan bermotor yang memiliki ukuran besar
dengan ketentuan lebar motor harus lebih besar dari 2500 milimeter, panjang
harus lebih besar dari 18000 milimeter, ukuran maksimal kendaraan 4200
milimeter dan memliki muatan sumbu terberat yaitu 10 ton
3. Pengelompokan jalan dilihat dari medan jalan. (Bina Marga 1997)
Medan jalan dapat dikelompokan dengan mempertimbangkan kondisi dimana
kemiringan medan sebagain besar diukur tegak lurus menggunakan garis
kontur. Kemiripan kondisi. kemiringan dimana diproyeksikan hanya
mempertimbangkan. kemiripan kondisi medan menurut perencanaan trase
jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari
beberapa segmen jalan tersebut. seperti terlihat pada Tabel 2.2.
9

Tabel 2.2. Klasifikasi Menurut Medan Jalan


Jenis Notasi Kemiringan Medan
Medan (%)
Darat D <3
Perbukitan B 3 – 25
Pegunungan G > 25
Sumber : Bina Marga 1997

2.2. Perkerasan jalan.


Perkerasan jalan merupakan stuktur dari jalan yang dimana terdiri dari beberapa
lapisan material yang diletakan pada tanah dasar (subgrade). Tujuannya
menghasilkan permukaan jalan yang rata dengan dengan adanya kekesatan tertentu,
dan memiliki umur rencana yang dikatakan cukup panjang, serta memerlukan
pemeliharaan secara minimun.
Tanah dalam kondisi alamiah atau tanah asli sangat jarang berada dalam kondisi
dimana dapat menahan beban yang berkelanjutan yang di hasilkan oleh kendaraan
tanpa adanya deformasi yang dibilang cukup besar. Karena hal tersebut struktur
jalan memerlukan perkerasan (pavament) yang. dimana dapat menahan beban roda
kendaraan . Perkerasan jalan merupakan lapis atas dari struktur jalan atau lapisan
kulit yang tektsturnya keras dan diletakan pada formasi tanah setelah selesainya
pekerjaan tanah, atau juga bisa diartikan sebagai struktur jalan yang melindungi
tanah dasar dari roda kendaraan.

Menurut Hardiyatmo (2015), Fungsi dari perkerasan sendiri diantaranya sebagai


berikut:

1. Memberikan permukaan tanah menjadi rata dan halus bagi pengguna jalan
raya.
2. Menditribusikan beban kendaraan diatas susunan tanah yang memadai,
sehingga. dapat melindungi tanah dasar dari tekanan berlebihan yang
dihasilkan dari roda kendaraan.
10

3. Melindungi susunan tanah dasar yang disebabkan adanya perubahan cuaca


dimana dapat mempengaruhi tanah dibawah struktur jalan.

Menurut Hardiyatmo (2015), Karakteristik dari perkerasan sendiri tidak haya


bergantung pada sifat lalu lintasnya, tetapi juga disebabkan juga pada sifat – sifat
tanah di mana perkerasan akan di bangun. Dalam perkerasan jalan raya, berikut
ini beberapa item yang harus diperhatikan di antaranya:

1) Volume kendaraan selama umur rancangan.


2) Tipe kendaraan yang lewat.
3) Kapasitas dukung tanah-dasar.
4) Tebal setiap komponen pembentuk perkerasan.
5) Material pembentuk lapis komponen perkerasan

Menurut Hardiyatmo (2015), ada beberapa elemen-elemen struktural utama dalam


pembangunan jalan meliputi:

1) Timbunan
2) Pondasi di bawah timbunan
3) Galian
4) Perkerasan jalan.

Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan signifikan antara perkerasan jalan dan
lapangan udara, hanya pada lapangan udara perkerasan dirancang untuk
mendukung beban yang lebih besar.

2.3. Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku


Perkerasan jalan berfungsi sebagai struktur yang dapat melindungi tanah dasar
dan struktur jalan agar tegangan dan regangan yang diterima tidak berlebihan yang
diakibatkan oleh beban kendaraan yang lewat. Pemilihan tipe perkerasan yang
akan digunakan harus mempertimbangkan dana yang akan dipakai untuk
pembangunan jalan, biaya pemeliharaan jalan, dan juga manajemen waktu yang
diperlukan dalam proyek pembangunan jalan demi kelancaran lalu-lintas.
11

Menurut Hardiyatmo (2015), Perkerasan jalan di klasifikasikan dalam 3 bagian


bagian di antaranya:

1) Perkerasan aspal / lentur.


2) Perkerasan beton / kaku.
3) Perkerasan komposit.
2.3.1. Perkerasan lentur (flexible pavament)
Perkerasan aspal/lentur merupakan konstruksi jalan raya yang terdiri dari
beberapa lapisan struktur jalan yang dipadatkan dan berada bawah permukaan
aspal. Lapisan struktur jalan yang ada menggunakan aspal yang fungsinya sebagai
bahan pengikat. Pada umumnya elemen – elemen perkerasan lentur terdiri dari 3
bagian/lapisan utama diantaranya. Lapisan permukaan perkerasan lentur sendiri
biasanya dibagi menjadi beberapa laisan diantaranya lapis asphalt wearing curse
dan juga binder course atau lapis pengikat yang disusun berbeda. Lapis pondasi
atas dan lapis pondasi bagian bawah biasanya tersusun secara berbeda tergantung
dari jenis material yang dipakai, diataranya pondasi atas, pondasi bawah atau
pondasi bawah yang berada pada bagian atas dan juga pondasi bawah yang berada
di bagian bawah. Struktur perkerasan aspal/lentur sendiri bisa dilihat pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1, Komponen – Komponen. Perkerasan Lentur


(Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (2002)
12

2.3.2. Perkerasan Kaku.


Perkerasan beton/kaku adalah konstruksi jalan yang berbahan dasar beton
semen portland, dimana strukturnya menggunakan dua lapisan diantaranya pelat
yang terbuat dari beton dan pondasi bagian bawah (subbase). lapis pondasi bawah
berfungsi mengendalikan pengaruh pemompaan (pumping), mempermudah
pelaksanaan pekerjaan proyek jalan dimana dapat difungsikan sebagai lantai saat
pekerjaan berlangsung, dan juga mengurangi adanya retak yang terjadi pada pelat
beton. Pelat beton yang akan dipakai dapat dilekatakan pada bagian tas material
komposit dengan adanya penggunaan agregat yang berbedan antara agregat pada
lapis pondasi atas dan agregat pada pondasi bawahnya. Lapisan atas dan lapisan
bawah pada struktur perkerasan kaku kadang menggunakan lapisan penutup
(copping layer) jika dibutuhkan.
Jika dilihat dari kondisinya pelat beton pada perkerasan kaku biasanya
menggunakan pelat tanpa tulangan, pelat menggunakan tulangan, pelat yang diberi
tulangan secara berkelanjutan, dan juga beton prategang atau beton fiber. Pelat
beton yang digunakan sebagai bahan konstuksi perkerasan kaku di letakan di atas
material material berbutiran kecil yang sudah dipadatkan yang di bagian bawah
struktur sudah adanya daya dukung tanah yang sudah dipadatkan. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Komponen – Komponen Perkerasan Kaku.


