Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA.
2.1. Jalan
Jalan raya merupakan prasarana pada transportasi jalau darat dimana
mencangkup semua bagian jalan termasuk bangunan yang akan difungsikan
sebagai bangunan pelengkap yang terletak dibawah dan diatas permukaan tanah
dimana dapat berpengaruh terhadap aktifitas lalu lintas , terkecuali jalan rel kereta
api,dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006). Pada
umumnya jalan diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu (Bina Marga 1997)
diataranya sebagai berikut:
1. Klasifikasi jalan menurut fungsinya terdiri atas 4 golongan (UU No. 22
Tahun 2009) yaitu :
- Jalan arteri adalah prasarana angkutan umum yang difungsikan untuk melayani
perjalanan dengan jarak tempuh yang cukup jauh, kendaraan dengan kecepatan
tinggi, dan juga adanya pembatasan jalan masuk yang diatur dengan efisien.
- Jalan kolektor merupakan prasarana angkutan umum pengumpul dan pembagi
yang difungsikan untuk melayani perjalanan dengan jarak tempuh sedang,
kendaraan dengan kecepatan rata-rata sedang, dan adanya pembatasan jumlah
jalan masuk.
- Jalan lokal merupakan sala satu prasarana angkutan umum setempat yang
difungsikan untuk melayani perjalanan jarak dekat, kendaraan dengan
kecepatan rendah, dan tidak adanya pembatasan jumlah jalan masuk
- Jalan lingkungan adalah prasarana angkutan umum yang difungsikan untuk
melayani perjalanan jarak dekat, dan juga melayani kendaraan dengan
kecepatan rata-rata yang rendah.
Peraturan pemerintah No. 34 tahun 2006 yang terdapat pada pasal 6 dan 9
menjelaskan tentang fungsi dari jalan yang dimana terdapat di dalam sistem
jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder yang memiliki satu kesatuan
6
7
jaringan jalan yang dibagi menjadi dua sistem jaringan jalan diantaranya sistem
jaringan jalan primer dan juga sistem jaringan jalan sekunder.
Yang di maksud dengan sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan
jalan yang menghubungkan antar kawasan antar kota, diatur secara
berkelanjutan yang disesuaikan dengan perkotaan yang memiliki potensi dan
akan dihubungkan. Pelayanan lalu lintas yang terus berkelanjutan dan semakin
berkembang harus adanya sistem jaringan primer yang tidak terputus pada setiap
ruas jalan walaupun ruas jalan tersebut termasuk dalam kawasan perkotaan. Dan
yang dimaksud dengan sistem jaringan jalan sekunder adalah sala satu sistem
yang dapat menggabungkan antar wilayah perkotaan dengan
mempertimbangkan peran dan potensi kawasan tersebut.
a. Jalan kelas I adalah jalan yang difungsikan sebagai jalan arteri dan kolektor
yang dimana jalan tersebut bisa dilalui kendaraan bermotor yang memiliki
ukuran besar dengan ketentuan lebar motor harus lebih kecil dari 2500
milimeter, panjang harus lebih kecil dari 18000 milimeter dan memiliki muatan
sumbu yang terberat yaitu 10 ton.