(Hardiyatmo 2015)
13

Adapun perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku yang dijelaskan
pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Perbandingan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku


No Keterangan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
1. Bahan pengikat Aspal Semen
2. Repetisi beban Adanya alur atau lenduran Adanya retak yang terjadi
pada trek roda kendaraan di permukaan perkerasan
3. Adanya Penurunan Tekstur jalan Berfungsi sebagai balok di
pada tanah dasar bergelombang (mengikuti atas perletakan
tanah dasar)
4. Adanya perubahan Modulus kekakuan Modulus kekakuan tidak
temperatur berubah. berubah.
Timbul tegangan dalam Adanya tegangan dalam
yang kecil yang cukup besar
Sumber : Buku Sukirman (1999)

2.4. Jenis – jenis kerusakan perkerasan jalan


Menurut Hardiyatmo (2015), kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan
dapar dibagi menjadi 2 diataranya sebagai berikut :
1. Kerusakan fungsional.
Yang di maksud dengan kerusakan fungsional adalah kerusakan yang biasanya
terjadi di permukaan jalan dimana dapat berpengaruh terhadap nilai dan fungsi dari
jalan yang ada. Kerusakan ini ada juga mempunyai hubungan dengan kerusakan
yang terjadi secara struktural. Jenis kerusakan yang terjadi secara fungsional ini
masih dapat menahan beban yang dihasilkan oleh kendaraan lewat tetapi tidak
menjamin adanya rasa aman dan nyaman terhadap pengguna jalan raya. Oleh sebab
itu harus adanya perawatan pada lapisan permukaan agar dapat menjamin kondisi
permukaan yang tetap baik, dimana dapat menggunakan sistem pemeliharaan jalan
oleh Direktorat Jendral Bina Marga 1995.
2. Kerusakan struktural.
Yang dimaksud dengan kerusakan struktur adalah kerusakan jalan yang terjadi
pada struktur perkerasan tersebut, kerusakan ini juga dapat terjadi di seluruh atau
sebagian struktur perkerasan jalan dimana dapat menyebabkan jalan tersebut tidak
14

kuat menahan beban kendaraan yang lewat. Oleh sebab itu cara mengatasi
kerusakan yang terjadi pada struktur jalan yang ada harus adanya perbaikan pada
struktur perkerasan yang mengalami kerusakan dengan berbagai teknik perbaikan
yang sudah ada, contohnya perbaikan dengan teknik overlay, perbaikan jalan
dengan teknik rigid pavement, atau juga teknik perbaikan cement treated recycling
base.
2.5. Jenis – jenis kerusakan perkerasan lentur
Menurut Hardiyatmo (2015), pada perkerasan lentur jenis – jenis kerusakan
yang ada dapat dibedakan menjadi 5, diataranya sebagai berikut :
2.5.1. Deformasi.
Deformasi merupakan salah satu jenis kerusakan jalan yang mengakibatkan
terjadinya perubahan bentuk dari permukaan jalan dari bentuk sebelumnya.
Deformasi juga merupakan kerusakan yang penting karena dapat mempengaruhi
kenyamanan saat berlalu-lintas yang tiindai dengan adanya genangan air yang dapat
berpengaruh terhadap kekasatan permukaan jalan, serta dapat menggambarkan
kerusakan pada struktur perkerasan. jenis kerusakan ini mempunyai beberapa tipe
yang menggambarkan terjadinya kerusakan secara deformasi diatarnya : adanya
jalan yang bergelombang, terjadinya alur (rutting), (depression), adanya sungkur
(shoving), jalan mengembang (swell), adanya benjolan dan penurunan (bump and
sags). Seperti terlihat pada Gambar.2.3.

Gambar. 2.3. deformasi perkerasan lentur


15

2.5.2. Retak (Crack)


Retak adalah jenis kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur yang
disebabkan oleh beberapa faktor. Retak pada sauatu perkerasan dapat terjadi dalam
berbagai bentuk.secara teori terjadinya retak pada suatu perkerasan jalan ditandai
dengan adanya tegangan tarik maksimum yang terjadi pada perkerasan
melebihi/lebih besar tegangan tarik maksimal yang ditahan oleh jalaan yang ada.
Dimisalkan terjadinya retak yang terjadi karena kelelahan yang disebabkan karena
adanya tegangan tarik yang terjadi terus-menerus yang dimana di hasilkan oleh
aktifitas lalu – lintas. Retak pada perkerasan lentur dibedakan diataranya sebagai
berikut : retak yang bentuknya memanjang(longitudinal cracks), retak yang
bentuknya melintang (transverse cracks), retak dengan bentuk diagonal (diagonal
cracks), retak yang berkelok-kelok (meandering), retak reflektif pada sambungan
jalan (joint reflective cracks), retak blok pada perkerasan (blok cracks), retak kulit
buaya yang terjadi pada umunya di permukaan jalan (alligator cracks), retak selip
(slippage cracks), atau retak yang berbentuk bulan sabit (crescent shape cracks).
Lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar.2.4. Retak perkerasan lentur

2.5.3. Kerusakan dipinggir perkerasan jalan


Jenis kerusakan ini ditandai dengan adanya retak yang dimana sering terjadi
di sepanjang permukaan perkerasan jalan yang tersambung dengan bahu
16

jalan. Kerusakan ini dapat terjadi di sepanjang jalan yang berbentuk


memanjang. Kerusakan di pinggir perkerasan megakibatkan berkuranganya
lebar perkerasan jalan, hilangnya rasa nyaman saat berkendara, dan dapat
memicu adanya potensi kecelakaan, serta di tandai dengan adanya alur
dipinggir perkerasan jalan yang dimana bisa menyebabkan pengikisan.
Kerusakan dipinggir jalan terbagi menjadi 2 diataranya, retak yang terjadi
dipinggir perkerasan (edge cracking)/dan timbulnya penurunan di pinggir
perkerasan (edge drop-off). Contohnya dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar. 2.5. kerusakan dipinggir perkerasan

2.5.4. Kerusakan tekstur permukaan


Jenis kerusakan ini ditandai dengan adanya kehilangan atau berkurangnya
material pada perkerasan jalan yang ada secara bekelanjutan dimulai dari
lapisan permukaan jalan sampai dengan lapisan bawah. Kondisi perkerasan
jalan yang ada terlihat pecah menjadi beberapa bagian kecil yang
mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya pengelupasan atau
goresan yang sejajar pada permukaan perkerasan jalan yang dibabkan oleh
panas yang dihasilakn oleh matahari. Jenis kerusakan ini tentu ridak
mempengaruhi kualitas perkerasan jalan , akan tetapi dapat mempengaruhi
tingkat kenyamanan kendaraan yang melintas. Kerusakan tekstur
permukaan dapat dibedakan menjadi beberapa macam diantaranya sebagai
berikut : butiran lepas (raveling), kegemukan perkerasan jalan (bleending),
agregat licin (polished aggregate), pengelupasan di permukaan perkerasan
17

(delamination), dan stripping. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar


2.6.

Gambar.2.6. kerusakan tektur perkerasan

2.5.5. Lubang (pothles)


Lubang (pothles) adalah jenis kerusakan jalan perkerasan lentur, jenis
kerusakan ini terjadi dengan adanya lubang yang terdapat pada perkerasan jalan
yang ada, hal ini disebabkan berkurangnya lapis aus dan material yang ada di atas
pondasi (base) pada perkerasan yang ada. Lubang (pothles) yang terjadi permukaan
jalan disebabkan oleh adanya galian dan tambalan yang dapat memicu terjadinya
kerusakan jalan yang berbentuk lubang. Adanya lubang pada perkerasan jalan
ketika beban dari aktifitas kendaraan yang dimana bisa menggerus bagian-bagian
kecil yang ada di permukaan jalan. Meningkatnya jumlah lubang pada perkerasan
ditandai dengan adanya genangan air yang disebabkan oleh air hujan. Contohnya
lebih jelas terlihat pada Gambar 2.7.

Gambar.2.7. Lubang pada perkerasan lentur

2.6. Penyebab kerusakan jalan


Menurut Sukirman (1999),hal yang menyebabkan terjadinya kerusakan
perkerasan pada konstruksi jalan dibagi menjadi beberapa, diantaranya:
1. Lalu lintas
18

Aktifitas kendaraan berpotensi menyebabkan kerusakan jalan, dalam hal ini


ditandai dengan semakin meningkatknya beban kendaraan yang lewat.

2. Material konstruksi perkerasan


Material konstruksi perkerasan menjadi penyebab timbulnya kerusakan pada
perkeresan karena di pengaruhi oleh sifat material itu sendiri dan pengolahan
material yang dinilai tidak baik.
3. Air
Air tentu sangat mempengaruhi kualitas jalan yang ada, karena dapat merusak
permukaan perkerasan yang ada, sehingga jalan tidak nyaman untuk dilalui. Yang
dimaksud dengan air sebagai penyebab kerusakan konstruksi perkerasan yang ada
dalah. Sistem drainase yang kurang baik, berasal dari air hujan, dan terjadinya
kenaikan volume air akibat sifat kapilaritas.
4. Kondisi tanah dasar yang kurang stabil
Yang menjadi penyebab kondisi tanah dasar yang kurang baik disini adalah adanya
kesalahan pada saat pelaksanaan pemadatan tanah ataupun sifat tanah dasar yang
kurang baik menjadi sala satu penyebabnya.
5. Iklim
Iklim memang sangat berpengaruh terhadap kualitas konstruksi perkerasan yang
ada pada negara Indonesia, karena indonensia adalah sebuah negara. yang memliki
iklim tropis, dimana adanya potensi hujan dan suhu dinilai cukup tinggi.
2.7. Sistem penilaian kondisi perkerasan
Yang menjadi hal yang pentig untuk mengelola sistem penilaian kondisi
perkerasan jalan adalah mampu memahami dan menggambarkan kondisi
perkerasan yang ada saat ini, bisa memprediksi kondisi perkerasan untuk tahun
yang akan datang.
Pada prinsipnya struktur pada suatu perkerasan jalan tentu akan mengalami
kerusakan secara bertahap semenjak adanya aktifitas lalu-lintas. Maka dari itu,
untuk menghindari peristiwa yang ada harus adanya teknik/cara yang dimana
bertujuan menjabarkan kondisi dan karakteristik perkerasan yang ada yang
19

bertujuan agar disusun dalam program program pemeliharaan jalan yang nantinya
akan dipakai di lapangan.
Kerusakan pada perkerasan jalan secara garis besar bisa dibagi menjadi 2
bagian diantaranya kerusakan yang terjadi pada struktur jalan dimana menimbulkan
adanya kegagaln struktur perkerasan jalan pada setiap komponen struktur jalan
yang mengakibatkan jalan tersebut tidak kuat dalam menahan beban dari aktifitas
lalu-lintas yang terus-menerus terjadi, dan kerusakan jalan yang terjadi secara
fungsional yang mengakibatkan berkurangnya tingkat keamanan dan kenyaman
berkendara sehingga memicu adanya peningkatkan biaya operasional kendaraan.
Untuk menganalisa kondisi perkerasan jalan yang ada dengan baik, harus
adanya sistem penilaian guna mengidentifikasi perkerasan yang ada. Dalam sistem
penialaian yang akan digunakan terdapat beberapa sistem penilaian diataranya
sebagai berikut : Bina Marga, Asphalt Institute, dan juga Metoda PCI.
2.7.1. Sistem penilaian menurut Bina Marga
Pada sistem penilaian menggunakan Metode Bina Marga, dalam
menentukan niali kondisi dari setiap jenis kerusakan yang terjadi harus dilakukan
dengan survey langsung di lokasi yang dimana jenis kerusakan yang akan survey
mencangkup kekasaran pada permukaan perkerasan, retak, lubang dan ambalas
pada pinggir perkerasan. Dalam menentukan suatu nilai kondisi jalan yang ada
dilakukan dengan menjumlahkan nilai dan angka yang diperoleh dari survey secara
kangsung dilapangan. Dalam menentukan urutan prioritas (UP) kondisi suatu jalan
merupakan fungsi dari kelas LHR (lalu lintas harian rata – rata) dan nilai kondisi
yang ada, yang dimana secara matematis dituliskan:
UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)
Diketahui :
Kelas LHR = Kelas lalu lintas harian rata rata untuk pekerjaan
pemeliharan jalan
Nilai kondisi jalan = Nilai yang didapatkan untuk kondisi jalan yang sesuai
dengan kerusakan yang ada
Nilai dari urutan prioritas akan di pakai untuk menentukan program peningkatan
jalan yang ada .
20

- Urutan Prioritas 0 – 3, menunjukan bahwa jalan termasuk dalam urutan


prioritas yang nantinya dimasukan dalam program peningkatan jalan
- Urutan prioritas 4 – 6, menunjuakn bahwa jalan termasuk dalam urutan
prioritas yang nantinya dimasukan pada program pemeliharaan secara teratur
- Urutas prioritas >7, menunjukan bahwa jalan termasuk dalam urutas prioritas
yang nantinya dimasukan dalam program pemeliharaan secara rutin.