b. Jalan kelas II adalah jalan yang difungsikan sebagai jalan arteri, kolektor, lokal
dan lingkungan dimana jalan tersebut bisa dilalui kendaraan bermotor yang
memiliki ukuran besar dengan ketentuan lebar motor harus lebih kecil dari
2500 milimeter, ukuran maksimal 4200 milimeter dan memliki muatan sumbu
yang terberat yaitu 8 ton
c. Jalan kelas III adalah jalan yang difungsikan sebagai jalan arteri, kolektor, lokal
dan lingkungan dimana jalan tersebut bisa dilalui kendaraan bermotor yang
memiliki ukuran besar dengan ketentuan lebar motor harus lebih kecil dari
2100 milimeter, panjang harus lebih kecil dari 9000 milimeter, ukuran
maksimal kendaraan 4200 milimeter dan memliki muatan sumbu terberat yaitu
8 ton
d. Jalan kelas khusus adalah jalan yang difungsikan sebagai jalan arteri dimana
jalan tersebut bisa dilalui kendaraan bermotor yang memiliki ukuran besar
dengan ketentuan lebar motor harus lebih besar dari 2500 milimeter, panjang
harus lebih besar dari 18000 milimeter, ukuran maksimal kendaraan 4200
milimeter dan memliki muatan sumbu terberat yaitu 10 ton
3. Pengelompokan jalan dilihat dari medan jalan. (Bina Marga 1997)
Medan jalan dapat dikelompokan dengan mempertimbangkan kondisi dimana
kemiringan medan sebagain besar diukur tegak lurus menggunakan garis
kontur. Kemiripan kondisi. kemiringan dimana diproyeksikan hanya
mempertimbangkan. kemiripan kondisi medan menurut perencanaan trase
jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari
beberapa segmen jalan tersebut. seperti terlihat pada Tabel 2.2.
9
1. Memberikan permukaan tanah menjadi rata dan halus bagi pengguna jalan
raya.
2. Menditribusikan beban kendaraan diatas susunan tanah yang memadai,
sehingga. dapat melindungi tanah dasar dari tekanan berlebihan yang
dihasilkan dari roda kendaraan.
10
1) Timbunan
2) Pondasi di bawah timbunan
3) Galian
4) Perkerasan jalan.
Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan signifikan antara perkerasan jalan dan
lapangan udara, hanya pada lapangan udara perkerasan dirancang untuk
mendukung beban yang lebih besar.
Adapun perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku yang dijelaskan
pada Tabel 2.3.
kuat menahan beban kendaraan yang lewat. Oleh sebab itu cara mengatasi
kerusakan yang terjadi pada struktur jalan yang ada harus adanya perbaikan pada
struktur perkerasan yang mengalami kerusakan dengan berbagai teknik perbaikan
yang sudah ada, contohnya perbaikan dengan teknik overlay, perbaikan jalan
dengan teknik rigid pavement, atau juga teknik perbaikan cement treated recycling
base.
2.5. Jenis – jenis kerusakan perkerasan lentur
Menurut Hardiyatmo (2015), pada perkerasan lentur jenis – jenis kerusakan
yang ada dapat dibedakan menjadi 5, diataranya sebagai berikut :
2.5.1. Deformasi.
Deformasi merupakan salah satu jenis kerusakan jalan yang mengakibatkan
terjadinya perubahan bentuk dari permukaan jalan dari bentuk sebelumnya.
Deformasi juga merupakan kerusakan yang penting karena dapat mempengaruhi
kenyamanan saat berlalu-lintas yang tiindai dengan adanya genangan air yang dapat
berpengaruh terhadap kekasatan permukaan jalan, serta dapat menggambarkan
kerusakan pada struktur perkerasan. jenis kerusakan ini mempunyai beberapa tipe
yang menggambarkan terjadinya kerusakan secara deformasi diatarnya : adanya
jalan yang bergelombang, terjadinya alur (rutting), (depression), adanya sungkur
(shoving), jalan mengembang (swell), adanya benjolan dan penurunan (bump and
sags). Seperti terlihat pada Gambar.2.3.
bertujuan agar disusun dalam program program pemeliharaan jalan yang nantinya
akan dipakai di lapangan.
Kerusakan pada perkerasan jalan secara garis besar bisa dibagi menjadi 2
bagian diantaranya kerusakan yang terjadi pada struktur jalan dimana menimbulkan
adanya kegagaln struktur perkerasan jalan pada setiap komponen struktur jalan
yang mengakibatkan jalan tersebut tidak kuat dalam menahan beban dari aktifitas
lalu-lintas yang terus-menerus terjadi, dan kerusakan jalan yang terjadi secara
fungsional yang mengakibatkan berkurangnya tingkat keamanan dan kenyaman
berkendara sehingga memicu adanya peningkatkan biaya operasional kendaraan.