Seperti yang terterah dan dijelaskan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Penetapan Nilai Kondisi Jalan Berdasarkan Total Angka Kerusakan
Total Angka Kerusakan Nilai Kondisi Jalan
26 - 29 9
22 - 25 8
19 - 21 7
16 - 18 6
13 - 15 5
10 - 12 4
7-9 3
4-6 2
0-3 1
Sumber : Tata Cara Penyusunan Program pemeliharaan Jalan Kota.
21

Gambar 2.8. Nilai dari kondisi jalan


(Sumber : Tata cara penyusunan program pemeliharaan jalan kota)

Gambar 2.8. Nilai dari kondisi jalan (lanjutan)


(Sumber : Tata cara penyusunan program pemeliharaan jalan kota)

2.7.2. Sistem penilaian menggunakan Metode PCI


Metode PCI merupakan salah satu sistem penilaian kondisi suatu jalan yang
dimana secara visual mengarah kepada permukaan perkerasan yang dimana
berguna untuk mengevaluasi kondisi jalan yang ada dengan menggunakan proses
pemeriksaan, menentukan alternatif pemeliharaan jalan, rehabilitasi jalan,
memperkiraan nilai kualitas dalam pemeliharaan jalan yang ada, serta adanya
evaluasi mengenai cara pemeliharaan jalan dan rehabilitasi jalan yang mungkin
berbeda.
Dalam sistem penilaian ini informasi mengenai kondisi perkerasan dapat
diperoleh saat survey sedang berlangsung, tetapi tidak bisa memberikan infomasi
mengenai nilai kondisi jalan di masa mendatang. Tetapi metode ini dapat dipakai
pada saat melakukan survei secara periodik, informasi yang diperoleh dalam
melakukan survei kondisi perkerasan jalan yang ada dengan metode PCI dapat
berguna bagi kinerja jalan dimasa yang akan datang.
22

Menurut Hardiyatmo (2015), Pada metode ini juga, jika ditinjau dari tingakt
kerusakan yang berlebihan pada perkerasan jalan yang dimana termasuk dalam
fungsu dari faktor-faktor dibawah ini.
1. Jenis kerusakan perkerasan
2. Tingkat keparahan kerusakan perkerasan
3. Total kerusakan atau kerapatan kerusakan perkerasan
2.7.2.1 Nilai indeks kondisi perkerasan
Nilai dari Indeks kondisi perkerasan atau PCI merupakan salah satu nilai
dari tingkatan kondisi permukaan perkerasn jalan serta ukuran yang dilihat dari
fungsi daya guna dimana mengacu pada kondisi kerusakan pada perkerasan.
Metode Pavement condition indeks adalah salah satu indeks yang tertulis dengan
sakal numerik, dimana dimulai dari nilai 0 yang menyatakan bahwa kondisi
perkerasan yang ada dinilai sangat rusak sedangkan nilai yang menunjukan angka
100 adalah kondisi perkerasan masih sangat bagus. Seperti yang terlihat di Gambar
2.8.

Gambar 2.9. Hubungan Nilai PCI dan Kondisi


(Hardiyatmo 2015)

2.7.2.2.Rumus – rumus dalam hitungan PCI (Pavement Condition Indeks)


Dalam perhitungan PCI, terdapat Rumus – Rumus diantaranya sebagai berikut :
a. Kadar Kerusakan / kerapatan (Density)
Density merupakan persentase terhadap nilai luas dari jenis kerusakan terhadap
niali luas pada suatu unit sampel yang dimensinya adalah m2 / m’. Untuk
23

memperoleh nilai density dari suatu jenis kerusakan dapat dibagi sesuai dengan
tingkat kerusakan yang ada.

Rumus untuk menentukan nilai dari kerapatan itu sendiri :

𝐴𝑑
Density = x 100% ....................................(2.1.)
𝐴𝑠
𝐿𝑑
Atau = x 100 %....................................(2.2.)
𝐴𝑠

Diketahui :
Ad = luas dari seluruh jenis kerusakan pada tiap-tiap tingkat kerusakan (m2)
As = luas total unit sampel (m2)
Ld = panjang keseluruhan jenis kerusakan pada setiap tingkat kerusakan
Luas keseluruhan (Ad) adalah hasil perhitungan untuk setiap dimensi kerusakan
jalan dimana memiliki kesamaan jenis dan tingkat kerusakan. Rumus (2.1.) dapat
digunakan untuk menghitung luas dari masing – masing kerusakan yang sesuai
dengan tingkat keparahannya.
b. Deduct Value
Deduct Value merupakan salah satu nilai pengurang untuk tiap jensi kerusakan
yang didapat kurva hubungan antara density dan severty level. Disebabkan oleh
banyaknya kemungkinan yang terjadi kondisi perkerasan yang ada untuk
memperoleh indeks dengan memperhitungkan faktor-fakor yang ada pada umunya
sudah menjadi sebuah permasalahan.
Nilai Deduct Value didapatkan tentu harus sesuai dengan jenis perkerasan jalan
yang ada, yang dimana jalan termasuk dalam perkerasan lentur atau termasuk dalam
perkerasan kaku. Pada perkerasan aspal Jika nilai Deduct Value > 2 (q sama dengan
2) maka nilai Deduct Value yang akan pakai harus > 2. Untuk menentukan nilai
Deduct Value pada perkerasan kaku dan perkerasan yang ada pada bandara, nilai
Deduct Value yang akan dipakai harus > dari 5. Tetapi jika terdapat hanya 1 nilai
DV, maka nilai DV yang ada secara langsung akan di pakai sebagai nilai TDV,
dimana digunakan sebagai nilai DV. Jika terdapat nilai Deduct Value > 1, maka
harus mencari nilai Correct Deduct Value yang paling tinggi atau maksimum
24

Sebagai salah satu contoh jenis kerusakan retak buaya, jika sudah diketahui
nilai densitas dari tingkat keparahan dan jenis kerusakan yang ada, maka untuk
memperoleh nilai Deduct Value harus menhubungkan nilai Density dengan
menggunakan kurva dimana garis yang akan memotong kurva akan ditarik secara
vertikal sampai menunjukan tingkat keparahan kerusakan yang ada , setelah itu
garis yang akan menunjukan nilai deduct value ditarik ke kiri secara horizontal .
lebih jelasnya terlihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.10. Grafik nilai pengurang untuk kerusakan retak buaya


(Hardiyatmo 2015)

c. Total pengurangan TDV


Nilai semua pengurangan (Total Deduct Value) merupakan total nilai secara
keseluruhan dari IDV. Nilai yang ada merupakan hasil penjumlahan nilai decut
value untuk setiap tipe dan tahap kerusakan jalan.
d. Nilai pengurang terkoreksi CDV
CDV merupakan nilai pengurang terkoreksi yang dapat didapatkan dari kurva
hubungan antara nilai TDV dan nilai DV. Nilai DV yang akan digunakan tentu
harus lebih besar dari 2 (q = 2) dan juga dikoreksi dengan nilai pengurang ijin (mi).
Seperti pada rumus dibawah ini :
9
mi = 1 + (98 )(100 – HDVi)...................................................................(2.3.)
Diketahui :
mi = nilai pengurang ijin.
HDVi = nilai pengurang DV yang tertinggi (highest deduct value)
25

Nilai dari m1 merupakan nilai pengacu yang nantinya menggunakan nilai deduct
value, tahapan untuk menghitung nilai DV antara lain sebagai berikut:

a. Jika terdapat 4 nilai DV, yang akan digunakan sebagai nilai DV adalah nilai
yang > 2 ( q =2 )
b. Menghitung mi menggunakan rumus ( 2.3.)
c. Jika mi adalah 5, maka ada perbandingan antara mi dengan jumlah DV seperti
terterah pada poin (a), maka mi sama dengan 5 > dari Deduct Value sama
dengan 4, jadi semua data yang merupakan Deduct Value akan dipakai pada
perhitungan berikutnya. Tetapi jika mi < dari DV, makan yang akan digunakan
yaitu Deduct Value lebih besar dari 2, yaitu q sama dengan 2.
Penjumlahan DV akan digunakan sebagai nilai TDV, dimana dalam melakukan
iterasi yang bertujuan memperoleh nilai dari q yang mencapai angka 1, dimana
Total Deduct Value sama dengan Corrected Deduct Value. Contohnya seperti
dibawah ini.
1. Ada empat (4) buah nilai DV
2. Jika DV sama dengan 4, maka q sama dengan 4, seluruh nilai harus
dijumlahkan menjadi nilai TDV, yang mengacu pada hubungan antara Total
Deduct Value dengan Corrected Deduct Value, dan nilai q = 4, yang
dijelaskan pada nomorgram Gambar 2.9.

Gambar 2.11. Nilai pengurang perkoreksi (CDV), (Hardiyatmo 2015)


3. Lanjutkan iterasi selanjutnya dengan cara mengganti satu angka dari DV paling
kecil dimana q sama dengan 2, berikutnya menjumlahkan angka keseleruhuan
26

yang merupakan nilai Total Deduct Value. Gunakanlah grafik yang terdapat
pada Gambar 2.9. untuk mencari nilai Correctes Deduct Value dengan
menggunakan nilai q sama dengan 3.
4. Selanjutnya Melakukan iterasi dengan mengubah 2 angka yang dimana
merupakan angka dari Deduct Value dengan q sama dengan 2 yang merupakan
angka DV terkecil, selanjutnya semua angka DV dijumlahkan menjadi nilai
Total Deduct Value. Gunakanlah grafik yang terdapat pada Gambar 2.9. untuk
mencari nilai CDV dengan menggunakan nilai q sama dengan 2
5. Iterasi berikutnya mengubah tiga angka dimana merupakan angka dari Deduct
Value dengan q sama dengan 2, untuk setiap 3 angka Deduct Value yang paling
kecil, selanjutnya seluruh angka Deduct Value dijumlahkan menjadi nilai Total
Deduct Value. Gunakanlah grafik yang terdapat pada Gambar 2.9. untuk
mencari nilai CDV dengan menggunakan nilai q sama dengan 1
Dari semua hasil perhitungan nilai Corrected Deduct Value yang dijelaskan pada
langkah 1 – 5 , nilai CDV yang akan digunakan adalah nilai yang paling besar
(CDVmax).
untuk memperoleh hasil PCI, dapat menggunakan rumus dibawah ini :
PCI(s) = 100 – CDV..............................................................................(2.4.)
Diketahui :
PCI(s) = PCI setiap Segmen
CDV = CDV setiap Segmen

Untuk menghitung total PCI :


PCIf = (∑PCI(s) / N ) ............................................................................(2.5.)
Diketahu :
PCIf = nilai total Pavement Condition Index pada area penelitian
N = jumlah Segmen Jalan
Nilai PCI yang di dapat akan di kategorikan sesuai dengan nilai dengan kondisi
perkerasan, seperti yang ada pada Tabel 2.5.
27

Tabel 2.5. Nilai PCI dan Kondisi Perkerasan Jalan


Nilai PCI Kondisi
86 – 100 Sempurna (excelent)
71 – 85 Sangat Baik (Very Good)
56 – 70 Baik (Good)
41 – 55 Sedang (Fair)
26 – 40 Buruk (Poor)
.11 – 25 Sangat Buruk (Very Poor)
0 – 10 Gagal (Failed)
Sumber : Hardiyatmo (2015)

2.8. Pekerjaan Lapis Tambahan (Overlay)


Pekerjaan lapis tambahan (overlay) merupakan salah satu bentuk
pemeliharaan perkerasan lentur yang dimana bertujuan untuk perbaikan perkerasan
aspal. Perbaikan perkerasan aspal mencangkup beberapa kegiatan perbaikan
diantaranya penutupan retakan, perawatan permukaan, penambalan permukaan,
dan lapis tambahan (overlay).
Menurut Hardiyatmo (2015), Lapisan tambahan (overlay) dengan campuran aspal
panas pada perkerasan lentur dibagi menjadi dua lapis tambahan diantaranya
1. Lapisan tambahan struktural.
2. Lapisan tambahan fungsional.
Lapisan tambahan struktural merupakan salah satu bentuk
pekerjaan/perawatan perkerasan jalan yang mengalami kerusakan. cara perbaikan
dengan menggunakan adanya perbaikan dengan lapis tambahan struktural guna
memperoleh kapasitas daya dukung perkerasan jalan yang cukup tinggi, tentu hal
ini sangat dibutuhkan dalam menahan beban yang semakin bertambah yang
disebabkan oleh meningkatnya volume lalu-lintas atau bertambahnay beban yang
dihasilakn dari gandar kendaraan.
28