Untuk menganalisa kondisi perkerasan jalan yang ada dengan baik, harus
adanya sistem penilaian guna mengidentifikasi perkerasan yang ada. Dalam sistem
penialaian yang akan digunakan terdapat beberapa sistem penilaian diataranya
sebagai berikut : Bina Marga, Asphalt Institute, dan juga Metoda PCI.
2.7.1. Sistem penilaian menurut Bina Marga
Pada sistem penilaian menggunakan Metode Bina Marga, dalam
menentukan niali kondisi dari setiap jenis kerusakan yang terjadi harus dilakukan
dengan survey langsung di lokasi yang dimana jenis kerusakan yang akan survey
mencangkup kekasaran pada permukaan perkerasan, retak, lubang dan ambalas
pada pinggir perkerasan. Dalam menentukan suatu nilai kondisi jalan yang ada
dilakukan dengan menjumlahkan nilai dan angka yang diperoleh dari survey secara
kangsung dilapangan. Dalam menentukan urutan prioritas (UP) kondisi suatu jalan
merupakan fungsi dari kelas LHR (lalu lintas harian rata – rata) dan nilai kondisi
yang ada, yang dimana secara matematis dituliskan:
UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)
Diketahui :
Kelas LHR = Kelas lalu lintas harian rata rata untuk pekerjaan
pemeliharan jalan
Nilai kondisi jalan = Nilai yang didapatkan untuk kondisi jalan yang sesuai
dengan kerusakan yang ada
Nilai dari urutan prioritas akan di pakai untuk menentukan program peningkatan
jalan yang ada .
20
Tabel 2.4. Penetapan Nilai Kondisi Jalan Berdasarkan Total Angka Kerusakan
Total Angka Kerusakan Nilai Kondisi Jalan
26 - 29 9
22 - 25 8
19 - 21 7
16 - 18 6
13 - 15 5
10 - 12 4
7-9 3
4-6 2
0-3 1
Sumber : Tata Cara Penyusunan Program pemeliharaan Jalan Kota.
21
Menurut Hardiyatmo (2015), Pada metode ini juga, jika ditinjau dari tingakt
kerusakan yang berlebihan pada perkerasan jalan yang dimana termasuk dalam
fungsu dari faktor-faktor dibawah ini.
1. Jenis kerusakan perkerasan
2. Tingkat keparahan kerusakan perkerasan
3. Total kerusakan atau kerapatan kerusakan perkerasan
2.7.2.1 Nilai indeks kondisi perkerasan
Nilai dari Indeks kondisi perkerasan atau PCI merupakan salah satu nilai
dari tingkatan kondisi permukaan perkerasn jalan serta ukuran yang dilihat dari
fungsi daya guna dimana mengacu pada kondisi kerusakan pada perkerasan.
Metode Pavement condition indeks adalah salah satu indeks yang tertulis dengan
sakal numerik, dimana dimulai dari nilai 0 yang menyatakan bahwa kondisi
perkerasan yang ada dinilai sangat rusak sedangkan nilai yang menunjukan angka
100 adalah kondisi perkerasan masih sangat bagus. Seperti yang terlihat di Gambar
2.8.
memperoleh nilai density dari suatu jenis kerusakan dapat dibagi sesuai dengan
tingkat kerusakan yang ada.
𝐴𝑑
Density = x 100% ....................................(2.1.)
𝐴𝑠
𝐿𝑑
Atau = x 100 %....................................(2.2.)