Lapisan tambahan fungsional. merupakan bentuk perkerjaan/perawatan


perkerasan jalan yang mengalami kerusakan, cara perbaikan perkerasan dengan
menggunakan lapis tambahan fungsional. dilakukan jika kapasitas atau daya
tampung struktural jalan masih cukup untuk melayani beban dari kendaraan, tetapi
kondisi perkerasan yang ada menjadi kasar dan tidak teratur atau permukaan
perkerasan yang ada telah mengalami kerusakan. Hal terpenting sebelum adanya
pekerjaan lapisan tambahan adalah memperbaiki kerusakan utama yang terjadi pada
perkerasan.

Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (2002), tahapan dalam


perencanaan perbaikan jalan meggunakan teknik lapisan tambaahan jalan (Overlay)
diatarnya:

1. Menghitung lalu lintas harian rata – rata (LHR)


Dalam mencari nilai lalu lintas harian rata – rata (LHR) dapat diperoleh dengan
adanya survei langsung di lokasi penelitian, dimana untuk setiap kendaraan
dikategorikan menurut jenis kendaraan dan beban kendaraan dengan satuan
(Kend/hari/2 lajur)
2. Mencari nilai koefisien kekuatan relatif (a) untuk setiap jenis perkerasan yang
ditentukan dengan menggunakan Tabel 2.6. dan menggunakan alat FWD
untuk mengukur kuatnya struktur perkerasan jalan lama atau existing pavement
dengan mengacu pada Tabel 2.7.
29

Tabel 2.6. Koefisien Kekuatan Relatif (a) .


Koefisien kekautan relative Kekuatan bahan.
a1. a2. a3. MS Kt CBR Bahan yang digunakan
(Kg) (Kg/cm2) (%)
0.40 744
0.35 590
0.32 454 LASTON
0.30 340
0.35 744
0.31 590
0.28 454 Asbuton
0.26 340
0.30 340 Hot Rolled Asphalt
0.26 340 Aspal macadam
0.25 LAPEN (cara mekanik)
0.20 LAPEN (cara manual)
0.28 590
0.26 454 LASTON ATAS
0.24 340
0.23 LAPEN (cara mekanik)
0.19 LAPEN (cara manual)
0.15 22 Stabilitas tanah dengan
0.13 18 semen
0.15 22
0.13 18 Stabilitas tanah dengan
0.14 100 kapur
0.12 60
0.14 100 Pondasi macadam
0.13 80 (kondisi basah)
0.12 60 Pondasi macadam
0.13 70 (kondisi kering)
0.12 50 Batu pecah kelas A
0.11 30 Batu pecah kelas B
0.10 20 Batu pecah kelas C
Sirtu/pitrun kelas A
Sirtu/pitrun kelas B
Sirtu/pitrun kelas C
Tanah/tekstur
lempung kapasiran
Sumber : Sukirman 1999
30

Tabel 2.7. koefisien Kekuatan Relatif (a) .


Koefisi
BAHAN. KONDISI PERMUKAAN. en
kekuata
n relatif
Lapisa Terdapat sedikit atau tidak sama sekali kerusakan retak buaya atau (a) –
0.35
n hanya Terdapat retak melintang yang memiliki tingkat keparahan yang 0.40.
permu rendah
kaan <10% terdapat kerusakan retak buaya yang memiliki tingakt keparahan
Beton yang rendah
aspal <5% terdapat kerusakan ratak melintang yang memiliki tingkat
keparahan yang sedang dan cukup tinggi 0.25 –
0.35.
>10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat
keparahan yang rendah
<10% terdapat kerusakan kulit buaya yang memiliki tingkat 0.20 –
keparahan yang rendah dan/atau 5-10% terdapat kerusakan 0.30.
retak melintang yang memiliki tingkat keparahan yang sedang
dan cukup tinggi
0.14 –
>10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat 0.20.
kerusakan dan/atau
<10% terdapat keruskan retak kulit buaya yang memiliki tingkar
keparahan yang cukup tinggi dan/atau
>10% terdapat kerusakan retak yang memiliki tingakr keparahan yang
sedang dan tinggi 0.08 –
0.15.
>10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat
keparahan yang tinggi dan/atau
Lapis >10% terdapat
Terdapat sedikitkerusakan
atau samaretak melintang
sekali yang memiliki
tidak terdapat retak kulittingakt
buaya 0.20 –
pondasi keparahanhanya
dan/atau yang tinggi 0.35.
yang terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
distabilisas
i <10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat
keparahan yang rendah dan/atau 0.15 –
<5%terdapat kerusakan retak melintang yang memiliki tingkat 0.25.
keparahan yang tinggi

>10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat


keparahan yang rendah dan/atau 0.15 –
<10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat 0.20.
keparahan yang sedang dan/atau
>5-10% terdapat kerusakan retak melintang yang memiliki tingkat
keparahan yang sedang dan tinggi
0.10 –
>10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat 0.20.
keparahan yang sedang dan/atau
<10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat
keparahan yang tinggi dan/atau
>10% terdapat kerusakan retak melintang yang memiliki tingkat 0.08 –
keparahan yang tinggi 0.15.

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau


>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
31

Lapis Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by 0.10 –


pondasi fines. 0.14.
atau
Lapis Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines
pondasi 0.00 –
bawah 0.10.
granular
Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah 2002.

3. Tebal Lapisan Lama


Pada umumnya sebuah struktur jalan khususnya perkerasan lentur terdiri dari
berbagai lapisan diantaranya, lapisan pondasi bagian bawah. atau subbase,
lapisan pondasi atas atau base course, dan lapisan permukaan jalan atau surface
course. Untuk memperoleh nilai dari tebal lapis jalan lama didaptkan dari dinas
terkait.
4. Indeks tebal lapis perkerasan ada (ITPada).
Untuk dapat memperoleh nilai dari suatu indeks tebal lapis perkerasan jalan,
harus dilakukannya pengalian antara masing-masing tebal lapisan jalan dengan
koefisien kekuatan relatif.
5. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)
Menentukan suatu nilai ekivalen beban gandar sumbu kendaraan merujuk pada
tabel perencanaan tebal perkerasan lentur 2002.. Tabel yang digunakan ini
berlaku hanya untuk roda ganda sedangkan untuk roda tunggal harus melihat
karakteristik beban yang berlaku, yang dimana dapat menggunakan rumus
diawah ini :
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐾𝑁 4
Angka Ekivalen = ( ) ...............(2.6.)
53 𝐾𝑁

6. Lalu – lintas pada lajur rencana (W18)


Nilai dari lalu-lintas pada lajur rencana bisa dengan angka kumulatif dari
beban gandar standar. Rumus dibawah ini digunakan untuk mengetahui nilai
lalu lintas pada lajur rencana
W18 = DD x DL x ŵ18 ..................................................................(2.7.)
32

Diketahui :
W18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah yang berbeda
DD = Faktor distribusi arah = 0,5 mengacu pada PT T-01-2002-B
DL = Faktor distribusi lajur, bisa dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Faktor Distribusi lajur (DL)

Jumlah lajur % beban gandar standar


per arah. dalam lajur rencana.
1 100.
2. 80 – 100.
3. 60 – 80.
4. 50 – 75.
Sumber: Departemen pemukiman dan prasarana wilayah, 2002

Dari berbagai hasil penelitian yang ada mengatakan bahwa rentang nilai DD antara
0,3 hingga 0,7 yang bergantung pada arah mana yang berat dan arah mana yang
kosong. Tetapi nilai DD umumnya yang sering di pakai adalah 0,5

Yang menjadi acuan lalu lintas dimana akan dipakai untuk merencanakan tebal
pada perkerasan lentur adalah lalu-lintas komulatif selama umur rencana. Besaran
yang ada didapatkan dari pengalian dari beban gandar standar kumulatif pada jalur
rencana selama setahun (W18) dengan besaran kenaikan lalu lintas, yang
munculkan secara numerik pada rumus dibawah ini :

(1+𝑔)𝑛 −1
W18 = W18 pertahun x 𝑔
..............................................................(2.8.)

Diketahui :
W18 = Jumlah beban gandar tunggal satndar komulatif
W18/tahun = Beban komulatif gandar stadar dalam setahun
n. = Umur pelayanan jalan (thn)
g. = Perkembangan lalu lintas (%)
33

7. Modulus Resilien. (MR)


Yang dimaksud dengan Modulus Resilien. adalah tolak ukur tanah dasar dimana
biasanya dipakai dalam tahapan perencanaan, modulus resilien (MR) pada tanah
dasar dapat diperkirakan dari nilai CBR atau juga dapat di perkirakan dari hasil tes
soil indeks. Pada tanah berbutir halus menggunakan korelasi antara Modulus
Resilien dengan nilai CBR (Heukelom dan Klomp) yang menggunakan nilai CBR
terendah 10 atau lebih kecil dari 10. Berikut dinyatakan dalam rumus dibawah ini :
MR (psi) = 1.500 x CBR ....................................................................(2.9.)
8. Reliabilitas.(R)
Dalam lingkup pemahaman tentang reliabilitas, pada proses perencanaan kita
dapat mengikut sertakan derajat kepastian. yang bertujuan untuk menjamin
berbagai macam perencanaan alternatif yang akan bertahan salam selang waktu
yang sudah direncanakan. atau yang dimaksud dengan umur rencana. Dalam
merencanakan reliabilitas harus memperhitungkan kemungkinan berbagai macam
perkiraan dalam lalu-lintas (w18) dan juga memperkirakan kinerja lalu lintas (W18)
dimana akan menghasilkan tingkat reliabilitas, dalam artian setiap segmen
perkerasan jalan nantinya akan bertahan selama waktu yang sudah direncanakan
terlebih dahulu.
Dalam memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi, harus ada peninjauan
terhadap banyaknya kendaraan yang lewat dan kerusakan, yang bertujuan
mengalihkan aktifitas lalu-lintas. Untuk memperlihatkan rekomendasi tingkat
reliabilitas untuk bermacam – macam klasifikasi jalan ada pada Tabel 2.9. dalam
tanda kutip bahwa lebih tinggi tingkat reliabilitas menandakan bahwa jalan tersebut
merupakan paling sering di fungsikan melayani lalu lintas-lintas, dan tingkat yang
paling rendah adalah 50% yang menandakan bahwa jalan termasuk jalan lokal.
34

Tabel 2.9. Rekomendasi Tingkat Reliabilitas untuk berbagai macam jenis


klasifikasi jalan
Klasifikasi Jalan. Rekomendasi tingkat reliabilita.
Perkotaan. Antar Kota.
Bebas Hambatan. 85 – 99,9. 80 – 99,9.
Jalan Arteri. 80 – 99. 75 – 95.
Jalan Kolektor. . 80 – 95. 75 – 95.
Jalan Lokal. 50 – 80. 50 – 80.
Sumber : Departemen Perukiman dan Prasana Wilayah, 2002

9. Deviasi Standar (So)


Dalam memilih nilai dari Deviasi Standar (So) harus menyesuaikan dengan kondisi
yang ada.Nilai Deviasi Standar (So) berkisar antara 0.40 sampai dengan 0.50.
10. Indeks Permukaan (IP)
Indeks Permukaan (IP) merupakan salah satu nilai yang menyatakan tentang
ketidak seimbangan nilai dan kuatnya perkerasan jalan berkaitan dengan tingkat
pelayanan terhadap aktifitas lalu-lintas yang ada. Nilai IP sendiri bervariasi yang
dimana menandakan tentang kekuatan dari perkerasan jalan, diantaranya sebagai
berikut:
IP = 2,5. : menandakan bahwa kondisi jalan yang ada bisa dikatakan cukup baik
dan masih stabil
IP = 2,0. : menandakan bahwa rendahnya tingkat pelayanan untuk jalan yang
dikatakan masih dalam kondisi baik
IP = 1,5. : menandakan bahwa rendahnya tingkat pelayanan untuk jalan yang
masih memungkinkan untuk jalan yang tidak terputus
IP = 1,0. : menandakan bahwa kondisi jpada permukaan jalan mengalami
kerusakan parah yang dimana mengakibatkan tidak nyaman kendaraan
dalam berlalu-lintas

Untuk menentukan nilai IP pada akhir umur rencana, harus adanya pertimbangan
faktor-faktor untuk klasifikasi fungsional suatu jalan, seperti digambarkan dalam
Tabel 2.10.
35

Tabel 2.10 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT)


Klasifikasi Jalan
Lokal. Kolektor. Arteri. Bebas hambatan.
1,0–1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
1,5 1,5–2,0 2,0 -
1,5–2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
- 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber: Departemen perukiman dan prasana wilayah, 2002.

Indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0), nilai yang akan dipakai pada IP0
dibagi sesuai jenis lapis permukaan perkerasan yang ada, seperti digambarkan
pada Tabel 2.11 dibawah ini :

Tabel 2.11 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0) .


Jenis Lapisan Perkerasan I Ketidakrataan (IRI,
P m/km)
0
LASTON. ≥ ≤ 1,0.
4 > 1,0.
LASBUTAG. .3 ≤ 2,0.
3
,
,9 > 2,0.
LAPEN. 3
9 ≤ 3,0

,– > 3,0
3
4
3
Sumber : Departemen Perukiman dan Prasana Wilayah,
,– 2002
,
5
3
5
11. Indeks tebal perkerasann perlu (ITPperlu ., )
3
0
Dalam memperoleh suatu nilai indeks tebal , perkerasan perlu,
2 dapat diperoleh
,4
dengan Nomorgram yang diperlihatkan pada – Gambar 2.1.
9
3

,2
0
,
.
5

Sumber : Departemen perukiman dan prasana wilayah, 2002.


36

2.9. Analisa Rancangan Anggaran Biaya


Merencanakan biaya untuk suatu proyek merupakan perkiraan keuangan yang
akan menjadi dasar untuk mengendalikan biaya pada suatu pekerjaan tersebut.
Anggaran suatu proyek adalah salah satu rangakaian biaya yang nantinya
diperlukan untuk biaya material, pekerja, dan total biaya proyek. Astimasi biaya
pada proyek memberikan indikasi utama yang cukup spesifik dari total biaya pada
suatu proyek.
perencanaan biaya untuk pekerjaan suatu proyek dibagi menjadi beberapa
macam diataranya : menghitung biaya upah untuk tenaga kerja, harga satuan dasar
alat dan bahan untuk pekerjaan tersebut, dalam mencari berapa biaya satuan
pekerjaan yang dipakai sebagai dasar harga perkiraan sendiri (HPS). Untuk tiap
pekerjaan yang dilakukan dengan cara manual, mengacu pada tabel koefisien untuk
bahan dan upah tenaga kerja, sedangkan pekerjaan yang dilakukan secara mekanis,
mangacu pada proses analisis data produktifitas untuk menetapkan koefisien.
1. Analisa biaya untuk upah tenaga kerja
Dalam pelaksanaan proyek pekerjaan umum hal yang menjadi dasar dalam
menganalisa upah tenaga kerja adalah keterampilan para pekerja yang memadai
guna menjamin kebaikan dan kelancaran pada pekerjaan lapangan. Kelompok kerja
yang ada tentu memiliki keahlian kerja yang sudah diuji.
Tenaga kerja pada pekerjaan jalan pada umumnya hanyala sebagai pembantu
pekerjaan alat yang merupakan fungsi utama penyelesaian dalam melaksanakan
suatu kegiatan proyek.

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑝𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎


Harga satuan tenaga (Rp/Sat.Pek) = ………...(2.11)
𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛

2. Analisa harga satuan peralatan


Untuk menganalisa harga satuan dari peralatan harus mempertimbangkan
banyaknya biaya akan digunakan pada setiap bagian dari mesin yang
mencangkup biaya yang pasti dan juga biaya yang tidak pasti, dan juga biaya
operasional dalam satuan waktu yang bertujuan menghasilkan satu satuan
pengukuran pada pekerjaan proyek jalan tertentu. Menganalisa Harga satuan
dasar alat perlu adanya data upah operator.
37

Detail dari alat yang akan digunakan untuk pekerjan yang ada mencangkup tenaga
dari mesin dan seberapa besar kapasitas alat (m3), umur alat yang ekonomis,
seberapa banyak waktu yang di perlukan alat untuk difungsikan dalam setahun,
dan harga setiap alat yang ada. Jika biaya alat yang ada sudah diketahui maka
akan adanya analisa jumlah alat yang akan digunakan pada pekerjaan tersebut.
dikarenakan alat yang akan digunakan terbilang banyak, oleh sebab itu untuk
menghitung berapa banyak biaya yang akan dipakai dan digabungkan dalam satu
kelompok peralatan yang dapat menghasilkan pekerjaan meliputi yang paling
kecil dengan alat yang nantinya digunakan dan dan yang menghasilkan pekerjaan
yang banyak akan mengalami pengurangan daya guna dikarenakan harus
menunggu alat yang menghasilkan pekerjaan yang sedikit. Seperti ditampilkan
pada rumus dibawah ini :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑎𝑙𝑎𝑡


Harga satuan alat (Rp/Sat.Pek) = 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛 ……………………..(2.12)

3. Analisa harga satuan bahan


Kualitas dan kuantitas, serta lokasi asal alat dalam menganalisa harga satuan
bahan merupakan faktor yang sangat berpangaruh, dimana perlu ditetapkan dan
mengacu pada spesifikasi yang berlaku. Menganalisa berapa banyak bahan yang
dibutuhkan dalam pekerjaan yang ada, guna mengatasi adanya pekerjaan yang
terhambat. Untuk menghitung jumlah keseluruhan tiap bahan dalam satu satuan
pekerjaan adanya perhitungan metode rancangan campuran ( agregat kasar,
agregat halus, dan aspal ). Sepeti ditampilkan pada rumus dibawah ini:

Harga satuan tenaga (Rp/Sat.Pek)


= Jumlah total harga satuan bahan penyusun x Kuantitas …………… (2.14)
4. Analisa biaya yang lain
Analisa biaya yang lain disini meliputi biaya tidak langsung (adminstrasi
kontraktor, peralatan komunikasi, kendaraan bermotor, harga pajak, asuransi, serta
biaya lain) yang harus dikeluarkan. Biaya ini merupakan biaya yang dimana secara
langsung tidak terlibat dalam pelaksanaan suatu proyek, biaya ini biasanya disebut
38

dengan overhead yang dinyatakan dalam satuan (%) terhadap besarnya biaya
langsung yang lebih dari 10%, belum termasuk potongan PPn 10 %.

5. Analisa harga satuan pekerjaan (HSP)


Dalam penyusunan harga satuan pekerjaan harus memiliki komponen –
komponen , diataranya Harga satuan dasar upah, Harga satuan dasar alat, dan
Harga satuan dasar bahan. Dinyatakan dalam rumus dibawah ini :

Harga satuan pekerjaan = Biaya (alat+tenaga kerja+bahan) + Biaya lainnya (2.15.)

Anda mungkin juga menyukai