𝐴𝑠
Diketahui :
Ad = luas dari seluruh jenis kerusakan pada tiap-tiap tingkat kerusakan (m2)
As = luas total unit sampel (m2)
Ld = panjang keseluruhan jenis kerusakan pada setiap tingkat kerusakan
Luas keseluruhan (Ad) adalah hasil perhitungan untuk setiap dimensi kerusakan
jalan dimana memiliki kesamaan jenis dan tingkat kerusakan. Rumus (2.1.) dapat
digunakan untuk menghitung luas dari masing – masing kerusakan yang sesuai
dengan tingkat keparahannya.
b. Deduct Value
Deduct Value merupakan salah satu nilai pengurang untuk tiap jensi kerusakan
yang didapat kurva hubungan antara density dan severty level. Disebabkan oleh
banyaknya kemungkinan yang terjadi kondisi perkerasan yang ada untuk
memperoleh indeks dengan memperhitungkan faktor-fakor yang ada pada umunya
sudah menjadi sebuah permasalahan.
Nilai Deduct Value didapatkan tentu harus sesuai dengan jenis perkerasan jalan
yang ada, yang dimana jalan termasuk dalam perkerasan lentur atau termasuk dalam
perkerasan kaku. Pada perkerasan aspal Jika nilai Deduct Value > 2 (q sama dengan
2) maka nilai Deduct Value yang akan pakai harus > 2. Untuk menentukan nilai
Deduct Value pada perkerasan kaku dan perkerasan yang ada pada bandara, nilai
Deduct Value yang akan dipakai harus > dari 5. Tetapi jika terdapat hanya 1 nilai
DV, maka nilai DV yang ada secara langsung akan di pakai sebagai nilai TDV,
dimana digunakan sebagai nilai DV. Jika terdapat nilai Deduct Value > 1, maka
harus mencari nilai Correct Deduct Value yang paling tinggi atau maksimum
24
Sebagai salah satu contoh jenis kerusakan retak buaya, jika sudah diketahui
nilai densitas dari tingkat keparahan dan jenis kerusakan yang ada, maka untuk
memperoleh nilai Deduct Value harus menhubungkan nilai Density dengan
menggunakan kurva dimana garis yang akan memotong kurva akan ditarik secara
vertikal sampai menunjukan tingkat keparahan kerusakan yang ada , setelah itu
garis yang akan menunjukan nilai deduct value ditarik ke kiri secara horizontal .
lebih jelasnya terlihat pada Gambar 2.8.
Nilai dari m1 merupakan nilai pengacu yang nantinya menggunakan nilai deduct
value, tahapan untuk menghitung nilai DV antara lain sebagai berikut:
a. Jika terdapat 4 nilai DV, yang akan digunakan sebagai nilai DV adalah nilai
yang > 2 ( q =2 )
b. Menghitung mi menggunakan rumus ( 2.3.)
c. Jika mi adalah 5, maka ada perbandingan antara mi dengan jumlah DV seperti
terterah pada poin (a), maka mi sama dengan 5 > dari Deduct Value sama
dengan 4, jadi semua data yang merupakan Deduct Value akan dipakai pada
perhitungan berikutnya. Tetapi jika mi < dari DV, makan yang akan digunakan
yaitu Deduct Value lebih besar dari 2, yaitu q sama dengan 2.
Penjumlahan DV akan digunakan sebagai nilai TDV, dimana dalam melakukan
iterasi yang bertujuan memperoleh nilai dari q yang mencapai angka 1, dimana
Total Deduct Value sama dengan Corrected Deduct Value. Contohnya seperti
dibawah ini.
1. Ada empat (4) buah nilai DV
2. Jika DV sama dengan 4, maka q sama dengan 4, seluruh nilai harus
dijumlahkan menjadi nilai TDV, yang mengacu pada hubungan antara Total
Deduct Value dengan Corrected Deduct Value, dan nilai q = 4, yang
dijelaskan pada nomorgram Gambar 2.9.
yang merupakan nilai Total Deduct Value. Gunakanlah grafik yang terdapat
pada Gambar 2.9. untuk mencari nilai Correctes Deduct Value dengan
menggunakan nilai q sama dengan 3.
4. Selanjutnya Melakukan iterasi dengan mengubah 2 angka yang dimana
merupakan angka dari Deduct Value dengan q sama dengan 2 yang merupakan
angka DV terkecil, selanjutnya semua angka DV dijumlahkan menjadi nilai
Total Deduct Value. Gunakanlah grafik yang terdapat pada Gambar 2.9. untuk
mencari nilai CDV dengan menggunakan nilai q sama dengan 2
5. Iterasi berikutnya mengubah tiga angka dimana merupakan angka dari Deduct
Value dengan q sama dengan 2, untuk setiap 3 angka Deduct Value yang paling
kecil, selanjutnya seluruh angka Deduct Value dijumlahkan menjadi nilai Total
Deduct Value. Gunakanlah grafik yang terdapat pada Gambar 2.9. untuk
mencari nilai CDV dengan menggunakan nilai q sama dengan 1
Dari semua hasil perhitungan nilai Corrected Deduct Value yang dijelaskan pada
langkah 1 – 5 , nilai CDV yang akan digunakan adalah nilai yang paling besar
(CDVmax).
untuk memperoleh hasil PCI, dapat menggunakan rumus dibawah ini :
PCI(s) = 100 – CDV..............................................................................(2.4.)
Diketahui :
PCI(s) = PCI setiap Segmen
CDV = CDV setiap Segmen
Diketahui :
W18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah yang berbeda
DD = Faktor distribusi arah = 0,5 mengacu pada PT T-01-2002-B
DL = Faktor distribusi lajur, bisa dilihat pada Tabel 2.8.
Dari berbagai hasil penelitian yang ada mengatakan bahwa rentang nilai DD antara
0,3 hingga 0,7 yang bergantung pada arah mana yang berat dan arah mana yang
kosong. Tetapi nilai DD umumnya yang sering di pakai adalah 0,5
Yang menjadi acuan lalu lintas dimana akan dipakai untuk merencanakan tebal
pada perkerasan lentur adalah lalu-lintas komulatif selama umur rencana. Besaran
yang ada didapatkan dari pengalian dari beban gandar standar kumulatif pada jalur
rencana selama setahun (W18) dengan besaran kenaikan lalu lintas, yang
munculkan secara numerik pada rumus dibawah ini :
(1+𝑔)𝑛 −1
W18 = W18 pertahun x 𝑔
..............................................................(2.8.)
Diketahui :
W18 = Jumlah beban gandar tunggal satndar komulatif
W18/tahun = Beban komulatif gandar stadar dalam setahun
n. = Umur pelayanan jalan (thn)
g. = Perkembangan lalu lintas (%)
33
Untuk menentukan nilai IP pada akhir umur rencana, harus adanya pertimbangan
faktor-faktor untuk klasifikasi fungsional suatu jalan, seperti digambarkan dalam
Tabel 2.10.
35
Indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0), nilai yang akan dipakai pada IP0
dibagi sesuai jenis lapis permukaan perkerasan yang ada, seperti digambarkan
pada Tabel 2.11 dibawah ini :
Detail dari alat yang akan digunakan untuk pekerjan yang ada mencangkup tenaga
dari mesin dan seberapa besar kapasitas alat (m3), umur alat yang ekonomis,
seberapa banyak waktu yang di perlukan alat untuk difungsikan dalam setahun,
dan harga setiap alat yang ada. Jika biaya alat yang ada sudah diketahui maka
akan adanya analisa jumlah alat yang akan digunakan pada pekerjaan tersebut.
dikarenakan alat yang akan digunakan terbilang banyak, oleh sebab itu untuk
menghitung berapa banyak biaya yang akan dipakai dan digabungkan dalam satu
kelompok peralatan yang dapat menghasilkan pekerjaan meliputi yang paling
kecil dengan alat yang nantinya digunakan dan dan yang menghasilkan pekerjaan
yang banyak akan mengalami pengurangan daya guna dikarenakan harus
menunggu alat yang menghasilkan pekerjaan yang sedikit. Seperti ditampilkan
pada rumus dibawah ini :
dengan overhead yang dinyatakan dalam satuan (%) terhadap besarnya biaya
langsung yang lebih dari 10%, belum termasuk potongan PPn 10 %.